BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan
yang baik tergantung pada lingkungan yang aman. Praktisi atau teknisi yang
memantau untuk mencegah penularan infeksi membantu melindungi klien dan pekerja
keperawatan kesehatan dari penyakit. Klien dalam lingkungan keperawatan
beresiko terkena infeksi karena daya tahan yang menurun terhadap mikroorganisme
infeksius, meningkatnya pajanan terhadap jumlah dan jenis penyakit yang
disebabkan oleh mikroorganisme dan prosedur invasif dalam fasilitas perawatan
akut atau ambulatory, klien dapat terpajan pada mikroorganisme baru atau
berbeda,yang beberapa dari mikroorganisme tersebut dapat saja resisten terhadap
banyak antibiotik. Dengan cara mempraktikan teknik pencegahan dan pengendalian
infeksi perawat dapat menghindarkan penyebaran mikroorganisme terhadap klien.
Kesehatan
yang baik tergantung pada lingkungan yang aman. Praktisi atau teknisi yang
memantau untuk mencegah penularan infeksi membantu melindungi klien dan pekerja
keperawatan kesehatan dari penyakit. Klien dalam lingkungan keperawatan
beresiko terkena infeksi karena daya tahan yang menurun terhadap mikroorganisme
infeksius, meningkatnya pajanan terhadap jumlah dan jenis penyakit yang
disebabkan oleh mikroorganisme dan prosedur invasif dalam fasilitas perawatan
akut atau ambulatory, klien dapat terpajan pada mikroorganisme baru atau
berbeda,yang beberapa dari mikroorganisme tersebut daaapat saja resisten
terhadap banyak antibiotik. Dengan cara mempraktikan teknik pencegahan dan
penembalian infeksi perawat dapat menghindarkan penyebaran mikroorganisme
terhadap klien.
B. Tujuan
1.
Mengetahui definisi infeksi
2.
Mengetahui tindakan dan pencegahan
infeksi
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Infeksi
Infeksi
adalah perpindahan agen infeksi antara pasien, dokter gigi dan petugas
kesehatan dalam lingkungan pelayanan kesehatan gigi. Infeksi dapat disebabkan
oleh kecelakaan seperti tertusuk instrumen tajam, tangan yang tidak steril,
serta melalui mulut dan saluran pernafasan. Tindakan dalam praktek dokter gigi
menempatkan dokter gigi beresiko tinggi terutama terhadap penyakit menular
berbahaya yang disebabkan oleh bakteri dan virus.
Infeksi
merupakan invasi tubuh oleh patogen atau mikroorganisme yang mampu menyebabkan
sakit. Infeksi juga disebut asimptomatik apabila mikroorganisme gagal dan
menyebabkan cedera yang serius terhadap sel atau jaringan.Penyakit akan timbul
jika patogen berbiak dan menyebabakan perubahan pada jaringan normal. (Potter
& perry .Fundamental Keperawatan.edisi 4.hal : 933 – 942:2005)
Infeksi
merupakan infeksi dan pembiakan mikroorganisme pada jaringan tubuh,terutama
yang menyebabkan cedera sellular lokal akibat kompetisi
metabolisme,toksin,replikasi intra selular,atau respon antigen-antibodi (Kamus
Saku Kedokteran Dorland,edisi 25.hal :555:1998)
Definisi
Infeksi adalah reaksi tubuh atas masuknya mikroorganisme sebagai penyebab
penyakit.
Perlu
dibedakan istilah kontaminasi dan istilah infeksi silang. Arti Kontaminasi
adalah terpaparnya seseorang oleh mikroorganisme dan belum menimbulkan infeksi.
Pengertian Infeksi silang adalah penularan penyakit dari seseorang kepada orang
lain, yang umumnya melalui suatu perantara. Media perantara penularan
mikroorganisme penyebab infeksi dapat terjadi melalui cara kontak langsung
dengan contohnya melalui cairan mulut dan darah. Kontak tidak langsung, dapat
melalui suatu objek yang tercemar mikroorganisme pathogen, yang umumnya terjadi
karena instrumen yang digunakan tidak steril.
1. Rantai Proses Infeksi
Rantai
proses infeksi adalah rangkaian proses masuknya kuman ke dalam tubuh manusia
yang dapat menimbulkan radang atau penyakit. Proses tersebut melibatkan
beberapa unsur, di antaranya :
a.
Reservoir, merupakan habitat pertumbuhan
dan perkembangan mikroorganisme, dapat berupa manusia,hewan,tumbuhan, maupun
tanah.
b.
Jalan masuk, merupakan jalan masuknya
mikroorganisme ke tempat penampungan dari berbagai kuman seperti saluran
pernafasan, pencernaan,kulit,dan lain-laina
c.
Inang(host),merupakan tempat
perkembangan mikrooganisme yang dapat di dukung oleh ketahanan kuman.
d.
Jalan keluar, merupakan tempat keluar
mikroorgsnisme dari reservoir , seperti sistem pernafasan,sistem pencernaan ,
alat kelamin dan lain-lain.
e.
Jalur penyebaran,merupakan jalur
yang dapat menyebarkan jalur berbagai
kuman mikrooganisme ke berbagai tempat, seperti air,makanan,udara dan
lain-lain.
2. Cara penularan mikroorganisme
Proses
penyebaran mikroorganisme ke dalam tubuh, baik manusia maupun hewan, dapat melalui berbagai cara,di anatara nya:
a.
Kontak Tubuh . kuman masuk ke dalam
tubuh melalui proses penyebaran secara langsung maupun tidak langsung . penyebaran
secara langsung melalui sentuhan dengan kulit sedangkan secara tidak langsung
melalui benda yang terkontaminasi oleh kuman
b.
Makanan dan Minuman. Terjadinya
penyebaran dapat melalui makanan dan minuman yang telah terkontaminasi, seperti pada penyakit
tifus abdominalis,penyakit infeksi cacing dan lain-lain
c.
Serangga. Proses penyebaran kuman
melelui serangga adalah penyebaran penyakit malaria oleh plasmodium pada nyamuk
aedes dan beberapa penyakit saluran pencernaan yang dapat di tularkan melalui lalat.
d.
Udara. Proses penyebaran kuman melalui
udara dapat di jumpai melalui penyebaran penyakit sistem pernafasan (penyebaran
kuman tuberkulosis) atau sejenisnya.
3. Faktor yang mempengaruhi proses
infeksi
a.
Sumber penyakit. Sumber penyakit dapat
mempengaruhi apakah infeksi berjalan dengan cepat atau lambat.
b.
Kuman penyebab. Dapat menentukan
jumlah,kemampuan mikroorganisme masuk ke dalam tubuh,dan virulensinya.
c.
Cara membebaskan sumber dari kuman.
Dapat menentukan proses infeksi cepat teratasi atau di perlambat, seperti
tingkat keasaman (pH),suhu,penyinaran ,dan lain-lain.
d.
Cara penularan. Seperti kontak langsung
,melalui makanan atau udara,dapat menyebabkan penyebaran kuman ke dalam tubuh.
e.
Cara masuknya kuman. Proses penyebaran
kuman berbeda ,tergantung dari sifatnya. Kuman dapat masuk melalui saluran
pernafasan , saluran pencernaan, kulit dan lain-lain.
f.
Daya tahan tubuh. Daya tahan tubuh yang
baik dapat memperlambat proses infeksi atau mempercepat proses penyembuhan.
Demikian pula sebaliknya daya tahan tubuh yang buruk dapat memperburuk proses
infeksi.
B. Pengendalian / Pencegahan Infeksi
Silang
Pencegahan
infeksi adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk meminimalkan masuknya
mikroorganisme ke dalam tubuh termasuk di dalamnya bakteri, virus, fungi dan
parasit. Definisi-definisi yang berhubungan dengan pencegahan infeksi antara
lain :
a.
Antisepsis adalah proses menurunkan
jumlah mikroorganisme pada kulit, selaput lender, atau jaringan lainnya dengan
menggunakan bahan anti microbial (anti septic).
b.
Asepsis dan teknik aseptic adalah semua
usaha yang dilakukan untuk mencegah masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh dan
berpotensi untuk menimbulkan infeksi. Tujuan asepsis adalah menurunkan kembali
ke tingkat aman atas jumlah mikroorganisme pada permukaan hidup (kulit dan
jaringan) dan obyek mati (alat-alat kedoketeran gigi, alat bedah dan
barang-barang yang lain).
c.
Dekontaminasi adalah proses yang membuat
alat menjadi lebih aman untuk ditangani.
d.
Desinfeksi tingkat tinggi adalah proses
menghilangkan semua mikroorganisme kecuali beberapa endospora pada alat-alat
dengan merebus, mengukus atau penggunaan desinfeksi kimia.
e.
Pembersihan atau pencucian alat adalah
proses secara fisik menghilangkan semua debu, kotoran darah atau yang lainnya,
yang tampak pada benda atau alat-alat dan membuang atau menghilangkan sejumlah
mikroorganisme untuk mengurangi risiko bagi mereka yang menyentuh kulit atau
yang menangani alat tersebut.
1. Pengendalian Infeksi dan Cara
Mencegah Terjadinya Infeksi
Pengendalian
infeksi dapat melalui berbagai upaya yang dilakukan untuk mengurangi kejadian
infeksi yang diakibatkan oleh mikroorganisme yang dapat menyebabkan infeksi.
Upaya tersebut ditujukan bagi pasien, klien dan tenaga kesehatan, dengan kata
lain upaya ini bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang aman bagi semua
dalam melaksanakan pelayanan kesehatan, tanpa memperhatikan ukuran fasilitas
maupun lokasi pelayanan.
Bila
pengendalian infeksi tidak terlaksana dengan baik kemungkinan makin besar
kejadian infeksi dan risiko penyebaran melalui fasilitas kesehatan juga
meningkat. Maka semua alat yang terkontaminasi seperti jarum, alat suntik dan
perlengkapan lain dari pasien harus senantiasa ditangani sebagai benda
terinfeksi. Pengendalian infeksi dapat mengandalkan daerah barier antara
penjamu dan mikroorganisme yang tujuannya memutus rantai penyebaran pada
beberapa tempat, misalnya melalui proses fisik, mekanik atau kimia dalam
mencegah penyebaran infeksi dari penderita satu ke penderita yang lain.
Ada
beberapa usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya infeksi antara
lain :
a.
Petugas : Bekerja hanya di waktu sehat,
dilakukan pemeriksaan kesehatan secara teratur (tiap 6 bulan), tidak bekerja
bila menderita penyakit infeksi/menular, bekerja sesuai prinsip aseptic dan
antiseptic, bekerja sesuai prosedur yang benar, mencuci tangan dengan teknik
yang benar, memperhatikan hygiene perorangan yang baik, menjaga kebersihan
lingkungan, melakukan asuhan keperawatan yang benar, isolasi dalam keadaan
tertentu, bekerja sesuai peraturan tata tertib yang berlaku.
b.
Alat-alat : Selalu disimpan dalam
keadaan kering, bersih steril dan disimpan dalam tempat khusus, tidak memakai
alat yang rusak, tidak memakai alat yang diragukan sterilitasnya, linen harus
bersih, kering dan licin, satu set alat untuk satu tindakan, tidak memakai alat
yang kadaluwarsa, alat yang ada diruang perawatan seharusnya terbuat dari bahan
yang mudah dibersihkan, tidak terkontaminasi oleh penyakit tertentu.
c.
Pasien : Melakukan isolasi pada penyakit
yang menderita penyakit menular, merawat personal hygiene pasien, memberikan
perhatian khusus pada pasien dengan penyakit yang diyakini bisa menularkan
penyakit
d.
Lingkungan : Penerangan / sinar matahari
harus cukup, sirkulasi udara harus cukup, menjaga kebersihan, menghindarkan
serangga, mencegah air menggenang, tempat sampah selalu dalam keadaan tertutup,
permukaan lantai rata dan tidak berlubang, dinding ruang perawatan licin, mudah
dibersihkan dan tidak bersudut, ruangan dibersihkan secara rutin.
2. Upaya pengendalian infeksi bersifat
multidisiplin
Ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan
dalam pengendalian infeksi :
a.
Disipline : Perilaku petugas kesehatan
harus didasari disiplin yang tinggi untuk mematuhi prosedur aseptic, teknik
invansif, upaya profilaksi, dan sebagainya.
b.
Defence mechanism : Melindungi pasien
dengan mekanisme pertahanan diri supaya tidak terpapar oleh sumber infeksi.
c.
Drug : Pemakaian obat-obatan antiseptic,
antibiotic dan lain-lain yang dapat mempengaruhi kejadian infeksi.
d.
Design : Rancang bangun ruang perawatan
akan berpengaruh terhadap risiko penularan infeksi, khususnya melalui udara
(airbone), atau kontak fisik yang dimungkinkan bila luas ruangan tidak cukup
memadai.
e.
Device : peralatan protektif diperlukan
sebagai penghalang penularan, misalnya pakaian pelindung, masker, kaca mata
pelindung, sarung tangan dan sebagainya.
Infeksi
di rumah sakit atau infeksi nosokomial merupakan persoalan serius yang menjadi
penyebab langsung maupun tidak langsung kematian pasien. Walaupun beberapa
kejadian infeksi nosokomial tidak menyebabkan kematian pasien, namun menyebabkan
pasien dirawat lebih lama akibatnya pasien harus membayar lebih mahal.
3. Sterilisasi
Sterilisasi
adalah proses pengolahan suatu alat atau bahan dengan tujuan mematikan semua
mikroorganisme termasuk endospora pada suatu alat / bahan. Proses sterilisasi
di rumah sakit sangat penting sekali dalam rangka pengawasan pencegahan infeksi
nosokomial.
Keberhasilan
usaha tersebut akan tercermin pada kualitas dan kuantitas mikroorganisme yang
terdapat bahan, alat serta lingkungan kerja rumah sakit.
Sebaiknya
proses sterilisasi di RS dilaksanakan secara sentralisasi dengan tujuan agar
tercapainya :
1.
Efisiensi dalam menggunakan peralatan
dan sarana.
2.
Efisiensi tenaga.
3.
Menghemat biaya investasi, instalasi dan
pemeliharaannya.
4.
Sterilisasi bahan dan alat yang
disterilkan dapat dipertanggung jawabkan.
5.
Penyederhanaan dalam pengembangan
prosedur kerja, standarisasi dan peningkatan pengawasan mutu.
Untuk
kerja yang bertanggung jawab terhadap proses sterilisasi di rumah sakit adalah
Instalasi Sterilisasi Sentral. Instalasi Sterilisasi Sentral mempunyai kegiatan
mengelola semua kebutuhan peralatan dan perlengkapan tindakan bedah serta non
bedah. Mulai dari penerimaan, pengadaan, pencucian, pengawasan, pemberian tanda
steril penyusunan dan pengeluaran barang – barang hasil sterilisasi ke unit
pemakaian di RS.
a.
Macam-macam sterilisasi
Pada
prinsipnya sterilisasi dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu secara mekanik,
fisik dan kimiawi.
1)
Sterilisai secara mekanik (filtrasi)
menggunakan suatu saringan yang berpori sangat kecil (0.22 mikron atau 0.45 mikron) sehingga
mikroba tertahan pada saringan tersebut. Proses ini ditujukan untuk sterilisasi
bahan yang peka panas, misal nya larutan enzim dan antibiotik.
2)
Sterilisasi secara fisik dapat dilakukan
dengan pemanasan & penyinaran.
a)
Pemanasan
1.
Pemijaran (dengan api langsung):
membakar alat pada api secara langsung, contoh alat : jarum inokulum, pinset,
batang L, dll.
2.
Panas kering: sterilisasi dengan oven
kira-kira 60-1800C. Sterilisasi panas kering cocok untuk alat yang terbuat dari
kaca misalnya erlenmeyer, tabung reaksi dll.
3.
Uap air panas: konsep ini mirip dengan
mengukus. Bahan yang mengandung air lebih tepat menggungakan metode ini supaya
tidak terjadi dehidrasi.
4.
Uap air panas bertekanan : menggunalkan
autoklaf
b)
Penyinaran dengan UV
Sinar
Ultra Violet juga dapat digunakan untuk proses sterilisasi, misalnya untuk
membunuh mikroba yang menempel pada permukaan interior Safety Cabinet dengan
disinari lampu UV.
3)
Sterilisaisi secara kimiawi biasanya
menggunakan senyawa desinfektan antara lain alkohol.
1.
Tehnik Sterilisasi
Sebelum
memilih tehnik sterilisasi yang tepat dan efisien diperlukan pemahaman terhadap
kemungkinan adanya kontaminasi dari bahan dan alat yang akan disterilkan.
Kontaminasi
terjadi karena adanya perpindahan mikroorganisme yang berasal dari berbagai
macam sumber kontaminasi.
Sumber
kontaminasi dapat berasal dari :
a.
Udara yang lembab atau uap air.
b.
Perlengkapan dan peralatan di rumah
sakit.
c.
Personalia yang di rumah sakit ( kulit,
tangan, rambut dan saluran nafas yang terinfeksi ).
d.
Air yang tidak disuling dan tidak
disterilkan.
e.
Ruang yang tidak dibersihkan dan di
desinfektan.
f.
Pasien yang telah terinfeksi.
Sterilisasi
dimaksudkan untuk membunuh atau memisahkan semua mikroorganisme ditetntukan
oleh daya mikroorganisme terhadap tehnik sterilisasi.
Tehnik
sterilisasi ada beberapa cara :
a.
Sterilisasi dengan pemanasan :
ü Pemanasan
basah dengan Autoklaf
ü Pemanasan
kering dengan pemijatan dan udara panas.
ü Pemanasan
dengan bactericid.
b.
Sterilisasi dengan penyaringan.
c.
Sterilisasi dengan menggunakan zat kimia.
d.
Sterilisasi dengan penyinaran.
2.
Pemilihan tehnik sterilisasi berdasarkan
pertimbangan
a.
Tehnik yang murah, cepat dan sederhana.
b.
Hasil yang diperoleh benar – benar
steril.
c.
Bahan yang disterilkan tidak boleh
mengalami perubahan.
3.
Pengawasan
Suatu
bahan steril yang dihasilkan selama dalam penggunaan harus dapat dijamin
kualitas dan kuantitasnya. Waktu kadaluwarsa suatu bahan steril sangat
tergantung kepada tehnik sterilisasi. Pengawasan terhadap proses sterilisasi
dapat dilakukan dengan cara mentest bahan atau alat yang dianggap masih steril
dengan memakai indicator fisika, kimia dan biologi tergantung pada tehnik
sterilisasi yang digunakan waktu mensterilkan bahan / alat tersebut.
4.
Pengujian
Ada
tiga pilihan yang dapat digunakan sebagai tehnik dalam pengujian sterilisasi :
a.
Pemanasan sample langsung pada media
pembenihan.
b.
Pembilasan penyaring, hasil pembilasan
diinkubasikan setelah ditanam dalam media pembenihan.
c.
Penambahan media pembenihan paket ke
dalam larutan yang akan diuji kemudian diinkubasi.
Jaminan
hasil penguian dapat dicapai jika pengawasan dimulai semenjak pemilihan bahan
dan alat yang akan disterilkan. Tehnik sterilisasi yang akan dipakai sampai
dengan proses penyimpanan dan pendistribusian bahan / alat yang sudah steril.
4. Desinfeksi
1.
Pengertian
Desinfeksi
adalah suatu proses baik secara kimia atau secara fisika dimana bahan yang
patogenik atau mikroba yang menyebabkan penyakit dihancurkan dengan suatu
desinfeksi dan antiseptic.
Desinfektan
adalah senyawa atau zat yang bebas dari infeksi yang umumnya berupa zat kimia
yang dapat membunuh kuman penyakit atau mikroorganisme yang membahayakan
menginaktifkan virus.
Antiseptik
adalah zat – zat yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme
pada jaringan hidup.
Unit
kerja yang bertanggung jawab terhadap penyediaan desinfektan dan antiseptic di
rumah sakit adalah Instalasi Farmasi.
Instalasi
Farmasi mempunyai kegiatan mulai dari perencanaan, pengadaan, pembuatan,
penyusunan dan penyaluran desinfektan / antiseptic ke unit pemakai di rumah sakit.
Desinfektan
tingkat rendah dapat dibagi menjadi 2 golongan :
a.
Golongan pertama
Desinfektan
yang tidak membunuh virus HIV dan Hepatitis B.
1.
Klorhexidine (Hibitane, Savlon).
2.
Cetrimide (Cetavlon, Savlon).
3.
Fenol-fenol (Dettol).
Desinfektan
golongan ini tidak aman untuk digunakan :
1.
Membersihkan cairan tubuh (darah, feses,
urin dan dahak).
2.
Membersihkan peralatan yang terkena
cairan tubuh misalnya sarung tangan yang terkena darah.
b.
Golongan kedua
Desinfektan
yang membunuh Virus HIV dan Hepatistis B.
a) Desinfektan
yang melepaskan klorin.
Contoh
: Natrium hipoklorit (pemutih, eau de javel), Kloramin (Natrium tosilkloramid,
Kloramin T) Natrium Dikloro isosianurat (NaDDC), Kalsium hipoklorit (soda
terklorinasi, bubuk pemutih)
b) Desinfektan
yang melepaskan Iodine misalnya : Povidone Iodine (Betadine, Iodine lemah)
1.
Alkohol : Isopropil alkohol, spiritus
termetilasi, etanol.
2.
Aldehid : formaldehid (formalin),
glutaraldehid (cidex).
3.
Golongan lain misalnya : Virkon dan
H2O2. (Imbang, 2009)
Adapun
faktor-faktor yang mempengaruhi suatu desinfektan adalah:
1.
Waktu dan lamanya kontak dengan mikroba
2.
Suhu desinfektan
3.
Konsentrasi desinfektan
4.
.Jumlah dan tipe dari mikroorganisme
5.
Keadaan bahan yang didesinfektan
Bahan
kimia menimbulkan suatu pengaruh yang lebih selektif terhadap jasad renik dibandingkan
dengan perlakuan fisik seperti panas dan radiasi.
Dalam
memilih bahan kimia sebagai suatu desinfektan atau antiseptik perlu
diperhatikan hal-hal berikut :
1.
Sifat mikrosida (membunuh jasad renik)
Spora
pada umumnya lebih tahan daripada bentuk vegetatif dan hanya beberapa
desinfektan sebagaihalogen, formalin, dan etilen oksida yang efektif terhadap
spora.
2.
Sifat mikrostatik (menghambat
pertumbuhan jasad renik)
Beberapa
komponen kimia pada konsentrasi rendah tidak dapat membunuh jasad renik, tetapi
hanya menghambat pertumbuhannya, misalnya senyawa tertentu yang terdapat pada
rempah-rempah, dan komponen ini mempunyai sifat bakteriostatik atau fungisid.
3.
Kecepatan penghambatan
Komponen
kimia mempunyai kecepatan membunuh yang berbeda-beda terhadap jasad renik.
Beberapa komponen lainnya hanya efektif setelah beberapa jam. Sel yang sedang
tumbuh atau berkembang biak lebih sensitive dan mudah dibunuh dibandingkan
dengan sel dalam keadaan istirahat atau statik
4.
Sifat-sifat lain
Dalam
pemilihan suatu desinfektan harus disesuaikan dengan harga yang tidak mahal,
efektivitasnya tetap dalam waktu yang lama. Larut dalam air dan stabil dalam
larutan. Juga perlu diperhatikan sifat racunnya dan sifat iritasi pada kulit.
2.
Penggunaan Desinfektan
Desinfektan
sangat penting bagi rumah sakit dan klinik. Desinfektan akan membantu mencegah
infeksi terhadap pasien yang berasal dari peralatan maupun dari staf medis yang
ada di rumah sakit dan juga membantu mencegah tertularnya tenaga medis oleh
penyakit pasien. Perlu diperhatikan bahwa desinfektan harus digunakan secara
tepat (Imbang, 2009).
3.
Tehnik Desinfeksi
Tehnik
desinfeksi yang dilakukan tidak mutlak bebas dari mikroorganisme hidup seperti
pada sterilisasi karena desinfektan / antiseptic tidak menghasilkan
sterilisasi.
Pemilihan
desinfetan yang tepat seharusnya memenuhi criteria berikut :
a.
Daya bunuh kuman yang tinggi dengan
toksisitas yang rendah.
b.
Spektrum luas, dapat mematikan berbagai
macam mikroorganisme.
c.
Dalam waktu singkat dapat mendesinfeksi
dengan baik.
d.
Stabil selama dalam penyimpanan.
e.
Tidak merusak bahan yang didesinfeksi.
f.
Tidak mengeluarkan bau yang mengganggu.
g.
Desinfektannya sederhana dan tidak sulit
pemakaiannya.
h.
Biaya murah dan persediaannya tetap ada
dipasaran.
Faktor
yang mempengaruhi pemilihan desinfektan yaitu sifat – sifat zat kimia yang akan
digunakan seperti konsentrasi, temperature, pH dan bentuk formulasinya
disamping itu kepekaan mikroorganisme terhadap kerja zat kimia serta lingkungan
dimana desinfektan tersebut akan digunakan.
4.
Pengawasan Desinfeksi
Pengawasan
desinfeksi dilakukan terhadap penggunaan desinfeksi sangat tergantung kepada
pengaruh suhu, pencemaran, pH, aktifitas permukaan, jumlah mikroorganisme dan
adanya zat – zat yang mengganggu pada waktu mempergunakan desinfektan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Infeksi
merupakan invasi tubuh oleh patogen atau mikroorganisme yang mampu menyebabkan
sakit. Infeksi juga disebut asimptomatik apabila mikroorganisme gagal dan
menyebabkan cedera yang serius terhadap sel atau jaringan.Penyakit akan timbul
jika patogen berbiak dan menyebabakan perubahan pada jaringan normal. (Potter
& perry .Fundamental Keperawatan.edisi 4.hal : 933 – 942:2005)
Infeksi
merupakan infeksi dan pembiakan mikroorganisme pada jaringan tubuh,terutama
yang menyebabkan cedera sellular lokal akibat kompetisi
metabolisme,toksin,replikasi intra selular,atau respon antigen-antibodi (Kamus
Saku Kedokteran Dorland,edisi 25.hal :555:1998)
Definisi
Infeksi adalah reaksi tubuh atas masuknya mikroorganisme sebagai penyebab
penyakit.
Rantai
proses infeksi adalah rangkaian proses masuknya kuman ke dalam tubuh manusia
yang dapat menimbulkan radang atau penyakit. Proses tersebut melibatkan
beberapa unsur
Pencegahan
infeksi adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk meminimalkan masuknya
mikroorganisme ke dalam tubuh termasuk di dalamnya bakteri, virus, fungi dan
parasit.
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat A.A.,
2006.Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia (Buku 1).Jakarta : Salemba Medika
Sudianto KF.
Modul Penggunaan dan Pemeliharaan Alat-alat Kesehatan Gigi. Akademi Kesehatan
Gigi. Surabaya; 2000.
Tietjen L,
Bossemeyer, D dan McIntosh N. Panduan Pencegahan Infeksi untuk Fasilitas
Pelayanan Kesehatan dengan Sumber Daya Terbatas. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo; 2004.
KATA PENGANTAR
Puji
dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmat dan
hidayah-Nya. Sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini.
Kami
telah menyusun makalah ini dengan sebaik-baiknya dan semaksimal mungkin. Namun
tentunya sebagai manusia biasa tidak luput dari kesalahan dan kekurangan.
Harapan kami, semoga bisa menjadi koreksi di masa mendatang agar lebih baik
lagi dari sebelumnya.
Tak
lupa ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Dosen Pembimbing atas bimbingan,
dorongan dan ilmu yang telah diberikan kepada kami. Sehingga kami dapat
menyusun dan menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya dan insya Allah
sesuai yang kami harapkan. Dan kami ucapkan terimakasih pula kepada rekan-rekan
dan semua pihak yang terkait dalam penyusunan makalah ini.
Mudah-mudahan
makalah ini bisa memberikan sumbang pemikiran sekaligus pengetahuan bagi kita
semuanya. Amin.
Banda Aceh, Januari
2018
Penyusun
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................... i
DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 1
A.
Latar
Belakang............................................................................................. 1
B.
Tujuan........................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................... 2
A.
Pengertian
Infeksi........................................................................................ 2
1.
Rantai
Proses Infeksi............................................................................... 3
2.
Cara
penularan mikroorganisme.............................................................. 3
3.
Faktor
yang mempengaruhi proses infeksi.............................................. 4
B.
Pengendalian
/ Pencegahan Infeksi Silang................................................... 4
1.
Pengendalian
Infeksi dan Cara Mencegah Terjadinya Infeksi................ 5
2.
Upaya
pengendalian infeksi bersifat multidisiplin.................................. 6
3.
Sterilisasi.................................................................................................. 7
4.
Desinfeksi.............................................................................................. 10
BAB III PENUTUP............................................................................................. 14
A.
Kesimpulan................................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 15
No comments:
Post a Comment