Thursday, 28 March 2019

MAKALAH TENTANG INFEKSI NOSOKOMIAL


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Dari dulu sampai sekarang, rumah sakit selain sebagai tempat berobat untuk peyakit yang diklasifikasikan berat, rumah sakit juga menjadi tempat bersarangnya bibit penyakit, bibit penyakit di rumah sakit bukan jenis bibit penyakit biasa, melainkan bibit penyakit yang sudah resisten terhadap antiiotika, jenis kuman resisten seperti ini yang bercokol di pelosok ruangan rumah sakit, bisa saja melekat di alat-alat pemeriksaan medis, alat-alat bantu medis, alat-alat bedah, serta perlengkapan rumah sakit lainnya yang mungkin lolos dari prosedur sanitasi dan sterilisasi.
Pasien, petugas kesehatan, pengunjung dan penunggu pasien merupakan kelompok yang berisiko mendapat infeksi nosokomial. Infeksi ini dapat terjadi melalui penularan dari pasien kepada petugas, dari pasien ke pasien lain, dari pasien kepada pengunjung atau keluarga maupun dari petugas kepada pasien.
Pengetahuan tentang pencegahan infeksi sangat penting untuk mahasiswa kesehatan yang nantinya akan menjadi petugas di Rumah Sakit dan sarana kesehatan lainnya merupakan sarana umum yang rawan untuk terjadi infeksi. Cara penanggulangan dalam penularan infeksi di Rumah Sakit, dan upaya pencegahan infeksi adalah hal yang harus diperhatikan dalam mengatasi infeksi nosokomial. Namun selain itu, alat medis yang menjadi salah satu faktor penting yang sangat berpengaruh dalam penularan infeksi tersebut. Untuk itu dalam makalah ini akan dibahas pengaruh alat medis terhadap penyebaran infeksi nosokomial. Untuk seorang petugas kesehatan, kemampuan dalam penggunaan alat medis memiliki keterkaitan yang tinggi dengan pekerjaan, karena mencakup setiap aspek penanganan pasien, sehingga petugas harus sangat berhati-hati dalam penggunaannya.

B.     Tujuan Penulisan
1.      Apa pengertian dari infeksi nosokomial ?
2.      Bagaimana cara penyebaran infeksi nosokomial ?
3.      Alat apa saja yang dapat menyebabkan infeksi ini ?
4.      Organisme apa saja yang menyebabkan infeksi ini?
5.      Gejala apa saja yang ditimbulkan infeksi ini?
6.      Bagaimanakah cara mencegah dan pengendaliannya?

C.     Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui tentang infeksi nosokomial.
2.      Untuk mengetahui penyebaran infeksi nosokomial.
3.      Untuk mengetahui alat yang mempengaruhi penyebaran infeksi nosokomial.
4.      Untuk mengetahui penyakit atau infeksi yang dipengaruhi alat medis serta organisme    penyebabnya.
5.      Untuk mengetahui gejala–gejala yang ditimbulkan infeksi nosokomial.
6.      Untuk mengetahui cara pencegahan penularan dan pengendalian infeksi nosokomial.

D.    Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah untuk memberikan informasi yang berkaitan dengan penyebaran infeksi nisokomial tentang dampak penggunaan alat medis dan penyebaran infeksi nosokomial. Sebab, alat medis sangat berpengaruh terhadap penyebaran infeksi nosokomial.

E.     Ruang Lingkup
Masalah-masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah berkaitan dengan pengertian infeksi nosokomial, cara penyebarannya, alat-alat yang berpengaruh terhadap penyebaran infeksi nosokomial, penyaki-penyakit atau infeksi yang dipengaruhi oleh alat medis, organisme penyebab, cara penyebarannya, serta upaya-upaya yang dilakukan dalam mencegah penyebaran infeksi nosokomial.

F.      Metode Penelitian
Penyusunan makalah ini disusun dengan menggunakan metode studi pustaka dan browsing di internet.




BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Infeksi Nosokomial
Infeksi adalah Adanya suatu organisme pada jaringan atau cairan tubuh yang disertai suatu gejala klinis baik lokal maupun sistemik.Infeksi yang muncul selama seseorang tersebut di rawat di rumah sakit dan mulai menunjukkan suatu gejala selama seseorang itu dirawat disebut infeksi nosokomial.
Infeksi Nosokomial, berasal dari kata yunani nosos (penyakit) dan komeion (merawat) nosocomion berarti”Rumah Sakit” jadi infeksi nosokomial ialah infeksi yang di peroleh selama dalam perawatan di rumah sakit. Infeksi nosokomial biasanya timbul ketika, pasien di rawat 3 x 24 jam di rumah sakit dan infeksi ini sangat sulit di atasi karna di timbulkan oleh mikroorganisme dan bakteri.
Infeksi di rumah sakit ini juga dinamakan disebut juga sebagai ”Health-care Associated Infections” atau ”Hospital-Acquired Infections (HAIs)”, infeksi nosokomial ini merupakan persoalan serius karena dapat menjadi penyebab langsung maupun tidak lagsung kematian pasien, kalaupun tak berakibat kematian,  infeksi yang bisa terjadi melalui penularan antar pasien, bisa terjadi dari pasien ke pengunjung atau petugas rumah sakit dan dari petugas rumah sakit ke pasien, hal ini mengakibatkan pasien dirawat lebih lama sehingga pasien harus membayar biaya rumah sakit lebih banyak.

B.     Epidemiologi Infeksi Nosokomial
Epidemologi adalah telah mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya dan penyebaran penyakit pada sekelompok orang. Infeksi nosokomial banyak terjadi di seluruh dunia dengan kejadian terbanyak di Negara termiskin dan Negara yang sedang berkembang karena penyakit-penyakit infeksi masih menjadi masalah utama yang masih sulit untuk di atasi.
Suatu penelitian yang dilakukan oleh WHO menunjukkan bahwa sekitar 8,7 % dari 55 rumah sakit dari 14 negara yang berasal dari Eropa, Timur-Tengah, Asia Tenggara dan Pasifik masih menunjukkan adanya infeksi nosokomial dan yang terbanyak terjadi di Asia Tenggara dengan Prosentase 10 %. Tiga faktor yang menyebabkan terjadinya infeksi (termasuk infeksi yang di peroleh dari Rumah Sakit yakni Infeksi Nosokomial) :
1.      Sumber Mikroorganisme yang dapat menmbulkan infeksi.
2.      Rute penyebaran mikroorganisme tersebut.
3.      Inang yang rentan terhadap infeksi oleh mikroorganisme tersebut.

C.    Skema Penularan Nosokomial
                    Infeksi nosokomial mulai dengan penyebab, yang ada pada sumber. Kuman keluar dari sumber melalui tempat tertentu, kemudian dengan cara penularan tertentu masuk ke tempat tertentu di pasien lain. Karena banyak pasien di rumah sakit rentan terhadap infeksi (terutama Odha yang mempunyai sistem kekebalan yang lemah), mereka dapat tertular dan jatuh sakit ‘tambahan’. Selanjutnya, kuman penyakit ini keluar dari pasien tersebut dan meneruskan rantai penularan lagi.

 

D.    Sumber Infeksi Nosokomial
Sumber yang paling vital dan sebagai penyebab utama dari infeksi nosokomial adalah mikroorganisme.Bermacam-macam mikroorganisme yang bisa menyebabkan infeksi ini yang biasanya terjadi di rumah sakit dan sebagian besar terdapat dalam tubuh inang manusia yang sehat,seperti, Escherichia Coli, Klebsiella pneumonia, Candica albicans, Staphylococus aureus, Serratia marcescens, Proteus mirabilis, Dan beberapa Actinomyces spp. Mikroorganisme penyebab infeksi disebabkan oleh perubahan resistensi inang dan modifikasi mikrobiota inang, bila ketahanan tubuh pasien rendah akibat luka berat, operasi,maka pathogen dapat berkembang biak dan menyebabkan sakit.

Tabel Bakteri Penyebab Infeksi:
Tempat Infeksi
Bakteri
Sal. Cerna
e. coli, salmonella, shigella compylobacter
Sal. pernapasan atas                           
h. influenzae, s. pyogenes, s. pneumoniae
Sal. pernapasan bawah
s. pneumoniae, p. aeroginosa, k. pneumoniae, l. Pneumophila
Septikemi
e. coli, p. aeroginosa, s. Auerus
Luka bakar
p. aeroginosa, e. coli, s. aureus pyogenes
Luka
s. aureus, s. epidermidis, klebsiella bacteroides, p. mirabilis marcescens
Sal. Kemih
e. coli, p. aeruginosa, proteus aerogenes, s. marcescens, klebsiella, s. Faecalis

Menurut Setyawati (2002), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi nosokomial antara lain :
a.       Kuman penyakit  (jumlah dan jenis kuman, lama kontak dan virulensi)
b.      Sumber infeksi
c.       Perantara atau pembawa kuman,
d.      Tempat masuk kuman pada hospes baru,
e.       Daya tahan tubuh hospes baru,
f.       Keadaan rumah sakit meliputi; Prosedur kerja, alat, hygene, kebersihan, jumlah pasien dan konstruksi rumah sakit,
g.      Pemakaian antibiotik yang irasional,
h.      Pemakaian obat seperti imunosupresi, kortikosteroid, dan sitostatika, tindakan invasif dan instrumentasi,
i.        Berat penyakit yang diderita

E.     Gejala-gejala Infeksi Nosokomial :
1.      Demam
2.      Bernapas cepat,
3.      Kebingungan mental,
4.      Tekanan darah rendah,
5.      Dikurangi urine output, Pasien dengan urinary tract infection Mei ada rasa sakit
6.      Ketika kencing dan darah dalam air seni
7.      Tinggi sel darah putih dihitung.
8.      Radang paru-paru mungkin termasuk kesulitan bernapas dan ketidak mampuan untuk batuk.
9.      Infeksi diterjemahkan: pembengkakan, kemerahan, dan kesakitan pada kulit atau luka di sekitar bedah atau luka.

F.     Faktor Penyebab perkembangan infeksi nosokomial
a.       Agen infeksi
Pasien akan terpapar berbagai macam mikroorganisme selama dirawat di rumah sakit. Kontak antara pasien dan berbagai macam mikroorganisme ini tidak selalu menimbulkan gejala klinis karena banyaknya faktor lain yang dapat menyebabkan terjadinya infeksi nosokomial. Kemungkinan terjadinya infeksi tergantung pada:
1.      Karakteristik mikroorganisme
2.      Resistensi terhadap zat-zat antibiotika
3.      Tingkat virulensi, dan
4.      Banyaknya materi infeksius.

                         Semua mikroorganisme termasuk bakteri, virus, jamur dan parasit dapat menyebabkan infeksi nosokomial. Infeksi ini dapat disebabkan oleh mikroorganisme yang didapat dari orang lain (cross infection) atau disebabkan oleh flora normal dari pasien itu sendiri (endogenous infection). Kebanyakan infeksi yang terjadi di rumah sakit ini lebih disebabkan karena faktor eksternal, yaitu penyakit yang penyebarannya melalui makanan dan udara dan benda atau bahan-bahan yang tidak steril. Penyakit yang didapat dari rumah sakit saat ini kebanyakan disebabkan oleh mikroorganisme yang umumnya selalu ada pada manusia yang sebelumnya tidak atau jarang menyebabkan penyakit pada orang normal.


b.      Respon dan toleransi tubuh pasien
                         Faktor terpenting yang mempengaruhi tingkat toleransi dan respon tubuh pasien dalam hal ini adalah:
1.      Usia
2.      Status imunitas penderita
3.      Penyakit yang diderita
4.      Obesitas dan malnutrisi
5.      Orang yang menggunakan obat-obatan
6.      Imunosupresan dan steroid
7.      Intervensi yang dilakukan pada tubuh untuk melakukan diagnosa dan terapi.

                         Usia muda dan usia tua berhubungan dengan penurunan resistensi tubuh terhadap infeksi kondisi ini lebih diperberat bila penderita menderita penyakit kronis seperti tumor, anemia, leukemia, diabetes mellitus, gagal ginjal dan AIDS. Keadaan-keadaan ini akan meningkatkan toleransi tubuh terhadap infeksi dari kuman yang semula bersifat opportunistik. Obat-obatan yang bersifat immunosupresif dapat menurunkan pertahanan tubuh terhadap infeksi. Banyaknya prosedur pemeriksaan penunjang dan terapi seperti biopsi, endoskopi, kateterisasi, intubasi dan tindakan pembedahan juga meningkatkan resiko infeksi.

c.       Infeksi melalui kontak langsung dan tidak langsung
                         Infeksi yang terjadi karena kontak secara langsung atau tidak langsung dengan penyebab infeksi. Penularan infeksi ini dapat melalui tangan, kulit dan baju, seperti golongan staphylococcus aureus. Dapat juga melalui cairan yang diberikan intravena dan jarum suntik, hepatitis dan HIV. Peralatan dan instrumen kedokteran, makanan yang tidak steril, tidak dimasak dan diambil menggunakan tangan yang menyebabkan terjadinya infeksi silang.

d.      Resistensi antibiotika
                         Seiring dengan penemuan dan penggunaan antibiotika penicillin antara tahun 1950-1970, banyak penyakit yang serius dan fatal ketika itu dapat diterapi dan disembuhkan. Bagaimana pun juga, keberhasilan ini menyebabkan penggunaan berlebihan dan penyalahgunaan dari antibiotika. Banyak mikroorganisme yang kini menjadi lebih resisten. Meningkatnya resistensi bakteri dapat meningkatkan angka mortalitas terutama terhadap pasien yang immunocompromised. Resitensi dari bakteri ditransmisikan antar pasien dan faktor resistensinya dipindahkan antara bakteri. Penggunaan antibiotika yang terus-menerus ini justru meningkatkan multiplikasi dan penyebaran strain yang resisten. Penyebab utamanya karena:
1.      Penggunaan antibiotika yang tidak sesuai dan tidak terkontrol
2.      Dosis antibiotika yang tidak optimal
3.      Terapi dan pengobatan menggunakan antibiotika yang terlalu singkat
4.      Kesalahan diagnose

                         Banyaknya pasien yang mendapat obat antibiotika dan perubahan dari gen yang resisten terhadap antibiotika mengakibatkan timbulnya multiresistensi kuman terhadap obat-obatan tersebut. Penggunaan antibiotika secara besar-besaran untuk terapi dan profilaksis adalah faktor utama terjadinya resistensi. Banyak strain dari pneumococci, staphylococci, enterococci, dan tuberculosis telah resisten terhadap banyak antibiotika, begitu juga klebsiella dan pseudomonas aeruginosa juga telah bersifat multiresisten. Keadaan ini sangat nyata terjadi terutama di negara-negara berkembang dimana antibiotika lini kedua belum ada atau tidak tersedia.
                         Infeksi nosokomial sangat mempengaruhi angka morbiditas dan mortalitas di rumah sakit, serta menjadi sangat penting karena meningkatnya jumlah penderita yang dirawat, seringnya imunitas tubuh melemah karena sakit, pengobatan atau umur, mikororganisme yang baru (mutasi), dan Meningkatnya resistensi bakteri terhadap antibiotika.

e.       Faktor alat
                         Infeksi nosokomial sering disebabkan karena infeksi dari kateter urin, infeksi jarum infus,jarum suntik, infeksi saluran nafas, infeksi kulit, infeksi dari luka operasi dan septikemia. Selain itu pemakaian infus dan kateter urin yang lama tidak diganti-ganti, juga menjadi penyebab utamanya. Di ruang penyakit, diperkirakan 20-25% pasien memerlukan terapi infus.
                         Ada berbagai komplikasi kanulasi intravena yang berupa gangguan mekanis, fisis dan kimiawi. Komplikasi tersebut berupa:
1.      Ekstravasasi infiltrate : Cairan infus masuk ke jaringan sekitar insersi kanula
2.      Penyumbatan              : Infus tidak berfungsi sebagaimana mestinya tanpa dapat dideteksi adanya gangguan lain
3.      Flebitis                        : Terdapat pembengkakan, kemerahan dan nyeri sepanjang vena
4.      Trombosis                    : Terdapat pembengkakan di sepanjang pembuluh vena
yang menghambat aliran infuse
5.      Kolonisasi kanul          : Bila sudah dapat dibiakkan mikroorganisme dari bagian kanula yang ada dalam pembuluh darah
6.      Septikemia                  : Bila kuman menyebar hematogen dari kanul
7.      Supurasi                      : Bila telah terjadi bentukan pus di sekitar insersi kanula

Faktor-faktor yang berperan dalam meningkatkan komplikasi kanula intravena yaitu: jenis kateter, ukuran kateter, pemasangan melalui venaseksi, kateter yang terpasang lebih dari 72 jam, kateter yang dipasang pada tungkai bawah, tidak mengindahkan pronsip anti sepsis, cairan infus yang hipertonik dan darah transfusi karena merupakan media pertumbuhan mikroorganisme, peralatan tambahan pada tempat infus untuk pengaturan tetes obat, manipulasi terlalu sering pada kanula. Kolonisasi kuman pada ujung kateter merupakan awal infeksi tempat infus dan bakteremia.
Berikut ini adalah beberapa alat yang sering menjadi media transmisi dalam penyebaran infeksi nosokomial :
a.       Kateter
Kateter adalah sebuah pipa yang kosong yang terbuat dari logam, gelas, karet, plastik, yang cara penggunaannya adalah dimasukkan kedalam rongga tubuh melalui saluran.
Kateter dibagi menjadi 2 yaitu :
·         Kateter
ü  Adalah kateter yang dimasukkan ke dalam pembuluh darah vena.
ü  Kegunaan : berlaku sebagai vena tambahan untuk pangobatan dalam jangka lama yang lebih dari 48 jam.
Kateter ini terbuat dari bahan TEFLON dan plastic PVC.
·         Non kateter
1.      Nelaton Catheter
Kateter yang dimasukkan dalam uretra yang berfungsi supaya mempermudah kencing.
2.      Balloon Catheter
Disebut juga Folley Catheter
Kegunaan :
Ø  Untuk pengambilan air kencing dalam system tertutup, bebas dari udara dan polusi disekitarnya. Biasanya dihubungkan dengan suatu urinovolumeter dan suatu urine untuk keperluan pemeriksaan klinis.
Ø  Digunakan pada pasien di kamar operasi agar bila keluar air kencing tidak mengganggu suasana.
Ø  Digunakan dalam perawatan pasien yang tidak bias mengendalikan keinginan untuk tidak kencing (incontinentia urinae).
3.      Oxygen Catheter
Kateter yang digunakan untuk mengalirkan gas oxygen ke dalam lubang hidung.
4.      Stomach Tube/Maag Sonde
Kegunaan :
Ø  Unuk mengumpulkan getah lambung
Ø  Untuk membilas atau mencuci isi perut
Ø  Untuk pemberian obat-obatan.
5.      Feeding Tube
Digunakan sebagai jalan memasukkan cairan makanan melalui tube yang dimasukkan dalam hidung atau mulut.
6.      Rectal Tube/Flatus Buis
Kegunaan :
1.      Untuk mengeluarkan gas-gas dari usus.
2.      Untuk membersihkan rectum.
3.      Biasanya ujung yang satu dimasukkan ke dalam anus, dan satunyan dihubungkan dengan alat Glycerin – spuit.
7.      Suction Catheter/Mucus Extractor
Kegunaan :
Ø  Untuk menyedot lendir dari trachea bayi yang baru lahir.
Ø  Untuk menyedot cairan amniotik.
8.      Kondom Catheter
Adalah alat yang digunakan untuk menghubungkan penis dengan urine bag melalui ujung tube-nya, terutama pada pasien yang suka kencing dengan tidak sadar.
b.      Jarum Suntik
Jarum suntik atau Injection Needles adalah alat yang digunakan untuk menyuntik, dan tentunya digabung dengan alat suntik (spuit).
c.       Macam – macam jarum suntik:
ü  Jarum suntik yang umum
ü  Jarum suntik gigi
ü  Jarum suntik spinal
ü  Jarum suntik bersayap
d.      Alat–alat untuk mengambil atau memberikan darah atau cairan.
ü  Soluset              : Alat untuk memberikan cairan infus.
ü  Blood donor set            : Alat untuk mengambil darah dari donor.
ü  Venoject                       :Alat untuk mengambil darah untuk pemeriksaan.

G.    Penyakit Akibat Pengaruh Alat Medis
1.      Infeksi Saluran Kemih
Infeksi ini merupakan kejadian tersering, infeksinya dihubungkan dengan penggunaan kateter urin. Walaupun tidak terlalu berbahaya, tetapi dapat menyebabkan terjadinya bakteremia dan mengakibatkan kematian. Infeksi yang terjadi lebih awal lebih disebabkan karena mikroorganisme endogen, sedangkan infeksi yang terjadi setelah beberapa waktu yang lama biasanya karena mikroorganisme eksogen.
o   Organisme yang menginfeksi :
E.Coli, Klebsiella, Proteus, Pseudomonas, atau Enterococcus.
o   Penyebaran :
Mikroorganisme yang terdapat pada permukaan ujung kateter yang masuk ke dalam uretra
o   Penyebab :
kontaminasi tangan atau sarung tangan ketika pemasangan kateter, atau air yang digunakan untuk membesarkan balon kateter. Dapat juga karena sterilisasi yang gagal dan teknik septik dan aseptik.
o   Pencegahan :
Alat yang digunakan harus di sterilkan terlebih dahulu. Dipastikan bahwa alat-alat tersebut steril dan tidak terkontaminasi oleh alat-alat yang tidak steril.

2.      Pneumonia Nosokomial
Pneumonia nosokomial dapat muncul, terutama pasien yang menggunakan ventilator, tindakan trakeostomi, intubasi, pemasangan NGT, dan terapi inhalasi.
o   Organisme penyebab infeksi :
berasal dari gram negatif seperti Klebsiella,dan Pseudomonas. Organisme ini sering berada di mulut, hidung, kerongkongan, dan perut. Dari kelompok virus dapat disebabkan olehcytomegalovirus, influenza virus, adeno virus, para influenza virus, enterovirus dan corona virus.
o   Penyebaran :
Infeksi karena adanya aspirasi oleh organisme ke traktus respiratorius bagian bawah.
o   Faktor resiko terjadinya infeksi ini adalah:
1)      Tipe dan jenis pernapasan
2)      Perokok berat
3)      Tidak sterilnya alat-alat bantu
4)      Obesitas
5)      Kualitas perawatan
6)      Penyakit jantung kronis
7)      Penyakit paru kronis
8)      Beratnya kondisi pasien dan kegagalan organ
9)      Tingkat penggunaan antibiotika
10)  Penggunaan ventilator dan intubasi
11)  Penurunan kesadaran pasien
Penyakit yang biasa ditemukan antara lain: respiratory syncytial virus dan influenza. Pada pasien dengan sistem imun yang rendah, pneumonia lebih disebabkan karena Legionella dan Aspergillus. Sedangkan dinegara dengan prevalensi penderita tuberkulosis yang tinggi, kebersihan udara harus sangat diperhatikan.

3.      Bakteremi Nosokomial
Infeksi ini berisiko tinggi. Karena dapat menyebabkan kematian.
o   Organisme penyebab infeksi :
Terutama disebabkan oleh bakteri yang resistan antibiotika seperti Staphylococcus dan Candida.
o   Penyebaran :
Infeksi dapat muncul di tempat masuknya alat-alat seperti jarum suntik, kateter urin dan infus.
o   Penyebab :
Panjangnya kateter, suhu tubuh saat melakukan prosedur invasif, dan perawatan dari pemasangan kateter atau infus.

4.      Tuberkulosis
o   Organisme penyebab infeksi : Mycobacterium tuberculose
o   Penyebab : Adanya strain bakteri yang multi drugs resisten.
o   Pencegahan : Identifikasi yang baik, isolasi, dan pengobatan serta tekanan negatif dalam ruangan.

5.      Diarrhea dan gastroenteritis
o   Organisme penyebab infeksi :
E.coli, Salmonella, Vibrio Cholerae dan Clostridium. Selain itu, dari gologan virus lebih banyak disebabkan oleh golongan enterovirus, adenovirus, rotavirus, dan hepatitis A.
Faktor resiko dari gastroenteritis nosokomial dapat dibagi menjadi :
1)      Faktor intrinsik:
a)      Abnormalitas dari pertahanan mukosa, seperti achlorhydria
b)      Lemahnya motilitas intestinal, dan
c)      Perubahan pada flora normal.
2)      Faktor ekstrinsik:
Pemasangan nasogastric tube dan mengkonsumsi obat-obatan saluran cerna.

6.      Infeksi pembuluh darah
Penyebarannya melalui infus, kateter jantung dan suntikan. Infeksi ini dibagi menjadi dua kategori utama:
a.       Infeksi pembuluh darah primer, muncul tanpa adanya tanda infeksi sebelumnya, dan berbeda dengan organisme yang ditemukan dibagian tubuhnya yang lain
b.      Infeksi sekunder, muncul sebagai akibat dari infeksi dari organisme yang sama dari sisi tubuh yang lain.

Macam penyakit :
a.       Hepatitis B dan Hepatitis C
ü  Organisme penyebab infeksi : Virus hepatitis B, virus hepatitis C
virus lain : Virus Mumps, Virus Rubella, Virus Cytomegalovirus, Virus Epstein-Barr, Virus Herpes
ü  Penyebaran :
a.       Transfusi darah atau produk darah dengan sumber darah yang belum di-skrining.
b.      Pemakaian berulang jarum, kanula atau alat medis lainnya yang tidak steril.
ü  Pencegahan :
a)      Kewajiban skrining darah/produk darah dan organ transplantasi
b)      Inaktivasi virus dalam produk turunan plasma
c)      Praktek kontrol infeksi pada institusi kesehatan termasuk sterilisasi alat medis atau gigi (Kewaspadaan Universal atau Universal Precaution).
b.      AIDS
o   Organisme penyebab infeksi : Human Immunodefisiensi Virus (HIV)
o   Penyebaran : Melalui pemakaian jarum suntik yang tidak steril atau pemakaian jarum suntik secara bergantian
o   Pencegahan : Gunakan jarum suntik sekali pakai, pastikan bahwa jarum suntik adalah steril
7.      Dipteri, tetanus dan pertusis
o   Organisme penyebab infeksi :
Corynebacterium diptheriae, gram negatif pleomorfik, memproduksi endotoksin yang menyebabkan timbulnya penyakit, penularan terutama melalui sistem pernafasan.
Bordetella Pertusis, yang menyebabkan batuk rejan. Siklus tiap 3-5 tahun dan infeksi muncul sebanyak 50 dalam 100% individu yang tidak imun.
Clostridium tetani, gram positif anaerobik yang menyebabkan trismus dan kejang otot. Dari golongan virus yaitu herpes simplek, varicella zooster, dan rubella.
o   Penyebaran :
Melalui infeksi kulit dan jaringan lunak. Luka terbuka seperti ulkus, bekas terbakar, dan luka bekas operasi memperbesar kemungkinan terinfeksi bakteri dan berakibat terjadinya infeksi sistemik.
Yang termasuk dalam infeksi sistemik :
a)      Infeksi pada tulang dan sendi Osteomielitis, infeksi tulang atau sendi dan discus vertebralis
b)      Infeksi sistem Kardiovaskuler. Infeksi arteri atau vena, endokarditis, miokarditis, perikarditis dan mediastinitis
c)      Infeksi sistem saraf pusat. Meningitis atau ventrikulitis, absess spinal dan infeksi intra cranial
d)     Infeksi mata, telinga, hidung, dan mulut. Konjunctivitis, infeksi mata, otitis eksterna, otitis media, otitis interna, mastoiditis, sinusitis, dan infeksi saluran nafas atas.
e)      Infeksi pada saluran pencernaan. Gastroenteritis, hepatitis, necrotizing enterocolitis, infeksi intra abdominal
f)       Infeksi sistem pernafasan bawah. Bronkhitis, trakeobronkhitis, trakeitis, dan infeksi lainnya
g)      Infeksi pada sistem reproduksi. Endometriosis dan luka bekas episiotomy



H.    Sejarah Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit
Pada 1847, seorang dokter bernama Ignaz Semmelweis bekerja di bagian kebidanan di sebuah rumah sakit di Vienna, Austria. Semmelweis mengamati bahwa angka kematian di antara ibu di bangsal yang dilayani oleh mahasiswa kedokteran tiga kali lebih tinggi dibandingkan bangsal yang dilayani oleh bidan. Semmelweis mendalilkan bahwa hal ini terjadi karena mahasiswa langsung ke bangsal kebidanan setelah belajar otopsi (bedah mayat), dan membawa infeksi dari mayat ke ibu yang melahirkan. Dia memerintahkan dokter dan mahasiswa untuk mencuci tangannya dengan larutan klorin sebelum memeriksakan ibu tersebut. Setelah aturan ini diterapkan, angka kematian menurun menjadi serupa dengan bangsal yang dilayani oleh bidan.
Dengan masalah infeksi nosokomial menjadi semakin jelas, dicari kebijakan baru untuk menguranginya. Solusi pertama pada 1877 adalah mendirikan rumah sakit khusus untuk penyakit menular. Pengenalan sarung tangan lateks pada 1887 membantu mengurangi penularan. Tetapi dengan peningkatan mortalitas (angka kematian) di 1960-an, Departemen Kesehatan di AS pada 1970 mengeluarkan kebijakan untuk mengisolasikan semua pasien yang diketahui tertular infeksi menular. Namun kebijakan ini kurang berhasil serta menimbulkan banyak masalah lain. Perhatian pada masalah ini menjadi semakin tinggi dengan munculnya HIV pada 1985, kebijakan kewaspadaan universal dikenalkan pada 1985.
Menurut definisi Centers for Disease Control (CDC), kewaspadaan Universal (Universal Prcautions) merupakan suatu pedoman yang ditetapkan untuk mencegah penyebaran dari berbagai penyakit yang ditularkan melalui darah di lingkungan rumah sakit maupun sarana pelayanan kesehatan lainnya. Konsep yang dianut adalah bahwa semua darah dan cairan tubuh tertentu harus dikelola sebagai sumber yang dapat menularkan HIV, HBV, dan berbagai penyakit lain yang ditularkan melalui darah.     Bentuk kewaspadaan universal untuk meminimalisasi resiko infeksi nosokomial ini antara lain :
1.      Seluruh petugas kesehatan harus rutin menggunakan sarana yang dapat mencegah kontak kulit dan selaput lendir dengan darah atau cairan tubuh lainnya dari setiap pasien yang dilayani. Detail tindakan antara lain
a)      Menggunakan sarung tangan apabila menyentuh darah atau cairan tubuh, selaput lendir atau kulit yang tidak utuh; mengelola berbagai peralatan dan sarana kesehatan/kedokteran yang tercemar darah atau cairan tubuh; mengerjakan fungsi vena atau segala prosedur yang menyangkut pembuluh darah,
b)      Sarung tangan harus selalu diganti setiap selesai kontak dengan pasien.
c)      Menggunakan masker saat mengerjakan prosedur yang beresiko kontak darah atau cairan tubuh untuk mencegah terpaparnya selaput lendir pada mulut, hidung dan mata,
d)     Memakai jubah khusus selama melaksanakan tindakan yang mungkin akan menimbulkan cipratan darah atau cairan tubuh lainnya.
2.         Tangan dan bagian tubuh lainnya harus segera dicuci sebersih mungkin bila terkontaminasi darah dan cairan tubuh lainnya. Setiap usai melepas sarung tangan harus segera mencuci tangan.
3.         Seluruh petuga harus selalu waspada terhadap kemungkinan tertusuk jarum, pisau dan benda atau alat tajam lainnya selama pelaksanaan tindakan, saat mencuci peralatan, membuang sampah, atau ketika membenahi peralatan setelah berlangsungnya prosedur atau tindakan.
4.         Tindakan resusitasi dengan cara dari mulut ke mulut harus dihindari meskipun air liur belum terbukti menularkan HIV.
5.         Petugas yang sedang mengalami perlukaan atau ada lesi yang mengeluarkan cairan harus menghindari tugas-tugas yang bersifat kontak langsung dengan pasien ataupun kontak langsung dengan peralatan bekas pakai pasien.
6.         Petugas kesehatan yang sedang hamil harus lebih memperhatikan pelaksanaan segala prosedur yang dapat menghindari penularan HIV.

Sterilisasi dan Desinfeksi
Sterilisasi dilakukan untuk membunuh atau memisahkan semua mikroorganisme. Sedangkan teknik sterilisasi antara lain sterilisasi dengan pemanasan, baik pemanasan basah dengan autoclave dan pemanasan kering dengan pemijaran dan udara panas.
Berbeda dengan sterilisasi, desinfeksi merupakan suatu proses kimiawi atau fisika dimana bahan patogenik atau mikroba penyebab penyakit dihancurkan dengan suatu desinfektan dan antiseptik. Sedangkan desinfektan adalah zat yang bebas dari infeksi yang umumnya berupa zat kimia yang dapat membunuh kuman penyakit atau mikroorganisme berbahaya, menginaktifkan virus. Sementara pengertian antiseptik merupakan zat yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme dalam jaringan hidup.
Terkait dengan proses diatas, menurut Pedoman Penanggulangan SARS Nasional (2003), terdapat juga pengertian dekontaminasiyaitu satu tahap perlakuan yang harus dilakukan sebelum instrumen dikirim ke bagian sterilsasi. Langkah dekontaminasi berupa prosesing alat dan sarung tangan yang kotor (telah kontak dengan darah atau cairan tubuh), untuk dilakukan proses perendaman dalam larutan klorin 0.5 % selama 10 menit. Tindakan ini akan mematikan berbagai virus sehingga aman untuk ditangani oleh petugas pencuci. Sterilisasi atau desinfeksi tingkat tinggi dilakukan setelah dekontaminasi dan pencucian selesai dilakukan.

I.       Pencegahan terjadinya Infeksi Nosokomial
Pencegahan dari infeksi nosokomial ini diperlukan suatu rencana yang terintegrasi, monitoring dan program yang termasuk:
1.      Membatasi transmisi organisme dari atau antar pasien dengan cara mencuci tangan dan penggunaan sarung tangan, tindakan septik dan aseptik, sterilisasi dan disinfektan.
2.      Mengontrol resiko penularan dan lingkungan.
3.      Melindungi pasien dengan penggunaan antibiotika yang adekuat, nutrisi yang cukup, dan vaksinasi.
4.      Membatasi resiko infeksi endogen dengan meminimalkan prosedur invasive
5.      Pengawasan infeksi, identifikasi penyakit dan mengontrol penyebarannya.

Cara pencegahan infeksi Nosokomial yaitu :
a.       Dekontaminasi tangan
Transmisi penyakit melaiui tangan dapat diminimalisasi dengan menjaga hiegene dari tangan. Tetapi pada kenyataannya, hal ini sulit dilakukan dengan benar, Karena banyaknya alasan seperti kurangnya peralatan, alergi produk pencuci tangan, sedikitnya pengetahuan mengenai pentingnya hal ini, clan waktu mencuci tangan yang lama. Selain itu, penggunaan sarung tangan sangat dianjurkan bila akan melakukan tindakan atau pemeriksaan pada pasien dengan penyakit-penyakit infeksi. Hal yang perlu diingat adalah : memakai sarung tangan ketika akan mengambil atau menyentuh darah, cairan tubuh, atau keringat, tinja, urin, membran mukosa dan bahan yang kita anggap telah terkontaminasi, clan segera mencuci tangan setelah melepas sarung tangan.

b.      Instrumen yang sering digunakan Rumah Sakit
Simonsen et al (1999) menyimpulkan bahwa lebih dari 50% suntikan yang dilakukan di negara berkembang tidaklah aman (contohnya jarum, tabung atau keduanya yang dipakai berulang-ulang) dan banyaknya suntikan yang tidak penting (misalnya penyuntikan antibiotika).Tujuannya untuk mencegah penyebaran penyakit melalui jarum suntik maka diperlukan:
• Pengurangan penyuntikan yang kurang diperlukan
• Pergunakan jarum steril
• Penggunaan alat suntik yang disposable.
Masker, sebagai pelindung terhadap penyakit yang ditularkan melalui udara. Begitupun dengan pasien yang menderita infeksi saluran nafas, mereka harus menggunakan masker saat keluar dari kamar penderita.
Sarung tangan, sebaiknya digunakan terutama ketika menyentuh darah, cairan tubuh, feses maupun urine. Sarung tangan harus selalu diganti untuk tiap pasiennya. Setelah membalut luka atau terkena benda yang kotor, sanrung tangan harus segera diganti
Baju khusus juga harus dipakai untuk melindungi kulit dan pakaian selama kita melakukan suatu tindakan untuk mencegah percikan darah, cairan tubuh, urin dan feses.

c.       Mencegah penularan dari lingkungan rumah sakit
Pembersihan yang rutin sangat penting untuk meyakinkan bahwa rumah sakit sangat bersih dan benar-benar bersih dari debu, minyak dan kotoran. Perlu diingat bahwa sekitar 90 persen dari kotoran yang terlihat pasti mengandung kuman. Harus ada waktu yang teratur untuk membersihkan dinding, lantai, tempat tidur, pintu, jendela, tirai, kamar mandi, dan alat-alat medis yang telah dipakai berkalikali.
Pengaturan udara yang baik sukar dilakukan di banyak fasilitas kesehatan. Usahakan adanya pemakaian penyaring udara, terutama bagi pendenita dengan status imun yang rendah atau bagi penderita yang dapat menyebarkan penyakit melalui udara. Kamar dengan pengaturan udara yang baik akan lebih banyak menurunkan resiko terjadinya penularan tuberkulosis. Selain itu, rumah sakit harus membangun suatu fasilitas penyaring air dan menjaga kebersihan pemrosesan serta filternya untuk mencegahan terjadinya pertumbuhan bakteri. Sterilisasi air pada rumah sakit dengan prasarana yang terbatas dapat menggunakan panas matahari.
Toilet rumah sakit juga harus dijaga, terutama pada unit perawatan pasien diare untuk mencegah terjadinya infeksi antar pasien. Permukaan toilet harus selalu bersih dan diberi disinfektan.
Disinfektan akan membunuh kuman dan mencegah penularan antar pasien. Disinfeksi yang dipakai adalah
·      Mempunyai kriteria mernbunuh kuman
·      Mempunyai efek sebagai detergen
·      Mempunyai efek terhadap banyak bakteri, dapat melarutkan minyak dan protein.
·      Tidak sulit digunakan
·      Tidak mudah menguap
·      Bukan bahan yang mengandung zat yang berbahaya baik untuk petugas maupun pasien
·      Efektif
·      Tidak berbau, atau tidak berbau tak enak

d.      Perbaiki ketahanan tubuh
Di dalam tubuh manusia, selain ada bakteri yang patogen oportunis, ada pula bakteri yang secara mutualistik yang ikut membantu dalam proses fisiologis tubuh, dan membantu ketahanan tubuh melawan invasi jasad renik patogen serta menjaga keseimbangan di antara populasi jasad renik komensal pada umumnya, misalnya seperti apa yang terjadi di dalam saluran cerna manusia.
Pengetahuan tentang mekanisme ketahanan tubuh orang sehat yang dapat mengendalikan jasad renik oportunis perlu diidentifikasi secara tuntas, sehingga dapat dipakai dalam mempertahankan ketahanan tubuh tersebut pada penderita penyakit berat. Dengan demikian bahaya infeksi dengan bakteri oportunis pada penderita penyakit berat dapat diatasi tanpa harus menggunakan antibiotika.
e.       Ruangan Isolasi
Penyebaran dari infeksi nosokomial juga dapat dicegah dengan membuat suatu permisahan pasien. Ruang isolasi sangat diperlukan terutama untuk penyakit yang penularannya melalui udara, contohnya tuberkulosis, dan SARS, yang mengakibatkan kontaminasi berat. Penularan yang melibatkan virus, contohnya DHF dan HIV. Biasanya, pasien yang mempunyai resistensi rendah seperti leukimia dan pengguna obat immunosupresan juga perlu diisolasi agar terhindar dari infeksi. Tetapi menjaga kebersihan tangan dan makanan, peralatan kesehatan di dalam ruang isolasi juga sangat penting.
Ruang isolasi ini harus selalu tertutup dengan ventilasi udara selalu menuju keluar sebaiknya satu pasien berada dalam satu ruang isolasi, tetapi bila sedang terjadi kejadian luar biasa dan penderita melebihi kapasitas, beberapa pasien dalam satu ruangan tidaklah apa-apa selama mereka menderita penyakit yang sama.



















BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
§  Infeksi nosokomial adalah infeksi yang timbul ketika di rumah sakit. Infeksi ini dapat menular melalui alat medis dan menyerang pasien maupun tenaga medis.
§  Ada 6 komponen dalam penyebaran infeksi nosokomial, yaitu penyebab infeksi, sumber, tempat keluar, cara penularan, tempat masuk, dan penjamu rentan.
§  Alat-alat medis yang biasanya menjadi media transmisi adalah kateter, jarum suntik, dan alat–alat untuk mengambil atau memberikan darah atau cairan.
§  Penyakit-penyakit yang ditimbulkan karena penggunaan alat medis adalah infeksi saluran kemih, pneumonia nosokomial, bakteremi nosokomial, tuberkulosis, diarrhea dan gastroenteritis, infeksi pembuluh darah, dipteri, tetanus dan pertusis.
§  Cara mencegah penularan infeksi nosokomial melalui alat, yaitu dengan cara mensterilkan alat-alat secara baik dan benar.
B.     Saran
§  Sterilkan alat dengan benar sesuai dengan prosedur.
§  Jagalah alat dari kontaminasi lingkungan sekitar.
§  Tangani dengan benar limbah rumah sakit.









DAFTAR PUSTAKA


Setyawati, L.2002.Infeksi Nosokomial, Kumpulan Bahan Kuliah Higiene Industri. UGM
Depkes.2003.Pedoman PelaksanaanKewaspadaan Universal di Pelayanan Kesehatan.
Kurniadi,H.1993.Upaya Pencegahan Infeksi Nosokomial di RS Mitra Keluarga Jakarta, Cermin Dunia Kedokteran No. 82 tahun 1993.
Sjamsuhidayat & De Jong (2004) Buku ajar Ilmu Bedah, EGC: Jakarta


No comments:

Post a Comment