BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dari dulu
sampai sekarang, rumah sakit selain sebagai tempat berobat untuk peyakit yang
diklasifikasikan berat, rumah sakit juga menjadi tempat bersarangnya bibit
penyakit, bibit penyakit di rumah sakit bukan jenis bibit penyakit biasa,
melainkan bibit penyakit yang sudah resisten terhadap antiiotika, jenis kuman
resisten seperti ini yang bercokol di pelosok ruangan rumah sakit, bisa saja
melekat di alat-alat pemeriksaan medis, alat-alat bantu medis, alat-alat bedah,
serta perlengkapan rumah sakit lainnya yang mungkin lolos dari prosedur
sanitasi dan sterilisasi.
Pasien, petugas
kesehatan, pengunjung dan penunggu pasien merupakan kelompok yang berisiko
mendapat infeksi nosokomial. Infeksi ini dapat terjadi melalui penularan dari
pasien kepada petugas, dari pasien ke pasien lain, dari pasien kepada
pengunjung atau keluarga maupun dari petugas kepada pasien.
Pengetahuan tentang pencegahan
infeksi sangat penting untuk mahasiswa kesehatan yang nantinya akan menjadi
petugas di Rumah Sakit dan sarana kesehatan lainnya merupakan sarana umum yang
rawan untuk terjadi infeksi. Cara penanggulangan dalam penularan infeksi di
Rumah Sakit, dan upaya pencegahan infeksi adalah hal yang harus diperhatikan
dalam mengatasi infeksi nosokomial. Namun selain itu, alat medis yang menjadi
salah satu faktor penting yang sangat berpengaruh dalam penularan infeksi
tersebut. Untuk itu dalam makalah ini akan dibahas pengaruh alat medis terhadap
penyebaran infeksi nosokomial. Untuk seorang petugas kesehatan, kemampuan dalam
penggunaan alat medis memiliki keterkaitan yang tinggi dengan pekerjaan, karena
mencakup setiap aspek penanganan pasien, sehingga petugas harus sangat
berhati-hati dalam penggunaannya.
B. Tujuan Penulisan
1. Apa pengertian dari infeksi
nosokomial ?
2. Bagaimana cara penyebaran infeksi
nosokomial ?
3. Alat apa saja yang dapat menyebabkan
infeksi ini ?
4. Organisme apa saja yang menyebabkan
infeksi ini?
5. Gejala apa saja yang ditimbulkan
infeksi ini?
6. Bagaimanakah cara mencegah dan
pengendaliannya?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui tentang infeksi
nosokomial.
2. Untuk mengetahui penyebaran infeksi
nosokomial.
3. Untuk mengetahui alat yang
mempengaruhi penyebaran infeksi nosokomial.
4. Untuk mengetahui penyakit atau
infeksi yang dipengaruhi alat medis serta organisme penyebabnya.
5. Untuk mengetahui gejala–gejala yang
ditimbulkan infeksi nosokomial.
6. Untuk mengetahui cara pencegahan
penularan dan pengendalian infeksi nosokomial.
D. Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan makalah ini
adalah untuk memberikan informasi yang berkaitan dengan penyebaran infeksi
nisokomial tentang dampak penggunaan alat medis dan penyebaran infeksi
nosokomial. Sebab, alat medis sangat berpengaruh terhadap penyebaran infeksi
nosokomial.
E. Ruang Lingkup
Masalah-masalah yang akan dibahas
dalam makalah ini adalah berkaitan dengan pengertian infeksi nosokomial, cara
penyebarannya, alat-alat yang berpengaruh terhadap penyebaran infeksi
nosokomial, penyaki-penyakit atau infeksi yang dipengaruhi oleh alat medis,
organisme penyebab, cara penyebarannya, serta upaya-upaya yang dilakukan dalam
mencegah penyebaran infeksi nosokomial.
F. Metode Penelitian
Penyusunan makalah ini disusun
dengan menggunakan metode studi pustaka dan browsing di internet.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Infeksi Nosokomial
Infeksi adalah Adanya suatu
organisme pada jaringan atau cairan tubuh yang disertai suatu gejala klinis
baik lokal maupun sistemik.Infeksi yang muncul selama seseorang tersebut di
rawat di rumah sakit dan mulai menunjukkan suatu gejala selama seseorang itu
dirawat disebut infeksi nosokomial.
Infeksi Nosokomial, berasal dari
kata yunani nosos (penyakit) dan komeion (merawat) nosocomion berarti”Rumah
Sakit” jadi infeksi nosokomial ialah infeksi yang di peroleh selama dalam
perawatan di rumah sakit. Infeksi nosokomial biasanya timbul ketika, pasien di
rawat 3 x 24 jam di rumah sakit dan infeksi ini sangat sulit di atasi karna di
timbulkan oleh mikroorganisme dan bakteri.
Infeksi di
rumah sakit ini juga dinamakan disebut juga sebagai ”Health-care Associated
Infections” atau ”Hospital-Acquired Infections (HAIs)”,
infeksi nosokomial ini merupakan persoalan
serius karena dapat menjadi penyebab langsung maupun tidak lagsung kematian
pasien, kalaupun tak berakibat kematian, infeksi yang bisa terjadi
melalui penularan antar pasien, bisa terjadi dari pasien ke pengunjung atau
petugas rumah sakit dan dari petugas rumah sakit ke pasien, hal ini
mengakibatkan pasien dirawat lebih lama sehingga pasien harus membayar biaya
rumah sakit lebih banyak.
B.
Epidemiologi Infeksi Nosokomial
Epidemologi adalah telah mengenai
faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya dan penyebaran penyakit pada
sekelompok orang. Infeksi nosokomial banyak terjadi di seluruh dunia dengan
kejadian terbanyak di Negara termiskin dan Negara yang sedang berkembang karena
penyakit-penyakit infeksi masih menjadi masalah utama yang masih sulit untuk di
atasi.
Suatu penelitian yang dilakukan oleh
WHO menunjukkan bahwa sekitar 8,7 % dari 55 rumah sakit dari 14 negara yang
berasal dari Eropa, Timur-Tengah, Asia Tenggara dan Pasifik masih menunjukkan
adanya infeksi nosokomial dan yang terbanyak terjadi di Asia Tenggara dengan
Prosentase 10 %. Tiga faktor yang menyebabkan terjadinya infeksi (termasuk
infeksi yang di peroleh dari Rumah Sakit yakni Infeksi Nosokomial) :
1. Sumber Mikroorganisme yang dapat
menmbulkan infeksi.
2. Rute penyebaran mikroorganisme
tersebut.
3. Inang yang rentan terhadap infeksi
oleh mikroorganisme tersebut.
C. Skema
Penularan Nosokomial
Infeksi
nosokomial mulai dengan penyebab, yang ada pada sumber. Kuman keluar dari
sumber melalui tempat tertentu, kemudian dengan cara penularan tertentu masuk
ke tempat tertentu di pasien lain. Karena banyak pasien di rumah sakit rentan
terhadap infeksi (terutama Odha yang mempunyai sistem kekebalan yang lemah),
mereka dapat tertular dan jatuh sakit ‘tambahan’. Selanjutnya, kuman penyakit
ini keluar dari pasien tersebut dan meneruskan rantai penularan lagi.
D.
Sumber Infeksi Nosokomial
Sumber yang paling vital dan sebagai
penyebab utama dari infeksi nosokomial adalah mikroorganisme.Bermacam-macam
mikroorganisme yang bisa menyebabkan infeksi ini yang biasanya terjadi di rumah
sakit dan sebagian besar terdapat dalam tubuh inang manusia yang sehat,seperti,
Escherichia Coli, Klebsiella pneumonia, Candica albicans, Staphylococus
aureus, Serratia marcescens, Proteus mirabilis, Dan beberapa Actinomyces spp.
Mikroorganisme penyebab infeksi disebabkan oleh perubahan resistensi inang
dan modifikasi mikrobiota inang, bila ketahanan tubuh pasien rendah akibat luka
berat, operasi,maka pathogen dapat berkembang biak dan menyebabkan sakit.
Tabel Bakteri Penyebab Infeksi:
Tempat Infeksi
|
Bakteri
|
Sal. Cerna
|
e. coli, salmonella, shigella compylobacter
|
Sal. pernapasan atas
|
h. influenzae, s. pyogenes, s. pneumoniae
|
Sal. pernapasan bawah
|
s. pneumoniae, p. aeroginosa, k.
pneumoniae, l. Pneumophila
|
Septikemi
|
e. coli, p. aeroginosa, s. Auerus
|
Luka bakar
|
p. aeroginosa, e. coli, s. aureus pyogenes
|
Luka
|
s. aureus, s. epidermidis,
klebsiella bacteroides, p. mirabilis marcescens
|
Sal. Kemih
|
e. coli, p. aeruginosa, proteus
aerogenes, s. marcescens, klebsiella, s. Faecalis
|
Menurut Setyawati (2002), terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi nosokomial antara lain :
a. Kuman penyakit (jumlah dan
jenis kuman, lama kontak dan virulensi)
b. Sumber infeksi
c. Perantara atau pembawa kuman,
d. Tempat masuk kuman pada hospes baru,
e. Daya tahan tubuh hospes baru,
f. Keadaan rumah sakit meliputi;
Prosedur kerja, alat, hygene, kebersihan, jumlah pasien dan konstruksi rumah
sakit,
g. Pemakaian antibiotik yang irasional,
h. Pemakaian obat seperti imunosupresi,
kortikosteroid, dan sitostatika, tindakan invasif dan instrumentasi,
i. Berat penyakit yang diderita
E. Gejala-gejala Infeksi Nosokomial :
1. Demam
2. Bernapas cepat,
3. Kebingungan mental,
4. Tekanan darah rendah,
5. Dikurangi urine output, Pasien
dengan urinary tract infection Mei ada rasa sakit
6. Ketika kencing dan darah dalam air
seni
7. Tinggi sel darah putih dihitung.
8. Radang
paru-paru mungkin termasuk kesulitan bernapas dan ketidak mampuan untuk batuk.
9. Infeksi
diterjemahkan: pembengkakan, kemerahan, dan kesakitan pada kulit atau luka di
sekitar bedah atau luka.
F.
Faktor Penyebab
perkembangan infeksi nosokomial
a. Agen infeksi
Pasien akan terpapar berbagai macam
mikroorganisme selama dirawat di rumah sakit. Kontak antara pasien dan berbagai
macam mikroorganisme ini tidak selalu menimbulkan gejala klinis karena
banyaknya faktor lain yang dapat menyebabkan terjadinya infeksi nosokomial.
Kemungkinan terjadinya infeksi tergantung pada:
1. Karakteristik mikroorganisme
2. Resistensi terhadap zat-zat
antibiotika
3. Tingkat virulensi, dan
4. Banyaknya materi infeksius.
Semua
mikroorganisme termasuk bakteri, virus, jamur dan parasit dapat menyebabkan
infeksi nosokomial. Infeksi ini dapat disebabkan oleh mikroorganisme yang
didapat dari orang lain (cross infection) atau disebabkan oleh flora
normal dari pasien itu sendiri (endogenous infection). Kebanyakan
infeksi yang terjadi di rumah sakit ini lebih disebabkan karena faktor
eksternal, yaitu penyakit yang penyebarannya melalui makanan dan udara dan
benda atau bahan-bahan yang tidak steril. Penyakit yang didapat dari rumah
sakit saat ini kebanyakan disebabkan oleh mikroorganisme yang umumnya selalu
ada pada manusia yang sebelumnya tidak atau jarang menyebabkan penyakit pada
orang normal.
b. Respon dan
toleransi tubuh pasien
Faktor terpenting yang
mempengaruhi tingkat toleransi dan respon tubuh pasien dalam hal ini adalah:
1. Usia
2. Status imunitas penderita
3. Penyakit yang diderita
4. Obesitas dan malnutrisi
5. Orang yang menggunakan obat-obatan
6. Imunosupresan dan steroid
7. Intervensi yang dilakukan pada tubuh
untuk melakukan diagnosa dan terapi.
Usia
muda dan usia tua berhubungan dengan penurunan resistensi tubuh terhadap
infeksi kondisi ini lebih diperberat bila penderita menderita penyakit kronis
seperti tumor, anemia, leukemia, diabetes mellitus, gagal ginjal dan AIDS.
Keadaan-keadaan ini akan meningkatkan toleransi tubuh terhadap infeksi dari
kuman yang semula bersifat opportunistik. Obat-obatan yang bersifat
immunosupresif dapat menurunkan pertahanan tubuh terhadap infeksi. Banyaknya prosedur
pemeriksaan penunjang dan terapi seperti biopsi, endoskopi, kateterisasi,
intubasi dan tindakan pembedahan juga meningkatkan resiko infeksi.
c.
Infeksi melalui
kontak langsung dan tidak langsung
Infeksi yang terjadi
karena kontak secara langsung atau tidak langsung dengan penyebab infeksi.
Penularan infeksi ini dapat melalui tangan, kulit dan baju, seperti golongan staphylococcus
aureus. Dapat juga melalui cairan yang diberikan intravena dan jarum
suntik, hepatitis dan HIV. Peralatan dan instrumen kedokteran, makanan yang
tidak steril, tidak dimasak dan diambil menggunakan tangan yang menyebabkan
terjadinya infeksi silang.
d. Resistensi antibiotika
Seiring
dengan penemuan dan penggunaan antibiotika penicillin antara tahun
1950-1970, banyak penyakit yang serius dan fatal ketika itu dapat diterapi dan
disembuhkan. Bagaimana pun juga, keberhasilan ini menyebabkan penggunaan
berlebihan dan penyalahgunaan dari antibiotika. Banyak mikroorganisme yang kini
menjadi lebih resisten. Meningkatnya resistensi bakteri dapat meningkatkan
angka mortalitas terutama terhadap pasien yang immunocompromised.
Resitensi dari bakteri ditransmisikan antar pasien dan faktor resistensinya
dipindahkan antara bakteri. Penggunaan antibiotika yang terus-menerus ini justru
meningkatkan multiplikasi dan penyebaran strain yang resisten. Penyebab
utamanya karena:
1. Penggunaan
antibiotika yang tidak sesuai dan tidak terkontrol
2. Dosis antibiotika yang tidak optimal
3. Terapi dan
pengobatan menggunakan antibiotika yang terlalu singkat
4. Kesalahan diagnose
Banyaknya
pasien yang mendapat obat antibiotika dan perubahan dari gen yang resisten
terhadap antibiotika mengakibatkan timbulnya multiresistensi kuman terhadap
obat-obatan tersebut. Penggunaan antibiotika secara besar-besaran untuk terapi
dan profilaksis adalah faktor utama terjadinya resistensi. Banyak strain dari pneumococci,
staphylococci, enterococci, dan tuberculosis telah
resisten terhadap banyak antibiotika, begitu juga klebsiella dan pseudomonas
aeruginosa juga telah bersifat multiresisten. Keadaan ini sangat nyata
terjadi terutama di negara-negara berkembang dimana antibiotika lini kedua
belum ada atau tidak tersedia.
Infeksi
nosokomial sangat mempengaruhi angka morbiditas dan mortalitas di rumah sakit,
serta menjadi sangat penting karena meningkatnya jumlah penderita yang dirawat,
seringnya imunitas tubuh melemah karena sakit, pengobatan atau umur,
mikororganisme yang baru (mutasi), dan Meningkatnya resistensi bakteri terhadap
antibiotika.
e.
Faktor alat
Infeksi
nosokomial sering disebabkan karena infeksi dari kateter urin, infeksi jarum
infus,jarum suntik, infeksi saluran nafas, infeksi kulit, infeksi dari luka
operasi dan septikemia. Selain itu pemakaian infus dan kateter urin yang lama
tidak diganti-ganti, juga menjadi penyebab utamanya. Di ruang penyakit,
diperkirakan 20-25% pasien memerlukan terapi infus.
Ada
berbagai komplikasi kanulasi intravena yang berupa gangguan mekanis, fisis dan
kimiawi. Komplikasi tersebut berupa:
1. Ekstravasasi infiltrate : Cairan infus masuk ke jaringan sekitar
insersi kanula
2. Penyumbatan : Infus tidak berfungsi sebagaimana mestinya tanpa dapat
dideteksi adanya gangguan lain
3. Flebitis : Terdapat pembengkakan, kemerahan dan nyeri
sepanjang vena
4. Trombosis : Terdapat pembengkakan di sepanjang pembuluh vena
yang menghambat aliran infuse
5. Kolonisasi kanul : Bila sudah dapat dibiakkan
mikroorganisme dari bagian kanula yang ada dalam pembuluh darah
6. Septikemia : Bila kuman
menyebar hematogen dari kanul
7. Supurasi : Bila telah terjadi bentukan pus di sekitar
insersi kanula
Faktor-faktor yang berperan dalam
meningkatkan komplikasi kanula intravena yaitu: jenis kateter, ukuran kateter,
pemasangan melalui venaseksi, kateter yang terpasang lebih dari 72 jam, kateter
yang dipasang pada tungkai bawah, tidak mengindahkan pronsip anti sepsis,
cairan infus yang hipertonik dan darah transfusi karena merupakan media
pertumbuhan mikroorganisme, peralatan tambahan pada tempat infus untuk
pengaturan tetes obat, manipulasi terlalu sering pada kanula. Kolonisasi kuman
pada ujung kateter merupakan awal infeksi tempat infus dan bakteremia.
Berikut ini adalah beberapa alat
yang sering menjadi media transmisi dalam penyebaran infeksi nosokomial :
a. Kateter
Kateter adalah sebuah pipa yang
kosong yang terbuat dari logam, gelas, karet, plastik, yang cara penggunaannya
adalah dimasukkan kedalam rongga tubuh melalui saluran.
Kateter dibagi menjadi 2 yaitu :
· Kateter
ü Adalah
kateter yang dimasukkan ke dalam pembuluh darah vena.
ü Kegunaan
: berlaku sebagai vena tambahan untuk pangobatan dalam jangka lama yang lebih
dari 48 jam.
Kateter ini terbuat dari bahan TEFLON dan plastic PVC.
Kateter ini terbuat dari bahan TEFLON dan plastic PVC.
· Non kateter
1. Nelaton Catheter
Kateter yang dimasukkan dalam uretra yang berfungsi supaya
mempermudah kencing.
2. Balloon Catheter
Disebut juga Folley Catheter
Kegunaan :
Ø Untuk
pengambilan air kencing dalam system tertutup, bebas dari udara dan polusi
disekitarnya. Biasanya dihubungkan dengan suatu urinovolumeter dan suatu urine
untuk keperluan pemeriksaan klinis.
Ø Digunakan
pada pasien di kamar operasi agar bila keluar air kencing tidak mengganggu
suasana.
Ø Digunakan
dalam perawatan pasien yang tidak bias mengendalikan keinginan untuk tidak
kencing (incontinentia urinae).
3. Oxygen Catheter
Kateter yang digunakan untuk mengalirkan gas oxygen ke dalam
lubang hidung.
4. Stomach Tube/Maag Sonde
Kegunaan :
Ø Unuk
mengumpulkan getah lambung
Ø Untuk
membilas atau mencuci isi perut
Ø Untuk
pemberian obat-obatan.
5. Feeding Tube
Digunakan sebagai jalan memasukkan
cairan makanan melalui tube yang dimasukkan dalam hidung atau mulut.
6. Rectal Tube/Flatus Buis
Kegunaan :
1. Untuk mengeluarkan gas-gas dari
usus.
2. Untuk membersihkan rectum.
3. Biasanya ujung yang satu dimasukkan
ke dalam anus, dan satunyan dihubungkan dengan alat Glycerin – spuit.
7. Suction Catheter/Mucus Extractor
Kegunaan :
Ø Untuk
menyedot lendir dari trachea bayi yang baru lahir.
Ø Untuk
menyedot cairan amniotik.
8. Kondom Catheter
Adalah alat yang digunakan untuk
menghubungkan penis dengan urine bag melalui ujung tube-nya, terutama pada
pasien yang suka kencing dengan tidak sadar.
b. Jarum Suntik
Jarum suntik atau Injection Needles
adalah alat yang digunakan untuk menyuntik, dan tentunya digabung dengan alat
suntik (spuit).
c. Macam – macam jarum suntik:
ü Jarum
suntik yang umum
ü Jarum
suntik gigi
ü Jarum
suntik spinal
ü Jarum
suntik bersayap
d. Alat–alat untuk mengambil atau
memberikan darah atau cairan.
ü Soluset : Alat untuk memberikan cairan
infus.
ü Blood
donor set : Alat untuk
mengambil darah dari donor.
ü Venoject
:Alat untuk
mengambil darah untuk pemeriksaan.
G.
Penyakit Akibat Pengaruh Alat Medis
1. Infeksi Saluran Kemih
Infeksi ini merupakan kejadian
tersering, infeksinya dihubungkan dengan penggunaan kateter urin. Walaupun
tidak terlalu berbahaya, tetapi dapat menyebabkan terjadinya bakteremia dan
mengakibatkan kematian. Infeksi yang terjadi lebih awal lebih disebabkan karena
mikroorganisme endogen, sedangkan infeksi yang terjadi setelah beberapa waktu
yang lama biasanya karena mikroorganisme eksogen.
o
Organisme yang menginfeksi :
E.Coli, Klebsiella, Proteus, Pseudomonas, atau Enterococcus.
o
Penyebaran :
Mikroorganisme yang terdapat pada
permukaan ujung kateter yang masuk ke dalam uretra
o
Penyebab :
kontaminasi tangan atau sarung
tangan ketika pemasangan kateter, atau air yang digunakan untuk membesarkan
balon kateter. Dapat juga karena sterilisasi yang gagal dan teknik septik dan
aseptik.
o
Pencegahan :
Alat yang digunakan harus di
sterilkan terlebih dahulu. Dipastikan bahwa alat-alat tersebut steril dan tidak
terkontaminasi oleh alat-alat yang tidak steril.
2. Pneumonia Nosokomial
Pneumonia nosokomial dapat muncul,
terutama pasien yang menggunakan ventilator, tindakan trakeostomi, intubasi,
pemasangan NGT, dan terapi inhalasi.
o
Organisme penyebab infeksi :
berasal dari gram negatif seperti
Klebsiella,dan Pseudomonas. Organisme ini sering berada di mulut, hidung,
kerongkongan, dan perut. Dari kelompok virus dapat disebabkan
olehcytomegalovirus, influenza virus, adeno virus, para influenza virus,
enterovirus dan corona virus.
o
Penyebaran :
Infeksi karena adanya aspirasi oleh
organisme ke traktus respiratorius bagian bawah.
o
Faktor resiko terjadinya infeksi ini
adalah:
1) Tipe dan jenis pernapasan
2) Perokok berat
3) Tidak sterilnya alat-alat bantu
4) Obesitas
5) Kualitas perawatan
6) Penyakit jantung kronis
7) Penyakit paru kronis
8) Beratnya kondisi pasien dan
kegagalan organ
9) Tingkat penggunaan antibiotika
10) Penggunaan
ventilator dan intubasi
11) Penurunan
kesadaran pasien
Penyakit yang biasa ditemukan antara
lain: respiratory syncytial virus dan influenza. Pada pasien dengan sistem imun
yang rendah, pneumonia lebih disebabkan karena Legionella dan Aspergillus.
Sedangkan dinegara dengan prevalensi penderita tuberkulosis yang tinggi,
kebersihan udara harus sangat diperhatikan.
3. Bakteremi Nosokomial
Infeksi ini berisiko tinggi. Karena dapat menyebabkan
kematian.
o
Organisme penyebab infeksi :
Terutama disebabkan oleh bakteri
yang resistan antibiotika seperti Staphylococcus dan Candida.
o
Penyebaran :
Infeksi dapat muncul di tempat
masuknya alat-alat seperti jarum suntik, kateter urin dan infus.
o
Penyebab :
Panjangnya kateter, suhu tubuh saat
melakukan prosedur invasif, dan perawatan dari pemasangan kateter atau infus.
4. Tuberkulosis
o
Organisme penyebab infeksi :
Mycobacterium tuberculose
o
Penyebab : Adanya strain bakteri
yang multi drugs resisten.
o
Pencegahan : Identifikasi yang baik,
isolasi, dan pengobatan serta tekanan negatif dalam ruangan.
5. Diarrhea dan gastroenteritis
o
Organisme penyebab infeksi :
E.coli, Salmonella, Vibrio Cholerae
dan Clostridium. Selain itu, dari gologan virus lebih banyak disebabkan oleh
golongan enterovirus, adenovirus, rotavirus, dan hepatitis A.
Faktor resiko dari gastroenteritis
nosokomial dapat dibagi menjadi :
1) Faktor intrinsik:
a) Abnormalitas dari pertahanan mukosa,
seperti achlorhydria
b) Lemahnya motilitas intestinal, dan
c) Perubahan pada flora normal.
2) Faktor ekstrinsik:
Pemasangan nasogastric tube dan
mengkonsumsi obat-obatan saluran cerna.
6. Infeksi pembuluh darah
Penyebarannya melalui infus, kateter
jantung dan suntikan. Infeksi ini dibagi menjadi dua kategori utama:
a. Infeksi pembuluh darah primer, muncul
tanpa adanya tanda infeksi sebelumnya, dan berbeda dengan organisme yang
ditemukan dibagian tubuhnya yang lain
b. Infeksi sekunder, muncul sebagai
akibat dari infeksi dari organisme yang sama dari sisi tubuh yang lain.
Macam penyakit :
a. Hepatitis B dan Hepatitis C
ü Organisme
penyebab infeksi : Virus hepatitis B, virus hepatitis C
virus lain : Virus Mumps, Virus Rubella, Virus Cytomegalovirus, Virus Epstein-Barr, Virus Herpes
virus lain : Virus Mumps, Virus Rubella, Virus Cytomegalovirus, Virus Epstein-Barr, Virus Herpes
ü Penyebaran
:
a. Transfusi darah atau produk darah
dengan sumber darah yang belum di-skrining.
b. Pemakaian berulang jarum, kanula
atau alat medis lainnya yang tidak steril.
ü Pencegahan
:
a) Kewajiban skrining darah/produk
darah dan organ transplantasi
b) Inaktivasi virus dalam produk
turunan plasma
c) Praktek kontrol infeksi pada
institusi kesehatan termasuk sterilisasi alat medis atau gigi (Kewaspadaan
Universal atau Universal Precaution).
b. AIDS
o
Organisme penyebab infeksi : Human
Immunodefisiensi Virus (HIV)
o
Penyebaran : Melalui pemakaian jarum
suntik yang tidak steril atau pemakaian jarum suntik secara bergantian
o
Pencegahan : Gunakan jarum suntik
sekali pakai, pastikan bahwa jarum suntik adalah steril
7. Dipteri, tetanus dan pertusis
o
Organisme penyebab infeksi :
Corynebacterium diptheriae, gram
negatif pleomorfik, memproduksi endotoksin yang menyebabkan timbulnya penyakit,
penularan terutama melalui sistem pernafasan.
Bordetella Pertusis, yang
menyebabkan batuk rejan. Siklus tiap 3-5 tahun dan infeksi muncul sebanyak 50
dalam 100% individu yang tidak imun.
Clostridium tetani, gram positif
anaerobik yang menyebabkan trismus dan kejang otot. Dari golongan virus yaitu
herpes simplek, varicella zooster, dan rubella.
o
Penyebaran :
Melalui infeksi kulit dan jaringan lunak.
Luka terbuka seperti ulkus, bekas terbakar, dan luka bekas operasi memperbesar
kemungkinan terinfeksi bakteri dan berakibat terjadinya infeksi sistemik.
Yang termasuk dalam infeksi sistemik
:
a) Infeksi pada tulang dan sendi
Osteomielitis, infeksi tulang atau sendi dan discus vertebralis
b) Infeksi sistem Kardiovaskuler.
Infeksi arteri atau vena, endokarditis, miokarditis, perikarditis dan
mediastinitis
c) Infeksi sistem saraf pusat.
Meningitis atau ventrikulitis, absess spinal dan infeksi intra cranial
d) Infeksi mata, telinga, hidung, dan mulut. Konjunctivitis,
infeksi mata, otitis eksterna, otitis media, otitis interna, mastoiditis,
sinusitis, dan infeksi saluran nafas atas.
e) Infeksi pada saluran pencernaan.
Gastroenteritis, hepatitis, necrotizing enterocolitis, infeksi intra abdominal
f) Infeksi sistem pernafasan bawah.
Bronkhitis, trakeobronkhitis, trakeitis, dan infeksi lainnya
g) Infeksi pada sistem reproduksi.
Endometriosis dan luka bekas episiotomy
H.
Sejarah Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit
Pada 1847, seorang dokter bernama
Ignaz Semmelweis bekerja di bagian kebidanan di sebuah rumah sakit di Vienna,
Austria. Semmelweis mengamati bahwa angka kematian di antara ibu di bangsal
yang dilayani oleh mahasiswa kedokteran tiga kali lebih tinggi dibandingkan
bangsal yang dilayani oleh bidan. Semmelweis mendalilkan bahwa hal ini terjadi
karena mahasiswa langsung ke bangsal kebidanan setelah belajar otopsi (bedah
mayat), dan membawa infeksi dari mayat ke ibu yang melahirkan. Dia
memerintahkan dokter dan mahasiswa untuk mencuci tangannya dengan larutan
klorin sebelum memeriksakan ibu tersebut. Setelah aturan ini diterapkan, angka
kematian menurun menjadi serupa dengan bangsal yang dilayani oleh bidan.
Dengan masalah infeksi nosokomial
menjadi semakin jelas, dicari kebijakan baru untuk menguranginya. Solusi
pertama pada 1877 adalah mendirikan rumah sakit khusus untuk penyakit menular.
Pengenalan sarung tangan lateks pada 1887 membantu mengurangi penularan. Tetapi
dengan peningkatan mortalitas (angka kematian) di 1960-an, Departemen Kesehatan
di AS pada 1970 mengeluarkan kebijakan untuk mengisolasikan semua pasien yang
diketahui tertular infeksi menular. Namun kebijakan ini kurang berhasil serta
menimbulkan banyak masalah lain. Perhatian pada masalah ini menjadi semakin
tinggi dengan munculnya HIV pada 1985, kebijakan kewaspadaan universal
dikenalkan pada 1985.
Menurut definisi Centers for Disease
Control (CDC), kewaspadaan Universal (Universal Prcautions) merupakan suatu
pedoman yang ditetapkan untuk mencegah penyebaran dari berbagai penyakit yang
ditularkan melalui darah di lingkungan rumah sakit maupun sarana pelayanan
kesehatan lainnya. Konsep yang dianut adalah bahwa semua darah dan cairan tubuh
tertentu harus dikelola sebagai sumber yang dapat menularkan HIV, HBV, dan
berbagai penyakit lain yang ditularkan melalui darah. Bentuk kewaspadaan universal untuk meminimalisasi resiko infeksi
nosokomial ini antara lain :
1. Seluruh petugas kesehatan harus
rutin menggunakan sarana yang dapat mencegah kontak kulit dan selaput lendir
dengan darah atau cairan tubuh lainnya dari setiap pasien yang dilayani. Detail
tindakan antara lain
a) Menggunakan sarung tangan apabila
menyentuh darah atau cairan tubuh, selaput lendir atau kulit yang tidak utuh;
mengelola berbagai peralatan dan sarana kesehatan/kedokteran yang tercemar
darah atau cairan tubuh; mengerjakan fungsi vena atau segala prosedur yang
menyangkut pembuluh darah,
b) Sarung tangan harus selalu diganti setiap
selesai kontak dengan pasien.
c) Menggunakan masker saat mengerjakan
prosedur yang beresiko kontak darah atau cairan tubuh untuk mencegah
terpaparnya selaput lendir pada mulut, hidung dan mata,
d) Memakai jubah khusus selama melaksanakan tindakan yang
mungkin akan menimbulkan cipratan darah atau cairan tubuh lainnya.
2. Tangan dan bagian tubuh lainnya
harus segera dicuci sebersih mungkin bila terkontaminasi darah dan cairan tubuh
lainnya. Setiap usai melepas sarung tangan harus segera mencuci tangan.
3. Seluruh petuga harus selalu waspada
terhadap kemungkinan tertusuk jarum, pisau dan benda atau alat tajam lainnya
selama pelaksanaan tindakan, saat mencuci peralatan, membuang sampah, atau
ketika membenahi peralatan setelah berlangsungnya prosedur atau tindakan.
4. Tindakan resusitasi dengan cara dari
mulut ke mulut harus dihindari meskipun air liur belum terbukti menularkan HIV.
5. Petugas yang sedang mengalami
perlukaan atau ada lesi yang mengeluarkan cairan harus menghindari tugas-tugas
yang bersifat kontak langsung dengan pasien ataupun kontak langsung dengan
peralatan bekas pakai pasien.
6. Petugas kesehatan yang sedang hamil
harus lebih memperhatikan pelaksanaan segala prosedur yang dapat menghindari
penularan HIV.
Sterilisasi dan Desinfeksi
Sterilisasi dilakukan untuk membunuh
atau memisahkan semua mikroorganisme. Sedangkan teknik sterilisasi antara lain
sterilisasi dengan pemanasan, baik pemanasan basah dengan autoclave dan
pemanasan kering dengan pemijaran dan udara panas.
Berbeda dengan sterilisasi,
desinfeksi merupakan suatu proses kimiawi atau fisika dimana bahan patogenik
atau mikroba penyebab penyakit dihancurkan dengan suatu desinfektan dan
antiseptik. Sedangkan desinfektan adalah zat yang bebas dari infeksi yang
umumnya berupa zat kimia yang dapat membunuh kuman penyakit atau mikroorganisme
berbahaya, menginaktifkan virus. Sementara pengertian antiseptik merupakan zat
yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme dalam jaringan
hidup.
Terkait dengan proses diatas,
menurut Pedoman Penanggulangan SARS Nasional (2003), terdapat juga pengertian
dekontaminasiyaitu satu tahap perlakuan yang harus dilakukan sebelum instrumen
dikirim ke bagian sterilsasi. Langkah dekontaminasi berupa prosesing alat dan
sarung tangan yang kotor (telah kontak dengan darah atau cairan tubuh), untuk
dilakukan proses perendaman dalam larutan klorin 0.5 % selama 10 menit.
Tindakan ini akan mematikan berbagai virus sehingga aman untuk ditangani oleh
petugas pencuci. Sterilisasi atau desinfeksi tingkat tinggi dilakukan setelah
dekontaminasi dan pencucian selesai dilakukan.
I.
Pencegahan terjadinya Infeksi Nosokomial
Pencegahan dari infeksi nosokomial
ini diperlukan suatu rencana yang terintegrasi, monitoring dan program yang
termasuk:
1. Membatasi transmisi organisme dari
atau antar pasien dengan cara mencuci tangan dan penggunaan sarung tangan,
tindakan septik dan aseptik, sterilisasi dan disinfektan.
2. Mengontrol resiko penularan dan
lingkungan.
3. Melindungi pasien dengan penggunaan
antibiotika yang adekuat, nutrisi yang cukup, dan vaksinasi.
4. Membatasi resiko infeksi endogen
dengan meminimalkan prosedur invasive
5. Pengawasan infeksi, identifikasi
penyakit dan mengontrol penyebarannya.
Cara pencegahan infeksi Nosokomial yaitu :
a. Dekontaminasi tangan
Transmisi penyakit melaiui tangan
dapat diminimalisasi dengan menjaga hiegene dari tangan. Tetapi pada
kenyataannya, hal ini sulit dilakukan dengan benar, Karena banyaknya alasan
seperti kurangnya peralatan, alergi produk pencuci tangan, sedikitnya
pengetahuan mengenai pentingnya hal ini, clan waktu mencuci tangan yang lama.
Selain itu, penggunaan sarung tangan sangat dianjurkan bila akan melakukan
tindakan atau pemeriksaan pada pasien dengan penyakit-penyakit infeksi. Hal
yang perlu diingat adalah : memakai sarung tangan ketika akan mengambil atau
menyentuh darah, cairan tubuh, atau keringat, tinja, urin, membran mukosa dan
bahan yang kita anggap telah terkontaminasi, clan segera mencuci tangan setelah
melepas sarung tangan.
b. Instrumen yang sering digunakan
Rumah Sakit
Simonsen et al (1999) menyimpulkan
bahwa lebih dari 50% suntikan yang dilakukan di negara berkembang tidaklah aman
(contohnya jarum, tabung atau keduanya yang dipakai berulang-ulang) dan
banyaknya suntikan yang tidak penting (misalnya penyuntikan
antibiotika).Tujuannya untuk mencegah penyebaran penyakit melalui jarum suntik
maka diperlukan:
• Pengurangan penyuntikan yang
kurang diperlukan
• Pergunakan jarum steril
• Penggunaan alat suntik yang
disposable.
Masker, sebagai pelindung terhadap
penyakit yang ditularkan melalui udara. Begitupun dengan pasien yang menderita
infeksi saluran nafas, mereka harus menggunakan masker saat keluar dari kamar
penderita.
Sarung tangan, sebaiknya digunakan
terutama ketika menyentuh darah, cairan tubuh, feses maupun urine. Sarung
tangan harus selalu diganti untuk tiap pasiennya. Setelah membalut luka atau
terkena benda yang kotor, sanrung tangan harus segera diganti
Baju khusus juga harus dipakai untuk
melindungi kulit dan pakaian selama kita melakukan suatu tindakan untuk
mencegah percikan darah, cairan tubuh, urin dan feses.
c. Mencegah penularan dari lingkungan
rumah sakit
Pembersihan yang rutin sangat
penting untuk meyakinkan bahwa rumah sakit sangat bersih dan benar-benar bersih
dari debu, minyak dan kotoran. Perlu diingat bahwa sekitar 90 persen dari
kotoran yang terlihat pasti mengandung kuman. Harus ada waktu yang teratur
untuk membersihkan dinding, lantai, tempat tidur, pintu, jendela, tirai, kamar
mandi, dan alat-alat medis yang telah dipakai berkalikali.
Pengaturan udara yang baik sukar
dilakukan di banyak fasilitas kesehatan. Usahakan adanya pemakaian penyaring
udara, terutama bagi pendenita dengan status imun yang rendah atau bagi
penderita yang dapat menyebarkan penyakit melalui udara. Kamar dengan
pengaturan udara yang baik akan lebih banyak menurunkan resiko terjadinya
penularan tuberkulosis. Selain itu, rumah sakit harus membangun suatu fasilitas
penyaring air dan menjaga kebersihan pemrosesan serta filternya untuk
mencegahan terjadinya pertumbuhan bakteri. Sterilisasi air pada rumah sakit
dengan prasarana yang terbatas dapat menggunakan panas matahari.
Toilet rumah sakit juga harus
dijaga, terutama pada unit perawatan pasien diare untuk mencegah terjadinya
infeksi antar pasien. Permukaan toilet harus selalu bersih dan diberi
disinfektan.
Disinfektan akan membunuh kuman dan
mencegah penularan antar pasien. Disinfeksi yang dipakai adalah
· Mempunyai kriteria mernbunuh kuman
· Mempunyai efek sebagai detergen
· Mempunyai efek terhadap banyak bakteri, dapat melarutkan
minyak dan protein.
· Tidak sulit digunakan
· Tidak mudah menguap
· Bukan bahan yang mengandung zat yang berbahaya baik untuk
petugas maupun pasien
· Efektif
· Tidak berbau, atau tidak berbau tak enak
d. Perbaiki ketahanan tubuh
Di dalam tubuh manusia, selain ada
bakteri yang patogen oportunis, ada pula bakteri yang secara mutualistik yang
ikut membantu dalam proses fisiologis tubuh, dan membantu ketahanan tubuh
melawan invasi jasad renik patogen serta menjaga keseimbangan di antara
populasi jasad renik komensal pada umumnya, misalnya seperti apa yang terjadi
di dalam saluran cerna manusia.
Pengetahuan tentang mekanisme
ketahanan tubuh orang sehat yang dapat mengendalikan jasad renik oportunis
perlu diidentifikasi secara tuntas, sehingga dapat dipakai dalam mempertahankan
ketahanan tubuh tersebut pada penderita penyakit berat. Dengan demikian bahaya
infeksi dengan bakteri oportunis pada penderita penyakit berat dapat diatasi
tanpa harus menggunakan antibiotika.
e. Ruangan Isolasi
Penyebaran dari infeksi nosokomial
juga dapat dicegah dengan membuat suatu permisahan pasien. Ruang isolasi sangat
diperlukan terutama untuk penyakit yang penularannya melalui udara, contohnya
tuberkulosis, dan SARS, yang mengakibatkan kontaminasi berat. Penularan yang
melibatkan virus, contohnya DHF dan HIV. Biasanya, pasien yang mempunyai
resistensi rendah seperti leukimia dan pengguna obat immunosupresan juga perlu
diisolasi agar terhindar dari infeksi. Tetapi menjaga kebersihan tangan dan
makanan, peralatan kesehatan di dalam ruang isolasi juga sangat penting.
Ruang isolasi ini harus selalu
tertutup dengan ventilasi udara selalu menuju keluar sebaiknya satu pasien
berada dalam satu ruang isolasi, tetapi bila sedang terjadi kejadian luar biasa
dan penderita melebihi kapasitas, beberapa pasien dalam satu ruangan tidaklah
apa-apa selama mereka menderita penyakit yang sama.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
§ Infeksi
nosokomial adalah infeksi yang timbul ketika di rumah sakit. Infeksi ini dapat
menular melalui alat medis dan menyerang pasien maupun tenaga medis.
§ Ada
6 komponen dalam penyebaran infeksi nosokomial, yaitu penyebab infeksi, sumber,
tempat keluar, cara penularan, tempat masuk, dan penjamu rentan.
§ Alat-alat
medis yang biasanya menjadi media transmisi adalah kateter, jarum suntik, dan
alat–alat untuk mengambil atau memberikan darah atau cairan.
§ Penyakit-penyakit
yang ditimbulkan karena penggunaan alat medis adalah infeksi saluran kemih,
pneumonia nosokomial, bakteremi nosokomial, tuberkulosis, diarrhea dan
gastroenteritis, infeksi pembuluh darah, dipteri, tetanus dan pertusis.
§ Cara
mencegah penularan infeksi nosokomial melalui alat, yaitu dengan cara
mensterilkan alat-alat secara baik dan benar.
B. Saran
§ Sterilkan
alat dengan benar sesuai dengan prosedur.
§ Jagalah
alat dari kontaminasi lingkungan sekitar.
§ Tangani
dengan benar limbah rumah sakit.
DAFTAR PUSTAKA
Setyawati, L.2002.Infeksi
Nosokomial, Kumpulan Bahan Kuliah Higiene Industri. UGM
Depkes.2003.Pedoman
PelaksanaanKewaspadaan Universal di Pelayanan Kesehatan.
Kurniadi,H.1993.Upaya Pencegahan Infeksi Nosokomial di RS
Mitra Keluarga Jakarta, Cermin Dunia Kedokteran No. 82 tahun 1993.
Sjamsuhidayat & De Jong (2004) Buku ajar Ilmu Bedah,
EGC: Jakarta
No comments:
Post a Comment