Sunday, 31 March 2019

MAKALAH ASCARIASIS

BAB 1
PENDAHULUAN

A.      Latar belakang
Infeksi cacing usus masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang termasuk Indonesia. Dikatakan pula bahwa masyarakat pedesaan atau daerah perkotaan yang sangat padat dan kumuh merupakan sasaran yang mudah terkena infeksi cacing (Moersintowarti, 1992).
Salah satu penyebab infeksi cacing usus adalah Ascaris lumbricoides atau lebih dikenal dengan cacing gelang yang penularannya dengan perantaraan tanah (“Soil Transmited Helminths”). Infeksi yang disebabkan oleh cacing ini disebut Ascariasis.
Ascaris lumbricoides merupakan cacing bulat besar yang biasanya bersarang dalam usus halus. Adanya cacing didalam usus penderita akan mengadakan gangguan keseimbangan fisiologi yang normal dalam usus, mengadakan iritasi setempat sehingga mengganggu gerakan peristaltik dan penyerapan makanan.
Cacing ini merupakan parasit yang kosmopolit yaitu tersebar diseluruh dunia, lebih banyak di temukan di daerah beriklim panas dan lembab. Di beberapa daerah tropik derajat infeksi dapat mencapai 100% dari penduduk. Pada umumnya lebih banyak ditemukan pada anak-anak berusia 5 – 10 tahun sebagai host (penjamu) yang juga menunjukkan beban cacing yang lebih tinggi (Haryanti, E, 1993).
Cacing dapat mempertahankan posisinya didalam usus halus karena aktivitas otot-otot ini. Jika otot-otot somatik di lumpuhkan dengan obat-obat antihelmentik, cacing akan dikeluarkan dengan pergerakan peristaltik normal.
1Tantular, K (1980) yang dikutip oleh Moersintowarti. (1992) mengemukakan bahwa 20 ekor cacing Ascaris lumbricoides dewasa didalam usus manusia mampu mengkonsumsi hidrat arang sebanyak 2,8 gram dan 0,7 gram protein setiap hari. Dari hal tersebut dapat diperkirakan besarnya kerugian yang disebabkan oleh infestasi cacing dalam jumlah yang cukup banyak sehingga menimbulkan keadaan kurang gizi (malnutrisi).
B.        Rumusan Masalah       
Pada karya ilmiah ini kami merumuskan berbagai sub-sub bab untuk merincikan suatu masalah dalam karya ilmiah ini yg tentunya tidak lepas dari materi pokok, kami merumuskannya

C.      Tujuan  penulisan
Tujuan dari penulisan karya ilmiah ini dibagi menjadi dua, yaitu:
a.       Tujuan khusus
1.       Memberi pengetahuan bagi pembaca dalam kehidupan khususnya        mengenai penyakit parasit atau penyakit yang disebabkan oleh cacing khususnya askariasis.
2.       Menjelaskan beberapa faktor dalam sterilisasi atau pengobatan dan cara untuk pencegahan penyakit parasit khususnya askariasis.
b.      Tujuan umum
Karya ilmiah ini tidak hanya ditujukan kepada para mahasiswa atau hanya kepada pelejar, karena kami yakin yang memunkinkan terserang penyakit parasit bukan hanya para mahasiswa atau pelajar, penulisan karya ilmiah ini bertujuan untuk mengenalkan, bagaimana cara untuk mengobati dan mencegah penyakit parasit, khususnya askariasis.


BAB  11
PEMBAHASAN

A.      Pengertian
Askariasis adalah penyakit cacing yang paling besar prevalensinya di antara penyakit cacing lainnya. Penyakit ini diperkirakan menginfeksi lebih dari 1 miliar orang. Tingginya prevalensi ini terutama karena banyaknya telur disertai dengan daya tahan telur yang mengandung larva cacing pada keadaan tanah yang kondusif.

B.       Patofisiologi Penyakit
Setelah tertelan telur askariasis yang inefektif, telur ini akan menetap di bagian atas usus halus dengan melepaskan larva yang berbentuk rabditiformis. Larva ini akan menembus dinding usus dan mencapai venule dan pembuluh limfe kemudian melalui sirkulasi portal mencapai hati, bagian kanan jantung dan paru-paru.
Di dalam paru, larva akan merusak kapiler dan mulai mengikuti percabangan paru sampai mencapai glotis dan kemudian melewati epiglotis masuk ke dalam esofagus untuk seterusnya kembali ke usus halus, dimana meraka akan jadi matur dan berubah menjadi cacing dewasa.
Keseluruhan siklus mulai dari telur yang infektif sampai menjadi cacing dewasa memerlukan waktu sekitar 2 bulan. Infeksi bertahan dalam masyarakat akibat pembuangan feses di tanah yang memungkinkan perkembangan telur menjadi infektif lagi. Ini memerlukan waktu 2 minggu.
Selama fase migrasi, larva askariasis menyebabkan reaksi peradangan dengan terjadinya infiltrasi eosinofilia. Antigen ascariasis dilepaskan selama migrasi larva yang akan merangsang respon imunologis dalam tubuh dan respon ini telah pernah dibuktikan adanya pelepasan antibodi terhadap kelas IgG yang spesifik yang dapat membentuk reaksi complement-fixation dan precipitating. Mengenai respon kelas IgA terhadap infeksi ascariasis masih kurang diketahui.
Mekanisme pertahanan primer pada infestasi ascariasis mungkin suatu bentuk seluler. Selama fase intestinals maka gejala terutama berasal dari adanya cacing dalam usus atau akibat migrasi kedalam lumen usus yang lain atau perforasi ke dalam peritoneum.
Lebih lanjut ascariasis mengeluarkan antienzim sebagai suatu fungsi proteksi terhadap kelangsungan hidupnya dan ternyata antienzim ini di duga berhubungan dengan terjadinya malabsorbsi.

C.      Faktor Penyebab
Ascaris lumbricoides, cacing gelang yang berukuran besar yang ada pada usus manusia. Ascariasis suum, parasit yang serupa yang terdapat pada Babi, jarang namun bisa berkembang menjadi dewasa pada usus manusia, namun ia dapat juga menyebabkan “larva migrans”.
Ascariasis disebabkan oleh mengkonsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi roundworm eggs. Ascariasi adalah infeksi cacing pada usus yang paling umum. Ditemukan pada orang yang higienisnya buruk, sanitasi yang jelek, dan penggunaan feses sebagai pupuk.
Pada tinja penderita askariasis yang membuang air tidak pada tempatnya dapat mengandung telur askariasis yang telah dubuahi. Telur ini akan matang dalam waktu 21 hari. bila terdapat orang lain yang memegang tanah yang telah tercemar telur Ascaris dan tidak mencuci tangannya, kemudian tanpa sengaja makan dan menelan telur Ascaris.
Telur akan masuk ke saluran pencernaan dan telur akan menjadi larva pada usus. Larva akan menembus usus dan masuk ke pembuluh darah. Ia akan beredar mengikuti sistem peredaran, yakni hati, jantung dan kemudian di paru-paru.
Pada paru-paru, cacing akan merusak alveolus, masuk ke bronkiolus, bronkus, trakea, kemudian di laring. Ia akan tertelan kembali masuk ke saluran cerna. Setibanya di usus, larva akan menjadi cacing dewasa. Cacing akan menetap di usus dan kemudian berkopulasi dan bertelur. Telur ini pada akhirnya akan keluar kembali bersama tinja. Siklus pun akan terulang kembali bila penderita baru ini membuang tinjanya tidak pada tempatnya.


D.      Epidemologi
Askariasis merupakan infeksi cacing pada manusia yang angka kejadian sakitnya tinggi terutama di daerah tropis dimana tanahnya memiliki kondisi yang sesuai untuk kematangan telur di dalam tanah. Diperkirakan hampir 1 miliar penduduk yang terinfeksi dengan 4 juta kasus di Amerika Serikat. Prevalensi pada komunitas-komunitas tertentu lebih besar dari 80%. Prevalensi dilapokan terjadi di lembah sungai Yangtze di Cina. Masyarakat dengan kondisi sosial ekonomi yang rendah memiliki prevalensi infeksi yang tinggi, demikian juga pada masyarakat yang menggunakan tinja sebagai pupuk dan dengan kondisi geografis yang mendukung. Walaupun infeksi dapat menyerang semua usia, infeksi tertinggi terjadi pada anak-anak pada usia sebelum sekolah dan usia sekolah. Penyebarannya terutama melalui tangan ke mulut (hand to mouth) dapat juga melalui sayuran atau buah yang terkontaminasi. Telur askaris dapat bertahan selama 2 tahun pada suhu 5-10 ºC. Empat dari 10 orang di Afrika, Asia, dan Amerika Serikat terinfeksi oleh cacing ini.
Prevalensi dan intensitas gejala simtomatis yang paling tinggi terjadi pada anak-anak. Pada anak-anak obstruksi intestinal merupakan manifestasi penyakit yang paling sering ditemui. Diantara anak-anak usia 1-12 tahun yang berada di rumah sakit Cape Town dengan keluhan abdominal antara 1958-1962, 12.8 % dari infeksinya disebabkan olehAscariasis lumbricoides. Anak-anak dengan askariasis kronis dapat menyebabkan pertumbuhan lambat berkaitan dengan penurunan jumlah makanan yang dimakan.
Menurut World Health Organization (WHO), intestinal obstruction pada anak-anak menyebabkan komplikasi fatal, menyebabkan 8000 sampai 100,000 kematian per tahun.

E.       Pencegahan
Penyakit ini dapat dicegah dengan menjaga kebersihan diri dan lingkungan yang baik. Pemakaian jamban keluarga dapat memutus rantai siklus hidup Ascaris lumbricoides ini. Lebih rincinya pencegahan dapat dilakukan dengan cara:
1.      Tidak makan makanan mentah (sayuran,daging babi, daging sapi dan daging ikan), buah dan melon dikonsumsi setelah dicuci bersih dengan air.
2.      Minum air yang sudah dimasak mendidih baru aman.
3.      Menjaga kebersihan diri, sering gunting kuku, membiasakan cuci tangan        menjelang makan atau sesudah buang air besar.
4.      Tidak boleh buang air kecil/besar di sembarang tempat, tidak menjadikan tinja segar sebagai pupuk; tinja harus dikelola dengan tangki septik, agar tidak mencemari sumber air.
5.      Di Taman Kanak Kanak dan Sekolah Dasar harus secara rutin diadakan pemeriksaan parasit, sedini mungkin menemukan anak yang terinfeksi parasit dan mengobatinya dengan obat cacing.
6.      Bila muncul serupa gejala infeksi parasit usus, segera periksa dan berobat ke rumah sakit .
7.      Meski kebanyakan penderita parasit usus ringan tidak ada gejala sama sekali, tetapi mereka tetap bisa menularkannya kepada orang lain, dan telur cacing akan secara sporadik keluar dari tubuh bersama tinja, hanya diperiksa sekali mungkin tidak ketahuan, maka sebaiknya secara teratur memeriksa dan mengobatinya.
8.      Pengobatan masal 6 bulan sekali di daerah endemik atau di daerah yang rawan askariasis.
9.      Penyuluhan kesehatan tentang sanitasi yang baik, hygiene keluarga dan hygiene pribadi seperti:
a.       Tidak menggunakan tinja sebagai pupuk tanaman.
b.      Sebelum melakukan persiapan makanan dan hendak makan, tangan dicuci terlebih dahulu dengan menggunakan sabun.
c.       Sayuran segar (mentah) yang akan dimakan sebagai lalapan, harus dicuci bersih dan disiram lagi dengan air hangat karena telur cacing Ascaris dapat hidup dalam tanah selama bertahun-tahun.
d.      Buang air besar di jamban, tidak di kali atau di kebun.
10.  Bila pasien menderita beberapa spesies cacing, askariasis harus diterapi lebih dahulu dengan pirantel pamoat.

BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Penyakit askariasis ini di sebabkan oleh investasi cacing askaris lumbricoides atau cacing gelang. Cacing ini berbentuk bulat besar dan hidup dalam usus manusia. Cacing ini terutam tumbuh dan berkembang pada penduduk di daerah yang beriklim panas dan lembab dengan sanitasi yang buruk. Di indonesia prevalensi askariasis tinggi terutama pada anak. Kurangnya pemakaian jamban keluarga menimbulkan pencemaran tanah dengan tinja di sekitar rumah. Cacing betina akan mengeluarkan telur yang kemudian akan menjadi matang dan invektif, dengan tumbuhnya larva pada telurnya di dalam waktu 2-3 minggu.
Infeksi pada manusia terjadi karna larva cacing ini mengkontaminasi makanan dan minuman. Di dalam usus halus larva cacing akan keluar menembus dinding usus dan kemudian menuju pembuluh darah dan limpe menuju paru. Setelah itu larva cacing ini akan bermigrassi ke bronkus, faring dan kemudian turun ke esofagus dan usus halus. Lama perjalanan sampai menjadi bentuk cacing dewasa 60-75 hari, panjang cacing dewasa 20-40 cm dan hidup di dalam usus halus manusia untuk bertahun-tahun lamanya. Sejak telur matang tertelan sampai cacing dewasa bertelur di perlukan waktu kurang lebih 2 bulan.

B.       Saran
Dalam menyusun makalah ini kami menyadari masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan di masa mendatang.


DAFTAR PUSTAKA

1.            www.google.com
2.            www.hendrick-nursingofgood.blogspot.com
3.            Nugroho Taufan. 2010. Kamus Pintar Kesehatan. Yogyakarta: Mulia   Medika.
4.            Ngastiah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
5.            Mansjoer Arif dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Medika Aesculapius.
6.            Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas 2007. Dinas Keseharan R.I.

No comments:

Post a Comment