BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Obstruksi
intestinal merupakan kegawatan dalam bedah abdominalis yang sering dijumpai,
merupakan 60--70% dari seluruh kasus akut abdomen yang bukan appendicitis
akuta. Penyebab yang paling sering dari obstruksi ileus adalah adhesi/ streng,
sedangkan diketahui bahwa operasi abdominalis dan operasi obstetri-ginekologik
makin sering dilaksanakan yang terutama didukung oleh kemajuan di bidang
diagnostik kelainan abdominalis.
Ileus
obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana merupakan
penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi usus (Sabara,
2007). Setiap tahunnya 1 dari 1000 penduduk dari segala usia didiagnosa ileus
(Davidson, 2006). Di Amerika diperkirakan sekitar 300.000-400.000 menderita
ileus setiap tahunnya (Jeekel, 2003). Di Indonesia tercatat ada 7.059 kasus
ileus paralitik dan obstruktif tanpa hernia yang dirawat inap dan 7.024
pasien rawat jalan pada tahun 2004 menurut Bank data Departemen Kesehatan
Indonesia.
Ada 3 hal yang tetap menarik untuk
diketahui/diselidiki tentang obstruksi ileus, ialah
1.
Makin meningkatnya keterdapatan obstruksi ileus.
2.
Diagnosa obstruksi ileus sebenarnya mudah dan bersifat
universil; tetapi untuk mengetahui
proses patologik yang sebenarnya di
dalam rongga abdomen tetap merupakan hal yang sulit.
3.
Bahaya strangulasi yang amat ditakuti sering tidak disertai
gambaran klinik khas yang dapat mendukungnya.
Untuk dapat melaksanakan penanggulangan penderita obstruksi
ileus dengan cara yang sebaik - baiknya, diperlukan konsultasi antara disiplin
yang bekerja dalam satu tim dengan tujuan untuk mencapai 4 keuntungan :
1. Bila penderita harus dioperasi, maka
operasi dijalankan pada saat keadaan umum penderita optimal.
2. Dapat mencegah strangulasi yang
terlambat.
3. Mencegah laparotomi negatif.
4. Penderita mendapat tindakan operatif
yang sesuai dengan penyebab obstruksinya
Terapi ileus obstruksi biasnya melibatkan intervensi bedah.
Penentuan waktu kritis serta tergantung atas jenis dan lama proses ileus
obstruktif. Operasi dilakukan secepat yang layak dilakukan dengan
memperhatikan keadaan keseluruhan pasien (Sabiston, 1995).
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka fokus permasalahan dalam makalah ini adalah:
1. Apa yang
dimaksud dengan ileus obstruksi?
2. Bagaimana
proses keperawatan pada klien dengan ileus obstruksi?
c. Tujuan
Berdasarkan rumusan permasalahan, maka makalah ini bertujuan untuk:
1.
Mengetahui apa yang
dimaksud dengan ileus obstruksi.
2.
Memiliki intelektual dan keterampilan
dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan ileus obstruksi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Anatomi Fisiologi Sistem
Pencernaan
Anatomi fisiologi tentang sistem
pencernaan yang meliputi:
1. Mulut
Mulut adalah permulaan saluran pencernaan yang terdiri atas 2 bagian yaitu:
Mulut adalah permulaan saluran pencernaan yang terdiri atas 2 bagian yaitu:
a. Bagian luar yang sempit atau
vestibula yaitu diruang antara gusi, bibir dan pipi.
b. Rongga mulut/bagian dalam yaitu
rongga mulut yang dibatasi sisinya oleh tulang maksilaris, palatum dan mandi
bilaris disebelah belakang bersambung dengan faring.
2. Faring
Faring merupakan organ yang
menghubungkan rongga mulut dengan kerongkongan, merupakan persimpangan jalan
nafas dan jalan makanan, letaknya dibelakang rongga mulut dan didepan ruas
tulang belakang.
3. Esofagus (kerongkongan)
Panjangnya ± 25
cm, mulai dari faring sampai pintu masuk kardiak dibawah lambung. Esofagus terletak
dibelakang trakea dan didepan tulang punggung setelah melalui thorak menembus
diafragma masuk kedalam abdomen ke lambung.
4. Gaster (lambung)
Merupakan bagian dari saluran pencernaan yang dapat
mengembang paling banyak terutama didaerah epigaster. Bagian-bagian lambung
antara lain:
a. Fundus ventrikularis, bagian yang
menonjol keatas terletak disebelah kiri osteum kardium biasanya berisi gas.
b. Korpus ventrikuli, setinggi osteum
kardium, suatu lekukan pada bagian bawah notura minor.
c. Antrum pilorus, berbentuk tebing
mempunyai otot tebal membentuk spinkter pilorus.
d. Kurtura minor, terletak disebelah
kanan lambung, terdiri dari osteum kordi samapi pilorus.
e. Kurtura mayor, lebih panjang dari
kurtura minor terbentang dari sisi kiri osteum kardium melalui fundus
kontrikuli menuju kekanan sampai ke ennin anterior.
Fungsi lambung
a.
Menampung makanan.
b.
Getah cerna lambung yang dihasilkan pepsin, asam garam, ennin dan lipak.
5.
Usus halus
Usus
halus merupakan bagian dari sistem pencernaan makanan yang berpangkal pada
pilorus dan berakhir pada sekum panjangnya ± 6cm, merupakan saluran paling
panjang tempat proses pencernaan dan obstruksi hasil pencernaan makanan.
a. Duodenum
Disebut juga usus 12 jari,
panjangnya ± 25 cm, berbentuk sepatu kuda
melengkung kekiri, pada lengkungan
ini terdapat pankreas. Pada bagian
kanan
duodenum terdapat selaput lendir yang nambulir disebut papila vateri.
b. Yeyunum dan ileum
Panjangnya
sekitar ± 6 meter. Dua perlima bagian atas adalah yeyunum dengan ± 2-3 meter
dan ileum dengan panjang ± 4-5 meter. Lekukan yeyunum dan ileum melekat pada
dinding abdomen fasterior dengan perantara lipatan peritoneum yang berbentuk kipas disebut mesentrium.
c. Mukosa usus halus
Permukaan epitel yang sangat halus
melalui lipatan mukosa dan makro
villi memudahkan penernaan dan
absorpasi
Fungsi usus halus:
a. Menerima zat-zat makanan yang sudah
dicerna untuk diserap melalui
kapiler-kapiler
darah dan saluran-saluran limfe.
b. Menyerap protein dalam bentuk asam
amino.
c. Karbohirat diserap dalam bentuk
monosakarida didalam usus halus.
6.
Usus
besar/interdinum mayor
Panjangnya ± 1 meter, lebar 5-6 cm,
fungsinya menyerap air dari makanan, tempat tinggal bakteri koli, tempat feces.
Usus besar terdiri atas 7 bagian:
a.
Sekum.
b.
Kolon
asenden.
Terletak di abdomen sebelah kanan,
membujur ke atas dari ileum sampai ke hati, panjangnya ± 13 cm.
c.
Appendiks
(usus buntu)
Sering disebut umbai cacing dengan
panjang ± 6 cm.
d.
Kolon
transversum.
Membujur dari kolon asenden sampai
ke kolon desenden dengan panjang ± 28 cm.
e.
Kolon
desenden.
Terletak dirongga abdomen disebelah
kiri membujur dari anus ke bawah dengan
panjangnya ± 25 cm.
f.
Kolon
sigmoid.
Terletak dalam rongga pelvis
sebelah kiri yang membentuk huruf "S" ujung bawah
berhubungan dengan rektum.
g. Rektum
Terletak dibawah kolon sigmoid yang
menghubungkan intestinum mayor
dengan anus.
7. ANUS
Anus adalah bagian dari saluran pencernaan
yang menghubungkan rektum dengan dunia luar. (Drs. Syaifuddin, hal 87-92)
B. Definisi Ileus Obstruktif
Obstruksi usus dapat didefinisikan
sebagai gangguan (apapun penyebabnya) aliran normal isi usus sepanjang saluran
usus. Obstruksi usus dapat akut dengan kronik, partial atau total. Obstruksi
usus biasanya mengenai kolon sebagai akibat karsino ma dan perkembangannya
lambat. Sebahagaian dasar dari obstruksi justru mengenai usus halus.Obstruksi
total usus halus merupakan keadaan gawat yang memerlukan diagnosis dini dan
tindakan pembedahan darurat bila penderita ingin tetap hidup.
Ada dua tipe obstruksi
yaitu :
1.
Mekanis
(Ileus Obstruktif)
Suatu penyebab fisik menyumbat usus dan tidak dapat diatasi oleh
peristaltik. Ileus obstruktif ini dapat akut seperti pada hernia stragulata
atau kronis akibat karsinoma yang melingkari. Misalnya intusepsi, tumor
polipoid dan neoplasma stenosis, obstruksi batu empedu, striktura,
perlengketan, hernia dan abses.
2.
Neurogenik/fungsional
(Ileus Paralitik)
Obstruksi yang terjadi karena suplai
saraf ototnom mengalami paralisis dan peristaltik usus terhenti sehingga tidak
mampu mendorong isi sepanjang usus. Contohnya amiloidosis, distropi otot,
gangguan endokrin seperti diabetes mellitus, atau gangguan neurologis seperti
penyakit parkinson
Beberapa pengertian obstruksi usus dan
ileus obstruksi menurut para ahli, yaitu:
1.
Obstruksi
usus
adalah sumbatan total atau parsial yang mencegah aliran normal melalui
saluran pencernaan. (Brunner and
Suddarth, 2001).
2.
Obstruksi
usus
adalah gangguan isi usus disepanjang saluran usus (Patofisiologi vol 4,
hal
403).
3.
Obstruksi
usus
adalah gangguan pada aliran normal isi usus sepanjang traktus intestinal
(Nettina, 2001).
4.
Obstruksi terjadi ketika ada gangguan yang
menyebabkan terhambatnya aliran isi usus
ke depan tetapi peristaltiknya normal
(Reeves, 2001).
5.
Obstruksi
usus
merupakan suatu blok saluran usus yang menghambat pasase cairan,
flatus dan makanan dapat secara mekanis
atau fungsional (Tucker, 1998).
6.
Ileus
obstruktif
adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana merupakan
penyumbatan yang sama sekali menutup
atau menganggu jalannya isi usus
(Sabara, 2007).
Dari definisi diatas dapat
disimpulkan bahwa obstruksi usus adalah sumbatan total atau parsial yang
menghalangi aliran normal melalui saluran pencernaan atau gangguan usus
disepanjang usus. Sedangkan Ileus obstruktif adalah kerusakan atau
hilangnya pasase isi usus yang disebabkan oleh sumbatan mekanik.
C. Etiologi
Adapun penyebab dari obstruksi usus dibagi menjadi dua bagian menurut jenis obstruksi usus, yaitu:
Adapun penyebab dari obstruksi usus dibagi menjadi dua bagian menurut jenis obstruksi usus, yaitu:
1.
Mekanis :
Terjadi obstruksi intramunal atau obstruksi munal dari tekanan pada usus, contohnya
adalah intrasusepsi, tumor dan neoplasma, stenosis, striktur, perlekatan,
hernia dan abses.
2.
Fungsional
: Muskulator usus tidak mampu mendorong isi sepanjang usus (Brunner and
Suddarth).
D.
Patofisiologi
Peristiwa patofisiologi yang terjadi
setelah obstruksi usus adalah sama, tanpa memandang apakah obstruksi usus
tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik atau fungsional. Perbedaan utamanya
adalah obstruksi paralitik, paralitik dihambat dari permulaan, sedangkan pada
obstruksi mekanis peristaltik mula-mula diperkuat kemudian intermiten akhirnya
hilang. Limen usus yang tersumbat profesif akan terenggang oleh cairan dan gas.
Akumulasi gas dan cairan didalam lumen usus sebelah proksimal dari letak
obstruksi mengakibatkan distensi dan kehilangan H2O dan elektrolit dengan
peningkatan distensi maka tekanan intralumen meningkat, menyebabkan penurunan
tekanan vena dan kapiler arteri sehingga terjadi iskemia dinding usus dan
kehilangan cairan menuju ruang peritonium akibatnya terjadi pelepasan bakteri
dan toksin dari usus, bakteri yang berlangsung cepat menimbulkan peritonitis
septik ketika terjadi kehilangan cairan yang akut maka kemungkinan terjadi syok
hipovolemik. Keterlambatan dalam melakukan pembedahan atau jika terjadi
stranggulasi akan menyebabkan kematian. (Pice and Wilson, hal 404)
E.
Manifestasi
Klinik
1.
Nyeri
tekan pada abdomen.
2.
Muntah.
3.
Konstipasi
(sulit BAB).
4.
Distensi
abdomen.
5.
BAB darah
dan lendir tapi tidak ada feces dan flatus (Kapita Selekta, 2000, hal 318).
Adapun pemeriksaan diagnostik yang bisa
dilakukan antara lain:
1.
Pemeriksaan
sinar x: Untuk menunjukan kuantitas abnormal dari gas atau cairan dalam
usus.
2.
Pemeriksaan
laboratorium (misalnya pemeriksaan elektrolit dan jumlah darah lengkap)
akan menunjukan gambaran dehidrasi dan
kehilangan volume plasma dan kemungkinan
infeksi.
3.
Pemeriksaan
radiogram abdomen sangat penting untuk menegakkan diagnosa obstruksi usus.
Obstruksi mekanis usus halus ditandai oleh udara dalam usus halus, tetapi tidak
ada gas dalam usus. Bila foto fokus tidak memberi kesimpulan, dilakukan
radiogram barium untuk mengetahui tempat obstruksi (Brunner and Suddarth, 2001,
hal 1121).
G. Penatalaksanaan Bedah dan Medis
Dasar pengobatan obstruksi usus
adalah koreksi keseimbangan cairan dan elektrolit, menghilangkan peregangan dan
muntah dengan intubasi dan kompresi, memperbaiki peritonitis dan syok bila ada,
serta menghilangkan obstruksi untuk memperbaiki kelangsungan dan fungsi usus
kembali normal.
1.
Obstruksi
Usus Halus
Dekompresi pada usus melalui selang
usus halus atau nasogastrik bermamfaat dalam mayoritas kasus obstruksi usus
halus.Apabila usus tersumbat secara lengkap, maka strangulasi yang terjadi
memerlukan tindakan pembedahan, sebelum pembedahan, terapi intra vena
diperlukan untuk mengganti kehilangan cairan dan elektrolit (natrium, klorida
dan kalium).
Tindakan pembedahan terhadap
obstruksi usus halus tergantung penyebab obstruksi. Penyebab paling umum dari
obstruksi seperti hernia dan perlengketan. Tindakan pembedahannya adalah
herniotomi.
2.
Obstruksi
Usus Besar
Apabila obstruksi relatif tinggi
dalam kolon, kolonoskopi dapat dilakukan untuk membuka lilitan dan dekompresi
usus. Sekostomi, pembukaan secara bedah yang dibuat pasa sekum, dapat dilakukan
pada pasien yang berisiko buruk terhadap pembedahan dan sangat memerlukan
pengangkatan obstruksi. Tindakan lain yang biasa dilakukan adalah reseksi bedah
utntuk mengangkat lesi penyebab obstruksi. Kolostomi sementara dan permanen
mungkin diperlukan.
H. Komplikasi
1.
Peritonitis
karena absorbsi toksin dalam rongga peritonium sehinnga terjadi peradangan atau
infeksi yang hebat pada intra abdomen.
2.
Perforasi
dikarenakan obstruksi yang sudah terjadi selalu lama pada organ intra abdomen.
3.
Sepsis,
infeksi akibat dari peritonitis, yang tidak tertangani dengan baik dan cepat.
4.
Syok
hipovolemik terjadi akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma.
(Brunner and Suddarth, 2001, hal 1122).
(Brunner and Suddarth, 2001, hal 1122).
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari
proses keperawatan dan merupakan upaya untuk pengumpulan data secara lengkap
dan sistematis mulai dari pengumpulan data, identitas dan evaluasi status
kesehatan klien. (Nursalam, 2001).
1.
Biodata klien
yang penting meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, suku dan gaya
hidup.
2.
Riwayat
kesehatan
a.
Keluhan
utama .
Keluhan utama
adalah keluhan yang dirasakan klien pada saat dikaji. Pada umumnya akan
ditemukan klien
merasakan nyeri pada abdomennya biasanya terus menerus, demam, nyeri
tekan lepas,
abdomen tegang dan kaku.
b.
Riwayat
kesehatan sekarang
Mengungkapkan hal-hal yang menyebabkan klien mencari
pertolongan, dikaji dengan menggunakan pendekatan PQRST :
P : Apa yang menyebabkan timbulnya keluhan.
Q :Bagaiman keluhan dirasakan oleh klien, apakah hilang,
timbul atau terus- menerus (menetap).
R : Di daerah mana gejala dirasakan
S : Seberapa keparahan yang dirasakan klien dengan
memakai skala numeric 1 s/d 10.
T :Kapan keluhan timbul, sekaligus factor yang
memperberat dan memperingan keluhan.
c.
Riwayat
kesehatan masa lalu
Perlu dikaji
apakah klien pernah menderita penyakit yang sama, riwayat ketergantungan
terhadap
makanan/minuman, zat dan obat-obatan.
d.
Riwayat
kesehatan keluarga
Apakah ada anggota keluarga yang
mempunyai penyakit yang sama dengan klien.
3.
Pemeriksan
fisik
a.
Aktivitas/istirahat
Gejala : Kelelahan dan ngantuk.
Tanda : Kesulitan ambulasi
b.
Sirkulasi
Gejala : Takikardia, pucat, hipotensi ( tanda syok)
c.
Eliminasi
Gejala : Distensi abdomen, ketidakmampuan defekasi dan
Flatus
Tanda : Perubahan warna urine dan feces
d.
Makanan/cairan
Gejala : anoreksia,mual/muntah dan haus terus
menerus.
Tanda : muntah berwarna hitam dan fekal. Membran mukosa
pecah-pecah. Kulit
buruk.
e.
Nyeri/Kenyamanan
Gejala :
Nyeri abdomen terasa seperti gelombang dan bersifat kolik.
Tanda : Distensi abdomen dan nyeri tekan
f.
Pernapasan
Gejala :
Peningkatan frekuensi pernafasan,
Tanda
: Napas pendek dan dangkal
g.
Diagnostik
Test
1)
Pemeriksaan
sinar X: akan menunjukkan kuantitas abnormal dari gas dan cairan dalam
usus.
2)
Pemeriksaan
simtologi
3)
Hb dan
PCV: meningkat akibat dehidrasi
4)
Leukosit:
normal atau sedikit meningkat
5)
Ureum
dan eletrolit: ureum meningkat, Na+ dan Cl‑ rendah
6)
Rontgen
toraks: diafragma meninggi akibat distensi abdomen
7)
Rontgen
abdomen dalam posisi telentang: mencari penyebab (batu empedu, volvulus,
hernia)
8)
Sigmoidoskopi:
menunjukkan tempat obstruktif. (Doenges, Marilynn E, 2000)
B.
Diagnosa
Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu
pernyataan yang menjelaskan respon manusia (status kesehatan, resiko perubahan
pola hidup) dari individu atau kelompok dimana perawat secara akuntabilitas
dapat mengidentifikasi dan memberi intervensi pasti untuk menjaga status
kesehatan, menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah (Carpenito,
2000).
Diagnosa keperawatan merupakan
respon klien terhadap adanya masalah kesehatan. Oleh karena itu diagnosa
keperawatan berorientasi pada kebutuhan dasar manusia berdasarkan teori
kebutuhan dasar Abraham Maslow (Gaffar, 1996).
Adapun diagnosa keperawatan yang
sering muncul pada klien dengan ileus obstruksi adalah sebagai berikut :
(Doenges, M.E. 2001 dan Wong D.L)
1.
Nyeri b/d
distensi abdomen dan adanya selang Nasogastrik tube/ usus.
2.
Kekurangan
volume cairan b/d output berlebihan, mual dan muntah.
3.
Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrisi.
4.
Kurang
pengetahuan tentang kondisi/situasi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d
kurangnya pemanjanan/mengingat, kesalahan interpretasi informasi, tidak
mengenal sumber informasi, keterbatasan kognitif.
C. Rencana Intervensi
Perencanaan meliputi pengembangan
strategi desain untuk mencegah, mengurangi atau mengoreksi. Beberapa komponen
yang perlu diperhatikan untuk mengevaluasi tindakan keperawatan meliputi
menentukan prioritas, menentukan kriteria hasil, menentukan rencana tindakan
dan dokumentasi (Nursalam, 2001, hal 52) Adapun renana tindakan dari diagnosa
keperawatan yang muncul pada pasien dengan obstruksi usus antara
lain:
1.
Nyeri b/d
distensi abdomen dan adanya selang Nasogastrik tube/ usus.
Tujuan: Nyeri hilang/terkontrol,
menunjukkan rileks.
Kriteria hasil
:
a.
Nyeri
berkurang sampai hilang.
b.
Ekspresi
wajah rileks.
c.
TTV dalam
batas normal.
d.
Skala
nyeri 3-0.
]
Intervensi:
a.
Selidiki
keluhan nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0-10) dan faktor
pemberat/penghilang.
Rasional: Nyeri distensi abdomen, dan mual.
Membiarkan pasien rentang ketidaknyamanannya sendiri membantu mengidentifikasi
intervensi yang tepat dan mengevaluasi keefektifan analgesia.
b.
Pantau
tanda-tanda vital.
Rasional: Respon autonomik meliputi perubahan
pada TD, nadi dan pernafasan, yang berhubungan dengan keluhan/penghilangan
energi. Abnormalitas tanda vitalterus menerus memerlukan evaluasi lanjut.
c.
Memberikan
tindakan kenyamanan. Mis: gosokan punggung, pembebatan insisi selama perubahan
posisi dan latihan batuk/bernafas; lingkungan tenang. Anjurkan penggunaan
bimbingan imajinasi, tehnik relaksasi. Berikan aktivitas hiburan.
Rasional: Memberikan dukungan (fisik,
emosional), menurunkan tegangan otot, meningkatkan relaksasi, mengfokuskan
ulang perhatian, meningkatkan rasa kontrol dan kemampuan koping.
d.
Palpasi
kandung kemih terhadap distensi bila berkemih ditunda. Tingkatkan privasi dan
gunakan tindakan keperawatan untuk meningkatkan relaksasi bila bila pasien
berupaya untuk berkemih. Tempatkan pada posisi semi-fowler atau berdiri sesuai
kebutuhan.
Rasional: Faktor psikologis dan nyeri dapat
meningkatkan tegangan otot. Posisi tegak meningkatkan tekanan intra-abdomen,
yang dapat membantu dalam berkemih.
Kolaborasi
e.
Berikan
analgesik, narkotik, sesuai indikasi.
Rasional: Mengontrol/mengurangi nyeri untuk
meningkatkan istirahat dan meningkatkan kerjasama dengan aturan terapeutik.
f.
Kateterisasi
sesuai kebutuhan.
Rasional: Kateterisasi tunggal/multifel dapat
digunakan untuk mengosongkan kandung kemih sampai fungsinya kembali.
2.
Kekurangan
volume cairan b/d output berlebihan, mual dan muntah.
Tujuan: Volume cairan seimbang.
Kriteria hasil
:
a.
Klien
mendapat cairan yang cukup untuk mengganti cairan yang hilang.
b.
Klien
menunjukkan tanda-tanda hidrasi yang
adekuat.
Intervensi:
a.
Pantau
tanda-tanda vital dengan sering, perhatikan peningkatan nadi, perubahan TD,
takipnea, dan ketakutan. Periksa balutan dan luka dengan sering selama 24 jam
pertama terhadap tanda-tanda darah merah terang atau bengkak insisi berlebihan.
Rasional: Tanda-tanda awal hemoragi usus atau
pembentukan hematoma, yang dapat menyebabkan syok hipovolemik.
b.
Palpasi
nadi perifer, evaluasi pengisian kapiler, turgor kulit dan status membran
mukosa.
Rasional: Memberi informasi tentang volume
sirkulasi umum dan tingkat hidrasi.
c. Perhatikan adanya edema.
Rasional:
Edema dapat terjadi kerena perpindahan cairan berkenaan dengan penurunan kadar
albumin serum/protein.
d. Pantau masukan dan haluaran,
perhatikan haluaran urine, berat jenis,. Kalkulasi keeimbangan 24 jam, dan
timbang berat badan setiap hari.
Rasional: Indikator langsung dari
hidrasi/perfusi organ dan fungsi. Memberikan pedoman untuk penggantian cairan.
e. Perhatikan adanya/ukur distensi
abdomen.
Rasional: Perpindahan cairan dari ruang vaskuler menurunkan volume
sirkulasi dan merusak
perfusi ginjal.
f. Observasi/catat kuantitas, jumlah
dan karakter drainase NGT. tes pH sesuai indikasi. Anjurkan dan bantu dengan
perubahan posisi sering.
Rasional: Haluaran cairan berlebihan dapat
menyebabkan ketidakseimbangan eletrolit dan alkalosis metabolik dengan
kehilangan lanjut kalium oleh ginjal yang berupaya untuk mengkompensasi.
Hiperasiditas, ditunjukkan oleh pH kurang dari 5, menunjukkan pasien beresiko
ulkus stres. Pengubahan posisi mencegah pembentukan magenstrase di lambung,
yang dapat menyalurkan cairan gastrik dan udara melalui selang NGT
kedalam duodenum.
Kolaborasi:
g. Pertahankan potensi penghisap
NGT/usus.
Rasional: Meningkatkan dekompresi usus untuk
menurunkan distensi/tekanan di garis jahitan dan menurunkan mual/muntah, yang
dapat menyertai anastesia,manipulasi usus atau kondisi yang sebelumnya ada,
mis: kanker.
3. Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrisi.
Tujuan: Berat badan stabil dan nutrisi
teratasi.
Kriteria hasil
:
a.
Tidak ada
tanda-tanda mal nutrisi.
b.
Berat
badan stabil.
c.
Pasien
tidak mengalami mual muntah.
Intervensi:
a. Tinjau
faktor-faktor individual yang mempengaruhi kemampuan untuk mencerna makanan, mis: status puasa, mual, ileus
paralitik setelah selang dilepas.
Rasional: Mempengaruhi pilihan intervensi.
b. Auskultasi
bising usus; palpasi abdomen; catat pasase flatus.
Rasional:
Menentukan
kembalinya peristaltik (biasanya dalam 2-4 hari).
c. Identifikasi
kesukaan/ketidaksukaan diet dari pasien. Anjurkan pilihan makanan tinggi
protein dan vitamin C.
Rasional: Meningkatkan
kerjasama pasien dengan aturan diet. Protein/vitamin C adalah kontributor utuma
untuk pemeliharaan jaringan dan perbaikan. Malnutrisi adalah fator dalam
menurunkan pertahanan terhadap infeksi.
d.
Observasi
terhadap terjadinya diare; makanan bau busuk dan berminyak.
Rasional: Sindrom malabsorbsi dapat terjadi setelah pembedahan usus
halus, memerlukan evaluasi lanjut dan perubahan diet, mis: diet rendah serat.
Kolaborasi
e.
Berikan
obat-obatan sesuai indikasi: Antimetik, mis: proklorperazin (Compazine).
Antasida dan inhibitor histamin, mis: simetidin (tagamet).
Rasional:
Mencegah muntah. Menetralkan atau menurunkan pembentukan asam untuk
mencegah erosi mukosa dan kemungkinan ulserasi.
4. Kurang pengetahuan tentang
kondisi/situasi, prognosi dan kebutuhan pengobatan b/d kurangnya
pemanjanan/mengingat, kesalahan interpretasi informasi, tidak mengenal sumber
informasi, keterbatasan kognitif.
Tujuan: Menyatakan paham terhadap proses penyakitnya.
Kriteria hasil
:
a.
Klien dan
keluarga mengetahui penyakit yang
diderita
b.
Klien dan
keluarga berpartisipasi dalam proses belajar
c.
Klien dan
keluarga berpartisipasi dalam proses pengobatan
Intervensi:
d.
Diskusikan
pentingnya masukan cairan adekuat dan kebutuhan diet.
Rasional: Meningkatkan penyembuhan dan
normalisasi fungsi usus.
e.
Tinjau
ulang perawatan selang gastrostomi bila pasien dipulangkan dengan alat ini.
Rasional: Meningkatkan kemandirian dan
meningkatkan kemampuan perawatan diri.
f.
Tinjau
perawatan kulit disekitar selang.
Rasional: Membantu mencegah kerusakan kulit
dan menurunkan resiko infeksi.
g.
Identifikasi
tanda dan gejala yang memerlukan evaluasi medis, mis demam menetap, bengkak,
eritema, atau terbukanya tepi luka, perubahan karakteristik drainase.
Rasional: Pengenalan dini dari komplikasi dan
intervensi segera dapat mencegah progresi situasi serius dan mengancam hidup.
h.
Tinjau
ulang keterbatasan/pembatasan aktivitas, mis: tidak mengangkat benda berat
selama 6-8 minggu dan menghindari latihan dan olahraga keras.
Rasional: Menurunkan resiko pembentukan
hernia.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Obstruksi intestinal merupakan kegawatan dalam bedah
abdominalis yang sering dijumpai, merupakan 60--70% dari seluruh kasus akut
abdomen yang bukan appendicitis akuta. Penyebab yang paling sering dari
obstruksi ileus adalah adhesi/ streng, sedangkan diketahui bahwa operasi
abdominalis dan operasi obstetri-ginekologik makin sering dilaksanakan yang
terutama didukung oleh kemajuan di bidang diagnostik kelainan abdominalis.
B. Saran
1. Selama operasi baik pada tahap preoperasi, intraoperasi, maupun
postoperasi harus tetap memegang prinsip steril agar tidak terjadi komplikasi
akibat tindakan pembedahan.
2. Selalu memonitor kebutuhan cairan selama tindakan operasi, dengan
menghitung balance cairan sehingga dengan kebutuhan cairan yang adekuat dapat
mencegah syok hipovolemik karena pada tindakan bedah banyak cairan aktif yang
hilang.
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes,
Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan pasien. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran, EGC.
Muttaqin,
Arif. 2009. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan System Kardiovaskular
dan Hematologi. Jakarta : Salemba Medika.
Brunner
& Suddarth. 2002. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta : EGC.
Setiawan,
Wawan. 2010. Intervensi dan Rasional Ileus Obstruktif.
Vanilow,
Barry. 2010. Askep Ileus Obstruksi . (http://barryvanilow.blogspot.com/. Diakses tanggal 11 MEI 2016).
No comments:
Post a Comment