BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kozier Barabara ( 1983) dalam bukunya yang berjudul
Fundamentals of Nursing Concepts and Procedures mengatakan bahwa kosep
keperawatan adalah tindakan perawatan yang merupakan konfiguasi dari ilmu
kesehatan dan seni merawat yang meliputi pengetahuan ilmu humanistik, philosopi
perawatan, paktik klinis keperawatan, komunikasi dan ilmu sosial. Konsep ini
ingin memberikan penegasan bahwa sifat seorang manusia yang menjadi target
pelayanan dalam perawatan adalah bersifat bio-psycho-sosi
al-spiritual. Oleh karenanya tindakan perawatan harus didasarkan pada
tindakan yang komprehensif sekaligus holistik.
Budaya merupakan salah satu dari perwujudan atau bentuk
interaksi yang nyata sebagai manusia yang bersifat sosial. Budaya yang berupa
norma , adat istiadat menjadi acuan perilaku manusia dalam kehidupan dengan
yang lain. Pola kehidupan yang berlangsung lama dalam suatu tempat , selalu
diulangi, membuat manusia terikat dalam proses yang dijalaninya.
Keberlangsungan terus menerus dan lama merupakan proses internalisasi dari
suatu nilai-nilai, yang mempengaruhi pembentukan karakter, pola
pikir, pola perilaku yang kesemuanya itu akan mempunyai pengaruh pada
pendekatan intervensi keperawatan ( cultural nursing approach ).
Seorang perawat kesehatan adalah petugas kesehatan yang
mempunyai peran dominan dalam membantu pasien sembuh dari penyakit yang
dideritanya. Seorang perawat sebagai ujung tombak pelayanan di rumah sakit,
sebagai aktor yang langsung berhadapan dengan pasien dalam waktu yang lama.
Kondisi yang seperti itu menuntut totalitas seorang perawat dalam menjalankan
fungsinya. Profesionalitas menjadi tuntutan yang harus selalu ditingkatkan.
Profesionalitas akan terus tumbuh dan berkembang bila seorang perawat
mempunyai kemauan untuk mengembangkan berbagai pengetahuan yang berhubungan
dengan profesi keperawatan. Profesi keperawatan bersifat multikausal dan
multidisiplin. Seorang perawat kesehatan harus mampu membuat konfigurasi
berbagai disiplin ilmu yang dibutuhkan dengan fakta real yang pada setiap
pasien yang mempunya kasus, latar belakang berbeda-beda ( multikausal ).
Model pendekatan yang harus selalu diingat oleh seorang perawat kesehatan pada
saat melalukan intervensi adalah model pemenuhan harapan pasien.
Pemenuhan harapan pasien akan dapat dipenuhi bila seorang selalu mengacu pada
kebutuhan yang tehirarkisnya telah dibuat oleh Maslow. Pendekatan untuk
memenuhi kebutuhan pasien tidak dapat dilepaskan dengan field of
experience ( pengalaman masa lampau hidupnya ) yang sangat dipengaruhi
oleh internalisasi nilai-nilai budaya yang sudah menyatu dalam diri pasien.
Nilai-nilai budaya berifat kompleks, karena setiap manusia yang menjadi pasien
mempunyai latar belakang, lingkungan hidup, pengalaman hidup, tidak sama.
Perkembangan IPTEK mempunyai dampak dalam dinamika nilai-nilai budaya, yang
mempenga ruhi paradigma seseorang terhadap persepsi sesuatu yang
dihadapinya. Realitas yang seperti itu menuntut seorang perawat yang selalu
berhadapan dengan pasien harus banyak memahami model pemenuhan harapan
pasien bukan hanya dari sisi metode pelayanan klinis teknis keperawatan
namun pendekatan nilai-nilai budaya yang beraneka ragam yang men jadi milik
pasien harus dimengerti dan difahami , agar harapan pasien sebagai manusia
dapat dipenuhi secara komprehensif dan holistik.
Pelayanan perawatan akan masuk dalam katagori berkwalitas bila tindakan layanan
yang dilakukan oleh seorang tanaga perawatan dilandasi pada standard
keperawatan yang mampu memenuhi harapan pasien
Pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran dan atau
kesehatan dalam kegiatan, program kesehatan harus mengutamakan peningkatan
kesehatan dan pencegahan penyakit. Kegiatan proyek dan program kesehatan diselenggarakan
agar memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi peningkatan derajat
kesehatan masyarakat. Kegiatan, proyek dan program kesehatan
diselenggarakan dengan penuh tanggung jawab, sesuai dengan standar profesi dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku serta mempertimbangkan dengan
sungguh-sungguh kebutuhan dan kondisi spesifik daerah.
Prospek perawat profesional di masa depan sangat ditentukan
oleh banyak faktor, mulai faktor keadaan kestabilan sosial-ekonomi-politik di
Indonesia dan faktor internal pada diri perawat sendiri.
Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan,
jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial
dan ekonomis. Pemeliharaan kesehatan adalah upaya penaggulangan dan pencegahan
gangguan kesehatan yang memerlukan pemeriksaan, pengobatan dan/atau perawatan
termasuk kehamilan dan persalinan. Pendidikan kesehatan adalah proses membantu
sesorang, dengan bertindak secara sendiri-sendiri ataupun secara kolektif,
untuk membuat keputusan berdasarkan pengetahuan mengenai hal-hal yang
mempengaruhi kesehatan pribadinya dan orang lain. Definisi yang bahkan lebih
sederhana diajukan oleh Larry Green dan para koleganya yang menulis bahwa
pendidikan kesehatan adalah kombinasi pengalaman belajar yang dirancang untuk
mempermudah adaptasi sukarela terhadap perilaku yang kondusif bagi kesehatan.
Data terakhir menunjukkan bahwa saat ini lebih dari 80 persen rakyat Indonesia
tidak mampu mendapat jaminan kesehatan dari lembaga atau perusahaan di bidang
pemeliharaan kesehatan, seperti Akses, Taspen, dan Jamsostek. Golongan masyarakat
yang dianggap 'teranaktirikan' dalam hal jaminan kesehatan adalah mereka dari
golongan masyarakat kecil dan pedagang. Dalam pelayanan kesehatan, masalah ini
menjadi lebih pelik, berhubung dalam manajemen pelayanan kesehatan tidak saja
terkait beberapa kelompok manusia, tetapi juga sifat yang khusus dari pelayanan
kesehatan itu sendiri.
Menjadi seorang tenaga kesehatan (perawat) bukanlah hal yang mudah. Seorang
perawat harus siap fisik maupun mental, karena tugas seorang perawat sangatlah
berat. Di Indonesia ini jumlah perawat memang tidak sedikit, tetapi untuk di
pelosok daerah masih banyak masyarakat yang belum paham akan arti dari profesi
tenaga medis. perawat yang siap mengabdi di kawasan pedesaan, artinya ia juga
harus siap dengan konsekuensi yang akan terjadi. Tak mudah mengubah pola pikir
ataupun kebiasaan masyarakat. Apalagi, masalah proses pertolongan atau
penyembuhan. Kehadiran tenaga medis dengan spesialisasi melayani
masyarakat di beberapa daerah terpencil merupakan hal yang baru dan
tidak mudah ubtuk beradtasi dengan budaya dan kebiasaan masyarakat.
Setiap
individu, keluarga dan masyarakat mempunyai kesempatan yang sama untuk
memperoleh pelayanan kesehatan yang dibutuhkan sehingga dapat mencapai derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya. Kesempatan untuk memperoleh pelayanan
kesehatan yang berkualitas, terjangkau dan tepat waktu tidak boleh memandang
perbedaan ras, golongan, agama dan status sosial ekonomi seorang individu,
keluarga atau sekelompok masyarakat.
Pembangunan
kesehatan yang cenderung urban-based harus terus diimbangi dengan
upaya-upaya pelayanan kesehatan yang bersifat rujukan, bersifat luar gedung
maupun yang bersifat satelit pelayanan. Dengan demikian, pembangunan
kesehatan dapat menjangkau kantong-kantong penduduk risiko tinggi yang
merupakan penyumbang terbesar kejadian sakit dan kematian.
Kelompok-kelompok penduduk inilah yang sesungguhnya lebih membutuhkan
pertolongan karena selain lebih rentan terhadap penyakit, kemampuan membayar
mereka jauh lebih sedikit.
B. Tujuan
a. Mengetahui tentang gambaran prospek
social budaya terhadap pelayanan kesehatan khusunya keperawatan
b. Mengetahui pengaruh social budaya
terhadap penerapan pelayanan kesehatan khususnya keperawatan
c. Mengetahui damapak- dampak dari social
budaya dalam penerapan pelayanan kesehatan
d. Sebagai bahan ajar dan penambahan
pengetahuan tentang gambaran prospek social budaya dalam pelayanan kesehatan.
BAB II
PEMABAHASAN
A. Pengertian Transcultural
Nursing
Transcultural
Nursing adalah suatu keilmuwan budaya pada proses belajar dan
praktek keperawatan yang fokus memandang perbedaan dan kesamaan diantara budaya
dengan menghargai asuhan, sehat dan sakit didasarkan pada nilai budaya manusia,
kepercayaan dan tindakan, dan ilmu ini digunakan untuk memberikan asuhan
keperawatan khususnya budaya atau keutuhan budaya kepada manusia (Leininger,
2002).
B. Konsep
Transcultural Nursing
Keperawatan transkultural adalah
ilmu dan kiat yang humanis yang difokuskan pada prilaku individu atau kelompok,
serta proses untuk mempertahankan atau meningkatkan perilaku sehat dan perilaku
sakit secara fisik dan psikokultural sesuai latar belakang budaya. (Leininger,
2002).
C. Konsep Utama
Transcultural Nursing:
Care : perawat
memberikan bimbingan dukungan kepada klien untuk meningkatkan kondisi klien
Caring : tindakan
mendukung, berbentuk aksi atau tindakan
Culture : perawat
mempelajari, saling share/berbagi pemahaman tentang kepercayaan dan
budaya klien
Cultural care : kemampuan
kognitif untuk mengetahui nilai, norma/ kepercayaan
Nilai kultur : keputusan/kelayakan
untuk bertindak
Perbedaan kultur : berupa variasi-variasi pola nilai
yang ada di masyarakat mengenai
keperawatan
Cultural care university : hal-hal umum
dalam sistem nilai, norma dan budaya
Etnosentris : keyakinan
ide, nilai, norma, kepercayaan lebih tinggi dari yang lain
Cultural Imposion : kecenderungan
tenaga kesehatan memaksakan kepercayaan kepada klien
D. Paradigma Transcultural
Nursing
Leininger (2002) mengartikan
paradigma keperawatan transcultural sebagai cara pandang, keyakinan,
nilai-nilai, konsep-konsep dalam terlaksananya asuhan keperawatan yang sesuai
dengan latar belakang budaya terhadap empat konsep sentral keperawatan yaitu:
manusia, sehat, lingkungan dan keperawatan (Andrew and Boyle, 1995).
1.
Manusia /klien
2.
Menurut Leininger (2002), manusia
memiliki kecenderungan untuk mempertahankan budayanya pada setiap saat
dimanapun dia berada.
3.
Kesehatan
Kesehatan adalah
keseluruhan aktifitas yang dimiliki klien dalam mengisi
kehidupannya, terletak pada rentang sehat sakit (Leininger, 2002)
4.
Lingkungan
Lingkungan
didefinisikan sebagai keseluruhan fenomena yang mempengaruhi perkembangan,
kepercayaan dan perilaku klien. Lingkungan dipandang sebagai suatu totalitas
kehidupan dimana klien dengan budayanya saling berinteraksi. Terdapat tiga
bentuk lingkungan yaitu fisik, sosial dan simbolik (Andrew & Boyle, 1995).
5.
Keperawatan
Keperawatan dipandang sebagai suatu ilmu dan kiat yang diberikan kepada klien
dengan berfokus pada prilaku, fungsi dan proses untuk meningkatkan dan
mempertahankan kesehatan atau pemulihan dari sakit (Andrew & Boyle,
1995). Asuhan keperawatan ditujukan memandirikan klien sesuai dengan budaya
klien.
E. Peran Perawat Pada Asuhan
Keperawatan Transkultural Nursing
Pada saat seorang
perawat melakukan anemnese terjadi interaksi antara perawat dengan pasien atau
klien saat itu terjadi transcutural nursing process.Proses
adaptasi live value yang dimiliki oleh seorang perawat dengan
pasien atau klien terjadi. Nilai-nilai kehi-dupan antara mereka bisa berbeda,
mungkin juga tidak jauh berbeda, walaupun demikian perbedaan tetap ada, karena frame
of reference dan field of experience setiap individu akan berbeda.
Pertemuan nilai-nilai budaya yang berbeda yang menjadi landasan prinsip
dan nilai kehidupan seseorang akan bisa terjadi titik temu. Pertemuan kedua
nilai-nilai budaya yang ber beda melalui proses yang disebut dengan transculural.
Dalam pengkajian terjadi bentuk interaksi yang sifatnya cooperative. Seorang
perawat untuk melakukan anamnese harus mampu menciptakan kenyamanan,
kepercayaan. Kenyamanan, kepercayaan merupakan point penting dalam menyamakan
suatu persepsi terhadap sesuatu yang dilakukan oleh seorang perawat
terhadap pasien atau kliennya. Kesamaan persepsi diperlukan karena pada setiap
interview, pemeriksaan fisik yang dilakukan oleh seorang perawat terhadap
pasien atau klien diperlukan kolaborasi. Kolaborasi akan berjalan lancar bila
perjalanan , lintas nilai-nilai budaya pasien dan perawat terjadi proses
asimilasi, yang akan membuahkan nilai-nilai baru yang menjadi milik pasien atau klien dan perawat. Pasien atau klien akan
bersedia berkolaborasi bila setiap tindakan yang dilakukan oleh perawat
dimengerti, difahami berdasarkan pada tolok ukur nilai-nilai pasien atau klien
yang mendasari persepsi setiap tindakan pada dirinya.Adekuat perspepsi
antara perawat dan pasien atau klien dalam setiap tindakan dalam
proses perawatan merupakan salah satu pendorong terjadinya percepatan therapy
Seorang perawat kesehatan seyogyanya mempunyai kemampuan untuk mengerti dan
memahami bahwa setiap tindakan pelayanan perawatan kepada pasien ada proses lin
tas budaya yang mempengaruhi. Pelayanan perawatan seorang perawat dilakukan
terhadap pasien atau klien yang tidak membedakan ras, agama, pendidikan,
bangsa, jenis kelamin, golonga, suku. Pelayanan perawatan kesehatan adalah
publik, siapapun yang membutuhkan mempunyai hak untuk mendapatkan
pelayanan atau tindakan keperawatan. Seorang yang sudah menentukan pilihan
profesinya sebagai seorang perawat kesehatan atau paramedis, dalam sumpah
profesi seorang perawat atau paramedis sudah mengucapkan sumpah bahwa dalam
melakukan pelayanan tidak akan diskriminatif
F. Lintas Budaya dalam Perawatan dan
Pendidikan Tenaga Perawatan
Selama tiga dekade terakhir, tenaga keperawatan harus mengembangkan,
meningkatkan pengetahuan / ilmunya, karena tuntutan klien dari hari kehari semakin
kompleks, profesionalitas tenaga perawatan terus menerus harus ditingkatkan
kwalitas-nya bila profesi keperawatan mengharapkan tidak ditinggal atau
diabaikan oleh masyara-kat dan atau oleh profesi kesehatan lain.
Era global tidak pernah akan dapat dihindari oleh siapapun termasuk profesi
kepe rawatan. Pertukaran informasi begitu cepat, sarana transportasi, kemajuan iptek terus melaju, ini
semua akan sangat mempercepat transcultural process dalam setiap
profesi, termasuk profesi perawat.
Pendidikan tenaga perawatan mau tidak mau, senang maupun tidak senang harus
membekali peserta didiknya tentang asuhan keperawatan yang adekuat dengan
nilai-nilai kultur yang menjadi milik klien / pasien, selain management
keperawatan yang harus men jadi acuan dalam setiap intervensi. Pada dewasa ini
( era global ), nilai-nilai kultural menjadi suatu yang urgent.dalam
setiap tindakan perawatan.
Tantangan yang signifikan bagi profesi keperawatan pada abad duapuluh satu,
berdasarkan hasil riset yang dilakukan oleh Ryan dan kawan-kawan di
Amerika Serikat tentang transcultural nursing menghasilkan rekomendasi :
1.
Tenaga perawatan harus mengerti, memahami transcultural
nursing
2. Transcultural nursing sebagai kesatuan integral dalam
setiap intervensi, setiap tenaga paramedis diharapkan mempunyai kompetensi.
3. Setiap lembaga pendidikan tenaga
paramedis hendaknya memberikan kompe tensi transcultural nursing kepada
mahasiswa/i,
4. Pengetahuan dan Penelitian tentang transcultural
nursing terus menerus dilakukan dalam praktik atau pelayanan.
5.
Di lahan praktik atau pelayanan perlu adanya pendamping yang
mengerti dan mengerti transcultural nursing
Leininger dan
McFarland, mengatakan bahwa pada tahun 2015, semua tenaga parmedis ( perawat ) sudah siap secara adekuat
pada setiap tindakan keperawatan antara pengetahuan atau konsep keperawatan
dengan nilai-nilai lintas budaya pada setiap pasien atauklien yang dilayaninya, karena
tantangan lintas nilai-nilai budaya pada milenium ketiga akan sangat
berpengaruhi terhadap keberhasilan, kwalitas pelayanan atau intervensi kepada pasien atau klien.
Prospek pengembangan pelayanan kesehatan yang berdasarkan
pada perkembangan social buadaya khusunya keperawat sangat cerah pada
masa mendatang ditinjau dari kekayaan budaya di indonesia. Namun dapat
menimbulkan masalah dalam penerapan pelayanan kesehatan ketika budaya tidak
sesuai dengan penerapan asuahan keperawatn. Antara faktor penyokongnya tersedianya
sumber kekayaan alam Indonesia dengan keanekaragaman hayati terbesar kedua di
dunia, sejarah pengobatan tradisional yang telah dikenal lama oleh nenek moyang
dan diamalkan secara turun temurun sehingga menjadi warisan budaya bangsa, isu
global “back to nature” sehingga meningkatkan pasar produk herbal termasuk
Indonesia, krisis moneter menyebabkan pengobatan tradisional menjadi pilihan
utama bagi sebagian besar masyarakat dan kebijakan pemerintah.
Social budaya erat kaitannya dengan pendekatan ilmu
antropoligi yaitu Kata Antropologi berasal dari bahasa Yunani, anthropos dan
logos. Anthropos berarti manusia dan logos berarti pikiran atau ilmu. Secara
sederhana, Antropologi dapat dikatakan sebagai ilmu yang mempelajari manusia.
Tentunya kita akan semakin bertanya-tanya, begitu banyak ilmu yang mempelajari
manusia.
Menurut William A. Haviland, seorang antropologi Amerika,
Antropologi adalah ilrnu pengetahuan yang mempelajari keanekaragaman manusia
dan kebudayaannya. Dengan mempelajari kedua hal tersebut, Antropologi adalah
studi yang berusaha menjelaskan tentang berbagai macam bentuk perbedaan dan
persamaan dalam aneka ragam kebudayaan manusia.
berusaha mencapai sebuah pemahaman tentang manusia
secara fisik, manusia dalam masyarakatnya, dan manusia dengan kebudayaannya.
Secara praktis, Antropologi berusaha membangun suatu pandangan bahwa perbedaan
manusia dan kebudayaannya merupakan suatu hal yang harus dapat diterima, bukan
sebagai sumber konflik tetapi sebagai sumber pemahaman baru, agar secara
terus-menerus manusia dapat merefleksikan dirinya. Secara praktis, kajian ilmu
Antropologi dapat digunakan untuk membangun masyarakat dan kebudayaannya tanpa
harus membuat masyarakat dan kebudayaan itu, kehilangan identitas atau
tersingkir dari peradaban.
Dengan demikian jelas bahwa prospek social budaya dalam
pelayanan kesehatan khususnya keperawatan adalah untuk menerapkan pendekatan
antropologi yang berorintasi pada keaneka ragaman budaya baik antar budaya
maupaun lintas budaya terhadap asuhan keperawatan yang tidak membedakan
perbedaan budaya dan melaksanakan sesuai dengan hati nurari dan sesuai dengan
standar penerapan tanpa membedakan suku, ras, budaya, dan lain-lian
Tuntutan kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan pada
abad ke-21, termasuk tuntutan terhadap asuhan keperawatan yang berkualitas akan
semakin besar. Dengan adanya globalisasi, dimana perpindahan penduduk antar
negara (imigrasi) dimungkinkan, menyebabkan adaya pergeseran terhadap tuntutan
asuhan keperawatan.
Keperawatan sebagai profesi memiliki landasan body of
knowledge yang kuat, yang dapat dikembangkan serta dapat diaplikasikan dalam
praktek keperawatan. Perkembangan teori keperawatan terbagi menjadi 4 level
perkembangan yaitu metha theory, grand theory, midle range theory dan practice
theory.Salah satu teori yang diungkapkan pada midle range theory adalah
Transcultural Nursing Theory. Teori ini berasal dari disiplin ilmu antropologi dan dikembangkan dalam kontek keperawatan
Teori ini menjabarkan konsep. keperawatan
yang didasari oleh pemahaman tentang adanya perbedaan nilai-nilai kultural yang
melekat dalam masyarakat. Leininger beranggapan bahwa sangatlah penting
memperhatikan keanekaragaman budaya dan nilai-nilai dalam penerapan asuhan
keperawatan kepada klien. Bila hal tersebut diabaikan oleh perawat, akan
mengakibatkan terjadinya cultural shock.
Cultural shock akan dialami oleh klien pada suatu kondisi
dimana perawat tidak mampu beradaptasi dengan perbedaan nilai budaya dan
kepercayaan. Hal ini dapat menyebabkan munculnya rasa ketidaknyamanan,
ketidakberdayaan danbeberapa mengalami disorientasi. Salah satu contoh yang
sering ditemukan adalah ketika klien sedang mengalami nyeri. Pada beberapa
daerah atau negara diperbolehkan seseorang untuk mengungkapkan rasa nyerinya
dengan berteriak atau menangis. Tetapi karena perawat memiliki kebiasaan bila
merasa nyeri hanya dengan meringis pelan, bila berteriak atau menangis akan
dianggap tidak sopan, maka ketika ia mendapati klien tersebut menangis atau
berteriak, maka perawat akan memintanya untuk bersuara pelan-pelan, atau
memintanya berdoa atau malah memarahi pasien karena dianggap telah mengganggu
pasien lainnya. Kebutaan budaya yang dialami oleh perawat ini akan berakibat
pada penurunan kualitas pelayanan keperawatan yang diberikan.
G. Aplikasi Transcultural
Nursing dalam Asuhan Keperawatan
1. Keperawatan
Asuhan keperawatan adalah suatu proses
atau rangkaian kegiatan pada praktik keperawatan yang diberikan kepada klien
sesuai dengan latar belakang budayanya.
Asuhan keperawatan ditujukan memnadirikan individu sesuai dengan budaya klien.
Strategi yang digunakan dalam asuhan keperawatan adalah
perlindungan/mempertahankan budaya,mengakomodasi/negoasiasi budaya dan
mengubah/mengganti budaya klien (Leininger, 1991).yang prospeknya terdiri dari
a. Mempertahankan budaya
Mempertahankan
budaya dilakukan bila budaya pasien tidak bertentangan dengan kesehatan.
Perencanaan dan implementasi keperawatan diberikan sesuai dengan nilai-nilai
yang relevan yang telah dimiliki klien sehingga klien dapat meningkatkan atau
mempertahankan status kesehatannya, misalnya budaya berolahraga setiap pagi
b. Negosiasi budaya
Intervensi
dan implementasi keperawatan pada tahap ini dilakukan untuk membantu klien
beradaptasi terhadap budaya tertentu
yang lebih menguntungkan kesehatan. Perawat membantu klien agar
dapat memilih dan
menentukan budaya lain yang lebih mendukung peningkatan kesehatan, misalnya klien sedang hamil mempunyai pantang makan yang berbau amis, maka ikan dapat diganti dengan sumber protein hewani yang lain.
c. Restrukturisasi budaya
Restrukturisasi
budaya klien dilakukan bila budaya yang dimiliki merugikan status kesehatan.
Perawat berupaya merestrukturisasi gaya hidup klien yang biasanya merokok
menjadi tidak merokok. Pola rencana hidup yang dipilih biasanya yang lebih
menguntungkan dan sesuai dengan keyakinan yang dianut
2. Proses keperawatan
Model konseptual yang dikembangkan oleh Leininger dalam
menjelaskan asuhan keperawatan dalam konteks budaya digambarkan dalam bentuk
matahari terbit (Sunrise Model).
Geisser (1991).
menyatakan bahwa proses keperawatan ini digunakan oleh perawat sebagai landasan
berfikir dan memberikan solusi terhadap masalah klien (Andrew and Boyle, 1995).
Pengelolaan asuhan keperawatan dilaksanakan dari mulai tahap pengkajian,
diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
a. Pengkajian
Pengkajian
adalah proses mengumpulkan data untuk mengidentifikasi masalah kesehatan klien
sesuai dengan latar belakang budaya klien.
Pengkajian
dirancang berdasarkan 7 komponen yang ada pada
"Sunrise Model" yaitu:
1.
Faktor teknologi (tecnological factors)
Teknologi
kesehatan memungkinkan individu untuk memilih atau mendapat penawaran
menyelesaikan masalah dalam pelayanan kesehatan. Perawat perlu mengkaji :
persepsi sehat sakit, kebiasaan berobat atau mengatasi masalah kesehatan,
alasan mencari bantuan kesehatan, alasan klien memilih pengobatan alternatif
dan persepsi klien tentang penggunaan dan pemanfaatan teknologi untuk mengatasi
permasalahan kesehatan saat ini.
2.
Faktor agama dan falsafah hidup (religious and philosophical
factors)
Agama adalah suatu simbol yang
mengakibatkan pandangan yang amat realistis bagi para pemeluknya. Agama
memberikan motivasi yang sangat kuat untuk menempatkan kebenaran di atas segalanya,
bahkan di atas kehidupannya sendiri. Faktor agama yang harus dikaji oleh
perawat adalah : agama yang dianut, status pernikahan, cara pandang klien
terhadap penyebab penyakit,cara pengobatan dan kebiasaan agama yang berdampak positif terhadap kesehatan.
3.
Faktor sosial dan keterikatan keluarga (kinship and social
factors)
Perawat pada tahap ini harus
mengkaji faktor-faktor : nama lengkap, nama panggilan, umur dan tempat tanggal
lahir, jenis kelamin, status, tipe keluarga, pengambilan keputusan dalam
keluarga, dan hubungan klien dengan kepala keluarga.
4.
Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural value and life
ways)
Nilai-nilai budaya adalah sesuatu
yang dirumuskan dan ditetapkan oleh penganut budaya yang dianggap baik atau
buruk. Norma-norma budaya adalah suatu kaidah yang mempunyai sifat penerapan
terbatas pada penganut budaya terkait. Yang perlu dikaji pada faktor ini adalah
:
posisi dan jabatan yang dipegang oleh kepala keluarga, bahasa yang digunakan, kebiasaan makan, makanan yang dipantang dalam kondisi sakit, persepsi sakit berkaitan dengan aktivitas sehari-hari dan kebiasaan membersihkan diri.
posisi dan jabatan yang dipegang oleh kepala keluarga, bahasa yang digunakan, kebiasaan makan, makanan yang dipantang dalam kondisi sakit, persepsi sakit berkaitan dengan aktivitas sehari-hari dan kebiasaan membersihkan diri.
5.
Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and
legal factors)
Kebijakan dan peraturan rumah sakit
yang berlaku adalah segala sesuatu yang mempengaruhi kegiatan individu dalam
asuhan keperawatan lintas budaya (Andrew and Boyle, 1995). Yang perlu dikaji
pada tahap ini adalah : peraturan dan kebijakan yang berkaitan dengan jam
berkunjung, jumlah anggota keluarga yang boleh menunggu, cara pembayaran untuk
klien yang dirawat
6.
Faktor ekonomi (economical factors)
Klien yang dirawat di rumah sakit
memanfaatkan sumber-sumber material yang dimiliki untuk membiayai sakitnya agar
segera sembuh. Faktor ekonomi yang harus dikaji oleh perawat diantaranya : pekerjaan
klien, sumber biaya pengobatan, tabungan yang dimiliki oleh keluarga, biaya
dari sumber lain misalnya asuransi, penggantian biaya dari kantor atau patungan
antar anggota keluarga
7.
Faktor pendidikan (educational factors)
Latar belakang pendidikan klien
adalah pengalaman klien dalam menempuh jalur pendidikan formal tertinggi saat
ini. Semakin tinggi pendidikan klien maka keyakinan klien biasanya didukung
oleh buktibukti ilmiah yang rasional dan individu tersebut dapat belajar
beradaptasi terhadap budaya yang sesuai dengan kondisi kesehatannya. Hal yang
perlu dikaji pada tahap ini adalah : tingkat pendidikan klien, jenis pendidikan
serta kemampuannya untuk belajar secara aktif mandiri tentang pengalaman
sakitnya sehingga tidak terulang kembali.
b. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah respon klien sesuai latar
belakang
budayanya yang dapat dicegah, diubah atau dikurangi melalui intervensi
keperawatan. (Giger and Davidhizar, 1995). Terdapat tiga diagnosa
keperawatan yang sering ditegakkan dalam asuhan keperawatan transkultural
yaitu : gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perbedaan kultur,
gangguan interaksi sosial berhubungan disorientasi sosiokultural dan
ketidakpatuhan dalam pengobatan berhubungan dengan sistem nilai yang
diyakini.
budayanya yang dapat dicegah, diubah atau dikurangi melalui intervensi
keperawatan. (Giger and Davidhizar, 1995). Terdapat tiga diagnosa
keperawatan yang sering ditegakkan dalam asuhan keperawatan transkultural
yaitu : gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perbedaan kultur,
gangguan interaksi sosial berhubungan disorientasi sosiokultural dan
ketidakpatuhan dalam pengobatan berhubungan dengan sistem nilai yang
diyakini.
c. Perencanaan dan Pelaksanaan
Perencanaan
dan pelaksanaan dalam keperawatan trnaskultural adalah suatu proses keperawatan
yang tidak dapat dipisahkan. Perencanaan adalah suatu proses memilih strategi
yang tepat dan pelaksanaan adalah melaksanakan tindakan yang sesuai denganlatar
belakang budaya klien (Giger and Davidhizar, 1995). Ada tiga pedoman yang
ditawarkan dalam keperawatan transkultural (Andrew and Boyle, 1995) yaitu :
mempertahankan budaya yang dimiliki klien bila budaya klien tidak bertentangan
dengan kesehatan, mengakomodasi budaya klien bila budaya klien kurang
menguntungkan kesehatan dan merubah budaya klien bila budaya yang dimiliki
klien bertentangan dengan kesehatan.
1) Cultural care preservation/maintenance
a. Identifikasi perbedaan konsep antara klien dan perawat
b. Bersikap tenang dan tidak
terburu-buru saat berinterkasi dengan klien
c. Mendiskusikan kesenjangan budaya
yang dimiliki klien dan perawat
2) Cultural careaccomodation/negotiation
a. gunakan bahasa yang di pahami oleh
klien
b. Libatkan keluarga dalam perencanaan
perawatan
c. Apabila konflik tidak terselesaikan,
lakukan negosiasi dimana kesepakatan berdasarkan pengetahuan
biomedis, pandangan klien dan standar etik.
3)
Cultual care repartening/reconstruction
a. Beri kesempatan pada klien untuk
memahami informasi yang
diberikan dan melaksanakannya
diberikan dan melaksanakannya
b. Tentukan tingkat perbedaan pasien
melihat dirinya dari budaya
kelompok
kelompok
c. Gunakan pihak ketiga bila perlu
d. Terjemahkan
terminologi gejala pasien ke dalam bahasa kesehatan yang dapat dipahami oleh
klien dan orang tua
e. Berikan informasi
pada klien tentang sistem pelayanan kesehatan Perawat dan klien harus mencoba
untuk memahami budaya masing- masing melalui proses akulturasi, yaitu proses
mengidentifikasi persamaan dan perbedaan budaya yang akhirnya akan memperkaya
budaya budaya mereka.
Bila perawat tidak memahami budaya
klien maka akan timbul rasa tidak percaya sehingga hubungan terapeutik antara
perawat dengan klien akan terganggu. Pemahaman budaya klien amat mendasari
efektifitas keberhasilan menciptakan hubungan perawat dan klien yang bersifat
terapeutik.
d.Evaluasi
Evaluasi asuhan keperawatan dilakukan
terhadap keberhasilan klien tentang mempertahankan budaya yang sesuai dengan
kesehatan, mengurangi budaya klien yang tidak sesuai dengan kesehatan atau
beradaptasi dengan budaya baru yang mungkin sangat bertentangan dengan budaya
yang dimiliki klien. Melalui evaluasi dapat diketahui asuhan keperawatan yang
sesuai dengan latar belakang budaya klien.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Prospek social budaya terhadap
Keperawatan adalah suatu proses pemberian asuhan keperawatan yang
difokuskan kepada individu dan kelompok untuk mempertahankan, meningkatkan perilaku sehat sesuai
dengan latar belakang budaya dan menerapakan pelayanan keperawatan sesuai
dengan latar belakang budaya tanpa merugikan kesehatan atau melanggar prosedur
asuhan keperawatan.
2. Pengkajian asuhan keperawatan dalam
konteks social budaya sangat diperlukan untuk menjembatani perbedaan pengetahuan
yang dimiliki oleh perawat dengan klien
3. Diagnosa keperawatan transkultural
yang ditegakkan dapat mengidentifikasi
tindakan yang dibutuhkan untuk mempertahankan budaya yang sesuai dengan
kesehatan, membentuk budaya baru yang sesuai dengan kesehatan atau bahkan
mengganti budaya yang tidak sesuai dengan kesehatan dengan budaya baru.
tindakan yang dibutuhkan untuk mempertahankan budaya yang sesuai dengan
kesehatan, membentuk budaya baru yang sesuai dengan kesehatan atau bahkan
mengganti budaya yang tidak sesuai dengan kesehatan dengan budaya baru.
4. Perencanaan dan pelaksanaan proses
keperawatan transkultural tidak dapat begitu saja dipaksakan kepada klien sebelum
perawat memahami latar belakang budaya klien sehingga tindakan yang
dilakukan dapat sesuai dengan budaya klien.
5. Evaluasi asuhan keperawatan
transkultural melekat erat dengan perencanaan dan pelaksanaan proses asuhan
keperawatan transkultural.
B. Saran
Penyusunan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan olehnya itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
sebagai bahan ajar untuk penyusunan berikutnya
DAFTAR PUSTAKA
Cultural Diversity in Nursing,
(1997), Transcultural Nursing ; Basic Concepts and Case Studies,
Akhmadi.
2011. "Konsep Keperawatan Transkultural (Madeleine Leininger)".
Lecture/Class
Gajah Mada
University,unpublisied.
No comments:
Post a Comment