BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang
Menurut
World Health Organization (WHO, 2017) menunjukkan bahwa angka kematian bayi
(AKB) turun dalam tahun-tahun terakhir. Pada tahun 2017 Angka Kematian Bayi
sebanyak 29 kematian per 1000 kelahiran hidup.
Hasil
Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI, 2017). Menunjukkan bahwa Angka
Kematian Bayi (AKB) turun. Pada tahun 2017 Angka Kematian Bayi sebanyak 24 per
1000 kelahiran hidup. Jumlah tersebut mengalami penurunan dibanding hasil SDKI
tahun 2012, yaitu sebanyak 32 per 1000 kelahiran hidup. Menurut Permenkes RI
dalam program SDGs bahwa target sistem kesehatan nasional yaitu pada goals ke
3 menerangkan bahwa
pada 2030 seluruh negara berusaha menurunkan Angka Kematian Bayi setidaknya
hingga 12 per 1000 kelahiran hidup (Permenkes RI, 2015).
Penyebab
kematian bayi ada 2 yaitu langsung (endogen) dan tidak langsung (eksogen). Kematian bayi endogen atau
kematian neonatal disebabkan oleh faktor-faktor yang dibawa anak sejak lahir,
yang diperoleh dari orang tuanya pada saat konsepsi. Kematian bayi yang berasal
dari kondisi bayinya sendiri yaitu BBLR, bayi prematur, dan kelainan
koagenital. Kematian bayi yang dibawa sejak lahir adalah asfiksia. Kematian
bayi eksogen atau kematian post-neonatal disebabkan oleh faktor-faktor yang
berkaitan dengan pengaruh lingkungan luar (Susanty dan Salmiah, 2018).
Faktor
yang berhubungan dengan kematian neonatal terdiri dari empat faktor, yaitu: 1)
faktor ibu yang meliputi umur ibu, pendidikan ibu, pekerjaan, status gizi,
status anemia, kunjungan antenatal care, jenis persalinan, jarak kehamilan,
paritas, umur kehamilan dan status kesehatan ibu, 2) faktor bayi yang meliputi
kondisi bayi ketika lahir serta komplikasi yang menyertainya seperti jenis
kelamin, Ikterus, kelainan kongenital, sepsis, BBLR, asfiksia, kelainan
pernapasan, dan lain- lain. 3) faktor pelayanan kesehatan yang terdiri dari
penolong persalinan, tempat persalinan dan sistem rujukan, 4) faktor geografis
atau lingkungan yang meliputi jarak ke fasilitas kesehatan baik fasilitas
kesehatan primer (klinik/ puskesmas/ praktik bidan/praktik dokter) ataupun fasilitas
kesehatan rujukan (rumah sakit) dan akses sarana transportasi dalam menjangkau
fasilitas kesehatan (Ima Azizah dan Oktiaworo, 2017).
B.
Rumusan
masalah
Apa saja asuhan
kebidanan pada neonatus, bayi, balita, dan anak pra-sekolah patologis ?
C.
Tujuan
umum
1. Untuk
mengetahui askeb neonatus dengan jejas persalinan
2. Unruk
mengetahui askeb pada neonatus dengan kelainan bawaan
3. Unruk
mengetahui askeb pada neonatus dengan kelainan bawaan
4. Untuk
mengetahui askeb pada neonatus, bayi, balita, dan anak pra-sekolah dengan
masalah tumbuh kembang.
5. Untuk
mengetahui deteksi dini penyimpangan mental emosional pada pertumbuhan dan
perkembangan anak.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Neonatus
dengan jejas persalinan
1. Caput
suksedaneum
a. Pengertian
Caput Succedaneum Caput Succedaneum adalah
pembengkakan pada suatu tempat di kepala karena oedem yang disebabkan tekanan
jalan lahir pada kepala.
b. Penyebab
Caput Succedaneum
Caput Succedaneum timbul akibat tekanan yang keras
pada kepala ketika memasuki jalan lahir hingga terjadi pembendungan sirkulasi
kapiler dan limfe disertai pengeluaran cairan tubuh ke jaringan ekstravasa.
Benjolan kaput berisi cairan serum dan sedikit bercampur darah.
c. Tanda-tanda
Caput Succedaneum Secara klinis
benjolan ditemukan di daerah presentasi lahir, pada
perabaan teraba benjolan lunak, berbatas tidak tegas, tidak berfluktuasi tetapi
bersifat edema tekan. Benjolan terletak di luar periosteum hingga dapat
melampaui sutura. Kulit pada permukaaan benjolan sering berwarna kemerahan atau
ungu dan kadang-kadang ditemukan adanya bercak petekie atau ekimosis. Caput
Succedaneum dapat terlihat segera setelah bayi lahir.
d. Penatalaksanaan
Caput Succedaneum
Ukuran dan letak Caput Succedaneum dicatat dan area
yang terkena diamati sampai pembengkakan menghilang. Biasanya sekitar 3 hari
dan tidak dibutuhkan pengobatan. Tetapi orang tua harus diingatkan bahwa
kondisi tersebut adalah relatif umum dan sementara. Jika terjadi ekimosis yang
luas, dapat diberikan indikasi fototerapi untuk hiperbilirubinemia.
2. Cephalhematoma
a. Pengertian
Chephal Haematoma Penumpukan darah di antara tulang
tengkorak dan membran yang melapisinya.
b. Penyebab
Cephal Haematoma Cephalhematoma
disebabkan perdarahan subperiostal tulang tengkorak
dan terbatas tegas pada tulang yang bersangkutan, tidak melampaui sutura-sutura
sekitarnya. Tulang tengkorak yang sering terkena adalah tulang temporal dan
parietal. Ditemukan pada 0,5-2 % dari kelahiran hidup. Kelainan dapat terjadi
pada persalinan biasa. Tetapi lebih sering pada persalinan lama atau persalinan
yang diakhiri dengan ekstraksi cunam atau ekstraksi vacum.
c. Tanda-tanda
Cephal Haematoma
Secara klinis benjolan Cephalhematoma berbentuk
benjolan difus berbatas tegas tidak melampaui sutura. Pada perabaan terasa
adanya fluktuasi karena merupakan suatu timbunan darah yang letaknya di rongga
subperiost. Cephalhematoma biasanya tampak di daerah tulang parietal,
kadang-kadang ditemukan di daerah tulang oksipital, jarang sekali ditemukan di
tulang frontal.
d. Penatalaksanaan
Cephal Haematoma
Kebanyakan Cephalhematoma diserap dalam 2 minggu
sampai dengan 3 bulan bergantung pada ukurannya. Cephalhematoma ini dapat mulai
mengalami kalsifikasi pada minggu kedua. Cephalhematoma tidak memerlukan
pengobatan.
3. Fraktur
klavikula
a. Pengertian
Fraktur Klavikula
Fraktur klavikula (tulang kolar) merupakan cedera
yang sering terjadi akibat jatuh atau hantaman langsung ke bahu. Lebih dari 80%
fraktur ini terjadi pada sepertiga tengah atau proksimal klavikula.
b. Peyebab
Fraktur Klavikula
1) Trauma
(benturan)
2) Tekanan/stres
yang terus menerus dan berlangsung lama
3) Adanya
keadaan yang tidak normal pada tulang dan usia
c. Tanda-Tanda
Fraktur Klavikula
1) Klavikula
membantu mengangkat bahu ke atas, ke luar, dan ke belakang thorax. Maka bila
klavikula patah, pasien akan terlihat dalam posisi melindungi-bahu jatuh ke
bawah dan mengimobilisasi lengan untuk menghindari gerakan bahu.
2) Perubahan
warna jaringan yang terkena
3) Deformitas
postur tubuh/ bengkak
4) Abnormal
mobilitas / kurangnya gerakan
5) Menangis
merintih ketika tulang digerakkan
d. Penanganan
Fraktur Klavikula adalah :
1) Dengan
cara reduksi tertutup dan imobilisasi. Modifikasi bahu (gips klavikula) atau
balutan berbentuk angka delapan atau strap klavikula dapat digunakan untuk
mereduksi fraktur ini, menarik bahu ke belakang, dan mempertahankan dalam
posisi ini. Bila dipergunakan strap klavikula, ketiak harus diberi bantalan
yang memadai untuk mencegah cedera kompresi terhadap pleksus brakhialis dan
arteri aksilaris.
2) Peredaran
darah dan saraf kedua lengan harus dipantau. Fraktur 1/3 distal klavikula tanpa
pergeseran dan terpotongnya ligamen dapat ditangani dengan sling dan pembatasan
gerakan lengan. Bila fraktur 1/3 distal disertai dengan terputusnya ligamen
korakoklavikular, akan terjadi pergeseran, yang harus ditangani dengan reduksi
terbuka dan fiksasi interna.
4. Fraktur
humerus
a. Pengertian
Fraktur Humerus
fraktur humerus adalah terputusnya kontinuitas
jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa pada tulang humerus atau
rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih
besar dari yang dapat diserap pada tulang humerus.
b. Penyebab
Fraktur Humerus
Penyebab fraktur humerus adalah kesalahan teknik
dalam melahirkan lengan pada presentasi kepala / sungsang dengan lengan
menbumbung ke atas.
c. Tanda-tanda
Fraktur Humerus
Tanda-tanda Fraktur Humerus adalah sisi yang terkena
tidak dapat digerakkan dan refleks moro sisi tersebut menghilang.
d. Penanganan
Fraktur Humerus adalah :
1) Beri
bantalan kapas atau kasa antara lengan yang terkena dan dada dari ketiak sampai
siku.
2) Balut
lengan atas sampai dada dengan kasa pembalut
3) Fleksikan
siku 90 derajat dan balut dengan kasa pembalut lain, balut lengan atas
menyilang dinding perut. Yakinkan bahwa tali pusat tidak tertutup kasa
pembalut.
4) Imobilisasi
lengan selama 2-4 minggu.
B.
Neonatus
dengan kelainan bawaan
1. Hernia
Diafragmatika
a. Definisi Termasuk kelainan bawaan yang terjadi karena
tidak terbentuknya sebagian diapragma, sehingga ada bagian isi perut masuk
kedalam rongga otak.
b. Gambaran
Klinis
Adanya penutupan yang tidak sempurna pada sinus
pleuroperitonel yang terletak pada bagian postero-lateral diafragma.
c. Tanda
Gejala
1) Kulit
berwarna pucat bahkan biru
2) Sesak
nafas
3) Retraksi
sela iga dan substernal
4) Perut
kecil dan cekung
5) Suara
napas tidak terdengar pada paru karena terdesak isi perut
6) Bunyi
jantung terdengar pada paru karena terdesak isi perut
7) Terdengar
bising usus didaerah dada
8) Muntah ·
d. Penatalaksanaan
1) Berikan
O2 bila bayi tampak pucat atau biru
2) Posisikan
bayi semi fowler sebelum atau sesudah operasi agar tekanan dari isi perut
terhadap paru berkurang dan agar difragma dapat bergerak bebas
3) Awasi
bayi jangan sampai muntah, apabila hal tersebut terjadi, maka tegakkanlah bayi
agar tidak terjadi aspirasi
4) Lakukan
informed consent
2. Meningokel
dan Ensefalokel
a. Definisi Meningokel
Meningokel adalah salah satu dari tiga jenis kelainan
bawaan spina bifida. Meningokel adalah meningens yang menonjol melalui vertebra
yang tidak utuh dan teraba sebagai suatu benjolan berisi cairan dibawah kulit.
Kelainan
Ensefalokel Ensefalokel adalah
suatu kelainan tabung saraf yang ditandai dengan adanya penonjolan meningens
(selaput otak) dan otak yang berbentuk seperti kantung melalui suatu lubang
pada tulang tengkorak.
b. Etiologi
Infeksi, faktor usia ibu yang terlalu muda atau tua
ketika hamil, mutasi genetik, serta pola makan yang tidak tepat sehingga
mengakibatkan kekurangan asam folat kegagalan penutupan tabung saraf selama
perkembangan janin. Kegagalan penutupan tabung saraf ini disebabkan oleh
gangguan pembentukan tulang cranium saat dalam uterus seperti kurangnya asam
folat selama kehamilan.
c. Gambaran
klinis Meningokel
1) Terjadi
didaerah servikal/torakal sebelah atas
2) Kantong
hanya berisi selaput otak, korda tetap pada korda spinalis (dalam durameter
tidak terdapat saraf).
Ensefalokel
1) Terjadi
pada bagian oksipital
2) Terdapat
kantong berisi cairan, jaringan saraf, atau sebagian otak.
3) Berkaitan
dengan kelainan mental yang berat
d. Pencegahan
Risiko terjadinya spina bifida bisa dikurangi dengan
mengkonsumsi asam folat. Kekurangan asam folat pada seorang wanita harus
dikoreksi sebelum wanita tersebut hamil, karena kelainan ini terjadi sangat
dini. Kepada wanita yang berencana untuk hamil dianjurkan untuk mengkonsumsi
asam folat sebanyak 0,4 mg/hari. ·
e. Penatalaksanaan
1) Sebelum
operasi masukkan bayi ke inkubator tanpa baju
2) Telungkup
atau tidur jika kantong besar untuk mencegah infeksi
3) Meminta
informed chice dan informed consent keluarga untuk rujukan bayi
4) Merujuk
bayi ke RS untuk di operasi
5) Pasca
operasi perhatikan luka agar: tidak basah, ditarik atau digaruk bayi,
perhatikan mungkin terjadi hidrosefalus, ukur lingkar kepala, pemberian
antibiotik (kolaborasi).
3. Atresia
esofagus
a. Pengertian Atresia
Esofagus
Atresia Esophagus adalah perkembangan embrionik
abnormal esophagus yang menghasilkan pembentukan suatu kantong (blind pouch),
atau lumen berkurang tidak memadai yang mencegah perjalanan makanan / sekresi
dari faring ke perut.
b. Penyebab Atresia
Esofagus
Sampai saat ini belum diketahui zat teratogen apa
yang bisa menyebabkan terjadinya kelainan Atresia Esofagus, hanya dilaporkan
angka rekuren sekitar 2 % jika salah satu dari saudara kandung yang terkena.
Atresia Esofagus lebih berhubungan dengan sindroma trisomi dengan dugaan
penyebab genetik. Namun saat ini, teori tentang tentang terjadinya atresia
esofagus menurut sebagian besar ahli
tidak lagi berhubungan dengan kelainan genetik. Perdebatan tetang proses
embriopatologi masih terus berlanjut, dan hanya sedikit yang diketahui.
c. Tanda-tanda Atresia
Esofagus
Ada beberapa keadaan yang merupakan gejala dan tanda
atresia esofagus, antara lain:mulut berbuih (gelembung udara dari hidung dan
mulut) dan liur selalu meleleh dari mulut bayi, sianosis,batuk dan sesak
napas,gejala pneumonia akibat regurgitasi air ludah dari esofagus yang buntu
dan regurgitasi cairan lambung melalui fistel ke jalan napas,perut kembung atau
membuncit, karena udara melalui fistel masuk kedalam lambung dan usus,oliguria,
karena tidak ada cairan yang masuk dan biasanya juga disertai dengan kelainan
bawaan yang lain, seperti kelainan jantung, atresia rectum atau anus.
d. Penatalaksanaan Atresia
Esofagus
Atresia merupakan kasus gawat darurat. Prabedah,
penderita seharusnya ditengkurapkan untuk mengurangi kemungkinan isi lambung
masuk ke paru-paru. Kantong esofagus harus secara teratur dikosongkan dengan
pompa untuk mencegah aspirasi sekret. Perhatian yang cermat harus diberikan
terhadap pengendalian suhu, fungsi respirasi, dan pengelolaan anomali penyerta.
4. Hydrosefalus
a. Pengertian
Hydrosefalus
Hidrosefalus (kepala-air, istilah yang berasal dari
bahasa Yunani: "hydro" yang berarti air dan "cephalus" yang
berarti kepala; sehingga kondisi ini sering dikenal dengan "kepala
air"). Suatu keadaan dimana terdapat timbunan likuar serebrospinalis yang
berlebihan dalam ventrikel-ventrikel dan ruang subarakhnoid yang disertai
dengan kenaikan tekanan intrakranial.
b. Pembagian
Hydrosefalus
1) Hidrosefalus
obstruktif disebabkan karena adanya obstruksi pada sirkulasi cairan
serebrospinal.
2) Hidrosefalus
non-obstruktif biasanya karena produksi CSS yang berlebihan, gangguan absrobsi
pada granula archanoid, dan perdarahan intraventrikular.
c. Tanda-tanda
Hydrosefalus
1) Ukuran
Kepala lebih besar dibandingkan tubuh
2) Ubun-ubun
besar melebar dan tidak menutup pada waktunya, teraba tegang atau menonjol
3) Adanya
pembesaran tengkorak dan terjadi sebelum sutura menutup
4) Kulit
kepala menipis dengan disertai pelebaran vena pada kepala
5) Bola
mata terdorong kebawah sehingga sklera tampak di atas iris seakan-akan terlihat
seperti matahari terbenam ”sunset sign”
6) Terdapat
tanda “ cracked pot sign “ yaitu bunyi pot kembang yang retak pada saat
dilakukan perkusi kepala
7) Anak
sering menangis merintih menjadi cepat terangsang, hilang nafsu makan, tonus
otot diseluruh tubuh kurang baik, tubuh kurus dan perkembangan menjadi
terhambat.
d. Penatalaksanaan
Hydrosefalus
1) Melakukan
pengukuran lingkar kepala secara rutin untuk mengetahui perubahan ukuran kepala
sekecil mungkin.
2) Pada
beberapa anak dengan keadaan yang semakin melemah serta hilangnya nafsu makan
memerlukan asupan nutrisi dengan memasang NGT
3) Memberikan
lingkungan yang nyaman tidak bising karena anak ini mudah terangsang oleh suara
akibat kelemahan kondisinya.
4) Memberitahu
keluarga supaya terus menjaga kebersihan saat kontak dengan anak, menjaga
kebersihan lingkungan sekitar anak karena anak dengan hidrosefalus mudah
terinfeksi
5) Segera
bekerjasama dengan dokter / rujuk di RS untuk mendapatkan pengobatan lebih
lanjut. Karena kelainan ini memerlukan tindakan operatif.
5. Fimosis
a. Pengertian
Fimosis
Fimosis adalah keadaan dimana kulit penis (
preputium ) melekat pada bagian kepala penis ( gland penis ) dan mengakibatkan
tersumbatnya lubang saluran air seni sehingga bayi atau anak mengalami
kesulitan dan kesakitan saat kencing.
b. Penyebab
Fimosis
Kelainan bawaan yang diderita sejak lahir yaitu
adanya penyempitan prepusium sejak lahir, dikarenakan kulit penis (preputium)
melekat pada bagian kepala (gland) dan mengakibatkan tersumbatnya saluran air
seni.
c. Gejala
Fimosis
1) Anak
sulit berkemih
2) Sering
menangis keras sebelum urine keluar, atau terlihat sembab
3) Kulit
kulup ( prepusium ) terbelit dan menggembung
sewaktu anak kencing (ballooning)
4) Kulit
preputium yang melekat erat pada gland penis
d. Penatalaksanaan Fimosis
1) Setiap
bayi baru lahir harus diperhatikan apakah bayi telah berkemih setelah lahir
atau paling lambat 24 jam setelah lahir.
2) Bayi
laki-laki yang akan dimandikan terutama yang mengalami fimosis hendaknya
prepusiumnya di dorong kebelakang, kemudian ujungnya dibersihkan dengan kapas
DTT.
3) Bila
fimosis menyebabkan hambatan aliran air seni, diperlukan tindakan sirkumsisi.
Sirkumsisi pada fimosis berfungsi untuk mengangkat prepusium yang menutupi
gland penis. Perawatan setelah dilakukan khitan adalah beri salep antibiotik
sekitar luka untuk mencegah infeksi. Luka bekas khitan harus dijaga
kebersihanya terutama setelah kencing, popok / celana dalam jangan sampai
lembab.
6. Hypospadia
a. Pengertian
Hypospadia
Hipospadia adalah deformitas umum dimana uretra pada
anak laki-laki terbuka di suatu tempat sepanjang permukaan bawah penis
b. Penyebab
Hypospadia
Adanya hambatan penutupan uretra penis pada
kehamilan minggu ke-10 sampai ke-14 Penyebab pasti hipospadia tidak diketahui
secara pasti. Beberapa etiologi dari hipospadia telah dikemukakan.Sekitar 28%
penderita ditemukan adanya hubungan familial. Pembesaran tuberkel genitalia dan
perkembangan lanjut dari phallus dan uretra tergantung dari kadar testosteron
selama proses embriogenesis. Jika testis gagal memproduksi sejumlah testosteron
atau jika sel-sel struktur genital kekurangan reseptor androgen atau tidak
terbentuknya androgen converting enzyme (5 alpha-reductase) maka hal-hal inilah
yang diduga menyebabkan terjadinya hipospadia.
c. Tanda-tanda
Hypospadia
1) Testis
tidak turun
2) Lazim
ditemukan hernia inguinalis
3) Lubang
penis tidak terdapat di ujung penis, tetapi berada di bawah atau di dasar penis
4) Penis
melengkung ke bawah
5) Penis
tampak seperti berkerudung karena adanya kelainan pada kulit depan penis 6. Jika
berkemih, anak harus duduk.
d. Penatalaksanaan
Hypospadia
Penatalaksanaan hipospadia adalah dengan jalan
pembedahan. Tujuan prosedur pembedahan pada hipospadia adalah:
1) Membuat
penis yang lurus dengan memperbaiki chordee
2) Membentuk
uretra dan meatusnya yang bermuara pada ujung penis (Uretroplasti)
3) Untuk
mengembalikan aspek normal dari genitalia eksterna (kosmetik)
4) Jika
hipospadia terdapat di pangkal penis, mungkin perlu dilakukan pemeriksaan
radiologis untuk memeriksa kelainan bawaan lainnya. Bayi yang menderita
hipospadia sebaiknya tidak disunat. Kulit depan penis dibiarkan untuk digunakan
pada pembedahan nanti.
C.
Neonatus
dengan penyulit resiko tinggi
1. Kejang
a. Definisi
Kejang merupakan gerakan involunter klonik atau
tonik pada satu atau lebih anggota gerak, biasanya sulit dikenali dan terjadi
pada usia 6b bulan-6thn.
b. Penyebab
kejang: ·
1) Serebral
hipoksia, trauma lahir, malformasi kongenital,
2) Metabolik
3) Sepsis
4) Obat-obatan
5) Perubahan
suhu yg cepat dan tiba-tiba demam
c. Faktor
penyebab kejang
komplikasi pada saat kehamilan dan kelahiran ·
1) Ibu
tidak imunisasi TT
2) Perdarahan
saat usia kehamilan 28 tahun, menyebabkan hiposia janin
3) Gawat
janin pada masa kehamilan dan persalinan yg mengharuskan induksi persalinan
4) Alat
yang digunakan tidak steril
5) Persalinan
dengan tindakan dapat menyebabkan trauma susunan saraf pusat
6) Perdarahan
intrakranial
7) Ibu
hamil dengan DM
8) Kelainan
metabolism seperti hipoglikemia, hipokalasemia, hipomagnesemia, dll;
d. manifestasi
Klinis
1) Apnea
2) Gerakan
mengecap bibir
3) Perputaran
bola mata
e. Penatalaksanaan
kejang:
1) Jalan
nafas (air)
2) Pernafasan
(breathing)
3) Sirkulasi
(circulation)
4) Periksa
adanya hipoglikemia.
2. Hipotermi
a. Definisi
Hipotermi adalah suhu tubuh bayi baru lahir yang
tidak normal (<36ºC) pada pengukuran suhu melalui aksila, dimana suhu tubuh
bayi baru lahir normal adalah 36,5ºC-37,5ºC (suhu aksila). Hipotermi merupakan
suatu tanda bahaya karena dapat menyebabkan terjadinya perubahan metabolisme
tubuh yang akan berakhir dengan kegagalan fungsi jantung paru dan kematian.
b. Klasifikasi·
1) Stres
dingin suhu antara 35,5-36,4°C Bila tubuh teraba hangat tapi ekstremitas teraba
dingin maka berarti bayi mengalami
2) Hipotermia
sedang suhu antara 32-35,4°C Sedangkan bila tubuh dan ektremitas teraba dingin
berarti bayi mengalami hipotermi
3) Hipotermia
berat apabila suhu kurang dari 32°C
c. Penyebab
1) Mekanisme
kehilangan panas pada bayi baru lahir dapat melalui 4 cara, yaitu: Radiasi
yaitu dari bayi ke lingkungan dingin terdekat
2) Konduksi
yaitu langsung dari bayi ke sesuatu yang kontak dengan bayi.
3) Konveksi
yaitu kehilangan panas dari bayi ke udara sekitar
4) Evaporasi
yaitu penguapan air dari kulit bayi.
d. Penanganan
1) Bayi
stres dingin: cari penyebabnya apakah popok yang basah, suhu pendingin ruangan
yang terlalu rendah, tubuh bayi basah, setelah mandi yang tidak segera dikeringkan
atau ada hal lain
2) Bila
diketahui hal-hal ini maka segera atasi penyebabnya tersebut. Untuk
menghangatkan bayi dilakukan kontak kulit ke kulit antara bayi dan ibu sambil
disusui, dan ukur ulang suhu bayi setiap jam sampai suhunya normal. Bila
suhunya tetap tidak naik atau malah turun maka segera bawa ke dokter.
3) Bayi
dengan suhu kurang dari 35,5°C mengalami kondisi berat yang harus segera
mendapat penanganan dokter. Sebelum dan selama dalam perjalanan ke fasilitas
kesehatan adalah terus memberikan air susu ibu (ASI) dan menjaga kehangatan.
Tetap memberikan ASI penting untuk mencegah agar kadar gula darah tidak turun
4) Apabila
bayi masih mampu menyusu, bayi disusui langsung ke payudara ibu. Namun, bila
bayi tidak mampu menyusu tapi masih mampu menelan, berikan ASI yang diperah
dengan sendok atau cangkir
5) Menjaga
bayi dalam keadaan hangat dilakukan dengan kontak kulit ke kulit, yaitu
melekatkan bayi di dada ibu sehingga kulit bayi menempel langsung pada kulit
ibu, dan ibu dan bayi berada dalam satu pakaian, kepala bayi ditutup dengan
topi.
3. Hipoglikemia
a. Pengertian
b. Kadar
glukosa serum < 45mg% (<2,6 mmol/L) selama beberapa hari pertama
kehidupan. Nilai kadar glukose darah/plasma atau serum untuk diagnosis
hipoglikemia pada berbagai kelompok anak.
c. Etiologi
1) Hipoglikemia
Secara garis besar hipoglikemia dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu:
kelainan yang menyebabkan pemakaian glukosa berlebihan dan produksi glukosa
kurang. Kelainan yang menyebabkan pemakaian glukosa berlebihan Hiperinsulinisme (bayi dari ibu penderita
diabetes), hipoglikemia hiperinsulinisme menetap pada bayi, tumor yang
memproduksi insulin dan child abuse. Hiperinsulinisme menyebabkan pemakaian
glukosa yang berlebihan terutama akibat rangsangan penggunaan glukosa oleh otot
akibat sekresi insulin yang menetap. Kelainan ini diketahui sebagai
hipoglikemia hiperinsulin endogen menetap pada bayi yang sebelumnya disebut
sebagai nesidioblastosis.
2) Kelainan
yang menyebabkan kurangnya produksi glukosa.
d. Patofisiologi
Hipoglikemia
sering terjadi pada berat lahir rendah (BBLR),
karena cadangan glukosa rendah. Pada ibu diabetes mellitus (DM) terjadi
transfer glukosa yang berlebihan pada janin sehingga respons insulin juga
meningkat pada janin. Saat lahir dimana jalur plasenta terputus maka transfer
glukosa berhenti sedangkan insulin masih tinggi (transient hipersulinlism)
sehingga terjadi hipoglikemia.
e. Tanda
dan Gejala Hipoglikemia
1) Tremor
2) Sianosis
3) Apatis
4) Kejang
5) Apnea
intermitten
6) Tangisan
lemah/melengking
7) Letargi
8) Kesulitan
minum, Gerakan mata berputar/nistagmus, Keringat dingin, Pucat, Hipotermi, dan Refleks
hisap kurang dan muntah.
f. Diagnosis
Hipoglikemia
1) Bayi
yang baru lahir yang beratnya lebih dari 4 kg atau kurang dari 2 kg
2) Besar
usia kehamilan (LGA) bayi yang berada di atas persentil ke-90, kecil untuk usia
kehamilan (SGA) bayi di bawah persentil ke-10, dan bayi dengan pembatasan
pertumbuhan intrauterin
3) Bayi
yang lahir dari ibu tergantung insulin (1:1000 wanita hamil) atau ibu dengan
diabetes gestasional (terjadi pada 2% dari wanita hamil) ·
4) Usia
kehamilan kurang dari 37 minggu
5) Bayi
yang baru lahir diduga sepsis atau lahir dari seorang ibu yang diduga menderita
korioamnionitis
6) Bayi
yang baru lahir dengan gejala sugestif hipoglikemia, termasuk jitteriness,
tachypnea, hypotonia, makan yang buruk, apnea, ketidakstabilan temperatur,
kejang, dan kelesuan
7) Selain
itu, pertimbangkan skrining hipoglikemia pada bayi dengan hipoksia yang
signifikan, gangguan perinatal, nilai Apgar 5 menit kurang dari 5, terisolasi
hepatomegali (mungkin glikogen-penyimpanan penyakit), mikrosefali, cacat garis
tengah anterior, gigantisme, Makroglosia atau hemihypertrophy (mungkin
Beckwith-Wiedemann Syndrome), atau kemungkinan kesalahan metabolisme bawaan
atau ibunya ada di terbutalin, beta blocker, atau agen hipoglikemik oral
8) Terjadinya
hiperinsulinemia adalah dari lahir sampai usia 18 bulan. Konsentrasi insulin
yang tidak tepat meningkat pada saat hipoglikemia didokumentasikan.
Hiperinsulinisme neonatal Transient terjadi pada bayi makrosomia dari ibu
diabetes (yang telah berkurang sekresi glukagon dan siapa produksi glukosa
endogen secara signifikan dihambat). Secara klinis, bayi ini makrosomia dan
memiliki tuntutan yang semakin meningkat untuk makan, lesu intermitendan
kejang.
g. Penatalaksanaan
Hipoglikemi
1) Monitor
Pada bayi yang beresiko (BBLR, BMK, bayi dengan ibu
DM) perlu dimonitor dalam 3 hari pertama:
a) Periksa
kadar glukosa saat bayi datang/umur 3 jam
b) Ulangi
tiap 6 jam selama 24 jam atau sampai pemeriksaan glukosa normal dalam 2 kali
pemeriksaan
c) Kadar glukosa ≤ 45 mg/dl atau gejala positif tangani
hipoglikemia
d) Pemeriksaan
kadar glukosa baik, pulangkan setelah 3 hari penanganan hipoglikemia selesai
2) Penanganan
hipoglikemia dengan gejala:
a) Bolus
glukosa 10% 2 ml/kg pelan-pelan dengan kecepatan 1 ml/menit
b) Pasang
dekstrosa 10% = 2 cc/kg dan diberikan melalui intravena selama 5 menit dan
diulang sesuai kebutuhan (kebutuhan infus glukosa 6-8 mg/kg/ menit)
c) Periksa
glukosa darah pada: 1 jam setelah bolus dan tiap 3 jam
d) Bila
kadar glukosa masih < 25 mg/dl, dengan atau tanpa gejala, ulangi seperti
diatas
e) Bila
kadar 25-45 mg/dl, tanpa gejala klinis:
·
Infus D10 diteruskan
·
Periksa kadar glukosa
tiap 3 jam
·
ASI diberikan bila bayi
dapat minum
f) Bila
kadar glukosa ≥ 45 mg/dl dalam 2 kali
pemeriksaan
·
Ikuti petunjuk bila kadar
glukosa sudah normal
·
ASI diberikan bila bayi
dapat minum dan jumlah infus diturunkan pelan-pelan
·
Jangan menghentikan
infus secara tiba-tiba.
4. Tetanus
Neonatal
Tetanus neonatal didefinisikan
sebagai suatu penyakit yang terjadi pada anak yang memiliki kemampuan normal
untuk menyusu dan menangis pada 2 hari pertama kehidupannya, tetapi kehilangan
kemampuan ini antara hari ke-3 sampai hari ke-28 serta menjadi kaku dan spasme.
Tetanus neonatal, biasa terjadi karena proses melahirkan yang tidak bersih.
Gejala klinisnya biasa terjadi pada minggu kedua kehidupan, ditandai dengan
kelemahan dan ketidakmampuan menyusu, kadang disertai opistotonus.
D.
Manajemen
terpadu balita sakit dan bayi muda ( MTMS/MTBM )
1. Pengertian
MTBS
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dalam bahasa
Inggris yaitu Integrated Management of ChildhoodIllness (IMCI) adalah suatu
manajemen melalui pendekatan terintegrasi/terpadu dalamtatalaksana balita sakit
yang datang di pelayanan kesehatan, baik mengenai beberapa klasifikasi
penyakit, status gizi, status imunisasi maupun penanganan balita sakit tersebut
dan konseling yang diberikan. Menurut Susilowati (2016)
Pengertian MTBM
Suatu pendekatan yang terpadu dalam tatalaksana bayi
umur 1 hari – 2 bulan, baik yang sakit maupun yang sehat, baik yang datang ke
fasilitas rawat jalan maupun yang dikunjungi oleh tenaga kesehatan pada ssat
kunjungan neonatal.
2. Tujuan
MTBS/MTBM
a. Menurunkan
angka kematian balita
b. Memperbaiki
status gizi
c. Meningkatkan
pemanfaatan pelayanan kesehatan
d. Memperbaiki
kinerja petugas kesehatan
e. Memperbaiki
kualitas pelayanan dengan biaya lebih murah
3. Manajemen
Terpadu Balita Sakit
adalah manajemen untuk menangani Balita sakit yang
bersifat terpadu yang datang ke fasilitas pelayanan kesehatan. Terpadu dalam
hal ini adalah berarti mencari dan mengobati dengan dipandu buku bagan MTBS
untuk beberapa penyakit yang menyebabkan kematian bayi dan Balita seperti pneumonia,
diare, malaria, campak, gizi buruk dan masalah lainnya ke dalam suatu episode
pemeriksaan. Prosedur manajemen kasus disajikan dalam suatu bagan yang memperlihatkan
urutan langkah dan penjelasan cara pelaksanaannya. Bagan tersebut menjelaskan
tentang menilai dan membuat klasifikasi anak sakit umur 2 bulan– 5 tahun,
menentukan tindakan dan memberi pengobatan, memberi konseling bagi ibu,
manajemen terpadu balita muda umur kurang dari 2 bulan dan memberi pelayanan
tindak lanjut.
4. Manajemen
standar pada bayi muda ( MTBM )
dilakukan minimal 6-24 jam, 3-7 hari, dan 8-28 hari
setelah melahirkan, sebagian besar bayi hanya memerlukan perawatan pada saat
dilahirkan, yaitu diberikan kehangatan, jalan nafas dibersihkan, dikiringkan
dan dinilai warna kulit untuk menentukan kondisi serta perlu tidaknya dilakukan
rujukan.
E.
Deteksi
dini penyimpangan mental emosional pada pertumbuhan dan perkembangan anak.
1. Autisme
a. Pengertian
Autisme adalah gangguan perkembangan yang tampak
ditiga tahun pertama kehidupan anak. Yang berpengaruh pada komunikasi,
interaksi sosial, imajinasi dan sikap.
b. Beberapa
penyebab autisme, antara lain:
1) Faktor
neurobiologis Gangguan neurobiologis
pada susunan saraf pusat (otak). Biasanya, gangguan ini terjadi dalam tiga
bulan pertama masa kehamilan, bila pertumbuhan sel-sel otak di beberapa tempat
tidak sempurna.
2) Masalah
genetik Faktor genetik contohnya mutasi
gen. Beberapa faktor yang juga terkait adalah usia ibu saat hamil, usia ayah
saat istri hamil, serta masalah yang terjadi saat hamil dan proses kelahiran.
3) Masalah
selama kehamilan dan kelahiran
Komplikasi yang sering terjadi ialah adanya pendarahan setelah trimester
pertama adanya kotoran janin pada cairan amnion yang merupakan tanda bahaya
dari janin, Penggunaan obat-obat tertentu pada ibu yang sedang mengandung.
Komplikasi gejala saat bersalin berupa bayi terlambat menangis, bayi mengalami
gangguan pernafasan, bayi mengalami kekurangan darah juga diduga dapat
menimbulkan gejala autis.
4) Terinfeksi
virus Efek virus dan keracunan dapat
berlangsung terus setelah anak lahir dan terus merusak pembentukan sel otak,
sehingga anak kelihatan tidak ada
kemajuan dan gejala makin parah.
2. GPPH
( Gangguan Pemusatan Perhatian Hiveraktif )
a. Definisi
Anak dengan Gangguan Pemusatan Perhatian dan
Hiperaktivitas (GPPH) adalah anak yang menunjukkan perilaku hiperaktif,
impulsif, sulit memusatkan perhatian yang timbulnya lebih sering, lebih persisten
dengan tingkat yang lebih berat jika dibandingkan dnegan anak-anak lain yang
seusianya.
b. Etiologi
1) Faktor
Genetik
Dari beberapa penelitian genetik ditemukan bahwa
saudara kandung dari anak dengan GPPH mempunyai risiko 5-7 kali lebih besar
untuk mengalami gangguan serupa jika dibandingkan dengan anak lain yang tidak
mempunyai saudara kandung dengan GPPH. Sedangkan orang tua yang menderita GPPH
mempunyai kemungkinan sekitar 50% untuk menurunkan gangguan ini pada anak mereka.
pada anak dengan GPPH menyatakan bahwa 55-92% anak kembar identik akan
menderita gangguan yang sama jika salah satu anak tersebut menderita GPPH
2) Kerusakan
Otak
Diperkirakan bahwa beberapa anak yang menderita GPPH
mengalami kerusakan ringan pada sistem saraf pusat dan perkembangan otak selama
periode janin dan perinatal. Rappaport, dkk dari The National Institute of
Mental Health melakukan penelitian pada anak dengan GPPH menggunakan MRI
(Magnetic Resonance Imaging), menyatakan adanya pengecilan lobus prefrontal
kanan, nukleus kaudatus kanan, globus palidus kanan, serta vermis (bagian dari
serebelum) bila dibandingkan dengan anak tanpa GPPH. Sebagaimana diketahui
bahwa salah satu fungsi bagian-bagian otak tersebut adalah meregulasi fungsi
perhatian seseorang. Lobus prefrontal dikenal sebagai bagian otak yang terlibat
dalam proses editing perilaku, mengurangi distraktibilitas, membantu kesadaran
diri dan waktu seseorang. Sedangkan nukleus kaudatus dan globus palidus
berperan dalam menghambat respons otomatik yang datang pada bagian otak, sehingga
koordinasi rangsangan tersebut tetap optimal. Fungsi serebelum adalah mengatur
keseimbangan.
3) Faktor
Neurokimia
Obat yang paling luas dipelajari di dalam terapi
GPPH yaitu stimulanyang mempengaruhi neurotransmitter dopamin dan norepinefrin,
sehingga menimbulkan hipotesis neurotransmitter yang mencakup kemungkinan
disfungsi pada kedua sistem adrenergik dan dopaminergik. Secara keseluruhan,
tidak ada bukti jelas yang mengaitkan satu neurotransmitter saja di dalam
timbulnya GPPH, tetapi banyak neurotransmitter di dalam prosesnya.
4) Faktor
Psikososial
Peristiwa psikis yang memberikan stres, gangguan
pada keseimbangan keluarga, serta faktor pencetus ansietas lain turut berperan
di dalam mulainya atau berlanjutnya GPPH. Faktor predisposisi dapat mencakup
temperamen anak, faktor familial-genetik, dan tuntutan masyarakat untuk patuh
dengan cara berperilaku atau berpenampilan dengan cara yang rutin.
c. Gambaran
Klinis
Gejala kesulitan memusatkan perhatian,
overaktivitas, impulsivitas dan kesulitan berinteraksi dengan lingkungannya
sangat tergantung dengan usia anak. Semakin muda usia seorang anak, semakin
kurang kemampuan anak untuk mengontrol perilakunya. Di rumah, orang tua yang
memiliki anak GPPH menggambarkan anaknya sebagai anak yang tidak mau patuh
bahkan untuk perintah yang paling sederhana sekalipun, dan tidak mampu
menyelesaikan pekerjaan rumah sampai tuntas.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Caput
Succedaneum Caput Succedaneum adalah pembengkakan pada suatu tempat di kepala
karena oedem yang disebabkan tekanan jalan lahir pada kepala. Chephal Haematoma
Penumpukan darah di antara tulang tengkorak dan membran yang melapisinya.
Fraktur klavikula (tulang kolar) merupakan cedera yang sering terjadi akibat
jatuh atau hantaman langsung ke bahu. Lebih dari 80% fraktur ini terjadi pada
sepertiga tengah atau proksimal klavikula.
fraktur humerus adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang
umumnya disebabkan oleh rudapaksa pada tulang humerus atau rusaknya kontinuitas
tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang
dapat diserap pada tulang humerus.
Neonatus
dengan kelainan bawaan yaitu ( Hernia Diafragmatika, Meningokel dan Ensefalokel,
atresia esofagus, hidrosefalus, fimosis, hipospadia )
Neonatus dengan
penyulit resiko tinggi ( Kejang, hypotermi, hypoglikemia, tetanus neonatrum ).
Tujuan
MTBS/MTBM ( Menurunkan angka kematian balita, Memperbaiki status gizi, Meningkatkan
pemanfaatan pelayanan kesehatan, Memperbaiki kinerja petugas kesehatan, Memperbaiki
kualitas pelayanan dengan biaya lebih murah ).
Autisme
adalah gangguan perkembangan yang tampak ditiga tahun pertama kehidupan anak.
Yang berpengaruh pada komunikasi, interaksi sosial, imajinasi dan sikap. Anak
dengan Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) adalah anak yang
menunjukkan perilaku hiperaktif, impulsif, sulit memusatkan perhatian yang
timbulnya lebih sering, lebih persisten dengan tingkat yang lebih berat jika
dibandingkan dnegan anak-anak lain yang seusianya.
DAFTAR
PUSTAKA
Setiyani,
A, dkk. 2016. Asuhan Kebidanan, Bayi,
Balita dan Anak Pra Sekolah. Jakarta:
Kemenkes
RI. 2015. Buku Ajar Kesehatan Ibu dan Anak.
Jakarta: Pusdikaltnakes.
No comments:
Post a Comment