DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................... i
DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 1
A. Latar
Belakang....................................................................................... 1
B. Rumusan
Masalah.................................................................................. 2
C. Rumusan
Masalah.................................................................................. 3
D. Tujuan
dan Manfaat Penulisan............................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................... 5
A. Pengertian
karya ilmiah......................................................................... 5
B. Struktur
Karya Ilmiah........................................................................... 5
C. Ciri-Ciri
Karya Ilmiah........................................................................... 6
D. Penggunaan
Bahasa dalam Karangan Ilmiah........................................ 7
E. Sifat-Sifat
Bahasa yang Digunakan dalam Karya Ilmiah.................... 9
F.
Syarat-Syarat Penggunaan Bahasa dalam Karya
Ilmiah..................... 11
G. Pemakaian
Tanda Baca....................................................................... 25
BAB III KESIMPULAN..................................................................................... 30
A.
Kesimpulan ........................................................................................ 30
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 31
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penulisan karya ilmiah telah lama menjadi persoalan serius. Penulisan karya ilmiah yang bertujuan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta mengkomunikasikan karya
kreatif dan inovatif
kepada
masyarakat luas
masih belum terealisasi dengan baik.
Karya ilmiah merupakan jenis tulisan ilmiah yang memiliki desain atau sistematika
tertentu sesuai dengan
karakteristik
ilmiah
itu
sendiri. Salah satu
karakteristik tersebut wujud dalam bentuk bahasa,
yaitu bahasa yang sesuai dengan
kaidah bahasa tulis yang baku. Penulisan karya ilmiah dipengaruhi oleh dua faktoryaitu (1) faktor non-teknis mencakup sistematika penulisan dan penalaran dan (2)faktor teknis yang berkaitan dengan content yang memperlihatkan keaslian gagasan
yang didukung dengan argumentasi ilmiah.
Tulisan
ini akan membahas karakteristik ragam
bahasa
tulis, sifat-sifat
bahasa yang dipergunakan dalam artikel ilmiah, dan beberapa persyaratan
penggunaan bahasa dalam artikel ilmiah.
Disadari atau tidak, penggunaan bahasa akan berubah sesuai dengan kebutuhan
penuturnya. Sebagai contoh, bahasa yang digunakan saat seseorang berpidato atau
berceramah dalam sebuah seminar akan berbeda dengan bahasa yang digunakannya
saat mengobrol atau bercengkrama dengan keluarganya. Bahasa itu akan berubah
lagi saat ia menawar atau membeli sayuran di pasar. Kesesuaian antara bahasa
dan pemakaiannya ini disebut ragam bahasa. Dalam penggunaan bahasa
(Indonesia) dikenal berbagai macam ragam bahasa dengan pembagiannya
masing-masing, seperti ragam formal-semi formal-nonformal; ujaran-tulisan;
jurnalistik; iklan; populer dan ilmiah.
Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia (2001) dijelaskan bahwa ilmiah adalah bersifat ilmu,
secara ilmu pengetahuan, memenuhi syarat (kaidah) ilmu pengetahuan. Dari
pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa karya tulis ilmiah adalah karya
tulis yang bersifat keilmuan. Sifat keilmuan ini terlihat pula dalam penggunaan
bahasanya. Ragam bahasa yang digunakan dalam sebuah karya tulis ilmiah
adalah ragam bahasa ilmiah. Ragam bahasa ilmiah merupakan bahasa
dalam dunia pendidikan. Karena penutur ragam bahasa ini adalah orang yang
berpendidikan, bahasa yang digunakan adalah bahasa yang dipelajari di
sekolah/institusi pendidikan. Ragam bahasa ini dikenal pula dengan istilah
ragam bahasa baku/standar. Menurut Hasan Alwi ,ragam bahasa ini memiliki dua
ciri, yaitu kemantapan dinamis dan kecendikiawan. Kemantapan dinamis berarti
aturan dalam ragam bahasa ini telah berlaku dengan mantap, tetapi bahasa ini
tetap terbuka terhadap perubahan (terutama dalam kosakata dan istilah). Ciri
kecendikiawan terlihat dalam penataan penggunaan bahasa secara teratur, logis,
dan masuk akal. Ragam bahasa ini bersifat kaku dan terikat pada aturan-aturan
bahasa yang berlaku.
Sebagai bahasa baku, terdapat standar tertentu yang harus dipenuhi dalam
penggunaan ragam bahasa ilmiah. Standar tersebut meliputi penggunaan tata
bahasa dan ejaan bahasa Indonesia baku. Tata bahasa Indonesia yang baku
meliputi penggunaan kata, kalimat, dan paragraf yang sesuai dengan kaidah baku.
Kaidah tata bahasa Indonesia yang baku adalah kaidah tata bahasa Indonesia
sesuai dengan aturan berbahasa yang ditetapkan oleh Pusat Bahasa Indonesia.
Sementara itu, kaidah ejaan bahasa Indonesia yang baku adalah kaidah ejaan
bahasa Indonesia yang disempurnakan. Sesuai dengan ragam bahasanya,
aturan-aturan ini mengikat penggunaan bahasa dalam karya tulis ilmiah.
Karya tulis ilmiah terbagi menjadi enam jenis, yaitu skripsi, tesis,
disertasi (tugas akhir dalam pendidikan tinggi); laporan penelitian; makalah
seminar; artikel ilmiah; makalah; dan laporan eksekutif. Pembahasan karya tulis
ilmiah dalam tulisan ini akan difokuskan pada artikel ilmiah. Pemilihan ini
dilakukan dengan dasar pemikiran artikel ilmiah yang dimuat dalam jurnal/
majalah ilmiah merupakan salah satu bentuk karya tulis ilmiah yang sudah
dipublikasikan.
B.
Rumusan Masalah
Penggunaan bahasa ilmiah diikuti dengan tuntutan mengikuti kaidah tata
bahasa dan ejaan bahasa Indonesia yang baku. Namun, ada pula penulis artikel
ilmiah yang menggunakan susunan kalimat kurang baku Ada dua rumusan masalah
yang akan dibahas dalam tulisan ini. Rumusan masalah tersebut adalah bagaimana
ciri penggunaan bahasa ilmiah yang baik? Bagaimana implementasi penggunaan tata
bahasa Indonesia pada artikel ilmiah?
Analisis
penggunaan tata bahasa dalam artikel ilmiah pada tulisan ini dilakukan dengan
analisis pustaka dan observasi terhadap penggunaan bahasa dalam majalah-majalah
ilmiah. Sebagai alat bantu untuk mendeskripsikan bahasa ilmiah, digunakan
kaidah tata bahasa Indonesia sesuai dengan aturan berbahasa yang ditetapkan
oleh Pusat Bahasa Indonesia, yaitu Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, Ejaan
Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, dan Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Implementasi penggunaan bahasa dalam artikel ilmiah dilihat
secara acak dalam beberapa artikel ilmiah berbahasa Indonesia.
Pembahasan mengenai
penggunaan bahasa dalam karya tulis ilmiah ini dibagi dalam tujuh bagian.
Bagian pertama, pendahuluan, menjelaskan dasar pemikiran tulisan ini secara
sederhana. Bagian-bagian selanjutnya, menjelaskan penggunaan ragam bahasa
ilmiah tersebut secara spesifik yaitu format penulisan, pilihan kata, kalimat
efektif, kesatuan wacana, dan pedoman penulisan (ejaan). Sebagai penutup,
disajikan pula kesimpulan singkat.
C.
Rumusan Masalah
Penggunaan bahasa ilmiah diikuti dengan tuntutan mengikuti kaidah tata
bahasa dan ejaan bahasa Indonesia yang baku. Namun, ada pula penulis artikel
ilmiah yang menggunakan susunan kalimat kurang baku Ada dua rumusan masalah
yang akan dibahas dalam tulisan ini. Rumusan masalah tersebut adalah bagaimana
ciri penggunaan bahasa ilmiah yang baik? Bagaimana implementasi penggunaan tata
bahasa Indonesia pada artikel ilmiah?
Analisis
penggunaan tata bahasa dalam artikel ilmiah pada tulisan ini dilakukan dengan
analisis pustaka dan observasi terhadap penggunaan bahasa dalam majalah-majalah
ilmiah. Sebagai alat bantu untuk mendeskripsikan bahasa ilmiah, digunakan
kaidah tata bahasa Indonesia sesuai dengan aturan berbahasa yang ditetapkan
oleh Pusat Bahasa Indonesia, yaitu Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, Ejaan
Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, dan Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Implementasi penggunaan bahasa dalam artikel ilmiah dilihat
secara acak dalam beberapa artikel ilmiah berbahasa Indonesia.
Pembahasan mengenai
penggunaan bahasa dalam karya tulis ilmiah ini dibagi dalam tujuh bagian.
Bagian pertama, pendahuluan, menjelaskan dasar pemikiran tulisan ini secara
sederhana. Bagian-bagian selanjutnya, menjelaskan penggunaan ragam bahasa
ilmiah tersebut secara spesifik yaitu format penulisan, pilihan kata, kalimat
efektif, kesatuan wacana, dan pedoman penulisan (ejaan). Sebagai penutup,
disajikan pula kesimpulan singkat.
D.
Tujuan dan Manfaat Penulisan
Tujuan Penulisan Karya Ilmiah
- Sebagai wahana untuk melatih ide tersurat atau
hasil penelitian dalam bentuk karya ilmiah yang sistematis dan
metodologis.
- Makalah ilmiah yang telah ditulis diharapkan
menjadi wahana transformasi pengetahuan antara sekolah dan masyarakat.
- Menumbuhkan etos ilmiah di kalangan mahasiswa
sehingga tidak hanya menjadi konsumen ilmu pengetahuan, tetapi juga mampu
menjadi penghasil (produsen) pemikiran dan karya tulis dalam bidang ilmu
pengetahuan, terutama setelah penyelesaian studinya.
- Membuktikan pengetahuan dan potensi ilmiah yang
dimiliki oleh siswa dalam menghadapi dan memecahkan masalah dalam bentuk
karya ilmiah yang bersangkutan setelah mendapat pengetahuan.
- Melatih keterampilan dasar untuk melakukan
penelitian.
Manfaat Penulisan Karya Ilmiah
- Melatih untuk mengembangkan keterampilan membaca
yang efektif.
- Melatih untuk menggabungkan hasil bacaan dari
berbagai sumber.
- Mengenalkan dengan kegiatan kepustakaan.
- Meningkatkan pengorganisasian fakta/data secara
jelas dan sistematis.
- Memperoleh kepuasan intelektual.
- Memperluas cakrawala ilmu pengetahuan.
- Sebagai bahan acuan/penelitian pendahuluan untuk
penelitian selanjutnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian karya ilmiah
Karya ilmiah adalah
serangkaian laporan tertulis yang dipublikasikan melalui pengkajian mendalam.
Bagi yang menempuh pendidikan di perguruan tinggi, penting untuk mengetahui
lebih dalam tentang karya ilmiah.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), karya ilmiah merupakan karya
tulis yang dibuat dengan prinsip ilmiah, menurut data dan fakta (observasi,
eksperimen, kajian pustaka)
Karya ilmiah bisa dikatakan erat dengan dunia pendidikan dan penelitian.
Kebanyakan karya ilmiah yang diterbitkan merupakan hasil dari riset yang
dilakukan lembaga penelitian dan pendidikan.
Satu di antara tujuan dari karya
ilmiah ialah untuk kepentingan memecahkan masalah dari suatu
persoalan yang ada dan dipilih oleh penulisnya. Dalam karya ilmiah harus berisi
data, fakta, dan solusi mengenai masalah yang diangkat.Jadi, saat membuat karya
ilmiah, seorang penulis harus menaati bagian-bagian penting dalam kaidah
kepenulisan karya ilmiah, seperti menggunakan bahasa yang formal, baku, sesuai
teori, dan fakta yang ada di lapangan.
Beberapa jenis karya tulis ilmiah yang populer, antara lain makalah,
paper, skripsi, tesis, dan disertasi.Untuk mengetahui lebih dalam tentang karya
ilmiah bisa membaca pengertian dari para ahli, tujuan hingga manfaatnya.
Berikut ini
pengertian karya
ilmiah menurut ahli.
1. Munawar Syamsudin
Tulisan ilmiah adalah
naskah yang membahas suatu masalah tertentu, atas dasar konsepsi keilmuan
tertentu, dengan memilih metode penyajian tertentu secara utuh, teratur, dan
konsisten.
2. Yamilah dan Samsoerizal
Ragam karya ilmiah terdiri
dari beberapa jenis berdasarkan fungsinya. Menurut pengelompokan itu, dikenal
ragam karya ilmiah, seperti makalah, skripsi, tesis, dan disertasi.
3. Brotowidjoyo
Karangan ilmiah adalah
karangan ilmu pengetahuan yang menyajikan fakta dan ditulis menurut metodologi
penulisan yang baik dan benar.
4. Wahyu
Suatu karangan dapat
dikatakan ilmiah jika ia mengungkapkan suatu permasalahan dengan metode ilmiah.
5. Maryadi dalam Harun,
dkk
Karya ilmiah yaitu suatu
karya yang memuat dan mengkaji suatu permasalahan tertentu dengan menggunakan
kaidah-kaidah keilmuan.
B. Struktur Karya Ilmiah
- Bagian Pendahuluan
Bagian pendahuluan ini
berisi dasar dalam penelitian ilmiah yang dilakukan, masalah yang diangkat, dan
mekanisme dari penyelesaian masalah tersebut.
- Bagian Isi dan Pembahasan
Bagian dari isi dan pembahasan
biasanya terdiri dari satu atau dua bab, dengan jumlah bab yang tergantung pada
seberapa pelik pembedahan dan pembahasannya dari bahan penelitian itu sendiri.
- Bagian Penutup dan Kesimpulan
Bagian dari kesimpulan adalah hasil
analisis penelitian dari bagian isi dan pembahasan. Dengan kesimpulan yang
disampaikan di bagian yang berupa penjelasan singkat dan padat, tentang hasil
analisis. Biasanya bagian ini terdiri dari satu bab saja dan ditambah dengan
paparan saran.
C.
Ciri-Ciri Karya Ilmiah
1. Reproduktif
Karya ilmiah ditulis oleh peneliti atau penulis harus diterima dan
dimaknai oleh pembacanya sesuai makna yang ingin disampaikan. Pembaca harus
bisa langsung memahami konten dari karya ilmiah.
2. Tidak Ambigu
Sebuah karya ilmiah harus memberikan pemahaman secara detail dan tidak
dikemas dengan bahasa yang tidak membingungkan. Dengan begitu, maksud dari
karya ilmiah itu bisa langsung diterima oleh pembacanya.
3. Harus Objektif dan
Hindari Kesan Emotif
Ciri-ciri karya ilmiah selanjutnya ialah harus objektif dan tidak boleh
emotif atau dibuat dengan dasar perasaan penulis. Hal ini penting agar karya
ilmiah yang dibuat dapat menjadi suatu karya objektif, bukan berpihak pada
emosi penulis.
4. Menggunakan Bahasa yang
Baku dan Memperhatikan Cara Penulisan yang Tepat
Ciri-ciri karya ilmiah yang keempat mengharuskan sebuah karya ilmiah
untuk ditulis menggunakan bahasa yang baku dan memperhatikan cara penulisan
yang tepat. Bahasa yang baku maksudnya di sini adalah bahasa yang formal dan
resmi sesuai Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI).
5. Menggunakan Kaidah Keilmuan
Ciri-ciri karya ilmiah yang kelima, yakni sebuah karya ilmiah harus
ditulis dan disusun dengan kaidah keilmuan. Kaidah keilmuan di sini maksudnya
adalah metodologi penelitian yang harus diperhatikan oleh penulis karena dengan
metodologi, karya ilmiah memiliki kerangka pemikiran yang logis.
6. Berkohesi dan
Menggunakan Kalimat yang Efektif
Ciri-ciri karya ilmiah yang terakhir ialah berkohesi dan menggunakan
kalimat yang efektif. Berkohesi di sini maksudnya adalah antara satu bab dengan
bab yang lain harus saling berkesinambungan, terutama isinya.
Hindari penggunakan
kalimat yang tidak efektif alias bertele-tele dalam menulis sebuah karya
ilmiah.
D.
Penggunaan Bahasa dalam Karangan Ilmiah
Ragam bahasa merupakan variasi penggunaan bahasa. Ragam bahasa dapat dibedakan berdasar pada (a) pokok pembicaraan, (b) media yang digunakan, dan(c) hubungan antara komunikator dengan komunikan. Selanjutnya dalam tulisan ini
hanya akan dibahas ragam bahasa dari sudut media yang digunakan, yakni ragam
bahasa tulis
dan
dari sudut hubungan antara komunikator dengan komunikan.
Dilihat dari hubungan komukator dan komunikan, perbedaan ragam bahasa tulis dan ragam
lisan ada dua macam. Pertama berhubungan dengan
peristiwanya, yakni bila digunakan ragam tulis partisipan tidak berhadapan secara langsung.
Akibatnya bahasa yang digunakan harus lebih jelas sebab berbagai sarana
pendukung yang digunakan
dalam bahasa lisan seperti isyarat, pandangan
dan anggukkan tidak dapat digunakan. Itulah sebabnya mengapa ragam
tulis lebih
cermat. Pada ragam
tulis, fungsi subjek, predikat, objek dan keterangan serta
hubungan
antarfungsi itu harus nyata. Pada ragam lisan
partisipan pada umumnya bersemuka sehingga fungsi-fungsi itu kadang terabaikan. Meskipun demikian, mereka dapat saling memahami maksud yang dikemukakan karena dibantu dengan unsur paralinguistik. Orang yang halus
rasa bahasanya sadar bahwa kalimat ragam
tulis berbeda dengan ragam ujaran. Oleh karena itu, sepatutnya mereka berhati-hati dan berusaha agar kalimat yang ditulis ringkas dan jelas. Bentuk akhir ragam tulis tidak jarang merupakan hasil beberapa kali penyuntingan.
Hal kedua yang
membedakan
ragam tulis dan
lisan berkaitan
dengan
beberapa upaya yang digunakan dalam ujaran,
misalnya tinggi rendah, panjang
pendek, dan intonasi
kalimat yang tidak terlambang dalam tata tulis maupun ejaan.
Dengan demikian, penulis perlu merumuskan kembali kalimatnya jika ingin
menyampaikan jangkauan makna
yang sama
lengkapnya. Lain halnya dengan
ragam lisan, penutur dapat memberikan tekanan
atau jeda pada bagian
tertentu agar maksud ujarannya dapat dipahami. Jadi, ragam bahasa tulis memiliki
karakteristik
khusus dibandingkan ragam bahasa lisan. Karakteristik tersebut adalah
(1)
ragam bahasa tulis memiliki banyak penanda metalingual, (2) kalimat berstruktur lengkap,
dan
(3) klausanya sederhana tetapi memiliki
kepadatan kata dan isi.
E.
Sifat-Sifat Bahasa yang Digunakan dalam Karya Ilmiah
Secara umum penggunaan bahasa dalam karya atau artikel ilmiah harus
mengacu pada sifat-sifat bahasa meliputi sifat (a) objektif, (b) impersona, (c) teknis,
dan(d)praktis.
1. Objektif
Bahasa yang objektif adalah bahasa yang menggambarkan sesuatu
pengalaman yang bagi semua khalayak pemakai bahasa, representasi
pengalaman
linguistik itu dipandang sama. Sebaliknya bahasa subjektif menggambarkan sesuatu pengalaman (oleh penulisnya) yang berbeda dengan pengalaman yang dipahami
oleh khalayak dalam memahami representasi pengalaman itu karena penulis membawa pertimbangan
sikap, pendapat, dan
komentar pribadi. Jadi, keobjektifan bahasa dapat ditingkatkan dengan meniadakan atau meminimalkan pendapat dan
sikap pribadi tersebut. Karena bahasa subjektif wujud dalam bentuk epitet atau
ekspresi emosional, modalitas, proses mental, dan makna konotatif maka keobjektifan dapat dicapai dengan meniadakan atau meminimalkan penggunaan
bahasa dengan
ciri subijektif di atas. Berikut contoh perbandingan teks dengan pemakaian makna objektif dan subjektif.
Aspek Subjektif Objektif
Epitet Jelas, sistem itu tidak baik. Sistem itu tidak digunakan
Ekspresi emosional Hebat, penelitian itu sangat
Penelitian itu berkontribusi luar biasa pada pengembangan teori.
Modalitas Data selalu/pasti diproses di Data diproses di
laboratorium laboratorium
Proses Mental
Model Kemmis lebih Model Kemmis
sesuai disenangi dibandingkan. untuk jenis penelitian ini.
Makna konotatif
Action Research menjadi
Action Research sedang
primadona saat ini. digalakkan saat ini.
2. Impersona
Keimpersonaan
bahasa
memperlihatkan ketidakterlibatan
penulis
artikel dalam teks artikel ilmiah yang disusunnya. Pada teks
artikel ilmiah tidak digunakan
bentuk pronomina saya, kami, kita, atau penulis dengan tujuan untuk menghindari
paparan persona (subjektif). Meskipun kita akui bahwa karya ilmiah tidak wujud
tanpa
keterlibatan penulis, retotika ilmu menuntut agar dalam
teks
keterlibatan itu tidak
ditampilkan. Untuk
mempertahankan
keimpersonaan
teks
sehingga tidak
terlihat keterlibatan
penulis, digunakan kalimat pasif sebagaimana terlihat dalam
contoh berikut.
Sampel ditentukan secara acak.
bukan
Saya/kami/penulis memilih sampel secara acak.
Bahasa dibagi ke dalam empat kategori.
bukan Saya/kami/penulis membagi bahasa ke dalam empat kategori.
3. Teknis
Dengan kespesifikannya,
istilah teknis
digunakan dalam
artikel ilmiah.
Tidak ada satu disiplin ilmu tanpa istilah
teknis. Teknis maksudnya dalam
konteks
tulisan istilah yang digunakan berhubungan dengan istilah dalam satu disiplin ilmu.
Akan tetapi, penggunaan singkatan
(akronim) yang belum lazim disarankan tidak
digunakan. Penggunaan singkatan dilakukan dengan menampilan bentuk penuh
terlebih dulu dari
uraian akronim yang akan dibuat diikuti bentuk singkatan dalam tanda kurung pertama. Dalam teks berikutnya bentuk singkatan itu dapat digunakan
secara konsisten. Misalnya, Pada tahun 2004 Kurikulum
Berbasis Kompetensi
(KBK) akan
mulai diberlakukan. Namun, sampai
saat
ini para guru maupun kepala sekolah masih belum memahami KBK tersebut. Bahkan sekolah belum memiliki
contoh KBK yang ….
4. Praktis
Kepraktisan bahasa artikel ilmiah ditandai dengan penggunaan teks yang
ekonomis dan tidak taksa (ambiguous). Sebagai contoh kata diteliti dan digalakkan
berdasarkan
prinsip ini dapat digunakan sebagai pengganti mengadakan penelitian dan naik daun karena bentukan pertama lebih ekonomis dan tidak mengandung ketaksaan.Namun, bentuk frase berdasar pada, terdiri
atas, sesuai
dengan, bergantung pada tidak
dapat diubah menjadi
berdasar, terdiri, sesuai, dan bergantung walaupun bentuk tersebut lebih singkat dan hemat karena bentuk yang pertama merupakan bentuk yang sudah dibakukan dalam bahasa Indonesia.
F.
Syarat-Syarat Penggunaan Bahasa dalam Karya Ilmiah
Penggunaan bahasa dalam bentuk tulisan formal seperti karya tulis ilmiah harus mengikuti syarat-syarat tertentu.
1. Ketepatan Diksi (pilihan kata)
Secara morfologis bahasa dalam karya atau artikel ilmiah harus lengkap.
Dalam hal ini wujud setiap kata yang dipakai harus mengandung afiksasi yang lengkap seperti: diuraikan, mempertentangkan, memiliki dan sebagainya. Kata-kata lain yang tanpa afiksasi
juga harus dimunculkan dalam bentuk yang lengkap.
Kata-kata seperti tidak, sudah dan sebagainya tidak dapat ditulis dengan bentuk tak atau udah.
Selain itu, dalam karya ilmiah hendaknya digunakan kata yang bermakna
denotatif adalah makna sebenarnya yang dikandung oleh sebuah kata, yaitu makna yang mengacu pada suatu referen, atau makna yang bersifat umum dan
objektif.
Berdasarkan luang lingkupnya kata umum dibedakan dengan kata khusus. Semakin luas ruang lingkup sebuah kata, semakin umum sifatnya dan
semakin sempit ruang
lingkupnya, maka semakin khusus
pula sifatnya.
Dalam menetapkan diksi, sebaiknya juga dipilih kata yang sifatnya konkret.
Kata yang
acuannya semakin mudah diserap
pancaindra
disebut kata konkret
seperti meja, mobil, hangat, wangi, suara. dan sebagainya. Jika acuan
sebuah
kata
tidak mudah diserap pancaindra kata itu disebut kata abstrak seperti
gagasan dan
perdamaian.
Kata abstrak ini tidak dapat digambarkan secara nyata sehingga kata abstrak ini lebih sulit dipahami dari
pada konkret. Bandingkan
kata-kata abstrak dan
kata- kata konkret dalam kalimat berikut!
1) - Keadaan kesehatan anak-anak di desa ini sangat buruk.
- Anak-anak di desa ini banyak yang menderita malaria, cacingan,
infeksi dan kekurangan gizi.
2) - Rakyat desa ini hidup bercukupan.
- Rakyat desa ini cukup sandang pangan, perumahan, pendidikan dan
kesehatan.
Masih dalam memilih diksi, hendaknya dalam menulis
karya ilmiah
digunakan
kata yang sifatnya kajian/Ilmiah. Kata kajian/ilmiah
adalah
kata-kata yang
dipergunakan oleh para
ilmuan atau kelompok
profesi tertentu,
misalnya
dalam makalah atau pembicaraan khusus. Sedangkan kata populer adalah
kata-kata
yang biasa digunakan
secara umum atau dikenal oleh masyarakat luas dan biasa dipakai atau dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari
Contoh:
Populer Kajian/Ilmiah
Isi
Volume Bunyi Fonem
Tahap Stadium Hasil Produk
2. Keefektifan Kalimat
Bahasa dalam artikel harus mengikuti kaidah–kaidah sintaktik. Penggunaan
kalimat dalam
karangan ilmiah harus berupa kalimat yang efektif, yakni
kalimat
yang memenuhi kriteria jelas, sesuai dengan kaidah tatabahasa, tidak berbelit-belit, tidak bertentangan dengan kebenaran nalar, dan ringkas. Kalimat yang efektif disusun
dalam pengungkapan
gagasan
secara tepat sehingga
dapat dipahami
secara tepat pula Kerraf
(1980) mengemukakan bahwa kalimat merupakan satuan kumpulan kata yang terkecil
yang mengandung
pikiran
yang lengkap. Kalimat
dalam ragam resmi,
lisan maupun tulisan sekurang-kurangnya
harus memiliki
subjek (S) dan predikat (P). Bila tidak memiliki
kedua unsur tersebut maka pernyataan tersebut bukanlah merupakan
sebuah kalimat, melainkan
sebuah frasa atau deretan kata saja.
Dalam kaitannya dengan penulisan karangn ilmiah, kita
harus
menggunakan kalimat yang tidak bermakna
ganda, yaitu kalimat yang memenuhi ketentuan tata bahasa, tetapi masih menimbulkan tafsiran ganda. Dalam hal ini tepat
makna, tunggal arti. Bila kalimat yang kita buat masih menimbulkan makna ganda,
maka tidak termasuk kalimat yang efektif. Berikut ini contohnya.
(1) Tahun ini SPP mahasiswa baru dinaikkan.
Kata baru di
atas menerangkan kata mahasiswa atau kata dinaikkan?
Jika menerangkan mahasiswa, tanda
hubung dapat digunakan untuk menghindari salah tafsir.
(1a) Tahun ini SPP mahasiswa-baru dinaikkan.
Jika kata
baru
menerangkan
dinaikkan, kalimat
itu
dapat
diubah
menjadi:
(1b) SPP mahasiswa tahun ini baru dinaikkan.
(2) Rumah sang jutawan yang aneh itu akan segera dijual.
Frasa yang aneh di atas menerangkan kata rumah atau frasa sang jutawan?
Jika yang aneh menerangkan rumah, kalimat itu dapat diubah menjadi:
(2a) Rumah aneh milik sang jutawan itu akan segera dijual.
Jika yang aneh itu menerangkan
sang jutawan kata yang dapat dihilangkan sehingga
makna kalimat di atas menjadi lebih jelas.
(2b) Rumah sang jutawan aneh itu akan segera dijual.
Berikut ini contoh lain kalimat yang kurang efektif. Kalimat (1) diambil dari sebuah tiket bus dan kalimat (2) diambil dari sebuah majalah.
(1) Jika bus ini mengambil penumpang di luar agen supaya melaporkan kepada
kami.
Kalimat ini kurang jelas maksudnya karena ada bagian yang dihilangkan atau tidak sejajar.
Siapakah yang
diminta "supaya
melaporkan kepada kami"? Ternyata
imbauan ini untuk para penumpang yang membeli tiket di agen. Jika demikian,
kalimat ini perlu diubah menjadi:
(1a) Jika bus ini mengambil penumpang di luar agen, Anda diharap
melapor-
kannya kepada kami.
Jika subjek induk kalimat dan anak kalimatnya dibuat sama, ubahannya menjadi
(1b) Jika bus ini mengambil penumpang di luar agen, harap dilaporkan kepada kami. (2) Mereka mengambil botol bir dari dapur yang menurut pemeriksaan laboratorium
berisi cairan racun.
Apakah yang berisi cairan racun itu? Jika jawabnya "dapur", kalimat ini sudah baik.
Jika jawabnya "botol bir", letak keterangannya perlu diubah menjadi:
(2a) Dari (dalam) dapur mereka mengambil botol bir yang menurut pemeriksaan
laboratorium berisi cairan racun.
(3) Pria dan wanita yang masih bersekolah
tidak diijinkan mengikuti
kampanye pemilu.
Keterangan yang masih bersekolah dapat menerangkan frase pria dan wanita atau
hanya wanita saja.
Bila
hanya wanitanya yang
bersekolah maka kalimat harus
diubah menjadi“Wanita
yang bersekolah dan pria
tidak diijinkan
mengikuti
kampanye pemilu”.
(4) Para PNS diwajibkan untuk apel pada tanggal 17 Agustus
2007.
(5) *Bagi para dosen PNS diwajibkan untuk apel pada tanggal 17 Agustus 2007.
Para dosen pada (4) merupakan satu frasa nomina dan karenanya layak
menjadi subjek. Tetapi bila ditambahkan preposisi bagi seperti
pada (5) maka
kategori sintaktiknya
tidak
lagi nomina
sehingga
tidak bisa berfungsi sebagai subjek. Dengan
kata lain, subjek tidak dapat didahului kata depan
kecuali bila kata
depan tersebut difungsikan sebagai pengantar
keterangan seperti dalam contoh kalimat “Dalam makalah ini dikemukakan contoh kalimat efektif”
3. Kelogisan Paragraf
Paragraf merupakan
suatu kesatuan bentuk pemakaian bahasa yang
mengungkapkan pikiran atau topik dan berada di bawah
tataran
wacana. Paragraf memiliki potensi terdiri atas beberapa kalimat. Paragraf yang hanya terdiri atas satu
kalimat
tidak mengalami pengembangan. Setiap paragraf berisi kesatuan topik,
kesatuan pikiran atau
ide.
Dengan demikian, setiap
paragraf memiliki potensi adanya satu kalimat topik atau kalimat utama dan kalimat-kalimat penjelas. Oleh
Ramlan, (1993)
pikiran utama
atau ide
pokok merupakan pengendali suatu paragraf.
Pengidentifikasian secara formal suatu paragraf begitu mudah, karena secara
visual paragraf
biasanya ditandai adanya
indensasi. Yang menjadi persoalan,
apakah bentuk yang secara visual dikenali sebagai paragraf tersebut secara otomatis
berisi satu satuan pokok pikiran? Idealnya tentulah ya, bila paragraf telah dikembangkan secara baik. Namun, kenyataannya belum tentu demikian
karena
belum
tentu paragraf dikembangkan secara benar. Di sinilah pentingnya pengembangan paragraf.
Pada kesempatan ini
akan
disajikan secara berturut pembentukan
paragraf, kerangka paragraf, pengembangan paragraf berdasarkan teknik, dan pengembangan
paragraf berdasarkan isi secara serba singkat.
Dalam pembentukan paragraf yang baik terdapat tiga syarat yang harus
diperhatikan, yaitu unsur
kesatuan, kepaduan, dan kelengkapan. Unsur kesatuan
paragraf mengisyaratkan
pada adanya persyaratan bahwa suatu paragraf hanya
memiliki satu topik,
satu pikiran utama.
Fungsi paragraf dalam hal ini adalah
mengembangkan topik tersebut.
Oleh karena itu, pengembangan paragraf tidak dapat dilakukan secara sembarangan, tidak boleh terdapat unsur yang sama sekali
tidak berhubungan dengan
topik, dan
tidak mendukung topik. Penyimpangan
pengembangan paragraf
akan menyulitkan pembaca, akan mengakibatkan paragraf
tidak efektif. Jadi, satu paragraf idealnya hanya berisi satu gagasan pokok satu
topik. Semua kalimat dalam suatu paragraf harus membicarakan gagasan
pokok
tersebut. Dengan demikian, paragraf yang baik selalu bercirikan kepaduan.
Kepaduan itu terbentuk oleh adanya kesatuan dan pertautan. Kesatuan itu berkenaan dengan pokok masalah,
sedangkan pertautan itu berkenaan dengan hubungan
antara bagian yang satu dan bagian yang lain yang
berupa kalimat-kalimat
penjelas.
Untuk menjamin adanya kesatuan dan
pertautan dalam satu komposisi paragraf
hendaknya
termuat
hanya satu
gagasan pokok
yang sesuai dengan
jenjangnya dan gagasan pokok itu kemudian dikembangkan. Di dalam naskah yang terdiri atas
beberapa
paragraf gagasan pokok
itu dapat
termuat
dalam
sebuah
paragraf yang disebut paragraf pokok
dan dikembangkan dengan
paragraf
pengembang. Di dalam sebuah paragraf, gagasan pokok itu dapat diwujudkan dalam
sebuah
kalimat yang disebut kalimat pokok. Gagasan itu dikembangkan
dengan kalimat-kalimat lain yang disebut kalimat pengembang sehingga membentuk paragraf karena, di dalam setiap paragraf seutuhnya terdapat proses pengembangan atas satu
gagasan pokok
sehingga
terbentuklah pertautan
antara
kalimat
pokok dan
kalimat pengembang, serta antara kalimat pengembang yang satu dan kalimat pengembang yang lain. Kepaduan itu dapat digambarkan sebagai berikut.
(1) .................................. (2) ........................
(3) ...........................................................................
.....................
(4) (5
(6) ..................................................
Keterangan
= kalimat pokok/paragraf pokok
--- kalimat pengembang/paragraf pengembang
Perhatikan paragraf berikut!
(1) Kekeringan yang melanda pu/au ini berakibat sangat parah.
(2) Sumur penduduk sudah tidak banyak mengeluarkan air. (3) Ternak sudah lama
tidak memperoleh makanan yang berupa rerumputan hijau. (4) Pepohonan pun di
mana-mana tampak
melayu. (5)
Banyak
sawah yang
tidak tergarap lagi; tanahnya mengeras dan pecah-pecah.
Gagasan
pokok
pada
paragraf di
atas akibat kekeringan yang parah
terutama
dalam kalimat
(1).
Kalimat (2)
dan (3) merupakan pengembangan kalimat (1) sehingga pembaca memperoleh gambaran yang lebih
lengkap
perihal kekeringan itu. Sebagai kalimat pengembang, masing-masing memberikan
keadaan
yang disebut dalam kalimat (1).
Selanjutnya coba Anda baca contoh paragraf berikut. Analisislah apakah
sudah merupakan paragraf yang padu?
(1) (1) Biji yang patut dipilih sebagai bibit memiliki beberapa ciri. (2) Setelah dipilih, bibit disemaikan
terlebih dahulu. (3) Biji yang dijadikan bibit harus masih dalam keadaan
utuh. (4) Biji yang kulitnya berkerut atau berjamur sebaiknya
tidak dipilih. (5) Kulit biji yang sehat biasanya berwarna kuning
muda.
(2) (1) Kota Yogyakarta dikenal
juga sebagai kota
pelajar.
(2) Tanah di sekitarnya sangat subur. (3)
Banyak pendatang baru yang datang mencari pekerjaan. (4) Pada malam hari banyak orang berjalan-jalan di sepanjang
jalan Malioboro untuk menghirup udara malam.
Pada paragraf di atas, gagasan pokok termuat pada kalimat (1). Kalimat (3)
sampai dengan (5) membicarakan ciri biji yang baik untuk dipilih sebagai bibit.
Oleh karena itu, kalimat (3) sampai dengan (5) merupakan pengembang kalimat
(1). Kalimat (2) memang bertautan dengan kalimat (1) karena juga bertopik tentang bibit, tetapi bukan pengembang kalimat (1) karena tidak berbicara tentang ciri
bibit.
Dapat dikatakan paragraf di atas tidak padu karena terdapat ketidaksatuan gagasan.
4. Definisi
Dalam kegiatan menulis karangan ilmiah,
penulis terkadang berhadapan
dengan kata atau istilah yang perlu diberi batasan atau definisi istilah yang kita
pakai tersebut diharapkan tidak menimbulkan kesalahpahaman antara penulis dan
pembaca. Definisi, selain menjelaskan istilah juga bermanfaat untuk memperlancar
penulisan
karangan
dan dapat pula sebagai batu loncatan
untuk mengembangkan
suatu gagasan
atau ide pokok. Mengingat pentingnya pemberian definisi tersebut
maka dalam
setiap kegiatan menulis atau menyusun makalah, penulis harus
menggunakan definisi-definisi secara tepat.
Suryaman (2004) menyatakan bahwa definisi secara sederhana dapat
diartikan sebagai penetapan atau pembatasan arti dari pemakaian kata, konsep, atau istilah. Definisi adalah suatu pernyataan mengenai ciri-ciri penting suatu hal, dan
biasanya lebih kompleks dari arti, makna atau pengertian suatu hal. Melalui definisi inilah suatu kata
atau konsep, atau istilah akan tergambarkan rujukannya secara
jelas. Suatu definisi terdiri atas
dua bagian, yakni bagian yang didefinisikan disebut
dengan definiendum dan bagian yang mendefinisikan disebut dengan definiens.
a. Jenis-jenis Definisi
Jenis-jenis definisi dapat dilihat dari tiga sudut pandang yakni berdasarkan
sumber; unsur pembentuknya; serta isinya. Berdasarkan sumbernya, definisi
dapat dibagi
ke dalam
definisi
umum dan personal. Definisi umum
dibagi lagi
ke dalam definisi nominal dan formal
dan definisi personal dibagi ke dalam definisi operasional dan luas. Dilihat dari
unsur pembentuknya, definisi dibagi ke dalam definisi satu kata;
atau frase; satu kalimat;
dan satu paragraf
(lebih). Berdasarkan isinya, definisi dapat dibagi ke dalam definisi berupa sinonim (persamaan kata) atau antonim (lawan kata); negasi
(pengingkaran); contoh;
kontras (perbandingan); dan klasifikasi (deferensiasi) (Suryaman, 2004). Untuk lebih jelasnya, pembagian definisi tersebut dapat dilihat pada bagan berikut.
(1) Definisi Nominal
Definisi nominal biasanya digunakan dalam kamus. Definiens-nya berupa sinonim, terjemahan dalam bahasa lain, dan etimologi. Contoh:
a. Yang dimaksud dengan
tenaga
ialah kekuatan. (sinonim).
b. Kepemimpinan ialah
yang di
dalam bahasa
Inggris disebut
leadership.
(terjemahan dalam bahasa lain).
c. Canggih merupakan kata yang dalam bahasa Inggris
adalah sophisticated.
d. Kata biologi diturunkan dari kata bio (hidup) dan logos
(ilmu) (etimologi).
(2) Definisi Formal
Definisi Formal biasa pula disebut dengan definisi logis sebagaimana terlihat
pada contoh berikut.
“Administrasi pendidikan adalah suatu proses yang berurusan dengan
penciptaan,
pemeliharaan, stimulasi dan penyatuan
tenaga-tenaga dalam suatu lembaga
pendidikan dalam
usaha merealisasikan tujuan-tujuan yang telah ditentukan
sebelumnya.”
Ikan
ialah sejenis vertebrata yang hidup di
air, bersisik, berdarah dingin, bernafas dengan insang, badannya seperti torpedo, dan berkembang biak dengan bertelur.
(3) Definisi Operasional
Definisi operasional digolongkan ke dalam
definisi personal
karena
didasarkan atas kebutuhan seseorang. Artinya, definisi personal yang diberikan si A, misalnya, akan berbeda bila diberikan oleh si B. Sebagai contoh, si A dan
si B akan meniliti permasalahan yang sama, yakni pengaruh gaya
kepemimpinan
terhadap motivasi kerja bawahannya.berdasarkan
masalah
tersebut, terdapat dua variabel, yakni, gaya kepemimpinan dan motivasi kerja bawahannya.
Kemudian, si
A
mendefinisikan variabel
gaya
kepemimpinan
dengan berorientasi
pada hubungan manusia sehingga definisi operasionalnya
menjadi suatu gaya kepemimpinan
yang didasarkan atas tindakan pada
kepercayaan
dan penghargaan terhadap gagasan
bawahan, empati,
partisipasi, dan hubungan akrab. Sementara si B mendefinisikan gaya kepemimpinan
dengan orientasi pada pelaksanaan tugas sehingga definisi operasionalnya menjadi suatu gaya kepemimpinan yang didasarkan atas
tindakan pada pengarahan dan pengorganisasian kegiatan, penjadualan
tugas, dan pengontrolan seperti hubungan
atasan bawahan terbatas pada hal
formal,
pengontrolan pelaksanaan
pengetikan, kehadiran dengan
ketat, keberhasilan
kerja, dan penetapan rencana-rencana kegiatan secara terinci.
Definsi operasional diperlukan terutama dalam dunia penelitian. Hal yang
didefinisikan adalah variabel-variabel yang akan
diukur atau diteliti. Selain itu, penyusunan
definisi operasional harus didasarkan
atas kerangka teori yang disusunnya.
(3) Definisi Luas
Definsi luas merupakan uraian panjang lebar tentang suatu konsep yang disusun dalam satu paragraf atau lebih (Suryaman, 2004). Contoh: Manajeman
diartikan
sebagai
ilmu, kiat,
dan profesi.
Dikatakan sebagai
ilmu karena manajemen dipandang sebagai
suatu bidang pengetahuan
yang secara sistematik
berusaha memahami mengapa dan bagaimana
orang bekerja sama. Dikatakan sebagai kiat
karena manajemen mencapai sasaran melalui cara-cara dengan
mengatur orang lain menjalanjan tugas. Dikatakan ilmu karena manajemen
dilandasi oleh keahlian khusus
untuk mencapai suatu prestasi bmanajer.
(4) Definisi Negasi
Definisi ini merupakan pengingkaran terhadap konsep yang dimaksud. Cara
penyajiannya dapat dilakukan melalui paragraf atau kalimat. Contoh: Yang
dimaksud dengan
pemimpin di sini
bukanlah
pemimpin yang hanya pandai memberi
instruksi sambil duduk di belakang meja, melainkan pemimpin sebagai administrator, organisator, moderator, manager, agen
pembaharu, dan selalu memperhatikan bawahannya.
Bandingkan dengan contoh berikut: yang dimaksud dengan pemimpin
di sini
bukan pemimpin yang hanya pandai memberikan instruksi.
Pengingkaran saja yang ditonjolkan tidak akan memberikan gambaran
yang
jelas tentang suatu konsep. Oleh karena itu, perlu ada penjelasan lebih rinci tentang hal yang dimaksud.
(5) Definisi dengan Pertentangan
Definisi melalui
pertentangan dimaksudkan untuk mempermudah
pemahaman suatu
konsep
yang sulit
untuk dijelaskan.
Untuk
itu,
definisi
melalui pertentangan merupakan suatu jalan untuk memecahkan persoalan tersebut.
Contoh: untuk
memahami
desain
ex-post facto
sebaiknya
anda
mengetahui dulu
bedanya dengan desain eksperimental. Di
dalam desain eksperimental hubungan kausal antara variabel yang diteliti, dipelajari melalui
suatu perlakuan;
ada variabel yang dimanipulasi. Di dalam desain ex-post facto hubungan
kausal
dipelajari --
dilacak
kembali --
tanpa
melakukan
manipulasi variabel.
(6) Definisi dengan Contoh
Untuk lebih memperjelas suatu konsep, definisi yang dapat dilakukan
adalah melalui
contoh. Berikut adalah contohnya: Yang dimaksud dengan variabel assigned ialah variabel yang serupa dengan ras, golongan darah,
jenis kelamin, warna kulit, umur, dan sebagainya. Varibel semacam ini tidak dapatdimanipulasi.
.Ketepatan Penggunaan Kaidah Tata Tulis Bahasa Indonesia
1. Penulisan Huruf
a. Huruf Kapital
1. Huruf besar
atau huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama pada awal kalimat.
Contoh: Kita harus bekerja keras.
2. Huruf besar
atau huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama petikan langsung.
Contoh : Adik
bertanya,”
Kapan kita pulang?”
3. Huruf besar atau huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama dalam ungkapan yang berhubungan dengan hal-hal keagamaan, kitab suci, dan nama tuhan,
termasuk kata gantinya.
Contoh : Allah, Qur’an, Kristen, Yang Maha Pengasih
4. Huruf besar atau huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama gelar kehormatan, keturunan dan keagamaan yang diikuti nama orang.
Contoh : Haji Agus Salim, Mahaputra Yamin, Sultan Hasanuddin.
5. Huruf besar atau huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama jabatan dan
Pangkat yang diikuti nama orang.
Contoh : Gubernur H. Nuryana, Laksmana Muda Udara Husein Sastra Negara
6. Huruf besar
atau huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama orang.
Contoh : Amir Hamzah, Halim Perdana Kusumah, Dewi Sartika, Wage Rudolf
Supratman.
7. Huruf besar atau huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku dan bahasa.
Contoh : bangsa Indonesia,
suku Sunda, bahasa Inggris
8. Huruf besar atau huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama tahun, bulan, hari, hari raya, dan peristiwa sejarah.
Contoh : tahun Hijrah, bulan Agustus.
b. Huruf Miring dalam cetakan dipakai untuk :
1.
Menuliskan nama buku, majalah, dan surat kabar
yang dikutip dalam karangan.
Contoh : Majalah
Bahasa
dan
Kesustraan, Negara Kertagama
karangan
Prapanca, Surat kabar Suara Karya.
2.
Menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata atau kelompok kata.
Contoh : Bab ini tidak
membicarakan penulisan huruf kapital.
2.Penulisan kata
a. Kata Dasar
Kata yang berupa kata dasar
ditulis
sebagai satu kesatuan. Contoh : Ibu percaya engkau tahu.
b. Kata Turunan
1.
Imbuhan ( awalan, sisipan, akhiran )
ditulis
serangkai dengan kata dasarnya.
Contoh : Bergelar, dibiayai, diperlebar, mempermainkan, menengok.
2.
Awalan atau
akhiran ditulis dengan
kata yang langsung mengikuti atau
mendahuluinya kalau bentuk
dasarnya berupa gabungan kata.
Contoh : Bertepuk
tangan, garis
bawahi, menganak
sungai, sebar luaskan.
3.
Kalau bentuk dasarnya berupa gabungan kata sekaligus mendapat awalan dan
akhiran, maka kata – kata itu ditulis
serangkai..
Contoh: Memberitahukan,
mempertanggungjawabkan, dilipatgandakan,
penghancurleburan.
c. Kata Ulang
Bentuk ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda hubung.
d. Gabungan Kata
1.
Gabungan
kata yang
lazim disebut
kata majemuk, termasuk istilah khusus, bagian
– bagiannya umumnya ditulis terpisah.
Contoh : Kambing hitam
Meja tulis
2. Gabungan kata, termasuk istilah kata, yang mungkin menimbulkan salah baca,
dapat diberi tanda hubung untuk menegaskan pertalian di antara unsur yang bersangkutan.
Contoh :
Alat pandang – dengar |
Anak – istri |
Buku sejarah – baru |
Dua – sendi |
Ibu – bapak |
Watt -
jam |
e. Kata ganti ku, kau, mu dan nya.
Kata ganti ku dan kau ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya ku, mu,
dan nya ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
Contoh : Bukuku, bukumu dan bukunya tersimpan di perpustakaan
G. Pemakaian Tanda Baca
1.Tanda Titik ( . )
a. Tanda titik dipakai pada akhir
kalimat yang bukan pertanyaan atau susunan.
Contoh : Ayahku tinggal di Bandung.
Biarlah mereka duduk
di
sana.
b. Tanda titik tidak dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagian, ikhtisar, atau daftar.
Contoh :
Departemen Dalam Negeri
Direktorat Jendral Agria
Catatan :
Tanda titik tidak dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagian atau ikhtisar
jika angka atau huruf itu merupakan yang terakhir dalam deretan angka atau huruf.
c. Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan
waktu.
Contoh : Pukul 1. 35. 20 ( Pukul 1 lewat 35 menit 20 detik
).
2.Tanda Koma ( , )
a. Tanda koma dipakai di antara unsur – unsur
dalam suatu perincian atau pembilangan
Contoh : Saya membeli pena, kertas, tinta, dan penggaris.
b. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara
berikutnya yang didahului oleh kata seperti tetapi atau melainkan.
Contoh : Saya ingin datang, tetapi hari hujan.
Yudi bukan anak
saya, melainkan anak
Pak
Abidin.
c. Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu mendahului
induk kalimatnya..
Contoh : Kalau hari hujan, saya tidak
akan datang
Karena sibuk, ia lupa akan janjinya.
d. Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak
kalimat itu mengiringi induk
kalimatnya.
Contoh : Saya tidak akan datang kalau hari hujan.
4.. Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antarkalimat yang terdapat pada awal kalimat, termasuk di dalamnya oleh karena itu, jadi, lagipula, meskipun begitu, dan
akan tetapi.
Contoh : .....Oleh karena itu, kita harus berhati – hati.
5. Tanda koma dipakai untuk memisahkan bagian nama yang dibalik susunannya dalam daftar
pustaka
Contoh : Alisjatimana, Sutan Takdir. 1949. Tata Bahasa Baru Indonesia. Jilid 1 dan 2.
Djakarta : PT Pustaka Rakyat.
3.Tanda Titik Koma ( ; )
a. Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis
dan
setara.
Contoh : Malam makin larut; pekerjaan belum selesai juga.
b. Tanda koma dapat dipakai sebagai pengganti kata penghubung untuk memisahkan
kalimat yang setara di dalam kalimat majemuk.
Contoh : Ayah mengurus tanamannya di kebun itu; Ibu sibuk
bekerja di dapur.
Adik menghafal nama–nama pahlawan nasional;
saya sendiri asik menonton
siaran bola.
4. Tanda
Titi Dua (
: )
a. Tanda titik dua
dapat dipakai
pada
akhir suatu pernyataan
lengkap
jika
diikuti rangkaian.
Contoh : Kita sekarang memerlukan perabot rumah tangga: kursi, meja dan lemari.
Hanya ada adua pilihan bagi pejuang kemerdekaan itu: hidup atau mati.
b. Tanda titik dua dipakai jika rangkaian itu
merupakan
pelengkap yang
mengakhiri pernyataan.
Contoh : Kita memerlukan: kursi, meja
,dan lemari.
2. Tanda titik
dua
dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian. a. Ketua : Tono
Sekretaris : Dian
Bendahara : Yeni
5. Tanda
Hubung ( - )
a. Tanda hubung menyambung suku-suku kata dasar
yang terpisah oleh pergantian baris.
Contoh :
Di samping cara-cara lama itu ada juga cara baru.
Suku kata yang berupa satu vokal tidak ditempatkan pada ujung baris atau pangkal
baris.
Contoh :
Beberapa pendapat mengenai masalah itu telah disampaikan.... Walaupun sakit, mereka tetap tidak
mau beranjak.....
Bukan
Beberapa pendapat mengenai masalah i-tu telah disampaikan.... Walaupun sakit, mereka etap tidak ma-u beranjak.....
6. Tanda
Elipsis (...)
a. Tanda elipsis dipakai dalam kalimat yang terputus-putus.
Contoh : Kalau begitu...ya, marilah kita bergerak
b. Tanda elipsis menunjukkan bahwa dalam satu kalimat atau naskah ada bagian yang
dihilangkan.
Contoh :Sebab-sebab kemerosotan...akan diteliti lebih lanjut.
7. Tanda
tanya ( ? )
a. Tanda tanya dipakai pada akhir kalimat tanya.
Contoh : Kapan ia berangkat?
Saudara tahu, bukan?
b. Tanda tanya dipakai di dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang
disangsikan atau yang kurang dapat dibuktikan kebenarannya.
Contoh : Ia dilahirkan pada tahun 1683. ( ? )
Uangnya sebanak sepuluh juta rupiah (
? ) hilang.
8. Tanda
seru ( ! )
Tanda seru dipakai sesudah ungkapan
atau pernyataan yang berupa satuan atau
perintah yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, ataupun rasa emosi
yang kuat.
Contoh : Alangkah seramnya peristiwa itu!
9.Tanda Penyingkat atau Apostrof ( ’ )
Tanda penyingkat atau apostrof menunjukkan penghilangan bagian kata atau bagian angka tahun.
Contoh : Agus
’kan kusurati. ( ’kan = akan )
Malam ’lah tiba. ( ’lah = telah )
1 Januari ’07 (
’07 = 2007 )
BAB III
KESIMPULAN
A.
Kesimpulan
Penggunaan bahasa dalam artikel ilmiah memiliki gaya dan sistematika yang berbeda dengan jenis tulisan lainnya. Menulis artikel
ilmiah dapat diumpamakan seperti sebuah bangunan yang akan didirikan menurut rancangan
atau desain
yang telah ditentukan. Proses
penulisannya menggunakan syarat-syarat dan karakteristik ragam bahasa sebagaimana telah diuraikan di atas.
DAFTAR PUSTAKA
Achadiah, Sabarti dkk.1988. Pembinaan Kemampuan Menulis
Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.
Akhadiah, S., dkk..( 1991 ), Bahasa Indonesia, Jakarta : Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Proyek Pembinaan
Tenaga Pembinaan.
Assegaf, Jaffar. 1989. Tekhnik Penulisan dan Jurnalistik. Bandung : Remaja Karya. Badudu, J.S. Pelik-Pelik Bahasa Indonesia.Bandung:Pustaka Prima.
Badudu, J.S. Inilah Bahasa Indonesia Yang Baik dan Benar. Jakarta:Gramedia
Brown,
G.
dan Yule,
G.
1986.
Discourse Analysis.
Cambridge: Cambridge
University Press.
Depdikbud. 1996. Pedoman
Penulisan Karya
Ilmiah: Skripsi, Tesis,
Disertasi,
Artikel, Makalah, Laporan Penelitian. Malang: BAAKPSI.
Hallyday, M.A.K dan Hasan, R. 1980. Cohession in English. London: Longman
Haryadi. 2004.Bahasa Indonesia Ragam Ilmiah.
Yogjakarta:UNY.
Hastuti PH, Sri dkk. 1991. Buku Pegangan Kuliah Bahasa Indonesia. Yogyakarta:
UPP IKIP Yogyakarta.
Keraf, Gorys. 1982. Komposisi. Ende, Flores: Nusa Indah
Mngunharjana, AM,1986. Tekhnik Menambah dan Mengembangkan Ilmu
Pengetahuan. Yogyakarta : kanisius.
Pusat Bahasa. 2001. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang
Disempurnakan. Jakarta:PN Balai Pustaka.
Pusat Bahasa.2003.Buku Praktis
Bahasa Indonesia 1. Jakarta: Depdiknas.
Pusat Bahasa.2003.Buku Praktis
Bahasa Indonesia 2. Jakarta: Depdiknas.
Ramlan, M.
1993.
Paragraf: Alur
Pikiran
dan
Kepaduannya dalam
Bahasa
Indonesia. Yogyakarta: Andi Offset.
Saragih, Amrin. 1999.
Penulisan
Artikel
Ilmiah. Makalah
Disajikan
dalam
Pelatihan Penulisan Artikel Ilmiah di Medan, FPBS IKIP Medan, 20-21
April.
Soeparno, Haryadi, dan Suhardi. 2001.
Bahasa Indonesia untuk
Ekonomi.
Yogyakarta: Ekonesia.
Suryaman, M. (2003). Bahasa Indonesia dalam Karya ilmiah dan Surat Bisnis
Modern Bidang Administrasi.
Bandung:
Sekolah Tinggi Ilmu
Administrasi Lembaga Administrasi Negara
No comments:
Post a Comment