Laporan Praktek Lapang
PENGARUH
PERBANDINGAN MEDIA TANAM TERHADAP
PERTUMBUHAN TANAMAN PURING (Codiaeumvariegatum)
DENGAN
METODESTEK DI NABILAFLORIST
Kab. ACEH BESAR
OLEH
:
TRI
ARMAYANI
12130005
PROGRAM
STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS
PERTANIAN UNIVERSITAS ABULYATAMA
LAMPOEH
KEUDEE – ACEH BESAR
2016
BAB I
1.1
Latar
Belakang
Puring merupakan tanaman asli indonesia.
Tanaman ini di laporkan oleh seorang belanda bernama G.E. Rumphius sebelum
tahun 1690. Rumphius memberi namacodiaeum
pada tanaman ini. Pada tahun 1762 Carl von Linne memberi nama popular pada
puring yaitu croton. Sebagaimana
tanaman lain puring juga di beri nama ilmiah untuk mempermudah komunikasi yaitu Codiaeum variegatum.
Tanaman ini termasuk family Euphorbiaccae, yakni tumbuhan bergetah,
(Silitonga, 2007).Varietasnya sangat banyak.Menurut perkiraan ada ribuan jenis
puring di dunia ini, dan ini mudah teramati dari corak dan bentuk daunnya yang
beragam. Tanaman ini berasal dari negara tropis yang sepanjang tahun berlimpah
akan cahaya matahari, seperti Indonesia, Malaysia, Filipina, India, Thailand,
Sri Lanka dan Kepulauan Pasifik Selatan, (Anonym,2011)
Puring
adalah tanaman yang memiliki daun paling baik dalam menyerap unsur plumbum
(Pb/timah hitam/timbal) yang bertebaran di udara terbuka yaitu 2,05 mgr/liter
(Rahman, 2008). Selain sebagai tanaman penyerap polutan, puring yang dikenal
juga dengan nama Croton digunakan sebagai tanaman hias karena keindahan
keragaman corak dan warnanya.
Warna
daun bermacam-macam, seperti hijau, kuning, orange, merah, dan ungu dengan
corak daun bintik-bintik atau garis.Umumnya, semakin tua umur tanaman, warna
daun semakin menonjol, bahkan dalam satu tanaman memiliki dua atau tiga warna.Bentuk
daun puring juga bervariasi, ada yang berbentuk huruf Z, burung walet, ekor
ayam, dasi, keriting spiral, dan anting-anting (Heri, 2008).
Tanaman
ini dapat tumbuh sangat baik di sekitar sumur/sumber air, sehingga akar-akarnya
akan memperbaiki kualitas air dengan cara menyerap kelebihan unsur fosfor yang
terkandung dalam air. Tanaman puring juga dapat digunakan sebagai tanaman obat,
antara lain rebusan daun hijau yang sudah tua dipakai untuk menurunkan demam
dan rebusan akarnya sebagai obat pencahar. Bagi kalangan tertentu, aura puring
dipercaya memancarkan nilai-nilai positif sehingga diyakini sebagai pelindung
untuk ketentraman dan kesejahteraan dalam rumah tangga. Selain itu tanaman
puring yang juga dikenal oleh masyarakat sebagai tanaman kuburan ini, menjadi
simbol/lambang kepasrahan masyarakat kepada Tuhan yang mengingatkan manusia
bahwa suatu hari nanti akan menghadapNya (Suryani, 2008).
Berdasarkan
berbagai pemanfaatannya, yaitu sebagai tanaman penyerap polutan tanaman hias,
tanaman obat, penyerap/penangkap unsur fosfor, simbol ketentraman dan
kesejahteraan masyarakat, serta kepasrahan terhadap penciptanya, maka tanaman
puring perlu dikaji dan dikembangkan dengan cara budidaya yang optimal dengan
memperhatikan kebutuhan lingkungannya (syarat tumbuh).
1.2
Tujuan Praktek Lapang
Tujuan
praktek lapang ini adalah untuk mengetahui respon pertumbuhan dan mempelajari
teknik perbanyakan tanaman puring jari (Codiaeum
variegatum) dengan metide stek di CV.Nabila Flowers yang berguna untuk
memperoleh keterampilan dalam perbanyakan tanaman puring jari dan bahan
informasi untuk membandingkan metode yang digunakan dilapangan dengan
literature yang ada. Praktek lapanh ini diharapkan mampu membuat penulis
terampil dalam melakukan perbanyakan tanaman puring jari.
1.3
Hipotesis
Adanya pengaruh yang nyata akibat perbandingan media tanam.
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1
Klasifikasi dan Morfologi
Klasifikasi
Tanaman Puring (Codiaeum variegatum)
Klasifikasi tanaman puring jari
menurut (Gembong Tjitrosoepomo, 1991)
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Sub
Divisio : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisio : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas
: Magnoliopsida (berkeping dua/dikotil)
Sub
Kelas : Rosidae
Ordo
: Euphorbiales
Family
: Euphorbiaceae
Genus
: Codiaeum
Spesies
: Codiaeum variegatum
Dari Indonesia, puring menyebar ke
berbagai negara diantaranya Thailand yang banyak menghasilkan Puring varian
baru atau puring hibridan yang mempunyai bentuk yang indah, Selain itu di
Florida banyak sekali dibiakkan puring varian baru yang dengan nama-nama berbau
Amerika(Rizal, 2011).
Secara
garis besar ada empat jenis puring, yaitu Meidum baill, Pictum hook, Croton
pictus lood, dan phylovren lour. Jenis yang paling umum
diperdagangkan
adalah Croton. Varietas puring yang terkenal adalah :
Puring nuri C.variegatum
Puring gelatik C.variegatum
Puring ketapang C.variegatum
Puring banci
C.variegatum
Puring bor puring buntut ayam C.variegatum
Puring jet
C.variegatum
Bentuk daun tanaman puring bervariasi, ada
yang berbentuk pita yang panjangnya 5 cm-30cm, elips, oblong, bulat, hingga
seperti ujung tombak. Permukaaan daun ada yang rata, bergelombang, dan
berpilin.Warna daun juga bervariasi, ada yang berwarna hijau tua polosdan ada
pula yang memiliki lebih dari tiga macam warna dengan variasi hijau, coklat,
merah, biru dan kuning. Coraknya ada yang berbintik-bintik, bergaris-garis,dan
belang-belang.daun yang tangkainya memiliki getah berwarna bening hingga putih.
Bunga telanjang dengan benang sari yang banyak dan tersusun bertangkai dalam
satu tangkai bunga.Batang berkayu dan bergetah, tinggi mencapai 3 meterdan
memiliki percabangan yang banyak (Mitto, 2011).
2.2 Morfologi Tanaman Puring
a. Akar
Karakter
akar puring adalah akar serabut (radix adventicia).Akar ini dapat
menentukan kesehatan tanaman.Dengan akar yang memiliki banyak rambut, puring
berkesempatan untuk tumbuh secara cepat.Pada puring, akar yang sehat berwarna
putih.Bila cukup kuat, akar tersebut mampu menahan terpaan angin (Mitto, 2011).
b. Batang
Bentuk
batang puring ada dua macam yaitu bulat dan bersudut.Pertumbuhan batang tegak
dan menjulang keatas dengan percabangan banyak.Seperti tanaman Euphorbianceae blainnya, batang puring
bergetah. Semakin lama umur tanaman maka batang akan berkayu dan mengeras
(Mitto, 20011)
c. Daun
Bentuk
daun tanaman puring sangat bervariasi, ada yang berbentuk bulat telur (ovatus),
lonjong (oblongus), jorong (ellipticus) dan ada juga yang berbentuk pita
(Linear).Masing-masing daun mempunyai corak dan warna yang berbeda-beda.Tepi
daun puring ada yang rata, bergelombang dan berpilin.Ujung daun puring ada yang
berbentuk runcing (acutus), tumpul (obtusus) dan meruncing (acuminatus).Daun
puring tersusun berselang-seling atau saling berhadapan dan duduk pada ruas
batang tanaman. Daun yang masih muda akan selalu berwarna hijau cerah. Seiring
dengan perkembangannya, daun-daun baru ini akan berubah warnanya sesuai dengan
jenisnya (Mitto, 2011).
Ciri
khas puring adalah dengan perkembangan tanaman ini warna daun muda akan berbeda
dengan warna daun tua. Akibatnya akan terjadi perpaduan warna yang sangat
indah. Daun puring mengandung senyawa saponin, flavanoida, dan polivenol.Inilah
penyebab mengapa tanaman ini kadang-kadang dimanfaatkan sebagai obat
tradisional (Mitto, 2011).
2.3 Manfaat Tanaman Puring
Tanaman ini dikenal dengan nama daerah
tarimas, pudieng, karoton, katomas atau susurite. Sedangkan
nama asing untuk tumbuhan ini Croton atau Garden croton.
Tanaman Puring ternyata mampu berfungsi sebagai
tanaman anti polutan atau menangkal polusi udara yang terjadi dengan cara
menetralkan radikal bebas yang ditimbulkan dari CO (Carbon Monoksida) yang
banyak terdapat di lingkungan sekitar. Semakin banyak tanaman puring yang
ditanam, maka semakin banyak pula kesempatan untuk menetralkan pulusi udara.
Tanaman Puring bagus jika ditanam dekat sumur atau
mata air, dengan cara ditanam langsung dengan tanah, bukan pada pot. Tanaman
Puring yang ditanam di dekat sumur atau mata air, ternyata dapat memperbaiki
kualitas air.Kandungan akar yang dimiliki oleh tanaman Puring yang tertanam
disekitar sumur atau mata air tersebut ternyata dapat menangkap kelebihan
phospor yang terkandung dalam air. Fungsinya hampir sama seperti tawas yang
mampu menjernihkan air.
Tanaman puring memiliki kandungan kimia yang belum
banyak diketahui, kecuali getahnya yang mengandung tannin.Dalam farmakologi
Cina disebutkan tanaman ini memiliki rasa pahit, dingin, dan beracun.
2.4 Syarat Tumbuh Tanaman Puring
Di habitat aslinya, puring tumbuh di
tempatterbuka dengan sinar matahari penuh.Namun demikian, di tempat teduh pun
puring dapat tumbuh dengan subur. Sebagaimana tanaman lainnya, puring
membutuhkan sinar matahari dalam proses metabolismenya, terutama dalam proses
fotosintesis. Tanpa sinar matahari, proses tumbuh dan berkembangnya tanaman
akan terhambat.
Setiap tanaman membutuhkan cahaya dengan
intensitas yang berbeda-beda.Intensitas cahaya adalah banyaknya cahaya yang diterima
tanaman setiap harinya.Kebutuhan intensitas cahaya puring berkisar antara
90-100 %, dengan lama penyinaran 10-12 jam/hari.Oleh karena itu, pada umumnya
puring tidak membutuhkan naungan.
Puring tumbuh paling ideal pada
temperatur antara 20-35oC.Suhu tersebut merupakan suhu rata-rata di
Indonesia.Jadi, puring sangat ideal ditanam di negeri ini. Pada suhu rendah,
daun akan lebih sempit tetapi tebal, sedangkan pada suhu tinggi, daun akan
lebih lebar tetapi tipis.
Puring menyukai kelembaban sedang.Kelembaban
optimal untuk puring berkisar antara 30-60%.Jadi, puring mampu tumbuh di tempat
kering.Kelembaban yang terlalu tinggi perlu diwaspadai karena akan merangsang
munculnya serangan hama dan penyakit, terutama penyakit yang disebabkan oleh
bakteri dan cendawan.
2.5
Teknik Perbanyakan Tanamanan Puring
Puring bisa diperbanyak dengan
mudah.Dari batang keras yang dimiliki, metode stek dan cangkok paling mudah
dilakukan. Selain punya waktu yang relatif singkat hasil perbanyakan juga 100 %
sama dengan indukan.
Tanaman hias dengan batang keras seperti
halnya puring memang bisa tumbuh dengan mengandalkan penyerubukan alami.Namun
butuh waktu cukup lama dan juga biji yang dihasilkan tidak bisa stabil kadang
banyak dan sedikit. Dan yang utama hasil anakan dari biji punya kemungkinan
besar tidak sama dengan indukan, cara tercepat dan teraman adalah perbanyakan
dengan model cangkok maupun stek.
Cara kerja stek maupun cangkok
sebenarnya adalah menumbuhkan akar sebagai serapan nutrisi pada bagian yang
diinginkan.Metode ini hampir semua tanaman yang punya batang keras atau berkayu
bisa melakukannya namun dengan karakter berbeda.
Sebagai tanaman berbatang keras, puring
punya karakter berbeda dengan tanaman berkarakter batang lunak. Bila
disejajarkan maka perbanyakan puring sama dengan tanaman yang sering kita lihat
di sekitar kita yaitu seperti tanaman buah.
1.
StekStek merupakan
potongan organ vegetatif (akar, batang, daun, dan lain-lain) tanaman puring
yang digunakan untuk prrbanyakan tanaman, dengan maksud agar bagian tersebut
membentuk akar. Stek yang dapat digunakan untuk tanaman puring adalah dengan
cara stek batang.
Tahap-tahap
pembibitan tanaman puring dengan cara stek dapat dilakukan secara berikut :
a. Siapkan
peralatan yang terdiri dari gunting tanaman, pisau, plastik penutup, tali
plastik, pot dan media tanam.
b. Siapkan
media tanam dengan campuran pasir, dengan humus bambu.
c. Pilih
batang puring yang sudah terlihat tua untuk dipotong. Cirinya cukup mudah
perhatikan kulit bila sudah berwarna cokelat seperti kulit kayu berarti batang
sudah siap distek.
d. Potong
dengan menggunakan gunting tanaman yang sudah dibersihkan. Hindari pengunaan
pisau sebab batang punya struktur yang keras dan mengandung kayu.
e. Setelah
terpisah jangan lupa untuk untuk menutup luka di pohon indukan dengan
fungisida.
f. Bila
daun terlihat rimbun potong di bagian bawah dengan menyisakan sekitar 5-7 daun.
Tujuannya untuk mengurangi penguapan yang harus di jaga selama proses stek.
g. Ikat
sisa daun mengarah keatas dan tutup dengan plastik untuk mengurangi penguapan.
h. Rendam
potongan bawah dalam larutan perangsang akar sekitar 15-20 menit.
i.
Masukkan dalam media tanam, selanjutnya masukkan pasir hingga setengah
pot. Setelah itu masukkan potongan stek.
j.
Lapisan atas gunakan
campuran pasir dengan humus bambu hingga penuh.
k. Tekan media tanam hingga batang bisa berdiri
tegak.
l.
Siram media tanam
dengan menggunakan sisa air perangsang akar
m. Tempatkan
di tempat teduh.
Tanda berhasilnya proses stek bisa
dilihat dari kondisi daun selama satu hingga dua minggu. Bila terlihat tetap
segar bahkan tumbuh tunas baru berarti stek berhasil dan tutup plastik bisa
dilepas.
Cara stek ini punya
kelebihan cepat dan mudah namun keberhasilan proses ini masih punya
keberhasilan hingga 90 %. Jadi masih ada kemungkinan 10 % tidak berhasil.
2.6 Pemeliharaan
Tanaman
Pemeliharaan
tanaman, meliputi penyiraman, pemupukan, penggantian pot/reportting,
pengendalian hama dan penyakit. Penyiraman dilakukan 1-2 kali sehari pada pagi
hari atau sore hari.Pemupukan dapat menggunakan pupuk NPK yang dapat diberikan
minggu ke-2 setelah tanam.Apabila ukuran tanaman tidak lagi proporsional
terhadap ukuran pot dan akarnya, maka perlu dilakukan penggantian pot/ reporting.Gangguan
hama yang sering menyerang, yaitu kutu putih (mealy bugs), kutu sisik, thrips,
laba-laba kecil, dan ulat. Sedangkan penyakit pada tanaman puring seringkali
disebabkan oleh jamur dan bakteri (Agrobacterium tumefaciens). Pengendalian dan
pencegahan hama menggunakan insektida dan penyakit tanaman menggunakan
fungisida yang diberikan secara berkala, (Kadir, 2008).
2.7 Media Tanam Puring dan
Faktor yang Diperlukan
a. Media Tanam
Media tanam memegang peranan penting bagi pertumbuhan dan kesehatan
tanaman puring.Salah satu syarat media tanam yang baik adalah porositas yaitu
kemampuan media dalam menyerap air dan steril.Tingkat porositas tanaman di
setiap daerah berbeda-beda, di daerah dataran rendah yang berudara panas,
tingkat penguapannya tinggi, media harus mampu menahan air sehingga tidak mudah
kering.Media harus terbebas dari organisme yang dapat menyebabkan penyakit,
seperti bakteri, spora, jamur dan telur siput (Harsono, 1992).
1.
Tanah
Tanah
adalah hasil pengalihragaman bahan mineral dan organik yang berlangsung di muka
bumi di bawah pengaruh faktor-faktor lingkungan yang bekerja dalam waktu sangat
panjang.Pada dasarnya tanah merupakan tubuh alam.Namun demikian banyak tanah
yang memperlihatkan tanda-tanda pengaruh antropogen (Notohadiprawiro, 1999).
Tanah
idealnya dapat menyediakan sejumlah unsur hara penting yang dibutuhkan oleh tanaman.Penyerapan
unsur hara oleh tanaman mestinya dapat segera diperbaharui sehingga kandungan
unsur hara di dalam tanah tetap seimbang.Pengambilan unsur hara oleh ribuan
jenis tumbuhan diimbangi dengan pelapukan bahan organik yang menyuplai hara
bagi tanah. (Novizan,2000)
Kemampuan
tanah sebagai medium untuk menunjang pertumbuhan tanaman digunakan dalam
berbagai batasan.Dua batasan yang sering digunakansecara rancu
adalahproduktivitas tanah dan kesuburan tanah.Produktivitas tanah diberi
batasan sebagai kemampuan suatu tanah untuk menghasilkan suatu tanaman (atau
sekuen tanaman) yang diusahakan dengan system pengolahan tertentu.
Produktivitas tanah merupakan perwujudan dari seluruh faktor (tanah dan bukan
tanah) yang mempengaruhi hasil tanaman (Mas’ud,1992)
2. Sekam padi
Menurut Badan Pusat Statistik
(2011), Indonesia memiliki sawah seluas 12,84 juta hektar yang menghasilkan
padi sebanyak 65,75 juta ton. Limbah sekam padi yang dihasilkan sebanyak 8,2
sampai 10,9 ton. Potensi limbah yang besar ini hanya sedikit yang baru
dioptimalkan.Secara tradisional, sekam padi biasanya hanya digunakan sebagai
bahan bakar konvensional (Danarto, et al., 2010).
Sekam
padi merupakan bagian pelindung terluar dari padi (Oryza sativa). Pada proses
penggilingan padi, sekam akan terpisah dari butiran beras dan menjadi bahan
sisa atau limbah penggilingan. Karena bersifat abrasif, nilai nutrisi rendah,
bulk density rendah, serta kandungan abu yang tinggi membuat penggunaan sekam
padi terbatas.Diperlukan tempat penyimpanan sekam padi yang luas sehingga
biasanya sekam padi dibakar untuk mengurangi volumenya. Jika hasil pembakaran
sekam padi ini tidak digunakan, akan menimbukan masalah lingkungan (Hsu dan
Luh, 1980).
Sekam
padi terdiri unsur organik seperti selulosa, hemiselulosa, dan lignin.Selain
itu, sekam padi juga mengandung unsur anorganik, berupa abu dengan kandungan
utamanya adalah silika 94-96%.Selain itu, juga terdapat komponen lain seperti
Kalium, Kalsium, Besi, Fosfat, dan Magnesium (Hsu dan Luh, 1980).Komposisi
anorganik dariabu sekam padi berbeda, tergantung dari kondisi geografis, tipe
padi, dan tipe pupuk yang digunakan (Shukla, 2011).
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu
Praktek lapangan ini akan
dilaksanakan di Nabila Flowers Jl.Banda Aceh-Medan, Lambaro, Aceh Besar.praktek
lapangan ini akan dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2016 sampai dengan
tanggal 1 Februari 2016.
3.2 Bahan
dan Alat
3.2.1 Bahan
Bahan
yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas, sebagai berikut :
a. Bibit
Bibit
tanaman puring di peroleh dari Nabila Flowers.
b. Media Tanam
Tanah,
sekam padi.Bahan-bahan ini semua diperoleh dari Nabila Flowers.
c. Polibag yang digunakan adalah
polibag ukuran 1 kg, dan plastik untuk penutup tanaman diperoleh dari Nabila
Flowers.
d. Zat perangsang tumbuh diperoleh dari
Nabila Flowers.
3.2.2 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu :
Pisau, gunting, ember, timba kecil,
pot, gembor, kamera, Alat Tulis-menulis dan lain-lain.
3.3 Metode
Penelitian
Penelitian
ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) nonfaktorial dengan 3 perlakuan dengan 5 ulangan. Adapun
factor yang diteliti adalah sebagai berikut :
Factor
pengaruh perbandingan media tanam :
A.
3 : 1 ( 3 tanah : 1 sekam padi)
B.
2 : 2 ( 2 tanah : 2 sekam padi)
C.
1 : 1 ( 1 tanah : 1 sekam padi)
Sehingga dengan
demikian terdapat 3 perbandingan dengan 5 ulangan, sehingga secara keseluruhan
terdapat 15 satuan percobaan.
Tabel 1. Susunan
Kombinasi Perlakuan Perbandingan Tanah dan Sekam Padi
No.
|
Simbol Kombinasi Perlakuan
|
Perbandingan
|
1.
2.
3.
4.
5.
|
A1
A2
A3
A4
A5
|
3 : 1 ( 3 tanah : 1 sekam padi )
3 : 1 ( 3 tanah : 1 sekam padi )
3 : 1 ( 3 tanah : 1 sekam padi )
3 : 1 ( 3 tanah : 1 sekam padi )
3 : 1 ( 3 tanah : 1 sekam padi )
|
6.
7.
8.
9.
10.
|
B1
B2
B3
B4
B5
|
2 : 2 ( 2 tanah : 2 sekam padi )
2 : 2 ( 2 tanah : 2 sekam padi )
2 : 2 ( 2 tanah : 2 sekam padi )
2 : 2 ( 2 tanah : 2 sekam padi )
2 : 2 ( 2 tanah : 2 sekam padi)
|
11.
12.
13.
14.
15.
|
C1
C2
C3
C4
C5
|
1 : 1 ( 1 tanah : 1 sekam padi )
1 : 1 ( 1 tanah : 1 sekam padi )
1 : 1 ( 1 tanah : 1 sekam padi )
1 : 1 ( 1 tanah : 1 sekam padi )
1 : 1 ( 1 tanah : 1 sekam padi )
|
Data yang diperoleh dianalisis
dengan menggunakan model matematika sebagai berikut :
Yij
= µ +
+
Keterangan :
µ = nilai rerata (mean) harapan
3.4
Pelaksanaan Penelitian
a. Penyiraman
Puring
akan tumbuh baik bila kebutuhan air tercukupi. Penyiraman dilakukan pada pagi
atau sore hari. Tergantung kondisi di lapangan.
b. Pemupukan
Pemupukan
bisa dilakukan melalui akar atau daun, setiap tiga bulan sekali. Pemupukan
melalui akar dengan cara disiram atau ditabur di atas media sedangkan pemupukan
melalui daun dengan penyemprotan. Dosis yang digunakan disesuaikan dengan jenis
pupuk. Saat melakukan pemupukan, ada baiknya juga disertai dengan penggantian
media tanam.
c. Pengendalian Hama dan
Penyakit
Beberapa hama utama pada Puring adalah Mealibug, thrips dan kutu
merah. Serangan Mealibug ditandai dengan adanya hama berwarna putih dilindungi
tepung pada daun atau pada batang. Pengendaliannya dapat dilakukan dengan
penyemprotan Insektisida.Penyakit yang sering muncul adalah busuk batang atau
busuk pucuk.Keduanya mudah muncul saat lingkungan lembab, misalnya pada musim
hujan.Pengendalian juga dapat dilakukan dengan penyemprotan fungisida.
3.5 Pengamatan
a. Tinggi Tanaman (cm)
Tinggi tanaman puring diukur dengan
menggunakan penggaris, dan di ukur setiap 7, 14, dan 21 hari setelah tanam, dan
dinyatakan dalam satuan (cm).
b.
Jumlah Daun (helai)
Pengamatan
pada daun tanaman puring yaitu dengan menghitung jumlah
daun pada tanaman puring pada tiap-tiap
perlakuan pada umur 7, 14 dan 21 hari setelah tanam dan dinyatakan dalam satuan
(helai).
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Pengaruh Media Tanam
4.1.1
Tinggi Tanaman
Data
pengamatan tinggi tanaman puring pada umur 7, 14 dan 21 hari setelah tanam
akibat pengaruh perbandingan media tanam disajikan pada tabel lampiran ,1,3
dan5.
Hasil uji F pada analisis sidik ragam
(Tabel Lampiran 2,4 dan 6) menunjukkan bahwa akibat pengaruh perbandingan media
tanam tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap tinggi tanaman puring umur
7, 14 dan 21 hari setelah tanam.
Rata-rata tinggi tanaman puring umur
7,14 dan 21 hari setelah tanam akibat pengaruh perbandingan media tanam setelah
di uji dengan BNJ, tertera pada table
2, berikut ini:
Tabel 2. Tinggi
tanaman puring pada umur 7,14 dan 21 hari setelah tanam akibat pengaruh
perbandingan media tanam
Perlakuan
|
7 HST
|
14 HST
|
21 HST
|
A (3 tanah : 1 sekam
padi)
|
6.2a
|
7.22a
|
7.74a
|
B (2 tanah : 2 sekam padi)
|
5.8a
|
7.22a
|
7.8a
|
C (1 tanah : 1 sekam padi)
|
6.22a
|
7.76a
|
8.36a
|
BNJ
|
0.94
|
0.94
|
0.91
|
Keterangan
: angka yang di ikuti oleh huruf yang sama pada lajur yang sama tidak berbeda
nyata.
Hasil
uji dengan BNJ 0,05 tabel 2 menunjukkan bahwa akibat perbandingan media tanam
tidak memberikan perbedaan yang nyata terhadap tinggi tanaman pada umur 7, 14
dan 21 hari setelah tanam. Ini diduga bahwa sekam padi tidak banyak mengandung
unsure hara.
4.1.2
Jumlah Daun
Data pengamatan jumlah daun tanaman
puring pada umur 7, 14 dan 21 hari setelah tanam akibat pengaruh perbandingan
media tanam disajikan pada tabel lampiran 9,11 dan .
Hasil uji F pada analisis sidik ragam
(Tabel Lampiran 8, 10 dan 12) menunjukkan bahwa akibat pengaruh perbandingan media
tanam memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap jumlah daun tanaman puring
umur 7, 14 dan 21 hari setelah tanam.
Rata-rata jumlah daun puring umur 7,14
dan 21 hari setelah tanam akibat pengaruh perbandingan media tanam setelah di
uji dengan BNJ, tertera pada tabel 3, berikut ini:
Tabel 3. Jumlah daun puring pada
umur 7,14 dan 21 hari setelah tanam akibat pengaruh perbandingan media tanam
Perlakuan
|
7 HST
|
14 HST
|
21 HST
|
A (3 tanah : 1 sekam padi)
|
1.2a
|
1.4a
|
1.6a
|
B (2 tanah : 2 sekam padi)
|
1.4a
|
1.4a
|
1.6a
|
C ( 1 tanah : 1 sekam padi)
|
1.2a
|
1.6a
|
1.6a
|
BNJ
|
8.69
|
3.90
|
3.90
|
Keterangan
: angka yang di ikuti oleh huruf yang sama pada lajur yang sama tidak berbeda nyata.
Hasil uji dengan BNJ 0,05 tabel 2
menunjukkan bahwa akibat perbandingan media tanam tidak memberikan perbedaan
yang nyata terhadap jumlah daun tanaman puring pada umur 7, 14 dan 21 hari
setelah tanam. Ini diduga bahwa sekam padi mentah memiliki porositas yang
tinggi.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat
disimpulkan bahwa perbandingan media tanam tidak memberikan pengaruh yang nyata
terhadap tinggi tanaman puring pada umur 7, 14 dan 21 hari setelah tanam, dan tidak
berpengaruh nyata terhadap jumlah daun puring pada umur 7, 14 dan 21 hari
setelah tanam.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian, maka
perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk perbanyakan tanaman puring dengan
menggunakan media tanam yang lainnya untuk memperoleh hasil tanaman puring yang
lebih baik.
Lampiran
1. Data Hasil Pengamatan Tinggi
Tanaman Puring Akibat Perbandingan Media Tanam Pada Umur 7 Hari Setelah Tanam
Perlakuan
|
Ulangan
|
Jumlah
|
Rata-rata
|
||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
|||
A
|
4.5
|
5
|
6.5
|
7
|
8
|
31
|
6.2
|
B
|
4.3
|
4.5
|
5
|
6.5
|
8.7
|
29
|
5.8
|
C
|
5
|
5.6
|
6
|
6.5
|
8
|
31.1
|
6.22
|
Total
|
13.8
|
15.1
|
17.5
|
20
|
24.7
|
91.1
|
6.07
|
Lampiran 2. Data Analisis Sidik Ragam Tinggi Tanaman Puring Akibat
Perbandingan Media Tanam Pada Umur 7 Hari Setelah Tanam
SK
|
Db
|
JK
|
KT
|
F hitung
|
F tabel
|
|
5%
|
1%
|
|||||
Perlakuan
|
2
|
0.561333
|
0.280667
|
0.12tn
|
3.89
|
6.93
|
Acak
|
12
|
26.948
|
2.245667
|
|||
Total
|
14
|
27.50933
|
Keterangan :
tn =
tidak berpengaruh nyata KK = 24.67
Lampiran 3. Data Hasil Pengamatan Tinggi Tanaman Puring Akibat Perbandingan
Media Tanam Pada Umur 14 Hari Setelah Tanam
Perlakuan
|
Ulangan
|
Jumlah
|
Rata-rata
|
||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
|||
A
|
5.5
|
5.5
|
7.5
|
8
|
9.6
|
36.1
|
7.22
|
B
|
5
|
6.5
|
6.9
|
8.7
|
9
|
36.1
|
7.22
|
C
|
7
|
7.2
|
7.5
|
8.1
|
9
|
38.8
|
7.76
|
Total
|
17.5
|
19.2
|
21.9
|
24.8
|
27.6
|
111
|
7.40
|
Lampiran 4. Data Analisis Sidik Ragam Tinggi Tanaman Puring Akibat
Perbandinagn Media Tanam Pada Umur 14 Hari Setelah Tanam
SK
|
Db
|
JK
|
KT
|
F hitung
|
F Tabel
|
|
5%
|
1%
|
|||||
Perlakuan
|
2
|
0.972
|
0.486
|
0.23 tn
|
3.89
|
6.93
|
Acak
|
12
|
25.788
|
2.149
|
|
|
|
Total
|
14
|
|
|
|
|
|
Keterangan :
tn =
tidak berpengaruh nyata KK
= 19.8
Lampiran 5. Data Hasil Pengamatan Tinggi Tanaman Puring Akibat
Perbandingan Media Tanam Pada Umur 21 Hari Setelah Tanam
Perlakuan
|
Ulangan
|
Jumlah
|
Rata-rata
|
||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
|||
A
|
6
|
6.5
|
7.7
|
8.5
|
10
|
38.7
|
7.74
|
B
|
5
|
7
|
7.5
|
9.5
|
10
|
39
|
7.8
|
C
|
7.5
|
7.7
|
8
|
8.5
|
10.1
|
41.8
|
8.36
|
Total
|
18.5
|
21.2
|
23.2
|
26.5
|
30.1
|
119.5
|
7.96
|
Lampiran 6. Data Analisis Sidik Ragam
Tinggi Tanaman Puring Akibat Perbandingan Media Tanam Pada Umur 21 Hari Setelah
Tanam
SK
|
Db
|
JK
|
KT
|
F hitung
|
F TABEL
|
|
5%
|
1%
|
|||||
Perlakuan
|
2
|
1.169333
|
0.584667
|
0.23 tn
|
3.89
|
6.93
|
Acak
|
12
|
30.904
|
2.575333
|
|
|
|
Total
|
14
|
32.07333
|
|
|
|
|
Keterangan :
tn =
tidak berpengaruh nyata KK =20.1
Lampiran 7. Data Hasil Pengamatan Jumlah Daun Tanaman Puring Akibat
Perbandingan Media Tanam Umur 7 Hari Setelah Tanam
Perlakuan
|
Ulangan
|
Jumlah
|
Rata-rata
|
||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
|||
A
|
1
|
1
|
1
|
1
|
2
|
6
|
1.2
|
B
|
1
|
1
|
1
|
2
|
2
|
7
|
1.4
|
C
|
1
|
1
|
1
|
1
|
2
|
6
|
1.2
|
Total
|
3
|
3
|
3
|
4
|
6
|
19
|
1.27
|
Lampiran 8. Data Analisis Sidik Ragam Jumlah Daun Tanaman Puring Akibat
Perbandingan Media Tanam Umur 7 Hari Setelah Tanam
SK
|
db
|
JK
|
KT
|
F hitung
|
F table
|
|
5%
|
1%
|
|||||
Perlakuan
|
2
|
0.133333
|
0.066667
|
0.29 tn
|
3.89
|
6.93
|
Acak
|
12
|
2.8
|
0.233333
|
|
|
|
Total
|
14
|
2.933333
|
|
|
|
|
Keterangan :
tn =
tidak berpengaruh nyata KK = 38.1
Lampiran 9. Data Hasil Pengamatan Jumlah Daun Tanaman Puring Akibat
Perbandingan Media Tanam Umur 14 Hari Setelah Tanam
Perlakuan
|
Ulangan
|
Jumlah
|
Rata-rata
|
||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
|||
A
|
1
|
1
|
1
|
2
|
2
|
7
|
1.4
|
B
|
1
|
1
|
1
|
2
|
2
|
7
|
1.4
|
C
|
1
|
1
|
2
|
2
|
2
|
8
|
1.6
|
Total
|
3
|
3
|
4
|
6
|
6
|
22
|
1.46
|
Lampiran
10. Data Analisis Sidik Ragam Jumlah
Daum Tanaman Puring Akibat Perbandingan Media Tanam Umur 14 Hari Setelah Tanam
SK
|
db
|
JK
|
KT
|
F hitung
|
F table
|
|
5%
|
1%
|
|||||
Perlakuan
|
2
|
0.133333
|
0.066667
|
0.22 tn
|
3.89
|
6.93
|
Acak
|
12
|
3.6
|
0.3
|
|
|
|
Total
|
14
|
3.733333
|
|
|
|
|
Keterangan :
tn =
tidak berpengaruh nyata KK = 37.3
Lampiran 11. Data Hasil Pengamatan Jumlah Daun Tanaman Puring Akibat
Perbandingan Media Tanam Umur 21 Hari Setelah Tanam
Perlakuan
|
Ulangan
|
Jumlah
|
Rata-rata
|
||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
|||
A
|
1
|
1
|
2
|
2
|
2
|
8
|
1.6
|
B
|
1
|
1
|
2
|
2
|
2
|
8
|
1.6
|
C
|
1
|
1
|
2
|
2
|
2
|
8
|
1.6
|
Total
|
3
|
3
|
6
|
6
|
6
|
24
|
1.6
|
Lampiran
12. Data Analisis Sidik Ragam Jumlah
Daun Tanaman Puring Akibat Perbandingan Media Tanam Umur 21 Hari Setelah Tanam
SK
|
db
|
JK
|
KT
|
F hitung
|
F table
|
|
5%
|
1%
|
|||||
Perlakuan
|
2
|
0
|
0
|
0 tn
|
3.89
|
6.93
|
Acak
|
12
|
3.6
|
0.3
|
|
|
|
Total
|
14
|
3.6
|
|
|
|
|
Keterangan :
tn =
tidak berpengaruh nyata KK = 34.2
FOTO PENGAMATAN TANAMAN PURING
No comments:
Post a Comment