Wednesday, 27 October 2021

MAKALAH PROSES PERKEMBANGAN GEOGRAFI DARI FILSAFAT ILMU

 

 

DAFTAR ISI

 

KATA PENGANTAR .....................................................................................................

DAFTAR ISI ....................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................

A. Latar Belakang …..........................................................................................................

B. Rumusan Masalah …......................................................................................................

 

BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................

A. Pengertian filsafat ilmu dan hubungan dengan geografi…............................................

B. Ontologi geografi ...........................................................................................................

C. Epistemologi geografi ....................................................................................................

       1. Objek dan tujuan Epistemologi................................................................................

       2. Landasan Epistemologi ...........................................................................................

D.Aksiologi geografi  .........................................................................................................

       a. Teori menurut idealisme ...........................................................................................

       b. Teori nilai menurut realism.......................................................................................

       c. Karakteristik dan jenis-jenis nilai Aksiologi.............................................................

               1). Karakteristik nilai............................................................................................

              2). Jenis-jenis nilai…..............................................................................................

BAB III PENUTUP..........................................................................................................

A. Simpulan ........................................................................................................................

B. Saran ..............................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................

                                                                                                 

 

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

            Pengetahuan tentang filsafat ilmu biasanya diberikan kepada mahasiswa pascasarjana khususnya program doktor sebagai pondasi dalam memahami filosofi bidang ilmunya pada saat para mahasiswa melakukan kegiatan penelitian ilmiah atau seminar ilmiah. Manfaat setelah memperoleh pengetahuan filsafat ilmu adalah semakin meningkatkan kesadaran kita dalam meletakkan hakekat “kebenaran” tentang suatu hal pada tempat yang tepat. Kita semakin menyadari bahwa kebenaran dalam ilmu pengetahuan yang kita peroleh ternyata bersifat relative (tidak bersifat absolute). Dalam konteks inilah latar belakang tulisan ini dihadapkan pada persoalan bagaimana perkembangan ilmu geografi (di Indonesia) saat ini. Masalah yang dibahas tampak sederhana namun menurut hemat penulis hal yang sederhana tersebut justru memiliki implikasi yang sangat luas dan mendalam.

Paling tidak ada dua pendapat terhadap perkembangan bidang ilmu geografi saat ini. Pendapat pertama menganut faham geografi sebagai ilmu yang bersifat generalis yang tidak memerlukan bidang spesialisasi. Pendapat kedua memiliki pemikiran bahwa geografi dapat dikembangkan dalam spesialisasi spesialisasi (cabang atau bahkan ranting) tertentu.

 Ke dua pendapat tersebut mengetengahkan kebenaran masing masing sebagai dasar pertimbangan.

Tulisan ini disusun dengan maksud untuk menyegarkan kembali pemikiran kita tentang dunia ilmu pengetahuan khususnya bidang ilmu geografi. Proses penyegaran kembali ini perlu dilakukan karena kita ingin tetap memposisikan ilmu geografi sebagai bidang ilmu yang diakui dan selalu relevan dengan dinamika perkembangan sains dan teknologi dewasa ini. Dalam tulisan ini, dari berbagai buku pustaka, akan ditelaah tentang apa sebenarnya substansi pengetahuan filsafat ilmu sebagai pengantar pokok bahasan. Selanjutnya akan dielaborasi dua definisi geografi sebagai titik tolak telaah geografi sebagai bidang ilmu, metode keilmuan beserta asumsi asumsinya dan selanjutnya disampaikan beberapa pemikiran dari hasil telaah inti tulisan ini sebagai penutup .

Dalam tulisan ini juga akan ditunjukkan posisi pengetahuan tentang teknik mutakhir seperti teknologi penginderaan jauh (remote sensing) dan sistem informasi geografi (GIS) sebagai sarana analisis dalam studi geografi sehingga diperoleh kejelasan perbedaan antara metode (keilmuan) dan teknik analisis penelitian.

              Geografi Ontologi merupakan salah satu cabang ilmu filsafat yang mengkaji hakikat sebenarnya suatu ilmu. Oleh karena itu,supaya para geografi Indonesia tidak terjebak pada kajian rumpun ilmu lain, kiranya perlu memahami kembali aspek ontologi filsafat ilmu geografi.Secara ontologi ilmu geografi harus dipahami secara utuh oleh para geograf. Hal ini dapat dilakukan dengan merujuk kembali pengertian – pengertian geogra  yang dikemukakan oleh para ahli dan perhimpunan geogra.Ada beragam definisi geografi  yang berkembang saat ini,misalnya pendapat Hangget(1983) yang menyatakan bahwa Geography is an integrative discipline that brings together the physical and human dimensions of the world in the study of people,place,and environments.Selain itu,ada juga definisi geografi yang dirumuskan oleh para ahli geografi  Indonesia pada Seminar dan Lokakarya di Semarang tahun 1988 yang menjelaskan bahwa geografi  adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari persamaan dan perbedaan fenomena geosfer dengan menggunakan sudut pandang kelingkungan & kewilayahan dalam konteks keruangan. Dari definisi tersebut,secara eksplisit dapat dipahami bahwa geografi merupakan bidang ilmu yang integratif antara aspek dan sosial. Dalam mengkaji fenomena geosfer tidak boleh hanya menyentuh aspek sik saja.Kajian geosfer harus komprehensif meliputi  aspek sik dan sosial (manusia). Selain itu,ilmu geografi merupakan analisa sintesis terhadap fenomena geosfer (Arild Holt-Jensen, 2003; Haggett, 1983).Dalam melakukan kajian geosfer,seorang geograf harus menggunakan tiga pendekatan utama yaitu keruangan,kelingkungan,dan kompleks wilayah.Tiga pendekatan tersebut merupakan ciri khas geografi yang tidak dimiliki oleh ilmu lain.Pendekatan keruangan menekankan pada analisa sintesis terhadap variasi perbedaan lokasi di permukaan bumi serta faktor-faktor apa yang dominan mempengaruhi perbedaan tersebut.Kemudian,pendekatan kelingkungan menekankan pada hubungan (interaksi) antara manusia dengan lingkungan (alam). Sementara itu, pendekatan kompleks wilayah adalah penggabungan antara keruangan dan kelingkungan.Analisis kompleks wilayah menekankan pada kajian komprehensif terhadap suatu wilayah meliputi aspek sik dan manusia (Arild Holt-Jensen, 2003; Haggett, 1983).Dalam melakukan analisis terhadap fenomena geosfer,penggunaan ketiga pendekatan tersebut disesuaikan dengan topik (tema) kajian. Misalnya dalam kajian geografi  bencana,penggunaan pendekatan keruangan menekankan pada kajian tentang perbedaan variasi jenis bencana (Mönter & Otto, 2017),contohnya mengapa Pulau Sumatra memiliki indeks risiko gempa bumi sangat tinggi dibandingkan dengan Palau Kalimantan.Dalam hal ini,kajian tersebut harus menyajikan faktor yang dominan mempengaruhi perbedaan jenis bencana antara satu wilayah dengan lainnya.

 

B. Rumusan Masalah

berdasarkan latar belakang penulisan makalah ini, maka dirumuskan masalah sebagai berikut :

1. Apakah yang dimaksud Ontologi geografi dalam Filsafat ?

2. Apakah Pengertian Epistemologi ?

3. Jelaskan teori nilai menurut realisme dalam Aksiologi geografi !

 

 

 

                                                                                                       

 

BAB II

PEMBAHASAN

          

A. PENGERTIAN FILSAFAT ILMU DAN HUBUNGAN DENGAN GEOGRAFI

              Defenisi  FilsafatSecara etimologis, filsafat berasal dari beberapa bahasa, yaitu bahasa Inggris dan Yunani.Filsafat   dalam bahasa inggris,yaitu philosophy,sedangkan dalam bahasa Yunani,filsafat merupakan gabungan dua kata,yaitu philein  yang berarti cinta atau philos yang  berartimencintai,menghormati,menikmati,dan Sophia dan sofein yang artinya kehikmatan,kebenaran,kebaikan, kebijaksanaan,atau kejernihan.Berdasarkan teori tersebut,berfilsafat atau filsafatberarti   mencintai,menikmati kebijaksaan atau kebenaran.Hal ini sejalan dengan apa yang diucapkan ahli filsafat Yunani kuno, Socrates,bahwa filosof  adalah orang yang mencintai atau mencari kebijaksanaan atau  kebenaran.Jadi,filosof bukanlah   orang yang bijaksana atau berpengetahuan benar,melainkan orang yang sedang belajar dan mencari kebenaran   atau kebijaksaan.Dalam bahasa Indonesia,filsafat berasal dari bahasa Arab filsafah,yang juga berakar pada istilah yunani. Pengertian filsafat itu juga dapat dibedakan dari dua segi, yaitu segi yang statis dan darisegi yang dinamis.  Dikatakan  dinamis karena dimana pada akhirnya orang harus mencari kebijaksanaan itu dengan beraneka macam cara dan metode yang dimiliki dan kemampuan yang ada,dan dikatakan statis karena orang dapat mencukupkan diri atau merasa cukup untuk sekedarmencintai kebijaksanaan tersebut.Akan tetapi walaupun demikian,secara terinci dan secara khusu filsafat itu dapat diartikan sebagai suatu usaha untuk mencari kebenaran yang sesungguhnya dari segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada atau mencari hakikat segala sesuatu yang secara ringkas dapat dikatakan sebagai usaha mencari kebenaran yang hakiki.

            Ilmu filsafat adalaha Ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan,alam semesta,dan  manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana ilmu filsafat dapat dicapai oleh akal manusia dan   bagaimana seharusnya sikap manusia setelah mencapai pengetahuan itu.[ CITATION Sut07 \l 1033 ] Sebagai manusia yang beriman,sudah seharusnya kita bersyukur kepada Allah SWT. yang telah membekali kita akal.Melalui akal itulah kita mampu bernalar sehingga kita menjadi makhluk yang berbudaya, yang lebih mulia dibandingkan dengan makhluk lainnya. Sekiranya hewan yang diberi akal oleh AllahSWT, maka kita harus khawatir,karena mungkin yang akan dilestarikan agar tidak punah bukanlah harimau Jawa atau harimau Sumatera, melainkan manusia Jawa atau manusia Sumatera.[ CITATION Sus13 \l 1033 ]Filsafat,sebagai sebuah metode berpikir yang sistematis merupakan salah satupendekatan tersendiri dalam  memahami   kebenaran.Dalam konteks keagamaan,pemikiran tentang berbagai hal dan urusan.ilmu atau science merupakan suatu perkataan yang cukup bermakna ganda, yaitumengandung lebih daripada satu arti. Oleh karena itu, dalam memakai istilah tersebut seseorangharus menegaskan atau sekurang-kurangnya menyadari arti mana yang dimaksud.Menurut cakupannya   pertama-tama ilmu merupakan sebuah istilah umum untuk menyebut segenap pengetahuan ilmiah yang dipandang sebagai  satu kebulatan.Jadi,dalam arti yang pertama ini ilmu mengacu pada ilmu seumumnya (science-in-general).[ CITATION The07 \l 1033 ] Ilmu adalah merupakan suatu pengetahuan,sedangkan pengetahuan merupakan informasi yang didapatkan dan segala sesuatu yang diketahui manusia.Itulah bedanya filsafat dengan ilmu,karena ilmu itu sendiri merupakan pengetahuan yang berupa informasi yang didalami sehingg amenguasai pengetahuan tersebut yang menjadi suatu ilmu.Ilmu   pengetahuan merupakan rangkaian kata yang sangat berbeda namun memiliki kaitan yang sangat kuat.Ilmu dan pengetahuan memang terkadang sulit dibedakan oleh sebagian orang karena memiliki makna yang berkaitan dan sangat  berhubungan erat.Membicarakan  masalah ilmu pengetahuan dan definisinya memang sebenarnya tidak semudah yang   diperkirakan.Adanya berbagai definisi tentang ilmu pengetahuan ternyata belum dapat menolong untuk memahami hakikat   ilmu pengetahuan itu.

           Hubungan Antara Ilmu Dan FilsafatFilsafat berbicara tentang ilmu,begitulah Kattsof mengutarakan jalinan filsafat   denganilmu.Bahasa yang dipakai dalam filsafat berusaha untuk berbicara mengenai ilmu dan bukannyadi dalamnya ilmu. Sementara itu Saifullah memberikan kesimpulan umum bahwa pada dasarnya filsafat tiada lain adalah hasil pemikiran  manusia,hasil spekulasi manusia betapa pun tidak sempurnanya daya kemampuan pikiran manusia.Antara filsafat dan ilmu memiliki persamaan,dalam hal bahwa keduanya merupakan hasil ciptaan pikiran manusia, yaitu berpikir filosofis,spekulatif, dan empiris ilmiah.Perbedaan antara keduanya,terutama untuk filsafat menentukan tujuan hidup dan ilmu menentukan   sarana untuk hidup.Karenanya,filsafat inilah kemudian disebut sebagai induknya ilmu pengetahuan.[ CITATION Sus13 \l 1033 ]Meskipun secara historis antara ilmu dan filsafat pernah merupakan suatu kesatuan,namun dalam perkembangannya   mengalami divergensi,dimana dominasi ilmu lebih kuat mempengaruhi pemikiran manusia,kondisi ini mendorong pada upaya   untuk memposisikan keduanya secara tepat sesuai dengan batas wilayahnya masing-masing,bukan untuk me-ngisolasinya   melainkan untuk lebih jernih melihat hubungan keduanya dalam konteks lebih memahami khazanah intelektual manusia.Harold H.Titus mengakui kesulitan untuk menyatakan secara tegas dan ringkas mengenai hubungan antara ilmu dan filsafat,karena terdapat persamaan sekaligus perbedaan antara ilmu dan filsafat,di samping di kalangan ilmuwan sendiri terdapat perbedaan pandangan dalam hal sifat dan keterbatasan ilmu,demikian juga di kalangan filsufter dapat perbedaan pandangan dalam memberikan makna dan tugas filsafat.Adapun persamaan(lebih tepatnya persesuaian)antara ilmu dan   filsafat adalah bahwa keduanya menggunakan berpikir reflektif dalam upaya menghadapi atau memahami fakta-fakta dunia  dan kehidupan,terhadap hal-hal tersebut baik filsafat maupun ilmu bersikap kritis.

 

 

B.ONTOLOGI GEOGRAFI

         Ontologi merupakan salah satu kajian filsafat yang paling kuno dan berasal dari Yunani.Studi tersebut membahas keberadaan sesuatu yang bersifat konkret.Tokoh Yunani yang memiliki pandangan yang bersifat ontologis dikenal seperti Thales,Plato,dan Aristoteles .Pada masanya,kebanyakan orang belum membedaan antara penampakan dengan kenyataan. Thales terkenal sebagai filsuf yang pernah sampai pada kesimpulan bahwa air merupakan substansi terdalam yang merupakan asal mula segala sesuatu. Namun yang lebih penting ialah pendiriannya bahwa mungkin sekali segala sesuatu itu berasal dari satu substansi belaka (sehingga sesuatu itu tidak bisa dianggap ada berdiri sendiri).

 

•Hakikat kenyataan atau realitas memang bisa didekati ontologi dengan dua macam sudut pandang:

1. Kuantitatif,yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan itu tunggal atau jamak?

2. Kualitatif,yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan (realitas) tersebut memiliki kualitas tertentu,seperti.misalnya daun yang memiliki warna kehijauan, bunga mawar yang berbau harum.

Secara sederhana ontologi bisa dirumuskan sebagai ilmu yang mempelajari realitas atau kenyataan konkret secara kritis.Beberapa aliran dalam bidang ontologi, yakni Monisme, Dualisme, Materialisme, Idealisme, Agnostisisme.

 

Monisme:Aliran yang mempercayai bahwa hakikat dari segala sesuatu yang ada adalah satu saja,baik yang asa itu berupa materi maupun rohani yang menjadi sumber dominan dari yang lainnya.Para filosof pra-Socrates seperti Thales,Demokritos, dan Anaximander termasuk dalam kelompok Monisme,selain juga Plato dan Aristoteles.

Ontologi merupakan salah satu diantara lapangan-lapangan penyelidikan filsafat yang paling kuno. Pertama kali diperkenalkan oleh filosof Yunani bernama Thales atas pernungannya terhadap air yang terdapat dimana-mana,dan sampai pada kesimpulan bahwa “air merupakan substansi terdalam yang merupakan asal mula dari segala sesuatu”.Yang penting bagi kita bukanlah mengenai kesimpulannya tersebut melainkan pendiriannya bahwa mungkin segala sesuatu berasal dari satu substansi saja.

Dualisme: kelompok ini meyakini sumber asal segala sesuatu terdiri dari dua hakikat,yaitu materi(jasad) dan jasmani(spiritual).Kedua macam hakikat itu masing-masing bebas dan berdiri sendiri, sama-sama abadi dam azali. Perhubungan antara keduanya itulah yang menciptakan kehidupan dalam alam ini. Contoh yang paling jelas tentang adanya kerja sama kedua hakikat ini ialah dalam diri manusia.

Descartes adalah contoh filosof Dualis dengan istilah dunia kesadaran (rohani) dan dunia ruang (kebendaan). Aristoteles menamakan kedua hakikat itu sebagai materi dan forma (bentuk yang berupa rohani saja). Umumnya manusia dengan mudah menerima prinsip dualisme ini, karena kenyataan lahir dapat segera ditangkap panca indera kita, sedangkan kenyataan batin dapt segera diakui adanya dengan akal dan perasaan hidup.

Materialisme: aliran ini menganggap bahwa yang ada hanyalah materi dan bahwa segala sesuatu yang lainnya yang kita sebut jiwa atau roh tidaklah merupakan suatu kenyataan yang berdiri sendiri. Menurut pahan materialisme bahwa jiwa atau roh itu hanyalah merupakan proses gerakan kebendaan dengan salah satu cara tertentu.

Materialisme terkadang disamakan orang dengan naturalisme.Namun sebenarnya terdapat perbedaan antara keduanya. Naturalisme merupakan aliran filsafat yang menganggap bahwa alam saja yang ada, yang lainnya di luar alam tidak ada. (Tuhan yang di luar alam tidak ada). Sedangkan yang dimaksud alam (natural) disana ialah segala-galanya meliputi benda dan roh. Sebaliknya materialisme menganggap roh adalah kejadian dari benda, jadi tidak sama nilainya dengan benda.

Filsafat Yunani yang pertama kali muncul juga berdasarkan materialisme, mereka disebut filsafat alam (natuur filosofie). Mereka menyelidiki asal-usul kejadian alam ini pada unsur-unsur kebendaan yang pertama. Thales (625-545 s.M) menganggap bahwa unsur asal itu air. Anaximandros (610-545 s.M) menganggap bahwa unsur asal itu apeiron yakni suatu unsur yang tak terbatas. Anaximenes (585-528 s.M) menganggap bahwa unsur asal itu udara. Dan tokoh yang terkenal dari aliran ini adalah Demokritos (460-360 s.M) menggap bahwa hakikat alam ini merupakan atom-atom yang banyak jumlahnya tak dapat dihitung dan sangat halus. Atom-atom itulah yang menjadi asal kejadian peristiwa alam. Pada Demokritos inilah tampak pendapat materialisme klasik yang lebih tegas.

Idealisme: idealisme merupakan lawan dari materialisme yang juga dinamakan spiritualisme. Aliran menganggap bahwa hakikat kenyataan yang beraneka warna itu semua berasal dari roh (sukma) atau yang sejenis dengan itu. Intinya sesuatu yang tidak berbentuk dan yang tidak menempati ruang. Menurut aliran ini materi atau zat itu hanyalah suatu jenis daripada penjelmaan roh. Alasan yang terpenting dari aliran ini adalah “manusia menganggap roh lebih berharga, lebih tinggi nilainya dari materi bagi kehidupan manusia. Roh dianggap sebagai hakikat yang sebenarnya, sehingga materi hanyalah badannya, bayangan atau penjelmaan saja.

Agnostisisme: pada intinya Agnostisisme adalah paham yang mengingkari bahwa manusia mampu mengetahui hakikat yang ada baik yang berupa materi ataupun yang ruhani. Aliran ini juga menolak pengetahuan manusia tentang hal yang transenden. Contoh paham Agnostisisme adalah para filosof Eksistensialisme, seperti Jean Paul Sartre yang juga seorang Ateis. Sartre menyatakan tidak ada hakikat ada (being) manusia, tetapi yang ada adalah keberadaan (on being)-nya.

Istilah istilah terpenting yang terkait dengan ontologi adalah:

•yang-ada (being)

•kenyataan/realitas (reality)

•eksistensi (existence)

•esensi (essence)

•substansi (substance)

•perubahan (change)

•tunggal (one)

•jamak (many)

Aspek Ontologi Geografi meliputi :

a) Konsep Geografi, secara etimologi berarti ilmu bumi, secara terminologi adalah ilmu yang mempelajari fenomena geosfer dengan sudut pandang kelingkungan, kewilayahan dalam konteks keruangan.

b) Ruang lingkup Geografi adalah aspek alam dan aspek kemanusiaan.

c) Obyek studi, berupa obyek material adalah geosfer meliputi atmosfer, lithosfer, hidrosfer, biosfer dan antroposfer, sedangkan obyek formal berupa analisis keruangan, ekologi dan kewilayahan.

d) Konsep geografi meliputi konsep : lokasi, jarak, keterjangkauan, pola, geomorfologi, aglomerasi, perbedaan wilayah, nilai kegunaan, interaksi dan keterkaitan keruangan.

Jadi bagian ini mencoba menafsirkan alam sebagaimana adanya serta dapat dikembangkan secara realitas yang lebih dalam lagi dan tidak berhenti pada dimensi waktu.

 

C.EPISTEMOLOGI

              Epistemologi merupakan aspek yang membahas tentang pengetahuan filsafat. Aspek ini membahas bagaimana cara kita mencari pengetahuan dan seperti apa pengetahuan tersebut. Istilah epistemologi didalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah “Theory of knowledge”. Epistemologi berasal dari kata “episteme” dan “logos”. Episteme berarti pengetahuan dan logos berarti teori. Ada beberapa pengertian epistemologi yang diungkapkan para ahli yang dapat dijadikan pijakan untuk memahami apa sebenarnya epistemologi itu. Menurut Musa Asy’arie, epistemologi adalah cabang filsafat yang membicarakan mengenai hakikat ilmu, dan ilmu sebagai proses adalah usaha yang sistematik dan metodik untuk menemukan prinsip kebenaran yang terdapat pada suatu obyek kajian ilmu.

          Menurut Dagobert D.Runes epistemologi adalah cabang filsafat yang membahas sumber, struktur, metode-metode dan validitas pengetahuan. Sementara itu, Azyumardi Azra menambahkan bahwa epistemologi sebagai “ilmu yang membahas tentang keaslian, pengertian, struktur, metode dan validitas ilmu pengetahuan”. Jadi, Epistemologi dapat didefinisikan sebagai cabang filsafat yang mempelajari asal mula atau sumber, struktur, metode dan sahnya (validitasnya) pengetahuan.

Pengetahuan adalah jarum sejarah yang selalu berkembang mengikuti perkembangan zaman. Semakin banyak ilmu yang kita pahami, semakin banyak khasanah kita. Pengetahuan inilah yang menjadi batasan-batasan kita dalam menelaah suatu ilmu. Hal ini yang mengakibatkan ilmu zaman dahulu dan zaman sekarang berbeda. Misalnya, ditinjau dari segi ilmu teknologi. Teknologi zaman dahulu dan zaman sekarang sangat berbeda jauh. Maka ilmu untuk menyikapi fenomena ini juga akan ikut berkembang dan semakin bertambah.

Dalam aspek epistemologi ini terdapat beberapa logika, yaitu: analogi, silogisme, premis mayor, dan premis minor.

1).Analogi, analogi dalam ilmu bahasa adalah persamaan antar bentuk yang menjadi dasar terjadinya bentuk-bentuk yang lain.

2).Silogisme, silogisme adalah penarikan kesimpulan konklusi secara deduktif tidak langsung,yang konklusinya ditarik dari premis yang disediakan sekaligus.

3).Premis Mayor, premis mayor bersifat umum yang berisi tentang pengetahuan,kebenaran,dan kepastian.

4).Premis Minor, premis minor bersifat spesifik yang berisi sebuah struktur berpikir dan dalil-dalilnya.

 

 

1.Objek dan Tujuan Epistimologi

Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, tidak jarang pemahaman objek disamakan dengan tujuan, sehingga pengertiannya menjadi rancu bahkan kabur. Jika diamati secara cermat, sebenarnya objek tidak sama dengan tujuan. Objek sama dengan sasaran, sedang tujuan hampir sama dengan harapan. Meskipun berbeda, tetapi objek dan tujuan memiliki hubungan yang berkesinambungan, sebab objeklah yang mengantarkan tercapainya tujuan.

Objek epistemologi ini menurut Jujun S.Suriasumatri berupa “segenap proses yang terlibat dalam usaha kita untuk memperoleh pengetahuan.” Proses untuk memperoleh pengetahuan inilah yang menjadi sasaran teori pengetahuan dan sekaligus berfungsi mengantarkan tercapainya tujuan, sebab sasaran itu merupakan suatu tahap pengantara yang harus dilalui dalam mewujudkan tujuan. Tanpa suatu sasaran, mustahil tujuan bisa terealisir, sebaliknya tanpa suatu tujuan, maka sasaran menjadi tidak terarah sama sekali.

Jacques Martain mengatakan: “Tujuan epistemologi bukanlah hal yang utama untuk menjawab pertanyaan, apakah saya dapat tahu, tetapi untuk menemukan syarat-syarat yang memungkinkan saya dapat tahu”. Hal ini menunjukkan, bahwa epistemologi bukan untuk memperoleh pengetahuan kendatipun keadaan ini tak bisa dihindari, akan tetapi yang menjadi pusat perhatian dari tujuan epistemologi adalah lebih penting dari itu, yaitu ingin memiliki potensi untuk memperoleh pengetahuan.

 

2.Landasan Epistemologi

        Landasan epistemologi ilmu disebut metode ilmiah; yaitu cara yang dilakukan ilmu dalam menyusun pengetahuan yang benar. Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu. Jadi, ilmu pengetahuan merupakan pengetahuan yang didapatkan lewat metode ilmiah. Tidak semua pengetahuan disebut ilmiah sebab ilmu merupakan pengetahuan yang cara mendapatkannya harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatu pengetahuan bisa disebut ilmu yang tercantum dalam metode ilmiah. Dengan demikian, metode ilmiah merupakan penentu layak tidaknya pengetahuan menjadi ilmu, sehingga memiliki fungsi yang sangat penting dalam bangunan ilmu pengetahuan.

Metode ilmiah telah dijadikan pedoman dalam menyusun, membangun dan mengembangkan pengetahuan ilmu. Menurut Burhanudin Salam Metode ilmiah dapat dideskripsikan dalam langkah-langkah sebagai berikut:

a.    Penemuan atau Penentuan masalah. Di sini secara sadar kita menetapkan masalah yang akan kita telaah denga ruang lingkup dan batas-batasanya. Ruang lingkup permasalahan ini harus jelas. Demikian juga batasan-batasannya, sebab tanpa kejelasan ini kita akan mengalami kesukaran dalam melangkah kepada kegiatan berikutnya, yakni perumusan kerangka masalah;

b.    Perumusan Kerangka Masalah merupakan usaha untuk mendeskrisipakn masalah dengan lebih jelas. Pada langkah ini kitamengidentifikasikan faktor-faktor yang terlibat dalam masalah tersebut.Faktor-faktor tersebut membentuk suatu masalah yang berwujud gejala yang sedang kita telaah.

c.    Pengajuan hipotesis merupakan usaha kita untuk memberikan penjelasan sementara menge-nai hubungan sebab-akibat yang mengikat faktor-faktor yang membentuk kerangka masalah tersebut di atas. Hipotesis ini pada hakekatnya merupakan hasil suatu penalaran induktif deduktif dengan mempergunakan pengetahuan yang sudah kita ketahui kebenarannya.

d.   Hipotesis dari Deduksi merupakan merupakan langkah perantara dalam usaha kita untuk menguji hipotesis yang diajukan. Secara deduktif kita menjabarkan konsekuensinya secara empiris. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa deduksi hipotesis merupakan identifikasi fakta-fakta apa saja yang dapat kita lihat dalam dunia fisik yang nyata, dalam hubungannya dengan hipotesis yang kita ajukan.

e.     Pembuktian hipotesis merupakan usaha untuk megunpulkan fakta-fakta sebagaimana telah disebutkan di atas. Kalau fakta-fakta tersebut memag ada dalam dunia empiris kita, maka dinyatakan bahwa hipotesis itu telah terbukti, sebab didukung oleh fakta-fakta yang nyata. Dalam hal hipotesis itu tidak terbukti, maka hipotesis itu ditolak kebenarannya dan kita kembali mengajukan hipotesis yang lain, sampai kita menemukan hipotesis tertentu yang didukung oleh fakta.

f.      Penerimaan Hipotesis menjadi teori Ilmiah hipotesis yang telah terbukti kebenarannya dianggap merupakan pengetahuan baru dan diterima sebagai bagain dari ilmu. Atau dengan kata lain hipotesis tersebut sekarang dapat kita anggap sebagai (bagian dari) suatu teori ilmiah dapat diartikan sebagai suatu penjelasan teoritis megnenai suatu gejala tertentu. Pengetahuan ini dapat kita gunakan untuk penelaahan selanjutnya, yakni sebagai premis dalam usaha kita untuk menjelaskan berbagai gejala yang lainnya. Dengan demikian maka proses kegiatan ilmiah mulai berputar lagi dalam suatu daur sebagaimana yang telah ditempuh dalam rangka mendapakan teori ilmiah tersebut.

 

D.AKSIOLOGI GEOGRAFI

          Aksiologi merupakan bagian dari filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana manusia menggunakan ilmunya. Aksiologi: nilai kegunaan ilmu,penyelidikan tentang prinsip-prinsip nilai.Secara etimologis, istilah aksiologi berasal dari Bahasa Yunani Kuno, terdiri dari kata “aksios” yang berarti nilai dan kata “logos” yang berarti teori. Jadi aksiologi merupakan cabang filsafat yang mempelajari nilai.[1] Aksiologi dipahami sebagai teori nilai. Berikut ini dijelaskan beberapa definisi aksiologi. Menurut John Sinclair, dalam lingkup kajian filsafat nilai merujuk pada pemikiran atau suatu sistem seperti politik, sosial dan agama. Sistem mempunyai rancangan bagaimana tatanan, rancangan dan aturan sebagai satu bentuk pengendalian terhadap satu institusi dapat terwujud.[1] Menurut Suriasumantri aksiologi adalah teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang di peroleh.[1]

Aksiologi dibagi kepada tiga bagian menurut Sumantri, yaitu: (1) Moral Conduct (tindakan moral), bidang ini melahirkan disiplin  ilmu khusus yaitu “ilmu etika” atau nilai etika. (2) Esthetic Expression (Ekspresi Keindahan), bidang ini melahirkan konsep teori keindahan atau nilai estetika. (3) Sosio Political Live (Kehidupan Sosial Politik), bidang ini  melahirkan konsep Sosio Politik atau nilai-nilai sosial dan politik.[1] Aksiologi adalah suatu pendidikan yang menguji dan mengintegrasikan semua nilai tersebut dalam kehidupan manusia dan menjaganya, membinanya di dalam kepribadian manusia. Socrates berpendapat bahwa masalah yang pokok adalah kesusilaan, tetapi semenjak masa hidup socrates masalah hakikat yang-baik senantiasa menarik banyak kalangan dan dipandang bersifat hakiki serta penting untuk dapat mengenal manusia.[1]

Aksiologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakikat nilai yang ditinjau dari sudut kefilsafatan. Sejalan dengan itu, Sarwan menyatakan bahwa aksiologi adalah studi tentang hakikat tertinggi, realitas, dan arti dari nilai-nilai (kebaikan, keindahan, dan kebenaran). Dengan demikian aksiologi adalah studi tentang hakikat tertinggi dari nilai-nilai etika dan estetika.Tetapi dewasa ini, istilah axios (nilai) dan logos (teori) lebih akrab dipakai dalam dialog filosofis. Jadi, aksiologi bisa disebut sebagai the theory of value atau teori nilai. Bagian dari filsafat yang menaruh perhatian tentang baik dan buruk (good and bad), benar dan salah (right and wrong), serta tentang cara dan tujuan (means and ends).[1] Aksiologi mencoba merumuskan suatu teori yang konsisten untuk perilaku etis. Ia bertanya seperti apa itu baik (what is good). Demikianlah aksiologi terdiri dari analisis tentang kepercayaan, keputusan, dan konsep-konsep moral dalam rangka menciptakan atau menemukan suatu teori nilai.Dalam Encyclopedia of Philosophy dijelaskan bahwa aksiologi disamakan dengan value dan valuation. Ada tiga bentuk value dan valuation, yaitu:

Nilai, digunakan sebagai kata benda abstrak. Dalam pengertian yang lebih sempit seperti: baik, menarik dan bagus. Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas mencakup sebagai tambahan segala bentuk kewajiban, kebenaran dan kesucian. Penggunaan nilai yang lebih luas merupakan kata benda asli untuk seluruh macam kritik atau predikat pro dan kontra, sebagai lawan dari suatu yang lain, dan ia berbeda dengan fakta. Teori nilai atau aksiologi adalah bagian dari etika.Nilai sebagai kata benda konkret.Contohnya ketika kita berkata sebuah nilai atau nilai-nilai, ia seringkali dipakai untuk merujuk kepada sesuatu yang bernilai.

 

a).Teori nilai menurut idealisme.

Idealisme berpandangan bahwa hukum-hukum etika adalah hukum kosmos karena itu seseorang dikatakan baik, jika banyak berinteraksi dalam pelaksanaan hukum-hukum itu. Menurut idealisme, sikap, tingkah laku, dan ekspresi perasaan juga mempunyai hubungan dengan kualitas baik dan buruk. Orang yang berpakaian serba formal seperti dalam upacara atau peristiwa lain yang membutuhkan suasana tenang haruslah bersikap formal dan teratur. Untuk itu, ekspresi perasaan yang mencerminkan adanya serba kesungguhan dan kesenangan terhadap pakaian resmi yang dikenakan dapat menunjukkan keindahan pakaian dan suasana kesungguhan tersebut.

b).Teori Nilai Menurut Realisme

Menurut realisme, sumber semua pengetahuan manusia terletak pada keteraturan lingkungan hidupnya. Realisme memandang bahwa baik dan buruknya keadaan manusia tergantung pada keturunan dan lingkungannya. Perbuatan seseorang adalah hasil perpaduan antara pembawa-pembawa fisiologis dan pengaruh-pengaruh lingkungannya. George Santayana memadukan pandangan idealisme dan realisme dalam suatu sintesa dengan menyatakan bahwa “nilai” itu tidak dapat ditandai dengan suatu konsep tunggal, karena minat, perhatian, dan pengalaman seseorang turut menentukan adanya kualitas tertentu. Walaupun idealisme menjunjung tinggi asas otoriter atau nilai-nilai, namun tetap mengakui bahwa pribadi secara aktif menentukan nilai-nilai itu atas dirinya sendiri.

c).Karakteristik dan Jenis-jenis Nilai Aksiologi

1.Karakteristik Nilai

Ada beberapa karakteristik nilai yang berkaitan dengan teroi nilai, yaitu :

a).Nilai objektif atau subjektif

Nilai itu objektif jika ia tidak bergantung pada subjek atau kesadaran yang menilai; sebaliknya nilai itu subjektif jika eksistensinya, maknanya, dan validitasnya tergantung pada reaksi subjek yang melakukan penilaian, tanpa mempertimbangkan apakah ini bersifat psikis atau fisik.

b).Nilai absolute atau berubah

Suatu nilai dikatakan absolute atau abadi, apabila nilai yang berlaku sekarang sudah berlaku sejak masa lampau dan akan berlaku serta abash sepanjang masa, serta akan berlaku bagi siapapun tanpa memperhatikan ras, maupun kelas social. Dipihak lain ada yang beranggapan bahwa semua nilai relative sesuai dengan keinginan atau harapan manusia.[1]

Jenis- jenis Nilai

Aksiologi sebagai cabang filsafat dapat kita bedakan menjadi 2 yaitu :

Etika

Istilah etika berasal dari kata “ethos” (Yunani) yang berarti adat kebiasaan. Dalam istilah lain, para ahli yang bergerak dalam bidang etika menyubutkan dengan moral, berasal dari bahasa Yunani, juga berarti kebiasaan.[1] Etika merupakan teori tentang nilai, pembahasan secara teoritis tentang nilai, ilmu kesusilaan yang meuat dasar untuk berbuat susila. Sedangkan moral pelaksanaannya dalam kehidupan.

Jadi, etika merupakan cabang filsafat yang membicarakan perbutan manusia. Cara memandangnya dari sudut baik dan tidak baik, etika merupakan filsafat tentang perilaku manusia. Etika dimulai bila manusia merefleksikan unsur-unsur etis dalam pendapat-pendapat spontan kita.

2.Jenis- jenis Nilai

Aksiologi sebagai cabang filsafat dapat kita bedakan menjadi 2 yaitu :

a).Etika

Istilah etika berasal dari kata “ethos” (Yunani) yang berarti adat kebiasaan. Dalam istilah lain, para ahli yang bergerak dalam bidang etika menyubutkan dengan moral, berasal dari bahasa Yunani, juga berarti kebiasaan.[1] Etika merupakan teori tentang nilai, pembahasan secara teoritis tentang nilai, ilmu kesusilaan yang meuat dasar untuk berbuat susila. Sedangkan moral pelaksanaannya dalam kehidupan.

Jadi, etika merupakan cabang filsafat yang membicarakan perbutan manusia. Cara memandangnya dari sudut baik dan tidak baik, etika merupakan filsafat tentang perilaku manusia. Etika dimulai bila manusia merefleksikan unsur-unsur etis dalam pendapat-pendapat spontan kita.

 

 

                                                                                                         

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUPAN

                                                                                                     

A. KESIMPULAN

           Geografi merupakan ilmu yang sangat menarik untuk dipelajari.Pada hakikatnya belajar geografi lebih menekankan pada cara unik untuk mempelajari bumi dengan berbagai ilmu bantu dalam persepktif geography eye (sudut pandang geografi meliputi: keruangan, kelingkungan, dan kompleks wilayah).Hal ini yang menjadi kekuatan ilmu geografi yang tidak dimiliki oleh ilmu lain.Oleh karena itu,sudah saatnya para geografi untuk kembali ke landasan tersebut.Spesialisasi yang terlalu jauh jusrtu membuat ilmu geografi semakin kabur dan tidak jelas serta bersinggungan dengan ilmu lain.Kondisi tersebut sangat tidak menguntungkan bagi geografi.Sudah sepatutnya,bagi ilmuan geografi untuk memengang teguh tiga pendekatan utama geografi tersebut dalam kajian berbagai isu.Dengan menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif dari aspek epistimologi geografi,penulis menyakini hasil penelitian dan kajian yang dilakukan akan semakin menarik dan komprehensif.Hasil penelitian tersebut akan menjadi masukan berharga bagi stakeholders.Kemudian,dalam konteks pendidikan geografi,sudah saatnya kurikulum geografi di Indonesia direvisi dan disempurnakan.Kurikulum geografi kedepan harus memiliki standar yang jelas serta berbasis Higher Order inking Skill (HOTS).Kompetensi dasar yang dirumuskan harus dapat merangsang siswa untuk berpikir kiritis dan analisis.Selain itu,muatan konten dalam silabus lebih menekankan pada kehidupan sehari – hari siswa.

 

B. SARAN

           Penulis berharap semoga makalah ini dapat menjadi salah satu bahan untuk dapat menambah pengetahuan dalam hal Perspektif Filsafat Ilmu Geografi.Dan juga penulis mengharapkan adanya sumbangsih kritik dan saran yang bersifat membangun guna penyesunan makalah berikutnya yang lebih sempurnah lagi.

 

 

   


DAFTAR PUSTAKA

Adib, Mohammad, Filsafat Ilmu; Ontologi, Epistemologi, Aksiologi dan Logika Ilmu

Pengetahuan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar: 2011

Akhmadi, Asmoro, Filsafat Umum, Jakarta: Raja grafindo Persada, 2007

Budi, F. Hardiman, Pemikiran-Pemikiran yang Membentuk Dunia Modern, Jakarta: Erlangga, 2010

Hadi, Hardono, Epistemologi Filsafat Pengetahuan………,

S. Juhaya, Praja, Aliran-Aliran Filsafat dan Etika, Jakarta: Kencana, 2003

Tafsir, Ahmad, Filsafat Umum; Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Capra, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003,

http://lingkarpenadamayana.wordpress.com/category/filsafat/, diunduh pada tanggal 11 Mei 2017

http://mdsutriani.wordpress.com/2012/06/23/aliran-filsafat-rasionalisme/, diunduh pada tanggal 11 Mei 2017.

 

 

 

 

No comments:

Post a Comment