DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang ………………………………………………………………………. 4
B. Rumusan
Masalah …………………………………………………………………… 4
C. Tujuan
Penulisan Masalah …………………………………………………………... 5
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Hubungan Pancasila
dengan Profesi Dokter. ………………………………………... 6
B.
Hubungan Pancasila
dengan Sumpah Dokter. ………………………………………. 8
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan.…………………………………………………………………………..
9
B.
Saran………………………………………………………………………………….10
DAFTAR PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Pancasila merupakan landasan ideologi dan dasar
negara Indonesia. Setiap warga negara Indonesia diharuskan untuk mampu memahami
dan menghayati setiap nilai-nilai yang terkandung dalam kelima sila Pancasila.
Salah satu upaya pemerintah agar hal tersebut tetap berjalan yaitu melalui
penetapan Pancasila sebagai mata kuliah wajib umum bagi perguruan tinggi di
Indonesia. Hal tersebut berdasarkan UUD 1945 Pasal 27 Ayat 3 dan Pasal 30 Ayat
1 yang menyatakan bahwa seluruh rakyat Indonesia harus ikut serta dalam
Tindakan bela negara. Selain itu, UU Nomo 3 Tahun 2002 Pasal 9 menyatakan bahwa
upaya bagi setiap warga negara Indonesia untuk mempertahankan negara dari
ancaman baik luar negeri maupun dalam negeri yaitu dalam bentuk pengabdian
sesuai profesi masing-masing.
Profesi dokter memiliki peran yang sangat penting
dalam peradaban keilmuan dan teknologi. Salah satunya ilmuwan Islam Ibnu Sina
yang merupakan bapak kedokteran dunia yang tidak hanya membangun pfondasi
keilmuan profesi dokter dari hal teknis saja, namun juga sampai pada tatanan
etika kedokteran dan sumpah kedokteran. Lebih dari itu, ia turut membangun
filsafat kedokteran yang bersandarkan pada al Quran dan Sunah
Nilai-nilai Pancasila memiliki hubungan yang erat
dengan semua bidang profesi, termasuk didalamnya bidang kedokteran. Nilai-nilai
Pancasila ini bisa diimplementasikan dalam moral dan etika kedokteran dalam
memberi pelayanan kepada pasien. Oleh karena itu, Pancasila juga bisa dijadikan
salah satu nilai dasar dalam bidang kedokteran. Setiap butir Pancasila memiliki
peranan dan penerapannya masing-masing. Dengan memberikan pendidikan mengenai
nilai-nilai Pancasila, maka diharapkan semua mahasiswa kedokteran dapat
memiliki pemahaman yang baik serta dapat mengaplikasikannya dalam profesinya di
kemudian hari dengan menjunjung tinggi sumpah dan kode etik dari profesi dokter
serta menaati setiap peraturan dan ketentuan yang telah ditetapkan oleh Konsili
Kedokteran Indonesia.
Pada kenyataannya, penerapan nilai-nilai Pancasila
dalam kedokteran dinilai masih kurang. Hal ini dibuktikan dengan masih adanya
isu-isu yang berkaitan dengan etika dan moral kedokteran. Terkait dengan
minimnya dokter yang mengabdi pada daerah terpencil di Indonesia. Selain itu,
baru-baru ini ada berita mahasiswa kedokteran yang memalsukan surat PCR. Hal
ini juga menunjukkan masih kurangnya penanaman etika dan Pancasila pada dokter
dan mahasiswa kedokteran.
B. Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
hubungan Pancasila dengan Profesi Dokter?
2. Bagaimana
penerapan Pancasila dalam Sumpah Dokter?
C. Tujuan
Masalah
1. Menjelaskan
hubungan Pancasila dengan Profesi Dokter.
2. Menjelaskan
penerapan Pancasila dalam Sumpah Dokter.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Hubungan
Pancasila dengan Profesi Dokter
Menurut James J. Spillane S.J., yang mengungkapkan
bahwa etika atau ethic lebih memperhatikan atau mempertimbangakan tingkah laku
manusia dalam pengambilan keputusan moral. Etika mengarahkan atau menghubungkan
penggunaan akal budi individual dengan objektivitas untuk menentukan
“kebenaran” atau “kesalahan” dan tingkah laku seseorang terhadap orang lain.
Selain itu dalam istilah latin, ethos atau ethikos selalu disebut dengan mos,
sehingga dari perkataan tersebut lahirlah moralitas atau yang sering
diistilahkan dengan perkataan moral (Suhrawardi, 1994: 1).
Lebih lanjut bahwa dalam bahasa agama islam, istilah
etika ini merupakan bagian dari akhlak. Menjadi bagian dari akhlak bukanlah
sekedar menyangkut perilaku manusia yang bersifat perbuatan yang lahiriah saja,
akan tetapi mencakup hal-hal yang lebih luas, seperti bidang akidah, ibadah,
dan syariah. Dalam Bahasa Indonesia perkataan etika ini kurang begitu populer
dan lazimnya istilah ini lebih sering digunakan di kalangan terpelajar. Kata
yang sepadan dengan itu serta lazim dipergunakan di tengah-tengah masyarakat
adalah perkataan “susila” atau “kesusilaan”. Kesusilaan berasal dari bahasa
Sansekerta, yaitu terdiri dari kata su dan sila. Kata “su” berarti bagus,
indah, cantik. Sedangkan “sila” berarti adab, kelakuan, perbuatan adab (sopan
santun dan sebagainya), akhlak, moral. Dengan demikian perkataan “susila” atau
kesusilaan dapat berarti adab yang baik, kelakuan yang bagus, sepadan dengan
kaidah-kaidah, norma-norma atau peraturanperaturan yang berlaku (Suhrawardi,
1994: 1).
Dasar etika profesi kedokteran, dapat dijabarkan
menjadi enam asas etika yang bersifat universal, yang juga tidak akan berubah
dalam etika profesi kedokteran, yaitu (Yunanto, 2010: 8-9):
a. Asas
menghormati otonomi pasien (Principle of Respect to The Patient’
Autonomy)
Pasien mempunyai
kebebasan untuk mengetahui apa yang akan dilakukan oleh dokter serta memutuskan
apa yang terbaik bagi dirinya sendiri, sehingga kepadanya perlu diberikan
informasi yang cukup. Pasien berhak untuk menghormati pendapat dan
keputusannya, dan tidak boleh dipaksa. Oleh karenanya perlu adanya informed
consent.
b. Asas
Kejujuran (Principle of Vercity)
Dokter hendaknya
mengatakan hal yang sebenarnya secara jujur akan apa yang terjadi, apa yang
dilakukan, serta akibat/risiko yang dapat terjadi. informasi yang diberikan
hendaknya disesuaikan dengan tingkat pendidikan pasien. Selain jujur kepada
pasien, dokter juga harus jujur kepada diri sendiri.
c. Asas
tidak merugikan (principle of non-malefience)
Dokter
berpedoman primum non nocere, tidak melakukan tindakan yang tidak perlu, dan
mengutamakan tindakan yang tidak merugikan pasien, serta mengupayakan resiko fisik,
resiko psikologis, maupun resiko sosial akibat tindakan tersebut seminimal
mungkin.
d. Asas
manfaat (princple of benefience)
Semua tindakan
dokter yang dilakukan terhadap pasien harus bermanfaat bagi pasien guna
mengurangi penderitaan atau memperpanjang hidupnya. Dokter wajib membuat
rencana perawatan yang berlandaskan pada pengetahuan yang sahih dan dapat
berlaku secara umum. Kesejahteraan pasien perlu mendapat perhatian yang utama.
Resiko yang mungkin timbul dikurangi sampai seminimal mungkin sementara
manfaatnya harus semaksimal mungkin bagi pasien.
e. Asas
Kerahasiaan (principle of confidentality)
Dokter harus
menghormati rahasia pasien, meskipun pasien tersebut sudah meninggal dunia.
f. Asas
Keadilan (principle of justice)
Dokter harus berlaku
adil, tidak memandang kedudukan atau kepangkatan, tidak memandang kekayaan, dan
tidak berat sebelah dalam merawat pasien.
Profesi
dokter dengan nilai-nilai Pancasila memiliki hubungan yang erat. penulis
melihat hubungan erat tersebut dipengaruhi oleh profesi kedokteran yang
berkedudukan di wilayah negara Indonesia yang menjadikan Pancasila sebagai
norma dasar bernegara. Pancasila itu sendiri merupakan nilai universal yang
sebenarnya tidak hanya diberlakukan bagi negara Indonesia saja, namun memiliki
nilai universal yang bisa digunakan oleh profesi kedokteran yang ada di negara
lain. Ini karena Pancasila memiliki nilai transedental yang dapat diaplikasikan
dalam moral dan etika yang harus dimiliki oleh dokter untuk memberi pelayanan
medis kepada pasien dengan sikap yang penuh hati nurani.
Namun
dalam perjalanan profesi dokter pada saat sekarang nilai-nilai Pancasila terasa
jauh dan krisis dari segala kegiatan profesi dokter. Pada dasarnya ini tidak
hanya terjadi dalam profesi dokter, namun dalam profesi lain seperti advokat.
Pendidikan khusus profesi advokat tidak memuat Pancasila sebagai bahan
pembelajaran bagi calon advokat. Seharusnya menjadi penting ketika nilai-nilai
Pancasila dimasukan dalam pembelajaran profesi dokter pada khususnya,
dikarenakan dalam menjalankan profesinya ke depan diwajibkan untuk memberikan
pelayanan medis yang penuh hati nurani tanpa membedakan-bedakan, baik dari
aspek sosial maupun ekonomi pasien.
Dalam
menjalankan profesi dokter, baik secara personal maupuun secara organisasi,
tidak bisa melepaskan nilai-nilai Pancasila. Ini karena nilai-nilai Pancasila
memiliki kaitan dan pertanggungjawaban secara transedental kepada Allah Swt,
serta dengan manusia itu sendiri sebagai wujud dari kemanusiaan yang adil dan
beradab, atau dalam Islam dikenal dengan raḥmatan lil ’ālamīn, artinya keadiran
manusia di muka bumi harus memberi manfaat bagi orang lain.
Menurut
penulis, Pancasila yang merupakan nilai-nilai dasar bernegara harus dibangunkan
kembali dari tidur yang panjang. Pancasila pada Orde Baru hanya dimanfaatkan
oleh kekuasaan untuk mengamankan kekuasaan, dan bukan untuk tujuan membangun
negara dan masyarakat dengan nilai-nilai Pancasila sebagai pijakan dasar
bernegara, sehingga dampaknya sekarang nilai-nilai Pancasila terasa asing
khususnya bagi profesi dokter itu sendiri.
Melihat
usaha yang telah dilakukan oleh internal profesi dokter sendiri untuk menumbuhkan
nilai pengabdian dokter kepada masyarakat belum dirasa cukup dikarenakan
keuntungan ekonomi yang dijadikan tujuan utama oleh sebagian besar dokter.
Sehingga dengan beragamnya persoalan yang ada, sudah saatnya nilai-nilai
Pancasila harus dijadikan sebagai paradigma yang termuat dalam proses
pendidikan dokter. Penting kemudian agar Pancasila tidak hanya dijadikan
sebagai seremonial belaka dalam setiap memperingati hari lahirnya Pancasila.
Pancasila sudah saatnya dijadikan sebagai sebuah paradigma keilmuan yang
mendasar dan utama dalam setiap proses pendidikan dokter. Apabila nilai-nilai
Pancasila tidak dimuat dalam pendidikan dokter, maka akan berdampak pada
jauhnya nilai pengabdian bagi dokter sebagaimana dalam sumpah kedokteran,
sehingga berdampak juga pada berkurangnya nilai etika kedokteran sampai pada
ketidakmauan dokter yang mengabdi di daerah terpencil di seluruh wilayah negara
kesatuan republik Indonesia.
B. Hubungan
Pancasila dengan Sumpah Dokter
Seperti yang kita ketahui pada sumpah dokter, para
calon dokter mengucapkan “Demi Allah (bagi umat Islam, dan dapat diganti sesuai
dengan agama dan keyakinan masing-masing individu) Saya Bersumpah”. Hal ini
menyatakan bahwa sangat pentingnya seorang dokter mempertanggungjawabkan setiap
keputusannya seperti diagnosis, perlakuan, dan keputusan langsung kepada Tuhan
Yang Maha Esa atas dasar nilai kemanusiaan dan keTuhanan. Hal-hal nyata yang
terjadi pada dunia kedokteran yang dapat melenceng dari sila pertama pancasila
yaitu aborsi dan euthanasia.
Untuk contoh sila kedua, dokter merupakan manusia
yang berada di tengah kehidupan masyarakat dimana dokter saling berinteraksi
dengan orang di sekitarnya, sehingga dokter harus bersedia melakukan kegiatan
kemanusiaan/sosial dan tidak melupakan nilai-nilai kemanusiaan yang terpatri
dalam diri seorang dokter, contoh kegiatan ini adalah kegiatan khitanan massal,
pengobatan gratis, dan lain-lain.
Aplikasi sila ketiga ialah pentingnya seorang dokter
mengutamakan bangsa dan negaranya dan menjunjung tinggi nilai nasionalisme dan
patriotisme dengan cara mendukung pemerintahan Indonesia dengan melakukan
tugasnya sebagai dokter dalam situasi dimana dibutuhkan, contohnya perang.
Dokter juga memiliki tanggung jawab untuk meningkatkan pelayanan kesehatan
Indonesia agar tidak hilang kepercayaan masyarakat Indonesia dalam kemampuan
dokter Indonesia, seperti dengan berobat ke luar negeri.
Sila keempat dapat diaplikasikan dalam hak-hak
politik yang dimiliki seorang dokter, seperti berpartisipasi dalam kegiatan
politik. Dokter juga harus mementingkan musyawarah mufakat, seperti dalam
situasi konsultasi dengan dokter lain terkait penanganan terbaik untuk seorang
pasien. Sila kelima diaplikasikan dengan sikap adil yang diterapkan dokter
terhadap semua pasien dan sesama manusia. Pengobatan harus dilakukan tanpa
memandang latar belakang pasien baik itu ras, agama, kedudukan politik, dan
lain-lain
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sejauh ini terlihat bahwa profesi dokter
dalam menjalankan profesinya masih jauh dari nilai Pancasila itu sendiri,
terlihat dengan masih banyak dokter yang tidak memiliki keinginan untuk
mengabdi penuh hati nurani kepada masyarakat yang kurang mampu khususnya yang
berada di daerah terpencil. Dikarenakan motivasi sejak awal, yang hanya ingin
mencari keuntungan ekonomi setelah menjadi dokter, dengan alasan biaya
pendidikan dokter yang sangat mahal. Hal disebabkan dokter dalam akademiknya
hanya berfokus pada teori dan praktik medis, tanpa mempelajari dan menjiwai
secara komprehensif nilai-nilai Pancasila yang seharusnya menjadi nilai dasar
profesi dokter, selain sumpah kedokteran. Selain itu nilai Pancasila hanya
dijadikan sebagai serimonial dan hanya untuk memenuhi syarat formil akademik
dokter.
B. Saran
Menteri Kesehatan Republik Indonesia
serta seluruh dekan fakultas kedokteran dan kedokteran gigi harus menyusun
kurikulum pendidikan dokter yang tidak hanya disusun berbasis akademik medis
dokter dan berbasis nusantara, namun juga harus ditambahkan ataupun memasukan
nilai dasar Pancasila dalam kurikulum pendidikan dokter dalam setiap tingkatan
pendidikan dokter (Spesialis, Primer, S2, dan S3). Sehingga di masa mendatang,
dokter tidak hanya berwawasan akademik medis dokter dan nusantara saja, namun
juga memiliki karakter nilai-nilai Pancasila, serta tidak membeda-bedakan, baik
dari sisi sosial dan ekonomi, maupun kewilayahan dalam memberikan pelayanan
medis kepada pasien.
Daftar
Pustaka
Suhrawardi, K.
Lubis (Tanpa Tahun). Etika Profesi Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.
Yunanto, Ari
(2010). Hukum Pidana Malpraktik Medik. Yogyakarta: Penerbit ANDI.
Subagyo, A.,
S.IP., M.Si. (2014). Pendidikan Pancasila untuk Mahasiswa Kedokteran. ALFABETA.
No comments:
Post a Comment