Friday, 24 December 2021

MAKALAH PANCASILA SEBAGAI NILAI DASAR DALAM KEDOKTERAN

 

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang ………………………………………………………………………. 4

B.      Rumusan Masalah …………………………………………………………………… 4

C.      Tujuan Penulisan Masalah …………………………………………………………... 5

BAB II PEMBAHASAN

A.      Hubungan Pancasila dengan Profesi Dokter. ………………………………………... 6

B.      Hubungan Pancasila dengan Sumpah Dokter. ………………………………………. 8

BAB III PENUTUP

A.      Kesimpulan.………………………………………………………………………….. 9

B.      Saran………………………………………………………………………………….10

DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN

 

A.   Latar Belakang

Pancasila merupakan landasan ideologi dan dasar negara Indonesia. Setiap warga negara Indonesia diharuskan untuk mampu memahami dan menghayati setiap nilai-nilai yang terkandung dalam kelima sila Pancasila. Salah satu upaya pemerintah agar hal tersebut tetap berjalan yaitu melalui penetapan Pancasila sebagai mata kuliah wajib umum bagi perguruan tinggi di Indonesia. Hal tersebut berdasarkan UUD 1945 Pasal 27 Ayat 3 dan Pasal 30 Ayat 1 yang menyatakan bahwa seluruh rakyat Indonesia harus ikut serta dalam Tindakan bela negara. Selain itu, UU Nomo 3 Tahun 2002 Pasal 9 menyatakan bahwa upaya bagi setiap warga negara Indonesia untuk mempertahankan negara dari ancaman baik luar negeri maupun dalam negeri yaitu dalam bentuk pengabdian sesuai profesi masing-masing. 

Profesi dokter memiliki peran yang sangat penting dalam peradaban keilmuan dan teknologi. Salah satunya ilmuwan Islam Ibnu Sina yang merupakan bapak kedokteran dunia yang tidak hanya membangun pfondasi keilmuan profesi dokter dari hal teknis saja, namun juga sampai pada tatanan etika kedokteran dan sumpah kedokteran. Lebih dari itu, ia turut membangun filsafat kedokteran yang bersandarkan pada al Quran dan Sunah

Nilai-nilai Pancasila memiliki hubungan yang erat dengan semua bidang profesi, termasuk didalamnya bidang kedokteran. Nilai-nilai Pancasila ini bisa diimplementasikan dalam moral dan etika kedokteran dalam memberi pelayanan kepada pasien. Oleh karena itu, Pancasila juga bisa dijadikan salah satu nilai dasar dalam bidang kedokteran. Setiap butir Pancasila memiliki peranan dan penerapannya masing-masing. Dengan memberikan pendidikan mengenai nilai-nilai Pancasila, maka diharapkan semua mahasiswa kedokteran dapat memiliki pemahaman yang baik serta dapat mengaplikasikannya dalam profesinya di kemudian hari dengan menjunjung tinggi sumpah dan kode etik dari profesi dokter serta menaati setiap peraturan dan ketentuan yang telah ditetapkan oleh Konsili Kedokteran Indonesia.

Pada kenyataannya, penerapan nilai-nilai Pancasila dalam kedokteran dinilai masih kurang. Hal ini dibuktikan dengan masih adanya isu-isu yang berkaitan dengan etika dan moral kedokteran. Terkait dengan minimnya dokter yang mengabdi pada daerah terpencil di Indonesia. Selain itu, baru-baru ini ada berita mahasiswa kedokteran yang memalsukan surat PCR. Hal ini juga menunjukkan masih kurangnya penanaman etika dan Pancasila pada dokter dan mahasiswa kedokteran.

 

B.     Rumusan Masalah

1.      Bagaimana hubungan Pancasila dengan Profesi Dokter?

2.      Bagaimana penerapan Pancasila dalam Sumpah Dokter?

 

C.    Tujuan Masalah

1.      Menjelaskan hubungan Pancasila dengan Profesi Dokter.

2.      Menjelaskan penerapan Pancasila dalam Sumpah Dokter.


 

BAB II

PEMBAHASAN

 

A.    Hubungan Pancasila dengan Profesi Dokter

Menurut James J. Spillane S.J., yang mengungkapkan bahwa etika atau ethic lebih memperhatikan atau mempertimbangakan tingkah laku manusia dalam pengambilan keputusan moral. Etika mengarahkan atau menghubungkan penggunaan akal budi individual dengan objektivitas untuk menentukan “kebenaran” atau “kesalahan” dan tingkah laku seseorang terhadap orang lain. Selain itu dalam istilah latin, ethos atau ethikos selalu disebut dengan mos, sehingga dari perkataan tersebut lahirlah moralitas atau yang sering diistilahkan dengan perkataan moral (Suhrawardi, 1994: 1).

Lebih lanjut bahwa dalam bahasa agama islam, istilah etika ini merupakan bagian dari akhlak. Menjadi bagian dari akhlak bukanlah sekedar menyangkut perilaku manusia yang bersifat perbuatan yang lahiriah saja, akan tetapi mencakup hal-hal yang lebih luas, seperti bidang akidah, ibadah, dan syariah. Dalam Bahasa Indonesia perkataan etika ini kurang begitu populer dan lazimnya istilah ini lebih sering digunakan di kalangan terpelajar. Kata yang sepadan dengan itu serta lazim dipergunakan di tengah-tengah masyarakat adalah perkataan “susila” atau “kesusilaan”. Kesusilaan berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu terdiri dari kata su dan sila. Kata “su” berarti bagus, indah, cantik. Sedangkan “sila” berarti adab, kelakuan, perbuatan adab (sopan santun dan sebagainya), akhlak, moral. Dengan demikian perkataan “susila” atau kesusilaan dapat berarti adab yang baik, kelakuan yang bagus, sepadan dengan kaidah-kaidah, norma-norma atau peraturanperaturan yang berlaku (Suhrawardi, 1994: 1).

Dasar etika profesi kedokteran, dapat dijabarkan menjadi enam asas etika yang bersifat universal, yang juga tidak akan berubah dalam etika profesi kedokteran, yaitu (Yunanto, 2010: 8-9):

a.      Asas menghormati otonomi pasien (Principle of Respect to The Patient’

Autonomy)

Pasien mempunyai kebebasan untuk mengetahui apa yang akan dilakukan oleh dokter serta memutuskan apa yang terbaik bagi dirinya sendiri, sehingga kepadanya perlu diberikan informasi yang cukup. Pasien berhak untuk menghormati pendapat dan keputusannya, dan tidak boleh dipaksa. Oleh karenanya perlu adanya informed consent.

b.      Asas Kejujuran (Principle of Vercity)

Dokter hendaknya mengatakan hal yang sebenarnya secara jujur akan apa yang terjadi, apa yang dilakukan, serta akibat/risiko yang dapat terjadi. informasi yang diberikan hendaknya disesuaikan dengan tingkat pendidikan pasien. Selain jujur kepada pasien, dokter juga harus jujur kepada diri sendiri.

c.       Asas tidak merugikan (principle of non-malefience)

Dokter berpedoman primum non nocere, tidak melakukan tindakan yang tidak perlu, dan mengutamakan tindakan yang tidak merugikan pasien, serta mengupayakan resiko fisik, resiko psikologis, maupun resiko sosial akibat tindakan tersebut seminimal mungkin.

d.      Asas manfaat (princple of benefience)

Semua tindakan dokter yang dilakukan terhadap pasien harus bermanfaat bagi pasien guna mengurangi penderitaan atau memperpanjang hidupnya. Dokter wajib membuat rencana perawatan yang berlandaskan pada pengetahuan yang sahih dan dapat berlaku secara umum. Kesejahteraan pasien perlu mendapat perhatian yang utama. Resiko yang mungkin timbul dikurangi sampai seminimal mungkin sementara manfaatnya harus semaksimal mungkin bagi pasien.

e.       Asas Kerahasiaan (principle of confidentality)

Dokter harus menghormati rahasia pasien, meskipun pasien tersebut sudah meninggal dunia.

f.       Asas Keadilan (principle of justice)

Dokter harus berlaku adil, tidak memandang kedudukan atau kepangkatan, tidak memandang kekayaan, dan tidak berat sebelah dalam merawat pasien.

Profesi dokter dengan nilai-nilai Pancasila memiliki hubungan yang erat. penulis melihat hubungan erat tersebut dipengaruhi oleh profesi kedokteran yang berkedudukan di wilayah negara Indonesia yang menjadikan Pancasila sebagai norma dasar bernegara. Pancasila itu sendiri merupakan nilai universal yang sebenarnya tidak hanya diberlakukan bagi negara Indonesia saja, namun memiliki nilai universal yang bisa digunakan oleh profesi kedokteran yang ada di negara lain. Ini karena Pancasila memiliki nilai transedental yang dapat diaplikasikan dalam moral dan etika yang harus dimiliki oleh dokter untuk memberi pelayanan medis kepada pasien dengan sikap yang penuh hati nurani.

Namun dalam perjalanan profesi dokter pada saat sekarang nilai-nilai Pancasila terasa jauh dan krisis dari segala kegiatan profesi dokter. Pada dasarnya ini tidak hanya terjadi dalam profesi dokter, namun dalam profesi lain seperti advokat. Pendidikan khusus profesi advokat tidak memuat Pancasila sebagai bahan pembelajaran bagi calon advokat. Seharusnya menjadi penting ketika nilai-nilai Pancasila dimasukan dalam pembelajaran profesi dokter pada khususnya, dikarenakan dalam menjalankan profesinya ke depan diwajibkan untuk memberikan pelayanan medis yang penuh hati nurani tanpa membedakan-bedakan, baik dari aspek sosial maupun ekonomi pasien.

Dalam menjalankan profesi dokter, baik secara personal maupuun secara organisasi, tidak bisa melepaskan nilai-nilai Pancasila. Ini karena nilai-nilai Pancasila memiliki kaitan dan pertanggungjawaban secara transedental kepada Allah Swt, serta dengan manusia itu sendiri sebagai wujud dari kemanusiaan yang adil dan beradab, atau dalam Islam dikenal dengan raḥmatan lil ’ālamīn, artinya keadiran manusia di muka bumi harus memberi manfaat bagi orang lain.

Menurut penulis, Pancasila yang merupakan nilai-nilai dasar bernegara harus dibangunkan kembali dari tidur yang panjang. Pancasila pada Orde Baru hanya dimanfaatkan oleh kekuasaan untuk mengamankan kekuasaan, dan bukan untuk tujuan membangun negara dan masyarakat dengan nilai-nilai Pancasila sebagai pijakan dasar bernegara, sehingga dampaknya sekarang nilai-nilai Pancasila terasa asing khususnya bagi profesi dokter itu sendiri.

Melihat usaha yang telah dilakukan oleh internal profesi dokter sendiri untuk menumbuhkan nilai pengabdian dokter kepada masyarakat belum dirasa cukup dikarenakan keuntungan ekonomi yang dijadikan tujuan utama oleh sebagian besar dokter. Sehingga dengan beragamnya persoalan yang ada, sudah saatnya nilai-nilai Pancasila harus dijadikan sebagai paradigma yang termuat dalam proses pendidikan dokter. Penting kemudian agar Pancasila tidak hanya dijadikan sebagai seremonial belaka dalam setiap memperingati hari lahirnya Pancasila. Pancasila sudah saatnya dijadikan sebagai sebuah paradigma keilmuan yang mendasar dan utama dalam setiap proses pendidikan dokter. Apabila nilai-nilai Pancasila tidak dimuat dalam pendidikan dokter, maka akan berdampak pada jauhnya nilai pengabdian bagi dokter sebagaimana dalam sumpah kedokteran, sehingga berdampak juga pada berkurangnya nilai etika kedokteran sampai pada ketidakmauan dokter yang mengabdi di daerah terpencil di seluruh wilayah negara kesatuan republik Indonesia.

B.     Hubungan Pancasila dengan Sumpah Dokter

Seperti yang kita ketahui pada sumpah dokter, para calon dokter mengucapkan “Demi Allah (bagi umat Islam, dan dapat diganti sesuai dengan agama dan keyakinan masing-masing individu) Saya Bersumpah”. Hal ini menyatakan bahwa sangat pentingnya seorang dokter mempertanggungjawabkan setiap keputusannya seperti diagnosis, perlakuan, dan keputusan langsung kepada Tuhan Yang Maha Esa atas dasar nilai kemanusiaan dan keTuhanan. Hal-hal nyata yang terjadi pada dunia kedokteran yang dapat melenceng dari sila pertama pancasila yaitu aborsi dan euthanasia.

Untuk contoh sila kedua, dokter merupakan manusia yang berada di tengah kehidupan masyarakat dimana dokter saling berinteraksi dengan orang di sekitarnya, sehingga dokter harus bersedia melakukan kegiatan kemanusiaan/sosial dan tidak melupakan nilai-nilai kemanusiaan yang terpatri dalam diri seorang dokter, contoh kegiatan ini adalah kegiatan khitanan massal, pengobatan gratis, dan lain-lain.

Aplikasi sila ketiga ialah pentingnya seorang dokter mengutamakan bangsa dan negaranya dan menjunjung tinggi nilai nasionalisme dan patriotisme dengan cara mendukung pemerintahan Indonesia dengan melakukan tugasnya sebagai dokter dalam situasi dimana dibutuhkan, contohnya perang. Dokter juga memiliki tanggung jawab untuk meningkatkan pelayanan kesehatan Indonesia agar tidak hilang kepercayaan masyarakat Indonesia dalam kemampuan dokter Indonesia, seperti dengan berobat ke luar negeri.

Sila keempat dapat diaplikasikan dalam hak-hak politik yang dimiliki seorang dokter, seperti berpartisipasi dalam kegiatan politik. Dokter juga harus mementingkan musyawarah mufakat, seperti dalam situasi konsultasi dengan dokter lain terkait penanganan terbaik untuk seorang pasien. Sila kelima diaplikasikan dengan sikap adil yang diterapkan dokter terhadap semua pasien dan sesama manusia. Pengobatan harus dilakukan tanpa memandang latar belakang pasien baik itu ras, agama, kedudukan politik, dan lain-lain

 

 


 

BAB III

PENUTUP

 

A.    Kesimpulan

Sejauh ini terlihat bahwa profesi dokter dalam menjalankan profesinya masih jauh dari nilai Pancasila itu sendiri, terlihat dengan masih banyak dokter yang tidak memiliki keinginan untuk mengabdi penuh hati nurani kepada masyarakat yang kurang mampu khususnya yang berada di daerah terpencil. Dikarenakan motivasi sejak awal, yang hanya ingin mencari keuntungan ekonomi setelah menjadi dokter, dengan alasan biaya pendidikan dokter yang sangat mahal. Hal disebabkan dokter dalam akademiknya hanya berfokus pada teori dan praktik medis, tanpa mempelajari dan menjiwai secara komprehensif nilai-nilai Pancasila yang seharusnya menjadi nilai dasar profesi dokter, selain sumpah kedokteran. Selain itu nilai Pancasila hanya dijadikan sebagai serimonial dan hanya untuk memenuhi syarat formil akademik dokter.

B.     Saran

Menteri Kesehatan Republik Indonesia serta seluruh dekan fakultas kedokteran dan kedokteran gigi harus menyusun kurikulum pendidikan dokter yang tidak hanya disusun berbasis akademik medis dokter dan berbasis nusantara, namun juga harus ditambahkan ataupun memasukan nilai dasar Pancasila dalam kurikulum pendidikan dokter dalam setiap tingkatan pendidikan dokter (Spesialis, Primer, S2, dan S3). Sehingga di masa mendatang, dokter tidak hanya berwawasan akademik medis dokter dan nusantara saja, namun juga memiliki karakter nilai-nilai Pancasila, serta tidak membeda-bedakan, baik dari sisi sosial dan ekonomi, maupun kewilayahan dalam memberikan pelayanan medis kepada pasien.


Daftar Pustaka

 

Suhrawardi, K. Lubis (Tanpa Tahun). Etika Profesi Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.

Yunanto, Ari (2010). Hukum Pidana Malpraktik Medik. Yogyakarta: Penerbit ANDI.

Subagyo, A., S.IP., M.Si. (2014). Pendidikan Pancasila untuk Mahasiswa Kedokteran. ALFABETA.

No comments:

Post a Comment