DAFTAR
ISI
A. Konsep Perawatan Palliative Care
C. Konsep
Paliative Care Pada Anak
D. Asuhan keperawatan Palliative Care
1. Pengkajian
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Perawatan paliative care adalah
pendekatan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien (dewasa dan
anak-anak) dan keluarga dalam menghadapi penyakit yang mengancam jiwa, dengan
cara meringankan penderita dari rasa sakit melalui indetifikasi dini,
pengkajian yang sempurna, dan penatalaksanaan nyeri serta masalah lainnya baik
fisik, psikologis,sosial,atau spiritual (World Health Organization (who),
2016).
Menurut WHO (2016),
penyakit-penyakit yang termasuk dalam perawatan paliatif seperti penyakit
kardiovascular dengan prevalensi 38.5%, kanker 34%, penyakit kronis 10.3%,
HIV/AIDS 5.7%, diabetes 4.6% dan memerlukan perawatan paliatif sekitar 40-60%.
Pada tahun 2011 terdapat 29 juta orang meninggal di karnakan penyakit yang
membutuhkan perawatan paliatif, kebanyakan orang yang membutuhkan perawatan
paliatif berada pada kelompok dewasa 60% dengan usia lebih dari 60 tahun,
dewasa (usia 15-59 tahun) 25%, pada usia 0-14 tahun yaitu 6% (Menurut Baxter,
et al 2014).
Perawatan paliatif pada anak
merupakan suatu pendekatan aktif dan peduli secara penuh, dari tegaknya
diagnosis, sepanjang hidup, hingga kematian anak. Hal ini mencakup pendekatan
secara fisik, emosional sosial, spiritual dan berfokus pada peningkatan
kualitas hidup bagi anak dan dukungan bagi keluarga. Perawatan paliatif pada
anak dirancang untuk memenuhi kebutuhan unik dan khusus anak dengan kondisi
yang mengancam jiwa seperti kanker, distrofi otot, cystic fibrosis, masalah
otak parah komplikasi dari prematuritas dan cacat lahir serta gangguan langka.
(Association for, Children’s Paliative Care 2017).
Perawatan paliatif pada anak
memiliki aspek khusus yang harus diperhatikan yaitu semua kebutuhan anak
disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan anak. Hal ini sangat
penting untuk diperhatikan oleh perawat agar dapat menyesuaikan cara
berkomunikasi yang efektif dan perawatan yang sesuai serta evaluasi yang tepat
sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan anak. Komunikasi yang
efektif akan membantu dalam mengatasi keluhan anak (Morgan,2015).
Dalam Al-Qur’an telah dijelaskan
bahwa sakratul maut adalah sesuatu yang ditakuti manusia sehingga dilakukan
upaya untuk menghindarinya dengan melakukan pengobatan. (Diriwayatkan oleh Imam
Muslim) Rasulullah SAW
bersabda “Bila kamu datang mengunjungi orang sakit atau orang mati, hendaklah
kamu berbicara baik karena sesungguhnya malaikat mengaminkan terhadap apa yang
kamu ucapkan”.
Pelayanan perawatan paliatif yang
diberikan memiliki beberapa aspek yaitu: fisik, psikologis, sosial, dan spiritual.
Aspek fisik dalam perawatan meliputi pemberian asuhan terhadap reaksi
patofisiologis seperti nyeri, gejala lain dan efek samping yang dialami pasien.
Aspek sosial dalam perawatan 3 yaitu: memberikan pemahaman kepada pasien dan
keluarga tentang penyakit dan komplikasinya, gejala, efek samping dari
pengobatan seperti kecacatan yang berpengaruh terhadap hubungan interpersonal,
kapasitas pasien untuk menerima dan kapasitas keluarga untuk menyediakan
kebutuhan perawatan. Aspek psikologis yaitu memberikan asuhan terhadap reaksi
seperti depresi, stress, kecemasan, serta pelayanan terhadap proses berduka dan
kehilangan. Aspek spiritual dalam perawatan meliputi pemberian asuhan terhadap
masalah keagamaan seperti harapan dan ketakutan, makna, tujuan, kepercayaan
tentang kehidupan setelah kematian, rasa bersalah, pengampunan dan kehadiran
rohaniawan sesuai keinginan pasien dan keluarga.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana konsep
perawatan palliative care?
2.
Bagaimana
tahap-tahap kematian?
3.
Bagaimana asuhan
keperawatan palliative care?
C.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui
konsep perawatan palliative care
2.
Untuk mengetahui
tahap-tahap kematian
3.
Untuk mengetahui
asuhan keperawatan palliative care
Ø Tujuan
umum
1. Untuk
mengetahui tingkat pengetahuan perawat dalam perawatan paliatif care pada anak
Ø Tujuan
khusus
1. Untuk
mengetahui prinsip paliatife care pada anak
2. Untuk
mengetahui peran perawat paliatife care pada anak
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Konsep
Perawatan Palliative Care
1.
Pengertian
perawatan palliative care
Menurut WHO (2016)
menyatakan bahwa palliative care bertujuan untuk memperbaiki kualitas hidup
antara pasien dan keluarga yang memghadapi masalah yang berhubungan dengan
penyakit yang dapat menfancam jiwa, melalui pencegahan dan penidaan melalui
identifikasi dini dan penilaian yang tertib serta penanganan nyeri dan
masalah-masalah lain seperti fisik, psikososial dan spiritual. Kualitas hidup
pasien yang dimaksud adalah keadaan pasien yang dimaksud adalah keadaan pasien
yang di persepsikan terhadap keadaan pasien sesuai konteks budaya dan sistem
nilai yang dianutnya, termasuk tujuan hidup, harapan, dan niatnya, dimensi dari
kualitas hidup yaitu gejala fisik, kemampuan fungsional (aktivitas),
kesehjateraan keluarga, spiritual, fungsi, sosial, kepuasan terhadap pengobatan
(termasuk masalah keuangan). Orientasi masa depan, kehidupan seksual, termasuk
gambaran terhadap diri sendiri, serta fungsi dalam bekerja.
Perawatan
palliative care pada anak merupakan suatu pendekatan aktif dan peduli secara
penuh, dari tegaknya diagnosis sepanjang hidup hingga kematian anak. Hal ini
mencakup pendekatan secara fisik, emosional, sosial, spiritual dan berfokus
pada peningkatan kualitas hidup bagi anak dan dukungan bagi keluarga. Perawatan
palliative pada anak dirancang untuk memenuhi kebutuhan unik dan khusus anak
dengan kondisi yang mengancam jiwa seperti kanker, distrofi otot, cystic
fibrosis, masalah otak parah, komplikasi dari prematuritas dan cacat lahir
serta gangguan langka (Association for chilrdren’s paliative care, 2009).
Perawatan
palliative melibatkan pendekatan multidisiplin untuk penatalaksanaan penyakit
terminal atau proses munuju kematian yang berfokus pada interaksi kompleks
antara masalah fisik, emosional, sosial, dan spiritual. Intervensi perawatan
palliative tidak berfungsi untuk mempercepat kematian, namun memberikan
penalaksanaan nyeri dan gejala, memberi perhatian pada berbagai masalah yang
dihadapi anak dan keluarga dengan tidak mengabaikan kematian dan menjelang
ajal, dan meningkatkan fungsi serta kualitas hidup yang optimal selama sisa
waktu yang dimiliki anak (wong et al 2009)
2.
Fokus perawatan
palliative care
Fokus perawatan
paliiative care adalah peredaman rasa sakit dan gejala serta stres akibat
penyakit kritis seperti kanker stadium lanjut, perawatan palliative dapat
dilakukan segera setelah diputuskan terapi yang akan diterima klien bersifat
palliative sampai pasien meninggal. Perawatan ini mencakup perawatan holistik
bagi pasien dan keluarganya serta pemberian informasi terkini sehingga mereka
dapat mengambil keputusan ketika dihadapkan pada peristiwa anggota keluarganya
akan meniggal. Melalui pengawasan, keluarga maupun teman terdekat dapat
membantu memberikan perawatan palliative pada penderita.
Perawatan spesialis
berlanjut setelah kematian pasien sampai anggota keluarga yang berduka telah
memulai proses pemulihan, perawatan palliative merupakan kombinasi unik
dukungan di rumah sakit, hospice, day-centre (tempat perawatan lansia dan orang
gangguan jiwa), dan dirumah masing-masing untuk memenuhi kebutuhan individual
pasien dan keluarganya.
3.
Ruang lingkup
perawatan palliative care
Jenis kegiatan perawatan palliative menurut keputusan menteri kesehatan
republik indonesia nomor 812/menkes/sk/VII/2007 tentang kebijakan lingkup
kegiatan perawatan palliative care meliputi
a.
Pengelolaan keluhan
nyeri
b.
Pengelolaan keluhan
fisik lain
c.
Asuhan keperawatan
d.
Dukungan psikologis
e.
Dukungan sosial,
kultural dan spiritual
f.
Dukungan persiapan
dan selama masa duka cita
Perawatan
palliative dapat dilakukan melalui rawat inap, rawat jalan, rawat
kunjungan/rawat. Perawatan palliative dapat dilaksanakan melalui pendekatan
sebagai berikut :
a.
Menyediakan bantuan
untuk rasa sakit dan gejala lain yang mengganggu nya
b.
Menegaskan hidup
dan menganggap mati sebagai proses yang mormal
c.
Tidak bermaksud
untuk mempercepat atau menunda kematian
d.
Mengintegrasikan
aspek-aspek psikologis dan spiritual perawatan pasien.
e.
Meredakan nyeri dan
gejala fisik lain yang menganggu
4.
Peran spiritual
palliative care
Beberapa tahun terakhir, telah terjadi peningkatan dramatis dalam agama dan
keyakinan spiritual sebagai sumber kekuatan dan dukungan dalam penyakit fisik
yang serius. Profesional kesehatan yang memberikan perawatan medis menyadari
pentingnya memenuhi kebutuhan spiritual dan keagamaan pasien (Woodruff, 2004).
Sebuah pendekatan kasih sayang akan meningkatkan kemungkinan pemulihan atau
perbaikan, dalam contoh terburuk, ia menawarkan kenyamanan dan persiapan untuk
individu melalui proses traumatis penyakit terakhir sebelum kematian. Studi
pasien dengan penyakit kronis atau terminal telah menunjukan kejadian insiden
tinggi depresi dan gangguan mental lainnya. Dimensi lain menunjukkan bahwa
tingkatan depresi sebanding dengan tingkat keparahan penyakit dan hilangnya
fungsi tambahan. Sumber depresi adalah sekitar isu yang berkaitan dengan
spiritualitas dan agama.
Studi lain menunjukan bahwa persentase yang tinggi dari pasien diatas usia
60 tahun menemukan hiburan dalam ketekunan beragama yang memberi mereka
kekuatan dan kemampuan untuk mengatasi kehidupan, sampai batas tertentu.
Kekhawatiran disaat sakit parah mengasumsikan berbagai bentuk seperti hubungan
seseorang dengan Allah, takut akan neraka dan perasaan ditinggalkan oleh
komunitas keagamaan mereka. Sering menghormati dan memvalidasikan individu pada
dorongan agama dan keyakinan adalah setengah perjuangan ke arah menyiapkan
mereka pada sebuah kematian yang baik.
B.
Tahap-tahap
Menjelang Ajal
Menurut Kubler-Rosa (2015), telah menggambarkan atau membagi tahap-tahap menjelang
ajal dalam 5 tahap, yaitu :
1.
Menolak (Denial)
Pada tahap ini klien tidak siap menerima keadaan yang
sebenarnya terjadi dan menunjukkan reaksi menolak.
2.
Marah (Anger)
Kemarahan terjadi karna kondisi klien mengancam
kehidupannya dengan segala hal yang telah diperbuatnya sehingga menggagalkan
cita-citanya.
3.
Menawar
(Bargaining)
Pada tahap ini kemarahan biasanya mereda dan pasien malah
dapat menimbulkan kesan sudah dapat menerima apa yang terjadi dengan dirinya.
4.
Kemurungan
(Depresi)
Selama tahap ini, pasien cenderung untuk tidak banyak
bicara dan mungkin banyak menangis, ini saatnya bagi perawat untuk duduk dengan
tenang disamping pasien yang sedangkan melalui masa sedihnya sebelum meninggal.
5.
Menerima atau
pasrah (Accepance)
Pada fase ini terjadi proses penerimaan secara sadar oleh
klien dan keluarga tentang kodisi yang terjadi dan hal-hal yang akan terjadi
yaitu kematian. Fase ini sering membantu apabila klien dapat menyatakan
reaksi-reaksinya atau rencana-rencana yang terbaik bagi diriya menjelang ajal. Misalnya
ingin bertemu dengan keluarga terdekat, menulis surat wasiat.
Tanda-tanda
kematian yaitu :
1.
Tanda-tanda
kematian dini yaitu :
a.
Pernafasan
terhenti, penialain > 10 menit (inspeksi, palpasi, auskultasi)
b.
Terhentinya
sirkulasi, penilaian 15 menit, nadi karotis tidak teraba
c.
Kulit pucat
d.
Tonus otot
menghilang dan relaksasi
e.
Pembuluh darah
retina bersegmentasi beberapa menit pasca kematian
f.
Pengeringan kornea
yang menimbulkan kekeruhan dalam 10 menit.
2.
Lanjut (tanda pasti
kematian)
a.
Lebam mayat (livor
mortis)
b.
Kaku mayat (rigor
morts)
c.
Penurunan suhu
tubuh (algor mortis)
d.
Pembusukan
(dekomposisi)
e.
Adiposera (lilin
mayat)
f.
Mumifikasi
C. Konsep Paliative Care Pada Anak
1) Pengertian
paliative care pada anak
Association for
Children’s Palliative Care (ACT) dan Royal College of Pediatric and Child
Health (RCPCH) menyatakan bahwa salah satukelompok yang memerlukan perawatan
paliatif pada anak yatiu kondisiyang membutuhkan tindakan seumur hidup yang
mana tindakanpengobatan memungkinkan tetapi tidak berhasil seperti kanker
(Benini,2009)
Menurut Cooke dan
Goodger (20018) dari Association for Children’s
Palliative Care (ACT)
dan Royal College of Pediatric and Child Health(RCPCH)menyatakan bahwa
perawatan paliatif pada anak dengan kondisihidupnya yang terbatas merupakan perawatan
total dan aktif, mencakupfisik, emosional, sosial dan spiritual. Perawatan
tersebut difokuskan padaperubahan kualitas hidup anak, mendukung keluarga
danpenatalaksanaankeluhan-keluhan, serta perawatan kematian dan berduka.
2) Pola
Pelayanan Perawatan Paliatif WHO
a. Meningkatkan
kualitas hidup dan menganggap kematiansebagai proses yang normal
b. Tidak
mempercepat atau menunda kematian
c. Menghilangkan
nyeri dan keluhan lain yang mengganggu
d. Menjaga
keseimbangan psikologis dan spiritualmengusahakan agar penderita tetap aktif
sampai akhirhanyat mengusahakan dan membantu mengatasi suasanaduka cita pada
keluarga.
3) Prinsip
Dasar Perawatan Paliatif
a. Menghormati
serta menghargai pasien dan keluargakebutuhan keluarga harus diadakan /
disiapkan selama sakit dansetelah anak meninggal untuk meningkatkan
kemampuannya dalammenghadapi cobaan berat
b. Kesempatan
atau hak mendapatkan kepuasan dan perawatan paliatifyang pantas
c. Mendukung
pemberi peawatan (caregiver)
d. Pengembangan
profesi dan dukungan sosial untuk perawatan paliatifanak.
4) Perawatan
paliatif
layanan inipada anak harusdapat meliputi:
a. Menurunkan
gejala (misalnya rasa sakit, mual, gelisah dan kesulitanbernapas);
b. Koordinasi
antara perawatan antara tim medis yang berbeda dan lembagayang menyediakan
perawatan;
c. Memberikan
bantuan praktis dengan peralatan, obat-obatan danperawatan peristirahatan;
d. Memberikan
bantuan untuk membuat keputusan tentang perawatan(misalnya, pemberian makan dan
gizi, prosedur medis);
e. Memberikan
dukungan emosional untuk anak dan keluarga mereka
f. Mendukung
keluarga dan masyarakat untuk merawat anak di rumah;
g. Memberikan
pendidikan dan pelatihan tentang perawatan paliatif untukkeluarga, perawat dan
profesional kesehatan.
5) tujuan
panduan perawatan paliatif untukanak-anak dan keluarga:
a. Menerima
perawatan paliatif praktik terbaik berdasarkan bukti sesuaidengan kebutuhan
mereka
b. Berpartisipasi
dalam pengambilan keputusan dan perencanaanperawatan sepanjang perawatan mereka
c. Memiliki
akses terhadap perawatan paliatif spesialis setiap saatselama sakit
d. Menerima
perawatan terkoordinasi
e. Menerima
perawatan dan dukungan dalam pengaturan pilihan mereka
D.
Asuhan
keperawatan Palliative Care
1.
Pengkajian
Perawat harus memahami apa yang dialami klien dengan
kondisi terminal, tujuannya untuk dapat menyiapkan dukungan dan bantuan bagi
klien sehingga pada saat-saat terakhir dalam hidup bisa beramakna dan akhirnya
dapat meninggal dengan tenang dan damai. Doka (2010) menggambarkan respon
terhadap penyakit yang mengancam hidup kedalam 4 fase, yaitu :
a.
Fase prediagnostik
: terjadi ketika diketahui ada gejala atau faktor resiko penyakit
b.
Fase akut :
berpusat pada kondisi krisis, klien dihadapkan pada serangkaian keputus asaan,
termasuk kondisi medis, interpesonal, maupun psikologis.
c.
Fase kronis : klien
bertempur dengan penyakit dan pengobatannya pasti terjadi
d.
Klien dalam kondisi
terminal akan mengalami berbagai masalah baik fisik, psikologis, maupun
social-spiritual.
Gambaran masalah yang dihadapi pada kondisi terminal
antara lain yaitu :
1.
Masalah
oksigenisasi : Respirasi irreguler, cepat atau lambat, pernafasan cheyne
stokes, sirkulasi perifer menurun, perubahan mental : anti-gelisah, tekanan
darah menurun, hypoksia, akumulasi secret, dan nadi ireguler.
2.
Masalah Eliminasi :
konstipasi, medikasi atau imobilitas memperlambat peristaltik, kurang diet
serat dan asupan makanan juga mempengaruhi konstiapasi, inkontinensia fekal
bisa terjadi oleh karna pengobatan lainnya.
3.
Masalah nutrisi dan
cairan : asupan makanan dan cairan menurun, peristaltic menurun, distensi
abdomen, kehilangan BB, bibir kering dan pecah-pecah.
4.
Masalah suhu :
ekstreminitas dingin, kedinginan sehingga harus memakai selimut.
5.
Masalah sensori :
penglihatan menjadi kabur, refleks berkedip hilang saat mendekati kmatian,
menybabkan kekeringan pada kornea, pendengaran menurun, kemampuan berkosentrasi
menjadi menurun, pendengaran berkurang, sensasi menurun.
6.
Masalah nyeri :
ambang nyeri menurun, pengobatan nyeri dilakukan secara intravena, klien harus
selalu didampingi untuk menurunkan kecemasan dan meningkatkan kenyamanan.
7.
Masalah kulit dan
mobilitas : seringkali tirah baring lama menimbulkan masalah pada kulit
sehingga pasien terminal memerlukan perubahan posisi yang sering.
8.
Masalah psikologis
: klien terminal dan orang terdekat biasanya mengalami banyak respon emosi,
perasaan marah dan putus asa seringkali ditujukan.
9.
Masalah
sosial-spiritual : klien mulai merasa hidup sendiri, terisolasi akibat kondisi
terminal dan menderita penyakit kronis yang lama dapat memaknai kematian
sebagai kondisi peredaan terhadap penderita.
Faktor-faktor yang perlu di kaji yaitu :
a.
Faktor fisik
Pada kondisi terminal atau menjelang ajal klien
dihadapkan pada berbagai masalah pada fisik, gejala fisik yang ditunjukan
antara lain perubahan pada penglihatan, pendengaran, nutrisi, cairan,
eliminasi, kulit, tanda-tanda vital, mobilisasi, dan nyeri. Klien mungkin
mengalami berbagai gejala selama berbulan-bulan sebelum terjadi kematian.
b.
Faktor psikologis
Perubahan psikologis juga menyertai pasien dalam kondisi
terminal. Perawat harus peka dan mengenali kecemasan yang terjadi pada pasien
terminal, harus bisa mengenali ekpresi wajah yang ditunjukan apakah sedih,
depresi, atau marah.
c.
Faktor sosial
Perawat harus mengkaji bagaimana interaksi pasien selama
kondisi terminal, karna pada kondisi ini pasien cenderung menarik diri, mudah
tersinggung, tidak ingin berkomunkasi, dan sering bertanya tentang penyakit
yang dialaminya. Ketidakyakina dan keputusasaan sering membawa pula perilaku
isolasi.
d.
Faktor spiritual
Perawat harus mengkaji bagaimana keyakinan klien akan
proses kematian, bagaimana sikap pasien menghadapi saat-saat terakhirnya,
apakah semakin mendekatkan diri pada tuhan ataukah semakin berontak akan
keadaannya.
2. Diagnosa Keperawatan
a.
Ansietas (ketakutan
individu, keluarga) yang berhubungan diperkirakan dengan situasi yang tidak
dikenal, sifat yang tidak dikenal, sifat dan kondisi yang tidak dapat
diperkirakan takut akan kematian dan efek negatif pada gaya hidup.
b.
Berduka yang
berhubungan dengan penyakit terminal dan kematian yang dihadapi, penurunan
fungsi perubahan konsep diri dan menarik diri oranglain.
c.
Perubahan proses
keluarga yang berhubungan dengan gangguan kehidupan keluarga, takut akan hasil
(kematian) dengan lingkungannya penuh dengan stres (tempat perawatan).
d.
Resiko terhadap
distres spiritual yang berhubungan dengan perpisahan dari system pendukung
keagamaan, kurang pripasi dan efek mampuan diri dalam menghadapi ancaman
kematian.
3.
Intervensi
a.
Diagnosa antietas
1.
Bantu klien untuk
membantu antiens nya
2.
Berikan kepastian
dan kenyamanan
3.
Tunjukan perasaan
tentang pemahaman dan empati
4.
Dorong klien untuk
mengungkapkan setiap ketakutan permasalahan yang berhubungan dengan
pengobatannya
5.
Identifikasi dan
dukung mekanisme koping efektif klien yang cemas mempunyai penyempitan lapang
persepsi dengan penurunan kemampuan.
6.
Kaji tingkat
ansietas klien : rencanakan penyuluhan bila tingkat rendah sedang beberapa rasa
takut didasari oleh informasi yang tidak akurat dan dapat dihilangkan dengan
memberikan informasi. Klien dengan ansietas berat atau parah tidak menyerap
pelajaran.
7.
Dorong keluargan
dan teman untuk mengungkapkan ketakutan-ketakutan mereka pengungkapan
memungkinkan untuk saling berbagi dan membiarkan kesempatan untuk memperbaiki
konsep yang tidak benar.
8.
Berikan klien dan
keluarga kesempatan dan penguatan koping positif. Menghargai klien untuk koping
efektif dapat menguatkan renson koping positif yang akan datang.
b.
Diagnosa berduka
yang berhubungan dengan penyakit terminal dan kematian yang dihadapi,
penurunan-penurunan fungsi perubahan konsep diri dan menarik diri dari
oranglain.
Intervensinya :
1.
Berikan kesempatan
pada klien dan keluarga untuk mengungkapkan perasaan, di diskusikan kehilangan
secara terbuka, dan gali makna pribadi dari kehilangan. Jelaskan bahwa berduka adalah
reaksi yang umum dan sehat. Pengetahuan bahwa tidak ada lagi pengobatan yang
dibutuhkan dan bahwa kematian sedang menanti dapat menimbulkan perasaan yang
tidak berdayaan, marah dan kesedihan yang dalam dan respon berduka yang
lainnya.
2.
Berikan dorongan
penggunaan strategi koping positif yang terbukti yang memberikan keberhasilan
pada masalalu.
3.
Beriakan dorongan
pada klien untuk mengepresikan atribut dari yang positif.
4.
Bantu klien
mengatakan dan menerima kematian yang akan terjadi, jawab semua pertanyaan
dengan jujur.
5.
Tingkatkan harapan
dengan perawatan penuh perhatian, menghilangkan ketidak nyamanan dan dukungan.
c.
Diagnosa perubahan
proses keluarga yang berhubungan dengan gangguan kehidupan keluarga, takut akan
hasil (kematian) dengan lingkungannya penuh dengan stress (tempat perawatan).
Intervensinya :
1.
Luangkan waktu
bersama keluarga atau orang terdekat klien dan tunjukan pengertian yang
empati.kontak yang sering dan berkomunikasi, sikap perhatian dan peduli dapat
membantu dan mengurangi kecemasan dan meningkatkan pembelajaran.
2.
Izinkan keluarga
klien atau orang terdekat untuk mengepresikan perasaan, ketakutan, dan
kekhawatiran.
3.
Jelaskan lingkungan
dan peralatan ICU. Informasi ini dapat membantu mengurangi anesietas yang
berkaitan dengan ketidaktakutan.
4.
Jelaskan tindakan
nya perawatan yang kemajuan postoperasi yang dipikirkan dan yang diberikan
informasi spesifik tentang kemajuan klien.
5.
Tawarkan untuk
menghungkan pemimpin religius atau rohaniwan
rumah sakit untuk mengatur kunjungan.
4.
Evaluasi
a.
Klien merasa nyaman
dan mengepresikan perasaanya pada perawat.
b.
Klien tidak merasa
sedih dan siap menerima kenyataan.
c.
Klien selalu ingat
kepada tuhan yang maha esa dan selalu bertawakal
d.
Klien sadar bahwa
setiap apa yang diciptakan tuhan yang maha esa akan kembali padanya.
BAB. III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Perawatan
palliative care adalah pendekata yang bertujuan memperbaiki kualitas hidup
pasien dan keluarga yang menghadapi masalah yang berhubungan dengan penyakit
yang dapat mengancam jiwa, melalui pengcegahan dan peniadaan melalui
identifikasi dini dan penilaian tertib serta penangan nyeri dan masalah-masalah
lain, fisik, pkisosial dan spiritual. Perawatan palliative sangat berguna di
gunakan untuk meningkatkan kualitas hidup para pasien terminal seperti salah satu
contoh adalah HIV/AIDS. Salahsatu perawatan palliative care adalah melalui
pendekatan spiritual dimana tujuan ini sangat berguna pada pasien terminal agar
disaat akhir kematiannya mereka dapat meninggal secara damai dan berada di
jalan tuhan. Awal mengetahui akan menapat kematian dari penyakit yang diderita
pasti akan marah atau tidak percaya, disinilah peran perawat memberikan
perawatan palliative agar penderita mau menerima keadaannya dengan tenang.
Banyak hal yang dapat diragukan seperti contohnya memberikan motivasi dan
dukungan spiritual pada penderita.
B.
Saran
Sebagai seorang
perawat sangat penting mempelajari perawatan palliative care agar dapat merawat
pasien yang akan menjelang ajal nya dan pasien dapat meninggal dengan tenang.
Kami menyadari makalah kami kurang sempurna sehingga diperlukan masukan dari
pihak lain.
DAFTAR PUSTAKA
Bulecheck, Gloria M., Butcher, Howard K., Dochterman, J. McCloskey. 2016.
Nursing Interventions Classification (NIC). Fith Edition. Lowa : Mosby
Elsavier.
Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk
Perencanaan Dan Pendekumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta : EGC.
Fitria, Cemy Nur. 2014 Palliative
Care Pada Penderita Penyakit Terminal..
Jhonson, Marion.2016. lowa Outcomes Project Nursing Classification (NOC).
St. Louis, Missouri ; Mosby.
KEPMENKES RI NOMOR: 812/ MENKES/SK/VII/2007. Tentang Kebijakan Perawatan Palliative. Menteri Kesehatan Republik
Indonesia.
No comments:
Post a Comment