Saturday, 18 December 2021

KONSEP DASAR KEGAWATDARURATAN MATERNAL NEONATAL

 

BAB 1

PENDAHULUAN

 

A.     Latar Belakang

Triase pasien di pelayanan kesehatan kegawat daruratan menjadi perhatian khusus dunia saat ini (Wolf et al, 2018). Triase adalah prosedur penting dalam Instalasi Gawat Darurat (IGD) yang melibatkan pemilihan pasien berdasarkan prioritas (Phukubye, 2019). Tujuan dan fungsi triase adalah untuk mengidentifikasi pasien dengan kondisi yang mengancam jiwa atau darurat (Aloyce et al, 2014). Triase akan mengurangi waktu tunggu dan meningkatkan kualitas perawatan pasien (Afaya, 2017). Kesalahan dalam penempatan kamar triase dapat merugikan pasien, termasuk keterlambatan perawatan dan meningkatkan angka kematian di IGD (Ali, 2013).

Pelayanan kesehatan kegawat daruratan merupakan hak asasi dan kewajiban yang harus diberikan kepada setiap orang. Instalasi Gawat Darurat (IGD) adalah suatu unit pelayanan di rumah sakit yang memberikan pelayanan terhadap masyarakat yang mengalami penyakit akut maupun yang mengalami trauma sesuai dengan standar yang ditetapkan. Gawat darurat merupakan keadaan dimana pasien memerlukan pemeriksaan medis segera dan apabila tidak dilakukan pemeriksaan akan berakibat fatal bagi pasien tersebut (Kartikawati, 2011). Dengan waktu tunggu yang lama berhubungan erat dengan kualitas triase dan kinerja pelayanan keperawatan di IGD ( Bukhari et al, 2014).

IGD memiliki tujuan yaitu melakukan pelayanan kesehatan secara optimal bagi pasien secara cepat dan tepat serta terpadu dengan penanganan kegawat daruratan untuk mencegah kematian dan kecacatan (to save life and limb) dengan waktu penanganan atau respon time selama lima menit dan waktu definitif yang tidak lebih dari dua jam (Basoki dkk 2008, dalam Yanti dkk, 2011). Dalam beberapa dekade terakhir, peningkatan frekuensi kunjungan IGD terjadi secara signifikan di seluruh dunia (Tam HL, 2018). Berbagai laporan dari IGD menyatakan adanya kepadatan (overcrowding) menyebabkan perlu adanya metode yang efektif dan efisien dalam penanganan pasien (Shital et al, 2015). Hal ini menyebabkan IGD mempunyai tekanan dan tanggung jawab besar dalam pengelolaan perawatan pasien (Wolf et al, 2018). Ketepatan dalam menentukan kriteria triase dapat memperbaiki prosedur pasien yang datang ke IGD, menjaga sumber daya unit agar dapat fokus menangani kasus yang benar-benar gawat, dan mengalihkan kasus tidak gawat darurat ke fasilitas kesehatan yang sesuai (Soontorn et al, 2018). Tekanan dan tanggung jawab besar akan mempengaruhi kinerja semua petugas kesehatan di IGD (Sherafat A, 2019). Selain itu, fasilitas yang kurang memadai seperti bed pasien, alat-alat kesehatan yang kurang, jumlah petugas yang kurang memadai serta kecakapan petugas dalam menangani kasus pasien akan sangat berpengaruh dalam keberhasilan perawatan di IGD (Ali et al, 2013). mengadaptasi dari triase bencana, dengan membuat kategori cepat dengan warna hitam, merah, kuning, dan hijau. Hitam dikategorikan untuk pasien meninggal, merah dikategorikan untuk pasien gawat (ada gangguan jalan nafas, pernapasan, atau sirkulasi), kuning dikategorikan untuk pasien darurat, dan sisanya kategori hijau. Sistem ini tidak cocok digunakan di IGD rumah sakit modern karena rumah sakit modern memerlukan evidence-based medicine atau kedokteran berbasis bukti (Danusananatyo, 2016).

Perawat triase merupakan orang pertama yang menerima pasien di ruang IGD, interaksi perawat dengan pasien yang ada di IGD akan mempengaruhi seluruh pasien yang ada di IGD dan menjadi sangat penting pada kondisi jumlah kunjungan pasien yang banyak. Perawat triase mengklasifikasikan pasien berdasarkan kebutuhan dasar mereka untuk mendapatkan pelayanan medis dimana pasien dengan kebutuhan medis tertinggi akan diberikan prioritas pertolongan pertama (Aloyce et al, 2014).

 

B.     Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah adalah “Apa saja faktor-faktor yang berhubungan dengan Pelaksanaan triase di Instalasi Gawat Darurat (IGD).

 

 

C.    Tujuan

1.      Tujuan Umum

Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor- faktor yang berhubungan dengan pelaksanaan triase di Instalasi Gawat Darurat (IGD).

 

 


 

BAB II

PEMBAHASAN

 

A.    Definisi

1.      Instalasi Gawat Darurat (IGD)

Gawat Darurat adalah keadaan klinis yang membutuhkan tindakan medis segera untuk penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan (Permenkes RI No. 47 tahun 2018). Pelayanan kegawat daruratan adalah tindakan medis yang dibutuhkan oleh pasien gawat darurat dalam waktu segera untuk menyelamatkan nyawa dan pencegahan kecacatan (Permenkes RI No. 47 tahun 2018). Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat (Permenkes RI No. 47 tahun 2018).

 IGD adalah salah satu unit pelayanan di Rumah Sakit yang menyediakan penanganan awal (bagi pasien yang datang langsung ke rumah sakit)/lanjutan (bagi pasien rujukan dari fasilitas pelayanan kesehatan lain), menderita sakit ataupun cedera yang dapat mengancam kelangsungan hidupnya (Permenkes RI No. 47 tahun 2018). IGD berfungsi menerima, menstabilkan dan mengatur Pasien yang membutuhkan penanganan kegawatdaruratan segera, baik dalam kondisi sehari-hari maupun bencana (Permenkes RI No. 47 tahun 2018). IGD berfungsi menerima, menstabilkan dan mengatur pasien yang membutuhkan penanganan kegawatdaruratan segera, baik dalam kondisi sehari - hari maupun bencana (Permenkes RI No. 47 tahun 2018).

Secara garis besar kegiatan di IGD rumah sakit dan menjadi tanggung jawab IGD secara umum terdiri dari:

a.       Menyelenggarakan pelayanan kegawatdaruratan yang bertujuan menangani kondisi akut atau menyelamatkan nyawa dan/atau kecacatan pasien.

b.      Menerima pasien rujukan yang memerlukan penanganan lanjutan/definitif dari fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.

c.       Merujuk kasus-kasus gawat darurat apabila rumah sakit tersebut tidak mampu melakukan layanan lanjutan.

2.      Triase

Rumah sakit harus dapat melaksanakan pelayanan triase, survei primer, survei sekunder, tatalaksana definitif dan rujukan. Apabila diperlukan evakuasi, rumah sakit yang menjadi bagian dari SPGDT dapat melaksanakan evakuasi tersebut. Setiap rumah sakit harus memiliki standar triase yang ditetapkan oleh kepala/direktur rumah sakit (Permenkes RI No. 47 tahun 2018) :

a.      Triase merupakan proses khusus memilah pasien berdasarkan beratnya cedera atau penyakit untuk menentukan jenis penanganan/intervensi kegawatdaruratan.

b.      Triase tidak disertai tindakan/intervensi medis.

c.       Prinsip triase diberlakukan sistem prioritas yaitu penentuan/penyeleksian mana yang harus di dahulukan mengenai penanganan yang mengacu pada tingkat ancaman jiwa yang timbul berdasarkan (Permenkes RI No. 47 tahun 2018) :

1)      Ancaman jiwa yang dapat mematikan dalam hitungan menit

2)      Dapat mati dalam hitungan jam

3)      Trauma ringan

4)      Sudah meninggal

d.      Prosedur Triase (Permenkes RI No. 47 tahun 2018)

1)      Pasien datang diterima tenaga kesehatan di IGD rumah sakit

2)      Di ruang triase dilakukan pemeriksaan singkat dan cepat untuk menentukan derajat kegawatdaruratannya oleh tenaga kesehatan dengan cara:

a)      Menilai tanda vital dan kondisi umum Pasien

b)      Menilai kebutuhan medis

c)      Menilai kemungkinan bertahan hidup

d)     Menilai bantuan yang memungkinkan

e)      Memprioritaskan penanganan definitif

 

3)      Namun bila jumlah pasien lebih dari 50 orang, maka triase dapat dilakukan di luar ruang triase (di depan gedung IGD rumah sakit).

4)      Pasien dibedakan menurut kegawatdaruratannya dengan memberi kode warna:

a)      Kategori merah: prioritas pertama (area resusitasi), pasien cedera berat mengancam jiwa yang kemungkinan besar dapat hidup bila ditolong segera. Pasien kategori merah dapat langsung diberikan tindakan di ruang resusitasi, tetapi bila memerlukan tindakan medis lebih lanjut, pasien dapat dipindahkan ke ruang operasi atau di rujuk ke rumah sakit lain.

b)      Kategori kuning: prioritas kedua (area tindakan), pasien memerlukan tindakan defenitif tidak ada ancaman jiwa segera. Pasien dengan kategori kuning yang memerlukan tindakan medis lebih lanjut dapat dipindahkan ke ruang observasi dan menunggu giliran setelah pasien dengan kategori merah selesai ditangani.

c)      Kategori hijau: prioritas ketiga (area observasi), pasien degan cedera minimal, dapat berjalan dan menolong diri sendiri atau mencari pertolongan. Pasien dengan kategori hijau dapat dipindahkan ke rawat jalan, atau bila sudah memungkinkan untuk dipulangkan, maka pasien diperbolehkan untuk dipulangkan.

d)     Kategori hitam: prioritas nol pasien meninggal atau cedera fatal yang jelas dan tidak mungkin diresusitasi. Pasien kategori hitam dapat langsung dipindahkan ke kamar jenazah.

 

3.      Peran bidan dalam penanganan awal kasus kegawardaruratan kebidanan

Bidan mempunyai peranan penting dalam menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu melalui kemampuannya untuk melakukan pengawasan, pertolongan pada ibu, pengawasan bayi baru lahir (neonatus) dan pada persalinan, ibu post partum serta mampu mengidentifikasi penyimpangan dari kehamilan dan persalinan normal dan melakukan penanganan yang tepat termasuk merujuk ke fasilitas pelayanan yang tepat. Pengenalan dan penanganan kasus kasus yang gawat seharusnya mendapat prioritas utama dalam usaha menurunkan angka kesakitan lebih lebih lagi angka kematian ibu, walaupun tentu saja pencegahan lebih baik dari pada pengobatan. Dalam kegawatdaruratan, peran anda sebagai bidan antara lain:

1.      Melakukan pengenalan segera kondisi gawat darurat

2.      Stabilisasi klien (ibu), dengan oksigen, terapi cairan, dan medikamentosa dengan :

a.       Menjamin kelancaran jalan nafas, memperbaiki fungsi system respirasi dan sirkulasi

b.      Menghentikan perdarahan

c.       Mengganti cairan tubuh yang hilang

d.      Mengatasi nyeri dan kegelisahan

3.      Ditempat kerja, menyiapkan sarana dan prasarana di kamar bersalin, yaitu:

a.       Menyiapkan radiant warmer/lampu pemanas untuk mencegah kehilangan panas pada bayi

b.      Menyiapkan alat resusitasi kit untuk ibu dan bayi

c.       Menyiapkan alat pelindung diri

d.      Menyiapkan obat obatan emergensi

4.      Memiliki ketrampilan klinik, yaitu:

a.       Mampu melakukan resusitasi pada ibu dan bayi dengan peralatan yang berkesinambungan. Peran organisasi sangat penting didalam pengembangan sumber daya manusia (SDM) untuk meningkatkan keahlian

b.      Memahami dan mampu melakukan metode efektif dalam pelayanan ibu dan bayi baru lahir, yang meliputi making pregnancy safer, safe motherhood, bonding attachment, inisiasi menyusu dini dan lain lainnya.

 


 

BAB III

PENUTUP

 

A.    Kesimpulan

Gawat Darurat adalah keadaan klinis yang membutuhkan tindakan medis segera untuk penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan, Pelayanan kegawat daruratan adalah tindakan medis yang dibutuhkan oleh pasien gawat darurat dalam waktu segera untuk menyelamatkan nyawa dan pencegahan kecacatan . Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.

 

B.       Saran

1.      Bagi penulis

selanjutnya, dibutuhkan waktu  serta kesabaran serta keahlian dalam  memberikan asuhan yang berkesinambungan. 

2.      Bagi bidan

sebaiknya melibatkan keluarga dalam memberikan asuhan kebidanan berkesinambungan.

 

 

 


 

DAFTAR PUSTAKA

 

Peraturan Mentri Kesehatan RI No 47 tahun 2018 Tentang instalasi gawatdarurat

 

 

No comments:

Post a Comment