BAB
1
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Triase pasien di pelayanan
kesehatan kegawat daruratan menjadi perhatian khusus dunia saat ini (Wolf et
al, 2018). Triase adalah prosedur penting dalam Instalasi Gawat Darurat (IGD)
yang melibatkan pemilihan pasien berdasarkan prioritas (Phukubye, 2019). Tujuan
dan fungsi triase adalah untuk mengidentifikasi pasien dengan kondisi yang
mengancam jiwa atau darurat (Aloyce et al, 2014). Triase akan mengurangi waktu
tunggu dan meningkatkan kualitas perawatan pasien (Afaya, 2017). Kesalahan
dalam penempatan kamar triase dapat merugikan pasien, termasuk keterlambatan
perawatan dan meningkatkan angka kematian di IGD (Ali, 2013).
Pelayanan kesehatan kegawat
daruratan merupakan hak asasi dan kewajiban yang harus diberikan kepada setiap
orang. Instalasi Gawat Darurat (IGD) adalah suatu unit pelayanan di rumah sakit
yang memberikan pelayanan terhadap masyarakat yang mengalami penyakit akut
maupun yang mengalami trauma sesuai dengan standar yang ditetapkan. Gawat
darurat merupakan keadaan dimana pasien memerlukan pemeriksaan medis segera dan
apabila tidak dilakukan pemeriksaan akan berakibat fatal bagi pasien tersebut
(Kartikawati, 2011). Dengan waktu tunggu yang lama berhubungan erat dengan
kualitas triase dan kinerja pelayanan keperawatan di IGD ( Bukhari et al, 2014).
IGD memiliki tujuan yaitu melakukan
pelayanan kesehatan secara optimal bagi pasien secara cepat dan tepat serta
terpadu dengan penanganan kegawat daruratan untuk mencegah kematian dan
kecacatan (to save life and limb) dengan waktu penanganan atau respon time
selama lima menit dan waktu definitif yang tidak lebih dari dua jam (Basoki dkk
2008, dalam Yanti dkk, 2011). Dalam beberapa dekade terakhir, peningkatan
frekuensi kunjungan IGD terjadi secara signifikan di seluruh dunia (Tam HL,
2018). Berbagai laporan dari IGD menyatakan adanya kepadatan (overcrowding)
menyebabkan perlu adanya metode yang efektif dan efisien dalam penanganan
pasien (Shital et al, 2015). Hal ini menyebabkan IGD mempunyai tekanan dan
tanggung jawab besar dalam pengelolaan perawatan pasien (Wolf et al, 2018).
Ketepatan dalam menentukan kriteria triase dapat memperbaiki prosedur pasien
yang datang ke IGD, menjaga sumber daya unit agar dapat fokus menangani kasus
yang benar-benar gawat, dan mengalihkan kasus tidak gawat darurat ke fasilitas
kesehatan yang sesuai (Soontorn et al, 2018). Tekanan dan tanggung jawab besar
akan mempengaruhi kinerja semua petugas kesehatan di IGD (Sherafat A, 2019).
Selain itu, fasilitas yang kurang memadai seperti bed pasien, alat-alat
kesehatan yang kurang, jumlah petugas yang kurang memadai serta kecakapan
petugas dalam menangani kasus pasien akan sangat berpengaruh dalam keberhasilan
perawatan di IGD (Ali et al, 2013). mengadaptasi dari triase bencana, dengan
membuat kategori cepat dengan warna hitam, merah, kuning, dan hijau. Hitam
dikategorikan untuk pasien meninggal, merah dikategorikan untuk pasien gawat (ada
gangguan jalan nafas, pernapasan, atau sirkulasi), kuning dikategorikan untuk
pasien darurat, dan sisanya kategori hijau. Sistem ini tidak cocok digunakan di
IGD rumah sakit modern karena rumah sakit modern memerlukan evidence-based
medicine atau kedokteran berbasis bukti (Danusananatyo, 2016).
Perawat triase merupakan orang
pertama yang menerima pasien di ruang IGD, interaksi perawat dengan pasien yang
ada di IGD akan mempengaruhi seluruh pasien yang ada di IGD dan menjadi sangat
penting pada kondisi jumlah kunjungan pasien yang banyak. Perawat triase
mengklasifikasikan pasien berdasarkan kebutuhan dasar mereka untuk mendapatkan
pelayanan medis dimana pasien dengan kebutuhan medis tertinggi akan diberikan
prioritas pertolongan pertama (Aloyce et al, 2014).
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas,
maka rumusan masalah adalah “Apa saja faktor-faktor yang berhubungan dengan
Pelaksanaan triase di Instalasi Gawat Darurat (IGD).
C.
Tujuan
1. Tujuan
Umum
Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui faktor- faktor yang berhubungan dengan pelaksanaan triase di
Instalasi Gawat Darurat (IGD).
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Definisi
1.
Instalasi
Gawat Darurat (IGD)
Gawat Darurat adalah keadaan klinis
yang membutuhkan tindakan medis segera untuk penyelamatan nyawa dan pencegahan
kecacatan (Permenkes RI No. 47 tahun 2018). Pelayanan kegawat daruratan adalah
tindakan medis yang dibutuhkan oleh pasien gawat darurat dalam waktu segera
untuk menyelamatkan nyawa dan pencegahan kecacatan (Permenkes RI No. 47 tahun
2018). Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang
digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif,
preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah pusat,
pemerintah daerah, dan/atau masyarakat (Permenkes RI No. 47 tahun 2018).
IGD adalah salah satu unit pelayanan di Rumah
Sakit yang menyediakan penanganan awal (bagi pasien yang datang langsung ke
rumah sakit)/lanjutan (bagi pasien rujukan dari fasilitas pelayanan kesehatan
lain), menderita sakit ataupun cedera yang dapat mengancam kelangsungan
hidupnya (Permenkes RI No. 47 tahun 2018). IGD berfungsi menerima, menstabilkan
dan mengatur Pasien yang membutuhkan penanganan kegawatdaruratan segera, baik
dalam kondisi sehari-hari maupun bencana (Permenkes RI No. 47 tahun 2018). IGD berfungsi
menerima, menstabilkan dan mengatur pasien yang membutuhkan penanganan
kegawatdaruratan segera, baik dalam kondisi sehari - hari maupun bencana
(Permenkes RI No. 47 tahun 2018).
Secara garis besar kegiatan di IGD
rumah sakit dan menjadi tanggung jawab IGD secara umum terdiri dari:
a. Menyelenggarakan
pelayanan kegawatdaruratan yang bertujuan menangani kondisi akut atau
menyelamatkan nyawa dan/atau kecacatan pasien.
b. Menerima
pasien rujukan yang memerlukan penanganan lanjutan/definitif dari fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya.
c. Merujuk
kasus-kasus gawat darurat apabila rumah sakit tersebut tidak mampu melakukan
layanan lanjutan.
2.
Triase
Rumah sakit harus dapat
melaksanakan pelayanan triase, survei primer, survei sekunder, tatalaksana
definitif dan rujukan. Apabila diperlukan evakuasi, rumah sakit yang menjadi
bagian dari SPGDT dapat melaksanakan evakuasi tersebut. Setiap rumah sakit
harus memiliki standar triase yang ditetapkan oleh kepala/direktur rumah sakit
(Permenkes RI No. 47 tahun 2018) :
a. Triase
merupakan proses khusus memilah pasien berdasarkan beratnya cedera atau
penyakit untuk menentukan jenis penanganan/intervensi kegawatdaruratan.
b. Triase
tidak disertai tindakan/intervensi medis.
c. Prinsip
triase diberlakukan sistem prioritas yaitu penentuan/penyeleksian mana yang
harus di dahulukan mengenai penanganan yang mengacu pada tingkat ancaman jiwa
yang timbul berdasarkan (Permenkes RI No. 47 tahun 2018) :
1) Ancaman
jiwa yang dapat mematikan dalam hitungan menit
2) Dapat
mati dalam hitungan jam
3) Trauma
ringan
4) Sudah
meninggal
d. Prosedur
Triase (Permenkes RI No. 47 tahun 2018)
1) Pasien
datang diterima tenaga kesehatan di IGD rumah sakit
2) Di
ruang triase dilakukan pemeriksaan singkat dan cepat untuk menentukan derajat
kegawatdaruratannya oleh tenaga kesehatan dengan cara:
a) Menilai
tanda vital dan kondisi umum Pasien
b) Menilai
kebutuhan medis
c) Menilai
kemungkinan bertahan hidup
d) Menilai
bantuan yang memungkinkan
e) Memprioritaskan
penanganan definitif
3) Namun
bila jumlah pasien lebih dari 50 orang, maka triase dapat dilakukan di luar
ruang triase (di depan gedung IGD rumah sakit).
4) Pasien
dibedakan menurut kegawatdaruratannya dengan memberi kode warna:
a) Kategori
merah: prioritas pertama (area resusitasi), pasien cedera berat mengancam jiwa
yang kemungkinan besar dapat hidup bila ditolong segera. Pasien kategori merah
dapat langsung diberikan tindakan di ruang resusitasi, tetapi bila memerlukan
tindakan medis lebih lanjut, pasien dapat dipindahkan ke ruang operasi atau di
rujuk ke rumah sakit lain.
b) Kategori
kuning: prioritas kedua (area tindakan), pasien memerlukan tindakan defenitif
tidak ada ancaman jiwa segera. Pasien dengan kategori kuning yang memerlukan
tindakan medis lebih lanjut dapat dipindahkan ke ruang observasi dan menunggu
giliran setelah pasien dengan kategori merah selesai ditangani.
c) Kategori
hijau: prioritas ketiga (area observasi), pasien degan cedera minimal, dapat
berjalan dan menolong diri sendiri atau mencari pertolongan. Pasien dengan
kategori hijau dapat dipindahkan ke rawat jalan, atau bila sudah memungkinkan
untuk dipulangkan, maka pasien diperbolehkan untuk dipulangkan.
d) Kategori
hitam: prioritas nol pasien meninggal atau cedera fatal yang jelas dan tidak
mungkin diresusitasi. Pasien kategori hitam dapat langsung dipindahkan ke kamar
jenazah.
3.
Peran
bidan dalam penanganan awal kasus kegawardaruratan kebidanan
Bidan mempunyai peranan penting
dalam menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu melalui kemampuannya untuk
melakukan pengawasan, pertolongan pada ibu, pengawasan bayi baru lahir (neonatus)
dan pada persalinan, ibu post partum serta mampu mengidentifikasi penyimpangan
dari kehamilan dan persalinan normal dan melakukan penanganan yang tepat
termasuk merujuk ke fasilitas pelayanan yang tepat. Pengenalan dan penanganan
kasus kasus yang gawat seharusnya mendapat prioritas utama dalam usaha
menurunkan angka kesakitan lebih lebih lagi angka kematian ibu, walaupun tentu
saja pencegahan lebih baik dari pada pengobatan. Dalam kegawatdaruratan, peran
anda sebagai bidan antara lain:
1. Melakukan
pengenalan segera kondisi gawat darurat
2. Stabilisasi
klien (ibu), dengan oksigen, terapi cairan, dan medikamentosa dengan :
a. Menjamin
kelancaran jalan nafas, memperbaiki fungsi system respirasi dan sirkulasi
b. Menghentikan
perdarahan
c. Mengganti
cairan tubuh yang hilang
d. Mengatasi
nyeri dan kegelisahan
3. Ditempat
kerja, menyiapkan sarana dan prasarana di kamar bersalin, yaitu:
a. Menyiapkan
radiant warmer/lampu pemanas untuk mencegah kehilangan panas pada bayi
b. Menyiapkan
alat resusitasi kit untuk ibu dan bayi
c. Menyiapkan
alat pelindung diri
d. Menyiapkan
obat obatan emergensi
4. Memiliki
ketrampilan klinik, yaitu:
a. Mampu
melakukan resusitasi pada ibu dan bayi dengan peralatan yang berkesinambungan.
Peran organisasi sangat penting didalam pengembangan sumber daya manusia (SDM)
untuk meningkatkan keahlian
b. Memahami
dan mampu melakukan metode efektif dalam pelayanan ibu dan bayi baru lahir,
yang meliputi making pregnancy safer, safe motherhood, bonding attachment,
inisiasi menyusu dini dan lain lainnya.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Gawat Darurat adalah keadaan klinis yang membutuhkan
tindakan medis segera untuk penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan,
Pelayanan kegawat daruratan adalah tindakan medis yang dibutuhkan oleh pasien
gawat darurat dalam waktu segera untuk menyelamatkan nyawa dan pencegahan
kecacatan . Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat
yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif,
preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah pusat,
pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
B.
Saran
1. Bagi
penulis
selanjutnya, dibutuhkan waktu serta kesabaran serta keahlian dalam memberikan asuhan yang berkesinambungan.
2. Bagi
bidan
sebaiknya melibatkan keluarga dalam memberikan asuhan
kebidanan berkesinambungan.
DAFTAR
PUSTAKA
Peraturan Mentri Kesehatan RI No 47
tahun 2018 Tentang instalasi gawatdarurat
No comments:
Post a Comment