Monday, 26 April 2021

ASUHAN KEPERAWATAN SISTEM KARDIOVASKULER PERUBAHAN NORMAL CV PADA LANSIA DENGAN KASUS HIPERTENSI

 

DAFTAR ISI

 

KATA PENGANTAR...................................................................................................      i

DAFTAR ISI...................................................................................................................      ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1  Latar belakang..........................................................................................................      1

1.2  Rumusan Masalah.....................................................................................................      3

1.3  Tujuan........................................................................................................................      3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Proses Menua Dan Lansia..........................................................................      4

2.2 Konsep Hipertensi pada Lansia...............................................................................      8

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian.................................................................................................................      14

3.2 Analisa Data...............................................................................................................      17

3.3 Diagnosa Keperawatan.............................................................................................      17

3.4 Intervensi Keperawatan...........................................................................................      17

3.5 Implementasi dan Evaluasi.......................................................................................      18

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan................................................................................................................      21

4.2 Saran..........................................................................................................................      21

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................      22

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1  Latar Belakang

Berdasarkan definisi secara umum, seseorang dikatakan lansia apabila usianya 60 tahun ke atas,baik pria maupun wanita. Sedangkan Departeman kesehatan RI menyebutkan seseorang dikatakan berusia lanjut usia dimulai dari usia 55 tahun keatas. Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) usia lanjut dimulai dari usia 60 tahun (Indriana, 2012). Proses penuaan berdampak pada berbagai aspek kehidupan, baik secara sosial, ekonomi, dan terutama kesehatan. Hal ini disebabkan karena dengan semangkin bertambahnya usia, fungsi organ tubuh akan semakin menurun baik karena faktor proses alami yang dapat menyebabkan perubahan anatomi, fisiologis, dan biokimia pada jaringan tubuh yang dapat mempengaruhi fungsi, kemampuan badan dan jiwa (Perry & Potter, 2005).

Hipertensi adalah apabila tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg. Hipertensi merupakan penyebab utama gagal jantung, stroke, dan gagal ginjal. Disebut sebagai “ pembunuh diam – diam “ karena penderita hipertensi sering tidak menampakan gejala (Brunner & Suddarth, 2002).Penyakit ini menjadi salah satu masalah kesehatan utama di Indonesia maupun dunia sebab diperkirakan sekitar 80% kenaikan kasus hipertensi terutama terjadi di Negara berkembang. pada tahun 2000 terdapat 639 kasus hipertensi diperkirakan meningkat menjadi 1,15 miliar kasus di tahun 2025. Sedangkan hipertensi di Indonesia menunjukan bahwa di daerah pedesaan masih banyak penderita hipertensi yang belum terjangkau oleh layanan kesehatan dikarenakan tidak adanya keluhan dari sebagian besar penderita hipertensi (Adriansyah, 2012).

Diperkirakan ada 76% kasus hipertensi di masyarakat yang belum terdiagnosis, artinya penderitanya tidak mengetahui bahwa dirinya mengidap penyakit ini. Dari 31,7% prevalensi hipertensi, diketahui yang sudah memiliki tekanan darah tinggi berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan adalah 7,2% dan kasus yang minum obat hipertensi 0,4%. Hal ini menunjukkan bahwa 76% masyarakat belum mengetahui telah menderita hipertensi Artinya banyak sekali kasus hipertensi tetapi sedikit sekali yang terkontrol (Adib, 2012). Hasil Riset Kesehatan Dasar menunjukkan prevelensi hipertensi sebanyak 31,7%. Hipertensi menjadi salah satu penyebab kematian utama di perkotaan maupun perdesaan pada usia 55-64 tahun (Rosid, 2012).

Data statistik WHO (word Hearld Organization) melaporkan hingga tahun 2018 terdapat satu milyar orang di dunia menderita hipertensi dan diperkirakan sekitar 7,5 juta orang atau 12,8% kematian dari seluruh total kematian yang disebabkan oleh penyakit ini, tercatat 45% kematian akibat jantung koroner dan 51% akibat stroke yang juga disebabkan oleh hopertensi. Menurut American Haert Association (2018) tercatat sekitar 77,9 juta orang di amerika serikat dengan perbandingan 1 dari 3 orang dewasa menderita hipertensi. Jumlah ini diperkirakan akan meningkat pada tahun 2030 sekitar 83,2 juta orang atau 7,2% . sementara itu menurut National Health Nutrition Examination Survey (NHNES), di amerika orang dewasa dengan hipertensi pada tahun 2016-2018 tercatat sekitar 39-51% hal ini menunjukan terjadinya peningkatan sekitar 15 juta orang dari total 58-65 juga menderita hipertensi (Triyanto, 2014).

Angka kejadian hipertensi di indonesia menurut riset Kesehatan Dasar Tahun 2017 menunjukan bahwa prevalensi hipertensi di indonesia berdasarkan pengukuran tekanan darah mengalami peningkatan 5,9%, dari 25,8% menjadi 31,7% dari total penduduk dewasa. Berdasarkan pengukuran sampel umur lebih dari 18 tahun prevelansi hipertensi mengalami peningkatan yakni 7,6% pada tahun  2015 dan  9,5% tahun 2017 dengan total presentase sebesar 25,8%. Prevelansi hipertensi tertinggi di Bangka Belitung dengan presentase 25,8%, kalimantan selatan 30,8%, kalimantan timur 29,6%, jawa barat 29,5% (Riskesdas, 2018).

Berdasarkan data dinas kesehatan Provinsi Sumatara Barat Tahun 2017 angga kejadian hipertensi 53,6% dan jumlah kasus sebanyak 67.101 rata-rata kasus 9.800 kasus. Prevernsi hipertensi di padang mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan data rekapitulasi tahun 2015 penderita hipertensi mencapai 30,218 jiwa (Sumbar, 2017). Faktor penyebab dari hipertensi itu seperti perubahan gaya hidup sebagai contohnya merokok, obesitas, inaktivitas fisik dan stres psikososial. Karena angka prevalensi hipertensi di Indonesia yang semakin tinggi maka perlu adanya penanggulan, diantaranya terapi farmakologi dan nonfarmakologi. Latihan nafas dalam merupakan suatu bentuk terapi nonfarmakologi, yang dalam hal ini perawat mengajarkan kepada klien bagaimana cara melakukan nafas dalam (nafas lambat dan menahan inspirasi secara maksimal) dan bagaimana menghembuskan nafas secara perlahan, Selain dapat menurunkan intensitas nyeri, latihan relaksasi nafas dalam juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi darah (Pratiwi, 2016).

Stres fisik maupun stres psikologi menyebabkan ketidakstabilan emosional serta memicu rangsangan di area pusat vasomotor yang terletak pada medulla otak sehingga berpengaruh pada kerja sistem saraf otonom dan sirkulasi hormon. Rangsangan ini akan mengakibatkan sistem saraf simpatis dan pelepasan berbagai hormon, sehingga mempengaruhi teradinya peningkatan tekanan darah (Corwin, 2009). Stress yang berlangsung lama dapat mengakibatkan peningkatan tekanan darah yang menetap, sehingga penangan dengan manajemen yang tepat sangat diperlukan. Penangana yang tidak diberikan akan mengakibatkan semakin tinggi tekanan darah sehingga menimbulkan komplikasi kondisi darurat seperti penyakit jantung koroner, stroke, penyakit ginjal hingga kematian.

Penangana hipertensi seharusnya dilakukan secara komprehensif mencakup promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Penanganan hipertensi bertujuan untuk menurunkan tekanan darah yang meliptuti terapi farmakologi dan non farmakologi merupakan pengelolahan hipertensi dengan pemberian obat-obatan antihipertensi. Sementara itu terapi non farmakologi pada penderita hipertensi adalah terapi tanpa obat yang juga dilakukan untuk menurunkan tekanan darah akibat stress dengan mengatur pola hidup sehat yaitu dengan menurunkan asupan garam dan lemak, meningktkan mengkonsumsi buah dan sayur, menghentikan kebiasaan merokok dan alkohol, menurunkan berat badan berlebihan, istirahat cukup, olahraga teratur serta mengelola stress. Salah satu terapi non farmakologi yang dapat digunakan bagi penderita hipertensi adalah terapi komplementer sebagai bagian dari sistem pengobatan yang lengkap, tetapi komplementer tersebut antara lain latihan slow deep breathing, akupuntur, fisioterapi, psikoterapi, yoga, mediasi, dan aromaterapi (Susanti, 2015).

Latihan nafas dalam atau slow deep breating adalah salah satu teknik relaksasi pernafasan yang dapat dilakukan pada penderita hipertensi. Latihan slow deep breathing terdiri atas pernafasan abdomen (diafragma) dan purse lip breathing (Kozier, 2010). Latihan slow deep breathing mestimulasi saraf otonom yang berefek pada respon saraf simpatis yang melepaskan yang melepaskan neurotransmiter asetilkolin. Respon saraf simpatis dan saraf parasimpatis berbanding terbalik saat melakukan latihan slow deep berathing, saraf simpatis akan meningkatkan aktivitas tubuh sementara itu saraf parasimpatis akan menurunkan aktivitas tubuh (Joseph, 2005). Slow deep breathing yang dilakukan terus menerus akan berdampak pada vasodilatasi pembuluh darah otak yang mengakibatkan suplai oksigen otak lebih banyak sehingga perfusi jaringan otak lebih adekuat (Tarwoto, 2011).

 

1.2  Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas maka dapat diambil rumusan masalahnya adalah “Bagaimana Asuhan Keperawatan Sistem Kardiovaskuler Perubahan Normal Cv Pada Lansia Dengan Kasus Hipertensi ?”

1.3  Tujuan

  1. Tujuan umum

Mahasiswa mampu memahami Asuhan Keperawatan Sistem Kardiovaskuler Perubahan Normal Cv Pada Lansia Dengan Kasus Hipertensi

  1. Tujuan khusus

a.       Mahasiswa Mampu dan memahami konsep proses menua dan lansia

b.      Mahasiswa Mampu dan memahami konsep hipertensi

c.       Mahasiswa mampu dan memahami asuhan keperawatan pada lansia dengan hipertensi

 

 

 

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Proses Menua Dan Lansia

 2.1.1 Teori Proses Menua

Ada beberapa teori tentang penuaan, sebagaimana dikemukakan oleh (Maryam, 2008), yaitu teori biologi, teori psikologi, teori kultural, teori sosial, teori genitika, teori rusaknya sistem imun tubuh, teori menua akibat metabolisme dan teori kejiwaan sosial. Berdasarkan pengetahuan yang berkembang dalam pembahasan tentang teori proses menjadi tua (menua) yang hingga saat ini di anut oleh gerontologis, maka dalam tingkatan kompetensinya, perawat perlu mengembangkan konsep dan teori keperawatan sekaligus praktik keperawatan yang didasarkan atas teori proses menjadi tua (menua) tersebut. Postulat yang selama ini di yakini oleh para ilmuan perlu implikasikan dalam tataran nyata praktik keperawatan, sehingga praktik keperawatan benar-benar mampu memberi manfaat bagi kehidupan masyarakat.

Perkembangan ilmu keperawatan perlu diikutip dengan pengembangan praktik keperawatan, yang pada akhirnya mampu memberikan kontribusi terhadap masalah masalah kesehatan yang dihadapi oleh masyarakat. Secara umum, implikasi/ praktik keperawatan yang dapat dikembangkan dengan proses menua dapat didasarkan dapat teori menua/secara biologis, psikologis, dan sosial. Berkut adalah uraian bentuk-bentuk aplikasi asuhan keperawatan yang diberikan kepada individu yang negalami proses penuaan, dengan didasarkan pada teori yang mendasari prose menua itu sendiri.

Iplikasi keperawatan yang diberikan di dasarkan atau asumsi bahwa tindkan keperawatan yang diberikan lebih di tekankan pada upaya untuk memodifikasi fakotr-faktor secara teoritis di anggap dapat mempercepat prose penuaan. Istilah lain yang digunakan untuk menunjukkan teori menua adalah senescence. Menurut Sunaryo (2016), senescence diartikan sebagai perubahan perilaku sesuai usia akibat penurunan kekuatan dan kemampuan adaptasi.

2.1.2 Pengertian Lansia

Lanjut usia adalah kelompok manusia yang berusia 60 tahun ke atas (Hardwiyanto & Setiabudhi, 2005). Pada lanjut usia alan terjadi proses menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya secara perlahan-lahan sehingga tidak dapat berhan terhadap infeksi dan meperbarbaakan kerusakan yang terjadi

(Aster, 2009).

 Oleh karetan itu dalam tubuh akan menumpuk makin banayk distorsi metabolik dan struktural yang disebut penyakit dengeneratif yang menyebabkan lansia akan mengakhiri hidup dengan episode terminal (Sunaryo, 2016).Lansia merupakan periode penutup dalam rentang kehidupan seseorang, yaitu suatu periode dimana seseorang telah beranjak jauh dari periode terdahulu (Peldian Olds, 2007).

Proses menua (aging) adalah suatu proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi fisik, psikologi maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain (Sudaryanto, 2008). Lansia akan mengalamiperubahan yang terkait dengan biologis, psikologis, sosial, dan spiritual yang kecepatan perubahan tersebut berbeda untuk setiap individu. Jenis kelamin, rasa, kelas sosial, dan keimanan menciptakan interaksi yang komplek yang berkontribusi dalam proses penuaan setiap individu.

2.1.3 Batasan Umur Lanjut Usia

Menurut pendapat berbagai ahli dalam Efendi dalam Sunaryo (2016), batas-batas umur yang mencakup batas umur lansia sebagai berikut:

1.      Menurut undang-undangn Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab 1 Pasal 1 ayat 2 yang berbunyi “Lanjut usia adalah seseorang yang mmencapai usia 60 tahun ke atas”.

2.      Menurut Wordl Health Organization (WHO), usia lanjut dibagi menjadi empat kriteria berikut usia pertengahan (middle age) ialah 45-59 tahun, lanjut usia (elderly) ialah 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) ialah 75-90 tahun, usia sangat tua (very old) ialah di batsu 90 tahun.

3.      Menurut Dra. Jos Masdani (Psikolog UI) terdapat empat fase, yaitu: pertama (fase inventus) ialah 25-40 tahun, kedua (Fase virilities) ialah 40-55 tahun, ketiga (fase presenium) ialah 55-65 tahun, keempat (fase senium) ialah 65 sampai tutup usia.

4.      Menurut Prof. Dr. Koesoemato Setypnegoro masa lanjut usia (geriatric age) > 65 tahun, atau 70 tahun. Masa lanjut usia (getiatric age) itu sendiri dibagi menjadi tiga batasan umur, yaitu young old (70-75 tahun), old (75-80 tahun), dan very old (> 80 tahun) (Efendi & Makhfudli, 2009).

Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia. Sedangkan menurut pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13 Tahun 1998 tentang Kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun (Maryam, 2008).

2.1.4 Perubahan yang Terjadi Pada Lanjut Usia

Menurut Suiraoka, (2012), penyakit degeneratif adalah istilah medis untuk menjelaskan suatu penyakit yang muncul akibat proses kemunduran fungsi sel dalam tubuh yaitu dari keadaan normal menjadi lebih buruk. Menurut (Meredith Wallace, 2007), beberapa perubahan yang akan terjadi pada lansia diantaranya adalah perubahan fisik, intlektual, dan keagamaan :

1.    Perubahan fisik

a.       Sel saat seseorang memasuki usia lanjut keadaan sel dalam tubuh akan berubah, seperti jumlahnya yang menurun, ukuran lebih besar sehingga mekanisme perbaikan sel akan terganggu dan proposi protein di otak, otot, ginjal, darah.

b.      Sistem persyarafan, keadaan system persyarafan pada lansia akan mengalami perubahan, seperti mengecilnya syaraf panca indra. Pada indra pendengaran seperti hilangnya kemampuan pendengaran pada telinga, pada indra penglihatan akan terjadi seperti kekeruhan kornea, hilangnya daya akomodasi dan menurunnya lapang pandang. Pada indra peraba akan terjadi seperti respon terhadap nyeri menurun dan kelenjer keringat berkurang. Pada indra pembau akan terjadinya seperti menurunnya kekuatan otot pernapasan, sehingga kemampuan membau juga berkurang.

c.       Sistem gastrointestinal, pada lansia akan terjadi menurunnya selera makan, seringnya terjadi konstipasi, menurunnya produksi air liur (saliva) dang era peristaltic usus juga menurun.

d.      Sistem genitourinaria, pada lansia ginjal akan mengalami pengecilan sehingga aliran darah ke ginjal menurun.

e.       Sistem musculoskeletal, kehilangan cairan pada tulang dan makin rapuh, keadaan tubuh akan lebih pendek, persendian kaku dan tendon mengerut.

f.       Sistem kardiovaskuler, pada lansia jantung akan mengalami pompa darah yang menurun, ukuran jantung secara keseluruhan menurun dengan tidanya penyakit klinis, denyut jantung menurun, katup jantung pada lansia akan lebih tebal dan kaku akibat dari akumulasi lipid. Tekanan darah sistolik meningkat pada lansia karena hilangnya distensibility arteri. Tekanan darah diastolic tetap sama atau meningkat.

2.    Perubahan intelektual

Akibat proses penuaan juga akan terjadi kemunduran pada kemampuan otak seperti perubahan intelegenita quantion (IQ) yaitu fungsi otak kanan mengalami penurnan sehingga lansia akan mengalami penurunan sehingga lansia akan mengalami kesulitan dalam berkomunikasi nonverbal, pemecahan masalah, konsentrasi dan kesulitan mengenal wajah seseorang. Perubahan yang lain adalah perubahan ingatan, karena penurunan kemampuan otak maka seorang lansia akan kesulitan untuk menerima rangsangan yang diberikan kepadanya sehingga kemampuan untuk mengingat pada lansia juga menurun (Mujahidullah, 2012).

3.    Perubahan keagamaan

Pada umumnya lansia akan semakin teratur dalam kehidupan keagamaannya, hal tersebut bersangkutan dengan keadaan lansia yang akan meninggalkan kehidupan dunia.

 

 

2.1.5 Tugas Perkembangan pada Lansia

Tugas perkembangan adalah tugas yang muncul pada periode tertentu dalam kehidupan suatu individu (Stanly & Gauntlett, 2007). Ada beberapa tahapan perkembangan yang terjadi pada lansia, yaitu :

1.        Penyesuaian diri kepada penurunan kesehatan dan kekuatan fisik.

2.        Penyesuaian diri kepada masa pension dan hilangnya pendapatan.

3.        Penyesuaian diri kepada kematian pasangan dan orang terdekat lainnya.

4.        Pembantukan gabungan (pergelompokan) yang sesuai dengannya.

5.        Pemenuhan kewajibab social dan kewarganegaran.

6.        Pembentuk kepuasan pengaturan dalam kehidupan.

 

2.1.6 Tipe-Tipe Lansia

Beberapa tipe lansia bergantung pada karakter, pengalaman hidup, lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial, dan ekonominya (Maryam, 2008) tipe tersebut di jabarkan sebagai berikut :

1.        Tipe lansia bijaksana

Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan, memnuhi undangan, dan menjadi panutan.

2.        Tipe mandiri

Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi undangan.

3.        Tipe tidak puas

Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengikuti kegiatan agama dan melakukan pekerjaan apa saja.

4.        Tipe masrah

Menerima dan menunggu nasib baik,, mengikuti kegiatan agama, dan melakukan pekerjaan apa saja.

5.        Tipe bingung

Kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal, pasif, dan acuh tak acuh.

 

 

2.2 Konsep Hipertensi pada Lansia

2.2.1 Pengertian Hipertensi

Hipertensi dicirikan dengan peningkatan tekanan darah diastolik dan sistolik yang intermiten atau menetap.Pengukuran tekanan darah serial 150/95 mmHgatau lebih tinggi pada orang yang berusia diatas 50 tahun memastikan hipertensi. Insiden hipertensi meningkat seiring bertambahnya usia (Nugroho,2000).

Hipertensi atau darah tinggi adalah penyakit kelainan jantung dan pembuluh darah yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah. WHO (World Health Organization) memberikan batasan tekanan darah normal adalah 140/90 mmHg, dan tekanan darah sama atau diatas 160/95 mmHg dinyatakan sebagai hipertensi. Batasan ini tidak membedakan antara usia dan jenis kelamin (Marliani, 2007).

Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanansistoliknya di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg. Pada populasi lansia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg (Gardner Samuel, 2008).

2.2.2 Klasifikasi Hipertensi

Hipertensi pada usia lanjut dibedakan atas (Darmojo, 1977):

  1. Hipertensi dimana tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140 mmHg dan / atau tekanan diastolik sama atau lebih besar dari 90 mmHg.
  2. Hipertensi sistolik terisolasi dimana tekanan sistolik lebih besar dari 160 mmHg dan tekanan diastolik lebih rendah dari 90 mmHg.

2.2.3        Etiologi

Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia menurut Triyanto (2014) adalah terjadinya perubahan-perubahan pada :

  1. Elastisitas dinding aorta menurun
  2. Katub jantung menebal dan menjadi kaku
  3. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah menurun menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
  4. Kehilangan elastisitas pembuluh darah Hal ini terjadi karena kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi
  5. Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer

Meskipun hipertensi primer belum diketahui dengan pasti penyebabnya,data-data penelitian telah menemukan beberapa faktor yang sering menyebabkan terjadinya hipertensi. Faktor tersebut adalah sebagai berikut :

  1. Faktor keturunan

Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita hipertensi

  1. Ciri perseorangan

Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah:

a.       Umur ( jika umur bertambah maka TD meningkat )

b.      Jenis kelamin ( laki-laki lebih tinggi dari perempuan )

c.       Ras ( ras kulit hitam lebih banyak dari kulit putih )

d.      Kebiasaan hidup

Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi adalah :

1.      Konsumsi garam yang tinggi (melebihi dari 30 gr)

2.      Kegemukan atau makan berlebihan

3.      Stress

4.       Merokok

5.       Minum alcohol

6.      Minum obat-obatan ( ephedrine, prednison, epineprin )

Sedangkan penyebab hipertensi sekunder adalah penyakit-penyakit seperti  Ginjal,Glomerulonefritis, Pielonefritis, Nekrosis tubular akut, Tumor, Vascular, Aterosklerosis, Hiperplasia, Trombosis, Aneurisma, Emboli kolestrol, Vaskulitis, Kelainan endokrin, DM, Hipertiroidisme, Hipotiroidisme,Saraf, Stroke, Ensepalitis. Selain itu dapat juga diakibatkan karena Obat–obatan Kontrasepsi oral Kortikosteroid.

2.2.4        Patofisiolgi

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak.Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen.Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca

ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi.Individu dengan hipertensi sangat sensitiv terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.

Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah

sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang,mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi.Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi.Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah.Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin.Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal.Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler.Semua faktor ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.

Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan structural dan fungsional pada system pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup) mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan perifer (Smeltzer & Bare,2008).

2.2.5        Tanda dan Gejala Hipertensi

Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi :

1.      Tidak ada gejala

Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur.

2.      Gejala yang lazim

Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi nyeri kepala dan kelelahan.Dalam kenyataannya ini merupakan gejala terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis.

Menurut Kasron (2001), manifestasi klinis beberapa pasien yang menderita hipertensi yaitu : Mengeluh sakit kepala, pusing Lemas, kelelahan, Sesak nafas,Gelisah, Mual Muntah, Epistaksis, Kesadaran menurun.

 

2.2.6        Pemeriksaan Penunjang

1.      Hemoglobin / hematokrit

Untuk mengkaji hubungan dari sel–sel terhadap volume cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan factor–factor resiko seperti hiperkoagulabilitas, anemia.

2.      Kalium serum

Hipokalemia dapat megindikasikan adanya aldosteron utama (penyebab) atau menjadi efek samping terapi diuretik.

3.      Kalsium serum

Peningkatan kadar kalsium serum dapat menyebabkan hipertensi\

4.      Kolesterol dan trigliserid serum

Peningkatan kadar dapat mengindikasikan pencetus untuk / adanya pembentukan plak ateromatosa ( efek kardiovaskuler )

5.      Pemeriksaan tiroid

Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokonstriksi dan hipertensi

6.      Kadar aldosteron urin/serum

Untuk mengkaji aldosteronisme primer ( penyebab )

1.      Urinalisa

Darah, protein, glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal dan atau adanya diabetes.

2.      Asam urat

Hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor resiko hipertensi

3.      Steroid urin

Kenaiakn dapat mengindikasikan hiperadrenalism

4.      Foto dada

Menunjukkan obstruksi kalsifikasi pada area katub, perbesaran jantung

5.      CT scan

Untuk mengkaji tumor serebral, ensefalopati

6.      EKG

Dapat menunjukkan pembesaran jantung, pola regangan, gangguan konduksi, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.

 

 

2.2.7        Penatalaksanaan

Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas akibat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan pencapaian dan pemeliharaan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg.

Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi.

1.      Terapi tanpa Obat

Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi ringan dan sebagai tindakan suportif pada hipertensi sedang dan berat. Terapi tanpa obat ini meliputi :

a.       Diet

Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :

a)    Restriksi garam secara moderat dari 10 gr/hr menjadi 5 gr/hr

b)   Diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh

c)    Penurunan berat badan

d)   Penurunan asupan etanol

e)    Menghentikan merokok

b.      Latihan Fisik

Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah olah raga yang mempunyai empat prinsip yaitu: Macam olah raga yaitu isotonis dan dinamis seperti lari, jogging, bersepeda, berenang dan lain-lain.

Intensitas olah raga yang baik antara 60-80 % dari kapasitas aerobic atau 72-87 % dari denyut nadi maksimal yang disebut zona latihan. Lamanya latihan berkisar antara 20 – 25 menit berada dalam zona latihan Frekuensi latihan sebaiknya 3 x perminggu dan paling baik 5x perminggu.

c.       Edukasi Psikologis

Pemberian edukasi psikologis untuk penderita hipertensi meliputi :

a)      Tehnik Biofeedback

Biofeedback adalah suatu tehnik yang dipakai untuk menunjukkan pada subyek tanda-tanda mengenai keadaan tubuh yang secara sadar oleh subyek dianggap tidak normal.

Penerapan biofeedback terutama dipakai untuk mengatasi gangguan somatik seperti nyeri kepala dan migrain, juga untuk gangguan psikologis seperti kecemasan dan ketegangan.

b)      Tehnik relaksasi

Relaksasi adalah suatu prosedur atau tehnik yang bertujuan untuk mengurangi ketegangan atau kecemasan, dengan cara melatih penderita untuk dapat belajar membuat otot-otot dalam tubuh menjadi rilek.

c)      Pendidikan Kesehatan ( Penyuluhan )

Tujuan pendidikan kesehatan yaitu untuk meningkatkan pengetahuan pasien tentang penyakit hipertensi dan pengelolaannya sehingga pasien dapat mempertahankan hidupnya dan mencegah komplikasi lebih lanjut

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

 

3.1  Pengkajian

3.1.1        Identitas Pasien

Nama                                 : Ny.A

Usia                                   : 70 tahun

Jenis Kelamin                    : Perempuan

Agama                               : Islam

Suku Bangsa                     : Minang

Pendidikan Terakhir          : D3 Bidan

Diagnosa Medis                : Hipertensi

Alamat                              : Sukarna Hatta 33c Bukittinggi

 

3.1.2        Riwayat Kesehatan

1.      Keluhan utama

Ny.A mengatakan keluhan utama yang dirasakan yaitu kepala sakit,pusing,nyeri di bagian tengguk dan terasa berat dan nyeri sering hilang timbul ,badan terasa berat dan susah tidur. Ny.A mengatakan keluhan dirasakan mendadak dan Ny.A juga mengatakan merasakan timbulnya keluhan dimulai saat bangun tidur

2.      Riwayat penyakit dahulu

Ny.A mengatakan pernah menderita penyakit hipertensi lebih kurang 5 tahun yang lalu.

3.1.3        Pemeriksaan Fisik

1.      Keadaan umum (TTV)

TD : 180/90 mmHg

N : 88x/menit

RR : 18x/menit

S : 36,5°C

2.      Kepala dan Rambut

Warna rambut putih ,rambut pendek dan bersih,tidak adanya lesi dan udem dikepala

3.      Mata

Penglihatan terlihat kabur,adanya masalah pada penglihatan

4.      Telinga

Telinga bersih pendengar baik,tidak ada gangguan fungsi pendengaran

5.      Mulur,gigi dan bibir

Mulut dan gigi kurang bersih,gigi tidak lengkap,bibir lembab dan nafas bau

6.      Dada

Simetris kiri dan kanan,tidak ada jejas,tidak ada odema,frekuensi pernafasan 18x/menit, tidakada terdengar suara nafas tambahan.

7.      Abdomen

Simetris kiri dan kanan,tidak ada luka bekas operasi,tidak ada tampak pembengkakan pada abdomen

8.      Kulit

Warnakulit sawo matang,kulit lembab,bersih keriput,tidak ada luka lecet pada kulit

9.      Ekstremitas atas

Kekuatan otot ekstremitas 5,tidak ada nyeri sendi saat digerakan dan fungsi otot baik

10.  Ekstremitas bawah

Fungsi otot baik,namun sering sakit saat berjalan dan pasien belajar menggunakan tongkat.

3.1.4        Pola Kebiasaan Sehari-hari

1.      Nutrisi

1.      Frekuensi makan

Ny.A mengatakan makan sehari 3x

2.      Nafsu makan

Ny.A mengatakan nafsu makan kadang-kadang ada. Ny.A mengatakan jika kepala sakit,pusing,pundak berat nafsu makan menurun

3.      Jenis makanan

Ny.A mengatakan jenis makanan beragam seperti nasi dengan ikan,telur sayur,ayam dan terkadang daging

4.      Pantangan makanan

Ny.A mengatakan tidak ada pantangan terhadap makanan tetapi Ny.A sudah mengurangi makan yang bergaram dan mengandung lemak dan santan.

2.      Eliminasi

1.      BAK

Ny.A mengatakan biasa BAK kurang lebih 5x dalam sehari

2.      BAB

Ny.A mengatakan BAB 1-2x/perhari

3.      Personal Hygiene

a.       Mandi

Ny.A mengatakan sebelum sakit ia mandi 2x sehari pagi dan sore,tapi setelah sakit ia hanya mandi 1 kali sehari karena kesulitan beraktivitas

b.      Oral Hygiene

Ny.A mengatakan menggosok gigi 2 kali sehari

c.       Cuci rambut

Ny.A mengatakan mencuci rambut 2 hari sekali dengan menggunakan sampo

d.      Kuku dan tangan

Ny.A mengatakan gunting kuku 1x semiggu dan Mengatakan cuci tangan pakek  sabun.

 

3.2    Analisa Data

No

Data

Masalah

1

Ds :

-          Klien mengatakan sering pusing

-          Nyeri dibagian tengguk

-          Klien mengatakan penglihatanya tidakjelas atau buram

Do :

-          Skala nyeri 3

-          Nyeri hilang timbul

-          TTV

TD : 180/90 mmHg

N: 88x/menit

RR : 18x/menit

S : 36,5°C

Nyeri

2

Ds:

-          Klien mengatakan susah untuk berjalan karna kakinya sakit

Do:

-          Klien tampak memakai tongkat

-          TTV

TD : 180/90 mmHg

N: 88x/menit

RR: 18x/menit

S : 36,5°C

Intoleransi  aktivitas

3

Ds:

-          Klien mengatakan mandi 1 kali sehari karna sulit untuk beraktivitas

Do:

-          Klien tampak kusam

-          Bau mulut

-          Mandi terkadang masih diingatkan

Deficit Perawatan diri

 

3.3    Diagnosa Keperawatan

1.      Nyeri

2.      Intoleransi  aktivitas

3.      Deficit perawatan diri

 

3.4    Intervensi Keperawatan

No

Diagnosa

Noc

Nic

1

Nyeri

setelahdiberikan keperawatan 1x24 jam  diharapkan tingkat nyeri berkurang

criteria hasil:

-          nyeri menurun

-          nafsu makan meningkat

-          tingkatkenyamanan meningkat

 

Manajemen nyeri

-          lakukan pengkajian nyeri komprehensifyang  lokasi, karakteristik,frekuensi kualitas,intensitas atau beratnya  nyerifactor pencetus

-          observasi adanygena petunjuk nonverbal mengenai ketidaknyamanan.

-          Evaluasi pengalaman nyeri

-          Dorong pasien untuk memonitor nyeri

-          Pemberian obat nyeri

2

Intoleransi  aktivitas

Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam diharapkan daya tahan meningkat

Criteria hasil :

-          Daya tahan meningkat

-          Kenyamanan meningkat

-          Istirahat

-          Bantu mengembangkan rencana latihan

-          Demonstrasikan ulang latihan,jika diperlukan

-          Monitor toleransi latihan

-          Evaluasi kembali rencana latihan jika gejala toleransi menetap sebelah penghentian latihan

3

defisit perawatan diri

Setelah diberikan

tindakan keperawatan 1x

24 jam diharapkan

perawatan diri:

kebersihan meningkat

Kriteri hasil:

-          Status kenyamanan :lingkungan

-          Penampilan mekanik tubuh.

-          Pertimbangkan budaya pasien saat mempromosikan aktivitas perawatan diri

-          Sediakan barang pribadi yang diinginkan

-          Fasilitasi pasin untuk mandi

-          Monitor integritas kulit pasien.

 

3.5 Implementasi Dan Evaluasi

Hari Tanggal

Diagnosa

Implementasi

Evaluasi

18 april 2019

10.00 wib

Nyeri

1.      mengkaji nyeri meliputi

lokasi karekteristik,durasi frekuensi ,intensitas,atau keparahan nyeri .

2.      mengkaji tingkat skala nyeri (0-10)

3.      menciptakan lingkungan yang nyaman seperti menguragi kebisigan suara

4.      mengajarkan klien posisi nyaman semi fowler

5.      mengajarkan teknik relaksasi napas dalam untuk mengurangi nyeri

6.      memberikan penkes tentang nyeri kepada klien

7.      kolaborasikan dengan pemberian analgetik sesuai anjuran dokter

8.      mengajarkan latihan slow deep breathing

S : klien

mengatakan nyeri

pada kepala dan

tengkuk

 

O : skala nyeri 3,

ekspresi normal,

TD 170/90 mmHg

 

A : masalah belum

Teratasi

 

P : intervensi

Dilanjutkan

 

I : Intervensi 2, 3,

4, 5, 6, 7

 

E : diharapkan

nyeri klien

berkurang

18 april 2019

10.00 wib

Intoleransi aktivitas

1.      kaji tingkat kemampuan pasien untuk berpindah dari tempat tidur ,berdiri

2.      kaji respon emosi,social,dan spiritual terhadap aktivittas

3.      pantau asupan nutrisi untuk memastikan sumber energy  yang adekuat

4.      pantau pola tidur pasien danlamanya waktu tidur

5.      bantu pasien ntuk mengubah posisi tidur bsecara berkala

6.      anjurkan periode untuk istirahat dan aktivitas secara bergantian

7.      bantu pasien untuk mengidentifikasi pilihan aktivitas

S : pasien

mengatakan kalau

berjalan kakinya

terasa sakit

O : pasien tanpak meringis kesakitan

saat berjalan

A : masalah belum

teratasai

P : intervensi

dilanjutkan

I : intervensi 1,2,3, 4,

5,6,7

E : diharapkan klian

bisa beraktivitas

seperti biasa

18 April

2019

Jam

14.00 wib

Defisit perawatan diri

1.      Identifikasi kesulitan dalamberpakaian/perawatan diri, seperti:keterbatasan gerak fisik, apatis/depresi,penurunan kognitif seperti apraksia.

2.      Identifikasi kebutuhan kebersihan dari dan berikan bantuan sesuai kebutuhan dengan peraatan rambut/kuku/kulit,bersihkan kaca mata,dan gosok gigi

3.      Perhatikan adanya tanda-tanda nonverbal yang fisiologis.

4.      Beri banyak waktu untuk melakukan tugas

S : klien mengatakan

mandi kadang

1 kali dalam 1

hari

O : klien banyak

diam, duduk

diteras dan

tidur dikamar

A : masalah belum

teratasi

P : intervensi

dilanjutkan

I : intervensi 2. 3, 4

E : diharapkan pasien

mampu

melakukan

aktivitas

seperti biasa

19April

2019

10.00

wib

Nyeri

1.      mengkaji nyeri meliputi lokasi karekteristik,durasi frekuensi ,intensitas,atau keparahan nyeri .

2.      mengkaji tingkat skala nyeri (0-10)

3.      menciptakan lingkungan yang nyaman seperti menguragi kebisigan suara

4.      mengajarkan klien posisi nyaman semi fowler

5.      mengajarkan latihan slow deep breathing

S : klien

mengatakan nyeri

pada kepala dan

tengkuk hilang

timbul

O : skala nyeri 2,

ekspresi normal,

A : masalah teratasi

sebagian

P : intervensi

dilanjutkan

I : Intervensi 2, 3,

5

E : diharapkan

nyeri klien

berkurang dan

hilang

19 April

2019

10.00

wib

Intoleransi aktivitas

1.      kaji tingkat kemampuan pasien untuk berpindah dari tempat tidur,berdiri.

2.      kaji respon emosi ,sosial, dan spiritual terhadap aktivitas .

3.      pantau asupan nutrisi untuk memastikan sumber energi yang adekuat

4.      pantau pola tidur pasien dan lamanya waktu tidur

5.      bantu pasien untuk mengubah posisi tidur secara berkala

6.      anjurkan periode untuk istirahat dan aktivitas secara bergantian .

7.      bantu pasien untuk mengidebtifikasi pilihan aktivitas

S : pasien

mengatakan pada

saat berjalan

kakinya masih

terasa sakit

O : pasien tanpak

meringis kesakitan saat berjalan

A : masalah belum

teratasai

P : intervensi

dilanjutkan

I : intervensi 1,2,3,

5,6,

E : diharapkan

klian bisa

beraktivitas seperti

biasa

19 April

2019

Jam

14.00

wib

Defisit perawatan diri

1.       Identifikasi kesulitan dalam berpakaian/perawatan  diri, seperti:keterbatasan gerak fisik, apatis/depresi, penurunan kognitif seperti apraksia.

2.      Identifikasi kebutuhan kebersihan dari dan berikan bantuan sesuai kebutuhan dengan peraatan rambut/kuku/kulit,bersihkan kaca mata,dan gosok gigi

3.      Perhatikan adanya tanda-tanda nonverbal yang fisiologis.

4.      Beri banyak waktu untuk melakukan tugas

S : klien

mengatakan

mandi 2 kali

dalam 1 hari

O : klien banyak

diam, duduk

diteras dan

tidur dikamar

A : masalah teratasi

sebagian

P : intervensi

dilanjutkan

I : intervensi 2. 3, 4

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB IV

PENUTUP

 

4.1  Kesimpulan

Berdasarkan pengetahuan yang berkembang dalam pembahasan tentang teori proses menjadi tua (menua) yang hingga saat ini di anut oleh gerontologis, maka dalam tingkatan kompetensinya, perawat perlu mengembangkan konsep dan teori keperawatan sekaligus praktik keperawatan yang didasarkan atas teori proses menjadi tua (menua) tersebut.

Lanjut usia adalah kelompok manusia yang berusia 60 tahun ke atas. Lansia merupakan periode penutup dalam rentang kehidupan seseorang, yaitu suatu periode dimana seseorang telah beranjak jauh dari periode terdahulu (Peldian Olds, 2007).

Proses menua (aging) adalah suatu proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi fisik, psikologi maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain (Sudaryanto, 2008). Lansia akan mengalamiperubahan yang terkait dengan biologis, psikologis, sosial, dan spiritual yang kecepatan perubahan tersebut berbeda untuk setiap individu.

Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanansistoliknya di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg. Pada populasi lansia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg

 

4.2  Saran

Semoga makalah yang kami buat sangat bermanfaat bagi pembelajaran kita dan tentunya untuk kehidupan kita kedepannya, disini kami sangat membutuhkan saran dari pembaca untuk dapat memberikan kritik kepada kami agar kami bisa lebih baik kedepannya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

 

Adib, M. (2012). Cara Mudah Memahami dan Menghindari Hipertensi Jantung dan Stroke. Yogyakarta: Dianloka.

Adriansyah, M. (2012). Medikal Bedah Untuk Mahasiswa. Yogyakarta: Diva Press.

Association, A. H. (2018). Spanish Society of Hypertension position statement on the 2017 ACC/AHA hypertension guidelines. Hipertension y Riesgo Vascular, (xx), 1–11.

Brunner, & Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:EGC.

Corwin, E. J. (2009). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Gardner Samuel, F. (2008). Smart Treatment For Hight Blood Pressure. Jakarta:Gramedia Pustaka Utama.

Indriana, Y. (2012). Gerontologi dan Progeria. Jakarta: Selemba Medika.

Joseph, C. N. (2005). Slow breathing improves arterial baroreflex sensitivity and decreases blood pressure in essential hypertension. Hypertension, 46(4),714–718.

Kozier, B. (2010). Fundamental of Nursing. California: Addist Asley Publishing Company.

Marliani, L., & S, H. T. (2007). 100 Question Answer Hipertensi. Jakarta: PT Elex Media.

Maryam, R. S. (2008). Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta:Selemba Medika.

Meredith Wallace. (2007). Essentials Of Gerontological Nursing. New York:Springer Publishing Company.

Nugroho, H. W. (2000). Keperawatan Gerontik & Geriatrik. Jakarta: EGC.

Peldian Olds, P. (2007). Human Development Perkembangan Manusia. Jakarta:Selemba Humanika.

Potter, & Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC.

Hardwiyanto, & Setiabudhi, T. (2005). Menjaga Keseimbangan Kualitas Hidup Para Lanjut Usia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Pratiwi, D. (2016). Pemberian Teknik Relaksai Nafas Dalam Terhadap Adaptasi Nyeri Persalinan Ibu Bersalin Kala I Fase Aktif Pada Asuhan Keperawatan Ny.W Di Puskesmas Sibela Mojosongo. Skripsi, 11–75.

Riskesdas. (2018). Riset Kesehatan Dasar 2018. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 1–100.

Rosid. Suara Pembaharuan: Banyak Kasus Hipertensi Tidak Terdiagnosa. (2012).

Smeltzer, B. C., & Bare, B. G. (2008). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

Stanly, M., & Gauntlett, P. (2007). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta:EGC.

Suiraoka. (2012). Penyakit Degeneratif. Yogyakarta: Nuha Medika.

Sumbar, D. K. (2017). Profil kesehatan kota padang.

Sunaryo. (2016). Asuhan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: CV ANDIOFFSET.

Susanti, D. (2015). Technique (Seft) Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Penderita Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas Pauh Kota Padang. Fakultas Keperawatan.

Tarwoto. (2011). Pengaruh Latihan Slow Deep Breathing Terhadap Intensitas Nyeri Kepala Akut Pada Pasien Cedera Kepala Ringan.

Triyanto, E. (2014). Pelayana Keperawatan Bagi Penderita Hipertensi Secara Terpadu. Yogyakarta: Graha Ilmu.

 

No comments:

Post a Comment