DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................ i
DAFTAR ISI........................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................... 1
A. Latar Belakang .......................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................................... 2
C. Tujuan ....................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................... 3
A. Sejarah perkembangan palliative Care ...................................................................... 3
B. Trend dan issu keperawatan paliative........................................................................ 4
C. Trend dalam keperawatan paliative di Indonesia ..................................................... 8
D. Issue Dalam Keperawatan Paliative Di Indonesia..................................................... 9
E. Definisi palliative Care.............................................................................................. 11
F.
Tujuan Palliative Care ............................................................................................... 12
G. Karakteristik Palliative Care ..................................................................................... 13
H. Klasifikasi Palliative Care ......................................................................................... 14
I.
Tim Interdisipliner Palliative
Care ............................................................................ 16
BAB III PENUTUP ............................................................................................................ 18
A. Kesimpulan ............................................................................................................... 18
B. Saran ......................................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 19
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Palliative Care adalah suatu
perawatan kesehatan terpadu yang menyeluruh dengan pendekatan multidisiplin
yang terintegrasi. Tujuannya adalah untuk mengurangi penderitaan pasien,
memperpanjang umurnya, meningkatkan kualitas hidupnya, dan juga memberikan
support kepada keluarganya. Dari definisi tersebut didapatkan bahwasannya salah
satu tujuan dasar dari palliative care adalah mengurangi penderitaan pasien
yang termasuk didalamnya adalah menghilangkan nyeri yang diderita oleh pasien
tersebut.
Perawat paliatif pendekatan yang
bertujuan meningkatkan kualitas hidup pasien
(dewasa dan anak anak )dan keluarga dalam menghadapi penyakit yang mengancam
jiwa,dengan cara meringankan penderitaan rasa sakit melalui identifikasi
dini,pengkajian yang sempurna ,dan penata laksanaan nyeri serta masalah lainya
baik fisik,psikologis ,sosial atau spiritual
Terdapat banyak alasan mengapa pasien dengan penyakit
stadium lanjut tidak mendapatkan perawatan yang memadai, namun semua alasan itu
pada akhirnya berakar pada konsep terapi yang eksklusif dalam menyembuhkan
penyakit daripada meningkatkan kualitas hidup dan mengurangi penderitaan.
Itulah mengapa, seringkali keputusan untuk mengambil tindakan paliatif baru
dilakukan setelah segala usaha penyembuhan penyakit ternyata tidak efektif.
Padahal seharusnya, palliative care dilakukan secara integral dengan perawatan
kuratif dan rehabilitasi baik pada fase dini maupun lanjut.
Seiring dengan berkembangnya bidang ilmu ini, ruang lingkup
dari palliative care yang dulunya hanya terfokus pada memberikan kenyamanan
bagi penderita, sekarang telah meluas menjadi perawatan holistik yang mencakup
aspek fisik, sosial, psikologis, dan spiritual. Perubahan perspektif ini
dikarenakan semakin hari semakin banyak pasien yang menderita penyakit kronis
sehingga tuntutan untuk suatu perkembangan adalah mutlak adanya. Oleh karena
itu pada kesempatan ini penulis membuat makalah tentang Palliative Care untuk
mengulas materi tersebut lebih dalam.
B. Rumusan Masalah
1. Apa
definisi dari palliative care?
2. Apa
Trend dan Issue keperawatan palliative care di Indonesia?
3. Apa
tujuan palliative care?
C.
Tujuan
1.
Tujuan Umum :
a. Untuk mengetahui tentang palliative care.
b.
Mengidentifikasi dan mengetahui trend dan issue dalam keperawatan palliative care.
2. Tujuan Khusus :
a.
Mengetahui definisi palliative
care
b.
Mengetahui tujuan palliative
care
c.
Mengetahui perkembangan palliative
care
d.
Mengetahui karakteristik
palliative care
e.
Mengetahui klasifikasi
palliative care
f.
Mengetahui trend keperawatan paliatif di Indonesia
g.
Mengetahui issue keperawatan paliatif di
indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah Perkembangan Palliative Care
Munculnya palliative care di dunia dimulai dari sebuah
gerakan rumah sakit pada awal abad ke-19, kaum beragama menciptakan hospice
yang memberikan perawatan untuk orang sakit dan sekarat di London dan Irlandia.
Dalam beberapa tahun terakhir, perawatan paliatif telah menjadi suatu
pergerakan yang besar, yang mempengaruhi banyak penduduk. Pergerakan ini
dimulai sebagai sebuah gerakan yang dipimpin relawan di Negara-negara Amerika
dan telah berkembang menjadi bagian penting dari system perawatan di kesehatan.
Palliative care dan hospice telah berkembang pesat sejak
tahun 1960-an. Cicely Saunders seorang pekerja yang merintis perawatan ini
dimana sangat memiliki peran penting dalam menerik perhatian pasien pada akhir
kehidupannya saat mengidap penyakit ganas stadium lanjut. Palliative care mulai
didefinisikan sebagai subyek kegiatan ditahun 1970 dan dating untuk menjadi
sinonim dengan dukungan fisik, sosial, psikologis, dan spiritual pasien dengan
penyakit yang membatasi hidup, disampaikan oleh tim multidisipliner.
Standar perawatan pertama kali diperkenalkan pada 1997 di
Jepang. Pendidikan palliative care masuk dalam kurikulum sekolah-sekolah
kedokteran dan semua sekolah keperawatan. Dua puluh layanan yang terkait dengan
palliative care tersedia di seluruh negeri. Tiga belas organisasi yang dibangun
di Singapura untuk menyediakan palliative care. Modul palliative care
ditambahkan ke kurikulum sekolah kedokteran. Pemerintah mulai menerapkan di
setiap kabupaten dan rumah sakit umum untuk memperkenalkan suatu palliative
care pada tahun 1998 di Malaysia. Palliative care dimasukkan ke dalam rencana
kesehatan nasional Mongolia. Modul palliative care termasuk dalam kurikulum
sekolah kedokteran di Mongolia. Sebuah program pendidikan palliative care telah
diterapkan untuk asisten keperawatan di Selandia Baru. Empat puluh satu
pelayanan palliative care ini sudah tersebar di seluruh negeri dan mulai tahun
2005 palliative care diakui sebagai spesialisasi medis di Australia.
Sejarah dan perkembangan palliative care di Indonesia bermula
dari adanya perubahan yang terus-menerus setiap rapat kerja untuk membahas
system penanggulangan penyakit kanker pada tahun 1989. Penanggulangan penyakit
kanker ini harus dilaksanakan secara paripurna dengan mengerjakan berbagai
intervensi mulai dari pencegahan, deteksi dini, terapi, dan perawatan paliatif.
(ferell,dan coyle 2019).
B.
Trend dan issu
keperawatan paliatif
Ada beberapa issu terkait Perawatan
Paliatif (Palliative Care) baik hal itu tentang pasien maupun perawat. Yang
pertama yaitu tentang pasien-pasien dengan penyakit apa saja yang seharusnya
mendapatkan Perawatan Paliatif. Sedangkan, yang kedua terkait dengan dimensi
kualitas hidup pasien yaitu spiritual. Dan yang ketiga yaitu tentang jumlah
Rumah Sakit yang dapat memberikan Perwataan Paliatif dan Jumlah Hospice di
Indonesia.
Perawatan Paliatif adalah suatu pendekatan yang bertujuan
untuk memperbaiki kualitas hidup pasien dan menenangkan keluarga yang
menghadapi masalah berhubungan dengan penyakit yang dapat mengancam jiwa (WHO,
2002) (KEPMENKES RI NOMOR: 812, 2007).2,3 Kualitas hidup pasien di sini
meliputi dimensi – dimensi antara lain : gejala fisik, kemampuan fungsional
(aktivitas), kesejahteraan keluarga, spiritual, fungsi sosial, kepuasan
terhadap pengobatan (termasuk masalah keuangan), orientasi masa depan,
kehidupan seksual, termasuk gambaran terhadap diri sendiri, fungsi dalam
bekerja (Clinch, Dudgeeon dan Schipper, 1999).2 Istilah “perawatan paliatif”
sebenarnya telah digunakan selama lebih dari 40 tahun di dunia. Istilah ini
pertama kali diperkenalkan oleh dokter Kanada Balfour Mount pada tahun 1973.4
Namun, di Indonesia sendiri Perawatan Paliatif baru ditetapkan dan di jalankan
beberapa tahun terakhir ini saja.
Peran perawat dalam perawtaan paliatif ini adalah sebagai
seseorang yang memiliki kontak terlama dengan pasien sehingga perawat mempunyai
kesempatan untuk mengetahui pasien. Perawat juga mengamati secara mendalam
terkait apa yang terjadi dan apa yang penting bagi pasien, dan untuk membantu
pasien dalam mengatasi dampak perkembangan dari penyakitnya.3 Selain itu,
Perawat juga membantu mengurangi rasa nyeri yang dialami pasien, membantu
keluarga yang kehilangan salah satu anggota keluarganya untuk bisa menerima dan
tidak terlarut-larut dalam kesedihan yang mengakibatkan depresi.
Dari semua penjelasan tersebut, timbul pertanyaan terkait
siapa sebenarnya orang-orang yang berhak mendapatkan perawatan paliatif itu.
Dalam Keputusan Nomor 812/MENKES/SK/VII/2007 pada latar belakangnya berbunyi,
“Perawatan paliatif adalah pelayanan kesehatan yang bersifat holistik dan
terintegrasi dengan melibatkan berbagai profesi dengan dasar falsafah bahwa
setiap pasien berhak mendapatkan perawatan terbaik sampai akhir hayatnya (Doyle
& Macdonald, 2003: 5).”2,3 Keputusan tersebut menjelsakan, bahwa
perawatan paliatif itu dilakukan agar pasien mendapatkan perawatan terbaik
sampai akhir hayatnya, berarti setiap orang berhak mendapatkan perawatan
paliatif tersebut.
Namun, apabila kita melihat, perawatan paliatif di Indonesia
sendiri itu lebih ditekankan pada seseorang yang menderita penyakit kanker.
Padahal perawatan paliatif pada hakikatnya ditujukan pada pasien penyakit
terminal yang merupakan penyakit progresif yaitu penyakit yang menuju ke arah
kematian yang berarti bukan hanya kanker saja.5 Akan tetapi, kebanyakan dari
keputusan yang dibuat oleh Menteri Kesehatan sendiri tentang perawatan paliatif
itu, bahwa palliative care tersebut lebih mengarah ke seseorang dengan penyakit
kanker. Seperti pada Kementerian Kesehatan RI 2013 tentang Pedoman Teknis
Pelayanan Paliatif Kanker dan Keputusan Menteri Kesehatan Indonesia Nomor
430/MENKES/SK/IV/2007 tentang Pedoman Pengendalian Penyakit Kanker.
Banyak penyakit kronis di Indonesia selain Kanker yang dapat
menyebabkan pasien yang mengidapnya meninggal dan perlu mendapatkan Perawatan
Paliatif. Memang, seperti yang tertulis dalam Keputusan Menteri Kesehatan
Indonesia Nomor 430/MENKES/SK/IV/2007 tentang Pedoman Pengendalian Penyakit
Kanker bahwa Kanker merupakan penyebab kematian terbesan urutan ke-5 (SKRT,
2001) dan setiap tahunnya mengalami peningkatan. Dan merupakan penyebab
kematian terbesar nomor 2 di dunia setelah penyakit kardiovaskuler.6 Akan
tetapi menilik lagi, ada penyakit yang lebih dominan sebagai penyebab kematian
pasien antara lain, Stroke, Jantung dan HIV/AIDS.
Kementerian Kesehatan Indonesia hanya membuat keputusan
terkait Kanker saja dan tidak membuat keputusan tentang penyakit kronis yang
lebih parah dari kanker. Bahkan termasuk untuk lansia yang sudah dinyatakan
oleh dokter bahwa hidupnya tidak lama lagi pun tidak ada. Lalu, bukankah para
lansia tersebut juga berhak untuk mendapatkan perawatan paliatif, terkhusus
untuk lansia yang tidak memiliki keluarga. Padahal seperti yang dibilang diawal
bahwa tujuan dari perawatan paliatif itu sendiri untuk memberikan perawatan
terbaik sampai akhir hidupnya. Di sinilah suatu pertanyaan muncul terkait tidak
adanya peraturan atau keputusan tertulis dari Kementerian Kesehatan Indonesia
tentang perawatan Paliatif untuk Lansia.
Jujur saja, saya setuju dengan pengadaan Perawatan Paliatif
di Indonesia. Namun, akan lebih baik lagi kalau Perawatan Paliatif
tersebut ditujukan tidak hanya bagi pasien dengan kanker saja. Pasien dengan
penyakit terminal pun berhak bahkan lansia pun berhak dengan disertai keputusan
tertulis dari Menteri Kesehatan Indonesia.
Isu atau masalah yang kedua yaitu terkait dengan dimensi
kualitas hidup pasien, dimana sudah disebutkan diawal, bahwa salah satu dimensi
kualitas hidup pasien ada yang berkaitan dengan Spiritual. Salah satu tugas
perawat dalam aspek spiritual tersebut yaitu dengan membimbing pasien yang akan
meninggal di hari itu, di detik-detik akhirnya untuk mengucapkan kalimat berbau
spiritual yang sesuai dengan kepercayaannya. Misal, untuk Pasien beragama Islam,
maka di detik-detik akhirnya, perawat membantu membimbingnya mengucapkan
Syahadat sehingga pada saat kematiannya, beliau dapat meninggal secara Khusnul
Khotimah dan Damai (Peaceful/Good Death).
Namun, masalahnya yaitu apabila perawat yang menangani pasien
muslim beragama kristen misal atau sebaliknya, tindakan apa yang harus
dilakukan. Apakah perawat yang beragama kristen tersebut tetap membantu pasien
tersebut untuk mengucapkan Syahadat? Apabila hal tersebut yang terjadi, maka
saya tidak setuju akan hal tersebut.
Akan lebih baik jika, perawat tersebut memanggil perawat
yang lain untuk menggantikannya. Jika tidak ada perawat yang beragama islam
saat itu, perawat yang beragama kristen tersebut tetap tidak boleh membantu
pasien tersebut. Hal ini dikarenakan dalam islam sendiri sudah menegaskan dalan
Surat Al-Kafirun ayat 6 yang artinya, “Untukmu Agamamu, Untukku Agamaku”, jadi
seseorang tidak boleh mempelajari agama lain, boleh menghargai, namun tidak
untuk mempelajari. Solusinya yaitu meminta tolong kepada keluarga atau orang
yang bertanggung jawab akan pasien tersebut untuk membimbingnya dalam mengucap
kalimat Syahadat.
Jumlah Hospice yang sedikit di Indonesia. Padahal, hospice
merupakan tempat dimana pasien dengan penyakit stadium terminal yang tidak
dapat dirawat di rumah dengan kata lain keadaannya sudah parah dapat dirawat di
sana.2 Intinya, Hospice ini merupakan tempat dimana pasien dirawat
inap, namun tempat tersebut bukanlah sebuah rumah sakit. Melainkan suatu tempat
yang memang di khususkan untuk pasien dengan penyakin kronis dan terminal
misalnya stroke, jantung, kanker, parkinson dan penyakit kronis lainnya untuk
mendapatkan perawatan seperti di rumah sendiri.
Rumah sakit yang dapat memberikan perawatan paliatif juga
masih terbilang sedikit. Seperti yang tertulis di dalam Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 812/Menkes/SK/VII/2007 bahwa di Indonesia,
Rumah Sakit yang mampu memberikan Pelayanan Paliatif masih terbatas di 5
provinsi yaitu Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar dan Makassar.2 Padahal
Rumah sakit juga sangat dibutuhkan bagi pasien dengan penyakit teminal yang
kemungkinan tidak dapat disembuhkan.
Padahal adanya hospice dan rumah sakit sangat bermanfaat
tidah hanya bagi pasien tapi juga untuk perawat serta tenaga medis lain
tentunya. Semakin banyak hospice dan rumah sakit yang mampu memberikan
perawatan paliatif, maka kesejahteraan perawat dan tenaga medis lainnya akan
semakin tercapai. Kebutuhan dasar dari pasien pun juga akan mudah terpenuhi
karena semakin banyak perawat yang mampu memberikan kebutuhan apa yang
diperlukan pasien.
Jadi, saya sangat setuju apabila pembangunan hospice care
dan rumah sakit yang mampu memberikan perawatan paliatif pada pasien
diperbanyak lagi. Selain itu, fasilitas-fasilitas yang ada di hospice maupun di
rumah sakit juga lebih diperbaiki serta diperlengkap lagi agar bisa semakin
mendukung perawatan paliatif yang dilakukan. Agar pasien juga bisa mendapatkan
kenyamanan dalam perawatannya. Selain itu, perawat dan tenaga medis lainnya
juga mendapatkan kesejahteraannya.
Kesimpulannya, Perawatan Paliatif merupakan perawatan yang
sangat bermanfaat bagi pasien dengan penyakit terminal, misalkan stroke,
jantung dan kanker. Perawatan paliatif bertujuan untuk memperbaiki kualitas
hidup pasien, serta memberikan perawatan terbaik untuk pasien sampai akhir
hayat pasien tersebut. Namun, di Indonesia ada banyak sekali isu terkait
perawatan paliatif tersebut, mulai dari kurangnya keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia tentang seseorang yang berhak memperoleh perawatan paliatif.
Lalu juga ada isu terkait spiritual serta jumlah hospice dan rumah sakit yang
mampu memberikan perawatan paliatif yang bisa dibilang sedikit. Padahal Hospice
dan Rumah Sakit tersebut sangat bermanfaat baik dari pihak pasien maupun perawat
atau tenaga medis lain.
Solusinya yaitu Menteri Kesehatan harus membuat keputusan
tentang orang-orang yang berhak mendapat perawatan paliatif. Jumlah Hospice dan
Rumah Sakit di Indonesia pun harus diperbanyak lagi. Sarannya sendiri yaitu
perawat lebih memperdalam lagi pengetahuannya terkait perawatan paliatif dan
lebih melatih lagi sifat caring serta empatinya. Hal ini dikarenakan perawatan
paliatif ini berhubungan dengan pasien penyakit teminal yang sudah ditetapkan
oleh dokter bahwa mereka tidak bisa sembuh dari penyakitnya. Oleh karena itu,
dengan melatih empatinya, perawat diharapkan tidak terhanyut dan terbawa
suasana ketika ada salah satu pasien yang meninggal sehingga jatuhnya tidak ke
arah simpati.
C. Trend dalam keperawatan
paliatif di Indonesia
1.
Perkembangan Perawatan Paliatif Di
Indonesia
Tanggal 6 oktober seluruh masyarakat dunia memperigati world hospice
palliative care day,hari perawatan hospis dan paliatif sedunia ,mungkin
perigatan ini idak banyak yang tau tidak sehebog prigatan hari AID sedunia
atau hari tanpa tembakau sedunia .walaupun demikian ,tidak mengecilakn arti
dari perjuagan mereka yang bergelut dalam bidang perawatan palitif ,dulu
perawatan ini hanya diberikan pafda pasien kanker yang secara medis sudah tidak
dapat disembuhkan lagi ,tetapi kini diberikan pada semua stadium kanker ,bahkan
juga pada penderita penyakit penyakit lain yang mengancam kehidupan seperti
HIV/AIDS dan berbagai kelaianan yang bersifat kronis. (Menkes, 2007)
Di indonesia perawata paliatif baru dimulai pada tanggal 19
febuary 1992 di RS Dr.soetomo ( Surabaya) di susul RS cipto mangunkusumo (
jakarta) , RS kanker dharmais (jakarta) ,RS wahidin sudirohusod
(makasar) di rs dr ,soetomo perawatan paliatif dilakukan oleh oleh
pusat pengembagan paliatif dan bebas nyeri,pelayanan yang diberikan meliputi
rawat jalan ,rawat inap (konsultatif ) ,rawat rumah ,day care,dan respite care.
Pelayanan kesehatan yang pari purna tidak hanya yang
dilakukan dirumah sakit ,tetapih juga melewati perawatan pra rumah sakit,salaam
dirumah sakit,dan purna rumah sakit,yang tujuan utamanya memepertahankan
kemampuan individu untuk mandiri secara optimal selama mungkin ,pada kasus yang
oleh tik dokter dinyatakan sulit sembuh atau tidak ada harapan lagi ,bahkan
hampir meninggal dunia atau yang dikenal pasien stadium terminal (PTS)
,tentunya dibutuhkan pelayanan ynag special ,disisni perawat paliatif menjadi
aspek penting pada pengobatan ,khusunya bidang geriatri (masalah kesehatan pada
lansia)
Lebih lanjut perawatan paliatif adalah pedekatan yang
bertujuan untukmeningkatlan uliats hidup kehidupan pasien dan keluarganya
menghadapi masalah masalah yang berhubugan dengan penyakit yang megancam
jiwa,dengan mencegah dan merigankan penderitaan dengan identifikasi awal serta
dengan terapi dan masalah lain fisik,psikososial ,dan spiritual dalam perawatan
paliatif ini membutuhkan tim multidisiplin kata dokter dari subbagian
geriatric,bagian ilmu penyakit dalam ,FK UGM /SMF geriatric RSUP
Dr,sardjito tersebut.
2.
Trend penerapan hospice care
pada penyakit kanker.
Perkembagan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya
dalam bidang kesehatan telah menjadi penyakit kanker tidak lagi merupakan
penyakit fatal dan telambat diobati namun telag menjadi kronis yang potensinya
untuk mengubah pola kedidupan para pengidapnya ,dengan perkembahan ini menjadi
penurunak angka kematian yang merupakan hasil dari keberhasilan terapi kanker
sihingga dapat memperpanjang kehidupan lklien.(becker , R. 2015).
Ada juga salah satu Trend perawatan paliatif
yaitu pada pasien kanker dengan penerapan hospice home care ,hospice sendiri
adalah persamaan dengan paliatif hanya saja berbeda ruang lingkupnya. Para
klien yang mengidap kanker yang dirawat di hopis atau home care masih tetap
menjadi populasi beresiko dimana kebutuhan akan kesehatan memerlukan perhatian
jangka panjang (farrel dan dow 1997 ) ironisnya tidak banyak yang
peduli dengan tingkat hidup mereka yang menghabiskan sisa hidupnya di hospis
atau home care ini (stetz ,1998) pada penderita kanker yang tidak mungkin
tersembuhkan lagi ,perawat paliatif pada dasarnya upaya untuk mempersiapkan
awal kehidupan baru (akhirat) yang berjualitas tinggi.tidak ada bedanya dengan
perawat kandugan yang dilakukan seorang calon ibu ,yang sejak awal kehamilanya
rutin memeriksa diri untuk memastikan kesehatanya dan tumbuh kembang calon
bayinya ,agar dapat meleati proses kelahiranya degan sehat dan selamat
,selanjutnya dalam kehiduapn barunya sebagai manusiasi bayi dapat tumbuh
sebagai manusia yang sehat dan berkulitas.
D.
Issue Dalam Keperawatan
Paliatif Di Indonesia
Sifat perawatan paliatif berfokus pada
pendebtan tentang masalah etik pada kematian ,keadaan pada akhir hidup dapat
mengakibatkan dilemma etik yang lebih tumit oleh isu isu tentang kompetensi
orang yang akan meninggal ,hak mereka untuk meolak atau menerima perawatan
dalam mempertahankan itegras pribadi mereka atas kemtian mereka sendiri dilemma
etik mungkin timbul dari perbedaan nilai nilai, ditempatkan pada nilai
kehidupan dan wali mereka.
Setiap orang memiliki hak untuk megakses setiap kemungkinan
pengobatan, beberapa pun dalam hal keuagan,waktudan sumber daya yang tersedia dalam
membawa kenyamanan dana dana harapan bagi pasien dan keluarga mereka yang
membutuhkan kuliats perawatan paliatif ,tim kesehatan multi professional
serigng di tantang oleh keputusan yang perlu dibuat tergantung pada keadaan dan
watktu tertentu (becker ,R. 2015)
Memiliki perbedaan nilai nilai tentang isu isu
pada akhir hidup melalui proses kounikasi terapeutik merupakan inti dari
pendekatan psikososial dalam prawatan paliatif :
1.
Keterampilan Bekerja Tim
Bekerja sama dalam tim sebagai bagian dari tim
interprofesional merupak hal yang sangat vital untuk dapat melakukan praktik
atau intevensi yang baik terhadap pasien ,mengigat layanan perawatan paliatif
saat ini tidak hanya tersedia di fasiliats rumah sakit ,namun juga tersedia di
rumah hospis,rumah perawaatn atapun rumah pasien ,seiing dnegan meningkat peran
perawatan di area paliatif sehingga keterampilan untuk dapat bekerja sama dalam
tim menjadi suatu keharusan dan keniscayaan.
2.
Keterampilan Dakam Perawatan
Fisik
Untuk area ini ,perawat di tuntut memiliki pengetahuan
dan ketrampilan yang baik untuk dapat melakukan asuhan keperawatan secara
langsung pasien dalam kondisi apapun dan kapanpun,sehungga perawat dapat ber
tindak dan mengambil keputusan yang tepat sesuai kondisi paisen .pengkajian
nyeri secara akurat dan holistic dengan menggunakan berbagai macam
bentuk metode menjadi hal yang dasar.
3.
Keterampilan Interpersonal
Salah satu
area yang menjadi komponen kunci untuk dapat bekerj dengan baik dan suses dalam
area perawatan paliatifadalah keterepilan interpersonal .karena kematagan
secara pribadi dan professional akan dapat membantu perawat dalam mengatasi
masalah yang terkait dengan isu. (becker R. 2015) Melalui proses
komunikasi terapeutik merupakan inti dari pendekatan psikososial dalam
perawatan paliatif.
Bekerja
bersama dalam tim sebagai bagian dari tim interprofesional merupakan hal yang
sagat vital untuk dapat melakukan praktik atau intervensi yang baik
terhadap pasien .perawat dituntukt memiliki pengatahuan dan keterampilan yang
baik untuk dapat melakukan asuhan keperawatan secara langsung pasien
dalam kondisi apapun dan kapanpun,sehungga perawat. dapat ber tindak dan
mengambil keputusan yang tepat sesuai kondisi paisen.perawat dapat berkerja
sama dengan baik dan sukes dalam area perawatan paliatif ,dan metode baik yang
dijaga adalah ketrampilan intrapersonal . (breaden,K. 2011)
E.
Definisi Palliative Care
Perawatan paliatif (dari bahasa
Latin''palliare,''untuk jubah) adalah setiap bentuk perawatan medis atau
perawatan yang berkonsentrasi pada pengurangan keparahan gejala penyakit,
daripada berusaha untuk menghentikan, menunda, atau sebaliknya perkembangan
dari penyakit itu sendiri atau memberikan menyembuhkan. Tujuannya adalah untuk
mencegah dan mengurangi penderitaan dan meningkatkan kualitas hidup orang
menghadapi yang serius, penyakit yang kompleks.
Perawat paliatif pendekatan yang
bertujuan meningkatkan kualitas hidup pasien
(dewasa dan anak anak )dan keluarga dalam menghadapi penyakit yang mengancam
jiwa,dengan cara meringankan penderitaan rasa sakit melalui identifikasi
dini,pengkajian yang sempurna ,dan penata laksanaan nyeri serta masalah lainya
baik fisik,psikologis ,sosial atau spiritual (WHO, 2016)
Definisi Palliative Care telah mengalami beberapa evolusi.
Menurut WHO pada 1990 Palliative Care adalah perawatan total dan aktif dari
untuk penderita yang penyakitnya tidak lagi responsive terhadap pengobatan
kuratif. Berdasarkan definisi ini maka jelas Palliative Care hanya diberikan
kepada penderita yang penyakitnya sudah tidak respossif terhadap pengobatan
kuratif. Artinya sudah tidak dapat disembuhkan dengan upaya kuratif apapun.
Tetapi definisi Palliative Care menurut WHO 15 tahun kemudian sudah sangat
berbeda. Definisi Palliative Care yang diberikan oleh WHO pada tahun 2005 bahwa
perawatan paliatif adalah sistem perawatan terpadu yang bertujuan meningkatkan
kualitas hidup, dengan cara meringankan nyeri dan penderitaan lain, memberikan
dukungan spiritual dan psikososial mulai saat diagnosa ditegakkan sampai akhir
hayat dan dukungan terhadap keluarga yang kehilangan/berduka.
Di sini dengan jelas dikatakan bahwa Palliative Care
diberikan sejak diagnosa ditegakkan sampai akhir hayat. Artinya tidak
memperdulikan pada stadium dini atau lanjut, masih bisa disembuhkan atau tidak,
mutlak Palliative Care harus diberikan kepada penderita itu. Palliative Care
tidak berhenti setelah penderita meninggal, tetapi masih diteruskan dengan
memberikan dukungan kepada anggota keluarga yang berduka. Palliative Care tidak
hanya sebatas aspek fisik dari penderita itu yang ditangani, tetapi juga aspek
lain seperti psikologis, sosial dan spiritual.
Titik pusat dari perawatan adalah pasien sebagai manusia
seutuhnya, bukan hanya penyakit yang dideritanya. Dan perhatian ini tidak
dibatasi pada pasien secara individu, namun diperluas sampai mencakup
keluarganya. Untuk itu metode pendekatan yang terbaik adalah melalui pendekatan
terintegrasi dengan mengikutsertakan beberapa profesi terkait. Dengan demikian,
pelayanan pada pasien diberikan secara paripurna, hingga meliputi segi fisik,
mental, social, dan spiritual. Maka timbullah pelayanan palliative care atau
perawatan paliatif yang mencakup pelayanan terintegrasi antara dokter, perawat,
terapis, petugas social-medis, psikolog, rohaniwan, relawan, dan profesi lain
yang diperlukan. (Kemenkes RI 2007). Lebih lanjut, Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) menekankan lagi bahwa pelayanan paliatif berpijak pada pola dasar berikut
ini :
1.
Meningkatkan kualitas hidup dan
menganggap kematian sebagai proses yang normal.
2.
Tidak mempercepat atau menunda
kematian.
3.
Menghilangkan nyeri dan keluhan
lain yang menganggu.
4.
Menjaga keseimbangan psikologis
dan spiritual
5.
Berusaha agar penderita tetap
aktif sampai akhir hayatnya.
6.
Berusaha membantu mengatasi
suasana dukacita pada keluarga.
F.
Tujuan Palliative Care
Palliative care ini bertujuan
mengurangi rasa sakit dan gejala tidak nyaman lainnya, meningkatkan kualitas
hidup, dan memberikan pengaruh positif selama sakit, membantu pasien hidup
seaktif mungkin sampai saat meninggalnya, menjawab kebutuhan pasien dan
keluarganya, termasuk dukungan disaat-saat sedih dan kehilangan, dan membantu
keluarga agar tabah selama pasien sakit serta disaat sedih. Palliative care
tidak bertujuan untuk mempercepat ataypun menunda kematian. (anonim 2010).
Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan dari
Palliative Care adalah untuk mengurangi penderitaan pasien, memperpanjang
umurnya, meningkatkan kualitas hidupnya, juga memberikan support kepada
keluarganya. Meski pada akhirnya pasien meninggal, yang terpenting sebelum
meninggal dia sudah siap secara psikologis dan spiritual, serta tidak stres
menghadapi penyakit yang dideritanya. (menurut kemenkes RI 2007)
G.
Karakteristik Palliative
Care
Perawatan paliatif sangat luas dan
melibatkan tim interdisipliner yang tidak hanya mencakup dokter dan perawat
tetapi mungkin juga ahli gizi, ahli fisioterapi, pekerja sosial,
psikolog/psikiater, rohaniwan, dan lainnya yang bekerja secara terkoordinasi
dan melayani sepenuh hati. Perawatan dapat dilakukan secara rawat inap, rawat
jalan, rawat rumah (home care), day care dan respite care. Rawat rumah
dilakukan dengan kunjungan ke rumah pasien, terutama mereka yang tidak dapat
pergi ke rumah sakit. Kunjungan dilakukan oleh tim untuk memantau dan
memberikan solusi atas masalah-masalah yang dialami pasien dan keluarganya,
baik masalah medis maupun psikis, sosial, dan spiritual. Day care adalah
menitipkan pasien selama jam kerja jika pendamping atau keluarga yang
merawatnya memiliki keperluan lain (seperti day care pada penitipan anak).
Sedangkan respite care adalah layanan yang bersifat psikologis melalui
konseling dengan psikolog atau psikiater, bersosialisasi dengan penderita
kanker lain, mengikuti terapi musik, dan lain-lain. Beberapa karakteristik
perawat paliatif adalah:
1.
Mengurangi rasa sakit dan
keluhan lain yang mengganggu
2.
Menghargai kehidupan dan
menyambut kematian sebagai proses yang normal.
3.
Tidak berusaha mempercepat atau
menunda kematian.
4.
Mengintegrasikan aspek
psikologis dan spiritual dalam perawatan pasien.
5.
Membantu pasien hidup seaktif
mungkin sampai akhir hayat.
6.
Membantu keluarga pasien
menghadapi situasi selama masa sakit dan setelah kematian.
7.
Menggunakan pendekatan tim
untuk memenuhi kebutuhan pasien dan keluarganya, termasuk konseling masa duka
cita, jika diindikasikan.
8.
Meningkatkan kualitas hidup,
dan mungkin juga secara positif memengaruhi perjalanan penyakit.
9.
Bersamaan dengan terapi lainnya
yang ditujukan untuk memperpanjang usia, seperti kemoterapi atau terapi
radiasi, dan mencakup penyelidikan yang diperlukan untuk lebih memahami dan
mengelola komplikasi klinis yang berat. (anonim 2010).
H.
Klasifikasi Palliative
Care
Palliative care / perawatan (terapi)
paliatif terbagi menjadi beberapa macam diantaranya adalah sebagai berikut:
1.
Palliative Care Religius
Agama merupakan hubungan
antara manusia dengan tuhan. Terapi religious sangat penting dalam memberikan
palliative care. Kurangnya pemenuhan kehidupan beragama, menimbulkan masalah pada
saat terapi. Pengetahuan dasar dari masing-masing agama sangat membantu dalam
mengembangkan palliative care.
Terkadang palliative care
spiritual sering disamakan dengan terapi paliatif religious. Palliative care
spiritual bisa ditujukan kepada pasien yang banyak meyakini akan adanya Tuhan
tanpa mengalami ritual suatu agama dan bisa juga sebagai terapinreligius dimana
selain meyakini ritual agama memiliki tata cara beribadah dalam suatu agama. Dalam
agama islam perawatan paliatif yang bisa diterapkan adalah :
a.
Doa dan dzikir
b.
Optimisme
c.
Sedekah
d.
Shalat Tahajud
e.
Puasa
2.
Terapi Paliatif Radiasi
Terapi paliatif radiasi merupakan
salah satu metode pengobatan dengan menggunakan radiasi / sinar untuk mematikan
sel kanker yang akan membantu pencegahan terhadap terjadinya kekambuhan. Terapi
radiasi dapat diberikan melalui dua cara. Pertama dengan menggunakan cara
radiasi eksterna, dan kedua dengan brakiterapi. Radiasi eksterna adalah suatu
teknik radiasi dimana sumber radiasi berada di luar tubuh pasien. Radiasi ini
menggunakan suatu mesin yang mengeluarkan radiasi yang ditujukan kea rah sel
kanker. Brakiterapi adalah suatu teknik radiasi dimana sumber radiasi
diletakkan di dalam tubuh pasien dekat dengan sel kanker tersebut. Peran radioterapi
pada palliative care terutama adalah untuk mengatasi nyeri, yaitu nyeri yang
disebabkan oleh infiltrasi tumor local.
3.
Terapi Paliatif Kemoterapi
Pemakaian kemoterapi pada stadium
paliatif adalah untuk memperkecil masa tumor dan kanker dan untuk mengurangi
nyeri, terutama pada tumor yang kemosensitif. Beberapa jenis kanker yang
sensitive terhadap kemoterapi dan mampu menghilangkan nyeri pada lymphoma.
Myeloma, leukemia, dan kanker tentis.Pertimbangan pemakaian kemoterapi paliatif
harus benar-benar dipertimbangkan dengan menilai dan mengkaji efek positif yang
diperoleh dari berbagai aspek untuk kepentingan pasien.
4.
Pembedahan
Tindakan pembedahan pada perawatan
paliatif bermanfaat untuk mengurangi nyeri dan menghilangkan gangguan fungsi
organ tubuh akibat desakan massa tumor / metastasis. Pada umumnya pembedahan
yang dilakukan adalah bedah ortopedi / bedah untuk mengatasi obstruksi
visceral. Salah satu contoh tindakan pembedahan pada stadium paliatif adalah
fiksasi interna pada fraktur patologis / fraktur limpeding / tulang panjang.
5.
Terapi Musik
Alunan musik dapat mempercepat
pemulihan penderita stroke, demikian hasil riset yang dilakukan di Finlandia.
Penderita stroke yang rajin mendengarkan music setiap hari, menurut hasil riset
itu ternyata mengalami Peningkatan pada ingatan verbalnya dan memiliki mood
yang lebih baik dari pada penderita yang tidak menikmati musik. Musik memang
telah lama digunakan sebagai salah satu terapi kesehatan, penelitian di
Finlandia yang dimuat dalam Jurnal Brain itu adalah riset pertama yang
membuktikan efeknya pada manusia. Temuan ini adalah bukti pertama bahwa
mendengarkan music pada tahap awal pasca stroke dapat meningkatkan pemulihan
daya kognitif dan mencegah munculnya perasaan negative.
6.
Psikoterapi
Gangguan citra diri yang berkaitan
dengan dampak perubahan citra fisik, harga diri dengan citra fungsi sosial,
fungsi fisiologis, dan sebagainya dapat dicegah / dikurangi dengan melakukan
penanganan antisipatorik yang memadai. Tetapi hal ini belum dapat dilaksanakan
secara optimal karena kondisi kerja yang belum memungkinkan.
7.
Hipnoterapi
Hipnoterapi merupakan salah satu
cabang ilmu psikologi yang mempelajari manfaat sugesti untuk mengatasi masalah
pikiran, perasaan, dan perilaku. Hipnoterapi bisa bermanfaat dalam menerapi banyak
gangguan psikologis-organis seperti hysteria, stress, fobia (ketakutan terhadap
benda-benda tertentu atau keadaan tertentu), gangguan kecemasan, depresi,
perilaku merokok, dan lain-lain.
I.
Tim Interdisipliner
Palliative Care
Dalam melakukan palliative care
membutuhkan tim kerja yang terdiri dari berbagai multidisiplin ilmu karena ilmu
kedokteran pada zaman sekarang ini telah berkembang menjadi adanya interaksi
dari fisik, fungsional, emosional, psikologis, sosial, dan aspek spiritual yang
akan menjadi multidisiplin ilmu.
Tim palliative care dapat terdiri dari perawat, dokter,
psikiater, petugas sosial medis, rohaniawan, terapis, dan anggota lain sesuai
kebutuhan. Setiap anggota tim sebaiknya memahami dan menguasai prinsip-prinsip
dan praktek palliative care. Tim harus berani menjamin bahwa pasien akan
mendapat pelayanan seutuhnya, baik fisik maupun mental, sosial, serta spiritual
dengan cara yang benar dan dalam porsi yang seimbang.
Tim paliatif ini akan dipimpin oleh seorang dokter yang
memiliki pengalaman yang luas tentang menangani penyakit tingkat lanjut dan
gejala yang kompleks. Dokter dapat memberikan konsultasi untuk membantu dokter
lain. Perawat yang diberi pelatihan khusus dalam merawat pasien dengan penyakit
stadium lanjut dan terminal akan merawat pasien di dalam pallitaitive care.
Perawat bertanggung jawab untuk memberikan kasih saying dan pendidikan kepada
pasien dan keluarganya.
Konseling spiritual juga merupakan salah satu dari tim
interdisiplin. Konseling spiritual dapat diberikan kepada penderita yang tidak
memiliki agama sekalipun. Konseling spiritual dapat membantu meningkatakan iman
yan berfungsi sebagai mekanisme koping bahkan terapi pada penderita yang sedang
sekarat. Pendeta, ustadz, atau pemuka agama lainnya dapat membantu membentuk
ikatan di dalam tim palliative care.
Tim paliatif memiliki ciri khas yakni profesi setiap anggota
tim telah dikenal cakupan dan lingkup kerjanya. Para professional ini bergabung
dalam satu kelompok kerja secara bersama mereka menyusun dan merancang tujuan
akhir perawatan melalui beberapa langkah tujuan jangka pendek. Tim adalah motor
penggerak dari semua kegiatan pasien. Proses interaksi komunikasi merupakan
kunci keberhasilan pengobatan palliative care. (press nugroho,agung 2011).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perawatan paliatif adalah sistem perawatan terpadu yang
bertujuan meningkatlan kualitas hidup dengan cara meringankan nyeri dan penderitaan
lain, memberikan dukungan spiritual dan psikososial mulai saat diangnosa
ditegakkan sampai akhir hayat dan dukungan terhadap keluarga yang kehilangan
/berduka. Paliative care ini bertujuan menguragi rasa sakit dan gejala tidak nyaman
lainya, meningkatkan kualitas hidup dan memberikan pengaruh positif selama
sakit, dan membantu keluaraga agar tabah selama pasien sakit serta
disaat sedih, klarifikasi paliatif ada beberapa macam yaitu : religious,
music, kemotrapi,hipnotrapi, dan lain lain.
B. Saran
Supaya kita semua selalu menerapkan pola gaya hidup yang
baik dan menyehatkan. menigitis dapat terjadi pada orang yag kurang peduli
terhadap kebersihan lingkugan sekitar. oleh karena itu kita harus meningkatkan
prilaku hidup bersih dan sehat.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim (2010). Proyek CPP-Indonesian
Aged Care Project Memahami Perawatan Paliatif, Diakses tanggal 17 Mei 2013 http://indonesianwelfare.org.au/dmdocuments/CPP/Articles/Perawatan_Paliatif_June_2010.pdf.
Ferrell, B.R. & Coyle, N.
(2010). Oxford Textbook of palliative nursing 3nd ed. New York : Oxford
University Press Nugroho, Agung.(2011). Perawatan Paliatif Pasien Hiv / Aids.Diakses tanggal 17Mei 2013
http://www.healthefoundation.eu/blobs/hiv/73758/2011/27/palliative_care.pdf.
Menkes RI.(2007). Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 812/Menkes/Sk/Vii/2007 Tentang Kebijakan
Perawatan Paliatif Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Diakses tanggal 17 Mei 2013
No comments:
Post a Comment