Thursday, 7 October 2021

MAKALAH CARA MERUBAH PERILAKU PUNISMENT

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1   Latar belakang

Modifikasi perilaku merupakan teknik dalam psikologi untuk menghilangkan perilaku maladaptive atau perilaku yang kurang baik dalam masyarakat. Ada berbagai macam prinsip dalam modifikasi perilaku salah satunya adalah dengan punishment (hukuman). Punishment adalah suatu teknik dalam mofikasi perilaku yang berupa pemberian respon yang tidak menyenangkan atau pun menghilagkan respon yang menyenangkan apabila individu melakukan tindakan yang tidak baik.

Punishment dibagi menjadi dua macam yaitu punishment negative dan punishment positif. Selain itu, terdapat dua macam punishment yang didasarkan pada waktu pemberian hukuman. Punishment langsung dan punishment tertunda. Dalam menerapkan teknik punishment tedapat factor yang mempengaruhi keefektifan dari punishment dan juga kekurangan serta kelebihan punishment sebagai salah satu prinsip dalam modifikasi perilaku.

 

1.2   Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :

1.      Pengertian  Hukuman (Punishment)

2.      Masalah yang Timbul dari Hukuman

3.      Macam- macam Punishment.

4.      Tujuan Punishment

5.       Penerapan Punishment dalam Modifikasi Perilaku.

6.      Kasus dan Implemantasi Punishment dalam Lingkup Keluarga.

7.      Dampak Positif dan Negatif dari Hukuman.

 


 

BAB II

PEMBAHASAN

 

2.1    Pengertian  Hukuman (Punishment)

Hukuman berasal dari bahasa inggris yaitu kata punishment yang berarti law atau hukuman atau sikasaan. Menurut isttilah terdapat perbedaan terdapat berbagai pengetian yang disampaikan oleh para ahli antara lain :

a.       Punishment adalah usaha edukatif untuk memperbaiki dan mengerahkan siswa  kearah yang benar, bukan praktek hukuman dan siksaan yang memasung kreatifitas (Malik Fadjar)

b.      Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati (1991:150) yang mengemukakan  bahwa.

Hukuman adalah suatu perbuatan dengan sengaja menjatuhkan nestapa kepada orang lain, baik dari segi kejasmanian maupun kerohanian orang lain yang memiliki kelemahan dari pada diri kita dan oleh karena itu kita mempunyai tanggung jawab membimbingnya dan melindunginya. Hukuman (punishment) adalah sebuah konsekuensi yang menurunkan kemungkinan bahwa sebuah perilaku akan muncul.

c.       Menurut Roestyah, punishment adalah suatu perbuatan yang tidak menyenangkan dari orang yang lebih tinggi kedudukannya untuk pelenggaran dan kejahatan, bermaksud memperbaiki kesalahan.

d.      Punishment adalah penderitaan yang diberikan atau ditimbulkan dengan sengaja oleh seseorang (guru, orang tua,dll)setelah terjadi pelanggaran, kejahatan auat kesalahan (M. Ngalim Purwanto).

 

Hukuman tidaklah menjadi sebuah siksaan kepada seseorang yang melakukan kesalahan akan tetapi dalam modifikasi periaku hukuman dijadikan sebagai cara untuk mengubah perilaku yang kurang baik atau pun yang maladaptif agar menjadi lebih baik, bisa dikatakan hukuman adalah cara untuk mendidik dan memotivasi seseorang  menjadi lebih baik. Hukuman diberikan untuk menyadarkan individu bahwa perbuatan yang dilakukan salah, membentuk pribadi yang baik dan menanamkan tanggung jawab kepada individu atas konsekuensi dari kesalahan atau pun pelanggaran yang dilakukan.

Dalam teori Skinner hukuman dibagi menjadi dua yaitu :

a.         Hukuman positif (positif punishment) adalah berkurangnya perilaku ketika diikuti dengan rangsangan yang tidak menyenangkan.

Contoh : seorang anak sekolah dasar yang ketahuan menyontek oleh gurunya diberi hukuman dengan menyuruh untuk berdiri di depan kelas dengan mengangkat kaki satu dan tangannya memegang telinga secara menyilang.

b.         Hukuman negative (negative punishment) adalah berkurangnya perilaku ketika rangsangan positif dihilangkan atau diambil.

Contoh : seorang anak yang tidak mau  belajar maka uang sakunya akan dikurangi.

 

Menurut waktu pemberian hukuman, hukuman dibagi menjadi dua yaitu hukuman langsung  dan hukuman yang tertunda. Hukuman langsung adalah hukuman yang diberikan segera setelah melakukan perbuatan yang salah. Hukuman ini lebih efektif untuk menurunkan tingkat kemunculan perilaku yang kurang baik. Kedua, hukuman yang tertunda yang diberikan  secara langsung dengan jeda waktu yang tidak lama setelah melakukan suatu kesalahan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi keefektifan hukuman :

1.            Immediacy/Kesegeraan

Waktu antara munculnya perilaku dan konsekuensi yang menguatkan adalah faktor yang penting. Konsekuensi akan lebih efektif jika diberikan segera setelah munculnya perilaku. Contoh: saat seorang siswa berkata kasar di kelas, maka guru yang sedang mengajar segera menunjukkan wajah marah kepada siswa tersebut. Hal ini akan menjadi lebih efektif jika dilakukan segera pada saat anak mengeluarkan kata-kata kasar dibandingkan dengan menundanya hingga 30 menit kemudian atau beberapa menit kemudian.

2.            Contingency

Ketika respon secara terus menerus diikuti oleh konsekuensi yang segera, akibatnya akan lebih efektif untuk menghentikan respon yang ingin dihilangkan. Punishment akan lebih efektif jika dipasangkan secara konsisten.

3.            Establishing Operations

Establishing operations adalah kejadian yang mengubah nilai sebuah stimulus menjadi sebuah penguat. Contoh: orang tua memberitahukan kepada anak-anaknya yang berbuat nakal saat makan malam maka ia tidak akan mendapatkan makanan penutup (dessert), menjadi kurang efektif jika saat itu anak sudah menikmati dua atau lebih makanan penutup.

4.            Individual Differences

Perbedaan Individual dan Magnitude/Kwantitas dari penghukum. Keefktifan pemberian hukuman berbeda untuk setiap individu karena memang setiap individu memang berbeda dalam merespon stimulus yang ia terima. Selain itu, penghukum akan lebih efektif jika kwantitasnya banyak . Contoh: digigit nyamuk adalah sesuatu yang dinilai sebagai stimulus yang sedikit tidak menyenangkan untuk kebanyakan orang; perilaku memakai celana pendek di dalam hutan mungkin menjadi punishment karena nyamuk menggigit kaki, dan merindukan memakai celana panjang pada situasi ini diperkuat secara negatif (negatively reinforced) untuk menghindari gigitan nyamuk. Contoh lainnya, sebagai pembanding, adalah sakit yang sangat dirasakan akibat sengatan lebah merupakan punisment bagi kebanyakkan orang. Orang akan menghentikan perilaku yang akan mengakibatkannya disengat lebah dan meningkatkan perilaku mereka yang dapat menghindarkan mereka dari sengatan lebah. Karena disengat lebah lebih menyakitkan bila dibandingkan dengan digigit nyamuak, maka sengatan lebah menjadi lebih efektif sebagai punisher.

 

2.2  Masalah yang Timbul dari Hukuman

1.      Hukuman dapat menghasilkan tindakan yang emosional yang berupa tindakan verbal maupun non verbal.

2.      Penggunaan hukuman dapat secara negatif menguatkan untuk orang yang menghukum sehingga dapat mengakibatkan penyalahgunaan atau menghukum secara berlebihan.

3.      Punishment bisa menjadi bentuk modeling dan perilaku seseorang yang dihukum akan cenderung untuk menggunakan hukuman pada masa mendatang.

4.      Punishment sangat dekat dengan issue ras (etnik) dan issue kemampuan menerima.

 

Dalam penerapan punishment harus memperhatikan prinsip-prinsipnya. Berikut beberapa prinsip dalam penerapan punishment menurut Brau ;

1.        Memilih hukuman yang paling relevan dengan kesalahan yang dilakukan seseorang.

2.        Untuk individu yang mengakui kesalahan, maka penghukum hanya memberikan peringatan.

3.        Memperhatikan situasi moral individu setelah ia melakukan kesalahan.

 

Selain prinsip yang disampaikan oleh Brau, terdapat prinsip hukuman yang disampaikan oleh Sabri dan Haryati yaitu :

1.      Hukuman harus diberikan atas dasar kasih sayang.

2.      Hukuman diberikan karena suatu keharusan (tidak ada alat pendidikan lain lagi).

3.      Hukuman harus menimbulkan kesan kesadaran dan penyesalan dalam hati individu.

4.      Tidak memukul pada tempat yang sensitive dan pukulannya tidak boleh menyakiti siswa atau tidak membekas.

5.      Hukuman baru bisa diberikan kepada individu yang berusia 10 tahun yang diawali dengan hukuman yang ringan sesuia dengan kesalahan yang dilakukan.

 

 

 

 

 

 

2.3 Macam- macam Punishment.

Dalam buku ilmu pendidikan teoritis dan praktis oleh M. Ngalim Purwanto terdapat beberapa jenis punishment, antara lain :

1.      Punishment prefentif

Penushment yang dimaksudkan agar suatu pelanggaran atau perilakuu maladaptive tidak terjadi atau dengan kata lain mencegah pelanggaran. Punishment prefentif memiliki berbagai bentuk seperti :

a)      Tata tertib yang harus dipatuhi misalnya siswa dalam sekolah dan bila melanggar maka ia akan diberi punishment.

b)      Anjuran dan perintah dengan memberikan saran aktivitas yang baik untuk dilakuakn seperti belajar setiap hari, menepati janji dan menabung.

c)      Larangan yang merupakan kebalikan dari perintah. Larangan manyuruh individu agar tidak melakukan hal yang buruk, misalnya pulang malam, menyontek, mencuri, dll.

d)       Paksaan yang berupa perintah dengan kekerasan kepada individu untuk melakukan tugas yang seharusnya dilakukan. Paksaan bertujuan agar dalam proses belajar misalnya, tidak terhambat dan terganggu.

e)      Disiplin adalah hukuman prefentif dengan mematuhi periintah dan menjauhi larangan atas dasar kesadaran dalam diri individu.

 

2.      Punishment represif.

Punishment represif adalah hukuman yang diberika setelah pelanggaran dilakukan. Punishment represif bertujuan menyadarkan kesalahan individu agar  kembali melakukan hal yang baik lagi. Bentuk dari punishment represif adalah sebagai berikut :

a)      Perberitahuan kepada individu yang telah melakukan kesalahan karena ia belum tahu aturan yang harus dipatuhi.

b)      Teguran. Teguran adalah pemberitahuan kepada siswa tentang kesalahan yang telah dilakukan dan ia telah tahu aturan yang seharusnya dipatuhi.

c)      Peringatan. Peringatan diberikan kepada siswa yang telah berulang kali melakukan kesalahan dan telah ditegur berulang kali.

d)     Hukuman. Hukuman diberikan kepada seseorang yang tetap melakukan pelanggaran walaupun sudah ditegur dan diperingatkan berkali-kali.

                                                                                               

Wiliam Stern juga membedakan hukuman atas dasar tingkat perkembangan anak-anak yang menerima hukuman, yaitu :

a.       Hukuman asosiatif

Anak-anak biasanya menghubungkan antara hukuman dengan perilaku yang membuat mereka dihukum dan mereka pun akhirnya berusaha untuk tidak melakukan hal itu lagi karena konsekuensi berupa hukuman yang pasti akan mereka terima setelah melakukan tindakan yang salah menyakitkan atau tidak menyenangkan.

b.      Hukuman logis.

Anak telah menyadari bahwa hukuman yang diberikan menandakan bahwa perbuatan tersebut tidak baik bukan sekedar menghubungkan suatu tindakan dengan akibat yang diterima adalah saling berkaitan. Mereka berpikir bahwa hukuman adalah akibat yang logis dari perbuatan yang tidak baik yang telah dilakukannya.

c.       Hukuman normative.

Hukuman normative bertujuan untuk memperbaiki moral anak-anak. Hukuman diberikan terhadap pelanggaran norma etika seperti mencuri, berbohong, dll. Hukuman normative juga bisa membentuk watak anak dan menanamkan sura hati yang baik dalam diri anak agar lebih tertarik untuk melakukan perbuatan yang baik.

 

2.4   Tujuan Punishment.

Dalam memberikan suatu hukuman tentunya terdapat tujuan yang merupakan hal utama yang ingin dicapai. Hukuman bertujuan agar individu yang mengulangi suatu perbuatan yang salah. Tujuan hukuman ada  yang berjangka panjang dan pendek. Tujuan jangka panjang  dari punishment adalah untuk  menyadarkan dan menghentikan sendiri apabila ia bertingkah laku salah serta menanamkan nilai moral dalam diri individu. Sedangkan tujuan jangka pendeknya hanyalah menghentikan perbuatan yang tidak seharusnya dilakukan pada saat itu.

Tujuan pemberian punishment berbeda-beda tergantung teori yang mendasarinya. Berikut ini penjelasan mengenai beberapa teori punishment :

1.      Teori pembalasan.

Hukuman dalam teori ini bertujuan sebagai balas dendam terhadap kesalahan yang telah dilakukan seseorang.

2.      Teori perbaikan.

Hukuman disini digunakan untuk memperbaiki perilaku pelanggar agar tidak mengulangnya lagi.

3.      Teori perlindungan

Dalam teori ini, hukuman dijadikan sebagai perlindungan terhadap masyarakat dari tindakan yang merugikan. Hukuman ini dapat melindungi orang lain dari pelanggaran yang dilakukan pelanggar.

4.      Teori ganti rugi

Hukuman dalam teori ini digunakan sebagai ganti rugi atas pelanggaran yang telah dilakukan seseorang. Teori ini banyak terjadi dalam masyarakat.

5.      Teori menakut-nakuti.

Hukuman dalam teori ini digunakan untuk menimbulkan rasa takut kepada pelanggar akan akibat yang akan diperoleh apabila melakukan pelanggaran.

Dalam teori diatas saling melengkapi karena setiap teori hanya mengandung satu aspek. Teori-teori saling melengkapi satu sama lain dalam penerapan punishment.

 

2.5  Penerapan Punishment dalam Modifikasi Perilaku.

Penerapan punishment dalam modifikasi perilaku bertujuan untuk mengubah perilaku yang kurang baik dan menyadarkan individu akan kesalahannya. Dalam penerapannya terdapat berbagai bentuk, antara lain :

Menarik kejadian-kejadian yang menimbulkan kepuasan. Pendekatan ini berupa menjauhkan stimulus atau rangsang-rangsang yang diinginkan individu. Pendekatan ini dibagi menjadi dua yaitu :

a)      .Response cost, yakni menarik stimulus yang diinginkan seperti makanan, mainan, uang diukur berdasarkan respon sasaran.

 

b)      Exclusion and nonexclusion time-out, yakni semua sumber kepuasan ditarik dari dekat individu. Menghentikan penguataan positif meliputi memindahkan individu dari semua sumber penguatan yang menyertai tingkah laku yang tidak tepat. Ada dua jenis time-out yaitu time outnon-eksklusi dan time-out ekslusi.

 

Time-out non–eksklusi. Time-out ini menghilangkan semua sumber yang menimbulkan kepuasan bagi siswa tanpa membatasi lingkungannya.

Cara ini meliputi kombinasi tiga pendekatan yaitu:

siswa dicegah dari semua media dan material yang dapat member kepuasan (misalnya: radio, tape, krayon, kertas, pensil, buku); siswa dijauhkan dari aktifitas yang menimbulkan kepuasan (seperti; bermain, berpartisipasi dalam diskusi ); siswa dihambat dari sumber-sumber perhatian orang dewasa atau temannya.

Time-out eksklusi. Time-out ini mencakup menarik siswa secara fisik dari lingkungan yang secara potensial me-reinforce. Ruang yang digunakan untuk mengisolasi siswa tidak perlu dirancang secara khusus, namun demikian disarankan memakai ruang yang tepat menjamin keamanan. Kriteria ruang: harus memiliki luas dan penerangan yang memadai, memiliki penerangan dan ventilasi yang memadai, ruang hendaknya tidak terkunci dengan berbagai alat mekanik yang dapat menghambat kemungkinan orang dewasa melakukan supervise, dan ruang harus memungkinkan guru/konselor memonitor siswa tanpa perlu hadir di ruang itu, ruang harus bebas dari obyek-obyek yang membahayakan, jika siswa senang berperilaku agresif, sebaiknya lantai dan dinding diberi karpet, pintu ruang harus cukup lebar untuk mengantisipasi keamanan kalau sewaktu-waktu siswa agresif dimasukkan ke dalam ruang itu; dan siswa tidak ditarik dari kebutuhan fisik dasar seperti makanan kecil, air, dan ruang untuk membasuh diri.

                     

2.6    Kasus dan Implemantasi Punishment dalam Lingkup Keluarga.

Dari penjelasan di atas mengenai berbagai hal yang berkaitan dengan punishment, mulai dari pengertian, macam – macam punishment, teori, tujuan,dll akan lebih baik jika mengambil kasus dalam kehidupan sehari – hari yang sekiranya punishment digunakan sehingga lebih memberikan pemahaman. Oleh sebab itu, kami mengambil kasus dalam keluarga yaitu seorang anak yang beumur 2 tahun yang sudah masuk play group, dia memiliki perilaku yang hiperaktif. Ketika di kelas, dia tidak bisa fokus dalam belajar, dan selalu bermain dengan mainan kesukaannya. Kasus ini terjadi pada bulan agustus 2011 di play group kelas spanyol.

Analisis kasus punishment tersebut beserta modifikasi perilakunya sebagai berikut:

1.      Ketika pelajaran berlangsung, dia tidak memperhatikan pelajaran tersebut, melainkan dia asyik bermain dengan mainan kesukaannya. Guru yang melihat perilakunya tersebut, kemudian memberi tahu kepadanya bahwa tidak boleh mainan di dalam kelas. Namun, dia tetap saja mengulangi perilaku tersebut, meskipun dia tahu itu tidak boleh dilakukan.

2.      Karena dia masih mengulangi perbuatannya, maka guru tersebut menegurnya, dengan berkata “ Richad.., Miss tadi kan sudah bilang, kalau di dalam kelas tidak boleh mainan. Nanti bisa mengganggu teman yang lain, karena Richad kan teriak-teriak. Sekarang mainannya disimpan dulu ya, nanti kalau sudah pulang sekolah, Richad boleh mainan lagi.”

3.      Richad tetap saja masih asyik dengan mainannya dan tidak menghiraukan segala  teguran dari gurunya, meskipun telah ditegur berulang kali. Gurunya pun kemudian memperingatkannya, dengan berkata “ Richad, Miss kan sudah berulang kali bilang sama Richad, mainannya nanti sayang.. sekarang belajar dulu. Kalau Richad masih mainan lagi nanti mainannya Miss ambil ya..”

4.      Setelah gurunya berulang kali menegur dan memperingatkannya, dia tetap saja mengulangi perbuatannya. Akhirnya gurunya menghukumnya dengan bentuk hukuman Exclusion and nonexclusion time-out.

a.        Time-out non–eksklusi: gurunya mengambil mainan kesukaannya tersebut

b.        Time-out eksklusi: gurunya memindah tempat duduknya ke sudut kelas.

5.      Setelah kejadian tersebut, Richad diberi nasihat oleh pengasuhnya dengan bahasa yang halus, sehingga dia bisa mengerti apa maksud dari gurunya melakukan hal tersebut kepadanya. Setelah dia mengerti, di keesokan harinya tidak lagi mengulangi perbuatannya.

Dari kasus di atas bisa diambil kesimpulan bahwa jenis punishment yang digunakan guru dalam mengubah perilaku Richad yang hiperaktif adalah punishment negative.

 

2.7    Dampak Positif dan Negatif dari Hukuman.

Hukuman memiliki dampak yang berbeda pada setiap individu yang menjadikan hukuman sebagai pelajaran tapi ada pula yang menjadikannya sebagai model yang akan berdampak pada perilakunya di masa yang kan mendatang. Hukuman bertujuan untuk memperbaiki watak dan kepribadian anak didik, meskipun hasilnya belum tentu dapat diharapkan.

M. Ngalim Purwanto mengatakan ada tiga dampak negatif dari hukuman, yaitu:

a.        Menimbulkan perasaan dendam pada orang yang dihukum. Akibat ini harus dihindari karena hal ini akibat dari hukuman yang sewenang-wenang dan tanpa tanggung jawab.

b.        Anak menjadi lebih pandai menyembunyikan pelanggaran.

c.         Si pelanggar menjadi kehilangan perasaan salah, karena si pelanggar merasa telah membayar hukumannya dengan hukuman yang telah diterimanya.

 Dampak positif hukuman menurut Armai Arief  antara lain:

a.        Menjadikan perbaikan-perbaikan terhadap kesalahan murid.

b.        Murid tidak lagi melakukan kesalahan yang sama.

c.         Merasakan akibat perbuatannya sehingga ia akan menghormati dirinya.

 

 


 

BAB III

PENUTUP

 

3.1 Kesimpulan

hukuman adalah tindakan yang diberikan kepada individu untuk agar tidak mengulangi perbuatan salaj yang dilakukanya.

Menurut Skinner hukuman dibagi menjadi 2, yaitu:

1.      Hukuman positif (positive punishment) : pemberian hukuman yang tdk menyengkan agar  perilaku dapat berkurang.

2.      Hukuman negatif (negative punishment) : mengambil sesuatu yang  menyengkan agar perilaku berkurang

Faktor-faktor yang mempengaruhi keefektifan hukuman:

1.      Immediacy/Kesegeraan

2.      Contingency

3.      Establishing operations adalah kejadian yang mengubah nilai sebuah stimulus menjadi sebuah pengua

4.      Perbedaan Individual dan Magnitude/Kwantitas dari penghukum

 

            Penerapan Punishment dalam Modifikasi Perilaku:

 Menarik kejadian-kejadian yang menimbulkan kepuasan. Pendekatan ini dibagi menjadi dua yaitu :

a.             Response cost, yakni menarik stimulus yang diinginkan seperti makanan, mainan, uang diukur berdasarkan respon sasaran.

b.            Exclusion and nonexclusion time-out, yakni semua sumber kepuasan ditarik dari dekat individu. Menghentikan penguataan positif meliputi memindahkan individu dari semua sumber penguatan yang menyertai tingkah laku yang tidak tepat. Ada dua jenis time-out yaitu time outnon-eksklusi dan time-out ekslusi.

Time-out non–eksklusi. Time-out ini menghilangkan semua sumber yang menimbulkan kepuasan bagi siswa tanpa membatasi lingkungannya. Misalnya mengambili: robot-robotan, tape, krayon, kertas, pensil, buku); siswa dijauhkan dari aktifitas yang menimbulkan kepuasan (seperti; bermain, berpartisipasi dalam diskusi ); siswa dihambat dari sumber-sumber perhatian orang dewasa atau temannya.

Time-out eksklusi. Time-out ini mencakup menarik siswa secara fisik dari lingkungan yang secara potensial me-reinforce. Ruang yang digunakan untuk mengisolasi siswa tidak perlu dirancang secara khusus, namun demikian disarankan memakai ruang yang tepat menjamin keamanan.

 

Dampak Negatif dari Hukuman:

M. Ngalim Purwanto mengatakan ada tiga dampak negatif dari hukuman, yaitu:

c.    Menimbulkan perasaan dendam pada orang yang dihukum. Akibat ini harus dihindari karena hal ini akibat dari hukuman yang sewenang-wenang dan tanpa tanggung jawab.

d.   Anak menjadi lebih pandai menyembunyikan pelanggaran.

e.    Si pelanggar menjadi kehilangan perasaan salah, karena si pelanggar merasa telah membayar hukumannya dengan hukuman yang telah diterimanya.

Dampak positif dari Hukuman:

Dampak positif hukuman menurut Armai Arief  antara lain:

a.       Menjadikan perbaikan-perbaikan terhadap kesalahan murid.

b.      Murid tidak lagi melakukan kesalahan yang sama.

c.       Merasakan akibat perbuatannya sehingga ia akan menghormati dirinya.

 


 

DAFTAR PUSTAKA

 

http://universitas.widyamandala.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=341:punishment-dan-implementasinya-pada-perilaku-tidak-disiplin&catid=65:krida-rakyat

M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis. Bandung, 1994)

http://kulpulan-materi.blogspot.com/2012/09/hukuman-punishment-menurut-skinner.html

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

No comments:

Post a Comment