DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................
ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................................
iii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................
1
A. Latar Belakang..................................................................................................
1
B. Rumusan Masalah.............................................................................................
1
C. Tujuan................................................................................................................
1
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................................
2
A. Definisi Perawatan Paliatif...............................................................................
2
B. Prinsip Perawatan Paliatif.................................................................................
2
C. Definisi Gagal Ginjal Kronik............................................................................
2
D. Etiologi Gagal Ginjal Kronik............................................................................ 4
E. Patofisiologi Gagal Ginjal Kronik..................................................................... 4
F. Manifestasi Klinis Gagal Ginjal Kronis............................................................. 6
G. Pemeriksaan Diagnostik.................................................................................... 7
H. Penatalaksanaan Medis..................................................................................... 8
I. Terapi Gagal Ginjal Kronis................................................................................. 10
BAB III PENUTUP............................................................................................................ 15
A. Kesimpulan....................................................................................................... 15
B. Saran.................................................................................................................. 15
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................ 16
BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Perawatan
paliatif tidak hanya untuk pasien kanker dan terminal kondisi penyakit kronik
progresif lainnya seperti gagal jantung, penyakit paru obstruktif menahun,
gagal ginjal kronik, juga termasuk dalam kondisi paliatif ( WHO ). Definisi
paliatif dari WHO perawatan paliatif sebagai pendekatan untuk meningkatkan
kualitas hidup pasien dan keluarga melalui pengkajian yang menyeluruh. Tindakan
untuk perawatan palliatif yang telah dilakukan adalah dengan identifikasi awal,
pengkajian serta pengobatan dan rasa nyeri dan masalah lainnya seperti fisik,
psikososial dan spiritual. Gagal Ginjal Kronik/GGK merupakan kerusakan ginjal
yang menyebabkan ginjal tidak dapat membuang racun dan metabolisme dalam darah,
dan pada stadium akhir terjadi penurunan Glomerulus Filtrasi Rate (GFR) < 15 ml/min/1,73 m2. Kondisi inilah yang
menyebabkan pasien bergantung pada hemodialisa sepanjang hidupnya, dan
digolongkan pada kondisi paliatif. Penderita gagal ginjal kronik secara global ada lebih
dari 500 juta orang dan sekitar 1,5 juta orang harus menjalani terapi
hemodialisa. Di
Indonesia pada tahun 2018 penyakit gagal ginjal kronik naik dari 2 permil
menjadi 3,8 permil dan 2% diantaranya yang menjalani terapi hemodialisis.
B. RUMUSAN
PEMBAHASAN
1.
Definisi
perawatan paliatif
2.
Prinsip
– prinsip perawatan paliatif
3.
Konsep
gagal ginjal kronik
4.
Perawatan
paliatif pada pasien gagal ginjal kronik
C. TUJUAN PEMBAHASAN
1.
Mengetahui definisi perawatan paliatif
2.
Mengetahui apa saja prinsip perawatan paliatif
3.
Mengetahui konsep gagal ginjal kronik
4.
Mengetahui
bagaimana penerapan perawatan paliatif pada pasien gagal ginjal kronik
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
DEFINISI
PERAWATAN PALIATIF
Perawatan
Paliatif adalah perawatan kesehatan terpadu yang bersifat aktif dan menyeluruh,
dengan pendekatan multidisiplin yang terintegrasi. Perawatan paliatif untuk
mencegah, memperbaiki, mengurangi gejala-gejala suatu penyakit, namun bukan
berupaya penyembuhan. Suatu pendekatan untuk memperbaiki kualitas hidup pasien
dan keluarganya dalam menghadapi penyakit yang mengancam jiwa, melalui
pencegahan, penilaian, pengobatan nyeri dan masalah-masalah fisik lain, juga
masalah psikologis dan spiritual lainnya.
B. PRINSIP PERAWATAN PALIATIF
Dalam melakukan perawatan paliatif
ada beberapa prinsip harus diterapkan :
1. Menghilangkan
nyeri dan
gejala-gejala yang menyiksa lain
2. Menghargai
kehidupan dan
menghormati kematian sebagai suatu proses normal
3. Tidak
bermaksud mempercepat atau menunda kematian
4. Perawatan
yang mengintegrasikan aspek psikologis dan spiritual, sosial, budaya dari
pasien dan keluarganya, termasuk dukungan saat berkabung
5. Memberi
sistim dukungan untuk mengusahakan pasien sedapat mungkin tetap aktif sampai
kematiannya
6. Memberi
sistim dukungan untuk menolong keluarga pasien melalui masa sakit pasien dan sewaktu masa perkabungan
C. DEFINISI GAGAL GINJAL KRONIK
Menurut
World Health Organization (WHO) penyakit gagal ginjal kronis berkontribusi pada
beban penyakit dunia dengan angka kematian sebesar 850.000 jiwa per tahun.
Hasil penelitian Global Burden Of Disease penyakit gagal ginjal kronis
merupakan penyebab kematian peringkat ke-27 di dunia. Gagal ginjal kronis
stadium End Stage Renal Disease (ESRD) yaitu kerusakan fungsi ginjal yang
progresif dan tidak dapat pulih kembali dimana tubuh tidak mampu memelihara
metabolisme dan gagal memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit yang
berakibat peningkatan pada kadar uremia. Gagal ginjal kronis merupakan
perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat biasanya berlangsung
beberapa tahun ( smeltzer and bare ).
Data
dari World Health Organization (WHO), penderita gagal ginjal kronik secara
global ada lebih dari 500 juta orang dan sekitar 1,5 juta orang harus menjalani
terapi hemodialisa. Di Amerika Serikat sebanyak 200.000 orang hampir setiap
tahunnya menjalani hemodialisa juga di Asia Tenggara pada tahun 2025
diperkirakan jumlah pasien gagal ginjal kronik akan terus meningkat lebih dari 380.000.000 orang penderita gagal
ginjal kronik. Di Indonesia pada tahun 2018 penyakit gagal ginjal kronik naik
dari 2 permil menjadi 3,8 permil dan 2% diantaranya yang menjalani terapi
hemodialisis.
Gagal ginjal kronis adalah kerusakan
ginjal yang terjadi selama atau lebih tiga bulan dengan LFG kurang dari
60ml/menit/1,73. Gagal ginjal kronik merupakan suatu perubahan fungsi ginjal
yang progresif dan ireversibel. Ditandai oleh penurunan laju filtrasi
glomerulus secara medadak dan cepat (hitungan jam – minggu). Penyakit gagal
ginjal tahap akhir tidak mampu untuk mengkonsentrasikan atau mengencerkan urin
secara normal ginjal tidak dapat merespon sesuai dengan perubahan masukan
cairan dan elektrolit sehari-hari. Retensi natrium dan air dapat meningkatkan
beban sirkulasi berlebihan, terjadinya edema, gagal jantung kongestif dan
hipertensi.
Tingkatan
kerusakan ginjal seseorang dapat
dikatakan memiliki penyakit gagal ginjal kronik apabila penurunan fungsi ginjal
yang anda alami terjadi selama kurang lebih 3 bulan secara berturut turut.
Penurunan fungsi ginjal ini juga memiliki beberapa tingkatan sebelum mencapai
stadium akhir. Tingkatan
ini diukur dari penurunan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) atau bisa juga disebut
Glomerular
Filtration Rate (GFR) dengan tingkatan sebagai berikut :
1. Stadium
1 mengalami kerusakan
pada ginjal dengan GFR yang normal atau di atas ≥ 90 ml/min/ 1.73 m²
2. Stadium
2 mengalami kerusakan
pada ginjal dengan penurunan GFR yang ringan 60-89 ml/min/ 1.73 m²
3. Stadium
3 terjadi penurunan
pada GFR yang sedang 30-59 ml/min/ 1.73 m²
4. Stadium
4 terjadi penurunan
pada GFr yang parah 15-29 ml/min/ 1.73 m²
5. Stadium
akhir anda
mengalami gagal ginjal kronis apabila GFR anda kurang dari <15 ml/min/ 1.73
m²
D.
ETIOLOGI GAGAL GINJAL KRONIK
Begitu
banyak kondisi klinis yang bisa menyebabkan terjadinya gagal ginjal kronis.
Akan tetapi apapun sebabnya respon yang terjadi adalah penurunan fungsi ginjal
secara progresif. Kondisi klinis yang memungkinkan dapat mengakibatkan GGK bisa
disebabkan dari ginjal sendiri dan dari luar ginjal.
1. Penyakit
dari ginjal
a. Penyakit
pada saringan (glomerulus) : glomerulonefritis
b. Infeksi
kuman : pyelonefritis, ureteritis
c. Batu
ginjal : nefrolitiasis
d. Kista
di ginjal : polcystis kidney
e. Sumbatan
: tumor, batu, penyempitan/striktur
f. Trauma
langsung pada ginjal
g. Keganasan
pada ginjal
2. Penyakit
umum di luar ginjal
a. Penyakit
sistemik : diabetes mellitus, hipertensi, kolesterol tinggi
b. Dyslipidemia
c. Infeksi
di badan : tbc paru, sifilis, malaria, hepatitis
d. Preeklamsi
e. Obat-obatan
f. Kehilangan
banyak cairan yang mendadak (luka bakar)
E. PATOFISIOLOGI
GAGAL GINJAL KRONIK
Pada
waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron termasuk glomerulus dan tubulus diduga utuh sedangkan yang lain
rusak. Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang
meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya
saring.
Metode adaptif
ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak.
Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar dari pada yang bisa direabsorpsi
berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah
nefron yang rusak bertambah banyak poliguri timbul disertai retensi produk
sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan
muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah
hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin
clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah dari itu. (
Barbara C Long ). Fungsi
renal menurun produk akhir metabolisme protein yang normalnya diekskresikan ke
dalam urin tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem
tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat.
Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis ( Brunner & Suddarth ).
Perjalanan
umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi tiga stadium yaitu:
a. Stadium
1 ( Penurunan Cadangan Ginjal )
Di tandai dengan
kreatinin serum dan kadar Blood Ureum Nitrogen (BUN) normal dan penderita
asimtomatik. Stadium ini dinamakan penurunan cadangan ginjal. Selama stadium
ini kreatinin serum dan kadar bun normal dan penderita asimtomatik. Gangguan
fungsi ginjal mungkin hanya dapat diketahui dengan memberi beban kerja yang
berat pada ginjal tersebut. Seperti
tes pemekatan kemih yang lama atau dengan mengadakan tes GFR yang diteliti.
b. Stadium
2 ( Insufisiensi Ginjal )
Stadium kedua
perkembangan tersebut disebut insufiesiensi ginjal dimana lebih dari 75%
jaringan berfungsi rusak (GFR besarnya 25% dari normal). Pada tahap ini kadar
bun baru mulai meningkat di atas batas normal. Peningkatan konsentrasi bun ini
berbeda-beda tergantung dari kadar protein dan diet. Pada stadium ini kadar
kreatinin serum juga mulai meningkat melebihi kadar normal. Azotemia stress
akibat infeksi gagal jantung akibat dehidrasi. Pada stadium ini juga muncul
gejala nokturia dan poliuria.
c. Stadium
3 ( Gagal Ginjal Stadium Akhir / Uremia )
Timbul apabila 90%
massa nefron telah hancur, nilai glomerulo filtration rate 10% dari normal,
kreatinin klirens 5-10 ml permenit atau kurang. Pada tahap ini kreatinin serum
dan kadar blood ureum nitrgen meningkat sangat mencolok dan timbul oliguri. Disebut
stadium gagal ginjal akhir atau uremia. Gagal ginjal stadium akhir timbul
apabila sekitar 90% dari massa nefron telah hancur atau hanya sekitar 200.000
nefron saja yang masih utuh. Nilai GFR hanya 10% dari normal. Pada keadaan ini
kreatinin serum dan kadar BUN akan meningkat dengan sangat menyolok sebagai
respon terhadap GFR yang sedikit megalami penurunan. Pada stadium akhir gagal
ginjal penderita mulai merasakan gejala-gejala yang cukup parah karena ginjal
tidak sanggup lagi mempertahankan homeostatis cairan dan elektrolit tubuh.
F.
MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinik gagal ginjal kronik
adalah sebagai berikut :
a.
Gangguan pada system gastrointestinal
anoreksia, nausea dan vomitus yang berhubungan dengan gangguan metabolisme
protein didalam usus, terbentuknya zat-zat toksik akibat metabolisme bakteri
usus seperti ammonia dan metal gaunidin serta sembabnya mukosa
b. Fetor
uremik disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air liur diubah oleh bakteri
di mulut menjadi ammonia sehingga nafas berbau ammonia
c. Cegukan
(hiccup) sebabnya yang pasti belum diketahui
d. Gangguan
sistem hematologi dan kulit anemia karena kekurangan produksi eritropoetin
e. Kulit
pucat dan kekuningan akibat anemia dan penimbunan urokrom
f. Gatal-gatal
akibat toksis uremik
g. Trombositopenia
(penurunan kadar trombosit dalam darah)
h. Gangguan
fungsi kulit (fagositosis dan kematosis berkurang)
i.
Klien merasa pegal pada kakinya sehingga
selalu digerakkan
j.
Klien merasa semutan dan seperti terbakar
terutama ditelapak kaki
k. Ensefalopati
metabolik:
l.
Klien tampak lemah, tidak bisa tidur,
gangguan konsentrasi, tremor, mioklonus, kejang
m. Klien
tampak mengalami kelemahan dan hipotrofi otot-otot terutama otot-otot
ekstremitas proximal
n. Sistem
kardiovaskular
o. Hipertensi
akibat penimbunan cairan dan garam
p. Nyeri
dada dan sesak nafas akibat perikarditis, efusi pericardial, penyakit jantung
koroner akibat aterosklerosis yang timbul dini dan gagal jantung akibat
penimbunan cairan
q. Gangguan
irama jantung akibat aterosklerosis dini, gangguan elektrolit, dan klasifikasi
metastatik
G.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1.
Laboratorium
a. Laju
endap darah : meninggi yang diperberat oleh adanya anemia dan hipoalbuminemia.
Anemia normositer normokrom, dan jumlah retikulosit yang rendah.
b. Ureum
dan kreatini : meninggi, biasanya perbandingan antara ureum dan kreatinin
kurang lebih 20 : 1. Perbandingat meninggi akibat pendarahan saluran cerna,
demam, bakar luas, pengobatan steroid,
dan obstruksi saluran kemih. Perbandingan ini berkurang ketika ureum lebih
kecil dari kreatinin, pada diet rendah protein, dan tes klirens kreatinin yang
menurun.
c. Hiponatremi
: umumnya karena kelebihan cairan.
d. Hiperkalemia
: biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut bersama dengan menurunya dieresis
e. Hipokalemia
dan hiperfosfatemia: terjadi karena berkurangnya sintesis vitamin d3 pada ggk.
f. Phosphate
alkaline : meninggi akibat gangguan metabolisme tulang, terutama isoenzim
fosfatase lindi tulang.
g. Hipoalbuminemia
dan hipokolesterolemia : umunya disebabkan gangguan metabolisme dan diet rendah
protein.
h. Peninggian
gula darah, akibat gangguan metabolism karbohidrat pada gagal ginjal (
resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan perifer ).
i.
Hipertrigliserida akibat gangguan
metabolisme lemak disebabkan peninggian hormone insulin dan menurunnya
lipoprotein lipase.
j.
Asidosis metabolic dengan kompensasi
respirasi menunjukan ph yang menurun, be yang menurun, hco3 yang menurun, pco2
yang menurun, semuanya disebabkan retensi asam-asam organic pada gagal ginjal.
2. Radiology
Foto
polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal (adanya batu atau adanya
suatu obstruksi). Dehidrasi karena proses diagnostic akan memperburuk keadaan
ginjal, oleh sebab itu penderita diharapkan tidak puasa.
3. IIntra
Vena Pielografi (IVP)
Untuk
menilai system pelviokalisisdan ureter.
4. USG
Untuk
menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal, kepadatan parenkim
ginjal, anatomi system pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih dan
prostat.
5. EKG
Untuk
melihat kemungkinan hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis,
aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia)
H. PENATALAKSANAAN
Tujuan
penatalaksanaan adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal dan homeostasis
selama mungkin. Seluruh faktor
yang berperan pada gagal ginjal tahap akhir dan faktor yang dapat dipulihkan diidentifikasi dan ditangani. Komplikasi
potensial gagal ginjal kronis yang memerlukan pendekatan kolaboratif dalam
perawatan mencakup :
1. Hiperkalemia
akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolic, katabolisme, dan masukkan diet
berlebih.
2. Perikarditis,
efusi pericardial, dan tamponade jantung akibat retensi produk sampah uremik
dan dialysis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi
akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system
renin-angiostensin-aldosteron.
4. Anemia
akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah marah,
perdarahan gastrointestinal akibat iritasi oleh toksin, kehilangan darah selama
hemodialisis.
5. Penyakit
tulang serta kalsifikasi metastatic akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum
yang rendah, metabolism vitamin D abnormal, dan peningkatan kadar aluminium.
6. Hipertensi
akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system
renin-angiostensin-aldosteron.
Komplikasi
dapat dicegah atau dihambat dengan pemberian antihipertensif, eritropoetin,
suplemen besi, agens pengikat fosfat, dan suplemen kalsium. Pasien juga perlu
mendapat penanganan dialysis yang adekuat untuk menurunkan kadar produk sampah
uremik dalam darah. Adapun
penatalaksanaannya yaitu : Penatalaksanaan konservatif, meliputi pengaturan
diet, cairan dan garam, memperbaiki ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa,
mengendalikan hiperensi, penanggulangan asidosis, pengobatan neuropati, deteksi
dan mengatasi komplikasi. Dan penatalaksanaan pengganti diantaranya dialysis
(hemodialisis, peritoneal dialysis) transplantasi ginjal. Selain itu tujuan penatalaksanaan
adalah menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit dan mencegah komplikasi yaitu
sebagai berikut :
1. Dialisis
Dialisis dapat dlakukan untuk mencegah
komplikasi gagal ginjal yang serius, seperti hiperkalemia, perikarditis, dan
kejang. Dialysis memperbaiki abnormalitas biokimia,menyebabkan cairan, protein,
dan natrium dapat dikonsumsi sevara bebas, menghilangkan kecenderungan
pendaraha dan
membantu menyembuhkan luka.
2. Koreksi
hiperkalemi
Mengendalikan kalium
darah sangat penting karena hiperkalemi dapat menimbulkan kematian mendadak.
Hal yang pertama harus diingat adalah jangan menimbulkan hiperkalemia. Selain
dengan pemeriksaan darah, hiperkalemia juga dapat didiagnosis dengan EEG dan
EKG. Bila terjadi hiperkalemia, maka pengobatannya adalah dengan mengurangi
intake kalium, pemberian Na Bikarbonat, dan pemberian infuse glukosa.
3. Koreksi
anemia
Pengendalian gagal
ginjal pada keseluruhan akan dapat meninggikan Hb. Transfusi darah hanya dapat
diberikan bila ada indikasi yang kuat, missal pada adanya insufisiensi koroner.
4. Koreksi
asidosis
Pemberian asam melalui
makanan dan obat-obatan harus dihindari. Natrium bikarbonat dapat diberikan
peroral atau parenteral. Hemodialisis dan dialysis peritoneal dapat juga
mengatasi asidosis
5. Pengendalian
hipertensi
Pemberian obat beta
bloker, alpa metildopa, dan vasodilator dilakukan. Mengurangi intake garam
dalam mengendalikan hipertensi harus hati-hati karena tidak semua gagal ginjal
disertai retensi natrium.
6. Transplantasi
ginjal
Dengan pencangkokan
ginjal yang sehat ke pasien GGK, maka seluruh faal ginjal diganti oleh ginjal
yang baru.
I.
TERAPI GAGAL GINJAL KRONIK
Penatalaksanaan
terapi pada penderita GGK dapat dilakukan dengan 2 tipe terapi yaitu terapi
konservatif dan terapi yang dilukakan dengan cara pengganti ginjal dialisis
atau transplantasi ginjal atau bisa dengan keduanya. Terapi konservatif
dilakukan dengan tujuan menghambat perkembangan kerusakan pada fungsi ginjal,
menjaga keseimbangan tubuh pasien, dan mengurangi setiap efek samping pada
pasien yang bersifat reversible, biasanya terapi ini dilakukan untuk mencegah
terjadinya hal buruk yang timbul secara progresif pada ginjal.
1. Farmakologis
a. Kontrol
tekanan darah
I.
Penghambat EKA atau antagonis reseptor
Angiotensin II → evaluasi kreatinin dan kalium serum, bila terdapat peningkatan
kreatinin > 35% atau timbul hiperkalemia harus dihentikan.
II.
Penghambat kalsium, Diuretik
b. Pada
pasien DM, kontrol gula darah → hindari pemakaian metformin dan obat-obat
sulfonilurea dengan masa kerja panjang. Target HbA1C untuk DM tipe 1 0,2 diatas
nilai normal tertinggi, untuk DM tipe 2 adalah 6%
c. Koreksi
anemia dengan target Hb 10-12 g/dl
d. Kontrol
hiperfosfatemia: polimer kationik (Renagel), Kalsitrol
e. Koreksi
asidosis metabolik dengan target HCO3 20-22 mEq/l
f. Koreksi
hiperkalemia
g. Kontrol
dislipidemia dengan target LDL,100 mg/dl dianjurkan golongan statin
h. Terapi
ginjal pengganti
2. Terapi
konservatif
Tujuan
dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal secara
progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia,
memperbaiki metabolisme secara optimal dan memelihara keseimbangan cairan dan
elektrolit. Terapi
konservatif dapat berupa :
a. Peranan
diet
Terapi diet rendah
protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah atau mengurangi toksin azotemia,
tetapi untuk jangka lama dapat merugikan terutama gangguan keseimbangan negatif
nitrogen.
b. Kebutuhan
jumlah kalori
Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK
harus adekuat dengan tujuan utama, yaitu mempertahankan keseimbangan positif
nitrogen, memelihara status nutrisi dan memelihara status gizi.
c. Kebutuhan
cairan
Bila ureum serum >
150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya jumlah diuresis mencapai 2 L per
hari.
d. Kebutuhan
elektrolit dan mineral
Kebutuhan jumlah
mineral dan elektrolit bersifat individual tergantung dari LFG dan penyakit
ginjal dasar (underlying renal disease).
3. Terapi
simtomatik
a. Asidosis
metabolik
Asidosis metabolik
harus dikoreksi karena meningkatkan serum kalium (hiperkalemia). Untuk mencegah
dan mengobati asidosis metabolik dapat diberikan suplemen alkali. Terapi alkali
(sodium bicarbonat) harus segera diberikan intravena bila pH ≤ 7,35 atau serum
bikarbonat ≤ 20 mEq/L.
b. Anemia
Transfusi darah
misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah satu pilihan terapi alternatif,
murah, dan efektif. Terapi pemberian transfusi darah harus hati-hati karena
dapat menyebabkan kematian mendadak.
c. Keluhan
gastrointestinal
Anoreksi, cegukan, mual
dan muntah, merupakan keluhan yang sering dijumpai pada GGK. Keluhan
gastrointestinal ini merupakan keluhan utama (chief complaint) dari GGK.
Keluhan gastrointestinal yang lain adalah ulserasi mukosa mulai dari mulut sampai
anus. Tindakan yang harus dilakukan yaitu program terapi dialisis adekuat dan
obat-obatan simtomatik.
d. Kelainan
kulit
e. Tindakan
yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit.
f. Kelainan
neuromuskular
g. Beberapa
terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis reguler yang
adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal paratiroidektomi.
h. Hipertensi
i.
Pemberian obat-obatan anti hipertensi.
j.
Kelainan sistem kardiovaskular
k. Tindakan
yang diberikan tergantung dari kelainan kardiovaskular yang diderita.
4. Terapi
pengganti ginjal
Terapi
pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5 yaitu pada LFG
kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis
peritoneal, dan transplantasi ginjal.
a. Hemodialisis
Pasien dengan GGK perlu
dilakukan terapi hemodialisa yaitu suatu teknologi untuk pengganti fungsi
ginjal untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme seperti natrium, kalium, urea,
kreatinin dan zat toksik lainnya. Hemodialisis tidak dapat menyembuhkan atau memulihkan
penyakit ginjal, namun dapat memperpanjang hidup terapi dialisis tidak boleh
terlambat untuk mencegah gejala toksik azotemia dan malnutrisi. Tetapi terapi
dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien GGK yang belum tahap akhir akan
memperburuk faal ginjal (LFG). Hemodialisis akan mencegah kematian tetapi tidak
dapat menyembuhkan atau memulihkan penyakit ginjal dan tidak mampu mengimbangi
hilangnya aktivitas metabolic atau endokrin yang dilaksanakan ginjal dan dampak
dari gagal ginjal serta terapinya terhadap kualitas hidup pasien. Pasien GGK
harus menjalani terapi dialysis sepanjang hidupnya (3x seminggu selama 3-4 jam
per kali terapi) atau sebelum melakukan operasi pencangkokan ginjal.
b. Dialysis Peritoneal (DP)
Metode yang dikenal
dengan Peritoneal Dialysis (PD) yaitu metode pencucian darah dengan mengunakan
peritoneum (selaput yang melapisi perut dan QQ pembungkus organ perut). Selaput
ini memiliki area permukaan yang luas dan kaya akan
pembuluh darah. Zat-zat dari darah dapat dengan mudah tersaring melalui
peritoneumke dalam rongga perut. Cairan dimasukkan melalui sebuah selang kecil
yang menembus dinding perut ke dalam rongga perut. Cairan harus dibiarkan
selama waktu tertentu sehingga limbah metabolic dari aliran darah secara
perlahan masuk ke dalam cairan tersebut, kemudian cairan dikeluarkan, dibuang,
dan diganti dengan cairan yang baru.
Ada dua macam PD yaitu Continuous Ambulatory
Peritoneal Dialysis (CAPD) dan Automated Peritoneal Dialysis (APD). APD relatif
masih jarang digunakan oleh masyarakat Indonesia. CAPD dapat menciptakan
kualitas hidup yang lebih baik bagi penderita. Sebab, mereka dapat menjalani
hidupnya dengan normal, tanpa banyak batasan untuk mengkonsumsi makanan. CAPD
dipasang permanen di tubuh penderita, tepatnya di bagian perut. Sebuah catheter
(kateter) dipasang di bagian perutnya dan disediakan sebuah kantong untuk
menjamin kesterilannya.
Pola
kerja cuci darahnya kateter disambungkan dengan titanium adapter yang akan
mengalirkan cairan dextrose. Cairan
inilah yang berfungsi untuk menarik racun dari dalam tubuh. Proses pengaliran
cairan ini hanya membutuhkan waktu10 menit. Dalam sehari dilakukan sebanyak 3-4
kali. Jaraknya sekitar 4 sampai 6 jam dari satu pencucian dengan pencucian
berikutnya.
c. Transplantasi
ginjal
Transplantasi ginjal
merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal). Pertimbangan program
transplantasi ginjal, yaitu:
1. Cangkok
ginjal (kidney transplant)
2. Kualitas
hidup normal kembali
3. Masa
hidup (survival rate) lebih lama
4. Komplikasi
(biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan obat imunosupresif
untuk mencegah reaksi penolakan
5. Biaya
lebih murah dan dapat dibatasi.
d. Psychological
intervention
Pada perawatan paliatif
ini dapat menggunakan intervensi dengan psychologis berupa relaksasi spiritual. Dalam intervensi dengan setting
kelomok ini diharapakan tercipta peer group support sesama penderita yang akan
meningkatkan motivasi mereka dalam beradaptasi terhadap penyakitnya (menerima),
sehingga mampu membangun mekanisme koping yang efektif dan dapat meningkatkan
kualitas hidupnya. Psychological intervention yang dilakukan melalui relaksasi
spiritual dan variabel dependen adalah motivasi dan kualitas hidup.mengalami
peningkatan kualitas hidup setelah diberikan psychological.
BAB
III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Gangguan
fungsi ginjal yang menahun bersifat progresif dan irreversibel dimana kemampuan
tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan
elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam
darah) Menjadi penyebab Infeksi misalnya pielonefritis kronis, penyakit peradangan misalnya
glomerulonefritis, penyakit
vaskuler hipertensif, gangguan
jaringan penambung, gangguan
kongenital dan herediter,
penyakit
metabolic, nefropati
toksik dan nefropati
obstruktif.
Transplantasi
ginjal merupakan terapi pengganti yang paling baik akan tetapi mempunyai
beberapa kendala seperti keterbatasan donor, biaya mahal, efek samping
obat-obatan imunosupresi dan rejeksi kronis yang belum bisa diatasi. Keuntungan
transplantasi ginjal ialah menghasilkan rehabilitas paling baik dibandingkan
dialysis.
Dari
hasil penelitian bahwa terapi psychological intervention dapat meningkatkan
motivasi dan kualitas hidup pasien GGK dalam beradaptasi terhadap penyakitnya
dan menjalankan terapi hemodialisa. Pasien dengan hemodialisa mengalami
gangguan fisik, gangguan fisiologis dan gangguan sosial. Walaupun demikian
pasien dapat lebih menerima kondisi, dengan adanya dukungan dari keluarga dan
pihak rumah sakit yang memberikan perawatan.
B. SARAN
Diharapkan
makalah ini bisa memerikan masukan bagi rekan- rekan mahasiswa calon perawat
sebagai bekal untuk dapat memahami mengenai penyakit gagal ginjal kronis
menjadi bekalan dalam pengaplikasian dan praktik bila menghadapi kasus yang
kami bahas ini. Bagi perawat di unit Hemodialisa untuk menerapkan intervensi
tersebut sebagai salah satu upaya meningkatkan kualitas hidup pasien GGK dan
bagi penelitian selanjutnya di harapkan dapat dilakukan pengukuran indikator
penilaian kualitas hidup tidak hanya menggunakan kuesioner akan tetapi juga
menggunakan wawancara agar didapatkan hasil
pengukuran yang komprehensif.
DAFTAR
PUSTAKA
Smeltzer,
Suzanne C Dan Brenda G Bare. 2001. Buku
Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta : EGC
Potter
Dan Ferry. 2016. Buku Ajar Fundamental
Keperawatan Vol
1. Jakarta : EGC
Smeltzer,
C. Suzanne, Dkk, 2017. Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Jakrta : EGC.
Astutu,
Ri., & Cut, H. 2017. Skala Pruritus
Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik.
Riskesdas.
2018. Potret Kesehatan Indonesia. Diunduh Dari Http://Sehatnegeriku.Kemkes.Go.Id/Baca/Rilis-Media/20181102/0328464/Potret-Sehat-Indonesia-Riskesdas-2018/
Rachmawati,
N., Wahyuni, D., & Indriansari, A. 2019. Hubungan Dukungan Keluarga Terhadap Kepatuhan
Diet Asupan Cairan Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisis 1. Jurnal Keperawatan Sriwijaya, 6.
No comments:
Post a Comment