ASKEP PALIATIF CARE PADA PASIEN DENGAN HIV
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini Indonesia sedang mengalami masalah kesehatan yang sangat kompleks sehingga menjadi beban ganda dalam pembiayaan pembangunan bidang kesehatan, bahkan menimbulkan kerugian negara. Defisit BPJS Kesehatan pada tahun 2018, misalnya, mencapai Rp 19,4 triliun Pola penyakit yang diderita masyarakat Indonesia sebagian besar adalah penyakit infeksi menular sebagai contoh adalah infeksi saluran pernafasan akut (ISPA), demam berdarah, TBC dan lain- lain. Namun saat ini, diwaktu yang bersamaan Indonesia mengalami peningkatan penyakit yang tidak menular seperti stroke, Diabetes Melitus (DM), jantung maupun kanker. Melihat kondisi ini tentunya Indonesia mengahadapi beban ganda pada waktu yang bersamaan (double burdens).(WHO, 2016)
HIV (Human Immunodeficiency Virus) dan Aids (Acquired Immune Deficiency Syndrome) saat ini menjadi masalah darurat global, meskipun kita sadari bersama bahwa upaya baik itu promotif ataupun preventif yang dilakukan pemerintah sudah demikian besar. Namun demikian jumlah kasus HIV/Aids dari tahun ke tahun diseluruh bagian dunia terus meningkat, sehingga tidak ada negara yang tidak terkena dampak penyakit ini. Hal ini tentu menjadikan penyakit HIV/Aids menjadi pandemi yang mengkhawatirkan masyarakat dunia. Hal ini disebabkan, disamping belum ditemukan obat ataupun vaksin untuk upaya pencegahan, penyakit ini juga memiliki “window periode” dan fase asimptomatik (tanpa gejala) yang relatif panjang dalam perjalanan penyakitnya. Berdasarkan hasil penelitian tentang kecenderungan Survival Penderita HIV yang memulai ART dengan jumlah CD4 rendah mengalami Aids dalam rentan 7,5 bulan Hal tersebut diatas menyebabkan pola perkembangan penyakit HIV/Aids bagaikan fenomena gunung es (iceberg phenomena). (Ummu M, 2020).
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1. Apa defenisi penyakit HIV?
2. Apa penyebab HIV?
3. Apa manifestasi klinis HIV?
4. Bagaimana cara pencegahan HIV?
5. Apa defenisi perawatan paliatif?
6. Apa manfaat perawatan paliatif?
7. Bagaimana cara perawatan paliatif pada pasien HIV?
C. Tujuan Makalah
Berikut adalah beberapa tujuan dari makalah ini:
1. Untuk mengetahaui apa defenisi penyakit HIV
2. Untuk mengetahaui apa penyebab HIV
3. Untuk mengetahaui apa manifestasi klinis HIV
4. Untuk mengetahaui bagaimana cara pencegahan HIV
5. Untuk mengetahaui apa defenisi perawatan paliatif
6. Untuk mengetahaui apa manfaat perawatan paliatif
7. Untuk mengetahaui bagaimana cara perawatan paliatif pada pasien HIV
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep HIV/AIDS
1. Pengertian HIV/AIDS
Penyakit HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah suatu kondisi klinis oleh infeksi virus HIV (Human Immunodeficiency Virus). Pada kebanyakan kasus infeksi HIV menyebabkan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS). Penyakit AIDS merupakan masalah kesehatan masyarakat terbesar di dunia dewasa ini. Penyakit ini terdapat hampir di semua negara di dunia tanpa kecuali termasuk Indonesia (Irianto, 2014).
HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus yaitu virus yang melemahkan system kekebalan tubuh. AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrom yang berarti kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya kekebalan tubuh yang bersifat diperoleh (bukan bawaan) ( Kusmiran, 2011).
HIV merupakan singkatan dari Human Immunodeficiency Virus,sebuha virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia, sedangkan Aids singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome, dimana virus ini akan muncul setelah virus HIV menyerang sistem kekebalan tubuh seseorang selama kurang lebih 5-10 tahun. Sistem kekebalan tubuh menjadi lemah, sehingga satu atau lebih dari penyakit dapat timbul. Karena lemahnya sistem kekebalan tubuh tadi,beberapa penyakit bisa menjadi lebih berat dari biasanya. (Ummu M, 2020).
Perawatan untuk mencegah, memperbaiki, mengurangi gejala-gejala suatu penyakit, namun bukan berupaya penyembuhan. Suatu perawatan yang bertujuan mencapai kwalitas hidup optimal bagi ODHA dan keluarganya, dengan meminimalkan penderitaan dengan perawatan klinis, psikologis, spiritual, dan sosial sepanjang seluruh perjalanan penyakit HIV. (Ummu M, 2020).
Suatu pendekatan untuk memperbaiki kualitas hidup pasien dan keluarganya dalam menghadapi penyakit yang mengancam jiwa, melalui pencegahan, penilaian, pengobatan nyeri dan masalah-masalah fisik lain, juga masalah psikologis dan spiritual lainnya . (WHO, 2016).
2. Etiologi HIV/AIDS
Huda (2013) menjelaskan bahwa penyebab kelainan pada AIDS adalah suatu agen viral yang disebut HIV (Human Immunodeficiency Virus) dari kelompok virus yang dikenal retrovirus yang disebut Lympadenopathy Associated Virus (LAV) atau Human T-Cell Leukemia Virus (HTL-III yang juga disebut Human T-Cell Lymphotropic Virus (retrovirus). Ditularkan melalui:
Hubungan seksual (anal, oral, vaginal) yang tidak terlindungi (tanpa kondom) dengan orang yang telah terinfeksi HIV.
a. Jarum suntik/tindik/tato yang tidak steril dan dipakai bergantian.
b. Mendapatkan transfusi darah yang mengandung virus HIV.
c. Ibu penderita HIV positif kepada bayinya ketika dalam kandungan, saat melahirkan atau melalui air susu ibu (ASI).
3. Manifestasi klinis HIV/AIDS
Menurut Ummu Muntamah (2020) seseorang yang terinfeksi virus HIV, proses perjalanan penyakitnya dibagi beberapa tahap, yaitu:
a. Transmisivirus
Proses ini terjadi 2-6 minggu setelah seseorang terinfeksi virus HIV.
b. Infeksi HIV primer (sindromretroviralakut)
Sebagian besar pasien yang terinfeksi HIV akan menunjukkan gejala infeksi seperti contohnya demam,nyeri otot, nyeri sendi dan rasa lemah. Selain itu akan muncul kelainan mukokutan yaitu ruam kulit, dan ulkus di mulut. Kemudian pembengkakan kelenjar limfa, gejala neurologi (nyeri kepala, nyeri belakang kepala, fotophobia, dan depresi maupun gangguan saluran cerna (anoreksia, nausea, diare, jamur dimulut). Gejala ini akan muncul 2-6 minggu dan akan membaik dengan atau tanpa pengobatan.
c. Serokonversi
Pada tahap ini sering disebut tahap pertama gejala HIV, dimana gejala akan muncul beberapa minggu setelah tubuh terinfeksi dengan menunjukkan gejala seperti flu, sakit tenggorokan, diare, demam, muncul peradangan berwarna merah disertai benjolan kecil disekitarnya, berat badan turun, dan badan terasa lelah. Gejala ini akan berhenti dan infeksi HIV tidak menunjukan gejala apapun selama beberapa tahun.
d. Infeksikronikasimptomatik
Pada fase ini, seseorang yang terinfeksi HIV tidak menunjukkan gejala selama rata-rata 8 tahun. Penderita akan tampak sehat, dapat melakukan aktiftas normal, tetapi dapat menularkan penyakit HIV kepada orang lain.
e. Infeksikroniksimptomatik
Di fase ini, akan muncul gejala-gejala pendahuluan seperti demam, pembesaran kelenjar limfa yang kemudian diikuti infeksi oportunistik. Dengan adanya infeksi oportunistik maka perjalanan penyakit telah memasuki stadium Aids.Fase simptomatik berlangsung rata-rata 1,3 tahun yang berakhir dengan kematian.
f. Aids (indikator sesuai dengan CDC 1993 atau jumlah CD4 kurang dari 200/mm3)
g. Infeksi HIV lanjut ditandai dengan jumlah CD4 kurang dari 50/mm3.
Tanda dan gejala klinis HIV/AIDS adalah:
Fase Klinik HIV:
a. Fase Klinik 1
Tanpa gejala, limfadenopati (gangguan kelenjar/ pembuluh limfe) menetap dan menyeluruh.
b. Fase Klinik 2
Penurunan BB (<10%) tanpa sebab. Infeksi saluran pernafasan atas (sinusitis, tonsillitis, otitis media, pharyngitis) berulang. Herpes zoster, infeksi sudut bibir, ulkus mulut berulang, popular pruritic eruptions, seborrhoic dermatitis, infeksi jamur pada kuku.
c. Fase Klinik 3
Penurunan BB (>10%) tanpa sebab diare kronik tanpa sebab sampai >1 bulan. Demam menetap (intermiten atau tetap>1 bulan). Kandidiasis oral menetap. TB pulmonal (baru), plak putih pada mulut, infeksi bakteri berat misalnya:
d. Pneumonia, empyema (nanah dirongga tubuh terutama pleura, abses pada otot skelet, infeksi sendi atau tulang), meningitis, bakteremia, gangguan inflamasi berat pada pengkajian asuhan keperawatan pada klien kemudian menganalisis kesenjangan dengan teori proses asuhan keperawatan mulai pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksanaan keperawatan dan evaluasi keperawatan.
4. Pencegahan HIV/AIDS
Pencegahan HIV/AIDS bisa dilakukan dengan cara: mengusahakan berhubungan seks dengan satu orang saja, lakukan hubungan seks yang lebih aman: dimana kuman-kuman dalam air mani laki-laki jangan sampai masuk ke vagina, anus, atau mulut; hindari menusuk atau memotong kulit dengan jarum atau alat apapun yang tidak disucihamakan dulu setelah dipakai orang lain; hindari transfusi darah kecuali dalam kondisi darurat; jangan memakai silet/pisau cukur atau sikat gigi bersama orang lain; jangan menyentuh darah/luka orang lain tanpa alat pelindung (Burns, 2019).
B. Konsep Perawatan Paliatif
1. Definisi perawatan paliatif
Perawatan paliatif merupakan perawatan total yang dilakukan secara aktif terutama pada pasien yang menderita penyakit yang membatasi hidup, dan keluarga pasien, yang dilakukan oleh tim secara interdisiplin, dimana penyakit pasien tersebut sudah tidak dapat lagi berespon terhadap pengobatan atau pasien yang mendapatkan intervensi untuk memperpanjang masa hidup.
Istilah perawatan hospis sering digunakan sebagai sinonim untuk perawatan paliatif. Namun, di beberapa negara perawatan hospis merujuk pada perawatan paliatif berbasis komuniti. secara pilosofi perawatan paliatif dan perawatan hospis memiliki makna yang sama. Akan tetapi, “semua perawatan hospis adalah perawatan paliaitf, namun tidak semua perawatan paliatif adalah perawatan hospis.” perawatan paliaitf di sediakan untuk semua pasien yang menderita penyakit kronis dengan kondisi penyakit yang membatasi masa hidup atau mengancam jiwa maupun kondisi pasien yang mendapatkan intervensi untuk memperpanjang masa hidup. Sedangkan perawatan hospis di peruntukkan kepada pasien dengan kondisi masa harapan hidup yang di perkirakan kurang dari enam bulan.
Sebagaimana perawatan paliatif, perawatan hospis di fasilitasi oleh tenaga professional yang bekerja secara tim yang di kenal dengan istilah tim interprofesional atau tim interdisiplin. Pasien akan mendapatkan pelayanan perawatan paliatif di rumah sendiri atau di rumah perawatan maupun di fasilitas kesehatan lainnya seperti rumah sakit. Di Amerika Serikat beberapa rumah sakit telah melakukan kerjasama dan kesepahaman terhadap kolaborasi pasien rumah sakit yang membutuhkan pelayanan hospis disaat kondisi pasien membutuhkan penanganan intervensi secara agresif, atau di saat pasien dinyatakan dalan kondisi sekarat, atau ketika keluarga ingin beristirahat sejenak dari rutinitas mengurus anggota keluarganya.
Selain itu, supportive care juga sering di gunakan sebagai kata alternative untuk menggantikan kata perawatan paliatif. Istilah tersebut awal digunakan untuk menjelaskan kondisi penanganan pasien dengan efek samping yang berat akibat proses terapi, terutama proses terapi penyakit kanker. Dimana efek samping yang dapat ditimbulkan akibat proses terapi penyakit kanker tersebut dapat berupa anemia, trombositopenia, dan neutropenic septicaemia. Namun saat ini, istilah supportive care digunakan lebih luas lagi, termasuk untuk rehabilitasi dan dukungan psikososial. Jadi supportive care memiliki makna yang serupa dengan perawatan paliatif dalam arti yang lebih luas dan umum. WHO paliatif care (2020).
2. Prinsip perawatan paliatif
a. Menghilangkan nyeri & gejala-gejala yang menyiksa lain.
b. Menghargai kehidupan & menghormati kematian sebagai suatu proses normal.
c. Tidak bermaksud mempercepat atau menunda kematian.
d. Perawatan yang mengintegrasikan aspek psikologis dan spiritual, sosial, budaya dari pasien dan keluarganya, termasuk dukungan saat berkabung.
e. Memberi sistim dukungan untuk mengusahakan pasien sedapat mungkin tetap aktif sampai kematiannya.
f. Memberi sistim dukungan untuk menolong keluarga pasien melalui masa sakit pasien, dan sewaktu masa perkabungan. (Ummu Muntamah, 2020).
3. Karakteristik perawatan paliatif
a. Menggunakan pendekatan tim untuk mengetahui kebutuhan pasien dan keluarganya, termasuk konseling kedukaan bila diperlukan.
b. Meningkatkan kwalitas hidup, dan juga secara positif mempengaruhi perjalanan penyakit.
c. Merupakan komponen esensial dari perawatan konprehensif kontinyu ODHA.
d. Perawaatan aktif, total bagi pasien yang menderita penyakit yang tidak dapat disembuhkan.
e. Pendekatan holistik : fisik, mental, spiritual, sosial.
f. Pendekatan multi-disipliner : medis, non-medis, keluarga. (Ummu Muntamah, 2020).
4. Manfaat perawatan paliatif
a. Meningkatkan kualitas hidup ODHA dan keluarganya mengurangi penderitaan pasien.
b. Mengurangi frekwensi kunjungan ke rumah sakit.
c. Meningkatkan kepatuhan pengobatan. (HIV/AIDS palliative care guideance. US Dept. of State 2016).
C. Perawatan Paliatif Pada Pasien HIV/AIDS
Perawatan paliatif dapat mendukung kenyamanan fisik, psikososial, dan spiritual bagi anak dan keluarga karena tujuan utamanya adalah memberikan kenyamanan secara langsung sehingga perawatan pada anak dengan HIV AIDS dapat lebih komprehensif dengan manajemen terapi yang diberikan secara farmakologis dan non-farmakologis (Conserve et al., 2015; Nakawesi et al., 2014).Dengan demikian pemberian terapi ARV sebagai upaya curative dipadukan dengan palliative dapat memberikan pelayanan yang paripurna dalam perawatan pada anak HIV/AIDS.
Tingginya angka tranmisi infeksi vertical dari ibu ke anak menimbulkan permasalah dalam perawatan pada anak karena pada keluarga dengan HIV/AIDS, keluarga memilki permasalahan yang sama baik emosional, sosial, spiritual dan budaya dalam masyarakat, sementara dalam asuhan pada anak peran keluarga sangat penting karena kesehatan anak baik fisik, emosi, kognitif dan sosial anak sangat dipengaruhi oleh bagaimana fungsi keluarga (Hokenbbery & Wilson, 2013). Melalui asuhan berpusat kepada keluarga, seorang perawat akan memberikan kepercayaan kepada orang tua sebagai orang yang paling ahli dalam perawatan anak. Seringkali pemberi layanan paliatif menemani anggota keluarga untuk konsul ke dokter karena mereka merasa terisolasi dari pasangan atau anggota keluarga lain yang tidak mengetahui status kesehatan mereka. Pemberi layanan paliatiaf dapat terus menerus melakukan pertemuan yang mengedukasi keluarga (Nakawesi et al.,2014). Family Health International (FHI) mempromosikan model palliative care dengan pendekatan yang komprehensif bersifat holistik meliputi perawatan klinis, dukungan psikososial, dukungan sosial ekonomi, dan dukungan hak asasi dan hukum (Family Health International, 2009).
Tenaga profesional yang terlibat dalam perawatan paliatif harus membangun komunikasi yang efektif dengan keluarga selama perawatan sebagai bentuk dukungan psikososial dan spiritual. Komunikasi efektif dalam memberikan informasi tentang keseriusan penyakit, mengakui keahlian keluarga terkait kondisi dan kebutuhan anak, memperhatikan budaya, etnik, agama dan ras mempengaruhi pemahaman keluarga tentang penyakit kronis pada anak. Selanjutnya, memberikan informasi yang jelas tentang diagnosis, prognosis, pilihanpenanganan, dan resiko/manfaat dan normalisasi dimana rutinitas anak dengan penyakit kronis disesuaikan dengan rutinitas keluarga dapat meningkatkan kualitas hidup anak (Hosckenberry & Wilson, 2013; Naicker et al., 2016).Perawatan paliatif pada anak memelukan pendekatan interprofessinal collaborative practice. Pratik interdisiplin terlibat dalam pelayanan seperti pasien dan keluarga, dokter, perawat, psikolog, pekerja sosial dan rohaniawan (untuk pasien berduka). Beberapa kondisi saat ini yang sering terjadi adalah beberapa kasus anak dengan kondisi yang tidak dapat disembuhkan meninggal di rumah sakit, seringkali di fasilitas perawatan intensif di mana komponen perawatan paliatif sudah ditawarkan saat diagnosis dan berlanjut sepanjang perjalanan penyakit. Mengintegrasikan perawatan paliatif dengan pelayanan home care dapat menjadi model dalam pelayanan paliatif pada anak dengan HIV/AIDS. Memanfaatkan sumber daya yang tersedia dalam keluarga dibantu oleh tenaga kesehatan professional dapat memperluas cakupan pelayanan kesehatan pada anak (Chambell, 2011; International Children’sPalliative Care Network, 2013; Naicker et al., 2016).
D. Asuhan Keperawatan Paliatif Pada Pasien HIV
1. Pengkajian
a. Identitas Klien
Meliputi :Nama, umur, jeniskelamin, pekerjaan, pendidikan, alamat, penanggung jawab, tanggalpengkajian, dan diagnose medis.
b. Keluhan Utama / Alasan Masuk RumahSakit
Mudahlelah, tidak nafsu makan, demam, diare, infermitten, nyeri panggul, rasa terbakar saat miksi, nyeri saat menelan, penurunan BB, infeksi jamur di mulut, pusing, sakit kepala, kelemahan otot, perubahan ketajaman penglihatan, kesemutan pada extremitas, batuk produkti / non.
c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat kesehatans ekarang
Meliputi keluhan yang dirasakan biasanya klien mengeluhkan diare,demam berkepanjangan, dan batuk berkepanjangan.
2) Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat menjalani tranfusi darah, penyakit herpersimplek, diare yang hilang timbul, penurunan daya tahan tubuh, kerusakan immunitas, hormonal (antibody), riwayat kerusakan responimunseluler (Limfosit T), batuk yang berdahak yang sudah lama tidak sembuh.
3) Riwayat Keluarga
Human Immuno Deficiency Virus Dapat ditular kan melalui bungan seksual dengan penderita HIV positif, kontak langsung dengan darah penderita melalui ASI.
d. Pemeriksaan Fisik
1) Aktifitas Istirahat
Mudah lemah, toleransi terhadapa ektifitas berkurang, progresi, kelelahan / malaise, perubahan pola tidur.
2) Gejalasu byektif
Demamkronik, demam atau tanpa mengigil, keringat malam hari berulang kali, lemah, lelah, anoreksia, BB menurun, nyeri, sulit tidur.
e. Psikososial
Kehilangan pekerjaan dan penghasilan, perubahan pola hidup, ungkapkan perasaan takut, cemas, meringis.
1) Status Mental: Marah atau pasrah, depresi, ide bunuh diri, apati, with drawl, hilangin terest pada lingkungan sekitar, gangguan proses piker, hilang memori, gangguan atensi dan konsentrasi, halusinasi dan delusi.
2) Neurologis: Gangguan reflex pupil, nystagmus, vertigo, ketidak seimbangan, kaku kuduk, kejang, paraflegia.
3) Muskuloskletal: Focal motor deficit, lemah, tidak mampu melakukan ADL.
4) Kardiovaskuler: Takikardi, sianosis, hipotensi, edemperifer, dizziness.
5) Pernafasan: Nafas pendek yang progresif, batuk (sedang – parah), batuk produktif/non produktif, bendungan atau sesak pada dada.
6) Integuzment: Kering, gatal, rash danlesi, turgor jelek, petekiepositif.
E. Kemungkinan Diagnosa Yang Muncul
1. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan nafsu makan.
2. Nyeriakut b.d agen injuri fisik.
3. Intoleransi aktivitas b.d penurunan nafsu makan.
4. Perubahan eliminasi BAB.
5. Kelelahan b/d status penyakit, anemia, malnutrisi
6. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan faktor: penurunan responimun , kerusakan kulit. (Nanda, NIC, NOC).
No |
Diagnosa keperawatan |
Rencana keperawatan |
|
Tujuan atau kriteriahasil |
Intervensi |
||
1. |
Ketidakseimbangan nutrisi kurangdari kebutuhan tubuh b.d penurunan nafsu makan
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam Adanya peningkatan berat ,badan sesuai dengan tujuan, Berat badan ideal sesuai Dengan tinggi badan, Tidak adanya tanda-tanda malnutrisi, Menunjukan peningkatan Fungsi menelan, Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi |
1. Kaji adanya alergi makanan
2. Monitor adanya penurunan berat badan
3. Monitor adanya mual, muntah dan diare
4. kolaborasi dengan dokter untuk pemasangan NGT
5. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
6. Monitor kadar albumin, Hb dan Ht
7. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
8. Berikan substansi gula
9. Berikan makanan yang sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi. |
2. |
Nyeri akut b.d ageninjuri fisik
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam pasien dapat mengontrol nyerinya, skala nyeri berkurang dari skala 6 menjadi skala 3, klien mengatakan nyeri Sudah berkurang |
1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
2. Control lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri, seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan.
3. Ajarkan tentang tehnik nonfarmakologi.
4. berikan analgetik untuk mengurangi nyeri. 5. Ajarkan teknik relaksa |
3. |
Intoleransi aktivitas b.d penurunan nafsu makan
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x 24 Klien meningkat dalam Aktivitas fisik,Mengerti tujuan dan peningkatan mobilitas,Memverbalisasikan Perasaan dalam Meningkatkan kekuatandan Kemampuan berpindah ,Memperagakan penggunaan alat Bantu untuk mobilisasi |
1. Monitoring vital sign sebelum/sesudah latihan dan lihat respon pasien saat latihan 2. Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana Ambulasi sesuai dengan kebutuhan 3. Bantu klien untuk Menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah terhadap cedera 4. Ajarkan pasien atau Tenaga kesehatan lain Tentang teknik ambulasi 5. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi 6. Latih pasien dalam Pemenuhan kebutuhan 7. ADLs secara mandiri Sesuai kemampuan 8. Dampingi dan Bantu Pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan 9. ADLs pasien. Berikan alat bantu jika klien memerlukan. 10. Ajarkan pasien Bagaimaname rubah posisi dan berikan bantuan jikad iperlukan |
4. |
Perubaha neliminasi BAB
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x 24 feses berbentuk, BAB sehari sekali- tiga hari,Menjaga daerah sekitar rectal dari iritasi,Tidak mengalami diare ,Menjelaskan penyebab diare dan rasional tendakan,Mempertahankan turgor kulit |
1.Evaluasi efek samping pengobatan terhadap gastrointestinal
2.Ajarkan pasien untuk Menggunakan obatan diare
3.Instruksikan pasien/keluarga untuk mencatat warna, jumlah, frekuenai dan konsistensi dari feses
4.Evaluasi intake makanan yang masuk
5.Identifikasi factor Penyebab dari diare
6.Monitor tanda dangejala diare
7.Observasi turgor kulit Secara rutin
8.Ukur diare/keluaran BAB
9.Hubungi dokter jika ada kenanikan bisingusus
9.instruksikan pasien Untuk makan rendah serat, tinggi protein dan tinggi kalori jika memungkinkan
10. Instruksikan untuk Menghindari laksative
11. Ajarkan tehnik menurunkan stress Monitor persiapan makanan yang aman |
5. |
Kelelahan b/d status penyakit, anemia, malnutrisi
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x 24 pasien mampu Memverbalisasikan Peningkatan energi dan merasa lebih baik, Menjelaskan penggunaan energi untuk mengatasi kelelah |
1.Observasi adanya Pembatasan klien dalam melakukan aktivitas
2.Dorong anal untuk Mengungkapkan perasaan terhadap keterbatasan
3.Kaji adanya factor yang menyebabkan kelelahan
4.Monitor nutrisi dan Sumber energi tangadekuat
5.Monitor pasien akan Adanya kelelahan fisik dan emosi secara berlebihan
6.Monitor respon Kardivaskuler terhadap aktivitas
7.Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien |
6. |
Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan faktor :Penurunanresponimun , kerusakan kulit.
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x 24 temperature dan SDP Kembali kebatas normal,keringat malam berkurang dan tidak ada batuk,meningkatnya masukan makanan , tercapai |
1.Berikan obat antibiotik dan evaluasi keefektifannya
2.jamin pemasukan cairan paling sedikit 2-3 liter sehari.
3.Pelihara kenyamanan suhu kamar. Jaga kebersihan dan keringnya kulit.
|
F. Implementasi
Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan dimana rencana keperawatan dilaksanakan: melaksanakan intervensi/aktivitas yang telah ditentukan, pada tahap ini perawat siapun untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas yang telah dicatat dalam rencana perawatan klien. Agar implementasi perencanaan dapat tepat waktu dan efektif terhadap biaya, pertama-tama harus mengidentifikasi prioritas perawatan klien, kemudian bila perawatan telah dilaksanakan, memantau dan mencatat respons pasien terhadap setiap intervensi dan mengkomunikasikan informasi ini kepada penyedia perawatan kesehatan lainnya. Kemudian, dengan menggunakan data, dapat mengevaluasi dan merevisi rencana perawatan dalam tahap proses keperawatan berikutnya.
G. Evaluasi
Tahap evaluasi menentukan kemajuan pasien terha dap pencapaian hasil yang diinginkan danrespon spasien terhadap dan keefektifan intervensi Keperawatan kemudian mengganti rencana perawatan jikadiperlukan. Tahap akhirdari proses keperawatan perawat mengevaluasi kemampuan Pasien kearah pencapaian hasil (Irianto, 2014).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penyakit HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah suatu kondisi klinis oleh infeksi virus HIV (Human Immunodeficiency Virus). Pada kebanyakan kasus infeksi HIV menyebabkan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS). Penyakit AIDS merupakan masalah kesehatan masyarakat terbesar di dunia dewasa ini. Penyakit ini terdapat hampir di semua negara di dunia tanpa kecuali termasuk Indonesia (Irianto, 2014).
Perawatan paliatif merupakan perawatan total yang dilakukan secara aktif terutama pada pasien yang menderita penyakit yang membatasi hidup, dan keluarga pasien, yang dilakukan oleh tim secara interdisiplin, dimana penyakit pasien tersebut sudah tidak dapat lagi berespon terhadap pengobatan atau pasien yang mendapatkan intervensi untuk memperpanjang masa hidup.
B. Saran
Agar pembaca dapat mengenali pengertian HIV dan faliatief care, Agar pembaca dapat menerapkan asuhan keperawatan AIDS pada klien AIDS
DAFTAR PUSTAKA
Becker R. Fundamental Aspects of Palliative Care Nursing: An Evidence-Based Handbook for Student Nurses. 2nd ed. UK; 2015
dr. Allert Noya. Diagnosis HIV [Internet]. 2016. Available from: https://www.alomedika.com/penyakit/penyakit- infeksi/hiv/diagnosis
Kemenkes RI. Info Datin-HIV-AIDS-2018.pdf. 2018. p. 12.
Souza, P.N. et al. Palliative Care for Patients with HIV/AIDS Admitted to Intensive Care Units. 3rd ed. Rev Bras Intensiva; 2016.
Yodang, S.Kep., Ns. MPC. Konsep Perawatan Paliatif. Jakarta: Trans Info Media; 2018
No comments:
Post a Comment