ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN BRONKITIS DAN KRONIK
KATA
PENGANTAR
Segala puji
hanya milik Allah SWT.
Shalawat dan salam
selalu tercurahkan kepada Rasulullah SAW. Berkat
limpahan dan rahmat-Nya saya mampu
menyelesaikan tugas Asuhan Keperawatan ini yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Bronkitis
Dan Kronik”
Dalam
penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang saya hadapi.
Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah akhirnya
makalah ini dapat terselesaikan. Dan saya menyadari bahwa kelancaran dalam
penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan orang
tua, sehingga kendala-kendala yang saya hadapi teratasi.
Makalah
ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang ‘Gizi Ibu Hamil dan
Menyusui
Banda Aceh, Mei
2018
Penulis
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR........................................................................................... i
DAFTAR
ISI.......................................................................................................... ii
BAB I
PENDAHULUAN..................................................................................... 1
A.
Latar Belakang........................................................................................ 1
B.
Tujuan Penulisan...................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................... 3
A.
Defenisi ............................................................................................... 3
B.
Etiologi ................................................................................................ 4
C.
Patofisiologi ......................................................................................... 5
D.
Klasifikasi............................................................................................. 7
E.
Manifestasi Klinis Bronchitis ............................................................... 8
F.
Komplikasi ........................................................................................... 9
G.
Penatalaksanaan ................................................................................. 10
H.
Asuhan Keperawataan........................................................................ 12
1. Pengkajian ..................................................................................... 12
2. Diagnosa ........................................................................................ 13
3. Intervensi ....................................................................................... 14
BAB III PENUTUP............................................................................................. 18
A. Kesimpulan............................................................................................ 18
DAFTAR
PUSTAKA......................................................................................... 19
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Penyakit
infeksi sekarang ini yang banyak menimbulkan kematian adalah saluran pernafasan
baik itu pernafasan atas maupun bawah, yang bersifat akut atau kronis salah
satunya penyakit bronchitis. Bronchitis pada anak
berbeda dengan bronchitis yang terjadi pada orang dewasa. Pada
anak bronchitis merupakan bagian dari berbagai penyakit
saluran nafas lain, namun dapat juga merupakan penyakit tersendiri (ngastiyah,
200585). Di Amerika Serikat, menurut national
center for health statistics, kira-kira ada 14 juta orang menderita bronchitis.
Lebih dari 12 juta orang menderita bronchitis pada tahun 1994,
sama dengan 5% populasi amerika. Di dunia bronchitis merupakan
masalah dunia. Frekuensi bronchitis lebih banyak pada status
ekonomi rendah dan pada kawasan industri.bronchitis lebih banyak
terdapat pada laki-laki dibanding perempuan (Samer, 2007).
Menurut
data statistik belanda, tujuh kali pada pasien anak-anak dibawah usia 1 tahun
masuk rumah sakit dengan diagnosis bronchitis. Jumlah pasien
tersebut meningkat dari 1500 menjadi 5000 antara tahun 1981 – 2005, dengan
rata-rata 35% pasien pada usia 0 – 1 tahun. Di kelompok umur tersebut juga
terjadi peningkatan sebanyak tujuh kali di periode tersebut. Antara tahun 1981
– 2005, pasien dengan diagnosis bronchitis meningkat dari 29
menjadi 147 per 10.000 orang usia 0 – 1 tahun, separuh pasien tersebut adalah
bayi dibawah usia 4 bulan (Ploemacher, 2010).
B.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui pengertian bronchitis
2.
Untuk mengetahui etiologi bronchitis
3.
Untuk mengetahui patofisiologi bronchitis
4.
Untuk mengetahui klasifikasi bronchitis
5.
Untuk mengetahui manifestasi klinis bronchitis
6.
Untuk mengetahui komplikasi bronchitis
7.
Untuk mengetahui penatalaksanaan bronchitis
8.
Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada anak dengan bronchitis
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Defenisi
Bronchitis adalah suatu peradangan bronchiolus,
bronchus, dan trachea oleh berbagai sebab. Bronchitis biasanya lebih sering
disebabkan oleh virus seperti rhinovirus, Respiratory
Syncitial Virus (RSV), virus influenza, virus para influenza, dan Coxsackie virus . Bronchitis adalah suatu peradangan pada bronchus yang disebabkan
oleh berbagai macam mikroorganisme baik virus, bakteri, maupun parasit. Ada 2
jenis bronchitis yaitu bronchitis akut dan kronik (Muttaqin, 2008).
Bronchitis adalah peradangan dari satu atau
lebih bronchus. Bronchitis akut adalah serangan bronchitis dengan perjalanan
penyakityang singkat dan berat, disebabkan oleh karena terkena
dingin,penghirupan bahan-bahan iritan, atau oleh infeksi akut, dan
ditandaidengan demam, nyeri dada (terutama disaat batuk), dyspnea, dan
batuk.Bronchitis kronik adalah bentuk peradangan yang lama dan berkesinambungan
akibat serangan berulang bronchitis akut atau penyakit-penyakit umum kronis,
dan ditandai dengan batuk, ekspektorasi, danperubahan sekunder jaringan paru
(Company, 2000).
Bronchitis kronik didefinisikan sebagai adanya
batuk produktif yang berlangsung 3 bulan dalam satu tahun selama 2 tahun
berturut-turut.Sekresi yang menumpuk dalam bronchioles mengganggu pernapasan
yang efektif. Merokok atau pemajanan terhadap terhadap polusi adalah penyebab
utama bronchitis kronik. Pasien dengan bronchitis kronik lebih rentan terhadap
kekambuhan infeksi saluran pernapasan bawah. Kisaran infeksi virus, bakteri,
dan mikroplasma dapat menyebabkan episode bronchitis akut. Eksaserbasi
bronchitis kronik hampir pasti terjadi selama musim dingin. Menghirup udara
yang dingin dapat menyebabkan bronchospasme bagi mereka yang rentan (Smeltzer
& Bare 2001).
Bronchitis kronis adalah kelainan yang
ditandai oleh hipersekresi bronchus secara terus menerus. Bronchitis Kronis
merupakan suatu gangguan klinis yang ditandai oleh pembentukan mucus yang
berlebihan dalam bronchus dan bermanifestasi sebagai batuk kronis dan
pembentukan sputum selama sedikitnya 3 bulan dalam setahun sekurang-kurangnya
dalam 2 tahun berturut-turut (Sylvia, Price, & Wilson, 1994). Dari beberapa
pengertian di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa bronchitis merupakan suatu
peradangan pada bronchus yang disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme
baik virus, bakteri, maupun parasit. Bronchitis dibagi menjadi dua fase yaitu
fase akut dan fase kronis.
B.
Etiologi
Penyebab utama penyakit
bronkitis akut adalah virus. Sebagai contoh
Rhinovirus Sincytial Virus (RSV), Influenza Virus, Para-influenza Virus,
Adenovirus dan Coxsakie Virus. Di lingkungan sosio-ekonomi yang baik jarang
terdapat infeksi sekunder oleh bakteri. Alergi, cuaca, polusi udara dan infeksi
saluran napas atas dapat memudahkan terjadinya bronkitis akut. Rokok
1. Infeksi
Eksaserbasi bronchitis disangka paling sering diawali dengan
infeksi virus yang kemudian menyebabkan infeksi sekunder bakteri. Bakteri yang
diisolasi paling banyak adalah Hemophilus influenza dan streptococcus
pneumonie.
2. Polusi
Polusi tidak begitu besar pengaruhnya sebagai faktor
penyebab, tetapi bila ditambah merokok resiko akan lebih tinggi. Zat – zat
kimia dapat juga menyebabkan bronchitis adalah zat – zat pereduksi seperti O2,
zat – zat pengoksida seperti N2O, hidrokarbon, aldehid, ozon.
3. Keturunan
Belum diketahui secara jelas apakah faktor keturunan
berperan atau tidak, kecuali pada penderita defisiensi alfa – 1 – antitripsin
yang merupakan suatu problem, dimana kelainan ini diturunkan secara autosom
resesif. Kerja enzim ini menetralisir enzim proteolitik yang sering dikeluarkan
pada peradangan dan merusak jaringan, termasuk jaringan paru.
4. Penyakit jantung menahun, yang
disebabkan oleh kelainan patologik pada katup maupun miokardia. Kongesti
menahun pada dinding bronchus melemahkan daya tahan sehingga infeksi bakteri
mudah terjadi.
5. Infeksi sinus paranasalis dan rongga
mulut, area infeksi merupakan sumber bakteri yang dapat menyerang dinding bronchus.
6. Dilatasi bronkus (bronkhiektasi), menyebabkan gangguan
susunan dan fungsi dinding bronkus sehingga infeksi bakterinmudah terjadi.
Rokok dapat menimbulkan kelumpuhan bulu getar selaput lendir
bronchus sehingga drainase lendir terganggu. Kempulan lendir tersebut merupakan
media yang baik untuk pertumbuhan bakteri. Menurut buku Report of the WHO
Expert Comite on Smoking Control, rokok adalah penyebab utama timbulnya
bronchitis. Terdapat hubungan yang erat antara merokok dan penurunan VEP
(volume ekspirasi paksa) 1 detik. Secara patologis rokok berhubungan dengan
hiperplasia kelenjar mukus bronkus dan metaplasia skuamus epitel saluran
pernafasan juga dapat menyebabkan bronkostriksi akut.
C.
Patofisiologi
Asap
mengiritasi jalan napas, mengakibatkan hipersekresi lendirdan inflamasi. Karena
iritasi yang konstan ini, kelenjar-kelenjar yang mensekresi lendir dan sel-sel
globet meningkat jumlahnya, fungsi silliamenurun, dan lebih banyak lendir yang
dihasilkan dan akibatnyabronchioles menjadi menyempit dan tersumbat. Alveoli
yang berdekatan dengan bronchioles dapat menjadi rusak dan membentuk
fibrosis,mengakibatkan perubahan fungsi makrofag alveolar, yang berperan
penting dalam menghancurkan partikel asing termasuk bakteri. Pasien kemudian
menjadi lebih rentan terhadap infeksi pernapasan. Penyempitan bronchial lebih
lanjut terjadi sebagai akibat perubahan fibrotic yang terjadi dalam jalan
napas. Pada waktunya, mungkin terjadi perubahan paru yang irreversible,
kemungkinan mengakibatkan emphysema dan
bronchiectasis
(Smeltzer & Bare, 2001).
Pathways
D.
Klasifikasi
1. Bronchitis Akut
Bronchitis Adalah
batuk yang tiba-tiba terjadi karena infeksi virus yang melibatkan jalan napas
yang besar. Bronkitis akut pada bayi dan anak
biasanya juga bersama dengan trakeitis, merupakan penyakit saluran napas akut
(ISNA) yang sering dijumpai Bronkitis aku.t pada umumnya ringan.
Berlangsung singkat (beberapa hari hingga beberapa minggu), rata-rata 10-14
hari. Meski ringan, namun adakalanya sangat mengganggu, terutama jika disertai
sesak, dada terasa berat, dan batuk berkepanjangan.
2. Bronchitis Kronik
Bronkitis
kronk merupakan penyakit saluran napas yang sering didapat di masyarakat. Penyakit
ini menjadi masalah kesehatan oleh karena sifatnya yang kronik, persisten dan
progresif. Infeksi saluran napas merupakan masalah klinis yang sering dijumpai
pada penderita bronkitis kronik yang dapat memperberat penyakitnya. Eksaserbasi
infeksi akut akan bronkitis kronik yang dapat memperberat penyakitnya.
Eksaserbasi infeksi akut akan mempercepat kerusakan yang telah terjadi,
disamping itu kuman yang menyebabkan eksaserbasi juga berpengaruh terhadap
morbiditas penyakit ini. Penyakit ini berlangsung lebih lama dibandingkan
bronkitis akut, yaitu berlangsung selama 1 tahun dengan frekuensi batuk
produktif 3 bulan selam 2 tahun berturut-turut.
E.
Manifestasi
Klinis Bronchitis
Gejala
umum bronkitis akut maupun bronkitis kronik adalah:
1.
Batuk dan produksi sputum
adalah gejala yang paling umum biasanya terjadi setiap hari. Intensitas batuk,
jumlah dan frekuensi produksi sputum bervariasi dari pasien ke pasien. Dahak
berwarna yang bening, putih atau hijau-kekuningan.
2.
Dyspnea (sesak napas) secara
bertahap meningkat dengan tingkat keparahan penyakit. Biasanya, orang dengan
bronkitis kronik mendapatkan sesak napas dengan aktivitas dan mulai batuk.
3.
Gejala kelelahan, sakit
tenggorokan , nyeri otot, hidung tersumbat, dan sakit kepala dapat menyertai
gejala utama.
4.
Demam dapat mengindikasikan
infeksi paru-paru sekunder virus atau bakteri.
Pada bronkitis akut, batuk terjadi selama
beberapa minggu. Sesorang didiagnosis bronkitis kronik ketika mengalami batuk
berdahak selama paling sedikit tiga bulan selama dua tahun berturut-turut. Pada
bronkitis kronik mungkin saja seorang penderita mengalami bronkitis akut
diantara episode kroniknya, dan batu mungkin saja hilang namun akan muncul
kembali (Smeltzer & Bare, 2001).
F.
Komplikasi
Komplikasi
bronchitis menurut Behrman (1999), antara lain :
1. Otitis
media akut .
Yaitu keadaan terdapatnya cairan di dalam telinga
tengah dengan tanda dan gejala infeksi dan dapat disebabkan berbagai patogen
termasuk Sterptococcus pneumoniae dan Haemophilus influenzae.
Mikroorganisme patogen penyebab bronkhtis menebar dan masuk ke dalam saluran
telinga tengah dan menimbulkan peradangan sehingga terjadi infeksi.
2. Sinusitis
maksilaris
Yaitu radang sinus yang ada di sekitar hidung yang
disebabkan oleh komplikasi peradangan jalan nafas bagian atas dibantu oleh
adanya faktor predisposisi. Infeksi pada sinus dapat menyebabkan bronkhospasme,
edema dan hipersekresi sehingga mengakibatkan bronchitis.
3. Pneumonia
Pneumonia
adalah radang paru yang disebabkan oleh bermacammacam etiologi seperti bakteri,
virus, jamur, dan benda asing. Jika bronchitis tidak ditangani dengan baik
secara tuntas atau jika daya tahan tubuh jelek, maka proses peradangan akan
terus berlanjut disebut bronchopneumoniae. Gejala yang muncul umumnya berupa
nafas yang memburu atau cepat dan sesak nafas karena paru-paru mengalami
peradangan. Pneumonia berat ditandai adanya batuk atau kesukaran bernafas,
sesak nafas ataupun penarik dinding dada sebelah bawah kedalam.
G. Penatalaksanaan
Objektif
utama pengobatan adalah untuk menjaga agar bronchioles terbuka dan berfungsi,
untuk memudahkan pembuangan sekresi bronchial, untuk mencegah infeksi, dan
untuk mencegah kecacatan. Perubahan dalam pola sputum (sifat, warna, jumlah,
ketebalan) dan dalam pola batuk adalah tanda yang penting untuk dicatat.
Infeksi bakteri kambuhan diobati dengan terapi antibiotic berdasarkan hasil
pemeriksaan kultur dan sensitivitas. Untuk membantu membuang sekresi bronchial,
diresepkan bronchodilator untuk menghilangkan bronchospasme dan mengurangi
obstruksi jalan napas sehinggga lebih banyak oksigen didistribusikan ke seluruh
bagian paru, dan ventilasi alveolar diperbaiki. Postural drainage dan perkusi
dada setelah pengobatan biasanya sangat
membantu, terutama bila terdapat bronchiectasis. Cairan (yang diberikan per
oral atau parenteral jika bronchospasme berat) adalah bagian penting dari terapi,
karena hidrasi yang baik membantu untuk mengencerkan sekresi sehingga dapat
dengan mudah dikeluarkan dengan membatukannya. Terapi kortikosteroid mungkin
digunakan ketika pasien tidak menunjukkan keberhasilan terhadap pengukuran yang
lebih konservatif. Pasien harus menghentikan merokok karena menyebabkan
bronchoconstrictor, melumpuhkan sillia, yang penting dalam membuang partikel
yang mengiritasi, dan menginaktivasi surfactants, yang memainkan peran penting
dalam memudahkan pengembangan paru-paru. Perokok juga lebih rentan terhadap
infeksi bronchial (Smeltzer & Bare, 2001).
Penatalaksanan
medis bronchitis akut : karena penyebab bronchitis pada umumnya virus maka
belum ada obat kausal. Antibiotik tidak berguna. Obat yang di berikan biasanya
untuk penurunan demam. Banyak minum terutama sari buah-buahan obat penekan
batuk tidak di berika pada batuk yang banyak lender, lebih baik di beri banyak
minum. Bila batuk teteap ada dan tidak ada perbaikan setelah dua minggu perlu
dicurigai adanya infeksi bakteri sekunder dan anti biotic boleh di berikan asal
sudah disingkirkan adanya asma atau pertusisi. Pemberian anti biotic yang
serasi untuk M. pneumonia dan H. influenza sebagai bakteri penyerang sekunder
misalnya amoksisislin, kotrimoksazol dan golongan makrolid. Antibiotic di
berikan 7-10 hari dan bila tidak berhasil perlu dilakukan foto thorax untuk
menyingkirkan kemukinan kolaps paru segmental dan lobaris , benda asing dalam
saluran nafas dan tuberkolosis. (ngastiyah,2005).
Penatalaksanan
medis bronchitis kronis : pada bronchitis gejala batuk sangat menonjoldan
sering terjadi siang dan malam terutama pagi-pagi sekali yang menyebabkan
pasien kurang istirahat atau tidur, pasien akan terganggu rasa aman dan
nyamamnya. Akibat lain adalah terjadinya daya tahan tubuh pasien yang menurun,
anoreksia, sehingga berat badanya sukar naik. Pada anak yang lebih besar
batuk-batuk yang terus-menerus akan menggangu kesenangan bermain, dan bagi anak
yang sudah sekolah batuk mengagu konsenterasi bagi diri sendiri, saudara maupun
teman-temanya. Untuk menggangu menguragi gangguan tersebut perlu di usahakan
agar batuk tidak bertambah banyak dengan memberikan obat secara benar dan membatasi aktivitas anak untuk mencegah
keluar banyak keringat, karena jika baju basah juga akan menyebabkan batuk-batuk
(karena dinggin). Untuk mengurangi batuk pada malam hari berikan obat batuk
yang terahir sebelum tidur. Anak yang batuk apalagi yang bronchitis lebih baik
tidak tidur di kamar yang ber AC atau memakai kipas angin. Jika suhu udara
dinggin pakaikan baju hangat bila ada yang tertutup lehernya. Obat gosok merasa
hangat dan dapat tidur tenang. Bila batuk tidak segera berhenti berikan minuman
hangat tidak manis. Pada anak yang sudah agak besar jika ada dahak di dalam
tengorokannya beritahu supaya di buang karena adanya dahak tersebut juga merangsang
batuk. Usahakan mengurangi batuk dengan menghindari makanan yang merangsang
seperti goreng-gorengan, permen atau minum es. Jangan memandikan anak terlalu
pagi atau terlalu sore dan memeandikan dengan air hangat (Ngastiyah,2005).
H. Asuhan Keperawataan
1.
Pengkajian
a. Identitas Klien : Nama, umur,
alamat, pendidikan, agama, no. register, diagnose medis
b. Riwayat kesehatan : Riwayat alergi
dalam keluarga, gangguan genetic, riwayat tentang disfungsi pernapasan
sebelumnya, bukti terbaru penularan terhadap infeksi, allergen, atau iritan
lain, trauma.
c. Pemeriksaan Fisik :
1)
(Breathing)
Adanya
retraksi dan pernapasan cuping hidung, warna kulit dan membrane mukosa pucat
dan cyanosis, adanya suara serak, stridor dan batuk. Pada anak yang menderita
bronchitis biasanya disertai dengan demam ringan, secara bertahap mengalami
peningkatan distress pernapasan, dispnea, batuk non produktif paroksimal,
takipnea dengan pernapasan cuping hidung dan retraksi, emfisema.
2)
B2 (Blood)
Gejala
: Pembengkakan
pada ekstremitas bawah
Tanda
: Peningkatan TD, Takikardi, Distensi
vena jugularis, Bunyi jantung redup(karena cairan di paru-paru), Warna kulit
normal atau sianosis.
3) B3
(Brain)
Klien tampak gelisah, peka terhadap rangsang,
ketakutan, nyeri dada.
4) B4 (Bladder)
Tidak
ditemukan masalah, tidak ditemukan adanya kelainan.
5) B5 (Bowel)
Gejala
: Mual/muntah,
Nafsu makan menurun, Ketidakmampuan makan karena distres pernafasan, Penurunan berat badan,Nyeri abdomen.
Tanda
:
Turgor kulit buruk, Edema, Berkeringat, Palpitasi abdomial dapat menunjukkan
hepatomegali.
6) B6 (Bone)
Gejala
: Keletihan,
kelelahan, ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas karena sulit bernafas, Ketidakmampuan
untuk tidur, perlu dalam posisi duduk tinggi, Dispnea pada saat istirahat atau
respon terhadap aktivitas atau latihan. Tanda: Keletihan, gelisah , dan
insomnia.
d. Pemeriksaaan
diagnostic
1) Rongent : Peningkatan tanda
bronkovaskuler
2) Tes fungsi paru: Memperkirakan
derajad disfungsi paru
3) Volume residu : Meningkat
4) GDA : Memperkirakan progresi
penyakit(Pa02 menurun dan PaCO2 meningkat atau normal)
5) Bronkogram: Pembesaran duktus mukosa
6) Sputum: Kultur untuk menentukan
adanya infeksi,identifikasi pathogen
7) EKG: Disritmia arterial
8) EKG latihan : Membantu dalam
mengkaji derajad disfungsi paru untuk program latihan
2. Diagnosa
a)
Ketidakefektifan bersihan jalan
nafas berhubungan dengan bronchospasme, edema mukosa, akumulasi mukus.
b) Pola
nafas tidak efektif berhubungan dengan broncokontriksi, mukus.
c) Hipertermi
berhubungan dengan bakterimia, viremia
d)
Nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan rasa nausea, vomiting, malaise.
e)
Resiko gangguan keseimbangan
cairan (defisit) berhubungan dengan penurunan intake oral, dyspnoe, tacypnoe.
f) Resiko
tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan menetapnya sekret, proses penyakit
kronis
3.
Intervensi
No.
|
Diagnose
Keperawatan
|
Kriteria
Hasil/Tujuan
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
|
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
berhubungan dengan bronchospasme, edema mukosa, akumulasi mukus.
|
Tujuan:
Jalan nafas bersih dan patent setelah
mendapat tindakan keperawatan, dengan kriteria:
Pada saat bernafas tidak menggunakan
otot-otot bantu, frekwensi nafas dalam batas normal, suara nafas
bronchovesikuler.
|
a.
Jelaskan pada klien dan
keluarga beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan proses
pengeluaran sekret.
b.
Anjurkan kepada klien dan
keluarga agar memberikan minum lebih banyak
dan hangat kepada klien.
c.
Lakukan fisioterapi nafas dan
latihan batuk efektif
d. Kolaborasi dalam pemberian ekspektoran
e.
Observasi: Pernafasan (rate,
pola, penggunaan otot bantu, irama, suara nafas, cyanosis), tekanan darah,
nadi, dan suhu.
|
a.
Pengetahuan yang memadai
memungkinkan keluarga dan klien kooperatif dalam tindakan perawatan.
b.
Peningkatan hidrasi cairan
akan mengencerkan sekret sehingga sekret akan lebih mudah dikeluarkan.
c.
Fisoterapi nafas melepaskan
sekret dari tempat perlekatan, postural drainase memudahkan pengaliran
sekret, batuk efektif mengeluarkan sekret secara adekuat.
d.
Ekspektoran mengandung
regimen yang berfungsi untuk mengencerkan sekret agar lebih mudah
dikeluarkan.
e.
Tanda vital merupakan
indikator yang dapat diukur untuk mengetahui kecukupan suplai oksigen.
|
2.
|
Pola nafas tidak efektif berhubungan
dengan broncokontriksi, mukus.
.
|
Tujuan : perbaikan dalam pola nafas
Kriteria Hasil: pemeriksaan TTV
terutama pada pola nafas pasien normal.
|
a. Ajarkan
pasien pernafasan diaphragm dan pernafasan bibir
b. Berikan
dorongan untuk menyelingi aktivitas dan periode istirahat
c. Berikan
dorongan penggunaan pelatihan otot-otot pernafasan jika diharuskan
|
a. Membantu
pasien memperpanjang waktu ekspirasi. Dengan teknik ini pasien akan bernafas
lebih efisien dan efektif.
b. Memungkinkan
pasien untuk melakukan aktivitas tanpa distres berlebihan.
c. Menguatkan
dan mengkondisikan otot-otot pernafasan.
|
3.
|
Hipertermi berhubungan dengan
bakterimia, viremia
|
Tujuan:
Suhu tubuh dalam batas normal setelah
mendapat tindakan keperawatan dengan kriteria:
Suhu tubuh dalam batas normal, tekanan
darah dalam batas normal, nadi dan respirasi dalam batas normal.
|
a.
Jelaskan pada keluarga
tindakan perawatan yang akan dilakukan.
b.
Berikan kompres.
c.
Anjurkan kepada keluarga dan
klien untuk minum lebih banyak.
d.
Anjurkan kepada keluarga
untuk memakaikan baju yang tipis dan menyerap keringat untuk klien.
e.
Kolaborasi dalam pemberian
antipiretik.
f.
Observasi tanda-tanda vital.
|
a.
Pengetahuan yang memadai
memungkinkan klien dan keluarga kooperatif terhadap tindakan keperawatan.
b.
Penurunan panas dapat
dilakukan dengan cara konduksi melalui kompres.
c.
Hidrasi cairan yang cukup
dapat menurunkan suhu tubuh.
d.
Penurunan suhu dapat
dilakukan dengan tehnik evaporasi
e.
Antipiretik mengandung
regimen yang bekerja pada pusat pengatur suhu di hipotalamus.
f.
Peningkatan suhu tubuh
mencerminkan masih adanya bakterimia, viremia
|
4.
|
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan rasa nausea, vomiting, malaise.
|
Tujuan:
Nutrisi terpenuhi secara adekuat setelah
mendapat tindakan keperawatan dengan kriteria:
Berat badan dalam batas normal, terjadi
peningkatan berat badan, klien mau menghabiskan makanan yang disajikan.
|
a.
Jelaskan pada klien dan
keluarga tentang manfaat dari nutrisi yang adekuat.
b.
Sajikan makanan dalam keadaan
hangat dan menarik.
c.
Berikan makanan dengan porsi
sedikit tapi sering.
d.
Kolaborasi dalam pemberian
vitamin/ roboransia.
e.
Observasi kemampuan klien
dalam menghabiskan makanan, berat badan.
.
|
a.
Pengetahuan yang memadai
memungkinkan klien dan keluarga kooperatif terhadap tindakan perawatan yang
diberikan.
b.
Merangsang peningkatan nafsu
makan pada fase sefal.
c.
Dilatasi lambung yang
berlebihan merangsang rasa mual dan muntah.
d.
Roboransia memberikan efek
dalam peningkatan nafsu makan
e.
Deteksi dini terhadap
perkembangan klien
|
5.
|
Resiko gangguan keseimbangan cairan
(defisit) berhubungan dengan penurunan intake oral, dyspnoe, tacypnoe.
|
Tujuan:
Tidak terjadi gangguan keseimbangan
cairan selama dalam masa perawatan dengan kriteria:
Produksi urine dalam batas normal,
tekanan darah dalam batas normal, denyut nadi dalam batas normal dan teraba
penuh, ubun-ubun besar datar, mata tidak cowong.
|
a.
Jelaskan pada klien dan
keluarga tentang manfaat dari pemberian minum yang adekuat.
b.
Anjurkan kepada keluarga
untuk memberikan minum yang adekuat.
c.
Kolaborasi dalam pemberian cairan perparenteral.
d.
Observasi intake dan output
e.
Observasi tanda vital dan
produksi urine serta keadaan umum.
|
a.
Pengetahuan yang memadai
memungkinkan keluarga dan klien kooperatif terhadap tindakan keperawatan.
b.
Intake cairan yang adekuat
mencegah timbulnya defisit cairan.
c.
Anak yang mengalami dyspnoe
akan mengalami kesulitan dalam asupan perenteral/ per os.
d.
Mengetahui sejak dini dengan
menghitung secara tepat agar tidak terjadi defisit cairan.
e.
Gangguan keseimbangan cairan
dalam tubuh dapat mengakibatkan per- ubahan pada tanda vital, produksi urine.
|
6.
|
Resiko tinggi terhadap infeksi
berhubungan dengan menetapnya sekret, proses penyakit kronis.
|
Tujuan: mengidentifikasi intervensi
untuk mencegah resiko tinggi
Kriteria Hasil:
Menunjukkan kemampuan untuk mencegah
timbulnya infeksi. Jumlah leukosit dalam batas normal.
|
a. Awasi
suhu.
b. Observasi
warna, bau sputum.
c. Tunjukkan
dan bantu pasien tentang pembuangan sputum.
d. Diskusikan
kebutuhan masukan nutrisi adekuat.
e. Berikan
anti mikroba sesuai indikasi
|
a. Demam
dapat terjadi karena infeksi atau dehidrasi.
b. Sekret
berbau, kuning dan kehijauan menunjukkan adanya infeksi.
c. Mencegah
penyebaran patogen.
d. Malnutrisi
dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan tekanan darah terhadap
infeksi.
e. Dapat
diberikan untuk organisme khusus yang teridentifikasi dengan kultur.
|
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Bronchitis adalah suatu peradangan
bronchiolus, bronchus, dan trachea oleh berbagai sebab. Bronchitis biasanya
lebih sering disebabkan oleh virus seperti rhinovirus, Respiratory Syncitial Virus (RSV), virus influenza, virus para
influenza, dan Coxsackie virus . Bronchitis adalah suatu peradangan pada
bronchus yang disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme baik virus,
bakteri, maupun parasit. Ada 2 jenis bronchitis yaitu bronchitis akut dan
kronik (Muttaqin, 2008).
Bronchitis adalah peradangan dari satu atau
lebih bronchus. Bronchitis akut adalah serangan bronchitis dengan perjalanan
penyakityang singkat dan berat, disebabkan oleh karena terkena
dingin,penghirupan bahan-bahan iritan, atau oleh infeksi akut, dan
ditandaidengan demam, nyeri dada (terutama disaat batuk), dyspnea, dan
batuk.Bronchitis kronik adalah bentuk peradangan yang lama dan berkesinambungan
akibat serangan berulang bronchitis akut atau penyakit-penyakit umum kronis,
dan ditandai dengan batuk, ekspektorasi, danperubahan sekunder jaringan paru
(Company, 2000).
B.
Saran
Bagi mahasiswa dapat memahami asuhan
keperawatan pasien bayi dengan bronchitis sehingga dapat memberikan asuhan
keperawatan sesuai teori yang ada. Bagi perawat diharapkan dapat menambah
wawasan dan informasi dalam penanganan pasien bayi dengan bronkitis sehingga
dapat meningkatkan pelayanan kesehatan yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges,
Marilynn E, 2003, Rencana Asuhan
Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, ; alih
bahasa, I Made Kariasa; editor, Monica Ester, Edisi 3, Jakarta : EGC.
Dona L.
Wong, 2004, Pedoman Klinis Keperawatan
Pediatrik Edisi 4, Jakrta : Buku Kedokteran EGC.
Ngastiyah,
2006. Perawatan Anak Sakit, Jakarta :
Buku Kedokteran EGC
No comments:
Post a Comment