KISTA OVARI
A.
Pengertian
Menurut (Winkjosastro, et. all, 1999) kistoma ovarii
merupakan suatu tumor, baik yang kecil maupun yang besar, kistik atau padat,
jinak atau ganas. Dalam kehamilan, tumor ovarium yang dijumpai yang paling
sering ialah kista dermoid,
kista coklat atau kista lutein. Tumor ovarium yang cukup besar dapat
menyebabkan kelainan letak janin dalam rahim atau dapat menghalang-halangi
masuknya kepala ke dalam panggul.
B.
Etiologi
Menurut etiologinya, kista ovarium dibagi menjadi dua,
yaitu (Ignativicius, Bayne, 1991) :
1.
Kista non neoplasma, disebabkan
karena ketidakseimbangan hormon estrogen dan progesteron, diantaranya adalah :
1.
Kista non fungsional
Kista serosa inklusi, berasal dari permukaan epitelium
yang berkurang di dalam kortek.
2.
Kista fungsional
-
Kista folikel, disebabkan
karena folikel yang matang menjadi ruptur atau folikel yang tidak matang
direabsorbsi cairan folikuler diantara siklus menstruasi. Banyak terjadi pada
wanita yang menarche kurang dari 12 tahun.
-
Kista korpus luteum, terjadi
karena bertambahnya sekresi progesteron setelah ovulasi.
-
Kista tuka lutein, disebabkan
karena meningkatnya kadar HCG terdapat pada mola hidatidosa.
-
Kista stein laventhal,
disebabkan karena peningkatan kadar LH yang menyebabkan hiperstimulasi ovarium.
2.
Kista neoplasma (Wiknjosastro,
et.all, 1999)
- Kistoma ovarii simpleks. Adalah
suatu jenis kistadenoma serosum yang kehilangan epitel kelenjarnya karena
tekanan cairan dalam kista.
- Kistadenoma ovarii musinosum. Asal
kista ini belum pasti, mungkin berasal dari suatu teratoma yang
pertumbuhannya satu elemen mengalahkan elemen yang lain.
- Kistadenoma ovarii serosum.
Berasal dari epitel permukaan ovarium (germinal ovarium).
- Kista endometroid. Belum diketahui
penyebabnya dan tidak ada hubungannya dengan endometrioid.
- Kista dermoid. Tumor berasal dari
sel telur melalui proses patogenesis.
C.
Patofisiologi
1.
Kista non neoplasma
(Ignativicius, Bayne, 1991 )
1.
Kista non fungsional
Kista serosa inklusi, di dalam kortek yang dalam timbul
invaginasi dari permukaan epitelium yang berkurang. Biasanya tunggal atau
multiple, berbentuk variabel dan terbatas pada cuboidal yang tipis, endometri
atau epitelium tuba. Berukuran 1 cm sampai beberapa cm.
2.
Kista fungsional
1).
Kista folikel. Kista dibentuk
ketika folikel yang matang menjadi ruptur atau folikel yang tidak matang
direabsorbsi cairan folikuler diantara siklus menstruasi. Bila ruptur
menyebabkan nyeri akut pada pelvis. Evaluasi lebih lanjut dengan USG atau
laparaskopi. Operasi dilakukan pada wanita sebelum pubertal, setelah menopause
atau kista lebih dari 8 cm.
2).
Kista korpus luteum. Terjadi
setelah ovulasi dikarenakan meningkatnya hormon progesteron. Ditandai dengan keterlambatan
menstruasi atau menstruasi yang panjang, nyeri abdomen bawah atau pelvis. Jika
ruptur pendarahan intraperitonial, terapinya adalah operasi oovorektomi.
3).
Kista tuka lutein. Ditemui pada
kehamilan mola, terjadi pada 50 % dari semua kehamilan. Dibentuk sebagai hasil
lamanya slimulasi ovarium dari berlebihnya HCG. Tindakannya adalah mengangkat
mola.
4).
Kista Stein Laventhal.
Disebabkan kadar LH yang berlebihan menyebabkan hiperstimulasi dari ovarium
dengan produksi kista yang banyak. Hiperplasia endometrium atau koriokarsinoma
dapat terjadi. Pengobatan dengan kontrasepsi oral untuk menekan produksi LH dan
oovorektomi.
2.
Kish neoplasma
jinak (Wiknjosastro, et.all, 1999)
1.
Kistoma ovarii simplek. Kista
ini bertangkai dan dapat menyebabkan torsi (putaran tangkai). Di duga kista ini
adalah jenis kistadenoma serosum yang kehilangan kelenjarnya karena tekanan
cairan dalam kista. Tindakannya adalah pengangkatan kista dengan reseksi
ovarium.
2.
Kistadenoma ovarii musinosum.
Asal tumor belum diketahui secara pasti, namun diduga berasal dari teratoma
yang pertumbuhan satu elemen mengalahkan elemen yang lain, atau berasal dari
epitel germinativum.
3.
Kistadenoma ovarii serosum.
Berasal dari epitel permukaan ovarium (germinal ovarium). Bila kista terdapat
implantasi pada peritonium disertai asites maka harus dianggap sebagai
neoplasma yang ganas, dan 30% sampai 35% akan mengalami keganasan.
4.
Kista endometroid. Kista
biasanya unilateral dengan permukaan licin, pada dinding dalam terdapat satu
lapisan sel-sel yang menyerupai lapisan epitel endometrium.
5.
Kista dermoid. Adalah suatu
teratoma kistik yang jinak dimana strukturstruktur ektoderma dengan diferensiasi
sempurna seperti epitel kulit, rambut, gigi dan produk glandula sebasea putih
menyerupai lemak nampak lebih menonjol dari pada elemen-elemen ektoderm dan
mesoderm. Tumor berasal dari sel telur melalui proses patogenesis.
D.
Gambaran Klinis Kistadenoma Oovarii Serosum
Mayoritas penderita tumor ovarium tidak menunjukkan
adanya gejala sampai periode waktu tertentu. Hal ini disebabkan perjalanan
penyakit ovarium berlangsung secara tersembunyi sehingga diagnosis sering
ditemukan pada waktu pasien dalam keadaan stadium lanjut. Sampai pada waktunya
klien mengeluh adanya ketidakteraturan menstruasi, nyeri pada perut bawah, rasa
sebah pada perut, dan timbul benjolan pada perut.
Pada umumnya kista jenis ini tak mempunyai ukuran yang
amat besar dibandingkan dengan kistadenoma musinosum. Permukaan tumor biasanya
licin, akan tetapi dapat pula berbagala karena kista ovariumpun dapat berbentuk
multilokuler, meskipun lazimnya berongga satu. Warna kista putih keabu-abuan.
Ciri khas kista ini adalah potensi pertumbuhan papiler ke dalam rongga kista
sebesar 50 %; dan keluar pada permukaan kista sebesar 5 %. Isi kista cair
kuning dan kadang-kadang coklat karena campuran darah. Tidak jarang kistanya
sendiri kecil, tetapi permukaannya penuh dengan pertumbuhan papiler (solid
papiloma).
E.
Proses Penyembuhan Luka
Tanpa memandang bentuk, proses penyembuhan luka adalah
sama, perbedaan terjadi menurut waktu pada tlap-tiap fase penyembuhan dan waktu
granulasi jaringan. (Long, 1996), fase-fase penyembuhan luka antara lain :
1.
Fase I
Pada fase ini leukosit mencerna bakteri dan jaringan
rusak, terbentuk fibrin yang bertumpuk mengisi luka dari benang fibrin. Lapisan
tipis dari sel epitel bermigrasi lewat luka dan membantu menutupi luka.
Kekuatan luka rendah tapi luka dijahit akan menahan jahitan dengan baik.
Setelah besar pasien akan merasa sakit pada fase ini dan berlangsung selama 3
hari.
2.
Fase II
Berlangsung 3 sampai 14 hari setelah bedah, leukosit
mulai menghilang dan ceruk mulai berisi kolagen serabut protein putih. Semua
lapisan sel epitel beregenerasi dalam 1 minggu, jaringan ikat kemerahan karena
banyak pembuluh darah. Tumpukan kolagen akan menunjang luka dengan baik dalam 6
sampai 7 hari, jadi jahitan diangkat pada fase ini, tergantung pada tempat dan luasnya
bedah.
3.
Fase III
Kolagen terus tertumpuk, hal ini menekan pembuluh darah
baru dan arus darah menurun. Luka sekarang terlihat seperti berwarna merah
jambu yang luas, terjadi pada minggu ke dua hingga enam post bedah, pasien
harus menjaga agar tidak menggunakan otot yang terkena.
4.
Fase IV
Berlangsung beberapa bulan setelah bedah, pasien akan
mengeluh gatal di seputar luka, walau kolagen terus menimbun, pada waktu ini
luka menciut dan menjadi tegang. Bila luka dekat persendian akan terjadi
kontraktur karena penciutan luka akan terjadi ceruk yang berlapis putih.
F.
Pemeriksaan Penunjang
1.
Laparaskopi
Pemeriksaan ini sangat berguna untuk mengetahui apakah
sebuah tumor berasal dari ovarium atau tidak, dan untuk menentukan silat-sifat
tumor itu.
2.
Ultrasonografi
Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan letak dan batas tumor
apakah tumor berasal dari uterus, ovarium, atau kandung kencing, apakah tumor
kistik atau solid, dan dapatkah dibedakan pula antara cairan dalam rongga perut
yang bebas dan yang tidak.
3.
Foto Rontgen
Pemeriksaan ini berguna untuk menentukan adanya
hidrotoraks. Selanjutnya, pada kista dermoid kadang-kadang dapat dilihat gigi
dalam tumor. Penggunaan foto rontgen pada pictogram intravena dan pemasukan
bubur barium dalam colon disebut di atas.
4.
Parasentesis
Telah disebut bahwa fungsi pada asites berguna
menentukan sebab asites. Perlu diingatkan bahwa tindakan tersebut dapat
mencemarkan cavum peritonei dengan kista bila dinding kista tertusuk.
(Wiknjosastro, et.all, 1999)
G. Penatalaksanaan
Tindakan operasi pada tumor ovarium neoplastik yang
tidak ganas ialah pengangkatan tumor dengan mengadakan reseksi pada bagian
ovarium yang mengandung tumor. Akan tetapi jika tumornya besar atau ada
komplikasi, perlu dilakukan pengangkatan ovarium, bisanya disertai dengan
pengangkatan tuba (Salpingo-oovorektomi). (Wiknjosastro, et.all, 1999)
Asuhan post operatif merupakan hal yang berat karena
keadaan yang mencakup keputusan untuk melakukan operasi, seperti hemorargi atau
infeksi. Pengkajian dilakukan untuk mengetahui tanda-tanda vital, asupan dan
keluaran, rasa sakit dan insisi. Terapi intravena, antibiotik dan analgesik
biasanya diresepkan. Intervensi mencakup tindakan pemberiaan rasa aman,
perhatian terhadap eliminasi, penurunan rasa sakit dan pemenuhan kebutuhan
emosional Ibu. (Hlamylton, 1995).
Efek anestesi umum. Mempengaruhi keadaan umum penderita,
karena kesadaran menurun. Selain itu juga diperlukan monitor terhadap
keseimbangan cairan dan elektrolit, suara nafas dan usaha pernafasan,
tanda-tanda infeksi saluran kemih, drainese urin dan perdarahan. Perawat juga
harus mengajarkan bagaimana aktifitas pasien di rumah setelah pemulangan,
berkendaraan mobil dianjurkan setelah satu minggu di rumah, tetapi tidak boleh
mengendarai atau menyetir untuk 3-4 minggu, hindarkan mengangkat benda-benda
yang berat karena aktifitas ini dapat menyebabkan kongesti darah di daerah
pelvis, aktifitas seksual sebaiknya dalam 4-6 minggu setelah operasi, kontrol
untuk evaluasi medis pasca bedah sesuai anjuran. (Long, 1996)
II.
PROSES KEPERAWATAN
1.
Pengkajian
Yaitu suatu kegiatan mengumpulkan dan mengorganisasikan
data yang dikumpulkan dari berbagai sumber dan merupakan dasar untuk tindakan
dan keputusan yang diambil pada tahap-tahap selanjutnya. Adapun pengkajiannya
meliputi :
a.
Biodata
Meliputi identitas pasien, identitas penanggung jawab
dan identitas masuk.
b.
Riwayat kesehatan, meliputi
keluhan utama, riwayat kesehatan sekarang, riwayat kesehatan dahulu, riwayat kesehatan
keluarga dan riwayat sosial ekonomi.
c.
Status Obstetrikus, meliputi :
1).
Menstruasi : menarche, lama,
siklus, jumlah, warna dan bau
2).
Riwayat perkawinan : berapa
kali menikah, usia perkawinan
3).
Riwayat persalinan
4).
Riwayat KB
d.
Pengkajian pasca operasi rutin,
menurut (Ingram, Barbara, 1999)
1).
Kaji tingkat kesadaran
2).
Ukur tanda-tanda vital
3).
Auskultasi bunyi nafas
4).
Kaji turgor kulit
5).
Pengkajian abdomen
-
Inspeksi ukuran dan kontur
abdomen
-
Auskultasi bising usus
-
Palpasi terhadap nyeri tekan
dan massa
-
Tanyakan tentang perubahan pola
defekasi
-
Kaji status balutan
6).
Kaji terhadap nyeri atau mual
7).
Kaji status alat intrusif
8).
Palpasi nadi pedalis secara
bilateral
9).
Evaluasi kembajinya reflek gag
10).
Periksa laporan operasi
terhadap tipe anestesi yang diberikan dan lamanya waktu di bawah anestesi.
11).
Kaji status psikologis pasien
setelah operasi
e.
Data penunjang
1).
pemeriksaan laboratorium :
pemeriksaan darah lengkap (NB, HT, SDP)
2).
terapi : terapi yang diberikan
pada post operasi baik injeksi maupun peroral
2.
Diagnosa Keperawatan Dan Fokus Intervensi
a.
Resiko tinggi aspirasi
berhubungan dengan penurunan kesadaran (Carpenito, 2001)
Tujuan : Tidak terjadi aspirasi yang berhubungan dengan
penurunan kesadaran.
Kriteria hasil : Tidak mengalami aspirasi, pasien dapat
mengungkapkan tindakan untuk menghindari aspirasi.
Intervensi :
1).
Pertahankan posisi baring
miring jika tidak ada kontra indikasi karena cidera.
2).
Kaji posisi lidah, pastikan
bahwa lidah tidak (jatuh kebelakang, menyumbat jalan nafas).
3).
Jaga bagian kepala tempat tidur
tetap tinggi, jika tidak ada kontra indikasi.
4).
Bersihkan sekresi dari mulut
dan tenggorok dengan tissu atau penghisap dengan perlahan-lahan.
5).
Kaji kembali dengan sering
adanya obstruksi benda-benda dalam mulut dan tenggorok.
b.
Resiko injuri berhubungan
dengan penurunan kesadaran (Carpenito, 1995)
Tujuan : Tidak terjadi injuri yang berhubungan dengan
penurunan kesadaran.
Kriteria hasil : GCS normal (E4, V5, M6)
Intervensi :
1).
Gunakan tempat tidur yang
rendah dengan pagar pengaman yang terpasang.
2).
Jauhkan benda-benda yang dapat
melukai pasien dan anjurkan keluarga untuk menemani pasien.
c.
Gangguan rasa nyaman : nyeri
abdomen berhubungan dengan insisi pada abdomen (Long,1996)
Tujuan : Rasa nyaman terpenuhi
Kriteria hasil : skala nyeri 0, pasien mengungkapkan
berkurangnya rasa nyeri, tanda-tanda vital normal.
Intervensi :
1).
Jelaskan penyebab nyeri pada
pasien.
2).
Kaji skala nyeri pasien.
3).
Ajarkan tehnik distraksi selama
nyeri.
4).
Berikan individu kesempatan
untuk istirahat yang cukup.
5).
Berikan individu pereda rasa
sakit yang optimal dengan analgesik sesuai program dokter.
6).
30 menit setclah pemberian obat
pengurang rasa sakit, evaluasi kembali efektifitasnya.
d.
Resiko infeksi berhubungan
dengan invasi kuman sekunder terhadap pembedahan (Carpenito, 1995)
Tujuan : Tidak terjadi infeksi.
Kriteria hasil : tidak ada tanda-tanda infeksi (TTV
normal, tidak ada peningkatan leukosit).
Intervensi :
1).
Kaji tanda-tanda infeksi dan
monitor TTV
2).
Gunakan tehnik antiseptik dalam
merawat pasien
3).
Isolasikan dan instruksikan
individu dan keluarga untuk mencuci tangan sebelum mendekati pasien
4).
Tingkatkan asupan makanan yang
bergizi
5).
Berikan terapi antibiotik
sesuai program dokter
e.
Resiko konstipasi berhubungan
dengan pembedahan abdominal (Doenges, 2000)
Tujuan : Tidak terjadi konstipasi
Kriteria hasil : Peristaltik usus normal (5-35 kali per menit),
pasien akan menunjukkan pola climinasi biasanya.
Intervensi :
1).
Monitor peristaltik usus,
karakteristik feses dan frekuensinya
2).
Dorong pemasukan cairan
adekuat, termasuk sari buah bila pemasukan peroral dimulai.
3).
Bantu pasien untuk duduk pada
tepi tempat tidur dan berjalan.
f.
Gangguan pemenuhan kebutuhan
diri (mandi, makan, minum, bak, bab berpakaian) berhubungan dengan keletihan
pasca operatif dan nyeri (Carpenito,2001)
Tujuan : Kebersihan diri pasien terpenuhi
Kriteria hasil : Pasien dapat berpartisipasi secara
fisik Imaupun verbal dalam aktifitas pemenuhan kebutuhan dirinya
Intervensi :
1).
Dorong pasien untuk
mengekspresikan perasaa4i
tentang kurangnya kemampuan perawatan diri dan berikan bantun dalam mernenuhi
kebutuhan pasien.
2).
Berikan pujian alas kemampuan
pasien dan mclibatkan keluarga dalam perawatan pasien.
g.
Cemas berhubungan dengan
kurangnya informasi (Doenges, 2000)
Tujuan : Pasien mengetahui tentang efek sawing dari
operasinya.
Kriteria hasil : Pasien menyatakan memahami tentang
kondisinya.
Intervensi :
1).
Tinjau ulang efek prosedur
pembedahan dan harapan pada masa dating.
2).
Diskusikan dengan lengkap
masalah yang diantisipasi selama masa penyembuhan.
3).
Diskusikan melakukan kembali
aktifitas
4).
Identifikasi keterbatasan
individu
5).
Kaji anjuran untuk memulai koitus
seksual
6).
Identifikasi kebutuhan diet
7).
Dorong minum obat yang
diberikan secara rutin
8).
Identifikasi tanda atau gejala
yang memerlukan evaluasi medis.
PATHWAYS
No comments:
Post a Comment