DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR........................................................................................... i
DAFTAR
ISI.......................................................................................................... ii
BAB I
PENDAHULUAN..................................................................................... 1
A.
Latar Belakang............................................................................................. 1
B.
Rumusan
Masalah........................................................................................ 1
BAB
II PEMBAHASAN....................................................................................... 3
A.
Pengertian
Monopoli Dan Persaingan Tidak Sehat...................................... 3
B.
Azas Dan
Tujuan.......................................................................................... 3
C.
Kegiatan Yang
Dilarang............................................................................... 4
D.
Perjanjian
Yang Dilarang............................................................................. 7
E.
Hal-Hal Yang
Dikecualikan Dari Undang-Undang Anti Monopoli............ 9
F.
Sanksi Praktek
Monopoli Dan Persaingan Tidak Sehat............................. 10
BAB
III PENUTUP............................................................................................. 12
A.
Kesimpulan ................................................................................................ 12
DAFTAR
PUSTAKA......................................................................................... 13
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan
bisnis yang melaju cepat di Dunia, terutama di indonesia membuat ketentuan
Pasal 1365 KUHP Perdata dan Pasal 362 KUHP tidak mampu dalam mengcover
perkembangan praktek persaingan dan anti monopoli. tanpa dibuatnya
Undang-undang baru yang dapat menjadi payung untuk menjamin persaingan usaha
yang sehat, dikhawatirkan akan muncul monopoli - monopoli pasar yang nantinya
justru akan merugikan masyarakat sebagai konsumen itu sendiri.
Akhirnya
untuk menyehatkan iklim persaingan dunia usaha ini, perlu dibentuk Undang -
Undang anti monopoli. Substansi Undang - Undang ini cukup memadai dan
mencangkup pengaturan tentang larangan membuat perjanjian Oligopoli, penetapan
harga, pembagian wilayah, pemboikotan, kartel, trust, oligopsoni, integrasi
vertikal, perjanjian tertutup, dan perjanjian luar negeri yang menimbulkan
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. bentuk pelanggaran yang tidak
diperbolehkan adalah monopoli, monopsoni, penguasaan pasar, dan persekongkolan.
Dan untuk mengawasi pelaksaan Undang - Undang ini dibentuk Komisi pengawas
persaingan Usaha sebagai "lembaga independen yang terlepas dari pengaruh
pemerintah serta pihak lain dan bertanggung jawab kepada presiden" (Emil
Salim, 2000:111).
Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) akhirnya memiliki inisiatif untuk membuat suatu
Undang-Undang yang dapat mencegah monopoli itu terjadi, dan dengan persetujuan
dari presiden, lahir Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, yang Mulai efektif berlaku sejak
tanggal 5 Maret 2000.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian anti
monopoli dan persaingan tidak sehat?
2. Apa asas dan tujuan UU anti monopoli?
3. Apa sajakah
kegiatan yang dilarang dalam UU Anti
Monopoli?
4. Apa sajakah perjanjian
yang dilarang
dalam UU Anti Monopoli?
5. Apa saja hal-hal yang dikecualikan dari UU anti monopoli?
6. Apa
itu
KPPU?
7. Bagaimana sanksi terhadap praktek monopoli dan persaingan usaha tidak
sehat?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Monopoli Dan
Persaingan Tidak Sehat
Dalam UU No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat dalam Ketentuan Umum memuat beberapa pengertian
dalam hubungannya dengan kegiatan monopoli dan persaingan usaha tidak sehat :
a.
Monopoli adalah penguasaan atas produksi dan
atau pemasaran suatu barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu
pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha.
b.
Praktek monopoli adalah pemusatan kegiatan
ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya
produksi dan atau pemasaran atas barang dan jasa tertentu sehingga menimbulkan
persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum.
c.
Pemusatan kekuatan ekonomi adalah penguasaan
yang nyata atas suatu pasar bersangkutan oleh satu atau lebih pelaku usaha
sehingga dapat menentukan harga barang dan atau jasa.
Sedangkan pengertian Persaingan Usaha Tidak Sehat adalah persaingan antar
pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan
atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau
menghambat persaingan usaha.
B. Azas Dan Tujuan
Dalam melakukan kegiatan usaha di Indonesia, pelaku usaha harus
berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan
pelaku usaha dan kepentingan umum.
Tujuan yang terkandung di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999,
adalah sebagai berikut :
1.
Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan
efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan
rakyat.
2.
Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui
pengaturan persaingan usaha yang sehat, sehingga menjamin adanya kepastian
kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah,
dan pelaku usaha kecil.
3.
Mencegah praktik monopoli dan atau persaingan
usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha.
4.
Terciptanya efektifitas dan efisiensi dalam
kegiatan usaha.
C. Kegiatan Yang Dilarang
Bagian
Pertama Monopoli Pasal 17 adalah :
1.
Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas
produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan
terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
2.
Pelaku usaha patut diduga atau dianggap
melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila:
a.
Barang dan atau jasa yang bersangkutan belum ada
substitusinya;
b.
Mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat
masuk ke dalam persaingan usaha barang dan atau jasa yang sama; atau
c.
Satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku
usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis
barang atau jasa tertentu.
Bagian Kedua Monopsoni
Pasal 18 adalah :
1.
Pelaku usaha dilarang menguasai penerimaan
pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang dan atau jasa dalam pasar
bersangkutan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat.
2.
Pelaku usaha patut diduga atau dianggap
menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) apabila satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha
menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang
atau jasa tertentu.
Bagian Ketiga Penguasaan
Pasar adalah :
1.
Pasal 19, Pelaku usaha dilarang melakukan satu
atau beberapa kegiatan, baik sendiri maupun bersama pelaku usaha lain, yang
dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak
sehat berupa:
a.
Menolak dan atau menghalangi pelaku usaha
tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan;
b.
Mematikan usaha pesaingnya di pasar bersangkutan
sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan
usaha tidak sehat.
2.
Pasal 21, Pelaku usaha dilarang melakukan
kecurangan dalam menetapkan biaya produksi dan biaya lainnya yang menjadi
bagian dari komponen harga barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan
terjadinya persaingan usaha tidak sehat.
Bagian Keempat
Persekongkolan adalah :
Pasal
22 Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan atau
menentukan pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan
usaha tidak sehat.
Pasal 23 Pelaku usaha
dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mendapatkan informasi kegiatan
usaha pesaingnya yang diklasifikasikan sebagai rahasia perusahaan sehingga
dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.
Pasal 24 Pelaku usaha
dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk menghambat produksi dan atau
pemasaran barang dan atau jasa pelaku usaha pesaingnya dengan maksud agar barang
dan atau jasa yang ditawarkan atau dipasok di pasar
bersangkutan menjadi berkurang baik dari jumlah, kualitas, maupun ketepatan
waktu yang dipersyaratkan.
Bagian kelima posisi dominan Pasal 25 adalah :
1.
Pelaku usaha dilarang menggunakan posisi dominan
baik secara langsung maupun tidak langsung untuk :
a.
Menetapkan syarat-syarat perdagangan dengan
tujuan untuk mencegah dan atau menghalangi konsumen memperoleh barang dan atau
jasa yang bersaing, baik dari segi harga maupun kualitas ; atau
b.
Membatasi pasar dan pengembangan teknologi ;
atau
c.
Menghambat pelaku usaha lain yang berpotensi
menjadi pesaing untuk memasuki pasar bersangkutan.
Bagian keenam jabatan rangkap Pasal 26 adalah :
1.
Seseorang yang menduduki jabatan sebagai direksi
atau komisaris dari suatu perusahaan, pada waktu yang bersamaan dilarang
merangkap menjadi direksi atau komisaris pada perusahaan lain, apabila
perusahaan-perusahaan tersebut :
a.
Berada dalam pasar bersangkutan yang sama ; atau
b.
Memiliki keterkaitan yang erat dalam bidang dan
atau jenis usaha ; atau
c.
Secara bersama dapat menguasai pangsa pasar
barang dan atau jasa tertentu, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
Bagian ketujuh pemilikan saham Pasal 27 adalah :
1.
Pelaku usaha dilarang memiliki usaha mayoritas
pada beberapa perusahaan sejenis yang melakukan kegiatan usaha dalam bidang
yang sama pada pasar bersangkutan yang sama, atau mendirikan beberpa perusahaan
yang memiliki kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan yang sama,
apabila kepemilikan tersebut mengakibatkan :
a.
Satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku
usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis
barang atau jasa tertentu ;
b.
Dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku
usaha menguasai lebih dari 75% (tujuh puluh lima persen) pangsa pasar satu
jenis barang atau jasa tertentu.
Bagian Kedelapan penggabungan, peleburan, dan
pengambilalihan
Pasal 28
1.
Pasal 28 Pelaku usaha dilarang melakukan
penggabungan atau peleburan badan usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya
praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
2. Pasal
28 Pelaku usaha dilarang melakukan pengambilalihan saham perusahaan lain
apabila tindakan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan
atau persaingan usaha tidak sehat.
3. Ketentuan
lebih lanjut mengenai penggabungan atau peleburan badan usaha yang dilarang
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dan ketentuan mengenai pengambilalihan
saham perusahaan sebagaimana dimaksud ayat dalam (2) pasal ini, diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
Pasal 29
1.
Pasal 29 Penggabungan atau peleburan badan
usaha, atau pengambilalihan saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 yang
berakibat nilai aset dan atau nilai penjualannya melebihi jumlah tertentu,
wajib diberitahukan kepada Komisi, selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari
sejak tanggal penggabungan, peleburan atau pengambilalihan tersebut.
2.
Ketentuan tentang
penetapan nilai aset dan atau nilai penjualan serta tata cara pemberitahuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
D. Perjanjian Yang Dilarang
1.
Oligopoli
Oligopoli adalah keadaan pasar dengan produsen dan pembeli barang
hanya berjumlah sedikit, sehingga mereka atau seorang dari mereka dapat
mempengaruhi harga pasar.
2.
Penetapan Harga
Dalam rangka penetralisasi pasar, pelaku usaha dilarang membuat
perjanjian, antara lain :
a.
Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk
menetapkan harga atas barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen
atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama ;
b.
Perjanjian yang mengakibatkan pembeli yang harus
membayar dengan harga yang berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli
lain untuk barang dan atau jasa yang sama ;
c.
Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk
menetapkan harga di bawah harga pasar ;
d.
Perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat
persyaratan bahwa penerima barang dan atau jasa tidak menjual atau memasok
kembali barang dan atau jasa yang diterimanya dengan harga lebih rendah
daripada harga yang telah dijanjikan.
3.
Pembagian Wilayah
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha
pesaingnya yang bertujuan untuk membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar
terhadap barang dan atau jasa.
4.
Pemboikotan
Pelaku usaha dilarang untuk membuat perjanjian dengan pelaku usaha
pesaingnya yang dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang
sama, baik untuk tujuan pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri.
5.
Kartel
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha
pesaingnya yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan
atau pemasaran suatu barang dan atau jasa.
6.
Trust
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain
untuk melakukan kerja sama dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan
yang lebih besar, dengan tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup
tiap-tiap perusahaan atau perseroan anggotanya, yang bertujuan untuk mengontrol
produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa.
7.
Oligopsoni
Keadaan dimana dua atau lebih pelaku usaha menguasai penerimaan
pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang dan/atau jasa dalam suatu
pasar komoditas.
8.
Integrasi Vertikal
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain
yang bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam
rangkaian produksi barang dan atau jasa tertentu yang mana setiap rangkaian
produksi merupakan hasil pengelolaan atau proses lanjutan baik dalam satu
rangkaian langsung maupun tidak langsung.
9.
Perjanjian Tertutup
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain
yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya
akan memasok atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada
pihak tertentu dan atau pada tempat tertentu.
10.
Perjanjian dengan
Pihak Luar Negeri
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak luar negeri
yang memuat ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan
atau persaingan usaha tidak sehat.
E. Hal-Hal Yang Dikecualikan Dari Undang-Undang
Anti Monopoli
Hal-hal yang dikeculikan
dari undang-undang Monopoli, antara lain perjanjian-perjanjian yang dikecualikan;
perbuatan yang dikecualikan; perjanjian dan perbuatan yang dikecualikan.
1.
Penjanjian yang Dikecualikan
a.
Perjanjian yang berkaitan dengan hak atas
kekayaan intelektual, termasuk lisensi, paten, merek dagang, hak cipta, desain
produk industri, rangkaian elektronik terpadu, dan rahasia dagang.
b.
Perjanjian yang berkaitan dengan waralaba
c.
Perjanjian penetapan standar teknis produk
barang dan/atau jasa yang tidak mengekang dan/atau menghalangi persaingan.
d.
Perjanjian dalam rangka keagenan yang isinya
tidak memuat ketentuan untuk memasok kembali barang dan/atau jasa dengan harga
yang lebih rendah dari harga yang telah diperjanjikan.
e.
Perjanjian kerja sama penelitian untuk
peningkatan atau perbaikan standar hidup masyarakat luas.
2.
Perbuatan yang Dikecualikan.
a.
Perbuatan pelaku usaha yang tergolong dalam
pelaku usaha.
b.
Kegiatan usaha koperasi yang secara khusus
bertujuan untuk melayani anggota.
3.
Perbuatan dan/atau Perjanjian yang
Diperkecualikan
a.
Perbuatan atau perjanjian yang bertujuan
untuk melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku
b.
Perbuatan dan/atau perjanjian yang bertujuan
untuk eksport dan tidak mengganggu kebutuhan atau pasokan dalam negeri.
F. Sanksi Praktek Monopoli
Dan Persaingan Tidak Sehat
Bagian Pertama Tindakan Administratif (Pasal
47)
(1) Komisi
berwenang menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif terhadap pelaku usaha
yang melanggar ketentuan Undang-undang ini.
(2) Tindakan
administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa:
a. Penetapan
pembatalan perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal
13, Pasal 15, dan Pasal 16; dan atau
b. Perintah kepada pelaku usaha
untuk menghentikan integrasi vertikal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14;
dan atau
c. Perintah kepada pelaku usaha
untuk menghentikan kegiatan yang terbukti menimbulkan praktek
monopoli dan atau menyebabkan persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan
masyarakat; dan atau
d. Perintah
kepada pelaku usaha untuk menghentikan penyalahgunaan posisi dominan; dan atau
e. Penetapan
pembatalan atas penggabungan atau peleburan badan usaha dan pengambilalihan
saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28; dan atau
f. Penetapan
pembayaran ganti rugi; dan atau
g. Pengenaan
denda serendah-rendahnya Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan setinggi-tingginya
Rp 25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah).
Bagian Kedua Pidana Pokok (Pasal
48)
1)
Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 4, Pasal 9
sampai dengan Pasal 14, Pasal 16 sampai dengan Pasal 19, Pasal 25, Pasal 27,
dan Pasal 28 diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp25.000.000.000 (dua
puluh lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp100.000.000.000 (seratus
miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 6 (enam)
bulan.
2)
Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 5 sampai
dengan Pasal 8, Pasal 15, Pasal 20 sampai dengan Pasal 24, dan Pasal 26
Undang-Undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp5.000.000.000 (
lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp25.000.000.000 (dua puluh lima
miliar rupialh), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 5 (lima)
bulan.
3)
Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 41
Undang-undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp1.000.000.000 (satu
miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp5.000.000.000 (lima miliar rupiah),
atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 3 (tiga) bulan.
Bagian Ketiga Pidana Tambahan (Pasal
49)
Sanksi
tambahan sesuai dalam Pasal 48 juga dapat dikenakan pidana berupa:
a) Pencabutan izin usaha;
atau
b) Larangan kepada pelaku
usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap undang-undang ini
untuk menduduki jabatan direksi/komisaris sekurang-kurangnya 2(dua) tahun dan
selama-lamanya 5(lima) tahun; atau
c) Penghentian kegiatan
atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian pada pihak lain.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Persaingan Tidak Sehat
adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan
atau pemasaran barang atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau
melawan hukum atau menghambat persaingan usaha. Sementara yang dimaksud
dengan “praktek monopoli” adalah suatu pemusatan kekuatan ekonomi oleh salah
satu atau lebih pelaku yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau
pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan
usaha secara tidak sehat yang kemudian dapat merugikan kepentingan umum. Sesuai
dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Anti Monopoli.
2. Tujuan yang terkandung
di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, adalah sebagai berikut :
-
Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan
efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat.
-
Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui
pengaturan persaingan usaha yang sehat, sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan
berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah, dan pelaku
usaha kecil.
-
Mencegah praktik monopoli dan atau persaingan
usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha.
-
Terciptanya efektifitas dan efisiensi dalam
kegiatan usaha.
DAFTAR
PUSTAKA
Emil Salim.
2000. Kembali Ke Jalan Lurus: esai-esai
1966-99. AlvaBet. Jakarta.
Fuady, Munir. 2003. Hukum Anti Monopoli Menyongsong Era
Persaingan Sehat.
PT.
Citra Aditya Bakti, Bandung.
Indonesia. Undang-undang Tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, UU No. 5 Tahun 1999.
Sari Kartika E., Simangunsong
A. 2008. Hukum dalam Ekonomi. PT.
Grasindo. Jakarta.
Kooswanto T., Dea Y., Suryo Y. Keadaan Pasar Indonesia Pasca Undang-Undang
No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat. Private Law, Edisi 02 Juli-Oktober 2013.
Website
KPPU, http://www.kppu.go.id/ Diakses pada tanggal
7 Desember 2017, Pukul 13.00 – 16.00 WITA.
KPPU, http://www.kppu.go.id/ Diakses pada tanggal
18 Desember 2017, Pukul 18.00 WITA.
No comments:
Post a Comment