Tuesday, 12 October 2021

Makalah Sosio Anthropologi HUBUNGAN DOKTER DAN PASIEN SOSIOLOGI DAN ANTROPOLOGI KESEHATAN

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1  Latar Belakang

            Dalam era global yang terjadi waktu ini, profesi kedokteran merupakan salah satu profesi yang mendapatkan sorotan masyarakat. Masyarakat banyak yang menyoroti profesi dokter, baik sorotan yang disampaikan secara langsung ke Ikatan Dokter Indonesia sebagai induk organisasi para dokter, maupun yang disiarkan melalui media cetak maupun media elektronik.

            Sebenarnya sorotan masyarakat terhadap profesi dokter merupakan satu pertanda bahwa saat ini sebagian masyarakat belum puas terhadap pelayanan medis dan pengabdian profesi dokter di masyarakat. Pada umumnya ketidakpuasan para pasien dan keluarga pasien terhadap pelayanan dokter karena harapannya yang tidak dapat dipenuhi oleh para dokter, atau dengan kata lain terdapat kesenjangan antara harapan dan kenyataan yang didapatkan oleh pasien.

             Memperoleh pelayanan kesehatan adalah hak asasi setiap manusia. Pemerintah menyadari rakyat yang sehat merupakan aset dan tujuan utama dalam mencapai masyarakat adil makmur. Penyelenggaraan upaya kesehatan dilakukan secara serasi dan seimbang oleh pemerintah dan masyarakat termasuk swasta. Agar penyelenggaraan upaya kesehatan itu berhasil guna dan berdaya guna, maka pemerintah perlu mengatur, membina dan mengawasi baik upayanya maupun sumber dayanya.

 

1.2  Rumusan Masalah

Bertitik tolak dari uraian latar belakang yang telah dikemukakan, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: Bagaimana hubungan antara dokter dan pasien?

 

1.3  Tujuan

Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui hubungan antara dokter dan pasien. 

 

1.4 Manfaat

Manfaat dari makalah ini adalah dapat memberi pengetahuan dan informasi tentang hubungan antara dokter dan pasien  

 

 


BAB II

PEMBAHASAN

 

2.1  Dokter

            Dokter adalah orang yang memiliki kewenangan dan izin sebagaimana mestinya untuk melakukan pelayanan kesehatan, khususnya memeriksa dan mengobati penyakit dan dilakukan menurut hukum dalam pelayanan kesehatan (Endang, 2009)

 

2.2  Pasien

            Setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan baik secara langsung maupun tidak langsung kepada dokter atau dokter gigi (Konsil Kedokteran Indonesia, 2006).

 

2.3  Hubungan Dokter dan Pasien

            Hubungan antara dokter dan pasien dalam ilmu kedokteran umumnya berlangsung sebagai hubungan biomedis aktif-pasif. Dalam hubungan tersebut rupanya hanya terlihat superioritas dokter terhadap pasien dalam bidang ilmu biomedis; hanya ada kegiatan pihak dokter sedangkan pasien tetap pasif. Hubungan ini berat sebelah dan tidak sempurna, karena merupakan suatu pelaksanaan wewenang oleh yang satu terhadap lainnya. Oleh karena hubungan dokter-pasien merupakan hubungan antar manusia, lebih dikehendaki hubungan yang mendekati persamaan hak antar manusia. Jadi hubungan dokter yang semula bersifat patemalistik akan bergeser menjadi hubungan yang dilaksanakan dengan saling mengisi dan saling ketergantungan antara kedua belah pihak yang di tandai dengan suatu kegiatan aktif yang saling mempengaruhi. Dokter dan pasien akan berhubungan lebih sempurna sebagai ‘partner’. Sebenamya pola dasar hubungan dokter dan pasien, terutama berdasarkan keadaan sosial budaya dan penyakit pasien dapat dibedakan dalam tiga pola hubungan, yaitu:

1.   Activity – passivity. Pola hubungan orangtua-anak seperti ini merupakan pola klasik sejak profesi kedokteran mulai mengenal kode etik, abad ke 5 S.M. Di sini dokter seolah-olah dapat sepenuhnya melaksanakan ilmunya tanpa campur tangan pasien. Biasanya hubungan ini berlaku pada pasien yang keselamatan jiwanya terancam, atau sedang tidak sadar, atau menderita gangguan mental berat.

2.   Guidance – Cooperation. Hubungan membimbing-kerjasama, seperti hainya orangtua dengan remaja. Pola ini ditemukan bila keadaan pasien tidak terlalu berat misalnya penyakit infeksi baru atau penyakit akut lainnya. Meskipun sakit, pasien tetap sadar dan memiliki perasaan serta kemauan sendiri. la berusaha mencari pertolongan pengobatan dan bersedia bekerjasama. Walau pun dokter rnengetahui lebih banyak, ia tidak semata-rna ta menjalankan kekuasaan, namun meng harapkan kerjasama pasien yang diwujudkan dengan menuruti nasihat atau anjuran dokter.

3.   Mutual participation. Filosofi pola ini berdasarkan pemikiran bahwa setiap manusia memiliki martabat dan hak yang sarna. Pola ini terjadi pada mereka yang ingin memelihara kesehatannya seperti medical check up atau pada pasien penyakit kronis. Pasien secara sadar dan aktif berperan dalam pengobatan terhadap dirinya. Hal ini tidak dapat diterapkan pada pasien dengan latar belakang pendidikan dan sosial yang rendah, juga pada anak atau pasien dengan gangguan mental tertentu.    

           

2.4  Timbulnya Hubungan Hukum antara dokter – pasien

            Dengan semakin meningkatnya peranan hukum dalam pelayanan kesehatan, yang antara lain disebabkan karena meningkatnya tingkat pendidikan, kesadaran masyarakat akan kebutuhan kesehatan, maka akan meningkat pula perhatian masyarakat tenang hak-haknya untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang baik dan bermutu dengan pelayanan yang lebih luas dan mendalam.

            Dengan demikian, adanya gejala yang demikian itulah mendorong orang untuk berusaha menemukan dasar hukum (yuridis) bagi pelayanan kesehatan yang sebenarnya juga merupakan perbuatan hukum yang mengakibatkan timbulnya hubungan hukum, walaupun hal tersebut sering kali tidak disadari oleh dokter. Secara yuridis timbulnya hubungan antara dokter dan pasien bisa berdasarkan dua hal, yaitu berdasarkan perjanjian dan karena Undang-undang.

1.            Berdasarkan Perjanjian

            Timbulnya hubungan hukum antara dokter dengan pasien berdasarkan perjanjian mulai terjadi saat pasien datang ketempat praktek dokter atau ke rumah sakit dan dokter menyanggupinya dengan dimulai anamnesa (tanya jawab) dan pemeriksaan oleh dokter. Dari seorang dokter harus dapat diharapkan bahwa ia akan berusaha sebaik mungkin untuk menyembuhkan pasiennya. Dokter tidak bisa menjamin bahwa ia pasti akan dapat menyembuhkan penyakit pasiennya, karena hasil suatu pengobatan sangat tergantung kepada banyak faktor yang berkaitan (usia, tingkat keseriusan penyakit, macam penyakit, komplikasi dan lain-lain). Dengan demikian maka perjanjian antara dokter - pasien itu secara yuridis dimasukkan kedalam golongan inspannings verbitenis.

2.            Berdasarkan Undang-Undang

            Di Indonesia hal ini diatur didalam KUH Perdata Pasal 1365 tentang perbuatan melanggar yang berbunyi : Setiap perbuatan yang melanggar hukum sehingga membawa kerugian kepada orang lain, maka sipelaku yang menyebabkan kerugian tersebut berkewajiban untuk mengganti kerugian tersebut. Perbuatan melanggar hukum "sebagai suatu tindakan atau non-tindakan yang atau bertentangan dengan kewajiban si pelaku atau bertentangan dengan susila baik, atau kurang hati-hati dan ketelitian yang seharusnya dilakukan di dalam masyarakat terhadap seseorang atau barang orang lain".

            Jika seorang dokter tidak memenuhi syarat-syarat yang ditentukan di atas, maka ia dapat dianggap telah melakukan pelanggaran hukum, melanggar ketentuan yang ditentukan oleh Undang-Undang karena tindakannya bertentangan dengan asas kepatutan, ketelitian, serta sikap hati-hati yang seharusnya dapat diharapkan daripadanya dalam pergaulan sesama warga masyarakat.

            Sedangkan yang dimaksud dengan "kepatutan, ketelitian dan hati-hati" tersebut adalah standar-standar dan prosedur profesi medis di dalam melakukan suatu tindakan medis tertentu. Namun standar-standar tersebut juga bukan sesuatu yang tetap karena pada waktu-waktu tertentu, harus lah diadakan evaluasi untuk dapat mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Namun tidak saja terhadap suatu perbuatan yang dilakukan, tetapi juga terhadap suatu kelalaian yang menyebabkan kerugian kepada orang lain dapat pula dimintakan penggantian kerugian.

 

 


BAB III

PENUTUP

 

3.1    Kesimpulan

Dari pembahasan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa timbulnya hubungan antara dokter dan pasien bisa berdasarkan dua hal, yaitu berdasarkan perjanjian dan karena Undang-undang. Dokter dan pasien akan berhubungan lebih sempurna sebagai ‘partner’. Sebenamya pola dasar hubungan dokter dan pasien, terutama berdasarkan keadaan sosial budaya dan penyakit pasien dapat dibedakan dalam tiga pola hubungan, yaitu: Activity – passivity, Guidance – Cooperation, dan Mutual Partipation. Hubungan Dokter-Pasien tidak dapat dilepaskan dengan apa yang dinamakan dengan Pelayanan Kesehatan. Berakhirnya hubungan dokter dan pasien dapat terjadi akibat : Selesainya pengobatan dengan membaiknya keadaan pasien, Penolakan dokter oleh pasien, Kesepakatan bersama, dan Penarikan dokter secara resmi.

 

3.2    Saran

            Sehubungan dengan kesimpulan pembahasan, terdapat saran yaitu hubungan antara dokter dan pasien harus dijalin sedemikian rupa sehingga tidak ada jarak antara dokter dan pasien. Sebaiknya hubungan dokter dan pasien lebih sebagai “partner” sehingga pasien lebih merasa nyaman dan pengobatan dapat lebih optimal.

 

 


DAFTAR PUSTAKA

 

Endang Kusuma Astuti, 2009. Perjanjian terapeutik dalam upaya pelayanan medis di Rumah Sakit. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Konsil Kedokteran Indonesia, 2006. Komunikasi Efektif Hubungan Dokter-Pasien. Jakarta: KKI.

http://forensik_dan_hukum.webs.com/pengakhiranhdp.htm (Diakses pada 27 September 2013).

http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2013/06/06/hubungan-dokter-pasien-566391.html (Diakses pada 27 September 2013).

 

No comments:

Post a Comment