BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam era global yang terjadi waktu
ini, profesi kedokteran merupakan salah satu profesi yang mendapatkan sorotan
masyarakat. Masyarakat banyak yang menyoroti profesi dokter, baik sorotan yang
disampaikan secara langsung ke Ikatan Dokter Indonesia sebagai induk organisasi
para dokter, maupun yang disiarkan melalui media cetak maupun media elektronik.
Sebenarnya sorotan masyarakat
terhadap profesi dokter merupakan satu pertanda bahwa saat ini sebagian
masyarakat belum puas terhadap pelayanan medis dan pengabdian profesi dokter di
masyarakat. Pada umumnya ketidakpuasan para pasien dan keluarga pasien terhadap
pelayanan dokter karena harapannya yang tidak dapat dipenuhi oleh para dokter,
atau dengan kata lain terdapat kesenjangan antara harapan dan kenyataan yang
didapatkan oleh pasien.
Memperoleh pelayanan
kesehatan adalah hak asasi setiap manusia. Pemerintah menyadari rakyat yang
sehat merupakan aset dan tujuan utama dalam mencapai masyarakat adil makmur.
Penyelenggaraan upaya kesehatan dilakukan secara serasi dan seimbang oleh
pemerintah dan masyarakat termasuk swasta. Agar penyelenggaraan upaya kesehatan
itu berhasil guna dan berdaya guna, maka pemerintah perlu mengatur, membina dan
mengawasi baik upayanya maupun sumber dayanya.
1.2 Rumusan Masalah
Bertitik tolak dari
uraian latar belakang yang telah dikemukakan, maka dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut: Bagaimana hubungan antara dokter dan pasien?
1.3 Tujuan
Tujuan
dari makalah ini adalah untuk mengetahui hubungan antara dokter dan pasien.
1.4 Manfaat
Manfaat dari makalah
ini adalah dapat memberi pengetahuan dan informasi tentang hubungan antara
dokter dan pasien
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Dokter
Dokter adalah orang yang memiliki
kewenangan dan izin sebagaimana mestinya untuk melakukan pelayanan kesehatan,
khususnya memeriksa dan mengobati penyakit dan dilakukan menurut hukum dalam
pelayanan kesehatan (Endang, 2009)
2.2 Pasien
Setiap orang yang melakukan
konsultasi masalah kesehatannya untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang
diperlukan baik secara langsung maupun tidak langsung kepada dokter atau dokter
gigi (Konsil Kedokteran Indonesia, 2006).
2.3 Hubungan Dokter dan Pasien
Hubungan antara dokter dan
pasien dalam ilmu kedokteran umumnya berlangsung sebagai hubungan biomedis
aktif-pasif. Dalam hubungan tersebut rupanya hanya terlihat superioritas dokter
terhadap pasien dalam bidang ilmu biomedis; hanya ada kegiatan pihak dokter
sedangkan pasien tetap pasif. Hubungan ini berat sebelah dan tidak sempurna,
karena merupakan suatu pelaksanaan wewenang oleh yang satu terhadap lainnya.
Oleh karena hubungan dokter-pasien merupakan hubungan antar manusia, lebih
dikehendaki hubungan yang mendekati persamaan hak antar manusia. Jadi hubungan
dokter yang semula bersifat patemalistik akan bergeser menjadi hubungan yang
dilaksanakan dengan saling mengisi dan saling ketergantungan antara kedua belah
pihak yang di tandai dengan suatu kegiatan aktif yang saling mempengaruhi.
Dokter dan pasien akan berhubungan lebih sempurna sebagai ‘partner’. Sebenamya
pola dasar hubungan dokter dan pasien, terutama berdasarkan keadaan sosial
budaya dan penyakit pasien dapat dibedakan dalam tiga pola hubungan, yaitu:
1.
Activity – passivity. Pola hubungan
orangtua-anak seperti ini merupakan pola klasik sejak profesi kedokteran mulai
mengenal kode etik, abad ke 5 S.M. Di sini dokter seolah-olah dapat sepenuhnya
melaksanakan ilmunya tanpa campur tangan pasien. Biasanya hubungan ini berlaku
pada pasien yang keselamatan jiwanya terancam, atau sedang tidak sadar, atau
menderita gangguan mental berat.
2.
Guidance – Cooperation. Hubungan
membimbing-kerjasama, seperti hainya orangtua dengan remaja. Pola ini ditemukan
bila keadaan pasien tidak terlalu berat misalnya penyakit infeksi baru atau
penyakit akut lainnya. Meskipun sakit, pasien tetap sadar dan memiliki perasaan
serta kemauan sendiri. la berusaha mencari pertolongan pengobatan dan bersedia
bekerjasama. Walau pun dokter rnengetahui lebih banyak, ia tidak semata-rna ta
menjalankan kekuasaan, namun meng harapkan kerjasama pasien yang diwujudkan
dengan menuruti nasihat atau anjuran dokter.
3.
Mutual participation. Filosofi pola ini
berdasarkan pemikiran bahwa setiap manusia memiliki martabat dan hak yang
sarna. Pola ini terjadi pada mereka yang ingin memelihara kesehatannya seperti
medical check up atau pada pasien penyakit kronis. Pasien secara sadar dan
aktif berperan dalam pengobatan terhadap dirinya. Hal ini tidak dapat
diterapkan pada pasien dengan latar belakang pendidikan dan sosial yang rendah,
juga pada anak atau pasien dengan gangguan mental tertentu.
2.4 Timbulnya Hubungan Hukum antara
dokter – pasien
Dengan semakin meningkatnya peranan
hukum dalam pelayanan kesehatan, yang antara lain disebabkan karena
meningkatnya tingkat pendidikan, kesadaran masyarakat akan kebutuhan kesehatan,
maka akan meningkat pula perhatian masyarakat tenang hak-haknya untuk
memperoleh pelayanan kesehatan yang baik dan bermutu dengan pelayanan yang
lebih luas dan mendalam.
Dengan demikian, adanya gejala yang
demikian itulah mendorong orang untuk berusaha menemukan dasar hukum (yuridis)
bagi pelayanan kesehatan yang sebenarnya juga merupakan perbuatan hukum yang
mengakibatkan timbulnya hubungan hukum, walaupun hal tersebut sering kali tidak
disadari oleh dokter. Secara yuridis timbulnya hubungan antara dokter dan
pasien bisa berdasarkan dua hal, yaitu berdasarkan perjanjian dan karena
Undang-undang.
1.
Berdasarkan Perjanjian
Timbulnya hubungan hukum antara
dokter dengan pasien berdasarkan perjanjian mulai terjadi saat pasien datang
ketempat praktek dokter atau ke rumah sakit dan dokter menyanggupinya dengan
dimulai anamnesa (tanya jawab) dan pemeriksaan oleh dokter. Dari seorang dokter
harus dapat diharapkan bahwa ia akan berusaha sebaik mungkin untuk menyembuhkan
pasiennya. Dokter tidak bisa menjamin bahwa ia pasti akan dapat menyembuhkan
penyakit pasiennya, karena hasil suatu pengobatan sangat tergantung kepada
banyak faktor yang berkaitan (usia, tingkat keseriusan penyakit, macam
penyakit, komplikasi dan lain-lain). Dengan demikian maka perjanjian antara
dokter - pasien itu secara yuridis dimasukkan kedalam golongan inspannings
verbitenis.
2.
Berdasarkan Undang-Undang
Di Indonesia hal ini diatur didalam
KUH Perdata Pasal 1365 tentang perbuatan melanggar yang berbunyi : Setiap
perbuatan yang melanggar hukum sehingga membawa kerugian kepada orang lain,
maka sipelaku yang menyebabkan kerugian tersebut berkewajiban untuk mengganti
kerugian tersebut. Perbuatan melanggar hukum "sebagai suatu tindakan atau
non-tindakan yang atau bertentangan dengan kewajiban si pelaku atau
bertentangan dengan susila baik, atau kurang hati-hati dan ketelitian yang
seharusnya dilakukan di dalam masyarakat terhadap seseorang atau barang orang
lain".
Jika seorang dokter tidak memenuhi
syarat-syarat yang ditentukan di atas, maka ia dapat dianggap telah melakukan
pelanggaran hukum, melanggar ketentuan yang ditentukan oleh Undang-Undang
karena tindakannya bertentangan dengan asas kepatutan, ketelitian, serta sikap
hati-hati yang seharusnya dapat diharapkan daripadanya dalam pergaulan sesama
warga masyarakat.
Sedangkan yang dimaksud dengan
"kepatutan, ketelitian dan hati-hati" tersebut adalah standar-standar
dan prosedur profesi medis di dalam melakukan suatu tindakan medis tertentu.
Namun standar-standar tersebut juga bukan sesuatu yang tetap karena pada waktu-waktu
tertentu, harus lah diadakan evaluasi untuk dapat mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Namun tidak saja terhadap suatu perbuatan yang
dilakukan, tetapi juga terhadap suatu kelalaian yang menyebabkan kerugian
kepada orang lain dapat pula dimintakan penggantian kerugian.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan
tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa timbulnya hubungan antara dokter dan
pasien bisa berdasarkan dua hal, yaitu berdasarkan perjanjian dan karena
Undang-undang. Dokter dan pasien akan berhubungan lebih sempurna sebagai
‘partner’. Sebenamya pola dasar hubungan dokter dan pasien, terutama
berdasarkan keadaan sosial budaya dan penyakit pasien dapat dibedakan dalam
tiga pola hubungan, yaitu: Activity – passivity, Guidance – Cooperation, dan
Mutual Partipation. Hubungan Dokter-Pasien tidak dapat dilepaskan dengan apa
yang dinamakan dengan Pelayanan Kesehatan. Berakhirnya hubungan dokter dan
pasien dapat terjadi akibat : Selesainya pengobatan dengan membaiknya keadaan
pasien, Penolakan dokter oleh pasien, Kesepakatan bersama, dan Penarikan dokter
secara resmi.
3.2 Saran
Sehubungan dengan kesimpulan
pembahasan, terdapat saran yaitu hubungan antara dokter dan pasien harus
dijalin sedemikian rupa sehingga tidak ada jarak antara dokter dan pasien.
Sebaiknya hubungan dokter dan pasien lebih sebagai “partner” sehingga pasien
lebih merasa nyaman dan pengobatan dapat lebih optimal.
DAFTAR
PUSTAKA
Endang Kusuma
Astuti, 2009. Perjanjian terapeutik dalam upaya pelayanan medis di Rumah Sakit.
Bandung: Citra Aditya Bakti.
Konsil
Kedokteran Indonesia, 2006. Komunikasi Efektif Hubungan Dokter-Pasien. Jakarta:
KKI.
http://forensik_dan_hukum.webs.com/pengakhiranhdp.htm
(Diakses pada 27 September 2013).
http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2013/06/06/hubungan-dokter-pasien-566391.html
(Diakses pada 27 September 2013).
No comments:
Post a Comment