DAFTAR ISI
Formulir Penilaian Praktik
Mandiri Komunikasi Kesehatan
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Komunikasi merupakan aktifitas manusia yang sangat
penting. Bukan hanya dalam kehidupan organisasi, namun dalam kehidupan manusia
secara umum. Komunikasi merupakan hal yang esensial dalam kehidupan kita. Kita
semua berinteraksi dengan sesama dengan cara melakukan komunikasi. Komunikasi
dapat dilakukan dengan cara yang sederhana sampai yang kompleks, dan teknologi
kini telah merubah cara manusia berkomunikasi secara drastis.
Komunikasi tidak terbatas pada kata-kata yang
terucap belaka, melainkan bentuk dari apa saja interaksi, senyuman, anggukan
kepala yang membenarkan hati, sikap badan, ungkapan minat, sikap dan perasaan
yang sama. Diterimanya pengertian yang sama adalah merupakan kunci dalam
komunikasi. Tanpa penerimaan sesuatu dengan pengertian yang sama, maka yang
terjadi adalah “dialog antara orang satu”.
Komunikasi interpersonal merupakan suatu proses
penyampaian pesan dari seseorang kepada orang lain atau pihak lain. Menurut
pemahaman seperti ini, komunikasi dikaitkan dengan pertukaran informasi yang
bermakna dan harus membawa hasil di antara orang-orang yang berkomunikasi.
Komunikasi interpersonal menghendaki informasi atau pesan dapat tersampaikan
dan hubungan di antara orang yang berkomunikasi dapat terjalin. Oleh karena itu
setiap orang apapun tujuan mereka, dituntut memiliki keterampilan komunikasi
interpersonal agar mereka bisa berbagi informasi, bergaul dan menjalin kerjasama
untuk bisa bertahan hidup.
Keberhasilan seseorang pun dapat dilihat dari
keterampilannya dalam berkomunikasi. Kurangnya komunikasi akan menghambat
perkembangan kepribadian. Salah satu konteks komunikasi ini antara lain adalah
komunikasi massa. Cassandra (dalam Mulyana, 71;2002) menyebutkan bahwa jika
konteks komunikasi massa dibandingkan dengan konteks komunikasi lainnya maka dapat dijelaskan bahwa komunikasi massa merupakan sebuah bentuk komunikasi
yang memiliki jumlah komunikator yang paling banyak, derajat
kedekatan fisik yang paling rendah, saluran indrawi yang tersedia sangat
minimal dan umpan balik yang tertunda.
Istilah kelompok diskusi terarah atau dikenal
sebagai Focus Group Discussion (FGD)
saat ini sangat populer dan banyak digunakan sebagai metode pengumpulan data
dalam penelitian sosial. Pengambilan data kualitatif melalui FGD dikenal luas
karena kelebihannya dalam memberikan kemudahan dan peluang bagi peneliti untuk
menjalin keterbukaan, kepercayaan, dan memahami persepsi, sikap, serta
pengalaman yang dimiliki informan. FGD memungkinkan peneliti dan informan
berdiskusi intensif dan tidak kaku dalam membahas isu-isu yang sangat spesifik.
FGD juga memungkinkan peneliti mengumpulkan informasi secara cepat dan
konstruktif dari peserta yang memiliki latar belakang berbeda-beda. Di samping
itu, dinamika kelompok yang terjadi selama berlangsungnya proses diskusi
seringkali memberikan informasi yang penting, menarik, bahkan kadang tidak
terduga.
Wawancara
merupakan salah satu
metode pengumpulan data
untuk mendapatkan informasi dengan cara bertanya langsung kepada
responden. Apabila wawancara dijadikan satu-satunya alat pengumpulan data, atau
sebagai metode diberi kedudukan yang utama dalam serangkaian metode- metode
pengumpulan data lainnya, ia akan memiliki ciri sebagai metode primer.
Sebaliknya jika ia digunakan sebagai alat untuk mencari informasi- informasi
yang tidak dapat diperoleh dengan cara lain, ia akan menjadi metode perlengkap.
Pada saat-saat tertentu metode wawancara digunakan orang untuk menguji
kebenaran dan kemantapan suatu datum yang telah diperoleh dengan cara lain,
seperti observasi, test, kuesioner dan sebagainya. Digunakan untuk keperluan
semacam itu metode wawancara akan menjadi batu pengukur atau kriter
B.
Tujuan
Tujuan penulisan Modul ini adalah :
1.
Mahasiswa mengetahui cara berkomunikasi yang benar.
2.
Mahasiswa mengetahui apa itu komunikasi interpersonal.
3.
Mahasiswa mengetahui apa itu komunikasi massa.
4.
Mahasiswa mengetahui apa itu komunikasi kelompok.
5.
Mahasiswa mengetahui apa itu Focus Group Dsicussion.
6.
Mahasiswa mengetahui apa itu wawancara.
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Cara
Komunikasi
1.
Pengertian Komunikasi
Komunikasi adalah proses pertukaran informasi
antar pribadi dengan menggunakan symbol, baik verbal maupun non verbal.
Sedangkan Komunikasi kebidanan adalah bentuk komunikasi yang digunakan oleh
bidan dalam memberikan asuhan kebidanan kepada klien, seperti ketika seorang
bidan mencari data atau mengkaji data klien, melaksanakan asuhan ataupun
melakukan evaluasi terhadap asuhan yang sudah diberikan. Unsur komunikasi yang
harus dipenuhi dalam melakukan komunikasi, menurut Aristoteles, siapa yang
berbicara (komunikator), apa yang dibicarakan (pesan), siapa yang mendengarkan
(komunikan), media apa yang digunakan (chanel) dan apa umpan baliknya (feed
back) (Sannon & Weaver, 1949).
Menurut Potter dan Perry (1993), ada beberapa
faktor yang mempengaruhi komunikasi seperti berikut ini.
1.
Perkembangan usia
Dalam perannya sebagai seorang komunikator,
seoarnag bidan harus memperhatikan pengaruh perkembangan usia, bahasa, proses
berpikir dari komunikan. Jadi Bidan dalam berkomunikasi harus memperhatikan
hal-hal tersebut agar komunikasi berjalan dengan baik.
2.
Persepsi
Persepsi adalah pAndangan pribadi seseorang
terhadap suatu kejadian atau peristiwa.
3.
Nilai
Nilai adalah standar yang mempengaruhi
perilaku.
4.
Latar belakang sosial budaya
Latar belakang sosial budaya membatasi seseorang
dalam bertindak dan berkomunikasi. Contohnya, dalam budaya Jawa orangnya
cenderung tertutup dibandingkan dengan budaya Sumatera atau daerah lainnya.
5.
Emosi
Emosi merupakan perasaan subjektif terhadap suatu
kejadian. Setiap individu akan berbeda dalam meluapkan emosinya, bisa dalam
bentuk diam atau diungkapkan.
6. Jenis kelamin
Tanned (1990) menyatakan bahwa laki-laki dan
perempuan mempunyai perbedaan dalam berkomunikasi. Perempuan berkomunikasi
untuk membangun dan mendukung keakraban, sedangkan laki-laki berkomunikasi
untuk mendapat kemandirian aktifitas.
7.
Pengetahuan
Tingkat pengetahuan
mempengaruhi penerimaan/respos bahasa verbal, karena orang yang lebih tinggi tingkat
pengetahuannya akan
mempunyai lebih banyak informasi dibandingkan dengan
mereka yang lebih rendah tingkat pengetahuannya.
8. Peran dan hubungan
Gaya komunikasi tergantung dengan peran yang
disandang antara komunikator dengan komunikan. Ketika seseorang mempunyai peran
dalam suatu lingkungan maka dia akan mempunyai rasa percaya diri yang lebih
tinggi terutama dalam memutuskan sesuatu karena dia mempunyai kewenangan.
9.
Lingkungan
Lingkungan interaksi berpegaruh terhadap
komunikasi yang efektif, misalnya suasana dan privacy akan mempengaruhi
kenyamanan dalam berkomunikasi. Ketika kita melakukan komunikasi yang sifatnya
pribadi di tempat terbuka, komunikasi tidak akan berlangsung dengan lancar
karena klien akan merasa malu atau takut rahasianya diketahui orang lain.
10.
Jarak
Jarak merupakan tata ruang yang mempengaruhi
komunikasi terutama dalam rasa aman dan kontrol.
2.
Bentuk Komunikasi
Ada empat bentuk komunikasi, yaitu
komunikasi interpersonal, komunikasi intrapersonal, komunikasi kelompok, dan
komunikasi massa.
a.
Komunikasi Interpersonal adalah komunikasi antara dua
orang dan terjadi kontak langsung dalam bentuk
percakapan.
b.
Komunikasi Intrapersonal adalah komunikasi yang terjadi
dalam diri individu, yang berfungsi menjaga kesadaran akan kejadian di
sekitarnya.
c.
Komunikasi Kelompok (Group Communication) adalah
komunikasi antara komunikator dengan sejumlah orang, lebih dari dua
orang/kelompok.
d.
Komunikasi Massa (Mass Communication) adalah komunikasi umum bukan
pribadi, pesan yang disampaikan ditujukan
pada khalayak/semua orang.
3.
Fungsi Komunikasi
Setiap peristiwa komunikasi memiliki satu fungsi
atau lebih. Yang termasuk fungsi komunikasi adalah berikut ini.
a.
Fungsi personal, yaitu tindak komunikasi untuk
mengekspresikan pikiran, sikap, atau perasaan pelakunya, seperti sedih,
gembira, senang, dan benci
b.
Fungsi instrumental (direktif), yaitu kegiatan komunikasi
yang dimaksudkan untuk mempengaruhi sikap dan pendapat orang lain, seperti
bujuk-rayuan, nasihat, adu pendapat, pembelaan diri, permintaan, perintah.
c.
Fungsi interaksional, yaitu perilaku komunikasi untuk menjalin
kontak dan hubungan sosial, seperti sapaan, basa-basi, simpati, dan
penghiburan.
d.
Fungsi informatif, yaitu aktivitas komunikasi untuk
menyampaikan informasi, ilmu pengetahuan, dan budaya, seperti penyuluhan, pemberian pelajaran, dan sarasehan.
e.
Fungsi heurisyik, yaitu tindak komunikasi yang
dimaksudkan untuk belajar atau memperoleh informasi, seperti pertanyaan atau penjelasan mengenai sesuatu hal.
f.
Fungsi imajinatif, yaitu kegiatan komunikasi yang
bertujuan untuk memenuhi rasa estetik (keindahan), seperti puisi, cerira,
drama,dan lagu.
4.
Hambatan Komunikasi
a.
Hambatan Teknis
Keterbatasan fasilitas dan peralatan komunikasi.
Dari sisi teknologi, semakin berkurang dengan adanya temuan baru dibidang
kemajuan teknologi komunikasi dan informasi, sehingga saluran komunikasi dapat diandalkan dan efesien sebagai media komunikasi.
Menurut dalam bukunya, 1976, Cruden dan Sherman Personel Management jenis
hambatan teknis dari komunikasi :
a) Tidak adanya
rencana atau prosedur kerja yang jelas
b) Kurangnya
informasi atau penjelasan
c) Kurangnya
ketrampilan membaca
d) Pemilihan media
(saluran) yang kurang tepat.
b. Hambatan Semantik
Gangguan semantik menjadi hambatan
dalam proses penyampaian pengertian atau secara secara efektif. Definisi
semantik sebagai studi idea atas pengertian, yang diungkapkan lewat bahasa.
Kata-kata membantu proses pertukaran timbal balik arti dan pengertian
(komunikator dan komunikan), tetapi seringkali proses penafsirannya keliru.
Tidak adanya hubungan antara Simbol (kata) dan apa yang disimbolkan (arti atau
penafsiran), dapat mengakibatkan kata yang dipakai ditafsirkan sangat berbeda
dari apa yang dimaksudkan sebenarnya. Untuk menghindari mis komunikasi semacam
ini, seorang komunikator harus memilih kata-kata yang tepat sesuai dengan
karakteristik komunikannya, dan melihat kemungkinan penafsiran terhadap
kata-kata yang dipakainya.
c. Hambatan Manusiawi
Terjadi karena adanya faktor, emosi
dan prasangka pribadi, persepsi, kecakapan atau ketidakcakapan, kemampuan atau
ketidakmampuan alat-alat pancaindera seseorang, dll.
Menurut Cruden dan Sherman :
1. Hambatan yang
berasal dari perbedaan individual manusia. Perbedaan persepsi, perbedaan
umur, perbedaan keadaan
emosi, ketrampilan
mendengarkan, perbedaan status, pencairan informasi, penyaringan informasi
2. Hambatan yang
ditimbulkan oleh iklim
psikologis dalam organisasi.
Suasana iklim kerja dapat mempengaruhi sikap dan perilaku staf dan efektifitas komunikasi organisasi.
B. Komunikasi Interpsersonal
1.
Pengertian Komunikasi Interpersonal
Komunikasi antarpribadi (interpersonal communication) adalah
komunikasi antara orang – orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap
pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik verbal maupun
nonverbal (Mulyana, 2005, p. 73). Komunikasi itu menunjukkan bahwa pihak-pihak
yang berkomunikasi berada dalam jarak yang dekat dan mereka saling mengirim dan
menerima pesan baik verbal ataupun non- verbal secara simultan dan spontan.
R. Wayne Pace pun mengungkapkan bahwa
komunikasi antarpribadi atau communication
interpersonal merupakan proses komunikasi yang berlangsung antara dua orang
atau lebih secara tatap muka dimana pengirim dapat menyampaikan pesan secara
langsung dan penerima pesan dapat menerima dan menanggapi secara langsung
(Cangara, 1998, p. 32).
Selaras dengan itu De Vito dalam
Saudia (2013) menjelaskan komunikasi interpersonal sebagai pengiriman
pesan-pesan dari seorang atau sekelompok orang (komunikator) dan diterima oleh
orang yang lain (komunikan) dengan efek dan umpan balik yang langsung.
Dengan demikian, komunikasi
interpersonal terjadi secara aktif bukan pasif. Komunikasi ini merupakan
komunikasi timbal balik antara pengirim dan penerima pesan. Komunikasi
interpersonal bukan sekedar serangkaian rangsangan-tanggapan, stimulus-respon,
akan tetapi serangkaian proses saling menerima dan penyampaian tanggapan yang
telah diolah oleh masing-masing pihak. Komunikasi interpersonal juga berperan
untuk saling mengubah dan mengembangkan. Dan perubahan tersebut melalui
interaksi dalam komunikasi, pihak-pihak yang terlibat untuk memberi inspirasi,
semangat, dan dorongan agar dapat merubah pemikiran, perasaan, dan sikap sesuai
dengan topik yang dikaji bersama. Di dalam suatu masyarakat, komunikasi
interpersonal merupakan bentuk komunikasi antara seseorang dengan orang lain
untuk mencapai tujuan tertentu yang bersifat pribadi. Sedangakan dalam suatu
organisasi (bisnis dan non bisnis), komunikasi interpersonal merupakan
komunikasi yang terjadi antara manajer dengan karyawan atau antara karyawan
yang satu dengan karyawan yang lain dengan menggunakan media tertentu untuk
mencapai suatu tujuan tertentu yang bersifat pribadi. Pola komunikasi yang
terbangun dalam komunikasi interpersonal lebih bersifat informal (Purwanto,
2011, p. 26).Sehingga dapat disimpulkan bahwa komunikasi interpersonal
merupakan komunikasi yang terjadi secara langsung baik itu secara verbal atau
nonverbal sehingga komunikator dan komunikan dapat menerima dan memberikan
umpan balik secara langsung yang dilakukan sekurang-kurangnya dua orang atau
lebih, dilakukan secara tatap muka dan atau menggunakan media.
Agar komunikasi interpersonal yang dilakukan
menghasilkan hubungan interpersonal yang efektif dan kerjasama bisa
ditingkatkan maka kita perlu bersikap terbuka, sikap percaya, sikap mendukung,
dan terbuka yang mendorong timbulnya sikap yang paling memahami, menghargai,
dan saling mengembangkan kualitas. Hubungan interpersonal perlu ditumbuhkan dan
ditingkatkan dengan memperbaiki hubungan dan kerjasama antara berbagai pihak.
Komunikasi interpersonal dinyatakan efektif bila pertemuan komunikasi merupakan
hal yang menyenangkan bagi komunikan.
2.
Komponen Komunikasi Interpersonal
Komponen komunikasi interpersonal diidentifikasi
dari dan dalam proses penyampaian dan penerimaan pesan dari seseorang kepada
orang lain atau sekelompok kecil orang, dengan berbagai dampak dan peluang
untuk memberikan umpan balik segera. DeVito (1997, p. 27) mengemukakan
komponen-komponen tersebut terdiri dari 8 (delapan) komponen yang perlu
dicermati setiap komunikator, yaitu: (1)
Konteks (lingkungan) komunikasi, (2) Sumber-penerima, (3) Enkoding-dekoding (4) Kompetensi komunikasi, (5) Pesan dan saluran, (6)
Umpan balik, (7) Gangguan, dan (8) Efek komunikasi.
a.
Konteks (lingkungan)
Konteks
atau lingkungan merupakan sesuatu yang kompleks. Antara dimensi fisik, sosial-psikologis dan dimensi temporal saling mempengaruhi
satu sama lain. Kita mesti memahami
bahwa kenyamanan ruangan, peranan seseorang dan tafsir budaya serta hitungan
waktu, merupakan contoh dari sekian banyak unsur lingkungan komunikasi.
Komunikasi sering berubah-ubah, tidak pernah statis melainkan selalu dinamis.
b. Komponen sumber-penerima
Hal ini menunjukkan bahwa keterlibatan seseorang
dalam berkomunikasi adalah sumber yang juga penerima. Sebagai sumber dalam
berkomunikasi menunjukkan bahwa kita mengirim pesan. Kita mengirim pesan
berarti kita berbicara, menulis, memberikan isyarat tubuh atau tersenyum. Kita
menerima pesan orang lain, berati kita mendengarkan, melihat secara visual
bahkan melalui merabanya atau menciumnya. Pada saat kita berbicara dengan orang
lain, kita berusaha memandangnya untuk memperoleh tanggapan: dukungan,
pengertian, simpati, dan sebagainya, dan pada saat kita menyerap
isyarat-isyarat non- verbal, kita menjalankan fungsdi penerima dalam berkomunikasi.
c.
Enkoding-Dekoding
Baik sebagai sumber ataupun sebagai penerima,
seseorang mengawali proses komunikasi dengan mengemas pesan (pikiran atau suatu
ide) yang dituangkan ke dalam gelombang suara (lembut, berapi- api, tegas,
marah dan sebagainya) atau ke dalam selembar kertas. Kode- kode yang dihasilkan
ini berlangsung melalui proses pengkodean (enkoding).
Bagaimana suatu pesan terkodifikasi, amat tergantung pada keterampilan,
sikap, pengetahuan dan sistem sosial budaya yang mempengaruhi.
Sebelum suatu pesan itu disampaikan atau diterimakan,
dalam berkomunikasi kita berusaha menghasilkan pesan simbol-simbol patut
diterjemahkan lebih dahulu kedalam ragam kode atau simbol tertentu oleh
si-penerima melalui mendengarkan atau membaca.
Inilah pengkoden kembali (dekoding) dari pesan yang dikirim dan tentu
saja tidak akan lepas dari adanya keterbatasan penafsiran pesan. Seperti halnya kodifikasi
pesan oleh sipengirim, pengkodean di pihak penerimapun dibatasi oleh
keterampilan, sikap, pengetahuan dan sistem sosial budaya yang dianut.
d. Kompetensi Komunikasi
Kompetensi komunikasi mengacu pada kemampuan dalam
berkomunikasi secara efektif. Kompetensi ini mencakup pengetahuan tentang peran
lingkungan dalam mempengaruhi isi dan bentuk pesan komunikasi. Suatu topik
pembicaraan dapat dipahami bahwa hal itu
layak dikomunikasikan pada orang tertentu dalam lingkungan tertentu,
tetapi hal itu pula tidak layak untuk orang dan lingkungan yang lain.
Kompetensi komunikasi juga mencakup kemampuan tentang tatacara perilaku
non-verbal seperti kedekatan, sentuhan fisik, dan suara keras. Masalah
kompetensi komunikasi dapat mengungkapkan mengapa seseorang begitu mudah
menyelesaikan studi, begitu cepat membina karir, begitu menyenangkan dalam
berbicara, sedang yang lainnya tidak. Anda di sini dituntut dapat meningkatkan
kompetensi komunikasi, sehingga menjadi banyak pilihan untuk Anda berperilaku.
e. Pesan dan Saluran
Pesan sebenarnya merupakan produk fisik dari
proses kodifikasi. Jika seseorang itu berbicara, maka pembicaraan itu adalah
pesan. Jika seseorang itu menulis, maka tulisan itu adalah pesan. Bila kita
melakukan suatu gerakan, maka gerakan itu adalah pesan. Pesan itu dipengaruhi
oleh kode atau kelompok simbol yang digunakan untuk mentransfer makna atau isi
dari pesan itu sendiri dan dipengaruhi oleh keputusan memilih dan menata kode
dan isi tersebut.
Menurut Sendjaja (2004) mengutip
pendapat Reardon bahwa kendala utama dalam berkomunikasi seringkali lambang
atau simbol yang sama mempunyai makna yang berbeda. Artinya, kekurangcermatan
di dalam memilih kode atau mentransfer makna dan menata kode dan isi pesan,
dapat menjadi sumber distorsi komunikasi. Karena itu komunikasi menurut mereka
seharusnya dipertimbangkan sebagai aktivitas
dimana tidak ada tindakan atau ungkapan yang diberi makna
secara penuh, kecuali jika diinterpretasikan oleh partisipan yang terlibat.
Saluran merupakan medium, lewat mana
suatu pesan itu berjalan. Saluran dipilih oleh sumber komunikasi. Sumber
komunikasi dalam organisasi biasanya ditetapkan menurut jaringan otoritas yang
berlaku bertalian dengan pelaksanaan pekerjaan secara formal dalam organisasi
itu. Sedangkan saluran informal biasanya biasanya digunakan untuk meneruskan
pesan-pesan pribadi atau pesan-pesan sosial yang menyertai pesan-pesan yang
disampaikan secara formal.
f. Umpan Balik
Umpan balik merupakan pengecekan tentang
sejauhmana sukses dicapai dalam mentransfer makna pesan sebagaimana
dimaksudkan. Setelah penerima pesan melaksanakan pengkodean kembali, maka yang
bersangkutan sesungguhnya telah berubah menjadi sumber. Maksudnya bahwa yang
bersangkutan mempunyai tujuan tertentu, yakni untuk memberikan respon atas
pesan yang diterima, dan ia harus melakukan pengkodean sebuah pesan dan
mengirimkannya melalui saluran tertentu kepada pihak yang semula bertindak
sebagai pengirim. Umpan balik menentukan apakah suatu pesan telah benar-benar
dipahami atau belum dan adakah suatu perbaikan patut dilakukan.
g.
Gangguan
Gangguan merupakan komponen yang menghambat dan
membaurkan pesan. Gangguan merintangi sumber dalam mengirim pesan dan merintangi
penerima dalam menerima pesan. Gangguan ini dapat berupa fisik, psikologis dan
semantik.
h.
Efek Komunikasi
Pada setiap peristiwa komunikasi selalu mempunyai
konsekuensi atau dampak atas satu atau lebih yang terlibat. Dampak itu berupa perolehan pengetahuan, sikap-sikap
baru atau memperoleh cara-cara atau gerakan baru sebagai refleksi psiko-motorik.
3.
Tujuan Komunikasi Interpersonal
Tujuan – tujuan komunikasi
antarpribadi dapat dilihat dari dua perspektif (Fajar, 2009, p. 80) yaitu:
a. Tujuan – tujuan yang
dilihat sebagai faktor-faktor motivasi atau sebagai alasan mengapa kita
terlibat dalam komunikasi antarpribadi. Dengan demikian komunikasi antarpribadi
bias mengubah sikap dan prilaku seseorang.
b. Tujuan – tujuan
yang dipandang sebagai hasil efek umum dari komunikasi antarpribadi. Dengan
demikian sebagai suatu hasil dari komunikasi antarpribadi adalah kita dapat
mengenal diri kita sendiri, membuat hubungan lebih baik, bermakna dan
memperoleh pengetahuan tentang dunia luar.
Menurut Widjaja dalam bukunya (2010,
p. 8) Fungsi komunikasi antar pribadi atau komunikasi interpersonal adalah berusaha meningkatkan hubungan insani,
menghindari dan mengatasi konflik-konflik pribadi, mengurangi ketidakpastian
sesuatu, serta berbagai pengetahuan dan pengalaman dengan orang lain.
Seseorang berkomunikasi dengan orang lain tentu
saja mempunyai tujuan tertentu. Adapun tujuan umum yang ingin dicapai dalam
komunikasi interpersonal adalah: 1) menyampaikan informasi; 2) berbagi
pengalaman; 3) menumbuhkan simpati; 4) melakukan kerja sama; 5)
menceritakan kekesalan atau kekecewaan; 6) menumbuhkan motivasi (Purwanto,
2011, p. 27).
Tujuan komunikasi interpersonal yang utama adalah
sebagai berikut:
1.
Menemukan diri sendiri
Komunikasi interpersonal memberikan
kesempatan kepada kita untuk berbicara tentang apa yang kita sukai, atau
mengenai diri kita. Dengan saling membicarakan keadaan diri, minat, dan harapan
maka seseorang memperoleh informasi berharga untuk mengenali jati diri, atau
dengan kata lain menemukan diri sendiri (Suranto, 2011, p. 20). Melalui
komunikasi interpersonal pula kita dapat belajar bagaimana kita
belajar menghadapi orang lain, apa kekuatan dan kelemahan kita, dan siapa yang
kita sukai atau tidak.
2.
Menemukan dunia luar
Melalui komunikasi interpersonal kita dapat
memahami lebih banyak tentang diri kita dan orang lain yang berkomunikasi
dengan kita. Hal itu menjadikan kita memahami dunia luar, dan kita dapat lebih
banyak mendapatkan informasi. Bahkan kepercayaan, kenyataan, sikap dan
nilai-nilai kita secara tidak langsung dan tanpa sadar dipengarui lebih banyak
oleh pertemuan interpersonal daipada oleh media atau pendidikan formal.
3.
Membentuk dan menjaga hubungan yang penuh arti
Sebagian besar waktu kita digunakan untuk berkomunikasi
secara interpersonal dengan orang lain. Hal ini dilakukan untuk menjaga dan
membentuk hubungan sosial dengan orang lain. Hubungan yang demikian dapat
membantu mengurangi kesepian dan depresi, menjadikan kita sanggup saling
berbagi, dan pada umumnya membuat kita merasa lebih positif tentang diri kita.
4.
Mempengaruhi sikap dan tingkah laku
Komunikasi interpersonal merupakan komunikasi yang
paling efektif dan mempunyai pengaruh yang besar dalam merubah sikap seseorang.
Dalam prinsip komunikasi, ketika pihak komunikan menerima pesan atau informasi,
berarti komunikan telah mendapat pengaruh dari proses komunikasi. Sebab pada
dasarnya, komunikasi adalah sebuah fenomena, sebuah pengalaman. Setiap
pengalaman akan memberikan makna pada situasi kehidupan manusia, termasuk
memberi makna tertentu terhadap kemungkinan terjadinya perubahan sikap.
Misalnya seorang ayah menginginkan anaknya agar ada perubahan sikap dan
perilaku agar anaknya meningkatkan intensitas belajarnya, dan mengurangi
ketergantungan memainkan hand phone dan internet.
5.
Untuk bermain dan kesenangan
Bermain mencakup semua aktivitas yang mempunyai
tujaun utama adalah mencari kesenangan. Berbicara dengan teman mengenai
aktivitas kita, berdiskusi, bercerita hal-hal ringan dan lucu, kegiatan
komunikasi semacam itu dapat memberikan keseimbangan yang penting dalma pikiran
yang memerlukan rileks dari semua keseriusan di lingkungan kita.
6.
Untuk membantu (konseling)
Ada beberapa profesi yang memang mengandalkan
kemampuan komunikasi interpersonal untuk menjalankan pekerjaannya, seperti
seorang ahli psikologi. Kita semua juga pada umumnya berfungsi membantu orang
lain dalam interaksi interpersonal kita sehari-hari. Misalnya seorang remaja
curhat kepada sahabatnya mengenai putus cinta. Tanpa disadari bahwa tujuan melakukan
curhat tersebut adalah untuk mendapatkan bantuan pemikiran sehingga didapat
solusi yang terbaik. Contoh lain, seorang mahasiswa berkonsultasi dengan dosen
pembimbing akademik tentang suatu mata kuliah yang sebaiknya diambil.
7.
Mengungkapkan perhatian kepada orang lain
Pada prinsipnya komunikasi interpersonal
dimaksudkan untuk menunjukan adanya perhatian kepada orang lain dan untuk
menghindari kesan dari orang lain sebagai pribadi yang tertutup, dingin dan
cuek (Suranto, 2011, p. 19). Misalnya, seorang pemimpin bertanya kepada
karyawannya mengenai kabar karyawannya, sebenarnya mungkin pemimpin tersebut
tidak bermaksud mengorek jawaban dari karyawan mengenai keadaan diri dan
kesehatannya secara, namun hal tersebut dilakukan untuk memberikan kesan positif
kepada karyawan dan tentunya menjaga hubungan yang baik dengan karyawan tersebut.
4.
Fungsi Komunikasi Interpersonal
Komunikasi antar pribadi memiliki 2 fungsi, yaitu
fungsi sosial dan fungsi pengambilan keputusan:
a. Fungsi Sosial
1)
Untuk kebutuhan biologis dan psikologis
Sejak lahir kita tidak dapat hidup
sendiri untuk mempertahankan hidup. Kita perlu dan harus berkomunikasi dengan
orang lain untuk memenuhi kebutuhan biologis kita seperti dan minum, dan
memenuhi kebutuhan psikologis kita seperti sukses dan kebahagiaan. Melalui
komunikasi pula kita dapat memenuhi kebutuhan emosional kita dan meningkatkan
kesehatan mental kita. Kita belajar makna cinta, kasih sayang, keintiman,
simpati, rasa hormat, rasa bangga, bahkan iri hati dan kebencian. Melalui
komunikasi kita dapat mengalami berbagai kualitas perasaan itu dan membandingkannya
antara perasaan satu dengan perasaan yang lain.
2)
Mengembangkan hubungan timbal balik
Komunikasi dengan suatu proses
sebab-akibat atau aksi-reaksi yang arahnya bergantian. Seseorang menyampaikan
pesan baik secara verbal atau nonverbal, seseorang penerima beraksi dengan
jawaban verbal atau menggunakan kepala, kemudian orang pertama beraksi lagi
setelah menerima respons atau umpan balik dari kedua, dan begitu seterusnya. Jadi hubungan timbal balik
ini berfungsi sebagai unsur pemerkarya, pemerkuat komunikasi antar pribadi
sehingga harapan-harapan dalam proses komunikasi menjadi sungguh-sunguh
terjadi.
3)
Untuk meningkatkan dan mempertahankan mutu diri sendiri
Komunikasi itu penting
membangun konsep diri kita, aktualisasi diri,
kelangsungan hidup untuk memperoleh kebahagiaan, terhindar dari tekanan.
Pembentukan konsep diri. Konsep diri adalah pandangan kita mengenai siapa diri
kita dan itu hanya bias kita peroleh lewat informasi yang diberikan orang lain
kepada kita. Pernyataan eksistensi diri orang berkomunikasi untuk
menunjukkan dirinya eksis. Inilah yang disebut aktualisasi diri atau pernyataan
eksistensi diri. Ketika berbicara, kita sebenarnya menyatakan bahwa kita ada.
1)
Menangani konflik
Untuk melakukan komunikasi dengan baik, sebaiknya
kita mengetahui situasi dan kondisi serta karakteristik lawan bicara.
Sebagaimana yang kita tahu, bahwa setiap manusia itu seperti sebuah radar yang
melingkupi lingkungan. Manusia bias menjadi sangat sensitive pada bahasa tubuh,
ekspresi wajah, postur, gerakan, intonasi suara yang akan membantu individu
untuk memberi penekanan pada kebenaran, ketulusan dan reliabilitas dari
komunikasi itu sendiri sehingga komunikasi itu sendiri dapat mempengaruhi pola
pikir lawan bicara kita. Dengan demikian komunikasi antarpribadi berfungsi
untuk mengurangi atau mencegah timbulnya suatu konflik didalam suatu organisasi
atau kelompok masyarakat.
b. Fungsi
pengambilan keputusan
1)
Manusia berkomunikasi untuk membagi informasi
Dalam proses memberi atau bertukar informasi,
komunikasi sangat memiliki pengaruh yang sangat efektif digunakan karena dalam
hal ini komunikasi dapat mewakili informasi yang dikehendaki dalam pesan yang
dia sampaikan sebagai bahan perakapan pada kegiatan komunikasi.
2)
Manusia berkomunikasi untuk mempengaruhi orang lain
Komunikasi yang berfungsi seperti ini mengandung
muatan persuasif dalam arti pembicara ingin pendengarnya mempercayai bahwa
fakta atau informasi yang disampaikan akurat dan layak untuk diketahui. Bahkan
komunikasi yang sifatnya menghiburpun secara tidak langsung membujuk kalayak
untuk melupakan persoalan hidup mereka.
5.
Jenis Komunikasi Interpesonal
Terdapat beberapa jenis hubungan interpersonal,
yaitu: a) berdasarkan jumlah individu yang terlibat; b) berdasarkan tujuan yang
ingin dicapai; c) berdasarkan jangka waktu; serta d) berdasarkan tingkat
kedalaman atau keintiman (Andi Nuraedah Nur, 2009, p. 4).
Hubungan interpersonal berdasarkan jumlah individu
yang terlibat, dibagi menjadi 2, yaitu hubungan diadik dan hubungan triad.
Hubungan diadik merupakan hubungan atara dua individu. Kebanyakan hubungan kita
dengan orang lain bersifat diadik. William Wilmot mengemukakan beberapa ciri
khas hubungan diadik, dimana setiap hubungan diadik memiliki tujuan khusus,
individu dalam hubungan diadik menampilkan wajah yang berbeda dengan „wajah‟
yang ditampilkannya dalam hubungan diadik
yang lain, dan pada
hubungan diadik berkembang pola komunikasi (termasuk pola berbahasa) yang unik
atau khas yang akan membedakan hubungan tersebut dengan hubungan diadik yang lain.
Sedangkan hubungan triad merupakan hubungan antara
tiga orang. Hubungan triad ini memiliki ciri lebih kompleks, tingkat keintiman
atau kedekatan anatar individu lebih rendah, dan keputusan yang diambil lebih
didasarkan voting atau suara
terbanyak (dalam hubungan diad, keputusan diambil melalui negosiasi).
Hubungan interpersonal berdasarkan tujuan yang ingin
dicapai, dibagi menjadi 2, yaitu hubungan tugas dan hubungan sosial. Hubungan
tugas merupakan sebuah hubungan yang terbentuk karena tujuan menyelesaikan
sesuatu yang tidak dapat dikerjakan oleh individu sendirian. Misalnya hubungan
antara pasien dengan dokter, hubungan mahasiswa dalam kelompok untuk
mengerjakan tugas, dan lainlain. Sedangkan hubungan sosial merupakan hubungan
yang tidak terbentuk dengan tujuan untuk menyelesaikan sesuatu. Hubungan ini
terbentuk (baik secara personal dan sosial). Sebagai contoh adalah hubungan dua
sahabat dekat, hubungan dua orang kenalan saat makan siang dan sebagianya.
Hubungan interpersonal berdasarkan jangka waktu
juga dibagi menjadi 2, yaitu hubungan jangka pendek dan hubungan jangka
panjang. Hubungan jangka pendek merupakan hubungan yang hanya berlangsung
sebentar. Misalnya hubungan antara dua orang yang saling menyapa ketika bertemu
di jalan.
Sedangkan hubungan jangka
panjang berlangsung dalam waktu yang lama. Semakin lama suatu hubungan semakin
banyak investasi yang ditanam didalamnya (misalnya berupa emosi atau perasaaan,
materi, waktu, komitmen dan sebagainya). Dan karena investasi yang ditanam itu
banyak maka semakin besar usaha kita untuk mempertahankannya.
Selain ketiga jenis hubungan interpersonal yang
sudah dijelaskan di atas, masih terdapat satu lagi jenis hubungan interpersonal
yang didasarkan atas tingkat kedalaman atau keintiman, yaitu hubungan biasa dan
hubungan akrab atau intim. Hubungan biasa merupakan hubungan yang sama sekali
tidak dalam atau impersonal atau ritual. Sedangkan hubungan akrab atau intim
ditandai dengan penyingkapan diri (self-disclosure).
Makin intim suatu hubungan, makin besar kemungkinan terjadinya penyingkapan
diri tentang hal-hal yang sifatnya pribadi. Hubungan intim terkait dengan jangka
waktu, dimana keintiman akan tumbuh pada jangka panjang.
Karena itu hubungan intim akan
cenderung dipertahankan karena investasi yang ditanamkan individu di dalamnya
dalam jangka waktu yang lama telah banyak. Hubungan ini bersifat personal dan
terbebas dari hal-hal yang ritual.
6.
Proses Komunikasi Interpersonal
Proses komunikasi ialah langkah-langkah yang
menggambarkan terjadinya kegiatan komunikasi (Suranto, 2011, p. 10). Proses komunikasi interpersonal adalah bagaimana komunikator menyampaikan pesan kepada komunikannya, sehingga dapat menciptakan
suatu persamaan makna antara komunikan dengan komunikatornya. Proses komunikasi ini
bertujuan untuk menciptakan komunikasi yang
efektif (sesuai dengan tujuan komunikasi pada
umumnya).
Proses komunikasi interpersonal
dapat terjadi apabila ada interaksi antar manusia dan ada penyampaian pesan untuk mewujudkan motif komunikasi. Tahapan proses komunikasi adalah
sebagai berikut :
a. Penginterprestasian
Hal yang diinterpretasikan adalah motif komunikasi, terjadi dalam diri komunikator. Artinya, proseskomunikasi tahap pertama bermula sejak motif komunikasi muncul hingga akal budi komunikator berhasil menginterpretasikan apa yang ia pikir
dan rasakan ke dalam pesan (masih abstrak). Proses penerjemahan motif komunikasi ke dalam pesan disebut interpreting.
b.
Penyandian
Tahap ini masih ada dalam komunikator dari pesan yang bersifat abstrak berhasil diwujudkan oleh
akal budi manusia ke dalam lambang komunikasi. Tahap
ini disebut encoding, akal budi manusia berfungsi
sebagai encorder, alat penyandi:
merubah pesan abstrak menjadi konkret.
c.
Pengiriman
Proses ini terjadi
ketika komunikator melakukan tindakan komunikasi, mengirim
lambang komunikasi dengan
peralatan jasmaniah yang disebut transmitter,
alat pengirimpesan.
d. Perjalanan
Tahapan ini terjadi
antara komunikator dan komunikan, sejak pesan dikirim hingga pesan diterima oleh komunikan.
e.
Penerimaan
Tahapan ini ditandai
dengan diterimanya lambang komunikasi melalui
peralatan jasmaniah komunikan.
Tahap ini terjadi pada diri komunikan sejak
lambang komunikasi diterima
melalui peralatan yang berfungsi sebagai receiver
hingga akal budinya berhasil menguraikannya (decoding).
Proses komunikasi dapat
dilihat dari beberapa perspektif:
1.
Perspektif Psikologis
Perspektif ini merupakan tahapankomunikator pada proses encoding,
kemudian hasil encoding ditransmisikan
kepada komunikan sehingga terjadi komunikasi interpersonal.
2.
Perspektif Mekanis
Perspektif ini merupakan tahapan disaat komunikator mentransfer pesan dengan bahasa verbal/non verbal.
Komunikasi ini
dibedakan menjadi:
1.
Proses komunikasi primer.
2.
Proses komunikasi sekunder.
3.
Proses komunikasi linier.
4.
Proses komunikasi sirkular.
Proses komunikasi primer adalah penyampaian pikiran oleh komunikator kepada komunikan
menggunakan lambang sebagai Proses Komunikasi Sekunder
merupakan penyampaian pesan dengan menggunakan alat setelah memakai lambang
sebagai media pertama. Proses Komunikasi linier adlah penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan sebagai
titik terminal. Proses komunikasi sirkular yaitu terjadinya feedback atau umpan balik dari komunikan ke komunikator.
Kesimpulan adanya proses komunikasi bahwa:
1.
Komunikasi bersifat
dinamis.
2.
Tahapanproseskomunikasi bermanfaat untuk
analisis.
3.
Proseskomunikasi dapat terhenti setiap saat.
4.
Pesankomunikasi tidak harus
diterima.
5.
Tindak komunikasi merupakan
indikasi komunikasi.
Proses komunikasi yang lainnya menurut Bovee dan Thill (Vardiansyah, 2004) proses komunikasi
terdiri atas enam tahap, yaitu:
1.
Pengiriman mempunyai asuatu de atau gagasan.
2.
Pengirim mengubah ide menjadi suatu pesan.
3.
Pengirim menyampaikan pesan.
4.
Penerima menerima pesan
5.
Penerima menafsikan pesan.
6.
Penerima memberi tangapan dan mengirim umpan balik kepada
pengirim.
Tahapan 2 Pengirim mengubah ide menjadi pesan
Keenam tapan dalam prose
komunikasi tersebut dapat di gambarkan dalam sebuah diagram berikut:
Gambar 4 Tahap Proses Komunikas
1. Tahap Pertama: Pengirim Mempunyai Suatu Ide/ Gagasan
Sebelum proses penyampaian pesan dapat dilakukan,
pengiriman pesan harus menyiapkan ide atau gagasan apa yang ingn disampaikn
kepada pihak lain atau audiens.ide dapat diperoleh dari berbagai sumber yang
terbentang luas di hadapan kita. Dunia ini penuh dengn berbagai macam informasi
baik yang dapat dilihat, didengar dibaui, dikecap, maupun diraba.Ide-ide yang
ada dalam benak kita disaring dan disusun ke dalam suatu memori yang ada alam
jaringan otak, yang merupakan gambaran persepsi kira terdahap kenyataan. Setia
orang akan memiliki peta mental yang berbea karena kita memandang dunia dan
menyerap berbagai pengalaman dengan suatu cara yang unik dan bersifat
individual.
Karena persepsi adalah hal yang unik,
ide yang ingin disampaikan seseorang mungkin akan berbeda dengan pikiran orang
lain. Bahkan dua orang yang memiliki suatu pengalaman yang sama terhadap suatu
hal atau kejaidian, akan memiliki kesan ang tidak serupa. Sebagai contoh ada
dua orang yang sama-sama mengikuti briefing dari pemimpin perusahaan.Apabla
mereka diminta untuk menceritakan pengalaman mereka masing-masing, tentu ada
beberapa hal yang berbeda. Seseorang komunikator yang baik, harus perhatian
pada hal-hal yang memang penting dan relevan.Dalam dunia komunikasi, proses
tersebut dikenal sebagai abstraksi (abstraction).
1.
Tahapan Kedua: Pengiriman Mengubah Ide Menjadi Suatu Pesan
Dalam suatu proses komunikas, tidak semua ide
dapat diteruma atau imengerti dengan sempurna. Poses komunikasi dimuai dengan
adanya ide dalam pikiran, yang lalu diubah kedalam bentuk pesan-pesan seperti
dalam benutk kata-kata, ekspresi wajah, dan sejenisnya, untuk kemudian
disampaikan kepada orang lain. Agar dapat diterima dan dimengerti secara
sempurna, pengirim pesan harus memperhatikan beberapa hal, yaitu subjek (apa
yang ingin disampaikan) maksud
(tujuan), audiens, gaya personal, dan latar belakang buaya. Seagai contoh
sederhana, pada umumna orang timur cenderung menyampaikan pesan dengan
menggunakan bahasa taklangsung dan bahasa yang halus. Untuk menyatakan sikap
menolak, seseorang terlebih dahulu harus menggunakan kalimat-kalimat pembuka
yang bersifat netral, baru kemudan menyatakan sikap penolakan.
2.
Tahapan Ketiga: Pengirim Menyampaikan Pesan
Setelah mengubah ide-ide dalam suatu pesan,
tahapan berikutnya adalah memindahkan atau menyampaikan pesan melalui berbagai
sauran yang ada kepada si penerima pesan.Saluran komunikasi yang digunakan
untuk menyampaikan pesan terkadang relative endek, tetapi ada juga yang cuku
panjang.Panjang pendeknya komunikasi yang digunakan akan berpengaruh terhadap
efektivitas penyampaian pesan. Bila menyapaikan pesa-pesan yang panjang dan
kompleks secara lisan, pesan-pesan tersebut bias jadi terdistirsi atau bahkan
bertentangan dengan pesan aslinya, disamping itu, dalam menyampaian suatu
pesan, berbagai media komunikasi, media tertulis maupun lisan dapat digunakan.
Leh karena itu, perlu diperhatikan jenis atau sifat pesan yang akan disampaian.
3.
Tahapan Keempat: Penerima Menerima Pesan
Komunikasi anatara seseorang dengan oaring lain
akan terjadi, bila pengirim (komunikator) mengirimkan suatu pesan dan penerima
(komunikan) menerima pesan tersebut. Jika seseorang mengirim sepucuk surat,
komunikasi baru isa terjalin ba penerima surat membaca dan memahami isinya.jika
seseorang menyampaikan pidatonya di hadapan umum, para pndengar sebagai audiens
harus dapat mendengar apa yang dikatakan dan memahami pesan-pesan yang
disampaikan.
4.
Tahapan Kelima: Penerima Menasirkan Pesan
Setelah penerima menerima pesan, tahap berikutnya
bagaimana ia dapat menafsirkan pesan. Suatu pesan yang disampaikan pengirim
harus mudah dimengerti dan tersimpan di dalam benak pikiran si penerima
pesan.Selanjutnya, suatu pesan baru dapat ditasirkan secara benar bila penerima
pesan telah memahami isi pesan sebagaimana yang disampaikan oleh pengirim pesan.
5.
Tahapan Keenam: Penerima Memberi Tanggapan dan Umpan
Balik ke Pengirim
Umpan nalik (feedback) adalah
penghubung akhir dalam suatu rantai komunikasi.Umpan balik tersebut meruakan
tanggapan penerima pesan yang memungkinkan pengirim untuk menilai efektivitas
suatu pesan.
Setalah menerima pesan, komunikan akan
memberi tanggapan dengan cara tertentu dan memberi sinyal terhadap pengirim
pesan. Sinyal yang diberikan oleh penerima pesan beraneka macam, dapat berupa
suatu senyuman, tertawa, sikp murung, cemberut, memberi komentar sekilas
(singkat), anggukan sebagai pembenaran, atau pesan secara tertulis. Sebagai
contoh, seorang karyawan perusahaan menerima sepucuk surat dari pimpinan ia
tampak berseri-seri, dapat diduga bahwa ia menerima beritaa yang menyenangkan
dari piimpinanya tersebut. Bentuk ekspresi wajah tersebut adalah contoh adanya
umpan balik dalam berkomunikasi.
Disamping itu, adanya umpan balik akan dapat
menunjukan adanya factor-faktor penghambat komunikas, misalnya perbedaan latar
lbelakang, perbedaan penafsiran kata-kata, dan perbedaan reaksi secara
emosional.
C.
Komunikasi Massa
1.
Pengertian Komunikasi Massa
Pengertian Komunikasi Massa Definisi komunikasi
massa yang paling sederhana dikemukakan oleh Bittner (Rakhmat, 2003:188),
yakni: komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang (mass
communication is messages communicatedthrough a mass medium to a large number
of people). Definisi komunikasi massa yang lebih perinci dikemukakan oleh ahli
komunikasi lain, yaitu Gerbner. Menurut Gerbner (1967) “Mass communication is
the tehnologically and institutionally based
production and distribution of the most broadly shared
continuous flow of messages in industrial societies”. (Komunikasi massa adalah
produksi dan distribusi yang berlandaskan teknologidan lembaga dari arus pesan
yang kontinyuserta paling luas dimiliki
orang dalam masyarakat industri (Rakhmat, 2003:188).
Menyimak berbagai definisi komunikasi massa yang
dikemukakan para ahli komunikasi, tampaknya tidak ada perbedaan yang mendasar atau
prinsip, bahkan definisi-definisi itu satu sama lain saling melengkapi. Hal ini
telah memberikan gambaran yang jelas mengenai pengertian komunikasi massa.
Bahkan, secara tidak langsung dari pengertian komunikasi massa dapat diketahui
pula ciri-ciri komunikasi massa yang membedakannya dari bentuk komunikasi
lainnya.
Rakhmat merangkum definisi-definisi komunikasi
massa tersebut menjadi: “komunikasi massa diartikan sebagai jenis komunikasi
yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonim
melalui media cetak atau elektronik sehingga pesan yang sama dapat diterima
secara serentak dan sesaat (Rakhmat, 2003:189).
2.
Bentuk Proses Komunikasi
Massa
a.
Model Proses Efek Kuat
Pandangan proses satu arah memperlihatkan gambaran
yang sederhana di mana audiens berada pada posisi sebagai penerima pesan yang
bersikap pasif. Awal mulanya komunikasi di mulai dari tingkatan source /komunikator.
Jika kita berbicara tentang komunikasi massa,
maka source disini adalah media massa. Dimana disini dapat kita lihat
bahwa terpaan pesan dari media sangat kuat yang bergerak secara linear/langsung
dari satu titik ke titik lain hingga sampai kepada audiens. Dinamakan model
proses komunikasi massa efek kuat, karena pesan yang diterima audiens adalah
langsung mengikuti garis lurus. Sehingga diibaratkan bahwa audiens pasif
terhadap apa yang di produksi oleh media.
a. Model Proses
Efek Terbatas
Pada model efek terbatas ini,
sebenarnya skema perpindahan pesan tersebut hampir sama dengan model efek kuat.
Dimana prosesnya melalui garis lurus
dari titik satu ke titik lainya. Akan tetapi disini kebalikannya dari efek
kuat. Pada model efek kuat, proses komunikasi berawal dari source /
komunikator/ media itu sendiri. Akan tetapi pada proses efek terbatas ini
proses komunikasi massa yang terjadi bermula dari audiens. Dengan asumsi bahwa
audiens aktif, dan bebas memilih media mana yang mereka inginkan dan cocok
sesuai kebutuhan audiens.
b.
Model Proses Selektif Interaksional
Pada model proses selektif
interaksional ini berpandangan bahwa proses komunikasi yang terjadi berlangsung
dua arah. Ada pesan yang berasal dari source dan ada pesan yang bersumber dari receiver.
c. Model Proses One Step
Model Proses one step ini hubungan
media dengan audiens bersifat langsung tanpa melewati saluran atau chanel
d. Model Proses Two Step
Model proses dua tahap memperlihatkan bahwa audiens
media tidaklah hanya orang-orang yang pasif saja akan tetapi sudah ada
orang-orang yang berpengaruh dalam masyarakat yaitu influencer atau tokoh-tokoh
masyarakat. Yang menentukan efek dari pesan tersebut bukan lagi media akan
tetapi masyarakat melalui tokoh-tokoh di dalam masyarakat tersebut. Yaitu
influncer yang mempunyai pengaruh yang besar terhadap proses komunikasi
tersebut.
e.
Model Proses Multi Step
Pandangan proses banyak tahap memperlihatkan
seolah audiens merupakan sejumlah besar anggota masyarakat yang kompleks dan
yang di antara mereka berlangsung interaksi dan tidak saling terpisah, tak
hanya berinteraksi dengan media (seperti dalam pandangan proses satu tahap).
3.
Karakteristik Komunikasi
Massa
a.
Komunikator Terlembagakan
Ciri komunikasi massa yang pertama adalah komunikatornya.
Kita sudah memahami bahwa komunikasi massa itu menggunakan media massa, baik
media cetak maupun elektronik. Dengan mengingat kembali pendapat Wright, bahwa
komunikasi massa itu melibatkan lembaga, dan komunikatornya bergerak dalam
organisasi yang kompleks, mari kita bayangkan secara kronologis proses
penyusunan pesan oleh komunikator sampai pesan itu diterima oleh komunikan.
b.
Pesan Bersifat Umum
Komunikasi massa itu bersifat terbuka, artinya
komunikasi massa itu ditujukan untuk semua orang dan tidak ditujukan untuk
sekelompok orang tertentu. Oleh karenanya, pesan komunikasi massa bersifat umum.
c.
Komunikannya Anonim dan Heterogen
Komunikan pada komunikasi massa bersifat anonim
dan heterogen. Pada komunikasi antarpersona, komunikator akan mengenal
komunikannya, mengetahui identitasnya, seperti: nama, pendidikan, pekerjaan,
tempat tinggal, bahkan mungkin mengenal sikap dan perilakunya. Sedangkan dalam
komunikasi massa, komunikator tidak mengenal komunikan (anonim), karena
komunikasinya menggunakan media dan tidak tatap muka. Disamping anonim,
komunikan komunikasi massa adalah heterogen, karena terdiri dari berbagai
lapisan masyarakat yang berbeda, yang dapat dikelompokkan berdasarkan faktor:
usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, latar belakang budaya, agama, dan
tingkat ekonomi. Hal ini dapat kita buktikan dengan melihat acara “Seputar
Indonesia” yang ditayangkan RCTI dan ditonton oleh jutaan, bahkan puluhan juta
pemirsa di Indonesia yang tersebar diberbagai kota.
d.
Media Massa Menimbulkan
Keserampakan
Kelebihan komunikasi massa dibandingkan dengan
komunikasi lainnya adalah jumlah sasaran khalayak atau komunikan yang
dicapainya relatif banyak dan tidak terbatas. Bahkan lebih dari itu, komunikan
yang banyak tersebut secara serempak pada waktu yang
bersamaan memperoleh pesan yang sama pula.
e.
Komunikasi Massa Mengutamakan Isi Ketimbang Hubungan
Salah satu prinsip
komunikasi adalah bahwa komunikasi mempunyai dimensi isi dan dimensi hubungan
(Mulyana, 2000:99). Dimensi isi menunjukkan muatan atau isi komunikasi, yaitu
apa yang dikatakan, sedangkan dimensi hubungan menunjukkan bagaimana cara
mengatakannya, yang juga mengisyaratkan bagaimana hubungan para peserta
komunikasi itu. Sementara Rahmat (2003) menyebutnya sebagai proporsi unsur isi
dan unsur hubungan.
Dalam komunikasi antarpersona yang diutamakan
adalah unsur hubungan. Semakin saling mengenal antarpelaku komunikasi, maka
komunikasinya semakin efektif. Sedangkan dalam komunikasi massa, komunikator
tidak selalu kenal dengan komunikannya, dan sebaliknya. Yang penting, bagaimana
seorang komunikator menyusun pesan secara sistematis, baik, sesuai dengan jenis
medianya, agar komunikannya bisa memahami isi pesan tersebut. Itulah sebabnya
mengapa perlu menulis lead untuk media cetak, lead untuk media elektronik
(radio maupun televisi), cara menulis artikel yang baik, dan seterusnya. Semua
itu menunjukkan pentingnya unsur komunikasi.
f.
Komunikasi Massa Bersifat Satu Arah
Bersifat satu arah adalah ciri komunikasi massa
yang merupakan kelemahannya. Karena komunikasinya melalui media massa, maka
komunikator dan komunikannya tidak dapat melakukan kontak langsung. Komunikator
aktif menyampaikan pesan, komunikan pun aktif menerima pesan, namun diantara
keduanya tidak dapat melakukan dialog sebagaimana halnya terjadi dalam
komunikasi antarpersona.
g.
Stimulasi Alat Indera
Terbatas
Ciri komunikasi massa lainnya yang dapat dianggap
salah satu kelemahannya, adalah stimulasi alat indra yang terbatas. Pada
komunikasi antarpersona yang bersifat tatap muka, maka seluruh alat indra pelaku komunikasi,
komunikator dan komunikannya, dapat digunakan secara maksimal. Kedua belah
pihak dapat melihat, mendengar secara langsung, bahkan mungkin merasa.
Dalam komunikasi massa, stimulasi alat indra
brgantung pada jenis media massa. Pada surat kabar dan majalah, pembaca hanya
melihat. Pada radio siaran dan rekaman auditif, khalayak hanya mendengar,
sedangkan pada media televisi dan film, kita menggunakan indra penglihatan dan pendengaran.
h.
Umpan Balik Tertunda (Delayed) dan Tidak Langsung (Indirect)
Komponen umpan balik atau yang lebih populer
disebut dengan feedback merupakan faktor penting dalam proses komunikasi
antarpersona, komunikasi kelompok, dan komunikasi massa. Umpan balik sebagi
respons mempunyai volume yang tidak terbatas pada komunikasi antarperson. Bila
penulis memberikan kuliah pada Anda secara tatap muka, penulis akan
memperhatikan bukan saja ucapan anda, tetapi juga kedipan mata, gerak bibir,
posisi tubuh, intonasi suara, dan gerakan lainnya yang dapat penulis artikan. Umpan
balik ini bersifat langsung (direct) dan segera (immediate). Sedangkan dalam
proses komunikasi massa, umpan balik bersifat tidak langsung (indirect) dan
tertunda (delayed). Artinya komunikator komunikasi massa tidak dapat dengan
segera mengetahui bagaimana reaksi khalayak terhadap pesan yang disampaikannya.
tanggapan khlayak bisa diterima lewat telepon, e- mail, atau surat pembaca
4.
Fungsi Komunikasi Massa
Menurut Dominick (2001) terdiri dari:
1. Surveillance (Pengawasan)
Fungsi pengawasan komunikasi massa dibagi dalam
bentuk utama: (1) warning or beware surveillance (2) instrumental surveillance.
Warning surveillance terjadi ketika media massa menginformasikan tentang
ancaman dari angin topan, meletusnya gunung merapi, tayangan inflasi atau
adanya serangan militer. Instrumental surveillance adalah penyampaian atau
penyebaran informsi yang memiliki kegunaan atau dapat
membantu khalayak dalam kehidupan sehari-hari. Contoh: produk-produk baru,
ide-ide tentang mode, resep masakan, dsb.
2.
Interpretation (Penafsiran)
Media massa tidak hanya memasok fakta dan data,
tetapi juga memberikan penafsiran terhadap kejadian-kejadian penting. Contoh:
tajuk rencana surat kabar. Penafsiran ini berbentuk komentar dan opini yang
ditujukan kepada khalayak pembaca, serta dilengkapi perspektif (sudut pandang)
terhadap berita yang disajikan pada halaman lainnya.
3.
Linkage (Pertalian)
Contoh kasus di Indonesia adalah kasus SBY yang
sebelumnya menjabat Menko Polkam dalam jajaran kabinet Gotong Royong Presiden
Megawati Soekarnoputri. Ketika beliau jarang diajak rapat kabinet dan kemudian
mengundurkan diri, maka tayangan beritanya di TV, radio siaran, surat kabar
telah menaikkan pamor Partai Demokrat yang mencalonkan SBY sebagai presiden.
4.
Transmission of Values (Penyebaran Nilai-Nilai)
Contoh : sebuah penelitian menunjukkan bahwa
banyak remaja belajar tentang perilaku berpacaran dari menonton film dan acara
TV yang mengisahkan tentang pacaran, termasuk pacaran yang agak liberal atau
bebas. 1Dr Elvinaro Ardianto, Komunikasi Massa Suatu Pengantar,Bandung:
Simbiosa Rekatama Media, 2004, hlm. 7-12. Diantara semua media massa, TV sangat
berpotensi untuk terjadinya penyebaran nilai-nilai pada anak muda, terutama
anak- anak yang telah melampaui usia 16 tahun.
5.
Entertainment (Hiburan)
Fungsi dari media massa sebagai fungsi menghibur
tiada lain tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan pikiran khalayak,
karena dengan membaca berita-berita ringan atau melihat tayangan hiburan di TV
dapat membuat pikiran khalayak segar kembali.
Menurut Effendy (1933) terdiri dari:
1.
Fungsi Informasi
2.
Fungsi Pendidikan
3.
Fungsi Memengaruhi
4.
Fungsi Proses Pengembangan Mental
Menurut DeVito (1996) terdiri dari:
1.
Fungsi Meyakinkan (to Persuade)
Contoh: jika kita menyukai Ilkom, kita akan
cenderung memilih kuliah di Fakultas Ilmu Komunikasi, membaca tulisan tentang
komunikasi, dan melakukan penelitian-penelitian dalam bidang komunikasi.
2.
Fungsi Menganugerahkan
Status
Misalnya Harian Ekonomi Bisnis Indonesia
menyajikan rubrik profil dan views pengusaha dihalaman depan, sehingga
menaikkan prestise mereka sebagai pengusaha.
3.
Fungsi Membius (Narcotization)
Misalnya, TV telah menayangkan tentang kematian
tragis Putri Diana. Media membuat tayangan sedemikian rupa sehingga pemirsa seolah-
olah terbius oleh tayangan tersebut.
4.
Fungsi Menciptakan Rasa
Kebersatuan
Sebagai contoh, seseorang yang sedang sendirian,
kesepian dirumah yang besar, duduk sambil minum teh dan menonton TV. Acara yang
ditayangkan TV membuat orang tersebut merasa menjadi anggota keluarga, karena
merasa terhibur dan menyatu dengan acara tersebut.
5.
Fungsi Privatisasi
Adalah kecenderungan bagi seseoang untuk menarik
diri dari kelompok sosial dan mengucilkan diri kedalam dunianya sendiri.2 2 Dr
Elvinaro Ardianto, Komunikasi Massa Suatu Pengantar,Bandung: Simbiosa Rekatama
Media, 2004, hlm. 15-29.
D. Komunikasi Kelompok
5.
Pengertian Komunikasi Kelompok
Kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai
tujuan bersama yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama,
mengenal satu sama lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok
tersebut (Deddy Mulyana, 2005). Kelompok ini misalnya adalah keluarga, kelompok
diskusi, kelompok pemecahan masalah, atau suatu komite yang tengah berapat
untuk mengambil suatu keputusan. Dalam komunikasi kelompok, juga melibatkan
komunikasi antarpribadi. Karena itu kebanyakan teori komunikasi antarpribadi
berlaku juga bagi komunikasi kelompok.
Komunikasi kelompok adalah komunikasi yang
berlangsung antara beberapa orang dalam suatu kelompok “kecil” seperti dalam
rapat, pertemuan, konperensi dan sebagainya (Anwar Arifin, 1984). Michael
Burgoon (dalam Wiryanto, 2005) mendefinisikan komunikasi kelompok sebagai
interaksi secara tatap muka antara tiga orang atau lebih, dengan tujuan yang
telah diketahui, seperti berbagi informasi, menjaga diri, pemecahan masalah,
yang mana anggota-anggotanya dapat mengingat karakteristik pribadi
anggota-anggota yang lain secara tepat. Kedua definisi komunikasi kelompok di
atas mempunyai kesamaan, yakni adanya komunikasi tatap muka, peserta komunikasi
lebih dari dua orang, dan memiliki susunan rencana kerja tertentu untuk
mencapai tujuan kelompok.
Dan B. Curtis, James J.Floyd, dan
Jerril L. Winsor (2005, h. 149) menyatakan komunikasi kelompok terjani ketika
tiga orang atau lebih bertatap muka, biasanya di bawah pengarahan seorang
pemimpin untuk mencapai tujuan atau sasaran bersama dan mempengaruhi satu sama
lain. Lebih mendalam ketiga ilmuwan tersebut menjabarkan sifat-sifat komunikasi
kelompok sebagai berikut:
a. Kelompok
berkomunikasi melalui tatap muka;
b. Kelompok
memiliki sedikit partisipan;
c. Kelompok bekerja
di bawah arahan seseorang pemimpin;
d. Kelompok membagi
tujuan atau sasaran bersama;
e. Anggota kelompok
memiliki pengaruh atas satu sama lain.
6.
Klasifikasi Kelompok dan Karakteristik Komunikasinya
Telah banyak klasifikasi kelompok yang dilahirkan
oleh para ilmuwan sosiologi, namun dalam kesempatan ini kita sampaikan hanya
tiga klasifikasi kelompok.
a. Kelompok primer
dan sekunder.
Charles Horton Cooley pada tahun 1909
(dalam Jalaluddin Rakhmat, 1994) mengatakan bahwa kelompok primer adalah suatu
kelompok yang anggota-anggotanya berhubungan akrab, personal, dan menyentuh
hati dalam asosiasi dan kerja sama. Sedangkan kelompok sekunder adalah kelompok
yang anggota-anggotanya berhubungan tidak akrab, tidak personal, dan tidak
menyentuh hati kita.
Jalaludin Rakhmat membedakan kelompok
ini berdasarkan karakteristik komunikasinya, sebagai berikut:
1)
Kualitas komunikasi pada kelompok primer bersifat dalam
dan meluas. Dalam, artinya menembus kepribadian kita yang paling tersembunyi,
menyingkap unsur-unsur backstage (perilaku
yang kita tampakkan dalam suasana privat saja). Meluas, artinya sedikit sekali kendala
yang menentukan rentangan dan cara berkomunikasi. Pada kelompok sekunder
komunikasi bersifat dangkal dan terbatas.
2)
Komunikasi pada kelompok primer bersifat personal,
sedangkan kelompok sekunder nonpersonal.
3)
Komunikasi kelompok primer lebih menekankan aspek hubungan daripada aspek isi, sedangkan
kelompok sekunder adalah sebaliknya.
4)
Komunikasi kelompok primer cenderung ekspresif, sedangkan kelompok sekunder instrumental.
5)
Komunikasi kelompok primer cenderung informal, sedangkan
kelompok sekunder formal.
b. Kelompok
keanggotaan dan kelompok rujukan.
Theodore Newcomb (1930) melahirkan istilah kelompok
keanggotaan (membership group) dan
kelompok rujukan (reference group).
Kelompok keanggotaan adalah kelompok
yang anggota- anggotanya secara administratif dan fisik menjadi anggota
kelompok itu. Sedangkan kelompok rujukan adalah kelompok yang digunakan sebagai
alat ukur (standard) untuk menilai diri sendiri atau untuk membentuk sikap.
Menurut teori, kelompok rujukan
mempunyai tiga fungsi: fungsi komparatif, fungsi normatif, dan fungsi
perspektif. Saya menjadikan Islam sebagai kelompok rujukan saya, untuk mengukur
dan menilai keadaan dan status saya sekarang (fungsi komparatif. Islam juga
memberikan kepada saya norma-norma dan sejumlah sikap yang harus saya
miliki-kerangka rujukan untuk membimbing perilaku saya, sekaligus menunjukkan
apa yang harus saya capai (fungsi normatif). Selain itu, Islam juga memberikan
kepada saya cara memandang dunia ini-cara mendefinisikan situasi,
mengorganisasikan pengalaman, dan memberikan makna pada berbagai objek,
peristiwa, dan orang yang saya temui (fungsi perspektif). Namun Islam bukan
satu-satunya kelompok rujukan saya. Dalam bidang ilmu, Ikatan Sarjana
Komunikasi Indonesia (ISKI) adalah kelompok rujukan saya, di samping menjadi
kelompok keanggotaan saya. Apapun kelompok rujukan itu, perilaku saya sangat
dipengaruhi, termasuk perilaku saya dalam berkomunikasi.
c.
Kelompok deskriptif dan kelompok preskriptif
John F. Cragan dan David W. Wright
(1980) membagi kelompok menjadi dua: deskriptif dan peskriptif. Kategori
deskriptif menunjukkan klasifikasi kelompok dengan melihat proses
pembentukannya secara alamiah. Berdasarkan tujuan, ukuran, dan pola komunikasi,
kelompok deskriptif dibedakan menjadi tiga: a.
kelompok tugas; b. kelompok pertemuan; dan c.
kelompok penyadar. Kelompok tugas bertujuan memecahkan masalah, misalnya
transplantasi jantung, atau merancang kampanye politik. Kelompok pertemuan
adalah kelompok orang yang menjadikan diri mereka sebagai acara pokok. Melalui
diskusi, setiap anggota berusaha belajar lebih banyak tentang dirinya. Kelompok
terapi di rumah sakit jiwa adalah contoh kelompok
pertemuan. Kelompok penyadar mempunyai tugas utama menciptakan identitas sosial
politik yang baru. Kelompok revolusioner radikal; (di AS) pada tahun 1960-an
menggunakan proses ini dengan cukup banyak.
Kelompok preskriptif, mengacu pada
langkah-langkah yang harus ditempuh anggota kelompok dalam mencapai tujuan
kelompok. Cragan dan Wright mengkategorikan enam format kelompok preskriptif,
yaitu: diskusi meja bundar, simposium, diskusi panel, forum, kolokium, dan
prosedur parlementer.
d. Pengaruh
Kelompok pada Perilaku Komunikasi
1) Konformitas.
Konformitas adalah perubahan perilaku
atau kepercayaan menuju (norma) kelompok sebagai akibat tekanan kelompok-yang
real atau dibayangkan. Bila sejumlah orang dalam kelompok mengatakan atau
melakukan sesuatu, ada kecenderungan para anggota untuk mengatakan dan melakukan
hal yang sama. Jadi, kalau anda merencanakan untuk menjadi ketua
kelompok,aturlah rekan-rekan anda untuk menyebar dalam kelompok. Ketika anda
meminta persetujuan anggota, usahakan rekan- rekan anda secara persetujuan
mereka. Tumbuhkan seakan-akan seluruh anggota kelompok sudah setuju. Besar
kemungkinan anggota-anggota berikutnya untuk setuju juga.
2) Fasilitasi sosial.
Fasilitasi (dari kata Prancis facile, artinya mudah) menunjukkan
kelancaran atau peningkatan kualitas kerja karena ditonton kelompok. Kelompok
mempengaruhi pekerjaan sehingga menjadi lebih mudah. Robert Zajonz (1965)
menjelaskan bahwa kehadiran orang lain- dianggap-menimbulkan efek pembangkit
energi pada perilaku individu. Efek ini terjadi pada berbagai situasi sosial,
bukan hanya didepan orang yang menggairahkan kita. Energi yang meningkat akan
mempertingi kemungkinan dikeluarkannya respon yang dominan. Respon dominan
adalah perilaku yang kita kuasai. Bila respon yang dominan itu adalah yang
benar, terjadi peningkatan prestasi. Bila respon dominan itu adalah yang salah,
terjadi penurunan prestasi. Untuk pekerjaan yang mudah, respon yang dominan
adalah respon yang banar; karena itu, peneliti- peneliti melihat melihat
kelompok mempertinggi kualitas kerja individu.
3)
Polarisasi.
Polarisasi adalah kecenderungan ke
arah posisi yang ekstrem. Bila sebelum diskusi kelompok para anggota mempunyai
sikap agak mendukung tindakan tertentu, setelah diskusi mereka akan lebih kuat
lagi mendukung tindakan itu. Sebaliknya, bila sebelum diskusi para anggota
kelompok agak menentang tindakan tertentu, setelah diskusi mereka akan
menentang lebih keras.
5.
Faktor-faktor yang mempengaruhi keefektifan kelompok
Anggota-anggota kelompok bekerja
sama untuk mencapai
dua tujuan: a. melaksanakan tugas kelompok, dan b. memelihara moral anggota- anggotanya. Tujuan pertama diukur dari
hasil kerja kelompok-disebut prestasi (performance)
tujuan kedua diketahui dari tingkat kepuasan (satisfacation). Jadi, bila kelompok dimaksudkan untuk saling
berbagi informasi (misalnya kelompok belajar), maka keefektifannya dapat
dilihat dari beberapa banyak informasi yang diperoleh anggota kelompok dan
sejauh mana anggota dapat memuaskan kebutuhannya dalam kegiatan kelompok.
Jalaluddin Rakhmat (2004) meyakini
bahwa faktor-faktor keefektifan kelompok dapat dilacak pada karakteristik
kelompok, yaitu:
a. Faktor
situasional karakteristik kelompok:
1)
Ukuran kelompok.
Hubungan antara ukuran kelompok dengan prestasi
krja kelompok bergantung pada jenis tugas yang harus diselesaikan oleh
kelompok. Tugas kelompok dapat dibedakan dua macam, yaitu tugas koaktif dan
interaktif. Pada tugas koaktif, masing-masing anggota bekerja sejajar dengan
yang lain, tetapi tidak berinteraksi. Pada tugas interaktif, anggota-anggota
kelompok berinteraksi secara teroganisasi untuk menghasilkan suatu produk,
keputusan, atau penilaian tunggal.
Pada kelompok tugas koatif, jumlah anggota
berkorelasi positif dengan pelaksanaan tugas. Yakni, makin banyak anggota makin
besar jumlah pekerjaan yang diselesaikan. Misal satu orang dapat memindahkan
tong minyak ke satu bak truk dalam 10 jam, maka sepuluh orang dapat memindahkan
pekerjaan tersebut dalam satu jam. Tetapi, bila mereka sudah mulai
berinteraksi, keluaran secara keseluruhan akan berkurang. Faktor lain yang
mempengaruhi hubungan antara prestasi
dan ukuran kelompok adalah tujuan kelompok. Bila tujuan kelompok
memelukan kegiatan konvergen (mencapai suatu pemecahan yang benar), hanya
diperlukan kelompok kecil supaya produktif, terutama bila tugas yang dilakukan
hanya membutuhkan sumber, keterampilan, dan kemampuan yang terbatas. Bila tugas
memerlukan kegiatan yang divergen (seperti memhasilkan gagasan berbagai gagasan
kreatif), diperlukan jumlah anggota kelompok yang lebih besar.
Dalam hubungan dengan kepuasan, Hare
dan Slater (dalam Rakmat, 2004) menunjukkan bahwa makin besar ukuran kelompok
makin berkurang kepuasan anggota-anggotanya. Slater menyarankan lima orang
sebagai batas optimal untuk mengatasi masalah hubungan manusia. Kelompok yang
lebih dari lima orang cenderung dianggap kacau, dan kegiatannya dianggap
menghambur-hamburkan waktu oleh anggota-anggota kelompok.
2) Jaringan komunikasi.
Terdapat beberapa tipe jaringan komunikasi,
diantaranya adalah sebagai berikut: roda, rantai, Y, lingkaran, dan bintang.
Dalam hubungan dengan prestasi kelompok, tipe roda menghasilkan produk kelompok
tercepat dan terorganisir.
3)
Kohesi kelompok.
Kohesi kelompok didefinisikan sebagai kekuatan
yang mendorong anggota kelompok untuk tetap tinggal dalam kelompok, dan mencegahnya
meninggalkan kelompok. McDavid dan Harari (dalam Jalaluddin Rakmat, 2004)
menyarankam bahwa kohesi diukur dari beberapa faktor sebagai berikut: ketertarikan
anggota secara interpersonal pada satu sama lain; ketertarikan anggota pada
kegiatan dan fungsi kelompok; sejauh mana anggota tertarik pada kelompok
sebagai alat untuk memuaskan kebutuhan personal.
Kohesi kelompok erat hubungannya
dengan kepuasan anggota kelompok, makin kohesif kelompok makin besar tingkat
kepuasan anggota kelompok. Dalam kelompok yang kohesif, anggota merasa aman dan
terlindungi, sehingga komunikasi menjadi bebas, lebih terbuka, dan lebih
sering. Pada kelompok yang kohesifitasnya tinggi, para anggota terikat kuat
dengan kelompoknya, maka mereka makin mudah melakukan konformitas. Makin
kohesif kelompok, makin mudah anggota-anggotanya tunduk pada norma kelompok,
dan makin tidak toleran pada anggota yang devian.
4)
Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah komunikasi yang
secara positif mempengaruhi kelompok untuk bergerak ke arah tujuan kelompok.
Kepemimpinan adalah faktor yang paling menentukan kefektifan komunikasi
kelompok. Klasifikasi gaya kepemimpinan yang klasik dilakukan oleh White
danLippit (1960). Mereka mengklasifikasikan tiga gaya kepemimpinan: otoriter;
demokratis; dan laissez faire.
Kepemimpinan otoriter ditandai dengan keputusan dan kebijakan yang seluruhnya
ditentukan oleh pemimpin. Kepemimpinan demokratis menampilkan pemimpin yang
mendorong dan membantu anggota kelompok untuk membicarakan dan memutuskan semua
kebijakan. Kepemimpinan laissez faire memberikan kebebasan penuh bagi kelompok
untuk mengambil keputusan individual dengan partisipasi dengan partisipasi
pemimpin yang minimal.
b. Faktor personal
karakteristik kelompok:
1)
Kebutuhan interpersonal
William C. Schultz (1966) merumuskan
Teori FIRO (Fundamental Interpersonal Relations Orientatation), menurutnya
orang menjadi anggota kelompok karena didorong oleh tiga kebutuhan intepersonal
sebagai berikut:
2)
Ingin masuk menjadi bagian kelompok (inclusion).
3)
Ingin mengendalikan orang lain dalam tatanan hierakis (control).
4)
Ingin memperoleh keakraban emosional dari anggota
kelompok yang lain.
5)
Tindak komunikasi
Mana kala kelompok bertemu, terjadilah
pertukaran informasi. Setiap anggota berusaha menyampaiakan atau menerima
informasi (secara verbal maupun nonverbal). Robert Bales (1950) mengembangkan
sistem kategori untuk menganalisis tindak komunikasi, yang kemudian dikenal
sebagai Interaction Process Analysis (IPA).
6)
Peranan
Seperti tindak komunikasi, peranan
yang dimainkan oleh anggota kelompok dapat membantu penyelesaian tugas
kelompok, memelihara suasana emosional yang lebih baik, atau hanya menampilkan
kepentingan individu saja (yang tidak jarang menghambat kemajuan kelompok).
Beal, Bohlen, dan audabaugh (dalam Rakhmat, 2004: 171) meyakini peranan-peranan
anggota-anggota kelompok terkategorikan sebagai berikut:
a)
Peranan Tugas Kelompok. Tugas kelompok adalah memecahkan
masalah atau melahirkan gagasan-gagasan baru. Peranan tugas berhubungan dengan
upaya memudahkan dan mengkoordinasi kegiatan yang menunjang tercapainya tujuan kelompok.
b)
Peranan Pemiliharaan Kelompok. Pemeliharaan kelompok
berkenaan dengan usaha-usaha untuk memelihara emosional anggota-anggota kelompok.
c)
Peranan individual, berkenaan dengan usahan anggota
kelompokuntuk memuaskan kebutuhan individual yang tidak relevan dengantugas kelompok
D. Focus Group
Discussion (FGD)
1.
Definisi Focus Group Discussion (FGD)
Diskusi kelompok terarah atau Focus Group
Discussion (FGD) adalah suatu proses pengumpulan informasi suatu masalah
tertentu yang sangat spesifik melalui diskusi kelompk, diskusi kelompok terarah
adalah wawancara dari sekelompok kecil orang yang dipimpin oleh seorang
narasumber atau moderator yang secara halus mendorong peserta untuk berani
berbicara terbuka dan spontan tentang hal yang dianggap penting yang berhungan
dengan topik diskusi saat itu. Interaksi diantara peserta merupakan dasar untuk
memperoleh informasi. Peserta mempunayi kesempatan yang sama untuk mengajukan
dan memberikan pernyataan, menanggapi, komentar maupun mengajukan pertanyaan.
FGD adalah kelompok diskusi bukan wawancara atau
obrolan. Ciri khas metode FGD yang tidak dimiliki oleh metode riset kualitaif
lainnya (wawancara mendalam atau observasi) adalah interaksi! Hidup mati sebuah
FGD terletak pada ciri ini. Tanpa interaksi sebuah FGD berubah wujud menjadi
kelompok wawancara terfokus (FGI-Focus Group Interview). Hal ini terjadi apabila
moderator cenderung selalu mengkonfirmasi setiap topik satu per satu kepada
seluruh peserta FGD. Semua peserta FGD secara bergilir diminta responnya untuk
setiap topik, sehingga tidak terjadi dinamika kelompok. Komunikasi hanya
berlangsung antara moderator dengan informan A, informan A ke moderator, lalu
moderator ke informan B, informan B ke moderator. Yang seharusnya terjadi
adalah moderator lebih banyak “diam” dan peserta FGD lebih banyak omong alias
“cerewet”. Kondisi idealnya, Informan A merespon topik yang dilemparkan
moderator, disambar oleh informan B, disanggah oleh informan C, diklarifikasi
oleh informan A, didukung
oleh informan D, disanggah oleh informan E, dan akhirnya
ditengahi oleh moderator kembali. Diskusi seperti itu sangat interaktif, hidup,
dinamis.
FGD adalah group bukan individu.
Prinsip ini masih terkait dengan prinsip sebelumnya. Agar terjadi dinamika
kelompok, moderator harus memandang para peserta FGD sebagai suatu group, bukan
orang per orang. Selalu melemparkan topik ke “tengah” bukan melulu tembak
langsung ke peserta FGD. FGD adalah diskusi terfokus bukan diskusi bebas.
Prinsip ini melengkapi prinsip pertama di atas. Diingatkan bahwa jangan hanya
mengejar interaksi dan dinamika kelompok, kalau hanya mengejar hal tersebut
diskusi bisa berjalan ngawur. Selama diskusi berlangsung moderator harus fokus
pada tujuan diskusi, sehingga moderator akan selalu berusaha mengembalikan
diskusi ke “jalan yang benar”. Moderator memang dituntut untuk mencairkan
suasana (ice breaking) agar diskusi tidak berlangsung kaku, namun kadang-kadang
proses ice breaking ini kelamaan, moderator ikut larut dalam “keceriaan”
kelompok, ber ha-ha-hi-hi, dan baru tersadar ketika masih banyak hal yang belum
tergali, sementara para peserta sudah mulai kehilangan “energi”.
Tujuan FGD adalah untuk memperoleh
masukan maupun informasi mengenai suatu permasalahan. Penyelesaian tentang
masalah ini ditentukan oleh pihak lain setelah masukan diperoleh dan dianalisa.
2.
Perbedaan FGD dengan Wawancara
Pada proses wawancara biasanya fasilitator
bertanya dan menunjuk sesorang yang ingin dituju. Dalam FGD tugas fasilitator
tidaklah selalu bertanya melainkan mengendalikan diskusi teresebut untuk
menggali suatu permasalahan yang dicari dalam penelitiannya. Fasilitator berperan
agar tidak terlalu didominasi oleh satu orang dan diskusi itu sendiri tidak
macet. Diperlukan suatu teknik tertentu dalam pelaksanaan FGD.
Seringkali dalam FGD di dominasi dari satu orang
terhadap diskusi tersebut, pertanyaan atau topik yang tidak dimengerti peserta
diskusi sehingga menjadi macet. Pertanyaan yang personal atau tabu untuk
dijawab didepan umum sehingga malu untuk menjawab. Adanya orang yang bukan peserta
yang ikut mengganggu jalannya diskusi. Untuk itulah diperlukan latihan khusus
mulai dari panduan pertanyaan yang perlu diuji, keterampilan fasilitator dan
pengendalian variable pengganggu tersebut
3.
Karakteristik FGD
Peserta terdiri dari 6 – 12 orang dengan maksud
agar setiap individu mendapat kesempatan untuk mengeluarkan pendapatnya. Umumnya
FGD dilaksanakan pada populasi asaran yang homogen (mempunayi ciri-ciri yang sama) < ciri-ciri yang sama tersebut
ditentukan oleh tujuan dari penelitian.
4.
Sumber Yang Diperlukan Dalam FGD
a.
Peserta
Tentunya yang paling esensial adalah peserta FGD
siapa yang akan di pilih menjadi peserta FGD dan berapa jumlahnya harus dapat
di tentukan dengan baik. Jumlah peserta yang teralu banyak juga tidak efektif
karena kurangnya kesempatan untuk mengyampaikan pendapat. Kalau terlalu sedikit
akan kurang variasi pernyataan yang didapat. Jumlah peserta yang ideal antara
7-11 orang. Untuk itulah hal ini perlu diperhatikan karena tidak mudah
mengumpulkan masyarakat apalagi dengan karakteristik tertentu. Siapa yang akan
menjadi peserta harus dibuat kriterianya sehingga dapat dengan jelas diketahui
siapa saja yang memenuhi syarat menjadi peserta.
Peserta yang tidak memenuhi syarat akan
dikeluarkan (criteria esklusi). perlu juga dipertimbangkan untuk mencari
peserta cadangan apabila nantinya peserta berhalangan hadir. Kriteria peserta
yang sulit dicari sebaiknya dihindari karena akan bermasalah dalam
mengumpulkannya. Peranan negosiasi dan transportasi disini cukup besar dimana
mereka agar setuju ikut kegiatan dan diangkut ketempat tersebut secara
bersamaan. Apabila tidak bersamaan ditakutkan akan tidak hadir.
b.
Karakteristik peserta
Perlu diperhatikan bagaimana cara memilih peserta
FGD tersebut pertimbangan terhadap homogenitas dan heterogenitas perlu
dilakukan.
Terkait juga dengan tujuan dari penelitian
tersebut. Kalau anggotanya memiliki tingkat strata yang berbeda dimana ada
pimpinan dan bawahan maka hasilnya akan berpengaruh apabila yang berbicara
adalah orang dalam strata yang sama. Sebab pimpinan akan mendominasi dan bawahan akan takut mengemukakan
pendapatnya. Maka disarankan menggunakan strata yang sama.
Peserta yang berasal dari tingkat
pengetahuan berbeda-beda akan memberi variasi jawaban dibandingkan yang sama
tingkat pengetahuannya. Sehingga dapat lebih digali lagi informasi yang
diperlukan. Dominasi satu orang terhadap pelaksanaan diskusi juga perlu
dihindari karena pada prinsipnya adalah semua peserta berhak mengeluarkan
pendapat, entah itu salah atau benar yang penting berpendapat.
c. Anggota
Pelaksana Kegiatan
Secara garis besar dalam menjalankan FGD kita membutuhkan
minimal 1 moderator, 1-2 pencatat, 1 bloker dan alat perekam suara. Semua
anggota tim haruslah bekerjasama dalam menyukseskan suatu kegiatan.
1)
Moderator
Moderator Adalah orang yang akan memimpin jalannya
diskusi tersebut. Mereka yang terpilih menjadi moderator sebaiknya sudah
dilatih sebelumnya. Karena bagaimana diskusi tersebut akan juga tergantung
bagaimana moderator itu mampu melakukan kontrol terhadap jalannya diskusi.
Dalam diskusi dapat saja terjadi saling perbedaan pendapat yang bahkan menimbulkan
perkelahian karena menyinggung perbedaan SARA (Suku, Agama, Ras, Antar Golongan). Peranan moderator disini
cukup besar. dalam melaksanakan FGD diperlukan seorang moderator. Moderator
berperan dalam membuka diskusi, mengendalikan jalan diskusi dan selanjutnya
menutup diskusi tersebut.
2)
Pencatat
Dalam pelaksanaan FGD kita menggunakan alat
perekam biasanya, jenisnya dapat bermacam-macam tape recorder, Handphone
perekam, MP3 perekam, bahkan ada ballpoint perekam apa saja dapat digunakan
asalkan dapat merekam dalam waktu 1 jam. Karena FGD sebaiknya dilakukan paling
lama 1,5 jam karena lebih dari itu peserta/responden tersebut menjadi jenuh.
Tenaga pencatat sebaiknya 1-2 orang. Kenapa membutuhkan pencatat data padahal
sudah ada perekam data, kita membutuhkan pencatat data karena pertama, mereka
akan dibutuhkan kalau hasil rekaman kita tidak jelas didengarkan. Kedua, dalam
rekaman data kita tidak dapat merasakan sense pembicaraan bagaimana eskpresi
wajah peserta tersebut maka pencatat datalah yang dapat menjelaskan. Seringkali
dalam pelaksanaan FGD, hasil rekaman agak kabur padahal itu esensial, sehingga
tidak begitu jelas kita mengerti apa maksudnya maka diperlukan catatan diskusi
tersebut. Hal yang perlu diperhatikan oleh pencatat diskusi :
a) Catatlah sedetail mungkin pembicaraan tersebut jangan menyimpulkan
b) Buat juga
eskpresi pembicara apakah lagi sedih, kecewa, senang, marah, berbicara agak keras
c) Buat singkatan
nama setiap peserta seperti (Ad, Ari, Kt dan sebagainya).
3)
Penghubung Peserta
Seperti kita bahas diatas kedatangan peserta itu
penting kalau tidak ada peserta maka kegiatan FGD akan batal begitu juga kalau
jumlah pesertanya terlalu sedikit misalnya 3 orang maka akan kurang variasi
pernyataan. Tenaga penghubung adalah yang menghubungkan peserta dan membuat
kesepakatan akan kesediaannya diperlukan kemampuan komunikasi dan negosiasi
yang baik. Kemudian
tempat yang dipilih dalam pelaksanaannya dan transportasi
yang akan digunakan.
Bekerjasama dengan tokoh masyarakat
sekitar juga kita perlukan karena secara langsung dan tidak langsung peranan
mereka dalam menyukseskan kegiatan ini juga ada. Kita juga perlu mengajak mitra
lokal dalam menghubungkan dengan peserta. Sebaiknya sehari sebelum kegiatan
peserta dihubungi kembali untuk kesiapannya. Sebab mungkin saja tiba-tiba ada
suatu halangan didaerah tersebut sehingga FGD harus ditunda.
4)
Blocker
Mereka adalah orang yang akan menjaga pelaksaanaan
FGD agar tidak diganggu oleh pihak-pihak yang tidak berkepentingan. Peranan
blocker tidak dapat kita remehkan misalkan saja kita malaksanakan FGD di balai
desa dan ada Pak Lurah yang berkunjung kesana pada saat diskusi berlangsung
sehingga yang lainnya sibuk melayani kedatangan Pal Lurah maka bisa jadi FGD
menjadi bubar. Atau FGD jadi terkesan kaku karena ada strata yang berbeda
disana kurang bisa mengungkapkan kondisi sebenarnya.
Untuk itulah dalam FGD disediakan tenaga blocker
karena gangguan dapat berupa apa saja termasuk gonggongan anjing, anak- anak
yang menangis, dan lainnya.
5)
Tempat kegiatan
Ini adalah bagian dari persiapan logistik dimana
akan dilaksanakan kegiatan tersebut. Informasi ini biasanya kita dapat dari
mitra lokal kita sesuai dengan tujuan penelitian kita kalau berbau politik
seyogyanya mempertimbangkan tempat yang tepat juga. tempat pelaksanaan dapat di
balai desa, rumah tokoh masyarakat, rumah penduduk gangguan juga yang nanti
akan timbul.
5.
Keuntungan dan Kelemahan
FGD
a.
Keuntungan Diskusi Kelompok Terarah
1)
Biaya relatif murah.
2)
Waktu yang digunakan cukup singkat.
3)
Moderator relatif dapat dilakukan oleh siapa saja dengan
melakukan pelatihan pendek dan mengujicobakan menjalankan diskusi.
4)
Dapat digunakan untuk menggali kebiasaan, keyakinan dan
penilaian dari sebuah kelompok.
5)
Perhatian yang penting dan mungkin tidak muncul dalam
kehidupan sehari-hari, melalui diskusi kelompok ini dapat dimunculkan.
b. Kelemahan
Diskusi Kelompok Terarah
1)
Peserta seringkali tidak mewakili seluruh kelompok sasaran.
2)
Kelompok yang terlibat mungkin sulit untuk dikendalikan.
3)
Hasil dan kesimpulan diskusi dapat dipengaruhi oleh
pandangan atau pendekatan dari moderator.
4)
Tidak mempunyai data statistik.
Meskipun Diskusi Kelompok Terarah
mempunyai beberapa kelemahan, tapi anda dapat mengeliminer kelemahan tersebut
dengan melakukan 2 hal.
Pertama, proses diskusi kelompok
terarah ini sangat tergantung pada moderator untuk memandu proses diskusi dan
menganalisa hasilnya. Kelemahan-kelemahan pada Focus Group Discussion dapat
anda atasi jika sebelumnya sang moderator secara hati-hati menyusun pertanyaan
panduan diskusi, melakukan ujicoba pertanyaan dan secara seksama mencatat atau
merekam pernyataan serta reaksi yang muncul selama proses diskusi.
Kedua, seleksi dan mengumpulkan
peserta memang bisa jadi dapat menyulitkan anda. Solusinya, anda harus
mempersiapkan dan menyebarkan undangan secara hati – hati agar diskusi hanya
diikuti oleh orang – orang yang benar-benar dapat berdiskusi bersama – sama.
Hal itu juga untuk menghindari datangnya orang – orang yang tidak diharapkan
hadir datang dan membuat suasana diskusi terganggu.
6.
Alasan Penggunaan FGD
Ada beberapa alasan dipergunakannya FGD yaitu :
a. Adanya keyakinan
bahwa masalah yang diteliti tidak dapat dipahami dengan metode survei atau wawancara.
b. Untuk memperoleh
data kualitatif yang bermutu dalam waktu yang relatif singkat.
c. Sebagai metode
yang dirasa cocok bagi permasalahan yang bersifat sangat lokal dan sepesifik
oleh karena itu FGD yang melibatkan masayarakat setempat dipandang sebgai
pendekatan yang paling serasi.
d. Untuk
menumbuhkan peranan memilih dari masyarakat yang diteliti, sehingga pada
peniliti memberikan rekomendasi, dengan mudah masyarakat mau menerima
rekomendasi tersebut.
Tiga alasan perlunya melakukan FGD, yaitu alasan
filosofis, metodologis, dan praktis.
a.
Alasan Filosofis
Pengetahuan yang diperoleh dalam menggunakan
sumber informasi dari berbagai latar belakang pengalaman tertentu dalam sebuah
proses diskusi, memberikan perspektif yang berbeda dibanding pengetahuan yang
diperoleh dari komunikasi searah antara peneliti dengan responden.
Penelitian tidak selalu terpisah
dengan aksi. Diskusi sebagai proses pertemuan antarpribadi sudah merupakan
bentuk aksi .
b.
Alasan Metodologis
Adanya keyakinan bahwa masalah yang
diteliti tidak dapat dipahami dengan metode survei atau wawancara individu
karena pendapat kelompok dinilai sangat penting.
Untuk memperoleh data kualitatif yang
bermutu dalam waktu relatif singkat. FGD dinilai paling tepat dalam menggali
permasalahan yang bersifat spesifik, khas, dan lokal. FGD yang melibatkan
masyarakat setempat dipandang sebagai pendekatan yang paling sesuai.
c. Alasan Praktis
Penelitian yang bersifat aksi
membutuhkan perasaan memiliki dari objek yang diteliti- sehingga pada saat
peneliti memberikan rekomendasi dan aksi, dengan mudah objek penelitian
bersedia menerima rekomendasi tersebut. Partisipasi dalam FGD memberikan
kesempatan bagi tumbuhnya kedekatan dan perasaan memiliki.
Kegunaan FGD di samping sebagai alat
pengumpul data adalah sebagai alat untuk meyakinkan pengumpul
data (peneliti) sekaligus
alat re- check terhadap berbagai
keterangan/informasi yang didapat melalui
berbagai metode penelitian yang digunakan atau keterangan yang diperoleh
sebelumnya, baik keterangan yang sejenis maupun yang bertentangan.
Dari berbagai keterangan di atas,
dapat disimpulkan dalam kaitannya dengan penelitian, FGD berguna untuk:
a. Memperoleh
informasi yang banyak secara cepat;
b. Mengidentifikasi
dan menggali informasi mengenai kepercayaan, sikap dan perilaku kelompok tertentu;
c. Menghasilkan
ide-ide untuk penelitian lebih mendalam; dan
d.
Cross-check data dari sumber
lain atau dengan metode lain.
E.
Wawancara
1.
Definisi Wawancara
Menurut Robert Kahn dan Channel, pengertian
wawancara adalah suatu pola khusus dari sebuah interaksi yang dimulai secara
lisan untuk suatu tujuan tertentu dan difokuskan pada daerah konten yang
spesifik dengan suatu proses eliminasi dari bahan-bahan yang tidak ada
hubungannya secara berkelanjutan. Sedangkan menurut Lexy J. Moleong pengertian
wawancara adalah suatu percakapan dengan tujuan-tujuan tertentu. Pada metode
ini peneliti dan responden berhadapan langsung (face to face) untuk mendapatkan informasi secara lisan dengan
tujuan mendapatkan data yang dapat menjelaskan permasalahan penelitian.
Pada penelitian, wawancara dapat berfungsi sebagai
metode primer, pelengkap atau sebagai kriterium (Hadi, 1992). Sebagai metode
primer, data yang diperoleh dari wawancara merupakan data yang utama guna
menjawab pemasalahan penelitian. Sebagai metode pelengkap, wawancara berfungsi
sebagai sebagai pelengkap metode lainnya yang digunakan untuk mengumpulkan data
pada suatu penelitian. Sebagai kriterium, wawancara digunakan untuk menguji
kebenaran dan kemantapan data yang diperoleh dengan metode lain. Itu dilakukan,
misalnya, untuk memeriksa apakah para kolektor data memeang telah memperoleh
data dengan angket kepada subjek suatu
penelitian, untuk itu dilakukan wawancara dengan sejumlah sample subjek tertentu.
Mengenai latar belakang pengguanaan
wawancara sebagai metode pengumpulan data pada suatu penelitian, pendapat
Allport (dalam Hadi, 1992) berikut perlu dipertimbangkan: “If we want to know
how people feel, what their experience and what they remember, what their
emotions and motives are like, and the reasons for acting as they do – why not
ask them?” Dari pendapat itu, kita mengetahui bahwa wawancara dapat atau lebih
tepat digunakan untuk memperoleh data mengenai perasaan, pengalaman dan
ingatan, emosi, motif, dan sejenisnya secara langsung dari subjeknya. Charles
Stewart dan W. B. Cash mendefinisikannya sebagai “sebuah proses komunikasi
berpasangan dengan suatu tujuan yang serius dan telah ditetapkan sebelumnya
yang dirancang untuk bertukar perilaku dan melibatkan tanya jawab”
Menurut beberapa ahli, wawancara merupakan suatu
teknik pengumpulan data dengan jalan mengadakan komunikasi dengan sumber data.
Komunikasi tersebut dilakukan dengan dialog (tanya jawab) secara lisan, baik
langsung maupun tidak langsung (I. Djumhur dan Muh.Surya, 1981:50), sedangkan
menurut Dewa Ketut Sukardi (2000:159) wawancara adalah suatu teknik pengumpulan
data yang dilakukan dengan tanya jawab antar interviewer (penanya) dengan
interviewee (responden), atau dengan kata lain dalam wawancara terdapat
unsur-unsur sebagai berikut:
a. Pertemuan tatap
muka (face to face)
b. Cara yang
dipergunakan dalam wawancara adalah cara lisan.
c. Pertemuan tatap
muka itu mempunyai tujuan tertentu.
Berdasarkan pengertian di atas, pengertian
wawancara secara umum mengandung beberapa aspek atau unsur-unsur antara lain:
a. Proses tanya
jawab (percakapan).
b. Melibatkan dua
pihak (interviewer dan interviewee).
c. Komunikasi
verbal dan non verbal.
d. Informasi.
Jadi dapat disimpulkan bahwa wawancara merupakan proses tanya jawab (percakapan) antara interviewer
dan interviewee untuk mendapatkan suatu informasi yang dilakukan melalui
komunikasi verbal dan didukung oleh komunikasi non verbal, yang mempunyai
tujuan antara lain:
a. Pengumpulan
data.
b. Penyampaian informasi.
c. Penempatan.
Ada beberapa tujuan dilakukannya wawancara, yaitu
:
1. Untuk memperoleh
informasi guna menjelaskan suatu situasi dankondisi tertentu
2. Untuk melengkapi
suatu penyelidikan ilmiah.
3. Untuk memperoleh
data agar dapat mempengaruhi situasi atau orangtertentu.
4. Untuk
mengkontruksi mengenai orang, kejadian, organisasi, perasaan, motivasi serta
memverifikasi, mengubah dan memperluas konstruksi yang dikembangkan oleh
peneliti sebagai pengecekan anggota.
Terdapat 3 (tiga) fungsi dari wawancra,
diantaranya :
1.
wawancara dapat mengumpulkan atau menyampaikan informasi,
mempengaruhi sikap orang-orang dan kadang-kadang mempengaruhi perilaku mereka.
2.
Wawancara juga merupakan alat penelitian yang berharga,
dimana memungkinkan pewawancara untuk mengumpulkan informasi lengkap
yang dapat diperoleh lewat kuesioner atau
percakapan telepondan juga memanfaatkan isyarat verbal dan nonverbal.
3.
Wawancara juga memungkinkan pewawancara untuk menafsirkan
atau menjelaskan pertanyaan-pertanyaan secara lebih mudah, sehingga
meningkatkan kemungkinan mendapatkan jawaban dari responden.
2.
Jenis Wawancara
Ditinjau dari segi pelaksanaannya,
wawancara dibagi menjadi 3 jenis yaitu:
a.
Wawancara bebas
Dalam wawancara bebas, pewawancara
bebas menanyakan apa saja kepada responden, namun harus diperhatikan bahwa
pertanyaan itu berhubungan dengan data-data yang diinginkan. Jika tidak
hati-hati, kadang-kadang arah pertanyaan tidak
terkendali.
b. Wawancara terpimpin
Dalam wawancara terpimpin, pewawancara
sudah dibekali dengan daftar pertanyaan yang lengkap dan terinci.
c. Wawancara bebas terpimpin
Dalam wawancara bebas terpimpin,
pewawancara mengombinasikan wawancara bebas dengan wawancara terpimpin, yang
dalam pelaksanaannya pewawancara sudah membawa pedoman tentang apa-apa yang
ditanyakan secara garis besar.
d. Wawancara individual
Wawancara Individual yaitu wawancara
yang dilakukan oleh seorang (pewawancara) dengan responden tunggal. Wawancara
individual disebut juga sebagai wawancara secara perorangan. Contohnya,
wawancara formal maupun informal yang dilakukan oleh seorang wartawan dengan
seorang pejabat tertentu atau seorang wartawan dengan seorang artis.
e. Wawancara kelompok
Wawancara kelompok yaitu wawancara
yang dilakukan terhadap sekelompok orang dalam waktu yang bersamaan. Sebagai
contoh, wawancara yang dilakukan wartawan dengan
sekelompok personal band atau para pemain dari kesebelasan sepakbola tertentu.
f. Wawancara konferensi
Wawancara konferensi yaitu wawancara
antara seorang pewawancara dengan sejumlah responden atau wawancara antara
sejumlah pewawancara dengan seorang responden. Contohnya, wawancara yang
dilakukan wartawan terhadap sejumlah pimpinan perusahaan saat melakukan
konferensi pers untuk publisitas, wawancara yang dilakukan oleh beberapa
wartawan kepada pejabat yang menyelenggarakan konferensi pers, wawancara yang
dilakukan dengan pola konferensi jarak jau (teleconference) seperti yang
dilakukan oleh pewawancara TV dengan beberapa pihak yang diwawancarai di
berbagai kota terpisah.
g.
Wawancara terbuka
Wawancara terbuka, yaitu wawancara
yang berdasarkan pertanyaan yang tidak terbatas (tidak terikat) jawabannya.
Contohnya, wawancara dengan menggunakan pertanyaan yang menghendaki penjelasan
atau pendapat seseorang.
h. Wawancara tertutup
Wawancara tertutup yaitu wawancara
yang berdasarkan pertanyaan yang terbatas jawabannya. Contohnya, wawancara yang
menggunakan lembar daftar pertanyaan (questionaire) dengan jawaban yang telah
dipersiapkan untuk dipilih, seperti setuju, tidak setuju, ya, tidak, sangat
baik, cukup, kurang.
3.
Sikap-sikap Yang Harus Dimiliki Seorang Pewawancara
Saat melakukan
wawancara, pewawancara harus dapat menciptakan suasana agar tidak kaku sehingga
responden mau menjawab pertanyaan- pertanyaan yang diajukan. Untuk itu,
sikap-sikap yang harus dimiliki seorang pewawancara adalah sebagai berikut:
a) Netral; artinya,
pewawancara tidak berkomentar untuk tidak setuju terhadap informasi yang
diutarakan oleh responden karena tugasnya adalah merekam seluruh keterangan
dari responden, baik yang menyenangkan atau tidak.
b) Ramah; artinya
pewawancara menciptakan suasana yang mampu menarik minat si responden.
c) Adil; artinya
pewawancara harus bisa memperlakukan semua responden dengan sama. Pewawancara
harus tetap hormat dan sopan kepada semua responden bagaimanapun keberadaannya.
d) Hindari
ketegangan; artinya, pewawancara harus dapat menghindari ketegangan, jangan
sampai responden sedang dihakimi atau diuji. Kalau suasana tegang, responden
berhak membatalkan pertemuan tersebut dan meminta pewawancara untuk tidak
menuliskan hasilnya. Pewawancara harus mampu mengendalikan situasi dan
pembicaraan agar terarah.
Pengarahan atau instruksi yang perlu
diperhatikan oleh pewawancara (interviewers)
meliputi pedoman-pedoman sebagai berikut:
1.
Tidak pernah “terjebak” dalam penjelasan yang panjang
dari studi itu; gunakan penjelasan standar yang diberikan pengawas. (“Never get involved in long explanations of
the study; use standard explanation provided by supervisor”).
2.
Tidak pernah menyimpang dari pengantar studi, urutan
pertanyaan atau rumusan pertanyaan. (“Never
deviate from the study introduction, sequence of questions, or question wording”).
3.
Tidak pernah membiarkan individu lain melakukan interupsi
wawancara, jangan membiarkan individu lain menjawab untuk responden, atau
memberikan saran, atau pandangannya pada pertanyaan itu. (“Never let another person interupt the interview; do not let another
person answer for the respondent or offer his or her opinions on the questions”).
4.
Tidak pernah
menyarankan suatu jawaban atau setuju atau tidak setuju dengan suatu jawaban.
Jangan memberikan kepada responden suatu ide dari pandangan
pribadi anda pada topik dari pertanyaan atau survey. (“Never suggest an answer or agree or disagree
with an answer. Do not give the repondent any idea of your personal views on
the topic of questions or survey”).
5.
Tidak pernah menafsirkan arti suatu pertanyaan, cukup
hanya mengulangi pertanyaan dan memberikan instruksi atau klarifikasi seperti
yang diberikan dalam latihan atau oleh pengawas. (“Never interpret the meaning of a question; just repeat the questions
and give instructions or clarifications that are provided in training or by
supervisors”).
6.
Tidak pernah memperbaiki, seperti menambahkan
kategori-kategori jawaban, atau membuat perubahan susunan kata-kata. (“Never improvise, such as by adding answer
categories, or make wording changes”) (Denzin & Lincoln, 1994: 364).
4.
Pelatihan Wawancara
Latihan wawancara dilakukan untuk memberikan bekal
keterampilan kepada pewawancara untuk mengumpulkan data dengan hasil baik.
Karena tidak ada ukuran standar untuk survey ataupun pewawancara, maka tidak
ada pula program latihan yang baku. Sifat, materi, dan lamanya program latihan
disesuaikan dengan kebutuhan survey yang akan dilakukan. Misalnya tergantung
pada jumlah dan kualitas pewawancara, waktu yang disediakan, mudah atau
sukarnya kuisioner yang harus dipelajari dan juga besarnya anggaran yang tersedia
(Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, 1989). Pada prinsipnya yang harus
diberikan selama masa pelatihan formal adalah:
a)
penjelasan tujuan penelitian
b)
penjelasan tujuan tugas pewawancara dan menekankan
pentingnya peranan pewawancara
c)
penjelasan tiap nomor pertanyaan dalam kuisioner, baik
konsep yang terkandung di dalamnya maupun tujuan pertanyaan tersebut. Pewawancara
harus mengetahui dengan tepat maksud semua pertanyaan, agar dapat mengumpulkan
informasi yang tepat dan jelas.
d)
Penjelasan cara mencatat jawaban responden.
e)
Penjelasan cara pengisian dan arti dari semua tanda-tanda
pengisian kuisioner.
f)
Pengertian yang mendalam mengenai pedoman wawancara,
untuk mengurangi sejauh mungkin kegagalan dalam mendekati responden. Pedoman
wawancara mencakup etika, sikap, persiapan, dan taktik wawancara.
g)
Prosedur wawancara, dari mulai memperkenalkan diri sampai
dengan meninggalkan respponden.
h)
Orientasi tentang masalah apa yang dapat timbul di
lapangan dan bagaimana mengatasinya.
i)
Latihan wawancara
j)
Diskusi tentang masalah latihan wawancara tersebut.
Pelatihan biasanya diarahkan pada cara-cara
berkomunikasi dan cara memperoleh informasi secara lebih mendalam serta
cara-cara untuk menciptakan suasana wawancara yang kondusif untuk mendapatkan
informasi yang sesuai dengan tujuan penelitian. Selain itu, cara untuk
melakukan pencatatan jawaban subjek juga perlu dilatih, terutama mengenai
hal-hal apa saja yang perlu dicatat dan tidak. Hal lain yan gperlu ditekankan
pada pelatihan adalah kewajiban pewawancara untuk menyampaikan ucapan terima
kasih dan meminta maaf apabila ada hal-hal yang tidak berkenan selama wawancara
berlangsung dan meminta kesediaan subjek untuk diwawancara kembali seandainya
masih diperlukan.
Pada pelatihan juga perlu ditekankan agar
pewawancara memeriksa kelengkapan maupun kejelasan jawaban atas tiap pertanyaan
yang diberikan oleh subjek sebelum mengakhiri wawancara. Pewawancara perlu
dilatih untuk agar bersikap faktual, tidak menggunakan sudut pandang
pewawancara untuk melakukan penilaian atas jawaban subjek. Pada
pelatihan yang berkaitan dengan cara pencatatan jawaban subjek, pencatatan
sebaiknya dilakukan dengan segera, tapi jangan sampai menimbulkan kesan yang
tidak baik bagi subjek. Hasil pelatihan terhadap pewawancara sebaiknya
diujicobakan terlebih dahulu untuk memperoleh umpan balik guna memperbaiki
kualitasnya. (Lerbin R. Aritonang, 2007).
Pewawancara pada suatu penelitian
dapat terdiri atas suatu atau beberapa orang. Wawancara itu seharusnya
dilakukan oleh orang-orang yang telah terlatih. Hal itu terutama dibutuhkan
pada wawancara mendalam dan wawancara kelompok focus. Pewawancara itu biasanya
dipilih dari orang-orang yang memiliki disiplin psikologi yang telah memperoleh
pelatihan tambahan pada waktu kuliah (Lerbin,
2007).
Pelatihan biasanya diarahkan pada
cara-cara berkomunikasi dan cara memperoleh informasi secara lebih mendalam
serta cara-cara untuk menciptakan suasana wawancara yang kondusif untuk
mendapatkan informasi yang sesuai dengan tujuan penelitian. Selain itu, cara
untuk melakukan pencatatan jawaban subjek juga perlu dilatih, terutamamengenai
hal-hal apa saja yang perlu dan tidak perlu untuk dicatat, bagaimana cara
mencatatnya dengan mudah, dan dalam keadaan yang bagaimana pencatatan
dilakukan. Hal lain yang perlu ditekankan pada pelatihan adalah kewajiban
pewawancara untuk menyampaikan ucapan terima kasih dan meminta maaf seandainya
ada hal-hal yang tidak berkenen selama wawancara berlangsung serta meminta
kesediaan subjek untuk diwawancarai kembali seandainya masih diperlukan.
Dalam mengajukan pertanyaan, pewawancara jangan
bersikap seperti polisi, hakim ataupun pihak yang paling mengetahui mengenai
topic yang dijelaskan. Demikian juga dengan nada bicara pewawancara. Dalam
keadaan tertentu, pewawancara perlu juga dilatih mengenai cara-cara mendorong
subjek untuk memberikan jawaban maupun mengorek lebih mendalam informasi yang
dibutuhkan, termasuk motivasi subjek serta kejelasan maksud dari subjek atas
jawaban yang diberikannya.
Pada pelatihan perlu juga ditekankan agar
pewawancara memeriksa kelengkapan maupun kejelasan jawaban atas tiap pertanyaan
yang diberikan oleh subjek sebelum mengakhiri wawancara. Pada wawancara,
pewawancara sering kali harus memberikan penilaian sendiri atas jawaban yang
diberikan subjek. Sehubungan dengan itu, pewawancara perlu dilatih agar
bersikap factual, tidak menggunakan sudut pandang pewawancara untuk melakukan
penilaian atas jawaban subjek.
Pada pelatihan yang berkaitan dengan
cara pencatatan jawaban subjek, pencatatan sebaiknya dilakukan dengan segera,
tetapi jangan sampai menimbulkan kesan yang tidak baik bagi subjek. Hasil
pelatihan terhadap pewawancara sebaiknya diujucobakan lebih dulu untuk
memperoleh umpan balik guna memperbaiki kualitasnya.
Wawancara dilakukan setelah persiapan, untuk itu dimantapakan.
Dalam persiapan wawancara, sampel responden, kriteria-kriteria responden,
pewawancara, serta interview guide, telah disiapkan dahulu (Nazir, 1988).
Interview guide sudah harus disusun
dan pewawancara harus mengerti sekali akan isi serta makna dari interview guide
tersebut. Segala pertanyaan yang ditanyakan haruslah tidak menyimpang dari
panduan yang telah digariskan dalam interview guide tersebut. Latihan wawancara
harus diadakan sebelum wawancara diadakan.
Umumnya pewawancara memegang peranan yang
amat penting dalam memulai wawancara. Pewawancara harus dapat menggali
keterangan- keterangan dari responden, dan harus dapat merasa serta membawa
responden untuk memberikan informasi, baik dengan jalan:
1. membuat
responden merasa bahwa dengan memberikan keterangan tersebut responden telah
melepaskan kepuasannya karena suatu tujuan tertentu telah tercapai.
2. menghilangkan
pembatas antara pewawancara dan responden sehingga wawancara dapat berjalan lancar.
3. keterangan
diberikan karena kepuasannnya bertatap muka dan berbicara dengan pewawancara.
Umumnya urutan-urutan prosedur dalam memulai
wawancara adalah sebagai berikut:
1.
menerangkan kegunaan serta tujuan dari penelitian.
2.
Menjelaskan mengapa responden terpilih untuk
diwawancarai.
3.
Menjelaskan institusia atau badan apa yang melaksanakan
penelitian tersebut.
4.
Menerangkan bahwa wawancara tersebut merupakan suatu hal
yang confidensial.
Penjelasan tentang kegunaan dan tujuan
penelitian dapat memberikan motivasi kepada responden untuk berwawancara.
Kesangsian responden serta rasa curiga tentang keterlibatan atau pemilihan
responden untuk menjawab pertanyaan dapat dihilangkan dengan menjelaskan
bagaimana caranya dan mengapa responden yang bersangkutan terpilih sebagai
responden. Penjelasan tentang institusi atau badan yang melaksanakan penelitian
dapat membuat responden percaya bahwa keterangan-keterangan yang diberikan akan
digunakan untuk keperluan yang objektif pula. Sifat wawancara yang konfidensial
akan lebih mendorong responden untuk memberikan keterangan tanpa
sembunyi-sembunyi dan mendorong responden memberikan keterangan secara jujur.
Kelancaran wawancara sangat
dipengaruhi oleh adanya rapport. Rapport adalah suatu situasi di mana telah
terjadi hubungan psikologis antara pewawancara dan responden, di mana rasa
curiga responden telah hilang; antara responden dan pewawancara terjalin
suasana berkomunikasi secara wajar dan jujur. Rapport adalah suasana atau
atmosfir yang wajar dalam berbincang-bincang, bukan sesuatu yang dibuat-buat
atau yang ditanamkan ke dalam suatu wawancara. Jika wawancara dimulai dengan
“Assalamualaikum” atau selamat pagi, kemudian menanyakan keadaan anak-anak dan
sebagainya, belum tentu rapport sudah ada. Rapport adalah hubungan yang
mendalam, seperti keterbukaan, toleransi, ramah, dan pengertian dan sebangsanya
dalam proses wawancara. Cara berpakaian, cara menggunakan kata-kata, sikap hormat dan ramah tamah serta sifat
tidak sok dari pewawancara dapat menghasilkan suatu rapport
sehingga komunikasi dapat terjalin secara wajar dan tidak artificial. Air muka
yang manis tanpa terlalu banyak berbasa-basi juga perlu diperhatikan dalam
mengadakan rapport.
5.
Keunggulan dan Kelemahan
Wawancara
Kebaikan metode wawancara terletak
pada keluwesannya. Artinya, wawancara dapat dengan mudah disesuaikan dengan
kondisi yang terjadi pada saat wawancara berlangsung. Selain itu, melalui
wawancara dapat juga diungkap hal-hal yang tersembunyi yang mungkin tidak dapat
diungkap dengan metode lain, asalkan pewawancaranya memiliki ketrampilan yang
dibutuhkan.
Kelemahan metode wawancara adalah dari
segi banyaknya waktu, tenaga, dan biaya yang dibutuhkan. Selain itu,
pewawancara yang memiliki ketrampilan yang tinggi tidak mudah diperoleh, selain
mahal, juga sulit atau lama untuk melatihnya (Lerbin R. Aritonang, 2007).
Beberapa keuntungan metode wawancara
ditinjau dari segi operasional pekerjaan lapangan atau field work (Joseph R.
Tarigan, 1995), antara lain:
1. mengumpulkan
data melalui wawancara perorangan biasanya persentase hasil yang diperoleh
lebih tinggi karena hampir semua orang dapat diajak bekerja sama
2. keterangan yang
diperoleh melalui metode ini lebih dijamin kebenarannya daripada metode lain,
karena petugas pencacah dapat menerangkan daftar/kuisioner tersebut kepada
responden sehingga responden memberikan jawaban yang teliti. Apabila responden
dengan sengaja memalsukan jawabannya, petugas pencacah akan mencoba
menyadarkannya dengan menggunakan pendekatan khusus untuk mendapatkan jawaban
yang betul
3. petugas pencacah
dapat mengumpulkan keterangan yang lengkap tentang karakteristik pribadi responden
dan sekitarnya
Tahap ini terjadi pada komunikan, sejak lambang komunikasi berhasil
diurai kan dalam bentuk pesan.
7.
menasirkan
dan mengevaluasi hasil-hasil yang mewakili dari unit survey
1. dengan mempertunjukkan
secara visual, responden dapat menangkap dan
mengerti apa yang dimaksud
2. kunjungan ulang
(re-visit) untuk melengkapi keterangan yang kurang pada daftar (kuisioner) atau
membetulkan kasalahan-kasalahan, biasanya dapat dilakukan tanpa mengecewakan responden
3. petugas pencacah
mungkin berhasil mendapatkan jawaban yang lebih spontan daripada kalau
kuisioner tersebut dikirim lewat pos atau ditinggalkan
untuk diisi oleh responden
Walaupun metode wawancara memiliki
berbagai keuntungan dalam pelaksanaan lapangan, tetapi metode ini tidak lepas
dari kelemahan- kelemahan, antara lain:
1. pengaruh pribadi
petugas pencacah dalam pelaksanaan wawancara dapat menghambat jawaban
responden. Contohnya: apabila pencacah menunjukkan sikap tertentu (memaksakan
pendapat), maka tanpa disadarinya akan menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang
memberikan konfirmasi atau menguatkan pandangannya sendiri. Bagi petugas
pencacah yang memiliki sikap wawancara seperti ini, dianjurkan untuk menanyakan
pertanyaan sesuai dengan kata-kata yang terdapat dalam kuisioner.
2. Jika pencacah
kenal dengan responden, maka mungkin responden akan keberatan untuk memberikan
keterangan-keterangan yang bersifat pribadi. Responden mungkin menganggap hal
ini sebagai mencampuri urusan pribadi dan menghilangkan sifat rahasia survey ini.
Beberapa keuntungan melaksanakan pengumpulan data
dengan menggunakan metode wawancara adalah (Suparmoko, 1992):
1.
pelaksanaan wawancara mungkin memakan waktu yang lebih
lama sehingga memungkinkan responden
menjadi lebih mengerti
akan topik yang ditanyakan, sehingga
hubungannya dengan materi yang relevan lebih memungkinkan.
2.
Pertanyaan-pertanyaan yang sifatnya sangat sensitif untuk
responden dapat ditanyakan secara taktis oleh petugas pencacah sehingga tidak
menyinggung perasaan responden. Dengan melihat reaksi responden, petugas
pencacah dapat mengalihkan permasalahan kalau perlu memberikan
penjelasan-penjelasan mengenai persoalan survey ataupun komentar-komentar lain
unuk memancing responden memberikan jawaban.
Dengan kata lain, situasi yang agak rumit biasanya dapat diatasi lebih baik dan
efektif dengan persoalan metode wawancara dibandingkan dengan metode lain.
3.
Bahasa survey dapat disesuaikan dengan kemampuan atau
tingkat pendidikan responden. Oleh karena itu lebih mudah untuk emnghindarkan salah pengertian atau
salah pengarahan dari pertanyaan yang ada. Walaupun demikian, perlu dicatat
bahwa dalam survey tertentu adalah penting untuk petugas pencacah supaya tidak
merubah kata-kata atau urutan pertanyaan yang ada, supaya mendapatkan jawaban
yang bisa dipercaya. Dalam hal ini kepada petugas pencacah akan diberitahu
selama mereka mengikuti latihan.
Kelemahan-kelemahan yang terdapat pada
penggunaan metode wawancara antara lain:
1. jika responden
yang akan dikunjungi menyebar di daerah yang sangat luas, maka biaya perjalanan
dan waktu yang dibutuhkan untuk mengunjungi responden tidak sedikit. Hal ini
mungkin membuat penggunaan metode wawancara menjadi tidak ekonomis dan tidak
efisien.
2. Dalam memilih,
melatih, dan membimbing petugas pencacah lapangan diperlukan suatu organisasi,
sehingga dalam pelaksanaannya lebih rumit dibandingkan dengan metode lain.
Kesempatan dan waktu wawancara dengan
responden terbatas artinya mungkin hanya dapat dilakukan malam hari saja atau hanya satu atau dua jam saja pada sore hari,
sehingga membutuhkan banyak petugas agar waktu yang ditentukan dapat dicapai.
8.
Wawancara Kelompok Fokus Dan Wawancara Mendalam
a.
Wawancara Kelompok Fokus
Bila pada suatu wawancara hanya terdapat satu
pewawancara dan satu subjek, maka wawancaranya dinamakan wawancara mendalam
individual. Bila pada suatu wawancara ada satu pewawancara dan beberapa subjek,
maka wawancaranya disebut wawancara kelompok fokus. Subjek pada wawancara
kelompok fokus itu biasanya terdiri atas 8 sampai dengan 12 orang. Bila pada
wawancara itu ada satu pewawancara dan 4 sampai dengan 5 subjek, wawancaranya
disebut wawancara kelompok kecil.
Pada wawancara kelompok fokus, pewawancara
sebenarnya lebih cenderung berfungsi sebagai moderator yang mengatur dan
memperlancar arus pembicaraan. Wawancara itu biasanya berlangsung antara 1
samapai dengan 3 jam dalam suatu ruangan yang berlatar formal dan santai.
Para subjek yang disertakan dalam kalompok fokus
adalah para subjek yang bersifat homogen. Untuk itu, para subjek harus telah
diseleksi sebelum wawancara sehingga dapat diperoleh para subjek yang homogen.
(Lerbin R. Aritonang, 2007)
Proses wawancara pada suatu kelompok
fokus biasanya dicatat dengan menggunakan alat bantu, seperti video. Kemudian
hasil rekaman video itulah yang akan dianalisis guna menjawab permasalahan
penelitian. Teknik-teknik analisis yang digunakan adalah teknik analisis
kualitatif, seperti pada analisis isi. Pewawancara pada kelompok fokus harus
memiliki ketrampilan yang tinggi untuk memperlancar jalannya diskusi dan untuk
mengungkap hal-hal yang bersifat diagnostik.
Tujuan utama dari wawancara ini adalah
untuk memperoleh pangetahuan yang mendalam dengan mendengar sekelompok orang
dari pasar sasaran yang tepat untuk membicarakan isu
yang diamati dengan peneliti. (Malhotra, 1993).
Wawancara itu difokuskan pada
penghayatan pribadi seseorang dalam menghadapi suatu situasi yang khusus,
seperti dalam menghadapi pimpinan rapat yang otoriter. Struktur situasi pada
wawancara itu sendiri harus telah diselidiki sebelumnya oleh peneliti sehingga
dapat menemukan unsur-unsur serta pola-polanya yang penting. Berdasarkan hasil
tersebut kemudian dibuat pedoman wawancara. (Hadi, 1993).
Orang-orang dalam sebuah wawancara
berada dalam sebuah hubungan interpersonal. Meskipun demikian, variasi-variasi tertentu
dari wawancara bisa mencakup orang-orang dalam kelompok-kelompok. Umumnya,
peran pewawancara akan dikembangkan dalam hal tiga fungsi utamanya: (1)
merencanakan strategi-strategi, (2) melaksanakan atau mengatur wawancara, dan
(3) mengukur hasil-hasilnya.
Proses-proses yang berhubungan dengan melaksanakan
wawancara adalah mensetting suasananya, mendengarkan, menyelidiki, memotivasi,
dan mengendalikan wawancara. Hal-hal ini melibatkan suatu teknik komunikasi
tingkat tinggi, dan panduan-panduan yang relevan.
Orang-orang melakukan wawancara
kelompok fokus biasanya untuk tujuan-tujuan yang berhubungan dengan tugas;
mereka punya sesuatu yang ingin mereka capai, yakni, menyeleksi seseorang untuk
suatu pekerjaan, mengumpulkan data penelitian, menerima pasien, atau menulis
kisah berita. Tujuan terkait tugas inilah yang membedakan wawancara dari
sekedar perbincangan biasa. Suatu percakapan bisa sampai kemana saja; akan
tetapi, wawancara harus difokuskan pada kandungan isi yang sesuai dengan tujuan
utama. (Nazir, 1989).
b. Wawancara Mendalam
Sering jawaban responden kurang memuaskan karena
masih bersifat terlalu umum, dan kurang khusus, misalnya: “Anak dapat membantu
orang tua”. Membantu dalam hal apa? Di sini terdapat beberapa kemungkinan,
kaena iu perlu ditanyakan lebih lanjut. Inilah yang disebut menggali
informasi lebih dalam atau probing, sehingga diperoleh jawaban yang labih
khusus dan tepat.
Apabila jawaban responden kurang
meyakinkan, maka perlu ditanyakan keterangan lebih lanjut, dan kalimat yang
disampaikan pun harus bersifat netral. Probing ini termasuk salah
satu bagian yang paling sulit dalam wawancara. Pengawas sebaiknya teliti dalam
menilai jawaban-jawaban hasil probing. Sangat baik dianjurkan kepada
pewawancara agar selalu menuliskan kalimat pertanyaan probing, di samping
jawaban responden. Dengan demikian pengawas dapat mengetahui apakah cara
bertanya sudah benar, tidak tendensius. (Masri Singarimbun, 1989). Wawancara mendalam merupakan wawancara pribadi, langsung, dan tidak
terstruktur dengan seorang subjek yang diselidiki oelh pewawancara yang sangat
terampil untuk menemukan latar belakang motivasi, kayakinan, sikap, dan
perasaan subjek terhadap satu topik. Wawancara ini biasanya berlangsung antara
30menit sampai dengan lebih dari satu jam.
Wawancara mendalam sering digunakan
untuk mengungkap hal-hal yang tersembunyi, yang sulit untuk diungkap dengan
metode atau teknik pengukuran lainnya. Untuk itu, pewawancaranya harus memiliki
ketrampilan yang tinggi untuk mengungkapnya. Selain masalah pewawancara,
penentuan xubjek yang akan diwawancara seringkali juga menjadi masalah.
Wawancara ini biasanya digunakan pada penelitian eksploratif. (Lerbin R.
Aritonang, 2007)
Wawancara mendalam adalah suatu bentuk yang khusus
dari komunikasi oral dan berhadapan muka dalam suatu hubungan interpersonal
yang dimasuki untuk sebuah tujuan tertentu yang diasosiasikan dengan pokok
bahasan tertentu. Keefektifannya bisa dinilai dalam hal tujuan wawancara,
teknik-teknik yang digunakan, kerangka waktunya, sudut pandang orang yang
melakukan evaluasi, dan reliabilitas dan validitas informasi yang diperoleh.
Aspek-aspek wawancara mendalam yang dapat
direncanakan adalah tujuan-tujuan, pertanyaan-pertanyaan, setting, dan reaksi
terhadap permasalahan-permasalahan khusus. Perencanaan semacam itu bisa
memberikan kesiapan bagi si pewawancara untuk semua kemungkinan- kemungkinan
yang mungkin muncul dalam proses wawancara. (Robert Kahn dan Charles Channel,
2003)
Wawancara-wawancara mendalam terjadi
karena suatu tujuan, dan memfokuskan pada jenis-jenis informasi tertentu. Salah
satu karakteristik dari pewawancara yang baik adalah kemampuan untuk
mengendalikan interaksi sehingga tujuan wawancara tercapai. Hal ini berarti
bahwa tidak semua komentar atau respon relevan. Oleh karenanya, anda mungkin
perlu menetapkan batasan-batasan mengenai jenis respon yang tepat.
Karena feedback adalah dimensi wawancara mendalam
yang penting, pewawancara perlu melakukan upaya yang sangat penuh kesadaran dan
terencana untuk mendapatkan feedback apabila tidak diberikan secara sukarela.
Saran-saran berikut adalah teknik-teknik yang sangat bermanfaat guna
menghasilkan feedback: (1) meminta feedback; (2)
mendengarkan ketika diberikan; (3) melatih orang-orang agar merasa anda mau
menerima feedback; dan (4) mempertahankan suasana yang memungkinkan adanya
feedback.
Semua wawancara mendalam tersusun atas
dua dimensi penting yang bisa dianalisa keefektifannya: kandungan isi dan
hubungan. Yang cenderung akan lebih difokuskan adalah isi. Hendaknya melakukan
wawancara untuk mendapatkan informasi atau untuk memberikan informasi. Akan
tetapi, menganggap bahwa hubungan antar pewawancara dan orang yang diwawancarai
sama pentingnya dalam kebanyakan situasi. Bahkan, sifat-dasar hubungan tersebut
bisa menentukan apakah informasi tertentu telah disampaikan selama wawancara atau tidak. (Dr. Nurul
Murtadho, 1992).
9.
Sumber Kekeliruan Pelaporan Hasil Wawancara
Perolehan data dengan memanfaatkan manusia,
memiliki beberapa kelemahan sehingga hasil pengukuran yang diperoleh mengandung
kekeliruan. Pada konteks wawancara ada beberapa hal yang menjadi sumber
kekeliruan pengukurannya, baik dari pewawancara maupun dari orang yang
diwawancarai, yaitu:
a.
Ingatan
b.
hal yang seharusnya dilaporkan dilewatkan saja dan todak dilaporkan
c.
melebih-lebihkan atau telah meramu jawabannya
d.
mengganti hal yang tidak dapat diingat
e.
tidak mampu mereproduksi kejadian menurut waktu atau
hubungan antarfakta seperti apa adanya. (Lerbin R. Aritonang, 2007)
Apabila responden menjawab ”tidak tahu”, maka
pewawancara perlu berhati-hati. Sebaiknya pewawancara tidak lekas-lekas
meninggalkan pertanyaan itu dan pindah ke pertanyaan lain. Jawaban ”tidak tahu”
perlu mendapat perhatian, sebab jawaban itu dapat mengandung bermacam- macam
arti, diantaranya:
1.
responden tidak begitu mengerti pertanyaan pewawancara,
sehingga untuk menghindari menjawab ”tidak mengerti” maka menjawab ”tidak tahu”
2.
responden sebenarnya sedang berpikir, tapi karena merasa
kurang tentram kalau membiarkan pewawancara menunggu lama, maka dia menjawab
”tidak tahu”
3.
sering karena responden tidak ingin diketahui pikiran
yang sesungguhnya karena dianggap terlalu pribadi, maka dia menjawab ”tidak
tahu”. Dapat juga terjadi karena responden ragu-ragu atau takut mengutarakan
pendapatnya responden memang benar-benar tidak tahu. Tentu saja itu
mencerminkan jawaban sebenarnya. Namun, adalah tugas pewawancara untuk
mengamati responden dengan cermat. Benarkah responden tidak tahu, atau adakah
hal-hal lain di balik pikirannya. Dapat pula pewawancara mengulang pertanyaan
sekali lagi atau
f. menambah pertanyaan agar lebih yakin akan jawaban responden.
(Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, 1989)
g. Sebagai contoh, Herbert Hyman melaporkan sejumlah
penelitian yang mempertanyakan reliabilitas data. Dalam sebuah penelitian,
pewawancara kulit hitam dan kulit putih mensurvey sebuah sampel orang-orang
kulit hitam dan mendapatkan informasi yang berbeda. Si pewawancara berkulit
hitam melaporkan lebih banyak kebencian mengenai diskriminasi dibandingkan si
peneliti yang berkulit putih. Kenapa bisa? Kita tidak tahu pasti. Apakah
orang-orang kulit hitam tersebut dengan sengaja menahan informasi, atau apakah
orang secara perseptual telah dibutakan atau bias? Kita tidak tahu. Akan
tetapi, fakta bahwa kedua kelompok tersebut berbeda membuat kita mempertanyakan
reliabilitas data. Ada banyak penelitian seperti milik Hyman. Demikian pula,
ketika dua orang petugas perekrutan memiliki penilaian yang jauh berbeda
mengenai seorang kandidat yang sama, maka reliabilitasnya rendah. Karena
jawaban-jawaban interviewee tidak bisa dikendalikan sepenuhnya.
h. Salah satu penyebab terbesar dari
permasalahan-permasalahan komunikasi adalah bahwa kita menganggap bahwa
orang-orang sama seperti diri kita
sendiri dan bukannya menyesuaikan diri dengan fakta bahwa mereka mungkin berbeda dalam beberapa
hal. Kadangkala harapan untuk mendapatkan feedback tidak pernah
diartikulasikan, dan orang- orangpun tidak memberikannya. Sebagai contoh, dulu
ada seorang interviewee yang mendengarkan beberapa instruksi dari seorang
interviewer. Komentarnya cuma, “Ya, pak”. Inilah salah satu penyebab sumber
kekeliruan pelaporan hasil wawancara.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Focus Group Discussion (FGD) adalah suatu proses pengumpulan
informasi suatu masalah tertentu yang sangat spesifik melalui diskusi kelompk,
diskusi kelompok terarah adalah wawancara dari sekelompok kecil orang yang
dipimpin oleh seorang narasumber atau moderator yang secara halus mendorong
peserta untuk berani berbicara terbuka dan spontan tentang hal yang dianggap
penting yang berhungan dengan topik diskusi saat itu. Interaksi diantara
peserta merupakan dasar untuk memperoleh informasi.
Wawancara (interview) merupakan suatu kegiatan
tanya jawab dengan tatap muka (face to
face) antara pewawancara (interviewer)
dengan yang diwawancarai (interviewee)
tentang masalah yang diteliti, dimana pewawancara bermaksud memperoleh
persepsi, sikap dan pola pikir dari yang diwawancarai yang relevan dengan
masalah yang diteliti. Karena wawancara itu dirancang oleh pewawancara, maka
hasilnya pun dipengaruhi oleh karakteristik pribadi pewawancara. Wawancara juga
merupakan alat penelitian yang berharga, dimana memungkinkan pewawancara untuk
mengumpulkan informasi lengkap yang dapat diperoleh lewat kuesioner atau
percakapan telepondan juga memanfaatkan isyarat verbal dan nonverbal. Wawancara
juga memungkinkan pewawancara untuk menafsirkan atau menjelaskan pertanyaan-
pertanyaan secara lebih mudah, sehingga meningkatkan kemungkinan mendapatkan
jawaban dari responden. Komunikasi
interpersonal merupakan komunikasi antara orang – orang secara tatap muka, yang
memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung,
baik verbal maupun nonverbal. Hal ini dapat mencakup semua aspek komunikasi
seperti mendengarkan, membujuk, menegaskan, bercerita dan sebagainya.
B. Saran
Penyusun berharap agar mahasiswa khususnya
mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat dapat menggunakan komunikasi antar
pribadi yang efektif dalam setiap aktivitas kehidupan. Sehingga hubungan yang
terjadi dapat berlangsung harmonis dan dapat membantu mempermudah pencapaian
tujuan dalam aktivitas pekerjaan.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Anwar, 1984, Strategi
Komunikasi: Suatu Pengantar Ringkas, Bandung: Armico.
Applbaum,
Ronald L, 1974, Strategies for Persuasive Communication, Charles E. Merril
Publishing Company, Columbus, Ohio.
Applbaum, Ronald L, 1974, Strategies
for Persuasive Communication, Charles E. Merril Publishing Company, Columbus,
Ohio.
Atkinson RL. Pengantar
Psikologi jilid 2,, edisi 11, Penerbit Interaksara, Batam Centre. 1998.
Darmono. Stres :
Tinjauan dari Segi Fisik, Kejiwaan dan Sosio Budaya, Medika 1985;11:1096-9
Fiske
John. 2012. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Rajawali Pers.
http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2200836-tujuan-wawancara/ http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/presenting/2170427-pengertian-dan-
http://id.shvoong.com/humanities/theory-criticism/2035973-pengertian- wawancara-dan-teknik-wawancara/
Liliweri, Alo.
2007. Dasar-dasar Komunikasi Kesehatan. Yogyakarta : Pustaka. Pelajar.
Mulyana, Deddy, 2005, Ilmu
Komunikasi: Suatu Pengantar, Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
R.
Wayne Pace dan Don F. Faules. 2006. Komunikasi Organisasi; strategi
meningkatkan kinerja perusahaan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Stoner, James A.F., 1996, Manajemen, Erlangga, Jakarta
Dr
Elvinaro Ardianto,dkk.,2004 Komunikasi Massa Suatu Pengantar, Bandung: Simbiosa
Rekatama Media. Wiryanto, 2000, Teori Komunikasi Massa, Jakarta: Grasindo
Wiryanto, 2005, Pengantar
Ilmu Komunikasi, Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.
Formulir
Penilaian Praktik Mandiri Komunikasi Kesehatan
No. |
Aspek yang Dinilai |
Bobot |
Nilai |
|
YA |
TIDAK |
|||
1. |
Praktik Cara berkomunikasi |
20 |
|
|
2. |
Praktik Komunikasi Interpersonal |
20 |
|
|
3. |
Praktik Komunikasi Massa |
15 |
|
|
4. |
Praktik Komunikasi Kelompok |
15 |
|
|
5. |
Praktikum Focus Group Disscusion |
15 |
|
|
6. |
Praktikum Wawancara |
15 |
|
|
Jumlah |
100 |
|
|
No comments:
Post a Comment