BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Efusi pleura merupakan penyakit
sauran pernapasan. Penyakit ini bukan merupakan suatu disease entity tetapi
merupakan suatu gejala penyakit yang serius yang dapat mengancam jiwa penderita
(WHO).
Efusi pleural adalah pengumpulan
cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara permukaan visceral dan
parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan
penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural
mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang
memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C
Suzanne, 2002).
Secara geografis penyakit ini
tersdapat diseluruh dunia bahkan menjadi masalah utama di negara – negara yang
sedang berkembang termasuk Indonesia. Hal ini disebabkan karena faktor
lingkungan di Indonesia. Penyakit efusi pleura dapat ditemukan sepanjang tahun
dan jarang dijumpai secara sporadis tetapi lebih sering bersifat epidemikk di
suatu daerah.
Pengetahuan yang dalamtentang efusi
pleura dan segalanya merupakan pedoman dalam pemberian asuhan keperawatan yang
tepat. Disamping pemberian obat, penerapan proses keperawatan yang tepat
memegang peranan yang sangat penting dalam proses penyembuhan dan pencegahan,
guna mengurangi angka kesakitan dan kematian akibat efusi pleura.
1.2
Tujuan
1.2.1
Tujuan Umum
Mahasiswa mendapat gambaran dan pengalaman tentang
penetapan proses asuhan keperawatan secara komprehensif terhadap klien efusi
pleura
1.2.2
Tujuan Khusus
Setelah melakukan pembelajaran tentang asuhan
keperawatan dengan efusi pleura. Maka mahasiswa/i
diharapkan mampu :
1.
Melakukan pengkajian keperawatan pada klien dengan
efusi pleura
2.
Merumuskan diagnosa keperawatan pada klien dengan
efusi pleura
3.
Merencanakan tindakan keperawatan pada klien dengan
efusi pleura
4.
Melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan
efusi pleura
5.
Melaksanakan evaluasi keperawatan pada klien dengan
efusi pleura
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Defenisi
Efusi pleura adalah suatu keadaan ketika
rongga pleura dipenuhi oleh cairan ( terjadi penumpukkan cairan dalam rongga
pleura).Efusi dapat berupa cairan jernih, yang mungkin merupakan transudat,
eksudat, atau dapat berupa darah atau pus.
Efusi pleura adalah suatu keadaan
dimana terdapat penumpukan cairan dari dalam kavum pleura diantara pleura
parietalis dan pleura viseralis dapat berupa cairan transudat atau cairan
eksudat ( Pedoman Diagnosis danTerapi / UPF ilmu penyakit paru, 1994, 111).
Efusi pleura adalah penumpukan
cairan di dalam ruang pleura, proses penyakit primer jarang terjadi namun
biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain. Efusi dapat berupa cairan
jernih, yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat berupa darah atau
pus (Baughman C Diane, 2000)
Efusi pleura adalah pengumpulan
cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara permukaan viseral dan
parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan
penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural
mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang
memungkinkan permukaan pleura bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne,
2002).
Efusi pleura adalah istilah yang
digunakan bagi penimbunan cairan dalam rongga pleura. (Price C Sylvia, 1995)
Pleura merupakan lapisan tipis yang
mengandung kolagen dan jaringan elastis yang melapisi rongga dada (pleura
parietalis) dan menyelubungi paru (pleura visceralis).
2.2
Etiologi
- Hambatan
resorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya bendungan seperti pada
dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediatinum, sindroma meig
(tumor ovarium) dan sindroma vena kava superior.
- Pembentukan
cairan yang berlebihan, karena radang (tuberculosis, pneumonia, virus),
bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang menembus ke rongga pleura,
karena tumor dimana masuk cairan berdarah dan karena trauma. Di Indonesia
80% karena tuberculosis. Kelebihan cairan rongga pleura dapat terkumpul
pada proses penyakit neoplastik, tromboembolik, kardiovaskuler, dan
infeksi. Ini disebabkan oleh sedikitnya satu dari empat mekanisme dasar :
1.
Peningkatan tekanan kapiler subpleural atau limfatik
2.
Penurunan tekanan osmotic koloid darah
3.
Peningkatan tekanan negative intrapleural
4.
Adanya inflamasi atau neoplastik pleura
- Neoplasma,
seperti neoplasma bronkogenik dan metastatik.
- Kardiovaskuler,
seperti gagal jantung kongestif, embolus pulmonary dan perikarditis.
- Penyakit
pada abdomen, seperti pankreatitis, asites, abses dan sindrom Meigs.
- Infeksi
yang disebabkan bakteri, virus, jamur, mikobakterial dan parasit.
- Trauma
- Penyebab
lain seperti lupus eritematosus sistemik, rematoid arthritis, sindroms
nefrotik dan uremia
2.3
Manifestasi Klinis
- Adanya
timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan, setelah
cairan cukup banyak rasa sakit
- Adanya
gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri dada
pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi),
banyak keringat, batuk, banyak sputum.
- Deviasi
trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan
cairan pleural yang signifikan.
- Pemeriksaan
fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena cairan akan
berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam pernapasan,
fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak,
dalam keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis melengkung (garis
Ellis Damoiseu).
- Didapati
segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani dibagian
atas garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah pekak karena
cairan mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini
didapati vesikuler melemah dengan ronki.
- Pada
permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.
2.4
Anatomi Fisiologi
Pleura
adalah suatu lapisan ganda jaringan tipis yang terdiri dari; sel-sel
mesotelial, jaringan ikat, pembuluh–pembuluh darah kapiler, dan
pembuluh–pembuluh getah bening. Seluruh jaringan tersebut
memisahkan paru–paru dari dinding dada dan mediastinum.Pleura terdiri dari 2
lapisan yang berbeda yakni pleura viseralis dan pleura parietalis. Kedua
lapisan pleura ini bersatu pada hilus paru. Dalam beberapa hal terdapat
perbedaan antara kedua pleura ini yakni:
- Pleura
viseralis, bagian permukaan luarnya terdiri dari selapis sel mesotelial
yang tipis (tebalnya tidak lebih dari 30 um).
Diantara celah–celah sel ini terdapat beberapa sel limfosit. Dibawah
sel–sel mesotellial ini terdapat endopleura yang berisi fibrosit dan
histiosit. Seterusnya dibawah ini (dinamakan lapisan tengah) terdapat
jaringan kolagen dan serat–serat elastik. Pada lapisan terbawah terdapat
jaringan interstitial subpleura yang sangat banyak mengandung pembuluh
darah kapiler dari Arteri pulmonalis dan Arteri brakialis serta pembuluh
getah bening. Keseluruhan jaringan pleura viseral ini menempel dengan kuat
pada jaringan parenkim paru.
- Pleura
parietalis, disini lapisan jaringan lebih tebal dan terdiri juga dari
sel-sel mesotelial dan jaringan ikat (jaringan kolagen dan serat–serat
elastik). Dalam jaringan ikat ini terdapat pembuluh
kapiler dari arteri interkostalis dan arteri mammaria interna, pembuluh
getah bening dan banyak reseptor saraf – saraf sensoris yang peka terhadap
rasa sakit dan perbedaan temperatur. Sistem persyarafan ini berasal dari
nervus interkostalis dinding dada dan alirannya sesuai dengan dermatom
dada. Keseluruhan jaringan pleura parietalis ini menempel dengan mudah,
tapi juga mudah dilepaskan dari dinding dada diatasnya.
2.5
Parasitologi
Patofisiologi terjadinya efusi
pleura tergantung pada keseimbangan antara cairan dan protein dalam rongga
pleura.dalam keadaan normal cairan pleura dibentuk secara lambat sebagai
filtrasi melalui pembuluh darah kapiler.Filtrasi ini terjadi karena perbedaan
tekanan osmotik plasma dan jaringan interstisial submesotelial, kemudian
melalui sel mesotelial masuk kedalam rongga pleura.Selain itu cairan pleura
dapat melalui pembuluh limfe sekitar pleura.
Pada umumnya, efusi karena penyakit
pleura hampir mirip plasma (eksudat) , sedangkan yang timbul pada pleura normal
merupakan ultrafiltrat plasma (transudat). Efusi yang berhubungan dengan
pleuritis disebabkan oleh peningkatan permeabilitas pleura parietalis sekunder
( akibat samping) terhadap peradangan atau adanya neoplasma.
Klien dengan pleura normal pun dapat
terjadi efusi pleura ketika terjadi payah jantung/gagal jantung kongestif.Saat
jantung tidak dapat memompakkan darahnya secara maksimal keseluruh tubuh maka
akan terjadi peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler yang selanjutnya
timbul hipertensi kapiler sistemik dan cairan yang berada didalam pembuluh
darah pada area tersebut bocor dan masuk kedalam pleura, ditambah dengan adanya
penurunan reabsorbsi cairan tadi oleh kelenjar limfe di pleura mengakibatkan
pengumpulan cairan yang abnormal/berlebihan.Hipoalbuminemia (misal pada klien
nefrotik sindrom, malabsorbsi atau keadaan lain dengan asites dan edema
anasarka) akan mengakibatkan terjadinya peningkatan pembentukkan cairan pleura
dan reabsorbsi yang berkurang.Hal tersebut dikarenakan adanya penurunan pada
tekanan onkotik intravaskular yang mengakibatkan cairan akan lebih mudah masuk
kedalam rongga pleura.
Luas efusi pleura yang mengancam
volume paru, sebagian akan bergantung pada kekakuan relatif paru dan dinding
dada.Pada volume paru dalam batas pernapasan normal, dinding dada cenderung
rekoil keluar sementara paru-paru cenderung untuk rekoil kedalam.
2.6
Klasifikasi
Klasifikasi
efusi pleura berdasarkan cairan yang terbentuk (Suzanue C
Smeltezer dan Brenda G. Bare, 2002).
1)
Transudat
Merupakan filtrat plasma yang mengalir menembus
dinding kapiler yang utuh, terjadi jika faktor-faktor yang mempengaruhi
pembentukan dan reabsorbsi cairan pleura terganggu yaitu karena
ketidakseimbangan tekanan hidrostaltik atau ankotik. Transudasi
menandakan kondisi seperti asites, perikarditis. Penyakit gagal jantung
kongestik atau gagal ginjal sehingga terjadi penumpukan cairan.
2)
Eksudat
Ekstravasasi cairan ke dalam jaringan atau kavitas.
Sebagai akibat inflamasi oleh produk bakteri atau humor yang mengenai pleura
contohnya TBC, trauma dada, infeksi virus. Efusi pleura
mungkin merupakan komplikasi gagal jantung kongestif. TBC, pneumonia, infeksi
paru, sindroma nefrotik, karsinoma bronkogenik, serosis hepatis, embolisme
paru, infeksi parasitik.
2.7
Komplikasi
- Fibrotoraks
Efusi pleura
yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan drainase yang baik akan terjadi
perlekatan fibrosa antara pleura parietalis dan pleura viseralis. Keadaan ini
disebut dengan fibrotoraks. Jika fibrotoraks meluas dapat menimbulkan hambatan
mekanis yang berat pada jaringan-jaringan yang berada dibawahnya. Pembedahan
pengupasan(dekortikasi) perlu dilakukan untuk memisahkan membrane-membran
pleura tersebut.
2.
Atalektasis
Atalektasis
adalah pengembangan paru yang tidak sempurna yang disebabkan oleh penekanan
akibat efusi pleura.
3.
Fibrosis paru
Fibrosis
paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat jaringan ikat paru dalam
jumlah yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat cara perbaikan jaringan sebagai
kelanjutan suatu proses penyakit paru yang menimbulkan peradangan. Pada efusi
pleura, atalektasis yang berkepanjangan dapat menyebabkan penggantian jaringan
paru yang terserang dengan jaringan fibrosis.
4.
Kolaps Paru
Pada efusi pleura, atalektasis
tekanan yang diakibatkan oleh tekanan ektrinsik pada sebagian / semua bagian
paru akan mendorong udara keluar dan mengakibatkan kolaps paru.
2.8
Pemeriksaan Penunjang
1.
Sinar Tembus Dada
Yang dapat
terlihat dalam foto efusi pleura adalah terdorongnya mediastinum pada sisi yang
berlawanan dengan cairan. Akan tetapi, bila terdapat atelektasis pada sisi yang
bersamaan dengan cairan, mediastinum akan tetap pada tempatnya.
2.
Torakosintesi
Aspirasi
cairan pleura berguna sebagai sarana untuk diagnostik maupun terapeutik.
Torakosentesis sebaiknya dilakukan pada posisi duduk. Lokasi aspirasi adalah
pada bagian bawah paru disela iga ke-9 garis aksila posterior dengan memakai
jarum abbocath nomor 14 atau 16. Pengeluaran cairan sebaiknya tidak
lebih dari 1000-1.500 cc pada setiap kali aspirasi. Jika aspirasi dilakukan
sekaligus dalam jumlah banyak, maka akan menimbulkan syok pleural ( hipotensi )
atau edema paru. Edema paru terjadi karena paru-paru terlalu cepat mengembang.
3.
Biopsi Pleura
Pemeriksaan
histologis satu atau beberapa contoh jaringan pleura dapat menunjukkan 50-75%
diagnosis kasus pleuritis tuberkulosis dan tumor pleura. Bila hasil biopsi
pertama tidak memuaskan dapat dilakukan biopsi ulangan. Komplikasi biopsi
adalah pneumotorak, hemotorak, penyebaran infeksi atau tumor pada dinding dada.
Pendekatan
pada Efusi yang tidak terdiagnosis
Pemeriksaan
penunjang lainnya:
ü Bronkoskopi:
pada kasus-kasus neoplasma, korpus alienum, abses paru.
ü Scanning isotop:
pada kasus-kasus dengan emboli paru.
ü Totakoskopi
( fiber-optik pleuroscopy ) : pada kasus dengan neoplasma atau TBC.
Perbedaan Cairan Transudat Dan Eksudat
No
|
|
Transudat
|
Eksudat
|
1
|
Warna
|
Kuning
pucat, jernih
|
Jernih,keruh,purulen,hemoragik
|
2
|
Bekuan
|
-
|
-/+
|
3
|
Berat
jenis
|
< 1018
|
>1018
|
4
|
Leukosit
|
<1000Ul
|
Bervariasi,>1000uL
|
5
|
Eritrosit
|
Sedikit
|
Biasanya
banyak
|
6
|
Hitung
jenis
|
MN(limfosit/mesotel)
|
Terutama
polimorfonuklear (PMN)
|
7
|
Protein
total
|
<50%
serum
|
>50%
serum
|
8
|
LDH
|
<60%
serum
|
>60%
serum
|
9
|
Glukosa
|
= plasma
|
=/<plasma
|
10
|
Fibrinogen
|
0,3- 4 %
|
4-6 % atau
lebih
|
11
|
Amilase
|
-
|
>50%
serum
|
12
|
Bakteri
|
-
|
-/+
|
2.9
Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan adalah untuk
menemukan penyebab yang mendasari untuk mencegah kembali penumpukan cairan, dan
untuk menghilangkan rasa tidak nyaman serta dispnea. Pengobatan spesifik
diarahkan pada penyebab yang mendasari.
- Torasentesis
dilakukan untuk membuang cairan, mengumpulkan spesimen untuk analisis, dan
menghilangkan dispnea.
- Selang
dada dan drainase water-seal mungkin diperlukan untuk pneumotoraks
( kadang merupakan akibat torasentesis berulang )
- Obat
dimasukkan kedalam ruang pleural untuk mengobliterasi ruang pleura dan
mencegah penumpukan cairan lebih lanjut.
- Modalitas
pengobatan lainnya : radiasi dinding dada, operasi pleuraktomi, dan terapi
diuretik.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN SECARA TEORITIS
3.1 Pengkajian
A.
Identitas klien
Nama, umur, kuman TBC menyerang semua umur, jenis
kelamin, tempat tinggal (alamat), pekerjaan, pendidikan dan status ekonomi
menengah kebawah dan satitasi kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya
penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan penderita TB patu yang lain.
(dr. Hendrawan Nodesul, 1996. Hal 1).
B.
Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong
pasien mencari pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien
dengan effusi pleura didapatkan keluhan berupa sesak nafas, rasa berat pada
dada, nyeri pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat tajam dan
terlokasilir terutama pada saat batuk dan bernafas serta batuk non produktif.
C.
Riwayat penyakit sekarang
Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan
penyakit yang di rasakan saat ini. Dengan adanya sesak napas, batuk, nyeri dada,
keringat malam, nafsu makan menurun dan suhu badan meningkat mendorong
penderita untuk mencari pengobatan.
Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali
dengan adanya tanda-tanda seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa
berat pada dada, berat badan menurun dan sebagainya. Perlu juga ditanyakan
mulai kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk
menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhannya tersebut.
D.
Riwayat penyakit dahulu
Keadaan atau penyakit – penyakit yang pernah diderita
oleh penderita yang mungkin sehubungan dengan tuberkulosis paru antara lain
ISPA efusi pleura serta tuberkulosis paru yang kembali aktif.
E.
Riwayat penyakit keluarga
Mencari diantara anggota keluarga pada tuberkulosis
paru yang menderita penyakit tersebut sehingga sehingga diteruskan
penularannya.
F.
Riwayat psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya,
bagaimana cara mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang
dilakukan terhadap dirinya. Pada
penderita yang status ekonominya menengah ke bawah dan sanitasi kesehatan yang
kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah punya riwayat kontak
dengan penderita tuberkulosis paru yang lain (dr. Hendrawan Nodesul, 1996).
G.
Pola fungsi kesehatan
1.
Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Adanya tindakan medis dan perawatan di rumah sakit
mempengaruhi perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi kadang juga memunculkan
persepsi yang salah terhadap pemeliharaan kesehatan. Kemungkinan adanya riwayat
kebiasaan merokok, minum alkohol dan penggunaan obat-obatan bisa menjadi faktor
predisposisi timbulnya penyakit.
Pada klien dengan TB paru biasanya tinggal didaerah
yang berdesak – desakan, kurang cahaya matahari, kurang ventilasi udara dan
tinggal dirumah yang sumpek.
2.
Pola nutrisi dan metabolik
Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita
perlu melakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status
nutrisi pasien, selain juga perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum
dan selama MRS pasien dengan effusi pleura akan mengalami penurunan nafsu makan
akibat dari sesak nafas dan penekanan pada struktur abdomen. Peningkatan
metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit. pasien dengan effusi pleura
keadaan umumnya lemah. Pada klien
dengan TB paru biasanya mengeluh anoreksia, nafsu makan menurun.
3.
Pola eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan
mengenai kebiasaan ilusi dan defekasi sebelumdan sesudah MRS. Karena keadaan
umum pasien yang lemah, pasien akan lebih banyak bed rest sehingga akan
menimbulkan konstipasi, selain akibat pencernaan pada struktur abdomen
menyebabkan penurunan peristaltik otot-otot tractus degestivus. Klien TB
paru tidak mengalami perubahan atau kesulitan dalam miksi maupun defekasi.
4.
Pola aktivitas dan latihan
Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang
terpenuhi dan Px akan cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal.
Disamping itu pasien juga akan mengurangi aktivitasnya akibat adanya nyeri
dada. Dan untuk memenuhi kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan pasien dibantu
oleh perawat dan keluarganya. Dengan
adanya batuk, sesak napas dan nyeri dada akan menganggu aktivitas.
5.
Pola tidur dan istirahat
Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu
tubuh akan berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istirahat, selain
itu akibat perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan rumah yang tenang ke
lingkungan rumah sakit, dimana banyak orang yang mondar-mandir, berisik dan
lain sebagainya. Dengan
adanya sesak napas dan nyeri dada pada penderita TB paru mengakibatkan
terganggunya kenyamanan tidur dan istirahat.
6.
Pola hubungan dan peran
Akibat dari sakitnya, secara langsung pasien akan
mengalami perubahan peran, misalkan pasien seorang ibu rumah tangga, pasien
tidak dapat menjalankan fungsinya sebagai seorang ibu yang harus mengasuh
anaknya, mengurus suaminya. Disamping itu, peran pasien di masyarakatpun juga
mengalami perubahan dan semua itu mempengaruhi hubungan interpersonal pasien. Klien dengan
TB paru akan mengalami perasaan asolasi karena penyakit menular.
7.
Pola sensori dan kognitif
Daya panca indera (penciuman, perabaan, rasa,
penglihatan, dan pendengaran) tidak ada gangguan.
8.
Pola persepsi dan konsep diri
Persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah. Pasien
yang tadinya sehat, tiba-tiba mengalami sakit, sesak nafas, nyeri dada. Sebagai
seorang awam, pasien mungkin akan beranggapan bahwa penyakitnya adalah penyakit
berbahaya dan mematikan. Dalam hal ini pasien mungkin akan kehilangan gambaran
positif terhadap dirinya. Karena nyeri dan sesak napas biasanya akan
meningkatkan emosi dan rasa kawatir klien tentang penyakitnya.
9.
Pola reproduksi dan seksual
Kebutuhan seksual pasien dalam hal ini hubungan seks
intercourse akan terganggu untuk sementara waktu karena pasien berada di rumah
sakit dan kondisi fisiknya masih lemah. Pada
penderita TB paru pada pola reproduksi dan seksual akan berubah karena
kelemahan dan nyeri dada.
10. Pola
penanggulangan stress
Bagi pasien yang belum mengetahui proses penyakitnya
akan mengalami stress dan mungkin pasien akan banyak bertanya pada perawat dan
dokter yang merawatnya atau orang yang mungkin dianggap lebih tahu mengenai
penyakitnya.
Dengan adanya proses pengobatan yang lama maka akan mengakibatkan stress pada penderita yang bisa mengkibatkan penolakan terhadap pengobatan.
Dengan adanya proses pengobatan yang lama maka akan mengakibatkan stress pada penderita yang bisa mengkibatkan penolakan terhadap pengobatan.
11. Pola tata
nilai dan kepercayaan
Sebagai seorang beragama pasien akan lebih mendekatkan
dirinya kepada Tuhan dan menganggap bahwa penyakitnya ini adalah suatu cobaan
dari Tuhan. Karena sesak napas, nyeri dada dan
batuk menyebabkan terganggunya aktifitas ibadah klien.
H.
Pemeriksaan fisik
1.
Status Kesehatan Umum
Tingkat
kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien secara umum,
ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa, sikap dan perilaku pasien
terhadap petugas, bagaimana mood pasien untuk mengetahui tingkat kecemasan dan
ketegangan pasien. Perlu juga dilakukan pengukuran tinggi badan berat badan
pasien.
3.2
Diagnosa
·
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan
kemampuan ekspansi paru, kerusakan membran alveolar kapiler
·
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan
dengan adanya akumulasi sekret jalan napas
·
Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan
penurunan pertahanan primer dan sekresi yang statis
3.3
Intervensi
1.
Dx 1 : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan
penurunan kemampuan ekspansi paru, kerusakan membran alveolar kapiler
Tujuan :tidak adanya
gangguan pertukaran gas
Kriteria
hasil :
Klien akan :
·
Melaporkan berkurangnya dyspnea
·
Memperluihatkan peningkatan ventilasi dan oksigenasi
yang adekuat
Intervensi
Rasionalisasi
·
Kaji adanya dyspnea, penuruna suara nafas, bunyi nafas
tambahan, peningkatan usaha untuk bernafas, ekspansi dada yang terbatas ,
kelelahan
Rasional : Tuberkulosis pulmonal dapat menyebabkan
efek yang luas, termasuk penimbunan cairan di pleura sehingga menghasilkan
gejala distress pernafasan.
·
Evaluasi perubahan kesadaran . Perhatikan adanya
cyanosis , dan perubahan warna kulit, membran mukosa dan clubbing finger.
·
Dorong/ajarkan bernapas melalui mulut saat ekshalasi
Rasional :
Menciptakan usaha untuk melawan outflow udara, mencegah kolaps karena jalan
napas yang sempit, membantu doistribusi udara dan menurunkan napas yang pendek
·
Tingkatkan bedrest / pengurangi aktifitas
Rasional :
Mengurangi konsumsi oksigen selama periode bernapas dan menurunkan gejala sesak
napas (Doengoes, Marilyn (1989))
2.
Dx 2 : Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan
dengan akumulasi sekret di jalan napas
Tujuan : Bersihnya
jalan napas
Kriteria
hasil :
·
Klien akan dapat mempertahankan jalan napas yang paten
·
Memperlihatkan perilaku mempertahankan bersihan
jalan napas
Intervensi
·
Kaji fungsi paru, adanya bunyi napoas tambahan,
perubahan irama dan kedalaman, penggunaan otot-otot aksesori
Rasional :
Penurunan bunyi napas mungkin menandakan atelektasis, ronchi, wheezing menunjukkan
adanya akumulasi sekret, dan ketidakmampuan untuk membersihkan jalan napas
menyebabkan penggunaan otot aksesori dan peningkatan usaha bernapas.
·
Atur posisi semi fowler
Rasional
:Memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya pernafasan. Ventilasi maksimal
dapat membuka area atelektasis, mempermudah pengaliran sekret keluar
·
Pertahankan intake cairan 2500 ml/hari
Rasional
:Intake cairan mengurangi penimbunan sekret, memudahkan pembersihan
·
Kolaborasi :Pemberian oksigen lembab
Rasional :
Mencegah mukosa membran kering, mengurangi secret (Doengoes,
Marilyn (1989)
3.
Dx 3 : . Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan
dengan penurunan pertahanan primer dan sekresi yang statis
Tujuan : penyebaran
infeksi teratasi
Kriteria
hasil :
Klien akan dapat :
·
Mendemonstrasikan teknik/gaya hidup yang berubah untuk
meningkatkan lingkungan yang aman terhadap penyebaran infeksi.
Intervensi :
·
Jelaskan tentang patologi penyakit secara sederhana
dan potensial penyebaran infeksi melalui droplet air borne
Rasional :
Membantu klien menyadari/menerima prosedur pengobatan dan perawatan untuk
mencegah penularan pada orang lain dan
mencegah komplikasi
·
Ajarkan klien untuk batuk dan mengeluarkan sputum
dengan menggunakan tissue. Ajarkan
membuang tissue yang sudah dipakai serta mencuci tangan dengan baik
Rasional :
Membiasakan perilaku yang penting untuk mencegah penularan infeksi
Rasional :
Reaksi febris merupakan indikator berlanjutnya infeksi
·
Observasi perkembangan klien setiap hari dan kultur
sputum selama terapi
Rasional :
Membantu memonitor efektif tidaknya pengonbatan dan respons klien
Rasional
:Inh merupakan pilihan obat untuk klien beresiko terhadap perkembangan TB dan
dikombinasikan dengan “primary drugs” lain jhususnya pada penyakit tahap
lanjut.(Doengoes, Marilyn (1989)
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Efusi pleura adalah suatu keadaan
dimana terdapat penumpukan cairan dalam pleura berupa transudat atau eksudat yang diakibatkan
karena terjadinya ketidakseimbangan antara produksi dan absorpsi di kapiler dan
pleura viseralis. Efusi pleura bukanlah suatu disease entity tapi
merupakan suatu gejala penyakit yang serius yang dapat
mengancam jiwa penderita.
Etiologi terhadap efusi pleura
adalah pembentukan cairan dalam rongga pleura dapat disebabkan oleh banyak
keadaan yang dapat berasal dari kelainan paru sendiri, misalnya infeksi baik
oleh bekteri atau virus.
Gejala klinis efusi pleura yaitu
nyeri pada pleuritik dan batuk kering dapat terjadi, cairan pleura yang
berhubungan dengan adanya nyeri dada biasanya eksudat. Gejala fisik tidak
dirasakan bila cairan kurang dari 200 – 300 ml. Tanda – tanda yang sesuai dengan
efusi pleura yang lebih besar adalah penurunan fremitus, redup pada perkusi dan
berkurangnya suara napas.
4.2
Saran
- Untuk
Instansi
- Untuk pencapaian kualitas keperawatan secara
optimal secara optimal sebaiknya proses keperawatan selalu dilaksanakan
secara berkesinambungan
- Untuk
Klien dan Keluarga
- Perawatan tidak kalah pentingnya dengan
pengobatan karena bagaimanapun teraturnya pengobatan tanpa perawatan yang
sempurna maka penyembuhan yang diharapkan tidak tercapai.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges,
Marilynn E., 1999, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3, EGC : Jakarta
Brunner
& Suddarth.2000.Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta:EGC
Somantri
Irman.2009.Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan.
Jakarta:Salemba Medika
No comments:
Post a Comment