EFUSI
PLEURA
Disusun
Oleh :
KELOMPOK
1
CUT
MERIANA
MIFTAHUL
JANNAH
AMIYANTI
IMRAN
AMIN
UNIVERSITAS
ABULYATAMA FAKULTAS KEDOKTERAN PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN
BANDA ACEH
2019
KATA
PENGANTAR
Puji syukur
kita ucapkan kepada Allah SWT, berkat rahmat dan karunia_Nya kami dapat
menyelesaikan tugas makalah ini. Kami mengucapkan
terima kasih kepada teman-teman dan keluarga yang membantu memberikan semangat
dan dorongan demi terwujudnya karya ini
Kami juga
mengucapkan terima kasih kepada semuanya yang telah membantu kami,
sehingga kami merasa lebih ringan dan lebih mudah menulis makalah ini. Atas
bimbingan yang telah berikan, kami juga mengucapkan terima kasih kepada
pihak-pihak yang juga membantu kami dalam penyelesaian makalah ini.
Kami
menyadari bahwa teknik penyusunan dan materi yang kami sajikan masih kurang
sempurna.Untuk itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang mendukung dengan
tujuan untuk menyempurnakan makalah ini.
Dan kami
berharap, semoga makalah ini dapat di manfaatkan sebaik mungkin, baik itu bagi
diri sendiri maupun yang membaca makalah ini.
Aceh Besar,
Oktober 2019
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...................................................................................................... 1
1.2 Tujuan.................................................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN
TEORITIS
2.1 Defenisi................................................................................................................. 3
2.2 Etiologi.................................................................................................................. 4
2.3 Manifestasi Klinis.................................................................................................. 4
2.4 Anatomi Fisiologi.................................................................................................. 5
2.5 Parasitologi............................................................................................................ 6
2.6 Klasifikasi.............................................................................................................. 7
2.7 Komplikasi............................................................................................................. 8
2.8 Pemeriksaan Penunjang ........................................................................................ 8
2.9 Penatalaksanaan................................................................................................... 10
BAB III ASUHAN
KEPERAWATAN SECARA TEORITIS
3.1 Pengkajian........................................................................................................... 11
3.2 Diagnosa.............................................................................................................. 15
3.3 Intervensi ............................................................................................................ 15
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan.......................................................................................................... 19
4.2 Saran.................................................................................................................... 19
DAFTAR
PUSTAKA................................................................................................... 20
BAB I
PENDAHULUAN
1.3
Latar Belakang
Efusi pleura merupakan penyakit sauran pernapasan. Penyakit ini bukan
merupakan suatu disease entity tetapi merupakan suatu gejala penyakit
yang serius yang dapat mengancam jiwa penderita (WHO).
Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak
diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi
tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara
normal, ruang pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml)
berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa
adanya friksi (Smeltzer C Suzanne, 2002).
Secara geografis penyakit ini tersdapat diseluruh dunia bahkan menjadi
masalah utama di negara – negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Hal
ini disebabkan karena faktor lingkungan di Indonesia. Penyakit efusi pleura
dapat ditemukan sepanjang tahun dan jarang dijumpai secara sporadis tetapi
lebih sering bersifat epidemikk di suatu daerah.
Pengetahuan yang dalamtentang efusi pleura dan segalanya merupakan pedoman
dalam pemberian asuhan keperawatan yang tepat. Disamping pemberian obat,
penerapan proses keperawatan yang tepat memegang peranan yang sangat penting
dalam proses penyembuhan dan pencegahan, guna mengurangi angka kesakitan dan
kematian akibat efusi pleura.
1.4
Tujuan
1.4.1
Tujuan Umum
Mahasiswa
mendapat gambaran dan pengalaman tentang penetapan proses asuhan keperawatan
secara komprehensif terhadap klien efusi pleura
1.4.2
Tujuan Khusus
Setelah
melakukan pembelajaran tentang asuhan keperawatan dengan efusi pleura. Maka mahasiswa/i
diharapkan mampu :
1.
Melakukan pengkajian keperawatan
pada klien dengan efusi pleura
2.
Merumuskan diagnosa keperawatan pada
klien dengan efusi pleura
3.
Merencanakan tindakan keperawatan
pada klien dengan efusi pleura
4.
Melaksanakan tindakan keperawatan
pada klien dengan efusi pleura
5.
Melaksanakan evaluasi keperawatan
pada klien dengan efusi pleura
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1
Defenisi
Efusi pleura adalah suatu keadaan ketika rongga pleura dipenuhi oleh cairan
( terjadi penumpukkan cairan dalam rongga pleura).Efusi dapat berupa cairan
jernih, yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat berupa darah atau
pus.
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dari
dalam kavum pleura diantara pleura parietalis dan pleura viseralis dapat berupa
cairan transudat atau cairan eksudat ( Pedoman Diagnosis danTerapi / UPF ilmu
penyakit paru, 1994, 111).
Efusi pleura adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleura, proses
penyakit primer jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat penyakit
lain. Efusi dapat berupa cairan jernih, yang mungkin merupakan transudat,
eksudat, atau dapat berupa darah atau pus (Baughman C Diane, 2000)
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak
diantara permukaan viseral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi
tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara
normal, ruang pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml)
berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleura bergerak tanpa
adanya friksi (Smeltzer C Suzanne, 2002).
Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan dalam
rongga pleura. (Price C Sylvia, 1995)
Pleura merupakan lapisan tipis yang mengandung kolagen dan jaringan elastis
yang melapisi rongga dada (pleura parietalis) dan menyelubungi paru (pleura
visceralis).
2.2
Etiologi
- Hambatan resorbsi cairan dari
rongga pleura, karena adanya bendungan seperti pada dekompensasi kordis,
penyakit ginjal, tumor mediatinum, sindroma meig (tumor ovarium) dan
sindroma vena kava superior.
- Pembentukan cairan yang
berlebihan, karena radang (tuberculosis, pneumonia, virus), bronkiektasis,
abses amuba subfrenik yang menembus ke rongga pleura, karena tumor dimana
masuk cairan berdarah dan karena trauma. Di Indonesia 80% karena
tuberculosis. Kelebihan cairan rongga pleura dapat terkumpul pada proses
penyakit neoplastik, tromboembolik, kardiovaskuler, dan infeksi. Ini
disebabkan oleh sedikitnya satu dari empat mekanisme dasar :
1.
Peningkatan tekanan kapiler
subpleural atau limfatik
2.
Penurunan tekanan osmotic koloid
darah
3.
Peningkatan tekanan negative
intrapleural
4.
Adanya inflamasi atau neoplastik
pleura
- Neoplasma, seperti neoplasma
bronkogenik dan metastatik.
- Kardiovaskuler, seperti gagal
jantung kongestif, embolus pulmonary dan perikarditis.
- Penyakit pada abdomen, seperti
pankreatitis, asites, abses dan sindrom Meigs.
- Infeksi yang disebabkan
bakteri, virus, jamur, mikobakterial dan parasit.
- Trauma
- Penyebab lain seperti lupus
eritematosus sistemik, rematoid arthritis, sindroms nefrotik dan uremia
2.3
Manifestasi Klinis
- Adanya timbunan cairan
mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan, setelah cairan cukup
banyak rasa sakit
- Adanya gejala-gejala penyakit
penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritis (pneumonia),
panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi), banyak keringat, batuk,
banyak sputum.
- Deviasi trachea menjauhi tempat
yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan cairan pleural yang
signifikan.
- Pemeriksaan fisik dalam keadaan
berbaring dan duduk akan berlainan, karena cairan akan berpindah tempat.
Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam pernapasan, fremitus melemah
(raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk
permukaan cairan membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu).
- Didapati segitiga Garland,
yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani dibagian atas garis Ellis
Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah pekak karena cairan
mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati
vesikuler melemah dengan ronki.
- Pada permulaan dan akhir
penyakit terdengar krepitasi pleura.
2.4
Anatomi Fisiologi
Pleura adalah suatu lapisan ganda jaringan tipis yang terdiri dari; sel-sel
mesotelial, jaringan ikat, pembuluh–pembuluh darah kapiler, dan
pembuluh–pembuluh getah bening. Seluruh jaringan tersebut
memisahkan paru–paru dari dinding dada dan mediastinum.Pleura terdiri dari 2
lapisan yang berbeda yakni pleura viseralis dan pleura parietalis. Kedua
lapisan pleura ini bersatu pada hilus paru. Dalam beberapa hal terdapat
perbedaan antara kedua pleura ini yakni:
- Pleura viseralis, bagian
permukaan luarnya terdiri dari selapis sel mesotelial yang tipis (tebalnya
tidak lebih dari 30 um). Diantara celah–celah sel ini
terdapat beberapa sel limfosit. Dibawah sel–sel mesotellial ini terdapat
endopleura yang berisi fibrosit dan histiosit. Seterusnya dibawah ini
(dinamakan lapisan tengah) terdapat jaringan kolagen dan serat–serat
elastik. Pada lapisan terbawah terdapat jaringan interstitial subpleura
yang sangat banyak mengandung pembuluh darah kapiler dari Arteri
pulmonalis dan Arteri brakialis serta pembuluh getah bening. Keseluruhan
jaringan pleura viseral ini menempel dengan kuat pada jaringan parenkim
paru.
- Pleura parietalis, disini
lapisan jaringan lebih tebal dan terdiri juga dari sel-sel mesotelial dan
jaringan ikat (jaringan kolagen dan serat–serat elastik).
Dalam jaringan ikat ini terdapat pembuluh kapiler dari arteri
interkostalis dan arteri mammaria interna, pembuluh getah bening dan
banyak reseptor saraf – saraf sensoris yang peka terhadap rasa sakit dan
perbedaan temperatur. Sistem persyarafan ini berasal dari nervus
interkostalis dinding dada dan alirannya sesuai dengan dermatom dada.
Keseluruhan jaringan pleura parietalis ini menempel dengan mudah, tapi
juga mudah dilepaskan dari dinding dada diatasnya.
2.5
Parasitologi
Patofisiologi terjadinya efusi pleura tergantung pada keseimbangan antara
cairan dan protein dalam rongga pleura.dalam keadaan normal cairan pleura
dibentuk secara lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler.Filtrasi
ini terjadi karena perbedaan tekanan osmotik plasma dan jaringan interstisial
submesotelial, kemudian melalui sel mesotelial masuk kedalam rongga
pleura.Selain itu cairan pleura dapat melalui pembuluh limfe sekitar pleura.
Pada umumnya, efusi karena penyakit pleura hampir mirip plasma (eksudat) ,
sedangkan yang timbul pada pleura normal merupakan ultrafiltrat plasma
(transudat). Efusi yang berhubungan dengan pleuritis disebabkan oleh
peningkatan permeabilitas pleura parietalis sekunder ( akibat samping) terhadap
peradangan atau adanya neoplasma.
Klien dengan pleura normal pun dapat terjadi efusi pleura ketika terjadi
payah jantung/gagal jantung kongestif.Saat jantung tidak dapat memompakkan
darahnya secara maksimal keseluruh tubuh maka akan terjadi peningkatan tekanan
hidrostatik pada kapiler yang selanjutnya timbul hipertensi kapiler sistemik
dan cairan yang berada didalam pembuluh darah pada area tersebut bocor dan
masuk kedalam pleura, ditambah dengan adanya penurunan reabsorbsi cairan tadi
oleh kelenjar limfe di pleura mengakibatkan pengumpulan cairan yang
abnormal/berlebihan.Hipoalbuminemia (misal pada klien nefrotik sindrom,
malabsorbsi atau keadaan lain dengan asites dan edema anasarka) akan
mengakibatkan terjadinya peningkatan pembentukkan cairan pleura dan reabsorbsi
yang berkurang.Hal tersebut dikarenakan adanya penurunan pada tekanan onkotik
intravaskular yang mengakibatkan cairan akan lebih mudah masuk kedalam rongga
pleura.
Luas efusi pleura yang mengancam volume paru, sebagian akan bergantung pada
kekakuan relatif paru dan dinding dada.Pada volume paru dalam batas pernapasan
normal, dinding dada cenderung rekoil keluar sementara paru-paru cenderung
untuk rekoil kedalam.
2.6
Klasifikasi
Klasifikasi efusi pleura berdasarkan cairan yang
terbentuk (Suzanue C Smeltezer dan Brenda G.
Bare, 2002).
1)
Transudat
Merupakan
filtrat plasma yang mengalir menembus dinding kapiler yang utuh, terjadi jika
faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan dan reabsorbsi cairan pleura
terganggu yaitu karena ketidakseimbangan tekanan hidrostaltik atau ankotik. Transudasi
menandakan kondisi seperti asites, perikarditis. Penyakit gagal jantung
kongestik atau gagal ginjal sehingga terjadi penumpukan cairan.
2)
Eksudat
Ekstravasasi
cairan ke dalam jaringan atau kavitas. Sebagai akibat inflamasi oleh produk
bakteri atau humor yang mengenai pleura contohnya TBC, trauma dada, infeksi
virus. Efusi pleura mungkin merupakan komplikasi gagal jantung kongestif. TBC,
pneumonia, infeksi paru, sindroma nefrotik, karsinoma bronkogenik, serosis
hepatis, embolisme paru, infeksi parasitik.
2.7
Komplikasi
- Fibrotoraks
Efusi pleura yang berupa eksudat yang tidak ditangani
dengan drainase yang baik akan terjadi perlekatan fibrosa antara pleura
parietalis dan pleura viseralis. Keadaan ini disebut dengan fibrotoraks. Jika
fibrotoraks meluas dapat menimbulkan hambatan mekanis yang berat pada
jaringan-jaringan yang berada dibawahnya. Pembedahan pengupasan(dekortikasi)
perlu dilakukan untuk memisahkan membrane-membran pleura tersebut.
2.
Atalektasis
Atalektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna
yang disebabkan oleh penekanan akibat efusi pleura.
3.
Fibrosis paru
Fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana
terdapat jaringan ikat paru dalam jumlah yang berlebihan. Fibrosis timbul
akibat cara perbaikan jaringan sebagai kelanjutan suatu proses penyakit paru
yang menimbulkan peradangan. Pada efusi pleura, atalektasis yang berkepanjangan
dapat menyebabkan penggantian jaringan paru yang terserang dengan jaringan
fibrosis.
4.
Kolaps Paru
Pada efusi pleura, atalektasis tekanan yang diakibatkan oleh tekanan
ektrinsik pada sebagian / semua bagian paru akan mendorong udara keluar dan
mengakibatkan kolaps paru.
2.8
Pemeriksaan Penunjang
1.
Sinar Tembus Dada
Yang dapat terlihat dalam foto efusi pleura adalah
terdorongnya mediastinum pada sisi yang berlawanan dengan cairan. Akan tetapi,
bila terdapat atelektasis pada sisi yang bersamaan dengan cairan, mediastinum
akan tetap pada tempatnya.
2.
Torakosintesi
Aspirasi cairan pleura berguna sebagai sarana untuk
diagnostik maupun terapeutik. Torakosentesis sebaiknya dilakukan pada posisi
duduk. Lokasi aspirasi adalah pada bagian bawah paru disela iga ke-9 garis
aksila posterior dengan memakai jarum abbocath nomor 14 atau 16.
Pengeluaran cairan sebaiknya tidak lebih dari 1000-1.500 cc pada setiap kali
aspirasi. Jika aspirasi dilakukan sekaligus dalam jumlah banyak, maka akan
menimbulkan syok pleural ( hipotensi ) atau edema paru. Edema paru terjadi
karena paru-paru terlalu cepat mengembang.
3.
Biopsi Pleura
Pemeriksaan histologis satu atau beberapa contoh
jaringan pleura dapat menunjukkan 50-75% diagnosis kasus pleuritis tuberkulosis
dan tumor pleura. Bila hasil biopsi pertama tidak memuaskan dapat dilakukan
biopsi ulangan. Komplikasi biopsi adalah pneumotorak, hemotorak, penyebaran
infeksi atau tumor pada dinding dada.
Pendekatan pada Efusi yang tidak terdiagnosis
Pemeriksaan penunjang lainnya:
ü Bronkoskopi:
pada kasus-kasus neoplasma, korpus alienum, abses paru.
ü Scanning isotop:
pada kasus-kasus dengan emboli paru.
ü Totakoskopi
( fiber-optik pleuroscopy ) : pada kasus dengan neoplasma atau TBC.
Perbedaan Cairan Transudat
Dan Eksudat
No
|
|
Transudat
|
Eksudat
|
1
|
Warna
|
Kuning pucat, jernih
|
Jernih,keruh,purulen,hemoragik
|
2
|
Bekuan
|
-
|
-/+
|
3
|
Berat jenis
|
< 1018
|
>1018
|
4
|
Leukosit
|
<1000Ul
|
Bervariasi,>1000uL
|
5
|
Eritrosit
|
Sedikit
|
Biasanya banyak
|
6
|
Hitung jenis
|
MN(limfosit/mesotel)
|
Terutama polimorfonuklear (PMN)
|
7
|
Protein total
|
<50% serum
|
>50% serum
|
8
|
LDH
|
<60% serum
|
>60% serum
|
9
|
Glukosa
|
= plasma
|
=/<plasma
|
10
|
Fibrinogen
|
0,3- 4 %
|
4-6 % atau lebih
|
11
|
Amilase
|
-
|
>50% serum
|
12
|
Bakteri
|
-
|
-/+
|
2.9
Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan adalah untuk menemukan penyebab yang mendasari untuk
mencegah kembali penumpukan cairan, dan untuk menghilangkan rasa tidak nyaman
serta dispnea. Pengobatan spesifik diarahkan pada penyebab yang mendasari.
- Torasentesis dilakukan untuk
membuang cairan, mengumpulkan spesimen untuk analisis, dan menghilangkan
dispnea.
- Selang dada dan drainase water-seal
mungkin diperlukan untuk pneumotoraks ( kadang merupakan akibat
torasentesis berulang )
- Obat dimasukkan kedalam ruang
pleural untuk mengobliterasi ruang pleura dan mencegah penumpukan cairan
lebih lanjut.
- Modalitas pengobatan lainnya :
radiasi dinding dada, operasi pleuraktomi, dan terapi diuretik.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN SECARA TEORITIS
3.4
Pengkajian
A.
Identitas klien
Nama, umur,
kuman TBC menyerang semua umur, jenis kelamin, tempat tinggal (alamat),
pekerjaan, pendidikan dan status ekonomi menengah kebawah dan satitasi
kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah punya
riwayat kontak dengan penderita TB patu yang lain. (dr. Hendrawan Nodesul,
1996. Hal 1).
B.
Keluhan Utama
Keluhan
utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari pertolongan atau
berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan effusi pleura didapatkan
keluhan berupa sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat
iritasi pleura yang bersifat tajam dan terlokasilir terutama pada saat batuk
dan bernafas serta batuk non produktif.
C.
Riwayat penyakit sekarang
Meliputi
keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit yang di rasakan saat ini.
Dengan adanya sesak napas, batuk, nyeri dada, keringat malam, nafsu makan
menurun dan suhu badan meningkat mendorong penderita untuk mencari pengobatan.
Pasien
dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya tanda-tanda seperti
batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan menurun
dan sebagainya. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul. Apa
tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan
keluhan-keluhannya tersebut.
D.
Riwayat penyakit dahulu
Keadaan atau
penyakit – penyakit yang pernah diderita oleh penderita yang mungkin sehubungan
dengan tuberkulosis paru antara lain ISPA efusi pleura serta tuberkulosis paru
yang kembali aktif.
E.
Riwayat penyakit keluarga
Mencari
diantara anggota keluarga pada tuberkulosis paru yang menderita penyakit
tersebut sehingga sehingga diteruskan penularannya.
F.
Riwayat psikososial
Meliputi
perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya serta
bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya. Pada
penderita yang status ekonominya menengah ke bawah dan sanitasi kesehatan yang
kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah punya riwayat kontak
dengan penderita tuberkulosis paru yang lain (dr. Hendrawan Nodesul, 1996).
G.
Pola fungsi kesehatan
1.
Pola persepsi dan tata laksana hidup
sehat
Adanya
tindakan medis dan perawatan di rumah sakit mempengaruhi perubahan persepsi
tentang kesehatan, tapi kadang juga memunculkan persepsi yang salah terhadap
pemeliharaan kesehatan. Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan merokok, minum
alkohol dan penggunaan obat-obatan bisa menjadi faktor predisposisi timbulnya
penyakit.
Pada klien
dengan TB paru biasanya tinggal didaerah yang berdesak – desakan, kurang cahaya
matahari, kurang ventilasi udara dan tinggal dirumah yang sumpek.
2.
Pola nutrisi dan metabolik
Dalam
pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu melakukan pengukuran tinggi
badan dan berat badan untuk mengetahui status nutrisi pasien, selain juga perlu
ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama MRS pasien dengan
effusi pleura akan mengalami penurunan nafsu makan akibat dari sesak nafas dan
penekanan pada struktur abdomen. Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat
proses penyakit. pasien dengan effusi pleura keadaan umumnya lemah. Pada klien
dengan TB paru biasanya mengeluh anoreksia, nafsu makan menurun.
3.
Pola eliminasi
Dalam
pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan ilusi dan
defekasi sebelumdan sesudah MRS. Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien
akan lebih banyak bed rest sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain akibat
pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan penurunan peristaltik otot-otot
tractus degestivus. Klien TB paru tidak mengalami perubahan atau kesulitan
dalam miksi maupun defekasi.
4.
Pola aktivitas dan latihan
Akibat sesak
nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi dan Px akan cepat mengalami
kelelahan pada aktivitas minimal. Disamping itu pasien juga akan mengurangi
aktivitasnya akibat adanya nyeri dada. Dan untuk memenuhi kebutuhan ADL nya
sebagian kebutuhan pasien dibantu oleh perawat dan keluarganya. Dengan adanya
batuk, sesak napas dan nyeri dada akan menganggu aktivitas.
5.
Pola tidur dan istirahat
Adanya nyeri
dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh akan berpengaruh terhadap
pemenuhan kebutuhan tidur dan istirahat, selain itu akibat perubahan kondisi
lingkungan dari lingkungan rumah yang tenang ke lingkungan rumah sakit, dimana
banyak orang yang mondar-mandir, berisik dan lain sebagainya. Dengan adanya
sesak napas dan nyeri dada pada penderita TB paru mengakibatkan terganggunya
kenyamanan tidur dan istirahat.
6.
Pola hubungan dan peran
Akibat dari
sakitnya, secara langsung pasien akan mengalami perubahan peran, misalkan
pasien seorang ibu rumah tangga, pasien tidak dapat menjalankan fungsinya
sebagai seorang ibu yang harus mengasuh anaknya, mengurus suaminya. Disamping
itu, peran pasien di masyarakatpun juga mengalami perubahan dan semua itu
mempengaruhi hubungan interpersonal pasien. Klien dengan TB paru akan mengalami
perasaan asolasi karena penyakit menular.
7.
Pola sensori dan kognitif
Daya panca
indera (penciuman, perabaan, rasa, penglihatan, dan pendengaran) tidak ada
gangguan.
8.
Pola persepsi dan konsep diri
Persepsi
pasien terhadap dirinya akan berubah. Pasien yang tadinya sehat, tiba-tiba
mengalami sakit, sesak nafas, nyeri dada. Sebagai seorang awam, pasien mungkin
akan beranggapan bahwa penyakitnya adalah penyakit berbahaya dan mematikan.
Dalam hal ini pasien mungkin akan kehilangan gambaran positif terhadap dirinya.
Karena nyeri dan sesak napas biasanya akan meningkatkan emosi dan rasa kawatir
klien tentang penyakitnya.
9.
Pola reproduksi dan seksual
Kebutuhan
seksual pasien dalam hal ini hubungan seks intercourse akan terganggu untuk
sementara waktu karena pasien berada di rumah sakit dan kondisi fisiknya masih
lemah. Pada penderita TB paru pada pola reproduksi dan seksual akan berubah
karena kelemahan dan nyeri dada.
10. Pola
penanggulangan stress
Bagi pasien
yang belum mengetahui proses penyakitnya akan mengalami stress dan mungkin
pasien akan banyak bertanya pada perawat dan dokter yang merawatnya atau orang
yang mungkin dianggap lebih tahu mengenai penyakitnya.
Dengan adanya proses pengobatan yang lama maka akan mengakibatkan stress pada penderita yang bisa mengkibatkan penolakan terhadap pengobatan.
Dengan adanya proses pengobatan yang lama maka akan mengakibatkan stress pada penderita yang bisa mengkibatkan penolakan terhadap pengobatan.
11. Pola tata
nilai dan kepercayaan
Sebagai
seorang beragama pasien akan lebih mendekatkan dirinya kepada Tuhan dan
menganggap bahwa penyakitnya ini adalah suatu cobaan dari Tuhan. Karena sesak
napas, nyeri dada dan batuk menyebabkan terganggunya aktifitas ibadah klien.
H.
Pemeriksaan fisik
1.
Status Kesehatan Umum
Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana
penampilan pasien secara umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa,
sikap dan perilaku pasien terhadap petugas, bagaimana mood pasien untuk
mengetahui tingkat kecemasan dan ketegangan pasien. Perlu juga dilakukan
pengukuran tinggi badan berat badan pasien.
3.5
Diagnosa
·
Gangguan pertukaran gas berhubungan
dengan penurunan kemampuan ekspansi paru, kerusakan membran alveolar kapiler
·
Bersihan jalan nafas tidak efektif
berhubungan dengan adanya akumulasi sekret jalan napas
·
Resiko tinggi penyebaran infeksi
berhubungan dengan penurunan pertahanan primer dan sekresi yang statis
3.6
Intervensi
1.
Dx 1 : Gangguan pertukaran gas
berhubungan dengan penurunan kemampuan ekspansi paru, kerusakan membran
alveolar kapiler
Tujuan :tidak adanya
gangguan pertukaran gas
Kriteria hasil :
Klien akan :
·
Melaporkan berkurangnya dyspnea
·
Memperluihatkan peningkatan
ventilasi dan oksigenasi yang adekuat
Intervensi Rasionalisasi
·
Kaji adanya dyspnea, penuruna suara
nafas, bunyi nafas tambahan, peningkatan usaha untuk bernafas, ekspansi dada
yang terbatas , kelelahan
Rasional : Tuberkulosis pulmonal
dapat menyebabkan efek yang luas, termasuk penimbunan cairan di pleura sehingga
menghasilkan gejala distress pernafasan.
·
Evaluasi perubahan kesadaran .
Perhatikan adanya cyanosis , dan perubahan warna kulit, membran mukosa dan clubbing finger.
·
Dorong/ajarkan bernapas melalui
mulut saat ekshalasi
Rasional : Menciptakan usaha untuk melawan outflow
udara, mencegah kolaps karena jalan napas yang sempit, membantu doistribusi
udara dan menurunkan napas yang pendek
·
Tingkatkan bedrest / pengurangi
aktifitas
Rasional : Mengurangi konsumsi oksigen selama periode
bernapas dan menurunkan gejala sesak napas (Doengoes, Marilyn (1989))
2.
Dx 2 : Bersihan jalan napas tidak
efektif berhubungan dengan akumulasi sekret di jalan napas
Tujuan : Bersihnya jalan napas
Kriteria hasil :
·
Klien akan dapat mempertahankan
jalan napas yang paten
·
Memperlihatkan perilaku
mempertahankan bersihan jalan napas
Intervensi
·
Kaji fungsi paru, adanya bunyi
napoas tambahan, perubahan irama dan kedalaman, penggunaan otot-otot aksesori
Rasional : Penurunan bunyi napas mungkin menandakan
atelektasis, ronchi, wheezing menunjukkan
adanya akumulasi sekret, dan ketidakmampuan untuk membersihkan jalan napas
menyebabkan penggunaan otot aksesori dan peningkatan usaha bernapas.
·
Atur posisi semi fowler
Rasional :Memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan
upaya pernafasan. Ventilasi maksimal dapat membuka area atelektasis,
mempermudah pengaliran sekret keluar
·
Pertahankan intake cairan 2500
ml/hari
Rasional :Intake cairan mengurangi penimbunan sekret,
memudahkan pembersihan
·
Kolaborasi :Pemberian oksigen lembab
Rasional : Mencegah mukosa membran kering, mengurangi
secret (Doengoes, Marilyn (1989)
3.
Dx 3 : . Resiko tinggi penyebaran
infeksi berhubungan dengan penurunan pertahanan primer dan sekresi yang statis
Tujuan : penyebaran infeksi teratasi
Kriteria hasil :
Klien akan dapat :
·
Mendemonstrasikan teknik/gaya hidup
yang berubah untuk meningkatkan lingkungan yang aman terhadap penyebaran
infeksi.
Intervensi :
·
Jelaskan tentang patologi penyakit
secara sederhana dan potensial penyebaran infeksi melalui droplet air borne
Rasional : Membantu klien menyadari/menerima prosedur
pengobatan dan perawatan untuk mencegah penularan pada orang lain dan
mencegah komplikasi
·
Ajarkan klien untuk batuk dan
mengeluarkan sputum dengan menggunakan tissue. Ajarkan
membuang tissue yang sudah dipakai serta mencuci tangan dengan baik
Rasional : Membiasakan perilaku yang penting untuk
mencegah penularan infeksi
Rasional : Reaksi febris merupakan indikator
berlanjutnya infeksi
·
Observasi perkembangan klien setiap
hari dan kultur sputum selama terapi
Rasional : Membantu memonitor efektif tidaknya
pengonbatan dan respons klien
Rasional :Inh merupakan pilihan obat untuk klien
beresiko terhadap perkembangan TB dan dikombinasikan dengan “primary drugs”
lain jhususnya pada penyakit tahap lanjut.(Doengoes, Marilyn (1989)
BAB IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dalam
pleura berupa transudat atau eksudat yang diakibatkan
karena terjadinya ketidakseimbangan antara produksi dan absorpsi di kapiler dan
pleura viseralis. Efusi pleura bukanlah suatu disease entity tapi
merupakan suatu gejala penyakit yang serius yang dapat
mengancam jiwa penderita.
Etiologi terhadap efusi pleura adalah pembentukan cairan dalam rongga
pleura dapat disebabkan oleh banyak keadaan yang dapat berasal dari kelainan
paru sendiri, misalnya infeksi baik oleh bekteri atau virus.
Gejala klinis efusi pleura yaitu nyeri pada pleuritik dan batuk kering
dapat terjadi, cairan pleura yang berhubungan dengan adanya nyeri dada biasanya
eksudat. Gejala fisik tidak dirasakan bila cairan kurang dari 200 – 300 ml.
Tanda – tanda yang sesuai dengan efusi pleura yang lebih besar adalah penurunan
fremitus, redup pada perkusi dan berkurangnya suara napas.
4.2
Saran
- Untuk Instansi
- Untuk
pencapaian kualitas keperawatan secara optimal secara optimal sebaiknya
proses keperawatan selalu dilaksanakan secara berkesinambungan
- Untuk Klien dan Keluarga
- Perawatan
tidak kalah pentingnya dengan pengobatan karena bagaimanapun teraturnya
pengobatan tanpa perawatan yang sempurna maka penyembuhan yang diharapkan
tidak tercapai.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E., 1999, Rencana Asuhan
Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien,
Edisi 3, EGC : Jakarta
Brunner & Suddarth.2000.Keperawatan Medikal
Bedah.Jakarta:EGC
Somantri Irman.2009.Asuhan Keperawatan pada Klien
dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta:Salemba Medika
No comments:
Post a Comment