Wednesday, 22 December 2021

ASKEP PALIATIF CARE PADA PASIEN HIV

 

KATA PENGANTAR

 

Puji syukur kami panjatkan kepada tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah dengan judul Askep Paliatif Care Pada Pasien Dengan HIV Terima kasih kami ucapkan kepada para pengajar atas bimbingan dan pendidikan yang diberikan sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik.

Makalah ini merupakan hasil diskusi kelompok kami, Pembahasan di dalamnya kami dapatkan dari kuliah browsing internet, diskusi anggota dll. Kami sadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat kami harapkan demi kesempurnaanya.

Demikian yang dapat kami smpaikan, semoga makalh ini dapat bermanfaat khusunya bagi kami yang sedang menempuh pendidikan dan dapat dijadikan pelajaran bagi teman-teman dan kami khususnya.

 


 

DAFTAR ISI

Halaman

 

KATA PENGANTAR....................................................................................... i

DAFTAR ISI....................................................................................................... ii

 BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 1

A. Latar Belakang........................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah....................................................................................... 2

C. Tujuan Makalah.......................................................................................... 2

 

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................... 3

A. Konsep HIV/AIDS.................................................................................... 3

1. Pengertian HIV/AIDS........................................................................... 3

2. Etiologi HIV/AIDS............................................................................... 4

3. Manifestasi klinis HIV/AIDS................................................................ 4

4. Pencegahan HIV/AIDS......................................................................... 6

B. Konsep Perawatan Paliatif........................................................................ 6

1. Definisi perawatan paliatif.................................................................... 6

2. Prinsip perawatan paliatif...................................................................... 8

3. Karakteristik perawatan paliatif............................................................ 8

4. Manfaat perawatan paliatif.................................................................... 9

C. Perawatan Paliatif Pada Pasien HIV/AIDS.............................................. 9

D. Asuhan Keperawatan Paliatif Pada Pasien HIV....................................... 12

E. Kemungkinan Diagnosa Yang Muncul...................................................... 13

F. Implementasi.............................................................................................. 18

G. Evaluasi..................................................................................................... 18

 

BAB III PENUTUP............................................................................................ 19

A.  Kesimpulan............................................................................................... 19

B. Saran.......................................................................................................... 19

 

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 20

 


 


BAB I

PENDAHULUAN

 

A.    Latar Belakang

Dewasa ini Indonesia sedang mengalami masalah kesehatan yang sangat kompleks sehingga menjadi beban ganda dalam pembiayaan pembangunan bidang kesehatan, bahkan menimbulkan kerugian negara. Defisit BPJS Kesehatan pada tahun 2018, misalnya, mencapai Rp 19,4 triliun Pola penyakit yang diderita masyarakat Indonesia sebagian besar adalah penyakit infeksi menular sebagai contoh adalah infeksi saluran pernafasan akut (ISPA), demam berdarah, TBC dan lain- lain. Namun saat ini, diwaktu yang bersamaan Indonesia mengalami peningkatan penyakit yang tidak menular seperti stroke, Diabetes Melitus (DM), jantung maupun kanker. Melihat kondisi ini tentunya Indonesia mengahadapi beban ganda pada waktu yang bersamaan (double burdens).

HIV (Human Immunodeficiency Virus) dan Aids (Acquired Immune Deficiency Syndrome) saat ini menjadi masalah darurat global, meskipun kita sadari bersama bahwa upaya baik itu promotif ataupun preventif yang dilakukan pemerintah sudah demikian besar. Namun demikian jumlah kasus HIV/Aids dari tahun ke tahun diseluruh bagian dunia terus meningkat, sehingga tidak ada negara yang tidak terkena dampak penyakit ini. Hal ini tentu menjadikan penyakit HIV/Aids menjadi pandemi yang mengkhawatirkan masyarakat dunia. Hal ini disebabkan, disamping belum ditemukan obat ataupun vaksin untuk upaya pencegahan, penyakit ini juga memiliki “window periode” dan fase asimptomatik (tanpa gejala) yang relatif panjang dalam perjalanan penyakitnya. Berdasarkan hasil penelitian tentang kecenderungan Survival Penderita HIV yang memulai ART dengan jumlah CD4 rendah mengalami Aids dalam rentan 7,5 bulan Hal tersebut diatas menyebabkan pola perkembangan penyakit HIV/Aids bagaikan fenomena gunung es (iceberg phenomena). Ummu Muntamah, S.Kp., M.Kes 2020.

 

 

B.  Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah:

1.    Apa defenisi penyakit HIV?

2.    Apa penyebab HIV?

3.    Apa manifestasi klinis HIV?

4.    Bagaimana cara pencegahan HIV?

5.    Apa defenisi perawatan paliatif?

6.    Apa manfaat perawatan paliatif?

7.    Bagaimana cara perawatan paliatif pada pasien HIV?

 

 

C.  Tujuan

1.   Tujuan Umum

Setelah mengikuti mata kuliah Paliatif Care dan mendapatkan penjelasan tentang penyakit HIV dan AIDS mahasiswa mampu memahami perawatan paliatif pada pasien HIV dan Aids

 

2.   Tujaun Khusus

1.    Untuk mengetahaui apa defenisi penyakit HIV

2.    Untuk mengetahaui apa penyebab HIV

3.    Untuk mengetahaui apa manifestasi klinis HIV

4.    Untuk mengetahaui bagaimana cara pencegahan HIV

5.    Untuk mengetahaui apa defenisi perawatan paliatif

6.    Untuk mengetahaui apa manfaat perawatan paliatif

7.    Untuk mengetahaui bagaimana cara perawatan paliatif pada pasien HIV


BAB II

PEMBAHASAN 

A.       Konsep HIV/AIDS        

1.     Pengertian HIV/AIDS

Penyakit HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah suatu kondisi klinis oleh infeksi virus HIV (Human Immunodeficiency Virus). Pada kebanyakan kasus infeksi HIV menyebabkan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS). Penyakit AIDS merupakan masalah kesehatan masyarakat terbesar di dunia dewasa ini. Penyakit ini terdapat hampir di semua negara di dunia tanpa kecuali termasuk Indonesia (Irianto, 2014).

HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus yaitu virus yang melemahkan system kekebalan tubuh. AIDS adalah singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrom yang berarti kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya kekebalan tubuh yang bersifat diperoleh (bukan bawaan) ( Kusmiran, 2011).

HIV merupakan singkatan dari Human Immunodeficiency Virus,sebuha virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia, sedangkan Aids singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome, dimana virus ini akan muncul setelah virus HIV menyerang sistem kekebalan tubuh seseorang selama kurang lebih 5-10 tahun. Sistem kekebalan tubuh menjadi lemah, sehingga satu atau lebih dari penyakit dapat timbul. Karena lemahnya sistem kekebalan tubuh tadi,beberapa penyakit bisa menjadi lebih berat dari biasanya. (Ummu Muntamah, S.Kp.,M.Kes 2020).

Perawatan untuk mencegah, memperbaiki, mengurangi gejala-gejala suatu penyakit, namun bukan berupaya penyembuhan. Suatu perawatan yang bertujuan mencapai kwalitas hidup optimal bagi ODHA dan keluarganya, dengan meminimalkan penderitaan dengan perawatan klinis, psikologis, spiritual, dan sosial sepanjang seluruh perjalanan penyakit HIV. (Ummu Muntamah, S.Kp.,M.Kes 2020).

Suatu pendekatan untuk memperbaiki kualitas hidup pasien dan keluarganya dalam menghadapi penyakit yang mengancam jiwa, melalui pencegahan, penilaian, pengobatan nyeri dan masalah-masalah fisik lain, juga masalah psikologis dan spiritual lainnya . (WHO Palliative care 2016).

 

2.      Etiologi HIV/AIDS

Huda (2013) menjelaskan bahwa penyebab kelainan pada AIDS adalah suatu agen viral yang disebut HIV (Human Immunodeficiency Virus) dari kelompok virus yang dikenal retrovirus yang disebut Lympadenopathy Associated Virus (LAV) atau Human T-Cell Leukemia Virus (HTL-III yang juga disebut Human T-Cell Lymphotropic Virus (retrovirus). Ditularkan melalui:

Hubungan seksual (anal, oral, vaginal) yang tidak terlindungi (tanpa kondom) dengan orang yang telah terinfeksi HIV.

a.       Jarum suntik/tindik/tato yang tidak steril dan dipakai bergantian.

b.      Mendapatkan transfusi darah yang mengandung virus HIV.

c.       Ibu penderita HIV positif kepada bayinya ketika dalam kandungan, saat melahirkan atau melalui air susu ibu (ASI).

 

3.       Manifestasi klinis HIV/AIDS

Menurut Ummu Muntamah (2020) seseorang yang terinfeksi virus HIV, proses perjalanan penyakitnya dibagi beberapa tahap, yaitu:

a.        Transmisivirus

Proses ini terjadi 2-6 minggu setelah seseorang terinfeksi virus HIV.

b.        Infeksi HIV primer (sindromretroviralakut)

Sebagian besar pasien yang terinfeksi HIV akan menunjukkan gejala infeksi seperti contohnya demam, nyeri otot, nyeri sendi dan rasa lemah. Selain itu akan muncul kelainan mukokutan yaitu ruam kulit, dan ulkus di mulut. Kemudian pembengkakan kelenjar limfa, gejala neurologi (nyeri kepala, nyeri belakang kepala, fotophobia, dan depresi maupun gangguan saluran cerna (anoreksia, nausea, diare, jamur dimulut). Gejala ini akan muncul 2-6 minggu dan akan membaik dengan atau tanpa pengobatan.

c.    Serokonversi

Pada tahap ini sering disebut tahap pertama gejala HIV, dimana gejala akan muncul beberapa minggu setelah tubuh terinfeksi dengan menunjukkan gejala seperti flu, sakit tenggorokan, diare, demam, muncul peradangan berwarna merah disertai benjolan kecil disekitarnya, berat badan turun, dan badan terasa lelah. Gejala ini akan berhenti dan infeksi HIV tidak menunjukan gejala apapun selama beberapa tahun.

d.   Infeksikronikasimptomatik

Pada fase ini, seseorang yang terinfeksi HIV tidak menunjukkan gejala selama rata-rata 8 tahun. Penderita akan tampak sehat, dapat melakukan aktiftas normal, tetapi dapat menularkan penyakit HIV kepada orang lain

e.    Infeksikroniksimptomatik

Di fase ini, akan muncul gejala-gejala pendahuluan seperti demam, pembesaran kelenjar limfa yang kemudian diikuti infeksi oportunistik. Dengan adanya infeksi oportunistik maka perjalanan penyakit telah memasuki stadium Aids.Fase simptomatik berlangsung rata-rata 1,3 tahun yang berakhir dengan kematian.

f.    Aids (indikator sesuai dengan CDC 1993 atau jumlah CD4 kurang dari 200/mm3)

g.   Infeksi HIV lanjut ditandai dengan jumlah CD4 kurang dari 50/mm3.

Tanda dan gejala klinis HIV/AIDS adalah:

1.      Fase Klinik 1

Tanpa gejala, limfadenopati (gangguan kelenjar/ pembuluh limfe) menetap dan menyeluruh.

2.      Fase Klinik 2

Penurunan BB (<10%) tanpa sebab. Infeksi saluran pernafasan atas (sinusitis, tonsillitis, otitis media, pharyngitis) berulang. Herpes zoster, infeksi sudut bibir, ulkus mulut berulang, popular pruritic eruptions, seborrhoic dermatitis, infeksi jamur pada kuku.

3.      Fase Klinik 3

Penurunan BB (>10%) tanpa sebab diare kronik tanpa sebab sampai >1 bulan. Demam menetap (intermiten atau tetap>1 bulan). Kandidiasis oral menetap. TB pulmonal (baru), plak putih pada mulut, infeksi bakteri berat misalnya:

h.    Pneumonia, empyema (nanah dirongga tubuh terutama pleura, abses pada otot skelet, infeksi sendi atau tulang), meningitis, bakteremia, gangguan inflamasi berat pada pengkajian asuhan keperawatan pada klien kemudian menganalisis kesenjangan dengan teori proses asuhan keperawatan mulai pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksanaan keperawatan dan evaluasi keperawatan.

 

4.       Pencegahan HIV/AIDS

Pencegahan HIV/AIDS bisa dilakukan dengan cara: mengusahakan berhubungan seks dengan satu orang saja, lakukan hubungan seks yang lebih aman: dimana kuman-kuman dalam air mani laki-laki jangan sampai masuk ke vagina, anus, atau mulut; hindari menusuk atau memotong kulit dengan jarum atau alat apapun yang tidak disuci; hindari transfusi darah kecuali dalam kondisi darurat; jangan memakai silet/pisau cukur atau sikat gigi bersama orang lain; jangan menyentuh darah/luka orang lain tanpa alat pelindung (Burns, 2019).

 

B.        Konsep Perawatan Paliatif

1.       Definisi perawatan paliatian

Perawatan paliatif merupakan perawatan total yang dilakukan secara aktif terutama pada pasien yang menderita penyakit yang membatasi hidup, dan keluarga pasien, yang dilakukan oleh tim secara interdisplin, dimana penyakit pasien tersebut sudah tidak dapat lagi berespon terhadap pengobatan atau pasien yang mendapatkan intervensi untuk memperpanjang masa hidup.

Istilah perawatan hospis sering digunakan sebagai sinonim untuk perawat paliatif namun dibeberapa negara perawatan hospis merujuk pada perawatan paliatif berbasis komuniti. Secara filosifi perawatan paliatif dan perawatan hospis memiliki makna yang sama. Akan tetapi semua perawat hospis adalah perawtan paliatif namun tidak semua perawat paliatif adalah perawatan hospis. Perawatan paliatif disediakan untuk semua pasien yang menderita penyakit kronis dengan kondisi penyakit yang membatasi masa hidup atau mengancam jiwa maupun kondisi pasien yang mendapatkan intervensi untuk memperpanjang masa hidup. Sedangkan perawatan hospis di perlukan kepada pasien dengan kondisi masa harapan hidup yang diperkirakan kurang dari 6 bulan.

Sebagai mana perawat paliatif perawat hospis difasilitasi oleh tenaga professional yang berkerja secara tim yang dikenal dengan istilah tim interprofessional atau tim interdisplin. Pasien akan mendapatkan pelayana perawatan paliatif dirumah sendiri atau dirumah perawatan maupun difasilitasi kesehatan seperti rumah sakit di amerika sarikat beberapa rumah sakit telah melakukan kerja sama dan kesepahaman terhadap kolaborasi pasien rumah sakit yang membutuhkan pelayanan hospis disaat kondisi pasie membutuhkan penanganan intervensi secara agresif, atau disaat pasien dinyatakan dalam kondisi sekarat, atau ketika keluarga ingin beristirahat sejenak dari rutinitas mengurus anggota keluarganya.

Selain itu, supportive care juga sering digunakan sebagai kata alternative untuk menggantikan kata perawatan paliatif. Istilah tersebut awal digunakan untuk menjelaskan kondisi penanganan pasien dengan efek samping yang berat akibat proses terapi, teruatama proses penyakit kanker. Dimana efek samping yang dapat ditimbulkan akibat proses terapi penyakit kanker tersebut dapat berupa anemia, trombositopenia, dan neutropenic sspticaemnia. Namun saat ini, istilah supportive care digunakan lebih luas lagi termaksud untuk rehabilitasi dan dukungan psikososial. Jadi supportive care memiliki makna yang serupa dengan perawatan fpaliatif di dalam arti yang lebih luas dan umum. WHO paliatif Care (2020).

 

2.        Prinsip perawatan paliatif

a.         Menghilangkan nyeri & gejala-gejala yang menyiksa lain.

b.         Menghargai kehidupan & menghormati kematian sebagai suatu proses normal.

c.         Tidak bermaksud mempercepat atau menunda kematian.

d.        Perawatan yang mengintegrasikan aspek psikologis dan spiritual, sosial, budaya dari pasien dan keluarganya, termasuk dukungan saat berkabung.

e.         Memberi sistim dukungan untuk mengusahakan pasien sedapat mungkin tetap aktif sampai kematiannya.

f.          Memberi sistim dukungan untuk menolong keluarga pasien melalui masa sakit pasien, dan sewaktu masa perkabungan. (Ummu Muntamah, 2020).

 

3.        Karakteristik perawatan paliatif

a.         Menggunakan pendekatan tim untuk mengetahui kebutuhan pasien dan keluarganya, termasuk konseling kedukaan bila diperlukan.

b.         Meningkatkan kwalitas hidup, dan juga secara positif mempengaruhi perjalanan penyakit.

c.         Merupakan komponen esensial dari perawatan konprehensif kontinyu ODHA.

d.         Perawaatan aktif, total bagi pasien yang menderita penyakit yang tidak dapat disembuhkan.

e.          Pendekatan holistik: fisik, mental, spiritual, sosial.

f.          Pendekatan multi-disipliner: medis, non-medis, keluarga. (Ummu Muntamah, 2020).

 

 

 

4.        Manfaat perawatan paliatif

a.         Meningkatkan kualitas hidup ODHA dan keluarganya mengurangi penderitaan pasien.

b.         Mengurangi frekwensi kunjungan ke rumah sakit.

c.         Meningkatkan kepatuhan pengobatan. (HIV/AIDS palliative care guideance. US Dept. of State 2016).

 

C.       Perawatan Paliatif Pada Pasien HIV/AIDS

Perwatan paliatif dapat mendukung kenyamanan fisik, psikososial, dan spiritual bagi anak dan keluarga karena tujuan utamanya adalah memberikan kenyamanan secara langsung sehingga perawatan pada anak dengan HIV AIDS dapat lebih komprehensif dengan manajemen terapi yang diberikan secara farmakologis dan non-farmakologis (Conserve et al., 2015; Nakawesi et al., 2014).Dengan demikian pemberian terapi ARV sebagai upaya curative dipadukan dengan palliative dapat memberikan pelayanan yang paripurna dalam perawatan pada anak HIV/AIDS.

Tingginya angka tranmisi infeksi vertical dari ibu ke anak menimbulkan permasalah dalam perawatan pada anak karena pada keluarga dengan HIV/AIDS, keluarga memilki permasalahan yang sama baik emosional, sosial, spiritual dan budaya dalam masyarakat, sementara dalam asuhan pada anak peran keluarga sangat penting karena kesehatan anak baik fisik, emosi, kognitif dan sosial anak sangat dipengaruhi oleh bagaimana fungsi keluarga (Hokenbbery & Wilson, 2013). Melalui asuhan berpusat kepada keluarga, seorang perawat akan memberikan kepercayaan kepada orang tua sebagai orang yang paling ahli dalam perawatan anak. Seringkali pemberi layanan paliatif menemani anggota keluarga untuk konsul ke dokter karena mereka merasa terisolasi dari pasangan atau anggota keluarga lain yang tidak mengetahui status kesehatan mereka. Pemberi layanan paliatiaf dapat terus menerus melakukan pertemuan yang mengedukasi keluarga (Nakawesi et al.,2014). Family Health International (FHI) mempromosikan model palliative care dengan pendekatan yang komprehensif bersifat holistik meliputi perawatan klinis, dukungan psikososial, dukungan sosial ekonomi, dan dukungan hak asasi dan hukum (Family Health International, 2009).

Perawatan pasien dengan HIV tergolong rumit seperti pengobatan gejala saat virus terkontrol atau membantu dengan perencanaan perawatan lebih lanjut pada masa akhir kehidupan, tim perawatan paliatif berperan penting dalam mendukung pasien dan dokter melalui proses ini. Hal ini menjadi alasan perawatan paliatif dianjurkan sebagai terapi pendamping bagi pasien HIV. Menyadari efek potensial dari integrasi perawatan paliatif ke dalam perawatan rutin, World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa “perawatan paliatif sebaiknya tergabung dalam setiap stadium penyakit HIV”. Hal serupa tertera dalam pedoman UNAIDS yang menyatakan bahwa seluruh individu yang hidup dengan HIV sebaiknya diberi perawatan paliatif yang efektif selama pengobatannya. Program yang ada yang menggabungkan perawatan paliatif ke dalam perawatan HIV beragam, menawarkan berbagai layanan, termasuk perawatan paliatif berbasis rumah sakit dan rawat inap (Souza, P.N., 2016).

Bukti-bukti penelitian mengindikasikan integrasi perawatan paliatif pada pasien HIV/AIDS menghasilkan:

1.         Pengalaman dan distresing terhadap gejala fisik lebih sedikit.

2.         Lebih patuh terhadap terapi antiretroviral.

3.         Memiliki fungsi kekebalan yang lebih baik dan mengurangi mortalitas

4.         Mau bertahan dalam perawatan.

5.         Sedikit mengalami masalah psikologis.

6.         Kualitas umum menjadi lebih baik.

Komponen-komponen perawatan paliatif pada pasien HIV/AIDS adalah:

1.         Penilaian kebutuhan fisik, emosional, sosial dan spiritual pasien maupun keluarga, meliputi: skrining nyeri dan gejala fisik lain (termasuk efek samping obat antiretroviral) dan skrining kesehatan mental serta kebutuhan dukungan sosial.

2.         Mengobati gejala berdasarkan temuan medis.

3.         Memberikan kebutuhan kesehatan mental dan dukungan sosial berdasarkan kapasitas pelayanan.

4.         Mendiskusikan dengan pasien dan keluarga mengenai kebutuhan dalam keahlian perawatan diri dan jangka panjang.

5.         Melakukan follow-up dan membantu membuat rujukan apabila dibutuhkan.

Tenaga profesional yang terlibat dalam perawatan paliatif harus membangun komunikasi yang efektif dengan keluarga selama perawatan sebagai bentuk dukungan psikososial dan spiritual. Komunikasi efektif dalam memberikan informasi tentang keseriusan penyakit, mengakui keahlian keluarga terkait kondisi dan kebutuhan anak, memperhatikan budaya, etnik, agama dan ras mempengaruhi pemahaman keluarga tentang penyakit kronis pada anak. Selanjutnya, memberikan informasi yang jelas tentang diagnosis, prognosis, pilihanpenanganan, dan resiko/manfaat dan normalisasi dimana rutinitas anak dengan penyakit kronis disesuaikan dengan rutinitas keluarga dapat meningkatkan kualitas hidup anak (Hosckenberry & Wilson, 2013; Naicker et al., 2016).

Perawatan paliatif pada anak memelukan pendekatan interprofessinal collaborative practice. Pratik interdisiplin terlibat dalam pelayanan seperti pasien dan keluarga, dokter, perawat, psikolog, pekerja sosial dan rohaniawan (untuk pasien berduka). Beberapa kondisi saat ini yang sering terjadi adalah beberapa kasus anak dengan kondisi yang tidak dapat disembuhkan meninggal di rumah sakit, seringkali di fasilitas perawatan intensif di mana komponen perawatan paliatif sudah ditawarkan saat diagnosis dan berlanjut sepanjang perjalanan penyakit. Mengintegrasikan perawatan paliatif dengan pelayanan home care dapat menjadi model dalam pelayanan paliatif pada anak dengan HIV/AIDS. Memanfaatkan sumber daya yang tersedia dalam keluarga dibantu oleh tenaga kesehatan professional dapat memperluas cakupan pelayanan kesehatan pada anak (Chambell, 2011; International Children’sPalliative Care Network, 2013; Naicker et al., 2016).


 

D. Asuhan Keperawatan Paliatif Pada Pasien HIV

1.  Pengkajian

a.   Identitas Klien

 Meliputi: Nama, umur, jeniskelamin, pekerjaan, pendidikan, alamat,      penanggung jawab, tanggalpengkajian, dan diagnose medis.

b.  Keluhan Utama / Alasan Masuk RumahSakit

Mudahlelah, tidak nafsu makan, demam, diare, infermitten, nyeri panggul, rasa terbakar saat miksi, nyeri saat menelan, penurunan BB, infeksi jamur di mulut, pusing, sakit kepala, kelemahan otot, perubahan ketajaman penglihatan,kesemutan pada extremitas,batuk produkti / non.

c.  Riwayat Kesehatan

1.      Riwayat kesehatan sekarang

Meliputi keluhan yang dirasakan biasanya klien mengeluhkan diare, demam berkepanjangan, dan batuk berkepanjangan.

2.      Riwayat kesehatan dahulu

Riwayat menjalani tranfusi darah, penyakit herpersimplek, diare yanghilang timbul,penurunan daya tahan tubuh, kerusakan immunitas, hormonal (antibody), riwayat kerusakan responimunseluler (Limfosit T), batuk yang berdahak yang sudah lama tidak sembuh.

3.      Riwayat Keluarga

Human Immuno DeficiencyVirus Dapat ditular kan melalui bungan seksual dengan penderita HIVpositif,kontak langsung dengan darah penderita melalui ASI.

d.  Pemeriksaan Fisik

1  Aktifitas Istirahat

Mudah lemah, toleransi terhadapa ektifitas berkurang, progresi, kelelahan / malaise, perubahan pola tidur.

2  Gejalasu byektif

Demamkronik,demam atau tanpa mengigil,keringat malam hari berulang kali, lemah, lelah, anoreksia, BB menurun, nyeri, sulit tidur.

 

e.  Psikososial

Kehialangan pekerjaan dan pengasilan, perubahan pola hidup, ungakapan perasaan takut, cemas, meringis.

1        SentalMarah atau pasrah, depresi, ide bunuh diri, apati, with drawl, hilangin terest pada lingkungan sekitar, gangguan proses piker, hilang memori,gangguan atensi dan konsentrasi,halusinasi dan delusi

2        NeurologisGangguan reflex pupil, nystagmus, vertigo, ketidak seimbangan, kaku kuduk, kejang, paraflegia.

3        MuskuloskletalFocal motor deficit, lemah, tidak mampu melakukan ADL.

4        KardiovaskulerTakikardi, sianosis, hipotensi, edemperifer, dizziness.

5         PernafasanNafas pendek yang progesif, batuk (sedang-parah), batuk produktif/non produktif, bendungan atau sesak pada dada.

6        InteguzmentKering, gatal, rash danlesi, turgor jelek, petekiepositif.

 

E.  Kemungkinan Diagnosa Yang Muncul

1.    Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh  penurunan nafsu makan.

2.    Nyeriakut b.d agen injuri fisik.

3.    Intoleransi aktivitas b.d penurunan nafsu makan.

4.    Perubahan eliminasi BAB.

5.    Kelelahan b/d status penyakit, anemia, malnutrisi

6.    Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan faktor: penurunan responimun, kerusakan kulit. (Nanda, NIC, NOC).

 

 

 

 

 

 

 

No

Diagnosa keperawatan

Rencana keperawatan

Tujuan atau kriteriahasil

Intervensi

1.

Ketidakseimbangan nutrisi kurangdari kebutuhan tubuh b.d penurunan nafsu makan

 

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam Adanya peningkatan berat, badan sesuai dengan tujuan, Berat badan ideal sesuai Dengan tinggi badan, Tidak adanya tanda-tanda malnutrisi, Menunjukan peningkatan Fungsi menelan, Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi

1.     Kaji adanya alergi makanan

 

2.     Monitor adanya penurunan berat badan

 

3.     Monitor adanya mual, muntah dan diare

 

4.     kolaborasi dengan dokter untuk pemasangan NGT

 

5.     Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori

 

6.     Monitor kadar albumin, Hb dan Ht

 

7.     Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien. 

8.     Berikan substansi gula

 

9.    Berikan makanan yang sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi.

2.

Nyeri akut b.d ageninjuri fisik

 

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam pasien dapat mengontrol nyerinya, skala nyeri berkurang dari skala 6 menjadi skala 3, klien mengatakan nyeri

Sudah berkurang

1.    Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi,

     frekuensi, kualitas

     dan faktor presipitasi

 

2.      Control lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri, seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan.

 

3.      Ajarkan tentang tehnik nonfarmakologi.

 

4.      berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.

5.      Ajarkan teknik relaksa

 

3.

 

Intoleransi aktivitas b.d penurunan nafsu makan

 

 

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x 24 Klien meningkat dalam

Aktivitas fisik,Mengerti tujuan dan peningkatan mobilitas,Memverbalisasikan

Perasaan dalam

Meningkatkan kekuatandan

Kemampuan berpindah

,Memperagakan penggunaan

alat Bantu untuk mobilisasi

 

 

1.         Monitoring vital sign sebelum/sesudah latihan dan lihat respon pasien saat latihan

2.         Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana Ambulasi sesuai dengan kebutuhan

3.         Bantu klien untuk Menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah terhadap cedera

4.         Ajarkan pasien atau Tenaga kesehatan lain Tentang teknik ambulasi

5.         Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi

6.         Latih pasien dalam Pemenuhan kebutuhan

7.         ADLs secara mandiri Sesuai kemampuan

8.         Dampingi dan Bantu Pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan

9.         ADLs pasien. Berikan alat bantu jika klien memerlukan.

10.     Ajarkan pasien Bagaimaname rubah posisi dan berikan bantuan jikad iperlukan

4.

Perubaha neliminasi BAB

 

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x 24 feses berbentuk, BAB sehari

sekali- tiga hari, Menjaga daerah sekitar rectal dari iritasi, Tidak mengalami diare, Menjelaskan penyebab diare dan rasional tendakan, Mempertahankan turgor kulit

1.Evaluasi efek samping pengobatan terhadap gastrointestinal

 

2.Ajarkan pasien untuk

Menggunakan obatan diare

 

3.Instruksikan

pasien/keluarga

untuk mencatat warna,

jumlah, frekuenai dan

konsistensi dari feses

 

4.Evaluasi intake makanan yang masuk

 

5.Identifikasi factor

Penyebab dari diare

 

6.Monitor tanda dangejala diare

 

7.Observasi turgor kulit

Secara rutin

 

8.Ukur diare/keluaran BAB

 

9.Hubungi dokter jika ada kenanikan bisingusus

 

9.instruksikan pasien

Untuk makan rendah serat, tinggi protein dan tinggi kalori jika memungkinkan

 

10. Instruksikan untuk

Menghindari laksative

 

11. Ajarkan tehnik

menurunkan stress

Monitor persiapan makanan

yang aman

5.

Kelelahan b/d status penyakit, anemia, malnutrisi

 

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x 24 pasien mampu Memverbalisasikan

Peningkatan energi dan merasa lebih baik, Menjelaskan penggunaan energi untuk mengatasi kelelah

1.Observasi adanyaPembatasan klien dalam melakukan aktivitas

2.Dorong anal untuk Mengungkapkan perasaan terhadap keterbatasan

3.Kaji adanya factor yang menyebabkan kelelahan

4.Monitor nutrisi dan Sumber energi tangadekuat

5.Monitor pasien akan Adanya kelelahan fisik dan emosi secara berlebihan

6. Monitor respon

Kardivaskuler terhadap

aktivitas

7.Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien

6.

Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan faktor: Penurunan responimun , kerusakan  kulit.

 

 

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x 24 temperature dan SDP

Kembali kebatas normal, keringat malam berkurang dan tidak ada batuk, meningkatnya masukan makanan, tercapai

1.Berikan obat antibiotik dan evaluasi keefektifannya

 

2.jamin pemasukan cairan paling sedikit 2-3 liter sehari.

 

3.Pelihara kenyamanan suhu kamar. Jaga kebersihan dan keringnya kulit.

 

F.   Implementasi

         Implementasi merupakam tahap keempat dari proses keperawatan dimana rencana keperawatan dilaksanakan: melakasanakan intervensi / aaktivitas yang telah dilakukan, pada tahap ini perawat siapapun untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas yang telah dicatat dalam rencana perawtan klien. Agar implementasi perencanaan dapat tepat waktu dan efektif terhadap biaya, pertama-tama haris mengidentifikasi priotas perawtan klien, kemudian bila perawatan telah dilaksanakan memantau dan mencatat respons pasien terhadap setiap intervensi dan   mengekomunikasikan informasi ini kepada penyedia perawatan kesehatan lainnya. Kemudia, dengan menggunakan data, dapat mengevualuasi dan merevisi rencana perawatan dalam tahap proses keperawatan berikutnya.

G.    Evaluasi

Tahap evaluasi menentukan kemajuan pasien terha dap pencapaian hasilyang diinginkan danrespon spasien terhadap dan keefektifan intervensi Keperawatan kemudian mengganti rencana perawatan jika diperlukan. Tahap akhir dari proses dari keperawatan mengevaluasi kemampuan pasien kearah pencapaian hasil (Irianto, 2014).

 

 

 

 

 

 

 

 


 

BAB III

PENUTUP

 

A.   Kesimpulan

Penyakit HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah suatu kondisi klinis oleh infeksi virus HIV (Human Immunodeficiency Virus). Pada kebanyakan kasus infeksi HIV menyebabkan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS). Penyakit AIDS merupakan masalah kesehatan masyarakat terbesar di dunia dewasa ini. Penyakit ini terdapat hampir di semua negara di dunia tanpa kecuali termasuk Indonesia (Irianto, 2014).

Perawatan paliatif merupakan perawatan total yandilakukan secara aktif terutama pada pasien yang menderita penyakit yang membatasi hidup, dam keluarga pasoen, yang dilakukan oleh tim secara interdisplin, dimana penyakit pasien tersebut sudah tidak dapat lahi berespon terhadap pengobatan atau pasien yang mendapatkan intervensi untuk memperpanjang masa hidup.

 

B.      Saran

Agar pembaca dapat mengenali pengertian HIV dan paliatief care dan agar pembaca dapat menerapkan asuhan keperawatan pada klien HIV/ AIDS.

 


 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Becker   R.   Fundamental   Aspects   of   Palliative   Care NursingAn Evidence-Based Handbook for StudenNurses. 2nd edUK; 2015

dr. Allert Noya. Diagnosis HIV [Internet]. 2016. Available fromhttps://www.alomedika.com/penyakit/penyakit- infeksi/hiv/diagnosis

Kemenkes RIInfo Datin-HIV-AIDS-2018.pdf. 2018p12.

Souza,  P.N.    et  al Palliativ Care  fo Patient witHIV/AIDS Admitted tIntensive Care Units. 3rd ed. Rev Bras Intensiva; 2016.

YodangS.Kep.Ns.   MPC.   Konsep   Perawatan   PaliatifJakarta: Trans Info Media; 2018

 

 

 

 

 

No comments:

Post a Comment