DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................... i
DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 1
1.1
Latar
Belakang...................................................................................... 1
1.2
Rumusan
Masalah................................................................................. 1
1.3
Tujuan................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................... 3
2.1
Pengertian
korupsi secara teoritis.......................................................... 3
2.2
Tindak
pidana korupsi dalamterpektif normatif................................... 3
2.3
Faktor
pendorong terjadinya korupsi.................................................... 3
2.4
Solusi
pemecahan masalah.................................................................... 4
BAB III PENUTUP............................................................................................... 7
3.1
Kesimpulan........................................................................................... 7
3.2
Saran..................................................................................................... 7
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 8
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kemajuan suatu negara sangat
ditentukan oleh kemampuan dan keberhasilannya dalam melaksanakan pembangunan.
Pembangunan sebagaisuatu proses perubahan yang direncanakan mencakup semua
aspek kehidupan masyarakat. Efektifitas dan keberhasilan pembangunan terutama
ditentukan oleh dua faktor, yaitu sumber daya manusia, yakni (orangorang yang
terlibatsejak dari perencanaan samapai pada pelaksanaan) dan pembiayaan.
Diantaradua faktor tersebut yang paling dominan adalah faktor
manusianya.Indonesia merupakan salah satu negara terkaya di Asia dilihat dari
keanekaragaman kekayaan sumber daya alamnya. Tetapi ironisnya, negaratercinta
ini dibandingkan dengan negara lain di kawasan Asia bukanlah merupakan sebuah
negara yang kaya malahan termasuk negara yang miskin.Mengapa demikian? Salah
satu penyebabnya adalah rendahnya kualitas sumber daya manusianya. Kualitas
tersebut bukan hanya dari segi pengetahuan atau intelektualnya tetapi juga
menyangkut kualitas moral dan kepribadiannya. Rapuhnya moral dan rendahnya
tingkat kejujuran dari aparat penyelenggara negara menyebabkan terjadinya
korupsi.Korupsi di Indonesia dewasa ini sudah merupakan patologi social
(penyakit social) yang sangat berbahaya yang mengancam semua aspek kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Korupsi telah mengakibatkan kerugian
materiil keuangan negara yang sangat besar. Namun yang lebih memprihatinkan
lagi adalah terjadinya perampasan dan pengurasankeuangan negara yang dilakukan
secara kolektif oleh kalangan anggotalegislatif dengan dalih studi banding,
THR, uang pesangon dan lainsebagainya di luar batas kewajaran. Bentuk
perampasan dan pengurasan keuangan negara demikian terjadi hampir di seluruh
wilayah tanah air. Hal itumerupakan cerminan rendahnya moralitas dan rasa malu,
sehingga yang menonjol adalah sikap kerakusan dan aji mumpung. Persoalannya
adalah dapatkah korupsi diberantas? Tidak ada jawaban lain kalau kita ingin
maju, adalah korupsi harus diberantas. Jika kita tidak berhasil memberantas
korupsi,atau paling tidak mengurangi sampai pada titik nadir yang paling
rendahmaka jangan harap Negara ini akan mampu mengejar ketertinggalannya
dibandingkan negara lain untuk menjadi sebuah negara yang maju. Karenakorupsi
membawa dampak negatif yang cukup luas dan dapat membawa negara ke jurang
kehancuran.
1.2 Rumusan masalah
1.apa yang dimaksud dengan korupsi?
2.apa penyebab terjadinya korupsi?
3.sebutkan macam-macam korupsi?
4.apa dampak adanya korupsi?
5.bagaimana langkah-langkah yang harus
dilakukan untuk memberantas korupsi?
1.3 Tujuan
1.
Untuk mengetahui
pengertian korupsi.
2.
Untuk mengetahui
penyebab atau latar belakang terjadinya korupsi.
3.
Untuk mengetahui
macam-macam dari korupsi.
4.
Untuk mengetahui
dampak adanya korupsi.
5.
Untuk mengetahui
langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk memberantas korupsi
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Pengertian Korupsi secara Teoritis
Kata
Korupsi berasal dari bahasa latin, Corruptio-Corrumpere
yang artinya busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik atau menyogok. Menurut
Dr. Kartini Kartono, korupsi adalah tingkah laku individu yang menggunakan
wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan, dan merugikan kepentingan umum.
Korupsi menurut Huntington(1968) adalah perilaku pejabat publik yang menyimpang
dari norma-norma yang diterima oleh masyarakat, dan perilaku menyimpang ini
ditujukan dalam rangka memenuhi kepentingan pribadi. Maka dapat disimpulkan
korupsi merupakan perbuatan curang yang merugikan Negara dan masyarakat luas
dengan berbagai macam modus.
Banyak para
ahli yang mencoba merumuskan korupsi, yang jka dilihat dari struktrur bahasa
dan cara penyampaiannya yang berbeda, tetapi pada hakekatnya mempunyai makna
yang sama. Kartono (1983) memberi batasan korupsi sebagi tingkah laku individu
yang menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan pribadi,
merugikan kepentingan umum dan negara. Jadi korupsi merupakan gejala salah
pakai dan salah urus dari kekuasaan, demi keuntungan pribadi, salah urus
terhadap sumber-sumber kekayaan negara dengan menggunakan wewenang dan
kekuatankekuatan formal (misalnya denagan alasan hukum dan kekuatan senjata)
untuk memperkaya diri sendiri.
Korupsi
terjadi disebabkan adanya penyalahgunaan wewenang dan jabatan yang dimiliki
oleh pejabat atau pegawai demi kepentingan pribadi dengan mengatasnamakan
pribadi atau keluarga, sanak saudara dan teman. Wertheim (dalam Lubis, 1970)
menyatakan bahwa seorang pejabat dikatakan melakukan tindakan korupsi bila ia
menerima hadiah dari seseorang yang bertujuan mempengaruhinya agar ia mengambil
keputusan yang menguntungkan kepentingan si pemberi hadiah. Kadang-kadang orang
yang menawarkan hadiahdalam bentuk balas jasa juga termasuk dalam korupsi.
Selanjutnya, Wertheim menambahkan bahwa balas jasa dari pihak ketiga yang
diterima atau diminta oleh seorang pejabat untuk diteruskan kepada keluarganya
atau partainya/ kelompoknya atau orang-orang yang mempunyai hubungan pribadi
dengannya, juga dapat dianggap sebagai korupsi. Dalam keadaan yang demikian,
jelas bahwa ciri yang paling menonjol di dalam korupsi adalah tingkah laku
pejabat yang melanggar azas pemisahan antara kepentingan pribadi dengan
kepentingan masyarakat, pemisaham keuangan pribadi dengan masyarakat.
2.2. Tindak Pidana Korupsi Dalam Perspektif Normatif
Memperhatikan
Undang-undang nomor 31 tahun 1999 Undang-undang Nomor 20 tahun 2001,maka tindak
Pidana Korupsi itu dapat dilihat dari dua segi yaitu korupsi Aktif dan Korupsi
Pasif, Adapun yang dimaksud dengan Korupsi Aktif adalah sebagai berikut :
-
Secara melawan hukum memperkaya diri sendiri
atau orang lain atau Korporasi yangdapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian Negara (Pasal 2 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999)
-
Dengan tujuan
menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau Korporasi yangmenyalahgunakan
kewenangan,kesempatan atau dapat merugikan keuangan Negara,atau perekonomian
Negara (Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999)
-
Memberi hadiah
Kepada Pegawai Negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenangyang melekat pada
jabatan atau kedudukannya,atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat
pada jabatan atau kedudukan tersebut (Pasal 4 Undang-undang Nomor 31 Tahun
1999)
-
Percobaan
pembantuan,atau pemufakatan jahat untuk melakukan Tindak pidana Korupsi (Pasal
15 Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
-
Memberi atau
menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau Penyelenggara Negaradengan
maksud supaya berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang
bertentangan dengan kewajibannya (Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor
20 tahun 2001)
-
Memberi sesuatu
kepada pegawai negeri atau Penyelenggara negara karena atauberhubung dengan
sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya dilakukan atau tidak dilakukan
dalam jabatannya (Pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 20 Tagun 2001)
-
Memberi atau
menjanjikan sesuatu kepada Hakim dengan maksud untuk mempengaruhiputusan
perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili (Pasal 6 ayat (1) huruf a
Undangundang Nomor 20 Tahun 2001)
-
Pemborong,ahli
bangunan yang pada waktu membuat bangunan atau penjual bahan bangunan yang pada
waktu menyerahkan bahan bangunan,melakukan perbuatan curang yang dapat
membahayakan keamanan orang atau barang atau keselamatan negara dalam keadaan
perang (Pasal (1) huruf a Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
-
Setiap orang
yang bertugas mengawasi pembangunan atau penyerahan bahanbangunan,sengaja
membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf a (Pasal 7 ayat
(1) huruf b Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
-
Setiap orang
yang pada waktu menyerahkan barang keperluan Tentara nasional Indonesiaatau
Kepolisian negara Reublik Indonesia melakukan perbuatan curang yang dapat
membahayakan keselamatan negara dalam keadaan perang (Pasal 7 ayat (1) huruf c
Undangundang Nomor 20 tahun 2001)
-
Setiap orang
yang bertugas mengawasi penyerahan barang keperluan Tentara nasionalindpnesia
atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan sengaja mebiarkan perbuatan
curang sebagaimana dimaksud dalam huruf c (pasal 7 ayat (1) huruf d
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001)
-
Pegawai negeri
atau selain pegawai negeri yyang di tugaskan menjalankan suatu jabatan umum
secara terus-menerus atau untuk sementara waktu,dengan sengaja menggelapkan
uang atau mebiarkan uang atau surat berharga tersebut diambil atau digelapkan
oleh orang lain atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut (Pasal 8
Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
-
Pegawai negeri
atau selain Pegawai Negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatanumum
secara terus menerus atau sementara waktu,dengan sengaja memalsu buku-buku atau
daftar-daftar khusus pemeriksaan administrasi (Pasal 9 Undang-undang Nomor 20
Tahun 2001)
-
Pegawai negeri
atau orang selain Pegawai Negeri yang diberi tugas menjalankan suatujabatan
umum secara terus-menerus atau untuk sementara waktu dengan sengaja
menggelapkan menghancurkan,merusakkan,atau mebuat tidak dapat dipakai
barang,akta,surat atau daftar yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan
di muka pejabat yang berwenang yang dikuasai karena jabatannya atau membiarkan
orang lain menghilangkan,menghancurkan,merusakkan,attau membuat tidak dapat
dipakai barang, akta, surat atau daftar tersebut (Pasal 10 Undang-undang Nomor
20 tahun 2001)
-
Pegawai negeri
atau Penyelenggara Negara yang :
Dengan maksud menguntungkan
diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum atau dengan menyalahgunakan
kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu atau menerima pembayaran
dengan potongan atau mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri (pasal 12 undang-undang
Nomor 20 tahun 2001) Pada waktu
menjalankan tugas meminta,menerima atau memotong pembayaran kepada pegawai
Negeri atau Penyelenggara negara yang lain atau kas umum tersebut mempunyai
hutang kepadanya.padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan mrupakan hutang
(huruf f) Pada waktu menjalankan tugas meminta atau menerima pekerjaan atau
penyerahan barang seplah-olah merupakan hutang pada dirinya,padahal diketahui
bahwa hal tersebut bukan merupakan hutang (huruf g) Pada waktu menjalankan
tugas telah menggunakan tanah negara yang di atasnya terdapat hak
pakai,seolah-olah sesuai dengan peraturan perundang-undangan,telah merugikan
orang yang berhak,apadahal diketahuinya bahwa perbuatan tersebut bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan atau baik langsung maupun tidak langsung
dengan sengaja turut serta dalam pemborongan,pengadaan,atau persewaan yang pada
saat dilakukan perbuatan,untuk seluruhnya atau sebagian ditugaskan untuk
mengurus atau mengawasinya (huruf i)
-
Memberi hadiah
kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenangyang melekat pada
jabatan atau kedudukannya,atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat
pada jabatan atau kedudukan itu (Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999).
Sedangkan Korupsi Pasif
adalah sebagai berikut :
-
Pegawai negeri
atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji karenaberbuat atau
tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya
(pasal 5 ayat (2) Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
-
Hakim atau
advokat yang menerima pemberian atau janji untuk mempengaruhi putusanperkara
yang diserahkan kepadanya untuk diadili atau untuk mepengaruhi nasihat atau
pendapat yang diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada
pengadilan untuk diadili (Pasal 6 ayat (2) Undang-undang nomor 20 Tahun 2001)
-
Orang yang
menerima penyerahan bahan atau keparluan tentara nasional indonesia,atau
kepolisisan negara republik indonesia yang mebiarkan perbuatan curang
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau c Undang-undang nomor 20 tahun
2001 (Pasal 7 ayat (2) Undang-undang nomor 20 tahun 2001.
-
Pegawai negeri
atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahaldiketahui atau
patut diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan
utnuk mengerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya
yang bertentangan dengan kewajibannya,atau sebaga akibat atau disebabkan karena
telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan
dengan kewajibannya (pasal 12 huruf a dan huruf b Undang-undang nomor 20 tahun
2001)
-
Hakim yang
enerima hadiah atau janji,padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiahatau
janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan
kepadanya untuk diadili (pasal 12 huruf c Undang-undang nomor 20 tahun 2001)
-
Advokat yang
menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga,bahwahadiah atau
janji itu diberikan untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat uang diberikan
berhubungan dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili
(pasal 12 huruf d Undang-undang nomor 20 tahun 2001)
-
Setiap pegawai
negeri atau penyelenggara negara yang menerima gratifikasi yangdiberikan
berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya
(pasal 12 Undang-undang nomor 20 tahun
2001).
2.3. Faktor Pendorong Terjadinya Korupsi
Konsentrasi kekuasan di
pengambil keputusan yang tidak bertanggung jawab langsung kepada rakyat,
seperti yang sering terlihat di rezim-rezim yang bukan demokratik.
· Gaji yang masih rendah, kurang
sempurnanya peraturan perundang-undangan, administrasi yang lamban dan
sebagainya.
· Sikap mental para pegawai yang ingin
cepat kaya dengan cara yang haram, tidak ada kesadaran bernegara, tidak ada
pengetahuan pada bidang pekerjaan yang dilakukan oleh pejabat pemerintah.
· Kurangnya transparansi di pengambilan
keputusan pemerintah.
· Kampanye-kampanye politik yang mahal,
dengan pengeluaran lebih besar dari pendanaan politik yang normal.
· Proyek yang melibatkan uang rakyat dalam
jumlah besar.
· Lingkungan tertutup yang mementingkan
diri sendiri dan jaringan “teman lama”.
· Lemahnya ketertiban hukum.
· Lemahnya profesi hukum.
· Gaji pegawai pemerintah yang sangat
kecil.
· Rakyat yang cuek, tidak tertarik, atau mudah dibohongi yang gagal memberikan
perhatian yang cukup ke pemilihan umum.
· Ketidakadaannya kontrol yang cukup
untuk mencegah penyuapan atau “sumbangan kampanye”.
2.4. Solusi Pemecahan Masalahnya
Kalau korupsi dibiarkan secara
terus menerus tanpa upaya menanggulanginya, maka akan terbiasa dan menjadi
subur dan akan menimbulkan sikap mental pejabat yang selalu mencari jalan
pintas yang mudah dan menghalalkan segala cara (the end justifies the means).
Meskipun berbagai upaya belum tentu dapat menghilangkan korupsi, tapi paling
tidak dapat menguranginya. Untuk itu, korupsi perlu ditanggulangi secara tuntas
dan bertanggung jawab dan masif dengan pendekatan simultan. Ada beberapa upaya
penggulangan korupsi yang ditawarkan para ahli yang masing-masing memandang
dari berbagai segi dan pandangan. Caiden (dalam Soerjono, 1980) memberikan
langkah-langkah untuk menanggulangi korupsi sebagai berikut :
1.
Membenarkan
transaksi yang dahulunya dilarang dengan menentukan sejumlahpembayaran
tertentu.
2.
Membuat struktur
baru yang mendasarkan bagaimana keputusan dibuat.
3.
Melakukan
perubahan organisasi yang akan mempermudah masalah pengawasan danpencegahan
kekuasaan yang terpusat, rotasi penugasan, wewenang yang saling tindih
organisasi yang sama, birokrasi yang saling bersaing, dan penunjukan instansi
pengawas adalah saran-saran yang secara jelas diketemukan untuk mengurangi
kesempatan korupsi.
Bagaimana dorongan untuk
korupsi dapat dikurangi ? dengan jalan meningkatkan ancaman. Korupsi adalah
persoalan nilai. Nampaknya tidak mungkin keseluruhan korupsi dibatasi, tetapi
memang harus ditekan seminimum mungkin, agar beban korupsi organisasional
maupun korupsi sestimik tidak terlalu besar sekiranya ada sesuatu pembaharuan
struktural, barangkali mungkin untuk mengurangi kesempatan dan dorongan untuk
korupsi dengan adanya perubahan organisasi. Cara yang diperkenalkan oleh Caiden
di atas membenarkan (legalized) tindakan yang semula dikategorikan kedalam
korupsi menjadi tindakan yang legal dengan adanya pungutan resmi. Di lain
pihak, celah-celah yang membuka untuk kesempatan korupsi harus segera ditutup,
begitu halnya dengan struktur organisasi haruslah membantu kearah pencegahan
korupsi, misalnya tanggung jawab pimpinan dalam pelaksanaan pengawasan melekat,
dengan tidak lupa meningkatkan ancaman hukuman kepada pelaku-pelakunya.
Selanjutnya, Myrdal (dalam Lubis, 1987) memberi saran penaggulangan korupsi
yaitu agar pengaturan dan prosedur untuk keputusan-keputusan administratif yang
menyangkut orang perorangan dan perusahaan lebih disederhanakan dan dipertegas,
pengadakan pengawasan yang lebih keras, kebijaksanaan pribadi dalam menjalankan
kekuasaan hendaknya dikurangi sejauh mungkin, gaji pegawai yang rendah harus
dinaikkan dan kedudukan sosial ekonominya diperbaiki, lebih terjamin,
satuan-satuan pengamanan termasuk polisi harus diperkuat, hukum pidana dan
hukum atas pejabat-pejabat yang korupsi dapat lebih cepat diambil. Orang-orang
yang menyogok pejabat-pejabat harus ditindak pula. Persoalan korupsi beraneka
ragam cara melihatnya, oleh karena itu cara pengkajiannya pun bermacam-macam
pula. Korupsi tidak cukup ditinjau dari segi deduktif saja, melainkan perlu
ditinaju dari segi induktifnya yaitu mulai melihat masalah praktisnya
(practical problems), juga harus dilihat apa yang menyebabkan timbulnya
korupsi. Kartono (1983) menyarankan penanggulangan korupsi sebagai berikut :
1.
Adanya kesadaran
rakyat untuk ikut memikul tanggung jawab guna melakukan partisipasipolitik dan
kontrol sosial, dengan bersifat acuh tak acuh.
2.
Menanamkan
aspirasi nasional yang positif, yaitu mengutamakan kepentingan nasional.
3.
para pemimpin
dan pejabat memberikan teladan, memberantas dan menindak korupsi.
4.
Adanya sanksi
dan kekuatan untuk menindak, memberantas dan menghukum .
5.
Reorganisasi dan
rasionalisasi dari organisasi pemerintah, melalui penyederhanaan
jumlahdepartemen, beserta jawatan dibawahnya.
6.
Adanya sistem
penerimaan pegawai yang berdasarkan “achievement” dan bukanberdasarkan sistem
“ascription”.
7.
Adanya kebutuhan
pegawai negeri yang non-politik demi kelancaran administrasipemerintah.
8.
Menciptakan
aparatur pemerintah yang jujur
9.
Sistem budget
dikelola oleh pejabat-pejabat yang mempunyai tanggung jawab etis
tinggi,dibarengi sistem kontrol yang efisien.
10.
Herregistrasi
(pencatatan ulang) terhadap kekayaan perorangan yang mencolok denganpengenaan
pajak yang tinggi.
BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
Korupsi
adalah suatu tindak perdana yang memperkaya diri yang secara langsung merugikan
negara atau perekonomian negara. Jadi, unsur dalam perbuatan korupsi meliputi
dua aspek. Aspek yang memperkaya diri dengan menggunakan kedudukannya dan aspek
penggunaan uang Negara untuk kepentingannya.Adapun penyebabnya antara lain,
ketiadaan dan kelemahan pemimpin,kelemahan pengajaran dan etika, kolonialisme,
penjajahan rendahnya pendidikan, kemiskinan, tidak adanya hukuman yang keras,
kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku korupsi, rendahnya sumber daya
manusia, serta struktur ekonomi.Korupsi dapat diklasifikasikan menjadi tiga
jenis, yaitu bentuk, sifat,dan tujuan.Dampak korupsi dapat terjadi di berbagai
bidang diantaranya, bidang demokrasi, ekonomi, dan kesejahteraan negara.
3.2. Saran
Sikap untuk
menghindari korupsi seharusnya ditanamkan sejak dini.Dan pencegahan korupsi
dapat dimulai dari hal yang kecil
DAFTAR PUSTAKA
Muzadi, H. 2004. MENUJU INDONESIA BARU, Strategi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Malang : Bayumedia Publishing.
Lamintang, PAF dan Samosir, Djisman. 1985. Hukum
Pidana Indonesia .Bandung : Penerbit Sinar Baru.
Saleh, Wantjik. 1978. Tindak Pidana Korupsi Di
Indonesia . Jakarta : GhaliaIndonesia
SUMBER:
http://kumpulanmakalah-cncnets.blogspot.com/2012/02/makalah-korupsi.html
No comments:
Post a Comment