DAFTAR
ISI
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................... 2
2.2
Pengertian Efektifitas Kebijakan Moneter................................................... 2
2.3
Intsrumen Kebijakan Moneter....................................................................... 3
2.6
Teori
Efektifitas Kebijakan Moneter.............................................................. 9
2.7
Perdebatan Tentang:
Rules Vs Discretion..................................................... 9
BAB III PENUTUP............................................................................................. 10
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebijaksanaan moneter merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kegiatan
ekonomi. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kebijakan
ekonomi tetapi kebijakan
moneterlah yang merupakan
faktor yang dapat dikontrol oleh pemerintah sehingga
dengan demikian dapat dipakai untuk mencapai sasaran
pembangunan ekonomi. Apabila
pemerintah memandang bahwa tujuan pembangunan ekonomi tidak seperti
yang diharapkan, misalnya adanya pengangguran yang tinggi, inflasi
atau defisit dalam neraca pembayaran maka perlu adanya tindakan
stabilisasi untuk menghilangkan/mengurangi pengangguran,menekan inflasi dan defisit. Maka perlu adanya “indikator” Untuk mengetahui apakah tindakan kebijakan
instrumen moneter yang dilakukan pemerintah sudah tepat sasaran
atau belum. Indiktor
sebenarnya merupakan pemilihan variabel-variabel moneter yang
secara konsisten memberikan informasi tentang pengaruh kebijaksnaan moneter terhadap perekonomian.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Apa Saja Intsrumen
Kebijakan Moneter ?
2.
Apa Indikator dari implementasi kebijakan moneter
3.
Apa saja tolak ukur stabilitas moneter
4.
Apa perbedaan rules dan discretion
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter adalah kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah melalui bank sentral dalam rangka mencapai
kestabilan moneter
Kebijakan moneter pada dasarnya
merupakan suatu kebijakan yang bertujuan untuk
mencapai keseimbangan internal (pertumbuhan
ekonomi yang tinggi, stabilitas
harga, pemerataan pembangunan) dan keseimbangan eksternal (keseimbangan neraca pembayaran) serta tercapainya tujuan ekonomi makro, yakni
menjaga stabilisasi ekonomi yang dapat diukur dengan kesempatan kerja, kestabilan harga serta neraca pembayaran
internasional yang seimbang. Apabila kestabilan dalam kegiatan perekonomian terganggu, maka kebijakan
moneter dapat dipakai
untuk memulihkan (tindakan
stabilisasi). Pengaruh kebijakan
moneter pertama kali akan dirasakan
oleh sektor perbankan, yang kemudian ditransfer pada sektor riil.
2.2
Pengertian Efektifitas Kebijakan Moneter
Yang dimaksud dengan efektifitas
kebijakan moneter adalah, sejauh mana kebijakan moneter
yang ditempuh pemerintah (apapun bentuknya), memberi
dampak positif bagi perekonomian dan masyarakat, dalam
arti :
a)
dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi
b)
dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat
c)
dapat meningkatkan kesempatan kerja
d)
dapat meningkatkan penerimaan devisa
negara
e)
serta memberi pengaruh pada kebijakan makro
lainnya
2.3
Intsrumen Kebijakan
Moneter
1. Open
Market Operation (Pembelian Dan
Penjualan Surat Berharga Oleh Bank Sentrral)
Yang termasuk operasi pasar terbuka (open market operation) adalah pemerintah mengendalikan jumlah uang
beredar dengan cara menjual atau membeli surat-surat berharga milik pemerintah (government securities).
·
Jika ingin mengurangi jumlah yang
beredar, maka pemerintah menjual surat-surat
berharga (open market selling).
Dengan demikian uang primer yang
beredar dalam masyarakat mengalir ke otoritas moneter, sehingga jumlah
uang beredar berkurang.
·
Sebaliknya jika perekonomian mengalami
kelesuan karena kurangnya
jumlah uang beredar dan tingkat harga sangat rendah, maka bank Sentral atau Bank Indonesia
dapat melakukan pembelian
surat-surat berharga, sehingga akan menambah jumlah uang
beredar di masyarakat dan tingkat harga
akan kembali naik.
Rumus
Proceeds = Nilai nominal
x 360
360 + (tk.diskonto x jmlh hari jatuh tempo)
= Nilai nominal
1 + Tk. Diskonto x jml hari jatuh tempo
360
2.
Kebijakan Diskonto (Discount Policy)\
Kebijakan diskonto merupakan instrumen
yang digunakan melalui
peningkatan atau penurunan
tingkat suku bunga.
·
Jika uang beredar terlampau
banyak melebih permintaan yang mengakibatkan
inflasi, maka Bank Sentral dapat menaikkan tingkat suku bunga.
à Dengan naiknya
tingkat suku tersebut, maka jumlah uang beredar akan berkurang dan tingkat harga akan turun.
·
Sebaliknya, penurunan tingkat suku
bunga dapat dilakukan jika jumlah uang
beredar dalam perekonomian kurang dibanding permintaan sehingga terjadi
deflasi.
à Dengan tingkat
bunga pinjaman yang lebih rendah maka keinginan bak-bank umum untuk meminjam uang dari bank senteal menjadi lebih besar,
sehingga jumlah uang beredar bertambah.
à Dengan turunnya
tingkat suku bunga, maka masyarakat akan mengurangi
simpanannya di bank dan akan lebih baik melakukan investasi yang lebih menguntungkan sehingga jumlah uang beredar bertambah
yang dapat mendorong naiknya
tingkat harga.
3.
GIRO WAJIB MINIMUM (GWM)
Pada dasarnya Giro Wajib Minimum
adalah sejumlah minimum dana yang
harus selalu tersedia pada saldo giro setiap bank pada rekening Bank Sentral.
Keharusan menyediakan saldo minimum disebut
juga dengan likuiditas wajib minimum (statutory reserve requirement).
·
Dalam keadaan inflasi, Bank Sentral
dapat meningkatkan GWM bank, sehingga
kemampuan bank untuk menyalur dana di masyarkat rendah dan jumlah
uang beredar berkurang yang kemudian tingkat
harga akan turun
.
·
Sebaliknya jika terjadi deflasi,
maka Bank Sentral menurunkan GWM agar bank dapat meningkatkan kemampuannya menyalurkan dana ke masyarakat
sehingga jumlah uang beredar bertambah dan tingkat harga akan naik.
Untuk pertama kalinya sejak Paket Kebijakan Oktober 1988
(Pakto 1988) Bank Indonesia
menggunakan GWM untuk mengerem pertumbuhan besaran-besaran moneter
yang masih tinggi
yaitu dengan menetapkan GWM sebesar 3% pada
Februari 1996 (ketentuan likuditas sebelumnya menurut Paktor 1988 sebesar 2%). Sejak
April 1997 GWM ditingkatkan lagi menjadi 5%.
4. PERSUASI MORAL
Instrumen ini digunakan oleh Bank Sentral
dengan meminta atau menghimbau bank-bank
untuk selalu mempertimbangkan kondisi makroekonomi
maupun mikroekonomi masing-masing bank dalam menyusun rencana ekspansi
kredit yang realistis.
Kebijakan persuasi moral pada
dasarnya dimaksudkan untuk mendorong perbankan agar senantiasa menerapkan prinsip kehati-hatian dalam memberikan kredit,
namun tetap memberikan kebebasan bagi perbankan
untuk tumbuh dan berkembang berdasarkan mekanisme pasar.
2.4
Indikator Kebijakan
Moneter
Indikator
adalah variabel-variabel ekonomi yang memberikan informasi tentang gerakan atau perubahan dalam
sektor rill apakah sudah bergerak ke arah sasaran yang diinginkan
atau belum.
Ada dua pilihan variabel
yang dapat digunakan, yaitu tingkat suku bunga
(interest rate) dan jumlah uang
beredar (monetary aggregate). Baik
suku bunga maupun jmlah uang beredar, selain sebagai indikator
juga berfungsi sebagai „sasaran antara‟ yang ingin
dikontrol oleh bank sentral dalam rangka mencapai target akhir yang telah ditetapkan.
1. Pilihan suku bunga.
Kebijakan
moneter akan mempengaruhi suku bunga sedemikian rupa sehingga tetap stabil,
sedangkan jumlah uang beredar akan bergejolak naik dan turun demi mempertahankan suku bunga tetap pada tingkat
yang diinginkan. Bergejolaknya jumlah uang beredar
dapat mengakibatkan terganggunya kestabilan harga.
2. Pilihan uang beredar.
Pilihan uang
beredar sebagai indikator akan memberikan dampak positif yaitu tingkat harga stabil karena apabila jumlah uang beredar
bergejolak, bank sentral akan
melakukan tindakan kontraksi atau ekspansi moneter sehingga jumlah uang beredar akan relatif konstan
pada suatu jumlah yang ditetapkan. Namun, kebijakan
ini akan mengakibatkan suku bunga bergejolak karena gejolak permintaan akan uang tidak diimbangi oleh penawaran akan uang.
2.5 Tolak Ukur Stabilitas Moneter
Setiap kebijakan yang dilakukan
oleh pemerintah harus
memiliki target dan ukuran keberhasilan. Hal ini penting,
untuk mengukur atau sebagian acuan, apakah kebijakan
tersebut berhasil atau tidak. Dalam perekonomian beberapa
indikator yang biasanya digunakan untuk menialai kebijakan moneter adalah:
1.
Jumlah Uang Beredar (JUB)
2.
Laju inflasi yang cukup rendah terkendali.
3.
Suku bunga pada tingkat
yang wajar.
4.
Nilai tukar rupiah yang realistis.
5.
Ekspetasi/harapan masyarakat terhadap moneter.
Dari kelima indikator
tersebut, hanya JUB yang tidak dapat dimonitor
dan dirasakan langsung oleh masyarakat, sementara itu indikator nomor
2 sampai dengan 5, relatif dapat terlihat dan dirasakan langsung oleh masyarakat.
Dengan alasan ini, berikut ini akan dijelaskan secara ringkas dari keempat indikator
tersebut.
1.
Laju Inflasi
Bagi
dunia perbankan laju inflasi yang tinggi akan menimbulkan kesulitan
bagi Bank untuk mengerahkan dana masyarakat, karena dengan inflasi yang tinggi tersebut, tingkat
bunga riil (bunga nominal inflasi) akan menurun, sehingga
mengurangi keinginan masyarakat untuk menyimpaan kekayaannya dalam bentuk perbankan. Dampak
selanjutnya adalah, bunga riil yang
menurun jika dibandingkan tingkat bunga riil di luar negeri akan memicu larinya dana masyarakat ke luar negeri,
karena dirasakan masyarakat lebih menguntungkan menyimpan dananya diluar negeri.
Kedua dampak inflasi diatas akan menyebabkan Perbankan kekurangan
dana yang berasal dari masyarakat, dan ini berarti kemampuan Bank dalam menyediakan dana untuk investasi
juga turut berkurang, akibatnya laju pertumbuhan ekonomi dan produksi
juga akan melambat.
Selain itu, inflasi yang tinggi juga akan memicu
ketidakpastian dalam banyak aktifitas
ekonomi masyarakat, khususnya dalam hal perencanaan dan operasional perusahaan, termasuk dalam perbankan.
2.
Suku Bunga
Selain yang telah sering dijelaskan sebelunya, bahwa dari sisi masyarakat tingginya
suku bunga memang akan menambah
keinginan masyarakat untuk menyimpan
dananya di Bank, namun disisi lain, tingginya
suku bunga tersebut akan mengurangi niat dunia usaha yang mengambil
kredit bagi pengembangan usahanya.
Akibatnya dana yang sudah terlanjur masuk ke
perbankan dengan adanya bunga tinggi tersebut, tidak dapat terrsalurkan
dan menimbulkan permasalahan baru bagi perbankan, yakni, kemana dana masyarakat
itu akan di salurkan? Apabila masalah ini tidak segera mendapat jalan keluar, maka perbankan terancam akan
mendapatkan masalah likuiditas dan tentu saja masalah
penghasilan dari bunga yang seharusnya di peroleh.
Dengan penjelasan yang sedikit
berbeda, rendahnya tingkat
bunga memang akan mendorong
banyak pelaku dunia usaha untuk mengambil dana di perbankan, namun karena rendahnya tingkat
bunga tersebut, apalagi
bila dibandingkan dengan
tingkat bunga di luar negeri, masyarakat akan lebih tertarik menyimpan dananya di perbankan luar
negeri, sehingga perbankan dalam negeri akan
kekurangan dana yang sedah dibutuhkan oleh dunia usaha. Lebih jauh lagi adalah terhambatnya investasi yang terjadi di sektor industri karena
kesulitan mendapat dana, sehingga produksi akan
melambat.
3.
Nilai Tukar Rupiah
Nilai tukar yang stabil akan lebih
memberi iklim kepastian bagi semua pelaku usaha, termasuk sektor perbankan, dunia usaha dan masyarakat. Nilai tukar rupiah yang rendah
saat ini dapat di jadikan saat yang baik dunia usaha yang berorientasi ekspor, dan ini dapat memicu peningkatan
permintaan kredit dari dunia usaha untuk melanjutkan dan meningkatkan produk ekspornya. Dengan kejadian ini tentunya
akan menguntungkan dunia perbankan.
Penyesuaian nilai yukar yang terlalu cepat akan sangat merugikan karena hal ini dapat mendorong
bergeraknya aliran dana masyarakat ke luar negeri.
Dengan demikian anatara nilai tukar dan indikator kebijakan moneter lainnya
memiliki hubungan yang sangat erat, khususnya bagi kebijaka pemerintah yang sedang di tempuh untuk
menstabilkan dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
4.
Ekspektasi/harapan Masyarakat
Meskipun lebih sulit untuk di ukur,
namun ekspetasi masyarakat mulai mendapat
perhatian besar dalam rangka pelaksanaan kebijakan moneter di Indonesia. Ekspektasi umumnya terjadi
melalui ekspektasi masyarakat terhadap tingkat
inflasi dan ekspektasi terhadap nilai tukar.
Ekspektasi masyarakat yang berlebihan
terhadap besaran inflasi akan mendorong
semakin tingginya harga-harga, sehingga akan mengurangi tingkat konsumsi dan daya saing produk
dalam negeri yang akan ekspor.
Sementara itu, ekspektasi masyarakat
yang negatif terhadap nilai tukar akan
berdampak pada menurunnya kepercayaan masyarakat pada mata uang rupiah. Sehingga dapat memicu dana masyarakat ke luar negeri. Apabila hal ini terjadi, maka seperti telah dijelaskan di awal, maka perbankan akan kesulitan
dalam menghimpun dana masyarakat yang sangat diperlukan untuk keperluan
investasi dunia usaha.
Dengan keempat penjelasan indikator moneter tersebut
diatas dapat disimpulkan bahwa
stabilitas dan pertumbuhan ekonommi Indonesia, sangatlah di pengaruhi oleh keempat
indikator tersebut, sehingga
kebijakan moneter yang di tempuh pemerintah
akan hal itu, harus membrikan hasil yang baik, dalam arti terkendali, wajar,
dan realistis.
2.6
Teori Efektifitas Kebijakan Moneter
1.
Teori Natural Rate Hypothesis, yang
percaya bahwa kebijakan hanya akan
efektif dan memberi dampak dalam jangka pendek saja, namun tidak akan efektif
untuk jangka panjang
2.
Teori Rational Expectation
Hypothesis, yang percaya bahwa baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang, kebijakan moneter
tidak akan efektif.
2.7
Perdebatan Tentang:
Rules Vs Discretion
Perdebatan tersebut bermula dari
perbedaan cara pandang diantara aliran Klasik mengenai penetuan inflasi
(melalui teori Kuantitas Uang yaitu: MV=PT) dan
aliran Keynesians mengenai penetuan
output melalui model IS=LM. Kedua aliran ini berbeda dalam hal harga atau inflasi.
Aliran Klasik: Menganggap bahwa
perkembangan harga sangat fleksibel dan inflasi
terjadi hanya karena bertambahnya JUB: untuk alasan itu, maka kebijakan
moneter harus dilaksanakan secara ketat mengikuti aturan (rule) yang secara
konsisten diikuti.
Aliran Keynesians: menganggap bahwa
perkebangan harga sangat kaku dan
inflasi terjadi bukan karena bertambahnya jumlah uang yang melebihi jumlah barang,
tapi lebih disebabkan karena adanya ketidak
seimbangan antara permintaan dan penawaran. Untuk alasan
itu, kebijakan moneter diarahkan untuk menjamin
keseeimbangan antara sisi permintaan dan penawaran, oleh karena itu kebijakan moneter harus dilakukan secara
bijaksana (discreation) sesuai dengan perkembangan yang ada.
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
DAFTAR
PUSTAKA
Abdullah, Mulkhan. KEBIJAKAN_MONETER.2015. https://www.academia.edu/19823224/MAKALAH_KEBIJAKAN_MONET ER?fbclid=IwAR1I7_2upBlhe2ybb6Z9o8SbRuK1dPZMEa0t9bNb81WJs8k n_jRcxpjbFRg. Diakses pada 10 Deseember 2018
Firmansyah, Ichwan S. Kebijakan
Moneter.2016. https://aeyogy.wordpress.com/tag/indikator-kebijakan-moneter/.
Diakses pada 10 Deseember 2018
Halim, Muh. Abdul. “Teori Ekonomika”.Jelajah Nusa:
Tanggrerang
Nopirin.1988.”Ekonomi
Moneter”.BPFE: Yogyakarta.
No comments:
Post a Comment