DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR ..................................................................................................... 2
DAFTAR ISI .................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................ 5
BAB II KASUS ................................................................................................................. 6
2.1 Indentitas
Pasien .......................................................................................................... 6
2.2 Anamnesis .................................................................................................................... 6
2.3 Pemeriksaan
fisik .......................................................................................................... 7
2.4 Pemeriksaan
penunjang ................................................................................................ 9
2.5
Resume medis................................................................................................................ 13
2.6 Diagnosis
banding ........................................................................................................ 14
2.7 Diagnosis kerja.............................................................................................................. 14
2.8 Tatalaksana.................................................................................................................... 14
2.10 Follow Up
Pasien........................................................................................................ 15
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................... 21
A. OSTEOARTRITHIS
3.1 Definisi ......................................................................................................................... 21
3.2 klasifikasi ...................................................................................................................... 21
3.3 Etiologi ....................................................................................................................... 21
3.4 Patofisiologi ................................................................................................................. 22
3.5 Diagnosis klinis ............................................................................................................ 22
3.6 Penatalaksanaan
............................................................................................................ 23
3.7 Pemeriksaan
Spesifik..................................................................................................... 23
BAB IV PEMBAHASAN ................................................................................................ 39
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 40
BAB I
PENDAHULUAN
Osteoarthritis
(OA) merupakan penyakit peradangan sendi yang paling sering ditemukan.
Diperkirakan 15% dari seluruh populasi terkena dampak penyakit ini. OA dianggap
merupakan suatu kondisi kegagalan organ (sendi sinovium) dibandingkan suatu
kondisi penyakit kartilago atau tulang. Saat ini OA merupakan salah satu dari
10 penyakit penyebab disabilitas di negara berkembang. Insiden dan prevalensi
OA semakin meningkat seiring dengan bertambahnya usia.
. Pandangan dan pemahaman
yang benar terhadap gejala dan tanda OA sangat penting bagi seorang dokter,
untuk menghindari misinterpretasi dari penyakit ini. Kesalahan diagnosis dapat
mengakibatkan terapi yang tidak diperlukan atau tidak tepat. Pemberian terapi
Non-Steroid AntiInflammation Drugs (NSAID) pada kerusakan mekanis yang terjadi
pada OA dapat efektif mengurangi gejala, namun tidak dapat menghentikan proses
yang mendasari terjadinya OA tersebut. Sehingga diperlukan terapi
multi-modalitas untuk dapat mengatasi masalah terkait OA secara paripurna.
Berbagai modalitas terapi saat ini banyak tersedia, termasuk yang tergolong
dalam kategori Complementary and Alternative Medicine (CAM). Namun tentunya
seorang klinisi harus berpedoman pada Evidence Based Medicine (EBM) dalam
memberikan terapi. Dalam hal ini, cara pandang seorang klinisi dalam
penatalaksanaan OA, baik pencegahan, diagnostik dan terapi adalah hal yang
penting.
BAB II
LAPORAN
KASUS
2.1 Identifikasi
Nama : Sugiati
Umur : 57 tahun
Alamat : Gampong Pineung
Suku : Aceh
No. RM : 93090
No telepon :
-
I. Anamnesis
Autoanamnesis
A. Keluhan
Utama
Lutut bengkak dikaki
sebelah kanan + nyeri
B.
Keluhan tambahan
Lutut bengkak
C. Riwayat
Penyakit Sekarang
Pasien datang
dengan keluhan terdapat bengkak dilutut sebelah kanan SMRS.sejak 2 bulan yang
lalu hanya terdapat pembengkakan lalu pasien dilakukan operasi pada lutut kaki
kanan bawah . Kemudian keluhan sekarang terdapat bengkak dibagian tersebut ,
lutut terasa nyeri yang dirasakan pada
lutut kaki kanan demam (-), mual (-) , muntah (-) dan pusing (-). Pasien
juga mengeluhkaan sering merasa haus dan sering buang air kecil terus menerus.
Air kencing lancar , pasien belum BAB saat pertama masuk RS.
D.
Riwayat Penyakit Dahulu
·
Tidak Ada
E.
Riwayat
penggunaan obat
·
Ttidak Ada
F.
Riwayat Penyakit Keluarga
·
Tidak ada anggota keluarga yang memiliki
riwayat yang sama
G.
Riwayat pekerjaan, social ekonomi dan kebiasaan
·
Riwayat merokok tidak ada
·
Sering mengkonsumsi makanan berlemak
H. Riwayat Alergi:
- Cuaca : Disangkal
-
Makanan : Disangkal
- Obat : Disangkal
I. Riwayat Kebiasaan Sosial:
Pasien lebih banyak menghabiskan
waktu sehari – hari di rumah dan jarang berolahraga., riwayat mengkonsumsi alkohol (-),
namun penggunaan NAPZA disangkal.
II. Pemeriksaan
Fisik
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan pada
tanggal 9 November 2021 di ruang rawat inap Asimah RSPUR Kota Banda Aceh.
A.
Status
Generalis
- |
Keadaan Umum |
: Lemas |
- |
Kesadaran |
: Compos Mentis |
Vital
Sign |
|
|
- |
Tekanan
Darah |
: 130/80
mmHg |
- |
Nadi |
:
84 x/menit |
- |
Laju
Napas |
:
18 x/menit |
- |
Suhu
Tubuh |
:
36.4°C |
B.
Status Internus
1. Kepala : Normocephali, bentuk simetris (-), deformitas (-),rambut
berwarna hitam sedikit beruban dan distribusi
rata
a.
Mata
: Konjungtiva anemis
(-/-), sklera ikterik (-/-), Pupil
isokor
(+/+) reflex
cahaya (+/+)
b.
Telinga : Normotia, deviasi septum (-), Sekret (-). Penurunan fungsi
pendengaran
(-/-)
c. Hidung : Deformitas (-), deviasi septum (-), sekret (-), pernapasan
cuping hidung (-)
d. Mulut : Sianosis (-),
pucat (-), simetris (-)
2.
Leher
a.
KGB : Tidak terdapat pembesaran
b.
Struma : Tidak terdapat pembesaran
c.
TVJ : Peningkatan TVJ (-)
3. Thorak
Paru-paru
a.
Inspeksi : Bentuk dada Simetris, gerakan nafas tertinggal (-), retraksi
(-/-)
b.
Palpasi : Fremitus taktil kanan sama
dengan kiri
c.
Perkusi : Sonor (+/+)
d.
Auskultasi : Vesikuler (+/+),
ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Paru Belakang
a. Inspeksi : Simetris, retraksi (-/-)
b. Palpasi : Fremitus taktil kanan sama
dengan kiri
c. Perkusi : Sonor
d. Auskultasi : Vesikuler (+/+),
rhonki (-/-), wheezing (-/-)
4.
Jantung
a.
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
b.
Palpasi : Ictus cordis teraba, thrill (-)
c.
Perkusi : Pekak (+)
Batas atas :
ICS 3 linea midclavicula (s)
Batas kanan : ICS 5 linea parasternalis (d)
Batas bawah : ICS 5
linea midclavicula (s)
d. Auskultasi :
BJ
I > BJ II, regular (+), gallop (-), murmur (-)
5.
Abdomen
a.
Inspeksi : Perut tampak cembung
(+)
b.
Palpasi :
Nyeri tekan epigastrium
(-), lien
dan hepar tidak
Teraba, shifting dullness (-)
c.
Perkusi :
timpani
d.
Auskultasi : Peristaltik usus normal
6.
Ekstremitas
Ekstremitas
Atas : Akral hangat, edema (-), CRT < 2 detik
Ekstremitas
Bawah : Akral hangat, ulkus tungkai bawah kanan (+), CRT
< 2 detik
7.
Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan
Pemeriksaan
Penunjang
Laboratorium
11
November 2021 |
Pemeriksaan Darah Lengkap ·
Hemoglobin : 11 g/dL ·
Eritrosit : 3.31 106/µL ·
Hematokrit : 30.9 % ·
MCV
: 93.4 fL ·
MCH : 33.8 pg ·
MCHC : 36.2 g/dL ·
RDW-SD
: 45.2 fL ·
RDW-CV : 13.3 % ·
Leukosit : 14.0 103/µL Hitung Jenis ·
Eosinofil : 0.1 % ·
Basofil : 0.3 % ·
Neutrofil : 78.8 %
·
Limfosit
: 11.9 %
·
Monosit : 8.9 %
·
Rasio
N/L : 6.6 ·
Trombosit : 282 103/µL ·
P-LCR : 0,26 % ·
LED : 36 mm/dl Kimia Klinik ·
Glukosa
ad random : 106 mg/dL ·
Ureum : 53 mg/Dl ·
Creatinin : 0.9 mg/dL ·
albumin : 2.1 g/dl ·
bilirubin total : 1.3 mg/dl ·
bilirubin direct : 0.70 mg/dl ·
bilirubin
indirect : 0.60 mg/dl ·
SGOT : 24 u/l ·
SGPT :12u/l |
13 November 2021 |
Kimia Klinik ·
Glukosa
ad random : 64 mg/dl (L) |
14November 2021 |
Kimia Klinik ·
Glukosa
ad random : 71 mg/dL (L) |
15 November 2021 15 November2021 |
Kimia Klinik ·
Glukosa
ad random : 231 mg/dL ·
Hemoglobin : 9.4 g/dL ·
Eritrosit : 2.83 106/µL ·
Hematokrit : 25.9 % ·
MCV : 91.5 fL ·
MCH : 33.2 pg ·
MCHC : 36.2 g/dL ·
RDW-SD
: 43.6 fL ·
RDW-CV : 13.1 % ·
Leukosit : 8.0 103/µL Hitung Jenis ·
Eosinofil : 2.8 % ·
Basofil : 0.4 % ·
Neutrofil : 70.8 %
·
Limfosit : 15.9 %
·
Monosit : 10.5 %
·
Trombosit : 209 103/µL ·
PDW : 8.7 fl ·
MPV : 9.1 fl ·
P-LCR : 16.4 % Kimia Klinik ·
Glukosa
ad random : 155 mg/dl ·
Cholesterol
HDL L 53 |
16November 2021 |
Kimia Klinik ·
Glukosa
ad random :132 mg/dl ·
Cholesterol HDL L 53 ·
|
17 November 2021 |
·
Glukosa
ad random : 137 mg/dL ·
Cholesterol
HDL L 53 |
Pemeriksaan
Elektrokardiografi
·
Kesimpulan :
Normal sinus rhythm
Normal ECG
·
Foto Thorax AP :
2.5 Resume
Pasien
datang dengan keluhan terdapat lutut bengkak di kaki kanan, sejak 2 bulan yang
lalu hanya terdapat pembengkakan lalu pasien dilakukan operasi pada tungkai.
Kemudian keluhan sekarang terdapat luka dibagian tersebut , kaki terasa kebas
kebas yang dirasakan pada kedua kaki demam (-), mual (-) , muntah (-) dan
pusing (-). Pasien juga mengeluhkaan sering merasa haus dan sering buang air
kecil terus menerus. Ar kencing didapatkan berwarna seperti teh pekat , pasien
belum BAB saat pertama masuk RS. Pada pemeriksaan fisik
pada abdomen ,inspeksi tampak perut pasien kembung , palpasi dengan teknik
shifting dullnes didapatkan positif yang menandakan adanya acites pada abdomen
pasien , selain itu kedua kaki terasa kebas .
Pada pemeriksaan darah lengkap awal
didapati hemoglobin (9.4 g/dl) , eritrosit rendah (2.83 ul), hematokrit rendah
(25.9 g/dL), MCV (91.5 fL),MCH meningkat (33.2 pg),MCHC meningkat (36.3 g/dl ) RDW-SD (43.6 fL), RDW-CV (13.1 ) dan leukosit (8.0 103/μL).
Pada pemeriksaan kimia klinik didapati kadar glukosa darah sewaktu (106 mg/dL),
albumin (2.1 g/dl), bilirubin total meningkat (1.3 mg/d), bilirubin direct
(0.70 mg/d) biirubin indirect (0.60) , ureum meningkat (53 mg/dl) , creatinin
0.9) pemeriksaan elektrolit tidak dilakukan pemeriksaan.
2.6 Diagnosis Banding : - Acites e.c dd
1.
Goat Artrithis
2.
Septik
Artritis
3.
Osteoartrithis
- Osteoartrithis
2.7 Diagnosis kerja :
Osteoartrithis
2.8
Penatalaksanaan
Terapi yang diberikan:
1.
IVFD RL 20 gtt/i
2.
Ibu
profen 3x400mg
3.
Inj
Methylprednisolon 1 vial 18 jam
4.
Inj
Dexketoprofen
5.
Inj
Omeprazole 1 Vial /12 jam
6.
Cek
Lab GDS
Rencana monitoring :
1.
Atur posisi nyaman
2.
Monitor cairan
3.
Monitor tanda-tanda vital
4.
Monitor keadaan umum
2.9 Follow
up
Tanggal |
Follow up |
Terapi |
|
9
November 2021 (
Hari rawatan ke-1) |
S : Lemas
(+), nafsu makan (-),nyeri lutut di kaki
sebelah kanan (+) mual (+) , muntah
(-), nyeri perut (-), batuk (-),kedua kaki kebas (-) sesak nafas (-), demam
(-), pusing (-), sulit tidur (+), BAB (+), BAK (+) O
: ·
Ku
: lemas ·
Kesadaran
: Composmentis ·
TD
: 120/70 mmHg ·
HR
: 80 x/menit ·
RR
: 20 x/ menit ·
T : 36,5 ° C A
: Osteoartrithis |
Th
: ·
Inj.
Omeprazole 1 vial/ 12 jam ·
Metylprednisolon
·
Dexketoprofen
IV 3x1 ·
Drovan
oral 1x160 ·
Ibu
profen oral 3x400 ·
Kolnex
IV 3x1 |
|
10
November 2021 ( Hari Rawatan Ke -2) |
S
: Lutut
bengkak di kaki kanan (+), nyeri pada kaki bekas operasi ulkus diabetikus (-)
pusing (-), mual (-) , kaki dan tangan
jebas (-), muntah , sulit tidur (-), kesadaran menurun (-), BAB (+), perut kembung (+), nyeri ulu hati (+),
kedua kaki kebas (-), sesak nafas (-), demam (-) O
: · Ku : Lemas · Kesadaran : Composmentis · TD : 130/82 mmHg · HR : 72 x/menit · RR : 23 x/ menit · T :
36 ° C · Kgds : 64 mg/dL A
: Osteoartrithis |
Th
: ·
Inj.
Omeprazole 1 vial/ 12 jam ·
Metylprednisolon
·
Dexketoprofen
IV 3x1 ·
Drovan
oral 1x160 ·
Ibu
profen oral 3x400 ·
Kolnex
IV 3x1 |
|
11 November 2021 ( Hari Rawatan Ke -3) |
S: Lutut
bengkak di kaki kanan (+), nyeri pada kaki bekas operasi ulkus diabetikus (-)
pusing (-), mual (-) , kaki dan tangan
jebas (-), muntah (-),batuk (-), sulit tidur (-), kesadaran menurun (-), BAB (+), perut kembung (+), nyeri ulu hati (+),
kedua kaki kebas (-), sesak nafas (-), demam (-) O:
· TD : 110/80mmHg · HR : 90 x / menit · RR : 20 x/ menit · T :
36,2 ° C · GCS : E3 V5 M6 · Kgds : 71 mg/dL A
: Osteoartrithis |
Th
: ·
Inj.
Omeprazole 1 vial/ 12 jam ·
Metylprednisolon
·
Dexketoprofen
IV 3x1 ·
Drovan
oral 1x160 ·
Ibu
profen oral 3x400 ·
Kolnex
IV 3x1 |
|
12
November 2021 ( Hari Rawatan Ke -4) |
S
: Lutut
bengkak di kaki kanan (+), nyeri pada kaki bekas operasi ulkus diabetikus (-)
pusing (-), mual (-) , kaki dan tangan
jebas (-), muntah (-),batuk (-), sulit tidur (-), kesadaran menurun (-), BAB (+), perut kembung (+), nyeri ulu hati (+),
kedua kaki kebas (-), sesak nafas (-), demam (-) O:
· TD : 120/89 mmHg · HR : 80 x / menit · RR : 20 x/ menit · T :
36,1 ° C ·
Glukosa
ad random : 231 mg/dL ·
Hemoglobin : 9.4 g/dL ·
Eritrosit : 2.83 106/µL ·
Hematokrit : 25.9 % ·
MCV : 91.5 fL ·
MCH : 33.2 pg ·
MCHC : 36.2 g/dL (H) ·
RDW-SD
: 43.6 fL (L) ·
RDW-CV : 13.1 % ·
Leukosit : 8.0 103/µL (L) A
: Osteoartrithis |
Th
: ·
Inj.
Omeprazole 1 vial/ 12 jam ·
Metylprednisolon
(STOP) ·
Dexketoprofen
IV 3x1 ·
Drovan
oral 1x160 ·
Ibu
profen oral 3x400 (STOP) ·
Kolnex
IV 3x1 ·
Ibu
profen 3x400mg |
|
13 November 2021 ( Hari post operasi Ke -5) |
S
: Lutut
bengkak di kaki kanan (+), nyeri pada kaki bekas operasi ulkus diabetikus (-)
pusing (-), mual (-) , kaki dan tangan
jebas (-), muntah (-),batuk (-), sulit tidur (-), kesadaran menurun (-), BAB (+), perut kembung (+), nyeri ulu hati (+),
kedua kaki kebas (-), sesak nafas (-), demam (-) O:
· TD : 119/61 mmHg · HR : 79 x / menit · RR : 21 x/ menit · T :
36,5 ° C ·
Kgds
: 144 mg/dL A
: Osteoartrithis |
Th
: ·
Inj.
Omeprazole 1 vial/ 12 jam ·
Metylprednisolon
(STOP) ·
Dexketoprofen
IV 3x1 ·
Drovan
oral 1x160 ·
Ibu
profen oral 3x400 (STOP) ·
Kolnex
IV 3x1 |
|
14 November 2021 ( Hari post pulang Ke -6) |
S
: Luka
kaki kanan (+) nyeri pada kaki post op (+) pusing (-), mual (-) , kaki dan tangan jebas (-),
muntah (-),batuk (-), sulit tidur (-), kesadaran menurun (-), BAB (+), perut kembung (+), nyeri ulu hati (+),
kedua kaki kebas (-), sesak nafas (-), demam (-) O:
TD
: 97/59 mmHg HR
: 88 x / menit RR
: 20x/ menit T : 36 ° C Spo2
: 98% ·
Kgds
: 132 mg/dL ·
Albumin
:2.6 u/l ·
Hb
: 9.6 g/dl |
Th
: ·
Inj.
Omeprazole 1 vial/ 12 jam ·
Metylprednisolon
(STOP) ·
Dexketoprofen
IV 3x1 ·
Drovan
oral 1x160 ·
Ibu
profen oral 3x400 (STOP) ·
Kolnex
IV 3x1 |
|
|
|
||
TINJAUAN
PUSTAKA
A. OSTEOARTHRITIS
3.1 Osteoarthritis
Osteoartritis (OA) adalah gangguan sendi
yang paling sering dijumpai dan biasa menyerang sendi pinggul, lutut, tangan,
dan kaki. Sebanyak 4% populasi dunia menderita osteoartritis, dengan 83% kasus
osteoartritis merupakan osteoartritis lutut, sehingga OA lutut merupakan jenis
OA terbanyak.1,2 Penyakit ini menyebabkan gangguan yang bersifat progresif pada
jaringan sendi seperti kartilago, sinovium, dan tulang subkondral. Pada
akhirnya, kartilago sendi mengalami degenerasi sehingga permukaan sendi
mengalami fisura, ulserasi, dan menjadi tipis.
3.2
Klasifikasi
Umumnya diagnosis
Osteoarthritis lutut didasarkan pada kombinasi dari manifestasi klinis dan
kelainan pada temuan radiografi. Manifestasi klinis perlu diperhatikan, karena
tidak semua pasien dengan temuan Osteoarthritis lutut secara radiografis mengeluarkan
keluhan. Terdapat empat diversifikasi utama Osteoarthritis lutut secara
radiologis, yaitu:
1. Penyempitan rongga
sendi
2. Pengerasan rawan
sendi
3. Pembentukan kista di
rawan sendi
4. Pembentukan
osteofit.
1.3
Etiologi
1. Umur
dan gender Umur merupakan faktor risiko paling kuat. Mekanismenya masih belum
jelas, namun sangat berkaitan dengan proses biologis pada sendi; proses penuaan
akan menurunkan jumlah kondrosit di kartilago sendi dan akan berkorelasi
langsung dengan derajat kerusakan kartilago.5 Prevalensi pada wanita lebih
besar daripada pria; tingkat keparahan OA juga lebih besar pada wanita.
Penelitian menunjukkan bahwa hormon berperan dalam mekanisme terjadinya OA.
2.
Obesitas Seseorang dengan obesitas
berisiko 2,96 kali lebih tinggi terkena OA daripada orang dengan indeks massa
tubuh normal; sedangkan overweight memiliki risiko 2 kali lebih tinggi terkena
OA.Obesitas meningkatkan risiko OA dengan beberapa mekanisme, di antaranya
meningkatkan beban sendi terutama pada weightbearing joint, mengubah faktor
perilaku seperti menurunnya aktivitas fisik yang akhirnya menghilangkan
kemampuan dan kekuatan protektif otot sekitar sendi. Pada OA lutut, obesitas
menyebabkan kelemahan otot–otot di sekitar sendi lutut dan meningkatkan kasus
artroplasti. Pada pasien obesitas, jaringan lemak dapat juga ditemukan di
belakang patella di area sendi lutut, biasa disebut infrapatellar fat pad,
jaringan lemak ini dapat menghasilkan adipokin, yaitu sitokin yang dihasilkan
sel lemak, seperti leptin, adiponektin, resistin, dan visfatin. Adipokin ini
dapat mengalami disregulasi yang dapat mensekresikan faktor–faktor
proinflamasi.
3.
Genetik Faktor genetik sangat
mempengaruhi terjadinya OA pada lutut. Selain itu, juga mempengaruhi
sensitivitas terhadap nyeri OA.
.
1.4
Patofisiologi
Osteoarthritis
terjadi karena adanya perubahan pada metabolisme tulang rawan sendi khususnya
sendi lutut. Peningkatan aktivitas enzim yang bersifat merusak makromolekul
matriks tulang rawan sendi dan menurunnya sintesis proteoglikan dan kolagen.
Pada proses degenerasi kartilago articular akan menghasilkan zat yang bisa
menimbulkan suatu reaksi inflamasi yang merangsang makrofag untuk menghasilkan
IL-1 sehingga meningkatkan enzim proteolitik untuk degradasi matriks ekstraseluler.
Perubahan
proteoglikan mengakibatkan tingginya resistensi tulang rawan untuk menahan
kekuatan tekanan dari sendi dan pengaruh yang lain yang dapat membebani sendi.
Menurunnya kekuatan tulang rawan akan disertai perubahan yang tidak sesuai
dengan kolagen dan kondrosit akan mengalami kerusakan. Selanjutnya akan terjadi
perubahan komposisi molekuler dan matriks rawan sendi yang diikuti oleh
kelainan fungsi matriks rawan sendi. Jika dilihat melalui mikroskop, terlihat
permukaan tulang rawan mengalami fibrilasi dan berlapis-lapis. Hilangnya tulang
rawan akan menyebabkan penyempitan rongga sendi.
Terjadi
pembentukan osteofit pada tepi sendi terhadap tulang rawan yang rusak.
Pembentukan osteofit merupakan suatu respon fisiologis untuk memperbaiki dan membentuk
kembali sendi. Dengan penambahan luas permukaan sendi untuk menerima beban,
osteofit diharapkan dapat memperbaiki perubahan awal tulang rawan pada
osteoarthritis. Semakin lama akan terjadi pengikisan yang progresif yang
menyebabkan tulang dibawahnya akan ikut terkikis. Pada tekanan yang melebihi
kekuatan biomekanik tulang, akan mengakibatkan tulang subkondrial merespon
dengan meningkatkan selularitas dan vascular sehingga tulang akan menjadi tebal
dan padat. Proses ini disebut eburnasi yang nantinya mengakibatkan sclerosis
tulang subkondrial. Tulang rawan sendi menjadi aus, rusak, dan menimbulkan
gejala osteoarthritis seperti nyeri sendi, kaku, dan deformitas.
1.5
Epidemiologi
Menurut AAOS (American Academy of Orthopaedic
Surgeons), insidens osteoartritis lutut di Amerika Serikat diperkirakan
mencapai 240 orang per 100.000 tiap tahunnya.4 Sepanjang tahun 2009, lebih dari
sebelas juta kunjungan rawat jalan merupakan kasus osteoartritis. Diperkirakan
pada tahun 2010, hampir sepuluh juta orang dewasa mengalami gejala
osteoartritis lutut. Prevalensi OA meningkat pada usia 40 – 60 tahun, bertambah
secara linear dengan bertambahnya usia.2 Di negara maju, OA menyebabkan beban
pembiayaan kesehatan yang besar dibandingkan penyakit muskuloskeletal lainnya;
namun kerugian terbesar adalah kualitas hidup, kesehatan mental, dan psikologis
pasien.
1.6
Diagnosis
2.
Diagnosis OA lutut menggunakan
kriteria klasifikasi dari American College of Rheumatology seperti tercantum
pada tabel berikut ini.
Diagnosis Pada
OA lutut dan OA lain, pasien biasanya datang dengan keluhan nyeri sendi. Dokter
wajib menyingkirkan diagnosis lain dengan gejala serupa seperti gouty
arthritis, septic arthritis, rheumatoid arthritis, dan Paget disease. Diagnosis
OA lutut dapat ditegakkan dengan temuan klinis saja atau dengan kombinasi
temuan klinis dan radiologi. Menurut The European League Against Rheumatism,7
diagnosis OA memerlukan tiga gejala dan tiga tanda. Tiga gejala terdiri dari
nyeri persisten, kekakuan sendi di pagi hari, dan menurunnya fungsi sendi,
sedangkan tiga tanda adalah
krepitasi, range of
motion berkurang, dan pembesaran tulang. Makin banyak gejala dan tanda, makin
besar kemungkinan OA. Jika semua tanda dan gejala terpenuhi, kemungkinan
menemukan OA pada radiografi adalah 99%.7 Kriteria diagnosis yang dikembangkan
oleh American College of Rheumatology antara lain:7 Klinis: Nyeri lutut hampir
tiap hari pada bulan sebelumnya, ditambah minimal 3 dari berikut ini: 1)
Krepitasi pada gerakan sendi aktif, 2) Kaku di pagi hari dengan durasi kurang
dari 30 menit, 3) Usia >50 tahun, 4) Pembesaran tulang lutut saat
pemeriksaan, 5) Nyeri tekan pada lutut saat pemeriksaan, dan 6) Tidak teraba
hangat.
Klinis ditambah
radiografi: Nyeri lutut hampir tiap hari pada bulan sebelumnya, ditambah bukti
radiografi adanya osteofit pada tepi sendi ditambah 1 gejala berikut ini:
krepitasi pada gerakan aktif, kaku di pagi hari dengan durasi kurang dari 30
menit, dan usia > 50 tahun
Klinis ditambah laboratorium: Nyeri lutut
hampir tiap hari pada bulan sebelumnya, ditambah minimal 5 hal berikut ini:
krepitasi pada gerakan aktif, kaku di pagi hari dengan durasi kurang dari 30
menit, usia >50 tahun, nyeri tekan tulang saat pemeriksaan, pembesaran
tulang, tidak teraba hangat, LED < 1:40, dan cairan sinovial sesuai tanda
OA.
Gambaran radiologi, OA
lutut dapat diklasifikasikan dalam lima grade menurut Kellgren – Lawrence :
Grade
0 : tidak
ditemukan penyempitan ruang sendi atau perubahan reaktif „
Grade
1 :
penyempitan ruang sendi meragukan
dengan kemungkinan bentukan osteofit „
Grade 2 :
osteofit jelas, kemungkinan penyempitan
ruang sendi „
Grade
3 : osteofit
sedang, penyempitan ruang sendi jelas, nampak sklerosis, kemungkinan deformitas
pada ujung tulang.
Grade
4 : osteofit
besar, penyempitan ruang sendi jelas, sklerosis berat, nampak deformitas ujung
tulang
2.3
Penatalaksanaan
Strategi
penatalaksanaan pasien dan pilihan jenis pengobatan ditentukan oleh letak sendi
yang mengalami OA, sesuai dengan karakteristik masing-masing serta kebutuhannya
Tujuan dari penatalaksanaan OA ini yaitu :
a.
Mengurangi/mengendalikan nyeri
b. Mengoptimalkan
fungsi gerak sendi
c. Mengurangi
keterbatasan aktivitas fisik sehari-hari (ketergantungan pada orang lain) dan
meningkatkan kualitas hidup.
d. Menghambat
progresivitas penyakit.
e. Mencegah terjadinya komplikasi. Berdasarkan
Rekomendasi Guidelines American College Rheumatology (ACR) pada tahun 2017,
penatalaksanaan osteoarthritis meliputi terapi farmakologi dan non farmakologi.
a)
Terapi
farmakologi
1)
Pada OA dengan gejala nyeri ringan sampai sedang dapat diberikan salah satu
obat : a) Acetaminophen (kurang dari 4 gram per hari)
b) Obat anti inflamasi non steroid (OAINS)
2) Pada OA dengan gejala nyeri sampai sedang
dengan resiko sistem pencernaan (usia > 60 tahun, disertai riwayat ulkus
peptikum, riwayat perdarahan saluran cerna, mengkonsumsi kortikosteroid atau
antikoagulan) dapat diberikan :
a)
Acetaminophen (kurang dari 4 gram per hari).
b)
Obat anti inflamasi non steroid (OAINS) topical.
c) Obat anti inflamasi non steroid (OAINS) non
selektif dengan pemberian obat pelindung gaster (gastro-protective agent). Obat
anti inflamasi nonsteroid (OAINS) harus dimulai dari dosis analgesik yang
rendah dan dapat dinaikkan apabila pemberian analgesik dosis rendah respon
kurang efektif
3)
Untuk nyeri sedang hingga berat serta pembengkakan sendi, aspirasi dan tindakan
injeksi glukokortikoid intraartikular (misal triamsinolon hexatonide 40mg)
untuk penanganan nyeri jangka pendek (satu sampai 3 minggu) dapat diberikan.
4)
Injeksi intraartikular/intra lesi Dalam penggunaan terapi ini, sangat
diperlukan kehati-hatian dikarenakan dapat menimbulkan efek merugikan yang
bersifat lokal maupun sistemik.
Asetaminofen,
atau yang lebih dikenal dengan nama parasetamol dengan merupakan analgesik
pertama yang diberikan pada penderita OA karena cenderung aman dan dapat
ditoleransi dengan baik, terutama pada pasien usia tua.21 Dengan dosis maksimal
4 gram/hari, pasien perlu diberi penjelasan untuk tidak mengonsumsi obat-obat
lain yang mengandung asetaminofen, termasuk obat flu serta produk kombinasi
dengan analgesik opioid.
Apabila
penggunaan asetaminofen hingga dosis maksimal tidak memberikan respon klinis
yang memuaskan, golongan obat anti inflamasi non steroid (OAINS) atau injeksi
kortikosteroid intraartikuler dapat digunakan. OAINS bekerja dengan cara
menghambat enzim siklooksigenase (COX) sehingga mengganggu konversi asam
arakidonat menjadi prostaglandin, yang berperan dalam inflamasi dan nyeri.
Terdapat
2 macam enzim COX, yaitu COX-1 (bersifat fisiologis, terdapat pada lambung,
ginjal dan trombosit) dan COX-2 (berperan pada proses inflamasi). OAINS yang
bekerja dengan cara menghambat COX-1 dan COX-2 (non selektif) dapat
mengakibatkan perdarahan lambung, gangguan fungsi ginjal, retensi cairan dan
hiperkalemia. Sedangkan OAINS yang bersifat inhibitor COX-2 selektif akan
memberikan efek gastrointestinal yang lebih kecil dibandingkan penggunaan OAINS
yang non selektif. Pada penggunaan OAINS jangka panjang perlu dipertimbangkan
pemberian proton-pump inhibitor untuk mengurangi risiko komplikasi traktus
gastrointestinal.
Untuk
pasien berusia >75 tahun, penggunaan OAINS topikal lebih dianjurkan
dibanding OAINS oral.29 Pada kasus ini, penggunaan tramadol atau injeksi kortikosteroid
intraartikuler dapat dianjurkan.29 Tramadol sama efektif dengan morfin atau
meperidin untuk nyeri ringan sampai sedang, tetapi untuk nyeri berat atau
kronik lebih lemah. Dosis maksimum per hari yang dianjurkan untuk tramadol
adalah 400 mg.30 Injeksi kortikosteroid intraartikuler dapat diberikan bila
terdapat infeksi lokal atau efusi sendi.
b. Terapi Non Farmakologi
1)
Edukasi pasien
2)
Program penatalaksanaan mandiri (self-management programs) dengan modifikasi
gaya hidup.
3)
Bila berat badan berlebih (BMI > 25), anjurkan program penurunan berat badan
(minimal penurunan 5% dari berat badan) dengan target BMI 18,5-25.
4)
Program latihan aerobic (low impact aerobic fitness exercise).
5)
Terapi okupasi meliputi proteksi sendi dan konservasi energi, menggunakan
splint dan alat bantu gerak sendi untuk aktivitas fisik.
6)
Hold Relax Exercise Latihan perbaikan lingkup gerak sendi, penguatan otot-otot
(quadriceps/pangkal paha) dan alat bantu gerak sendi (assistive devices for
ambulation), latihan isometrik.
C.
Operasi
Tindakan
operasi seperti arthroscopic debridement, joint debridement, dekompresi tulang,
osteotomi, dan artroplasti merupakan tindakan yang efektif pada penderita
dengan OA yang sudah parah. Tindakan operatif ini dapat menghilangkan nyeri
pada sendi OA, tetapi kadang fungsi sendi tersebut tidak dapat diperbaiki
secara adekuat, sehingga terapi fisik pre dan pasca operatif harus dipersiapkan
dengan baik.
2.4
Pemeriksaan Spesifik
a.
Tes
Ballotement
Ballotement test merupakan pemeriksaan
yang digunakan untuk mengetahui adanya cairan di dalam lutut. Caranya, yaitu
dengan mengosongkan resessus patelaris dengan menekan menggunakan satu tangan,
disamping itu dengan jari-jari tangan yang lainnya patela ditekan ke bawah.
Bila normal patella tidak bisa ditekan ke bawah, namun apabila patela tidak
bisa ditekan ke bawah, maka terdapat penumpukan cairan yang membuat patella
terangkat.
b.
Tes
Mc Murray
Mc murray merupakan pemeriksaan
yang digunakan untuk mendeteksi robekan di segmen meniskus bagian belakang.
Caranya, yaitu dengan menempatkan lutut melebihhi 900 dari fleksi dankemudian
memutar tibia di atas tulang femur menjadi rotasi internal secara penuh untuk
menguji meniskus bagian lateral, atau rotasi eksternal penuh untuk memeriksa meniskus
medial. Manuvermanuver sama dilakukan dalam tingkatan yang bertahap untuk
meningkatkan derajat fleksi lutut dapat memuat lebih banyak segmen meniskus
posterior. Selama pemeriksaan, garis persendian bagian lateral maupun medial di
palpasi. Hasil dianggap positif apabila terdapat suara klik. Suara klik kadang
bisa didengar dan kadang hanya bisa dirasakan.
Tes kualitas dan kuantitas ROM knee
Tes ini dilakukan untuk mengetahui kualitas dari persendian lutut dan kuantitas
dari lingkup gerak sendi pada lutut. Cara mengetesnya yaitu dengan meminta
pasien untuk menggerakkan persendian lutut secara aktif dan terapis
memperhatikan keadaan persendian tersebut mulai dari adakah krepitasi pada
persendian sampai bagaiman kuantitas dari lingkup gerak sendi pada lutut
pasien.
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien datang dengan
keluhan terdapat lutut bengkak di kaki kanan, sejak 2 bulan yang lalu hanya
terdapat pembengkakan Kemudian keluhan
sekarang terdapat, kaki terasa nyeri yang dirasakan pada lutu kaki demam (+),
mual (-) , muntah (-) dan pusing (-). Pasien juga mengeluhkaan sering merasa
haus dan sering buang air kecil terus menerus. Air kencing didapatkan berwarna
seperti teh pekat , pasien belum BAB saat pertama masuk RS. Pada
pemeriksaan fisik pada abdomen ,inspeksi tampak perut pasien kembung , palpasi
dengan teknik shifting dullnes didapatkan positif yang menandakan adanya acites
pada abdomen pasien , selain itu kedua kaki terasa kebas . Pada pemeriksaan darah lengkap awal didapati hemoglobin (9.4
g/dl) , eritrosit rendah (2.83 ul), hematokrit rendah (25.9 g/dL), Cholesterol (155) Cholesterol
HDL (L.53) Cholesterol LDL (94) Trigliserida (38) . Pada pemeriksaan kimia
klinik didapati kadar glukosa darah sewaktu (106 mg/dL Asam urat (55) pemeriksaan
elektrolit tidak dilakukan pemeriksaan. Air
kencing yang berwarna seperti teh mengindikasikan adanya hiperbilirubinemia
dimana Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh pembentukan bilirubin
yang melebihi kemampuan hati untuk mengekskresikan bilirubin yang telah
diekskresikan dalam jumlah normal. Selain itu, hiperbilirubinemia juga dapat
disebabkan oleh obstruksi saluran ekskresi hati. Apabila konsentrasi bilirubin
mencapai 2 – 2,5 mg/dL maka bilirubin akan tertimbun di dalam darah.
Selanjutnya bilirubin akan berdifusi ke dalam jaringan yang kemudian akan
menyebabkan kuning dan warna urin seperti teh.
Pada pemeriksaan
penunjang didapatkan gula darah yang bervariasi dari hari pertama rawatan
sampai hari ketujuh rawatan. Pemeriksaan kimia klinis lainnya didapatkan
hipoalbumin yang disebabkan oleh gangguan
fungsi ginjal akibat aktivasi sistem reni-angiotensin sehingga terjadi
penurunan volume darah arteri efektif. Penurunan volume darah efektif sendiri
kemungkinan disebabkan vasodilatasi perifer yang dicetuskan oleh sitokin.
Pada
pemeriksaan darah lengkap didapatkan Hb
dengan kesan anemia yang disebabkan oleh hipertensi portal yang
mengakibatkan terjadinya splenomegali kongestif sehingga terjadi hipersplenime
yang menyebabkan limpa cenderung menangkap dan menghancurkan sel-sel darah
selain itu penyakit diabetes mellitus juga dapat menyebabkan anemia dimana
aliran darah yang tidak adekuat makan distribusi sel darah, oksigen termasuk Hb
terganggu.
Pasien ditatalaksana dengan pemberian
cairan IVFD RL 20 gtt/i, Ibu profen
3x400mg
Inj Methylprednisolon 1 vial 18 jam Inj
Dexketoprofen Inj Omeprazole 1 Vial /12 jam
Cek Lab GDS.
DAFTAR
PUSTAKA
1. Osteoarthritis:
Care and management in adults. National Clinical Guideline Centre; 2014.
2. Alnahdi
AH, Zeni JA, Mackler LS. Muscle impairments in patients with knee
osteoarthritis. Sports Health. 2012;4(4):284-92.
3. Vaishya
R, Pariyo GB, Agarwal AK, Vijay V. Non-operative management of osteoarthritis
of the knee joint. J Clin Orthopaed Trauma. 2016;7:170-6.
4. Anwer
S, Alghadir A. Effect of isometric quadriceps exercise on muscle strength,
pain, and function in patients with knee osteoarthritis: Arandomized controlled
5. study.
J Phys Ther Sci. 2014;26:745-8.
6.
Jones B, Covey C, Sineath MJ. Nonsurgical management of knee
pain in adults. Am Fam Physician 2015;92(10):875-83.
7.
Rahmann AE. Exercise for people with hip or knee osteoarthritis:
A comparison of land-based and aquatic interventions. Open Access J Sport Med.
2010;1:123-35.
8. Sattari
S, Ashraf A. Comparison the effect of 3 point valgus stress knee support and
lateral wedge insoles in medial compartment knee osteoarthritis. Iran Red
9.
Crescent Med J. 2011;13(9):624-8.
10.
Chen W, Hsu W, Lin Y,
Hsieh LF. Comparison of intra-articular hyaluronic acid injection with
transcutaneous electiric nerve stimulation for the management of knee
11.
Marie
L Misso, Veronica J Pitt, Kay M Jones, et al. Quality and consistency of
clinical practice guidelines for diagnosis and management of osteoarthritis of
the hip and knee:a descriptive overview of published guidelines
No comments:
Post a Comment