Tuesday, 12 January 2021

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF INDONESIA DAN HUKUM ISLAM

 

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF INDONESIA DAN HUKUM ISLAM

 

 


KATA PENGANTAR

 

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena telah memberikan kesempatan pada penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya lah penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Perlindungan Hukum Terhadap Perempuan Dan Anak Dalam Perspektif Hukum Positif Indonesia Dan Hukum Islam tepat waktu.

Makalah ini  disusun guna memenuhi tugas [dosen/guru] pada Praktek Perlindungan Perempuan Dan Anak VIIB di Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh . Selain itu, penulis juga berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca tentang [topik makalah].

Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada [Bapak/Ibu] selaku Dosen Mata Kuliah ini. Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang ditekuni penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan makalah ini.

 


 


DAFTAR ISI

 

 

KATA PENGANTAR............................................................................................ i

DAFTAR ISI........................................................................................................... ii

 

BAB I PENDAHULUAN...................................................................................... 1

A.   Latar Belakang ......................................................................................... 1

B.   Tujuan Makalah........................................................................................ 2

 

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................ 3

A.   Pengertian Perlindungan Hukum......................................................... 3

B.   Perlindungan  Perempuan  dan Anak Menurut Hukum Positif....... 5

C.   Perlindungan Perempuan dan Anak menurut Hukum Islam........... 5

D.   Hak-hak Anak Menurut Hukum Positif dan Hukum Islam................ 6

 

BAB III PENUTUP............................................................................................. 13

 

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 15

 


BAB I

PENDAHULUAN

 

A.   Latar Belakang

Perempuan dan anak merupakan kaum rentan akan kejahatan yang perlu untuk dilindungi. Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan sebuah bangsa dan negara. Dalam konstitusi Indonesia, anak memiliki peran strategis yang secara tegas dinyatakan bahwa negara menjamin hak setiap anak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta atas pelindungan dari kekerasan dan diskriminasi ,oleh karena itu kepentingan terbaik bagi anak patut dihayati sebagai kepentingan terbaik bagi kelangsungan hidup umat manusia.

Setiap anak mempunyai harkat dan martabat yang patut dijunjung tinggi dan setiap anak yang terlahir harus mendapatkan hak-haknya tanpa anak tersebut meminta. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of the Child) yang diratifikasi oleh pemerintah Indonesia melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990, kemudian juga dituangkan dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak dan Undang- undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang kesemuanya mengemukakan prinsip - prinsip umum perlindungan anak, yaitu non diskriminasi, kepentingan terbaik bagi anak, kelangsungan hidup dan tumbuh kembang serta menghargai partisipasi anak.

Selain itu terhadap perempuan Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) merupakan suatu masalah yang sudah lama terjadi di tengah-tengah masyarakat bagaikan fenomena gunung es.[1] KDRT atau biasa juga disebut sebagai kekerasan domestik (domestic violence) merupakan suatu masalah yang sangat khas karena KDRT terjadi pada semua lapisan masyarakat mulai dari masyarakat berstatus sosial rendah sampai masyarakat berstatus sosial tinggi. Sebagian besar korban KDRT adalah perempuan, apakah istri atau anak perempuan dan pelakunya biasanya ialah suami (walaupun ada juga korban justru sebaliknya) atau orang-orang yang tersubordinasi di dalam rumah tangga itu.[2]

Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) adalah persoalan yang rumit untuk dipecahkan ,ada banyak alasan , boleh jadi pelaku KDRT benar-benar tidak menyadari bahwa apa yang telah ia lakukan adalah merupakan tindak KDRT. Pelaku menyadari bahwa perbuatan yang dilakukannya merupakan tindakan KDRT. Hanya saja, ia mengabaikannya lantaran berlindung diri di bawah norma-norma tertentu yang telah mapan dalam masyarakat. Sehingga menganggap perbuatan KDRT sebagai hal yang wajar dan pribadi.[3]

 

B.   Tujuan Makalah

Tujuan dari penulisan makalah ini, diantaranya ada;ah:

  1. Untuk mengetahui pengertian dari Perlindungan Hukum terhadap Anak dan Perempuan
  2. Untuk mengetahui landasan-landasan Hukum terhadap perlindungan Anak dan Perempuan
  3. Untuk mengetahui Hak-hak Anak Menurut Hukum Positif dan Hukum Islam

 

 


BAB II

PEMBAHASAN

 

A.   Pengertian Perlindungan Hukum

Pengertian perlindungan hukum terhadap anak sebagai amanah Tuhan harus senantiasa dijaga dan dilindungi karena dalam diri anak melekat harkat, martabat, dan hak- hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Hak asasi anak merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam “Undang-Undang Dasar l945 dan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak-hak Anak”,[4] bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia menjamin kesejahteraan tiap-tiap warga negaranya, termasuk perlindungan terhadap hak anak yang merupakan hak asasi manusia. Menyadari akan hak anak yang merupakan  amanah dan karunia dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya.

Sebagaimana di atur dalam Undang-Undang Dasar l945 Pasal 34 yang menyatakan: Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara”. Pada konteks ini Seto Mulyadi menyatakan: “ Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara, tetapi sampai sekarang ini belum ada turunannya berupa Undang-Undang yang mengatur tentang penanganan fakir miskin. Begitu pula undang-undang tentang pemeliharaan anak-anak terlantar.

Hal ini yang menjadi persoalan tersendiri mengenai penanganan dan perlindungan anak-anak Indonesia.[5] Meskipun sudah ada Undang-Undang perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, sejak diundangkan sampai sekarang ini belum bisa menjawab segala persoalan yang berkembang mengenai penanganan anak. Terlebih anak-anak yang kurang beruntung yang berlatar belakang anak-anak putus sekolah, anak-anak jalanan, anak-anak terlantar yang kesehariannya bergelut dengan keprihatinan dan kekerasan.

Pada Seminar kaitannya dengan hari anak nasional, Seto Mulyadi atau yang akrab dipanggil Kak Seto, dalam penjelesannya mengenai perlindungan anak, berkait dengan anak-anak hasil perkawinan mut’ah dan sirri. Merujuknya pada Undang-Undang Dasar l945 pada pasal 34. Yang menyatakan dengan tegas, bahwa perlindungan anak-anak hasil perkawinan itu juga menjadi hak setiap warga negara Republik Indonesia.

Oleh karena itu berkaitan dengan perlindungan anak, maka potensi anak sebagai penerus cita-cita perjuangan bangsa, memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan Negara pada masa depan. Oleh karena itu setiap anak kelak akan mampu memikul tanggung jawab sebagai generasi muda dimasa yang akan datang , maka perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasanya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, meliputi:

1.  Secara fisik anak perlu diperhatikan pertumbungan dan perkembangannya dengan mengedepankan kesehatan, kenyamanan, perlindungan di keluarga dan lingkungannya;

2.  Secara mental dan social perlu mendapat perhatian agar anak-anak tumbuh dengan jiwa dan semangat yang dilandasi oleh norma-norma agama, norma-norma adat; selain itu juga dipupuk nilai perjuangan dan pengabdian sebagaimana telah dicontohkan oleh para pahlawan pendiri Republik ini. Juga adanya pengakuan di masyarakat pada taraf sosialisasi dilingkungannya, masyarakat juga mendorong untuk terciptanya situasi  dan kondisi yang kondusif, aman, tenteram dan memacu untuk memahami keberadaannya ditengah-tengah lingkungan keluarga dan masyarakat.

3.  Secara penerapan prilaku yang berakhlak mulia, maka perlu ditanamkan agama dan kepercayaan yang dianut, diajarkan sedini mungkin untuk mengenal hakekat Ketuhanan, praktek ibadah, tauladan dalam pergaulan dan berprilaku yang baik. Inilah sebenarnya hakekat mempersiapkan anak untuk generasi mendatang yang bermental, bermoral dan atau berakhlakul karimah.[6]

 

B.   Perlindungan  Perempuan  dan Anak Menurut Hukum Positif

Dasar perlindungan anak di atur dalam perundang- undang di Indonesia, yakni:

  1. Undang-Undang Nomor 3 tahun l977 tentang Peradilan anak;
  2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun l999 tentang Hak Asasi Manusia;
  3. Undang-Undang Nomor l tahun l974      tentang Perkawinan;
  4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga;
  5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
  6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

 

C.   Perlindungan Perempuan dan Anak menurut Hukum Islam

Selanjutnya perlindungan anak di dalam Islam, tentang perlindungan anak sebagaimana dikemukakan oleh Al  Mughi, bahwa selama seorang anak belum dapat membedakan sesuatu atau belum aqil baligh (belum dewasa), maka perlindungan anak menjadi tanggung jawab orang tua atau pengampunya.[7]

Adapun landasannya  adalah :  Al  Qur’an surat an nur : 58 : “ Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak- budak (lelaki dan perempuan) yang kamu meliki, dan orang- orang yang belum balig (anak-anak) di antara kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali (dalam satu hari) yaitu: sebelum sholat subuh, ketika kamu nenanggalkan pakaian (luar)mu di tengah hari dan sesudah sholat isya’. (itulah) tiga aurat bagi kamu..”[8]

 

D.   Hak-hak Anak Menurut Hukum Positif dan Hukum Islam

1.    Hak-hak Anak dalam Hukum Positif

Di Indonesia perhatian dalam bidang perlindungan anak menjadi salah satu tujuan pembangunan Nasional. Sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, yang berbunyi:

“Perlindungan anak adalah: segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi ”.[9]

Di dalam Seminar Perlindungan Anak atau Remaja oleh Pra Yuwana pada tahun 1977, terdapat dua perumusan tentang Perlindungan Anak, yaitu:

a.    Segala daya upaya yang dilakukan secara sadar oleh setiap orang maupun lembaga pemerintah dan swasta yang bertujuan mengu- sahakan pengamanan, penguasaan, dan pemenuhan kesejahteraan fisik, mental, dan sosial anak dan remaja yang sesuai dengan kepentingan dan hak asasinya.

b.    Segala daya upaya bersama yang dilakukan dengan sadar oleh perorangan, keluarga, masyarakat, badan–badan pemerintah dan swasta untuk pengamanan, pengadaan dan pemenuhan kesejahteraan rohaniah dan jasmaniah anak berusia 0-21 tahun, tidak dan belum pernah menikah, sesuai dengan hak dan kepentingannya agar dapat mengembangkan dirinya seoptimal mungkin.[10]

Perlindungan anak juga merupakan pembinaan generasi muda, yang menjadi bagian integral dari pembangunan Nasional, yaitu masyarakat adil dan makmur serta aman dan sentosa berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945. Konsepsi perlindungan anak meliputi ruang lingkup yang luas, dalam arti bahwa perlindungan anak tidak hanya mengenai perlindungan atas jiwa dan raga si anak, tetapi mencakup pula per- lindungan atas semua hak serta kepentingan yang dapat menjamin pertumbuhan dan perkembangan yang wajar, baik secara rohani, jasmani, maupun sosialnya sehingga diharapkan Anak Indonesia akan berkembang menjadi orang dewasa, yang mampu dan mau berkarya untuk mencapai dan memelihara tujuan pembangunan Nasional tersebut.[11] Sedangkan pengertian hukum perlindungan anak, beberapa ahli memberikan batasan-batasan sebagai berikut:

Arit Gosita mengatakan : “Bahwa hukum perlindungan anak sebgai hukum (tertulis) maupun tidak tertulis yang menjamin anak benar- benar dapat melaksanakan hak dan kewajibannya”[12]

Bismar Siregar menyebutkan: “Aspek hukum perlindungan anak lebih dipusatkan kepada hak-hak anak yang diatur hukum dan bukan kewajiban, mengingat secra hukum (yuridis) anak belum dibebani kewajiban”.

Sedangkan Prof. Mr. J. E. Doek dan Mr. H. MA. Drewes memberikan pengertian hukum perlindungan anak adalah: “Segala aturan hidup yang memberi perlindungan kepada mereka yang belum dewasa dan memberi kemungkinan bagi mereka untuk berkembang”.

Perlindungan Anak merupakan suatu perlindungan hukum yang membawa akibat hukum, oleh karena itu perlu adanya suatu jaminan hukum. Dalam Pasal 34 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi “Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh Negara[13].”

Perlindungan Anak merupakan perwujudan adanya keadilan dalam suatu masyarakat, dengan demikian perwujudan perlindungan anak diusahakan dalam berbagai kehidupan bernegara, hal ini dikarenakan bahwa anak merupakan penerus bangsa sehingga perlu dilindungi keamanan dan keadilannya. Hukum merupakan jaminan bagi setiap anak, kepastian hukum perluh diusahakan demi kelangsungan kegiatan  perlindungan anak dan mencegah penyelewengan yang membawa akibat negative yang tidak diinginkan terhadap anak.[14]

Perlindungan anak merupakan perwujudan adanya keadilan dalam suatu masyarakat, dengan demikian perwujudan perlindungan anak diusahakan dalam berbagai kehidupan bernegara, hal ini dikarenakan bahwa anak merupakan penerus bangsa. Sehingga perlu dilindungi keamanannya dan keadilannya[15]. Jaminan pelaksanaan perlindungan anak merupakan suatu perwujudan kesejahteraan anak, dan juga berarti melindungi dari segala bentuk kejahatan dan eksploitasi. Sehingga anak memperoleh kesempatan yang seluas-luasnya untuk berkreasi dan berkarya seni budaya.

 

 

2.    Hak-hak Anak dalam Islam

Islam telah menjelaskan kewajiban dan hak-hak yang harus dinikmati oleh setiap individu, Islam juga menetapkan hak-hak yang harus dipenuhi agar ia bisa tumbuh dengan baik terbebas dari segala tradisi yang membuatnya menyimpang, dan menjamin tertanamnya akhlak Islam yang positif.

Hak-hak tersebut memberikan kekuatan jiwa, solidaritas, kemuliaan dan kemampuan untuk bekerja sama, pembinaan, kecintaan pada negara, kontribusi dalam pembangunan bangsa dan kemampuan untuk membela Islam.

Diantara hak-hak yang telah ditetapkan oleh Islam untuk anak-anak adalah sebagai berikut :[16]

a.    Hak anak dalam menikmati sifat kebapakan dan keibuan. Hati kedua orang tua telah ditakdirkan untuk mencintai anak- anaknya, rasa cinta itu bersumber dari indra kejiwaan, perasaan simpati, dan perhatian terhadap urusan anak, karena perhiasan kehidupan dunia sala satunya dengan adanya anak-anak, Seperti firman Allah SWT dalam surat al- Kahfi: 46.

Artinya: Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia.

Al-quran juga menjadikan anak-anak sebagai penyejuk mata dan ketentraman bagi kedua orang tua, firman Allah dalam surat al- Furqan : 74.

Artinya: “Dan orang orang yang berkata: "Ya Tuhan Kami, anugrahkanlah kepada Kami isteri-isteri  Kami  dan keturunan Kami sebagai penyenang hati (Kami), dan Jadikanlah Kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.

 

 

 

b.    Hak anak untuk bernasab kepada orang tua

Islam telah menetapkan bahwa nasab (garis keturunan) tidak akan kuat kecuali dengan sebab kelahiran sejati yaitu berasal dari hubungan yang tidak diharamkan. Islam mengharamkan mengangkat anak untuk dijadikan nasab dengan status keharaman yang pasti, untuk menunjukan kuatnya hubungan nasab.

Hal ini berdasarkan firman Allah SWT dalam surat al-Ahzab: 4 dan 5:

Artinya: “Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya; dan Dia tidak menjadikan istri-istrimu yang kamu zhihar itu sebagai ibumu, dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). yang demikian itu hanyalah perkataanmu dimulutmu saja. dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar)”.“Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; Itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, Maka (panggilah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula- maulamu”…15

c.    Hak untuk hidup atau kelangsungan hidup

Hak untuk hidup ini adalah hak yang suci dan tidak boleh dihilangkan, Hak ini dianggap sebagai bagian dari aksistensi manusia, yakni hak asasi. Hak ini merupakan salah satu anugerah Allah. Mengenai hak hidup anak ini terdapat dalam Surat al-An’am: 151:

 Artinya: “… Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka…..16

Juga firman Allah dalam Surat al-Israa’:33

Artinya: “Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang  diharamkan  Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar… 17

Berdasarkan ayat di atas, Islam melarang seseorang melenyapkan nyawa orang lain tanpa alasan yang jelas, Hal ini merupakan implementasi hak hidup yang harus diberikan kepada setiap manusia, Hak hidup adalah hak yang paling fundamental dan essensial yang tidak dapat diabaikan sama sekali,[17] Karena tanpa hak hidup mustahil manusia dapat menikmati hak-hak lainnya.

Allah memandang bahwa melenyapkan hidup seorang tanpa alasan yang dapat dibenarkan oleh Allah sama artinya melenyapkan semua manusia, karena orang yang dibunuhnya tersebut adalah salah satu anggota masyarakat dan dengan membunuhnya berarti membunuh keturunannya. Sebaliknya menyelamatkan hidup seorang berarti telah menyelamatkan semua kehidupan manusia. [18]

Sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat al-Maidah: 32:

Artinya: “Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: Barangsiapa membunuh seorang, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, Maka seakan-akan Dia telah membunuh semua manusia. Maka Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, Maka seolah-olah Dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya, sesungguhnya Rasul kami telah datang kepada mereka dengan membawah keterangan yang jelas. Tapi kemudian banyak diantara mereka setelah itu melampaui batas di bumi”. 20

 

 

d.    Hak anak-anak terhadap pengasuhan yang baik (sandang, pangan, dan papan)

Agama Islam mengutamakan pemeliharaan yang sempurna terhadap anak, sebagaimana yang terlihat dalam sistem fiqih yang terperinci, yang mengutamakan pemeliharaan kemaslahatan anak-anak. Dimana Orang tua wajib memberinya nafkah dan menjauhkan dari segala yang membahayakan.

Allah berfirman dalam surat al-Baqarah: 223

Artinya: “Dan kewajiban ayah memberi Makan dan pakaian kepada anak-anaknya dengan cara yang ma'ruf”.(Q.S al-Baqarah : 233)

e.    Hak anak mendapatkan keadilan dan persamaan dalam interaksi

Islam memandang persamaan dalam interaksi dengan anak- anak, baik laki-laki atau perempuan, sebagai suatu hal yang penting bagi keluarga. Untuk dijadikan pondasi bagi membangun metode pengasuhan anak-anaknya.

Allah SWT berfiman dalam surat al-Maidah: 8

Artinya: “Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada ketaqwaan”.

 


BAB III

PENUTUP

 

A.   Kesimpulan

Pengertian perlindungan hukum terhadap anak sebagai amanah Tuhan harus senantiasa dijaga dan dilindungi karena dalam diri anak melekat harkat, martabat, dan hak- hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Hak asasi anak merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam “Undang-Undang Dasar l945 dan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak-hak Anak”,  bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia menjamin kesejahteraan tiap-tiap warga negaranya, termasuk perlindungan terhadap hak anak yang merupakan hak asasi manusia. Menyadari akan hak anak yang merupakan  amanah dan karunia dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya

Dasar perlindungan anak di atur dalam perundang- undang di Indonesia, yakni:

1.    Undang-Undang Nomor 3 tahun l977 tentang Peradilan anak;

2.    Undang-Undang Nomor 39 Tahun l999 tentang Hak Asasi Manusia;

3.    Undang-Undang Nomor l tahun l974     tentang Perkawinan;

4.    Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga;

5.    Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

6.    Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

Selanjutnya perlindungan anak di dalam Islam, tentang perlindungan anak sebagaimana dikemukakan oleh Al  Mughi, bahwa selama seorang anak belum dapat membedakan sesuatu atau belum aqil baligh (belum dewasa), maka perlindungan anak menjadi tanggung jawab orang tua atau pengampunya.

Adapun landasannya  adalah :  Al  Qur’an surat an nur : 58 : “ Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak- budak (lelaki dan perempuan) yang kamu meliki, dan orang- orang yang belum balig (anak-anak) di antara kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali (dalam satu hari) yaitu: sebelum sholat subuh, ketika kamu nenanggalkan pakaian (luar)mu di tengah hari dan sesudah sholat isya’. (itulah) tiga aurat bagi kamu..”


DAFTAR PUSTAKA

 

1.    Nawal El Saadawi, 2001,” Perempuan Dalam Budaya Patriarki”, Pustaka Pelajar, Jogjakarta,

2.    Nursyahid, Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT, Panca Usaha, Jakarta, 2004,

3.    Ali Mansyur, Perlindungan konsumen yang responsive kontemporer pidato pengukuhanguru besar, Unissula Press, Semarang, 2007,

4.    Ahmad Kamil dan Fauzan, Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anakdi Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008

5.    Seto Mulyadi, Dialog dengan Cawapres Megawati, Trans TV,

6.    UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, (Bandung: Fokusmedia, 2014),

7.    Syaikh Hasal Ayyub, Fikih Keluarga, Pustaka Al Kautsar, Jakarta, l999,

8.    Depag. RI, Al Qur’an dan Terjemahan (revisi terbaru), CV. Asy Syifa’, Semarang, l999, hal.554

9.    Hadi Setia Tunggal, Himpunan Peraturan Perlindungan Anak, Harvarindo, Jakarta, 2007,

10. Irma Setyowati Soemitro, Aspek Hukum Perlindungan Anak, (Jakarta: Bumi Aksara, 1990),

11. Wagiati Sutedjo, Hukum Pidana Anak, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2006 ),

12. Maidin Gultom, Perlindungan Hukum terhadap Anak, (Bandung: PT Refika Aditama, 2008),

13. Undang-Undang Dasar 1945, (Jakarta: Sekjend & Kepaniteraan MK.RI, 2009),

14. Satjipto Rahardjo, Sisi-sisi lain dari Hukum di Indonesia, Penerbit Buku Kompas, Jakarta, 2006, hal.234

15. Syekh Khalid Abdurrahman al-‘Akk, Cara Islam Mendidik Anak, (Jogjakarta : Ad- Dawa’, 2006),

16. Yurna Bachtiar, Wacana Keadilan dan Ham dalam Perspektif Islam, (Jakarta : Nuansa Madani, 1999),

17. Dalizar Putra, HAM Menurut Al-Qur’an, (Jakarta : al-Husna Zikra, 1995),



[1] Nawal El Saadawi, 2001,” Perempuan Dalam Budaya Patriarki”, Pustaka Pelajar, Jogjakarta,

[2] Nursyahid, Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT, Panca Usaha, Jakarta, 2004, hal. 6

[3] Ali Mansyur, Perlindungan konsumen yang responsive kontemporer pidato pengukuhanguru besar, Unissula Press, Semarang, 2007, hal. 10

[4] Ahmad Kamil dan Fauzan, Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anakdi Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008, hal. 5

[5] Seto Mulyadi, Dialog dengan Cawapres Megawati, Trans TV, l4 Juni 2008

[6] Hadi Setia Tunggal, Himpunan Peraturan Perlindungan Anak, Harvarindo, Jakarta, 2007, hal. 5

[7] Syaikh Hasal Ayyub, Fikih Keluarga, Pustaka Al Kautsar, Jakarta, l999, hal.28

[8] Depag. RI, Al Qur’an dan Terjemahan (revisi terbaru), CV. Asy Syifa’, Semarang, l999, hal.554

[9] UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, (Bandung: Fokusmedia, 2014),

[10] Irma Setyowati Soemitro, Aspek Hukum Perlindungan Anak, (Jakarta: Bumi Aksara, 1990), h.14

[11] Wagiati Sutedjo, Hukum Pidana Anak, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2006 ), h. 62

[12] Irma Setyowati Soemitro, Op.Cit, h. 15

[13] Undang-Undang Dasar 1945, (Jakarta: Sekjend & Kepaniteraan MK.RI, 2009),

[14] Satjipto Rahardjo, Sisi-sisi lain dari Hukum di Indonesia, Penerbit Buku Kompas, Jakarta, 2006, hal.234

[15] Maidin Gultom, Perlindungan Hukum terhadap Anak, (Bandung: PT Refika Aditama, 2008), h. 34

[16] Syekh Khalid Abdurrahman al-‘Akk, Cara Islam Mendidik Anak, (Jogjakarta : Ad- Dawa’, 2006), h.111

[17] Yurna Bachtiar, Wacana Keadilan dan Ham dalam Perspektif Islam, (Jakarta : Nuansa Madani, 1999), h. 42

[18] Dalizar Putra, HAM Menurut Al-Qur’an, (Jakarta : al-Husna Zikra, 1995), h. 45

No comments:

Post a Comment