KATA PENGANTAR
Puji syukur kami
panjatkan kehadirannya Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya
kepada kami sehingga kami dapat menyusun Askep ini dengan tepat pada waktunya.
Shalawat serta salam tercurahkan kepada junjungan nabi kita Muhammad SAW
beserta para sahabatnya.
Askep ini di buat
untuk memenuhi tugas mata kuliah
Keperawatan Trauma dimana Askep ini berisi tentang ASKEP PADA PASIEN BRONKITIS AKUT DAN
KRONIS.
Penulis menyadari bahwa tanpa
bantuan dari pihak lain maka penulis tidak akan dapat menyelesaikan Askep ini.
Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang
tulus kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan Askep ini.
Aceh Besar, 16 Mei 2019
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR........................................................................................... i
DAFTAR
ISI.......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................ 1
B. Tujuan .......................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................... 3
A. Defenisi ...................................................................................................... 3
B. Etiologi ....................................................................................................... 4
C. Patofisiologi ................................................................................................ 5
D. Klasifikasi
................................................................................................... 6
E. Manifestasi Klinis Bronchitis ...................................................................... 6
F. Komplikasi .................................................................................................. 7
G. Penatalaksanaan .......................................................................................... 8
H. Pemeriksaan Diagnostik Bronkitis............................................................. 10
I. Komplikasi Bronkitis.................................................................................. 12
J. Pencegahan Bronkitis................................................................................. 13
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN PADA
PASIEN BRONKITIS KRONIS 14
A. Pengkajian ................................................................................................. 14
B. Diagnosa .................................................................................................... 15
C. Intervensi.................................................................................................... 16
BAB IV PENUTUP............................................................................................. 21
A. Kesimpulan ................................................................................................ 21
B. Saran........................................................................................................... 21
DAFTAR
PUSTAKA......................................................................................... 22
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit infeksi sekarang ini yang banyak menimbulkan
kematian adalah saluran pernafasan baik itu pernafasan atas maupun bawah, yang
bersifat akut atau kronis salah satunya penyakit bronchitis. Bronchitis pada
anak berbeda dengan bronchitis yang terjadi pada orang dewasa.
Pada anak bronchitis merupakan bagian dari berbagai penyakit
saluran nafas lain, namun dapat juga merupakan penyakit tersendiri (ngastiyah,
200585). Di Amerika Serikat, menurut national
center for health statistics, kira-kira ada 14 juta orang menderita bronchitis.
Lebih dari 12 juta orang menderita bronchitis pada tahun 1994,
sama dengan 5% populasi amerika. Di dunia bronchitis merupakan
masalah dunia. Frekuensi bronchitis lebih banyak pada status
ekonomi rendah dan pada kawasan industri.bronchitis lebih banyak
terdapat pada laki-laki dibanding perempuan (Samer, 2007).
Menurut data statistik belanda, tujuh kali pada pasien
anak-anak dibawah usia 1 tahun masuk rumah sakit dengan diagnosis bronchitis.
Jumlah pasien tersebut meningkat dari 1500 menjadi 5000 antara tahun 1981 –
2005, dengan rata-rata 35% pasien pada usia 0 – 1 tahun. Di kelompok umur
tersebut juga terjadi peningkatan sebanyak tujuh kali di periode tersebut.
Antara tahun 1981 – 2005, pasien dengan diagnosis bronchitis meningkat
dari 29 menjadi 147 per 10.000 orang usia 0 – 1 tahun, separuh pasien tersebut
adalah bayi dibawah usia 4 bulan (Ploemacher, 2010).
B.
Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian bronchitis
2.
Untuk mengetahui etiologi bronchitis
3.
Untuk mengetahui patofisiologi bronchitis
4.
Untuk mengetahui klasifikasi bronchitis
5.
Untuk mengetahui manifestasi klinis bronchitis
6.
Untuk mengetahui komplikasi bronchitis
7.
Untuk mengetahui penatalaksanaan bronchitis
8.
Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada anak dengan bronchitis
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Defenisi
Bronchitis adalah suatu peradangan bronchiolus, bronchus, dan trachea oleh
berbagai sebab. Bronchitis biasanya lebih sering disebabkan oleh virus seperti
rhinovirus, Respiratory Syncitial Virus
(RSV), virus influenza, virus para influenza, dan Coxsackie virus . Bronchitis
adalah suatu peradangan pada bronchus yang disebabkan oleh berbagai macam
mikroorganisme baik virus, bakteri, maupun parasit. Ada 2 jenis bronchitis
yaitu bronchitis akut dan kronik (Muttaqin, 2008).
Bronchitis adalah peradangan dari satu
atau lebih bronchus. Bronchitis akut adalah serangan bronchitis dengan
perjalanan penyakityang singkat dan berat, disebabkan oleh karena terkena
dingin,penghirupan bahan-bahan iritan, atau oleh infeksi akut, dan
ditandaidengan demam, nyeri dada (terutama disaat batuk), dyspnea, dan
batuk.Bronchitis kronik adalah bentuk peradangan yang lama dan berkesinambungan
akibat serangan berulang bronchitis akut atau penyakit-penyakit umum kronis,
dan ditandai dengan batuk, ekspektorasi, danperubahan sekunder jaringan paru
(Company, 2000).
Bronchitis kronik didefinisikan sebagai
adanya batuk produktif yang berlangsung 3 bulan dalam satu tahun selama 2 tahun
berturut-turut.Sekresi yang menumpuk dalam bronchioles mengganggu pernapasan
yang efektif. Merokok atau pemajanan terhadap terhadap polusi adalah penyebab
utama bronchitis kronik. Pasien dengan bronchitis kronik lebih rentan terhadap
kekambuhan infeksi saluran pernapasan bawah. Kisaran infeksi virus, bakteri,
dan mikroplasma dapat menyebabkan episode bronchitis akut. Eksaserbasi
bronchitis kronik hampir pasti terjadi selama musim dingin. Menghirup udara
yang dingin dapat menyebabkan bronchospasme bagi mereka yang rentan (Smeltzer
& Bare 2001).
Bronchitis kronis adalah kelainan yang
ditandai oleh hipersekresi bronchus secara terus menerus. Bronchitis Kronis
merupakan suatu gangguan klinis yang ditandai oleh pembentukan mucus yang
berlebihan dalam bronchus dan bermanifestasi sebagai batuk kronis dan
pembentukan sputum selama sedikitnya 3 bulan dalam setahun sekurang-kurangnya
dalam 2 tahun berturut-turut (Sylvia, Price, & Wilson, 1994). Dari beberapa
pengertian di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa bronchitis merupakan suatu
peradangan pada bronchus yang disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme
baik virus, bakteri, maupun parasit. Bronchitis dibagi menjadi dua fase yaitu
fase akut dan fase kronis.
B. Etiologi
Penyebab utama
penyakit bronkitis akut adalah virus. Sebagai
contoh Rhinovirus Sincytial Virus (RSV), Influenza Virus, Para-influenza Virus,
Adenovirus dan Coxsakie Virus. Di lingkungan sosio-ekonomi yang baik jarang
terdapat infeksi sekunder oleh bakteri. Alergi, cuaca, polusi udara dan infeksi
saluran napas atas dapat memudahkan terjadinya bronkitis akut. Rokok
1. Infeksi
Eksaserbasi bronchitis disangka paling sering diawali dengan
infeksi virus yang kemudian menyebabkan infeksi sekunder bakteri. Bakteri yang
diisolasi paling banyak adalah Hemophilus influenza dan streptococcus
pneumonie.
2. Polusi
Polusi tidak begitu besar pengaruhnya sebagai faktor penyebab,
tetapi bila ditambah merokok resiko akan lebih tinggi. Zat – zat kimia dapat
juga menyebabkan bronchitis adalah zat – zat pereduksi seperti O2, zat – zat
pengoksida seperti N2O, hidrokarbon, aldehid, ozon.
3. Keturunan
Belum diketahui secara jelas apakah faktor keturunan
berperan atau tidak, kecuali pada penderita defisiensi alfa – 1 – antitripsin
yang merupakan suatu problem, dimana kelainan ini diturunkan secara autosom
resesif. Kerja enzim ini menetralisir enzim proteolitik yang sering dikeluarkan
pada peradangan dan merusak jaringan, termasuk jaringan paru.
4. Penyakit jantung menahun, yang
disebabkan oleh kelainan patologik pada katup maupun miokardia. Kongesti
menahun pada dinding bronchus melemahkan daya tahan sehingga infeksi bakteri
mudah terjadi.
5. Infeksi sinus paranasalis dan rongga
mulut, area infeksi merupakan sumber bakteri yang dapat menyerang dinding
bronchus.
6. Dilatasi bronkus (bronkhiektasi), menyebabkan gangguan
susunan dan fungsi dinding bronkus sehingga infeksi bakterinmudah terjadi.
Rokok dapat menimbulkan kelumpuhan bulu getar selaput lendir
bronchus sehingga drainase lendir terganggu. Kempulan lendir tersebut merupakan
media yang baik untuk pertumbuhan bakteri. Menurut buku Report of the WHO
Expert Comite on Smoking Control, rokok adalah penyebab utama timbulnya
bronchitis. Terdapat hubungan yang erat antara merokok dan penurunan VEP
(volume ekspirasi paksa) 1 detik. Secara patologis rokok berhubungan dengan
hiperplasia kelenjar mukus bronkus dan metaplasia skuamus epitel saluran
pernafasan juga dapat menyebabkan bronkostriksi akut.
C.
Patofisiologi
Asap
mengiritasi jalan napas, mengakibatkan hipersekresi lendirdan inflamasi. Karena
iritasi yang konstan ini, kelenjar-kelenjar yang mensekresi lendir dan sel-sel
globet meningkat jumlahnya, fungsi silliamenurun, dan lebih banyak lendir yang
dihasilkan dan akibatnyabronchioles menjadi menyempit dan tersumbat. Alveoli
yang berdekatan dengan bronchioles dapat menjadi rusak dan membentuk
fibrosis,mengakibatkan perubahan fungsi makrofag alveolar, yang berperan
penting dalam menghancurkan partikel asing termasuk bakteri. Pasien kemudian
menjadi lebih rentan terhadap infeksi pernapasan. Penyempitan bronchial lebih
lanjut terjadi sebagai akibat perubahan fibrotic yang terjadi dalam jalan
napas. Pada waktunya, mungkin terjadi perubahan paru yang irreversible,
kemungkinan mengakibatkan emphysema dan
bronchiectasis
(Smeltzer & Bare, 2001).
D.
Klasifikasi
1.
Bronchitis Akut
Bronchitis Adalah batuk yang tiba-tiba terjadi karena
infeksi virus yang melibatkan jalan napas yang besar. Bronkitis
akut pada bayi dan anak biasanya juga bersama dengan trakeitis, merupakan
penyakit saluran napas akut (ISNA) yang sering dijumpai Bronkitis aku.t
pada umumnya ringan. Berlangsung singkat (beberapa hari hingga beberapa
minggu), rata-rata 10-14 hari. Meski ringan, namun adakalanya sangat
mengganggu, terutama jika disertai sesak, dada terasa berat, dan batuk
berkepanjangan.
2.
Bronchitis Kronik
Bronkitis kronk merupakan penyakit saluran napas yang
sering didapat di masyarakat. Penyakit ini menjadi masalah kesehatan oleh
karena sifatnya yang kronik, persisten dan progresif. Infeksi saluran napas
merupakan masalah klinis yang sering dijumpai pada penderita bronkitis kronik
yang dapat memperberat penyakitnya. Eksaserbasi infeksi akut akan bronkitis
kronik yang dapat memperberat penyakitnya. Eksaserbasi infeksi akut akan
mempercepat kerusakan yang telah terjadi, disamping itu kuman yang menyebabkan
eksaserbasi juga berpengaruh terhadap morbiditas penyakit ini. Penyakit ini
berlangsung lebih lama dibandingkan bronkitis akut, yaitu berlangsung selama 1
tahun dengan frekuensi batuk produktif 3 bulan selam 2 tahun berturut-turut.
E. Manifestasi Klinis
Bronchitis
Gejala umum bronkitis akut maupun bronkitis kronik
adalah:
1.
Batuk dan produksi sputum
adalah gejala yang paling umum biasanya terjadi setiap hari. Intensitas batuk,
jumlah dan frekuensi produksi sputum bervariasi dari pasien ke pasien. Dahak
berwarna yang bening, putih atau hijau-kekuningan.
2.
Dyspnea (sesak napas) secara
bertahap meningkat dengan tingkat keparahan penyakit. Biasanya, orang dengan
bronkitis kronik mendapatkan sesak napas dengan aktivitas dan mulai batuk.
3.
Gejala kelelahan, sakit
tenggorokan , nyeri otot, hidung tersumbat, dan sakit kepala dapat menyertai
gejala utama.
4.
Demam dapat mengindikasikan
infeksi paru-paru sekunder virus atau bakteri.
Pada bronkitis akut, batuk terjadi selama
beberapa minggu. Sesorang didiagnosis bronkitis kronik ketika mengalami batuk
berdahak selama paling sedikit tiga bulan selama dua tahun berturut-turut. Pada
bronkitis kronik mungkin saja seorang penderita mengalami bronkitis akut
diantara episode kroniknya, dan batu mungkin saja hilang namun akan muncul
kembali (Smeltzer & Bare, 2001).
F.
Komplikasi
Komplikasi bronchitis menurut Behrman (1999), antara lain :
1. Otitis
media akut .
Yaitu keadaan terdapatnya cairan di
dalam telinga tengah dengan tanda dan gejala infeksi dan dapat disebabkan
berbagai patogen termasuk Sterptococcus pneumoniae dan Haemophilus
influenzae. Mikroorganisme patogen penyebab bronkhtis menebar dan masuk ke
dalam saluran telinga tengah dan menimbulkan peradangan sehingga terjadi
infeksi.
2. Sinusitis
maksilaris
Yaitu radang sinus yang ada di
sekitar hidung yang disebabkan oleh komplikasi peradangan jalan nafas bagian
atas dibantu oleh adanya faktor predisposisi. Infeksi pada sinus dapat
menyebabkan bronkhospasme, edema dan hipersekresi sehingga mengakibatkan
bronchitis.
3. Pneumonia
Pneumonia
adalah radang paru yang disebabkan oleh bermacammacam etiologi seperti bakteri,
virus, jamur, dan benda asing. Jika bronchitis tidak ditangani dengan baik
secara tuntas atau jika daya tahan tubuh jelek, maka proses peradangan akan
terus berlanjut disebut bronchopneumoniae. Gejala yang muncul umumnya berupa
nafas yang memburu atau cepat dan sesak nafas karena paru-paru mengalami
peradangan. Pneumonia berat ditandai adanya batuk atau kesukaran bernafas,
sesak nafas ataupun penarik dinding dada sebelah bawah kedalam.
G.
Penatalaksanaan
Objektif utama pengobatan adalah untuk menjaga agar bronchioles
terbuka dan berfungsi, untuk memudahkan pembuangan sekresi bronchial, untuk
mencegah infeksi, dan untuk mencegah kecacatan. Perubahan dalam pola sputum
(sifat, warna, jumlah, ketebalan) dan dalam pola batuk adalah tanda yang
penting untuk dicatat. Infeksi bakteri kambuhan diobati dengan terapi
antibiotic berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas. Untuk
membantu membuang sekresi bronchial, diresepkan bronchodilator untuk
menghilangkan bronchospasme dan mengurangi obstruksi jalan napas sehinggga
lebih banyak oksigen didistribusikan ke seluruh bagian paru, dan ventilasi
alveolar diperbaiki. Postural drainage dan perkusi dada setelah pengobatan biasanya sangat membantu,
terutama bila terdapat bronchiectasis. Cairan (yang diberikan per oral atau
parenteral jika bronchospasme berat) adalah bagian penting dari terapi, karena
hidrasi yang baik membantu untuk mengencerkan sekresi sehingga dapat dengan
mudah dikeluarkan dengan membatukannya. Terapi kortikosteroid mungkin digunakan
ketika pasien tidak menunjukkan keberhasilan terhadap pengukuran yang lebih
konservatif. Pasien harus menghentikan merokok karena menyebabkan
bronchoconstrictor, melumpuhkan sillia, yang penting dalam membuang partikel
yang mengiritasi, dan menginaktivasi surfactants, yang memainkan peran penting
dalam memudahkan pengembangan paru-paru. Perokok juga lebih rentan terhadap
infeksi bronchial (Smeltzer & Bare, 2001).
Penatalaksanan medis bronchitis akut : karena penyebab bronchitis
pada umumnya virus maka belum ada obat kausal. Antibiotik tidak berguna. Obat
yang di berikan biasanya untuk penurunan demam. Banyak minum terutama sari
buah-buahan obat penekan batuk tidak di berika pada batuk yang banyak lender,
lebih baik di beri banyak minum. Bila batuk teteap ada dan tidak ada perbaikan
setelah dua minggu perlu dicurigai adanya infeksi bakteri sekunder dan anti
biotic boleh di berikan asal sudah disingkirkan adanya asma atau pertusisi.
Pemberian anti biotic yang serasi untuk M. pneumonia dan H. influenza sebagai
bakteri penyerang sekunder misalnya amoksisislin, kotrimoksazol dan golongan
makrolid. Antibiotic di berikan 7-10 hari dan bila tidak berhasil perlu
dilakukan foto thorax untuk menyingkirkan kemukinan kolaps paru segmental dan
lobaris , benda asing dalam saluran nafas dan tuberkolosis. (ngastiyah,2005).
Penatalaksanan medis bronchitis kronis : pada bronchitis gejala
batuk sangat menonjoldan sering terjadi siang dan malam terutama pagi-pagi
sekali yang menyebabkan pasien kurang istirahat atau tidur, pasien akan
terganggu rasa aman dan nyamamnya. Akibat lain adalah terjadinya daya tahan
tubuh pasien yang menurun, anoreksia, sehingga berat badanya sukar naik. Pada
anak yang lebih besar batuk-batuk yang terus-menerus akan menggangu kesenangan
bermain, dan bagi anak yang sudah sekolah batuk mengagu konsenterasi bagi diri
sendiri, saudara maupun teman-temanya. Untuk menggangu menguragi gangguan
tersebut perlu di usahakan agar batuk tidak bertambah banyak dengan memberikan
obat secara benar dan membatasi aktivitas
anak untuk mencegah keluar banyak keringat, karena jika baju basah juga akan
menyebabkan batuk-batuk (karena dinggin). Untuk mengurangi batuk pada malam
hari berikan obat batuk yang terahir sebelum tidur. Anak yang batuk apalagi
yang bronchitis lebih baik tidak tidur di kamar yang ber AC atau memakai kipas
angin. Jika suhu udara dinggin pakaikan baju hangat bila ada yang tertutup
lehernya. Obat gosok merasa hangat dan dapat tidur tenang. Bila batuk tidak
segera berhenti berikan minuman hangat tidak manis. Pada anak yang sudah agak
besar jika ada dahak di dalam tengorokannya beritahu supaya di buang karena
adanya dahak tersebut juga merangsang batuk. Usahakan mengurangi batuk dengan
menghindari makanan yang merangsang seperti goreng-gorengan, permen atau minum
es. Jangan memandikan anak terlalu pagi atau terlalu sore dan memeandikan
dengan air hangat (Ngastiyah,2005).
H.
Pemeriksaan
Diagnostik Bronkitis
Diagnosis dari bronkitis dapat
ditegakkan bila pada anamnesa pasien mempunyai gejala batuk yang timbul
tiba-tiba dengan atau tanpa sputum dan tanpa adanya bukti pasien menderita
pneumonia, common cold, asma akut, eksaserbasi akut bronkitis kronik dan
penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Pada pemeriksaan fisik pada stadium
awal biasanya tidak khas. Dapat ditemukan adanya demam, gejala rinitis sebagai
manifestasi pengiring, atau faring hiperemis. Sejalan dengan perkembangan serta
progresivitas batuk, pada auskultasi dada dapat terdengar ronki, wheezing,
ekspirium diperpanjang atau tanda obstruksi lainnya. Bila lendir banyak dan
tidak terlalu lengket akan terdengar ronki basah. Dalam suatu penelitian
terdapat metode untuk menyingkirkan kemungkinan pneumonia pada pasien dengan
batuk disertai dengan produksi sputum yang dicurigai menderita bronkitis akut,
yang antara lain bila tidak ditemukan keadaan sebagai berikut:
1.
Denyut jantung > 100
kali per menit
2.
Frekuensi napas > 24
kali per menit
3.
Suhu > 38°C
4.
Pada pemeriksaan fisik
paru tidak terdapat focal konsolidasi dan peningkatan suara napas
5.
Keadaan tersebut tidak
ditemukan, kemungkinan pneumonia dapat disingkirkan dan dapat mengurangi
kebutuhan untuk foto thorax.
Tidak ada pemeriksaan penunjang yang
memberikan hasil definitif untuk diagnosis bronkitis. Pemeriksaan kultur dahak
diperlukan bila etiologi bronkitis harus ditemukan untuk kepentingan terapi. Hal
ini biasanya diperlukan pada bronkitis kronis. Pada bronkitis akut pemeriksaan
ini tidak berarti banyak karena sebagian besar penyebabnya adalah virus.
Pemeriksaan radiologis biasanya normal atau tampak corakan bronkial meningkat.
Pada beberapa penderita menunjukkan penurunan ringan uji fungsi paru. Akan
tetapi uji ini tidak diperlukan pada penderita yang sebelumnya sehat.
Menurut Soemantri dan Anna
(2003), ada beberapa cara pemeriksaan diagnostic untuk penderit bronkitis,
yakni :
1. Pemeriksaan
Radiologis
Pemeriksaan foto dada sangat membantu
dalam menegakkan atau menyokong diagnosis dan menyingkirkan penyakit – penyakit
lain. Bronkitis kronik bukan suatu
diagnosis radiologis.Menurut Fraser dan Pare lebih dari 50% pasien bronkitis
kronik mempunyai foto dada yang normal, sedangkan Hadiarto mendapatkan data 26%
pasien. Tetapi secara radiologis ada beberapa hal yang perlu diperhatikan :
a) Tubular
shadows atau tram lines terlihat bayangan garis – garis yang parallel, keluar
dari hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut adalah bayangan bronkus yang
menebal. Dari 300 pasien yang diperiksa Fraser dan Pare, ternyata 80% mempunyai
kelainan tersebut.
b) Corak
paru yang bertambah
|
|
Terlihat
pada foto thorax diatas pada bagian bronkus terlihat berwarna lebih putih dibandingkan
foto thorax normal dikarenakan adanya penumpukan sekret dan edema pada
penderita bronkitis.
2. Pemeriksaan
Faal Paru
Pemeriksaan faal paru adalah mengukur berapa banyak udara
yang dapat masuk kedalam paru – paru dan seberapa cepat udara dapat keluar dari paru –
paru.
Pada pasien bronkitis kronik terdapat
VEP1 dan KV yang menurun, VR yang bertambah dan KTP yang normal.Pada emfisema
paru terdapat penurunan VEP1, KV, dan KAEM (kecepatan arus ekspirasi maksimal), kenaikan KRF dan
VR, sedangkan KTP bertambah atau normal. Kelainan di atas lebih jelas pada
stadium lanjut, sedang pada stadium dini perubahan hanya pada saluran nafas
kecil yang dapat dibuktikan dengan pemeriksaan KAEM, closing volume, flow volume
curve dengan O2 dan gas helium N2 wash
out curve.
3. Analisis
Gas Darah
Pada umumnya pasien bronkitis tidak
dapat mempertahankan ventilasi dengan baik, sehingga PaCO2 naik.Saturasi
hemoglobin menurun, dan timbul sianosis.Terjadi
juga vasokonstriksi pembuluh darah paru dan penambahan eritropoeisis.
4. Pemeriksaan
EKG
Kelainan EKG yang paling dini adalah
rotasi clock wise jantung. Bila sudah terdapat kor pulmonal terdapat deviasi
aksis ke kanan dan P-pulmonal pada hantaran II,III dan aVF. Voltase QRS
rendah.Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan di V6 rasi R/S kurang dari 1.Seiring
terdapat RBBB inkomplet.
I.
Komplikasi
Bronkitis
Ada
beberapa komplikasi bronkitis yang dapat dijumpai pada pasien, antara lain :
1) Bronkitis kronik
2) Pneumonia dengan atau tanpa
atelektaksis, bronkitis sering mengalami infeksi berulang biasanya sekunder
terhadap infeksi pada saluran nafas bagian atas. Hal ini sering terjadi pada
mereka drainase sputumnya kurang baik.
3) Pleuritis.
Komplikasi ini dapat timbul bersama dengan timbulnya pneumonia. Umumnya pleuritis sicca pada daerah yang terkena.
Komplikasi ini dapat timbul bersama dengan timbulnya pneumonia. Umumnya pleuritis sicca pada daerah yang terkena.
4) Efusi pleura atau empisema
5) Abses metastasis diotak, akibat
septikemi oleh kuman penyebab infeksi supuratif pada bronkus. Sering menjadi
penyebab kematian.
6) Haemaptoe terjadi karena pecahnya pembuluh darah cabang vena
(arteri pulmonalis), cabang arteri (arteri bronchialis) atau anastomisis
pembuluh darah. Komplikasi haemaptoe hebat dan tidak terkendali merupakan
tindakan beah gawat darurat.
7) Sinusitis merupakan bagian dari
komplikasi bronkitis pada saluran nafas.
8) Kor pulmonal kronik pada kasus ini
bila terjadi anastomisis cabang-cabang arteri dan vena pulmonalis pada dinding
bronkus akan terjadi arterio-venous shunt, terjadi gangguan oksigenasi darah,
timbul sianosis sentral, selanjutnya terjadi hipoksemia. Pada keadaan lanjut
akan terjadi hipertensi pulmonal, kor pulmoner kronik,. Selanjutnya akan
terjadi gagal jantung kanan.
9) Kegagalan pernafasan merupakan komplikasi paling akhir pada bronkitis yang berat
da luas.
10) Amiloidosis keadaan ini merupakan
perubahan degeneratif, sebagai komplikasi klasik dan jarang terjadi. Pada
pasien yang mengalami komplikasi ini dapat ditemukan pembesaran hati dan limpa
serta proteinurea.
J.
Pencegahan Bronkitis
Menurut Ngastiyah (2005), untuk mengurangi
gangguan tersebut perlu diusahakan agar batuk tidak bertambah parah.
a.
Membatasi aktivitas anak
b. Tidak tidur di kamar yang ber AC
atau gunakan baju dingin, bila ada yang tertutup lehernya.
c. Hindari makanan yang merangsang
d. Jangan memandikan anak terlalu pagi
atau terlalu sore, dan mandikan anak dengan air hangat
e. Jaga kebersihan makanan dan biasakan
cuci tangan sebelum makan
f. Menciptakan lingkungan udara yang
bebas polusi
g. Jangan mengkonsumsi makanan seperti
telur ayam, karena bisa menambah produksi lendirnya. Begitu juga minuman
bersoda bisa jadi pencetus karena saat diminum maka sodanya akan naik ke hidung
dan merangsang daerah saluran pernapasan.
BAB III
ASUHAN
KEPERAWATAN PADA PASIEN
BRONKITIS KRONIS
A.
Pengkajian
1.
Identitas Klien : Nama, umur,
alamat, pendidikan, agama, no. register, diagnose medis
2.
Riwayat kesehatan : Riwayat
alergi dalam keluarga, gangguan genetic, riwayat tentang disfungsi pernapasan
sebelumnya, bukti terbaru penularan terhadap infeksi, allergen, atau iritan
lain, trauma.
3.
Pemeriksaan Fisik :
a) (Breathing)
Adanya retraksi dan pernapasan cuping hidung, warna kulit
dan membrane mukosa pucat dan cyanosis, adanya suara serak, stridor dan batuk.
Pada anak yang menderita bronchitis biasanya disertai dengan demam ringan,
secara bertahap mengalami peningkatan distress pernapasan, dispnea, batuk non
produktif paroksimal, takipnea dengan pernapasan cuping hidung dan retraksi,
emfisema.
b)
B2 (Blood)
Gejala : Pembengkakan pada ekstremitas bawah
Tanda : Peningkatan TD,
Takikardi, Distensi vena jugularis, Bunyi jantung redup(karena cairan di
paru-paru), Warna kulit normal atau sianosis.
c) B3
(Brain)
Klien tampak gelisah, peka
terhadap rangsang, ketakutan, nyeri dada.
d) B4 (Bladder)
Tidak ditemukan masalah, tidak ditemukan adanya kelainan.
e) B5 (Bowel)
Gejala : Mual/muntah, Nafsu makan menurun, Ketidakmampuan makan
karena distres pernafasan, Penurunan
berat badan,Nyeri abdomen.
Tanda : Turgor kulit buruk, Edema, Berkeringat, Palpitasi abdomial
dapat menunjukkan hepatomegali.
f) B6 (Bone)
Gejala : Keletihan, kelelahan, ketidakmampuan untuk melakukan
aktivitas karena sulit bernafas, Ketidakmampuan untuk tidur, perlu dalam posisi
duduk tinggi, Dispnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau
latihan. Tanda: Keletihan, gelisah , dan insomnia.
4.
Pemeriksaaan diagnostic
4.1 Rongent : Peningkatan tanda
bronkovaskuler
4.2 Tes fungsi paru: Memperkirakan
derajad disfungsi paru
4.3 Volume residu : Meningkat
4.4 GDA : Memperkirakan progresi
penyakit(Pa02 menurun dan PaCO2 meningkat atau normal)
4.5 Bronkogram: Pembesaran duktus mukosa
4.6 Sputum: Kultur untuk menentukan
adanya infeksi,identifikasi pathogen
4.7 EKG: Disritmia arterial
4.8 EKG latihan : Membantu dalam
mengkaji derajad disfungsi paru untuk program latihan
B.
Diagnosa
1.
Ketidakefektifan bersihan
jalan nafas berhubungan dengan bronchospasme, edema mukosa, akumulasi mukus.
2.
Pola nafas tidak
efektif berhubungan dengan broncokontriksi, mukus.
3.
Hipertermi berhubungan
dengan bakterimia, viremia
4.
Nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan rasa nausea, vomiting, malaise.
5.
Resiko gangguan keseimbangan
cairan (defisit) berhubungan dengan penurunan intake oral, dyspnoe, tacypnoe.
6.
Resiko tinggi terhadap
infeksi berhubungan dengan menetapnya sekret, proses penyakit kronis
C.
Intervensi
No.
|
Diagnose Keperawatan
|
Kriteria Hasil/Tujuan
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
|
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
berhubungan dengan bronchospasme, edema mukosa, akumulasi mukus.
|
Tujuan:
Jalan nafas bersih dan patent setelah
mendapat tindakan keperawatan, dengan kriteria:
Pada saat bernafas tidak menggunakan
otot-otot bantu, frekwensi nafas dalam batas normal, suara nafas
bronchovesikuler.
|
a.Jelaskan
pada klien dan keluarga beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan proses pengeluaran sekret.
b.
Anjurkan kepada klien dan
keluarga agar memberikan minum lebih banyak
dan hangat kepada klien.
c.Lakukan
fisioterapi nafas dan latihan batuk efektif
d.
Kolaborasi dalam pemberian
ekspektoran.
e.Observasi:
Pernafasan (rate, pola, penggunaan otot bantu, irama, suara nafas, cyanosis),
tekanan darah, nadi, dan suhu.
|
a.
Pengetahuan yang memadai
memungkinkan keluarga dan klien kooperatif dalam tindakan perawatan.
b.
Peningkatan hidrasi cairan
akan mengencerkan sekret sehingga sekret akan lebih mudah dikeluarkan.
c.
Fisoterapi nafas melepaskan
sekret dari tempat perlekatan, postural drainase memudahkan pengaliran
sekret, batuk efektif mengeluarkan sekret secara adekuat.
d.
Ekspektoran mengandung
regimen yang berfungsi untuk mengencerkan sekret agar lebih mudah
dikeluarkan.
e.
Tanda vital merupakan
indikator yang dapat diukur untuk mengetahui kecukupan suplai oksigen.
|
2.
|
Pola nafas
tidak efektif berhubungan dengan broncokontriksi, mukus.
.
|
Tujuan :
perbaikan dalam pola nafas
Kriteria
Hasil: pemeriksaan TTV terutama pada pola nafas pasien normal.
|
a. Ajarkan
pasien pernafasan diaphragm dan pernafasan bibir
b. Berikan
dorongan untuk menyelingi aktivitas dan periode istirahat
c. Berikan
dorongan penggunaan pelatihan otot-otot pernafasan jika diharuskan
|
a. Membantu
pasien memperpanjang waktu ekspirasi. Dengan teknik ini pasien akan bernafas
lebih efisien dan efektif.
b. Memungkinkan
pasien untuk melakukan aktivitas tanpa distres berlebihan.
c. Menguatkan
dan mengkondisikan otot-otot pernafasan.
|
3.
|
Hipertermi berhubungan dengan
bakterimia, viremia
|
Tujuan:
Suhu tubuh dalam batas normal setelah
mendapat tindakan keperawatan dengan kriteria:
Suhu tubuh dalam batas normal, tekanan
darah dalam batas normal, nadi dan respirasi dalam batas normal.
|
a.
Jelaskan pada keluarga
tindakan perawatan yang akan dilakukan.
b.
Berikan kompres.
c.
Anjurkan kepada keluarga dan
klien untuk minum lebih banyak.
d.
Anjurkan kepada keluarga
untuk memakaikan baju yang tipis dan menyerap keringat untuk klien.
e.
Kolaborasi dalam pemberian
antipiretik.
f.
Observasi tanda-tanda vital.
|
a.
Pengetahuan yang memadai
memungkinkan klien dan keluarga kooperatif terhadap tindakan keperawatan.
b.
Penurunan panas dapat
dilakukan dengan cara konduksi melalui kompres.
c.
Hidrasi cairan yang cukup
dapat menurunkan suhu tubuh.
d.
Penurunan suhu dapat
dilakukan dengan tehnik evaporasi
e.
Antipiretik mengandung
regimen yang bekerja pada pusat pengatur suhu di hipotalamus.
f.
Peningkatan suhu tubuh
mencerminkan masih adanya bakterimia, viremia
|
4.
|
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan rasa nausea, vomiting, malaise.
|
Tujuan:
Nutrisi terpenuhi secara adekuat
setelah mendapat tindakan keperawatan dengan kriteria:
Berat badan dalam batas normal, terjadi
peningkatan berat badan, klien mau menghabiskan makanan yang disajikan.
|
a.
Jelaskan pada klien dan
keluarga tentang manfaat dari nutrisi yang adekuat.
b.
Sajikan makanan dalam
keadaan hangat dan menarik.
c.
Berikan makanan dengan porsi
sedikit tapi sering.
d.
Kolaborasi dalam pemberian vitamin/
roboransia.
e.
Observasi kemampuan klien
dalam menghabiskan makanan, berat badan.
.
|
a.
Pengetahuan yang memadai
memungkinkan klien dan keluarga kooperatif terhadap tindakan perawatan yang
diberikan.
b.
Merangsang peningkatan nafsu
makan pada fase sefal.
c.
Dilatasi lambung yang
berlebihan merangsang rasa mual dan muntah.
d.
Roboransia memberikan efek
dalam peningkatan nafsu makan
e.
Deteksi dini terhadap
perkembangan klien
|
5.
|
Resiko gangguan keseimbangan cairan
(defisit) berhubungan dengan penurunan intake oral, dyspnoe, tacypnoe.
|
Tujuan:
Tidak terjadi gangguan keseimbangan
cairan selama dalam masa perawatan dengan kriteria:
Produksi urine dalam batas normal,
tekanan darah dalam batas normal, denyut nadi dalam batas normal dan teraba
penuh, ubun-ubun besar datar, mata tidak cowong.
|
a.
Jelaskan pada klien dan
keluarga tentang manfaat dari pemberian minum yang adekuat.
b.
Anjurkan kepada keluarga
untuk memberikan minum yang adekuat.
c.
Kolaborasi dalam pemberian cairan perparenteral.
d.
Observasi intake dan output
e.
Observasi tanda vital dan
produksi urine serta keadaan umum.
|
a.
Pengetahuan yang memadai
memungkinkan keluarga dan klien kooperatif terhadap tindakan keperawatan.
b.
Intake cairan yang adekuat
mencegah timbulnya defisit cairan.
c.
Anak yang mengalami dyspnoe
akan mengalami kesulitan dalam asupan perenteral/ per os.
d.
Mengetahui sejak dini dengan
menghitung secara tepat agar tidak terjadi defisit cairan.
e.
Gangguan keseimbangan cairan
dalam tubuh dapat mengakibatkan per- ubahan pada tanda vital, produksi urine.
|
6.
|
Resiko tinggi terhadap
infeksi berhubungan dengan menetapnya sekret, proses penyakit kronis.
|
Tujuan:
mengidentifikasi intervensi untuk mencegah resiko tinggi
Kriteria
Hasil:
Menunjukkan
kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi. Jumlah leukosit dalam batas
normal.
|
a. Awasi
suhu.
b. Observasi
warna, bau sputum.
c. Tunjukkan
dan bantu pasien tentang pembuangan sputum.
d. Diskusikan
kebutuhan masukan nutrisi adekuat.
e. Berikan
anti mikroba sesuai indikasi
|
a. Demam
dapat terjadi karena infeksi atau dehidrasi.
b. Sekret
berbau, kuning dan kehijauan menunjukkan adanya infeksi.
c. Mencegah
penyebaran patogen.
d. Malnutrisi
dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan tekanan darah terhadap
infeksi.
e. Dapat
diberikan untuk organisme khusus yang teridentifikasi dengan kultur.
|
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bronchitis adalah suatu peradangan bronchiolus, bronchus, dan trachea oleh
berbagai sebab. Bronchitis biasanya lebih sering disebabkan oleh virus seperti
rhinovirus, Respiratory Syncitial Virus
(RSV), virus influenza, virus para influenza, dan Coxsackie virus . Bronchitis
adalah suatu peradangan pada bronchus yang disebabkan oleh berbagai macam
mikroorganisme baik virus, bakteri, maupun parasit. Ada 2 jenis bronchitis
yaitu bronchitis akut dan kronik (Muttaqin, 2008).
Bronchitis adalah peradangan dari satu atau lebih bronchus. Bronchitis akut
adalah serangan bronchitis dengan perjalanan penyakityang singkat dan berat,
disebabkan oleh karena terkena dingin,penghirupan bahan-bahan iritan, atau oleh
infeksi akut, dan ditandaidengan demam, nyeri dada (terutama disaat batuk),
dyspnea, dan batuk.Bronchitis kronik adalah bentuk peradangan yang lama dan
berkesinambungan akibat serangan berulang bronchitis akut atau
penyakit-penyakit umum kronis, dan ditandai dengan batuk, ekspektorasi,
danperubahan sekunder jaringan paru (Company, 2000).
B. Saran
Bagi mahasiswa dapat memahami asuhan
keperawatan pasien bayi dengan bronchitis sehingga dapat memberikan asuhan
keperawatan sesuai teori yang ada. Bagi perawat diharapkan dapat menambah
wawasan dan informasi dalam penanganan pasien bayi dengan bronkitis sehingga
dapat meningkatkan pelayanan kesehatan yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E, 2003, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk
Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, ; alih bahasa, I Made Kariasa;
editor, Monica Ester, Edisi 3, Jakarta : EGC.
Dona L. Wong, 2004, Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik Edisi
4, Jakrta : Buku Kedokteran
EGC.
Ngastiyah, 2006. Perawatan Anak Sakit, Jakarta : Buku
Kedokteran EGC