Tuesday, 18 December 2018
Saturday, 15 December 2018
LAPORAN STUDI KESLING ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KOTA SABANG
LAPORAN STUDI
ENVIRONMENTAL HEALTH RISK
ASSESSMENT (EHRA)
KOTA SABANG
Disusun Oleh : Desy Novita Sary
(14181004)
6/11/2015
Kamis, Kota Sabang Juni 2015
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS ABULYATAMA
ACEH BESAR
2015
KATA PENGANTAR
Bismillahiraahmanirrahim
Dengan
memanjatkan puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat
rahmat dan ridha Nya, Laporan studi Environmental Health Risk Assesment (EHRA)
telah selesai disusun adalah studi yang relatif pendek (sekitar 1 minggu) yang
menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menerapkan 2 (dua) teknik pengumpulan
data, yakni wawancara (interview) dan pengamatan (observation).
Studi EHRA ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran kondisi fasilitas Sanitasi
dan perilaku higiene dalam skala Kota Sabang.
Studi EHRA
merupakan studi partisipatif melibatkan banyak pihak yang terkait dengan sektor
sanitasi. Hasil dari studi EHRA ini dapat dijadikan bahan advokasi terhadap
pengharus-utamaan pembangunan sanitasi untuk mencegah dampak negatif yang
disebabkan oleh buruknya kondisi sanitasi, baik kerugian yang bersifat fisik
maupun non fisik. Selain itu, studi EHRA ini juga sangat bermanfaat bagi
penyusunan Buku Putih Sanitasi (BPS) Kota Sabang yang saat ini sedang disusun
oleh Kelompok Kerja Sanitasi Kota Sabang, terutama untuk penentuan area
berisiko sanitasi dan juga untuk penyusunan Strategi Sanitasi Kota Sabang dalam
penentuan program dan kegiatan.
Segala
upaya telah dilakukan demi kesempurnaan pelaksanaan studi EHRA tahun 2012
sebelumnya di Kota Sabang, namun saya mengakui masih banyak kekurangan
didalamnya. Oleh karena itu saya membuka ruang sebesar-besarnya untuk saran dan
kritik yang bersifat membangun dari berbagai pihak,(Yang Terhormat dosen matakuliah
kesehatan lingkungan Bapak Lensony,ST,M.Kes)dalam penyusunan laporan ini, yang
selanjutnya dapat dijadikan sebagai bahan perbaikan dimasa yang akan datang.
Akhirnya, semoga Laporan EHRA Kota Sabang ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak, khususnya bagi pembangunan daerah dan peningkatan kesejahteraan
masyarakat Kota Sabang, serta bagi seluruh pembaca sekalian. Semoga Allah SWT
senantiasa memberikan petunjuk dan hidayah kepada kita semua.
Aceh
Besar, 14 Juni 2015
Penyusun
(Desy Novita Sary)
RINGKASAN EKSEKUTIF
Environmental
Health Risk Assessment (EHRA) adalah studi yang relatif pendek (sekitar 2
bulan) yang menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menerapkan 2 (dua) teknik
pengumpulan data, yakni wawancara (interview) dan pengamatan (observation).
Studi EHRA ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran kondisi fasilitas Sanitasi
dan perilaku higiene dalam skala Kota Sabang.
Dengan
ukuran populasi Kota Sabang sebesar 9.161 Rumah Tangga, dan untuk memenuhi
kaidah statistik, maka Pokja Sanitasi Kota Sabang melalui Dinas Kesehatan Kota
Sabang mengambil sempel sebesar 720 Rumah Tangga. Sampel ini didistribusikan
secara merata ke seluruh desa yang ada di Kota Sabang dengan jumlah sampel per
desa sebanyak 40 sampel. Sampel dipilih dengan menggunakan cara acak (Random
Sampling) sehingga memenuhi kaidah “Probability Sampling”, dimana
semua anggota populasi memiliki peluang yang sama untuk menjadi sampel.
Artinya, penentuan rumah itu bukan bersumber dari preferensi
enumerator/supervisor ataupun keinginan responden itu sendiri.
Unit
sampling utama (Primary Sampling Unit) adalah Jurong/Lingkungan yang
dipilih secara random proporsional berdasarkan total Jurong/Lingkungan per
Gampong. Unit analisis dalam EHRA adalah rumah tangga, sementara yang menjadi
unit respon adalah ibu rumah tangga. Ibu dipilih dengan asumsi bahwa mereka
relatif lebih memahami kondisi lingkungan berkaitan dengan isu sanitasi serta
mereka relatif lebih mudah ditemui dibandingkan bapak-bapak. Ibu dalam EHRA
didefinisikan sebagai perempuan berusia 18-60 tahun yang telah atau pernah
menikah. Untuk memilih Ibu di setiap rumah, enumerator menggunakan matriks
prioritas yang mengurutkan prioritas Ibu di dalam rumah. Prioritas ditentukan
oleh status Ibu yang dikaitkan dengan kepala rumah tangga. Bila dalam prioritas
tertinggi ada dua atau lebih Ibu, maka usia menjadi penentunya.
Metoda
penentuan target area survey dilakukan secara geografi dan demografi melalui
proses yang dinamakan Klastering. Hasil klastering ini juga sekaligus bisa
digunakan sebagai indikasi awal lingkungan berisiko. Klastering wilayah Gampong
di Kota Sabang yang terdiri atas 18 Gampong untuk kegiatan studi EHRA
menghasilkan distribusi sebegai berikut:
1. Klaster 0 sebanyak 5,56 % ( 1 Gampong).
2. Klaster 1 sebanyak 94,44 % (17 Gampong),
3. Untuk Klaster 2, 3, dan 4 sebanyak 0 %.
Studi EHRA
yang telah dilakukan pada bulan September – Oktober 2012 dan berdasarkan
analisis lapangan selama 4 hari di Kota
sabang telah menghasilkan analisis Indeks Resiko berdasarkan tingkat resiko
mencakup beberapa hal berikut :
1. Sumber Air
Indeks
Resiko sub sektor ini dianalisa dari sisi sumber air terlindungi, penggunaan
sumber air tidak terlindungi dan kelangkaan air. Hasil survey menunjukan bahwa
Gampong Krueng Raya beresiko sangat tinggi, dimana hasil survey menunjukkan 94%
beresiko terhadap sub sektor ini. Gampong lain yang perlu menjadi perhatian
adalah Gampong Kuta Ateuh dan Gampong Cot Ba’u yang termasuk kedalam ketegori
Gampong beresiko tinggi.
2. Persampahan
Indeks
Resiko sub sektor ini dianalisa dari sisi pengelolaan sampah, frekuensi
pengangkutan sampah, ketepatan waktu pengangkutan sampah, dan pengolahan sampah
setempat. Hasil survey menunjukan bahwa Gampong diwilayah perkotaan seperti
Kuta Ateuh, Kuta Timu dan Kuta Barat mempunyai indeks resiko terendah. Gampong
Krueng Raya, Batee Shoek, Ujong Kareung, Jaboi, Keuneukai, Paya, Beurawang,
Anoe Itam dan Paya Seunara.
3. Air Limbah Domestik
Indeks Resiko sub sektor ini dianalisa
dari sisi tangki septik suspek aman, pencemaran karena pembuangan isi tangki
septik dan pencemaran karena SPAL. Hasil survey menunjukan bahwa Gampong Ujong
Kareung, Ie Meulee, Kuta Ateuh dan Paya Seunara termasuk kedalam Gampong dengan
indeks resiko sangat tinggi untuk sub sektor ini, sementara gampong Kuta Barat,
Paya Keuneukai, Jaboi, Cot Ba’u, Keuneukai, Batee Shoek, Kuta
Timu, dan Beurawang termasuk kedalam Gampong dengan indeks resiko tinggi.
4. Banjir/Genangan
Indeks
Resiko sub sektor ini dianalisa dari sisi adanya genangan air setinggi 30 cm
yang tergenang lebih dari 2 jam. Hasil survey menunjukan bahwa Gampong Ie
Meulee termasuk dalam kategori Gampong dengan indeks resiko sangat tinggi untuk
sub sektor ini, sementara Gampong Cot Abeuk, Cot Ba’u, Balohan dan Paya
termasuk kedalam kategori Gampong dengan indeks resiko tinggi.
5. Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat (PHBS)
Indeks
Resiko sub sektor ini dianalisa dari sisi Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) di
lima waktu penting, dinding dan lantai jamban yang bebas dari tinja, jamban yang
bebas dari kecoa dan lalat, keberfungsian penggelontor, ketersediaan sabun
didalam atau didekat jamban, pencemaran pada wadah penyimpanan dan penanganan
air, dan perilaku Buang Air Besar Sembarangan (BABS). Hasil survey menunjukan
bahwa Gampong Paya dan Jaboi termasuk dalam kategori Gampong dengan indeks
resiko sangat tinggi untuk sub sektor ini, sementara Gampong Krueng Raya, Batee
Shoek, Ujong Kareung, dan Paya Seunara termasuk kedalam Gampong dengan kategori
indeks resiko tinggi.
Secara keseluruhan, Indeks
Resiko Sanitasi (IRS) yang dianalisa dengan cara menggabungkan indeks resiko di
setiap sub sektor menunjukkan bahwa Gampong Ie Meulee dan Ujong Kareung
termasuk kedalam kategori Gampong dengan Indek Resiko Sanitasi (IRS) sangat
tinggi. Sementara Gampong Paya, Cot Ba’u, Jaboi, Beurawang dan Paya Seunara
termasuk dalam Gampong dengan Indek Resiko Sanitasi (IRS) tinggi.
Berdasarkan hasil analisis yang telah disebutkan diatas, maka
Gampong yang termasuk dalam kategori Gampong dengan indeks resiko sangat tinggi
dan indeks resiko tinggi berdasarkan indeks resiko per sub sektor maupun indeks
resiko sanitasi (IRS) secara keseluruhan harus menjadi prioritas dalam
penanganan permasalahan sektor sanitasi oleh Pemerintahan Kota Sabang dan
menjadi acuan serta memberi arah pengembangan strategi bagi Pemerintahan Kota
Sabang dalam mengatur strategi pemecahan permasalahan untuk sektor sanitasi.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................... i
RINGKASAN EKSEKUTIF
................................................................................... ii
DAFTAR ISI .............................................................................................................. v
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
BAB II METODOLOGI
DAN LANGKAH STUDI EHRA 2011
....................... 3
2.1 Penentuan Target Area Survey ........................................................................ 4
2.2 Penentuan Jumlah/Besar Responden ............................................................... 7
BAB III. HASIL
STUDI EHRA KOTA SABANG TAHUN 2012
...................... 9
3.1 Karakteristik Responden ................................................................................ 9
3.2 Persampahan ................................................................................................. 11
3.3 Limbah Domestik .......................................................................................... 16
3.4 Genangan ....................................................................................................... 20
3.5 Sumber Air...................................................................................................... 22
3.6 Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS) ..................................................... 25
3.7 Indeks Risiko Sanitasi ................................................................................... 30
3.8 Proses Penjernihan Air.................................................................................... 32
PENUTUP ................................................................................................................ 51
BAB I
PENDAHULUAN
Environmental Health Risk
Assessment Study atau Studi EHRA adalah sebuah
survey partisipatif di tingkat Kabupaten/Kota yang bertujuan untuk memahami
kondisi fasilitas sanitasi dan higinitas serta perilaku-perilaku masyarakat
yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan program sanitasi termasuk advokasi
di tingkat Kabupaten/Kota sampai ke tingkat Gampong. Studi EHRA dipandang perlu
untuk dilakukan di Kota Sabang karena :
- Pembangunan
sanitasi membutuhkan pemahaman kondisi wilayah yang akurat
- Data
terkait dengan sanitasi terbatas di mana data umumnya tidak bisa dipecah
sampai tingkat Gampong dan data tidak terpusat melainkan berada di
berbagai kantor yang berbeda
- EHRA
adalah studi yang menghasilkan data yang representatif di tingkat Kota dan
kecamatan serta dapat dijadikan panduan dasar di tingkat Gampong
- EHRA
menggabungkan informasi yang selama ini menjadi indikator sektor-sektor
pemerintahan secara eksklusif
- EHRA
secara tidak langsung memberi ”amunisi” bagi stakeholders dan warga
di tingkat Gampong untuk melakukan kegiatan advokasi ke tingkat yang lebih
tinggi maupun advokasi secara horizontal ke sesama warga atau stakeholders
Gampong.
Adapun tujuan dan manfaat dari
studi EHRA adalah:
- Untuk
mendapatkan gambaran kondisi fasilitas sanitasi dan perilaku yang beresiko
terhadap kesehatan lingkungan.
- Memberikan
advokasi kepada masyarakat akan pentingnya layanan sanitasi.
- Memberikan
pemahaman yang sama dalam menyiapkan anggota tim survey yang handal.
- Menyediakan
salah satu bahan utama penyusunan Buku Putih Sanitasi dan Strategi
Sanitasi Kota Sabang
Pelaksanaan pengumpulan data lapangan dan umpan balik hasil EHRA
dipimpin dan dikelola langsung oleh Kelompok Kerja (Pokja) Sanitasi Kota Sabang
dengan penanggungjawab utama Dinas Kesehatan Kota Sabang . Selanjutnya, data
EHRA diharapkan menjadi bahan untuk mengembangkan Buku Putih Sanitasi Kota
Sabang dan juga menjadi masukan untuk mengembangkan strategi sanitasi dan
program-program sanitasi Kota Sabang.
BAB II
METODOLOGI DAN LANGKAH EHRA
EHRA adalah studi
yang menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menerapkan 2 (dua) teknik
pengumpulan data, yakni 1) wawancara (interview) dan 2) pengamatan (observation).
Pewawancara dan pelaku pengamatan dalam EHRA adalah Enumerator yang dipilih
secara kolaboratif oleh Pokja Sanitasi dan Dinas Kesehatan Kota Sabang .
Sementara Kepala Juru Malaria Lingkungan (Ka.JML) bertugas menjadi Supervisor
selama pelaksanaan survey. Sebelum turun ke lapangan, para supervisor dan
enumerator diwajibkan mengikuti pelatihan enumerator selama 2 (dua) hari
berturut-turut. Materi pelatihan mencakup dasar-dasar wawancara dan pengamatan;
pemahaman tentang instrumen EHRA; latar belakang konseptual dan praktis tentang
indikator-indikator; uji coba lapangan; dan diskusi perbaikan instrumen.
Unit sampling
utama (Primary Sampling) adalah Jurong. Unit sampling ini dipilih secara
proporsional dan random berdasarkan total Jurong dalam setiap Gampong yang
telah ditentukan menjadi area survey. Jumlah sampel per Gampong adalah 40,
sementara jumlah sampel per Jurong merupakan hasil pembagian dari jumlah sampel
per Gampong dengan jumlah Jurong yang ada didalam Gampong tersebut.
Panduan wawancara
dan pengamatan dibuat terstruktur dan dirancang untuk dapat diselesaikan dalam
waktu sekitar 30-45 menit. Panduan diuji kembali dalam hari kedua pelatihan
enumerator dengan try out ke lapangan. Untuk mengikuti standar etika, informed
consent wajib dibacakan oleh enumerator sehingga responden memahami betul
hak-haknya dan memutuskan keikutsertaan dengan sukarela dan sadar.
Pekerjaan entri
data dikoordinir oleh Tim dari Dinas Kesehatan Kota Sabang dan dibantu tanaga
tambahan dari Kesekretariatan Pokja Sanitasi Kota Sabang dalam hal ini Bappeda
Kota Sabang. Sebelum melakukan entri data, tim data entri terlebih dahulu
mengikuti pelatihan singkat data entry EHRA yang difasilitasi oleh Tim
Fasilitator yang telah tdilatih secara khusus dari PIU Advokasi dan
Pemberdayaan untuk program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP).
Selama pelatihan itu, tim data entri dikenalkan pada struktur kuesioner dan
perangkat lunak yang digunakan serta langkah-langkah untuk uji konsistensi yakni
program EPI Info dan SPSS.
Untuk quality
control, supervisor wajib melakukan spot check dengan mendatangi 5%
rumah yang telah disurvei oleh enumerator. Pada saat spot check, supervisor
secara individual melakukan wawancara singkat dengan kuesioner yang telah
disediakan dan kemudian menyimpulkan apakah wawancara benar-benar terjadi
dengan standar yang ditentukan. Quality control juga dilakukan di tahap
data entri. Hasil entri dire-check kembali oleh tim Pokja Pokja Sanitasi
Kota Sabang. Sejumlah 5% entri kuesioner diperiksa kembali.
Kegiatan Studi
EHRA memerlukan keterlibatan berbagai pihak dengan susunan Tim EHRA sebagai
berikut:
- Penanggungjawab
: Pokja Sanitasi Kota Sabang
- Koordinator
Survey : Pokja - Dinas Kesehatan
- Anggota
: Bappeda dan Dinas Kesehatan
- Koordinator
wilayah/kecamatan : Kepala Puskesmas
- Supervisor
: Kepala Juru Malaria (Ka.JML)
- Tim
Entry data : Dinas Kesehatan dan Bappeda.
- Tim
Analisis data : Pokja Kota Sabang dan Fasilitator PPSP
- Enumerator
: Juru Malaria Lingkungan (JML)
2.1 Penentuan Target Area Survey
Metoda penentuan target area survey
dilakukan secara geografi dan demografi melalui proses yang dinamakan
Klastering. Hasil klastering ini juga sekaligus bisa digunakan sebagai indikasi
awal lingkungan berisiko. Proses pengambilan sampel dilakukan secara random
sehingga memenuhi kaidah ”Probability Sampling” dimana semua anggota populasi
memiliki peluang yang sama untuk menjadi sampel. Sementara metoda sampling yang
digunakan adalah “Cluster Random Sampling”. Teknik ini sangat cocok digunakan
di Kota Sabang mengingat area sumber data yang akan diteliti sangat luas.
Pengambilan sampel didasarkan pada daerah populasi yang telah ditetapkan.
Penetapan klaster dilakukan berdasarkan kriteria yang sudah
ditetapkan oleh Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP)
sebagai berikut:
- Kepadatan
penduduk yaitu jumlah penduduk per luas wilayah.
Pada umumnya tiap kabupaten/ kota telah mempunyai data kepadatan penduduk
sampai dengan tingkat kecamatan dan kelurahan/ desa.
- Angka
kemiskinan dengan indikator yang datanya mudah
diperoleh tapi cukup representatif menunjukkan kondisi sosial ekonomi
setiap kecamatan dan/atau Gampong. Sebagai contoh ukuran angka kemiskinan
bisa dihitung berdasarkan proporsi jumlah Keluarga Pra Sejahtera dan
Keluarga Sejahtera 1 dengan formula sebagai berikut:
(Σ Pra-KS + Σ KS-1)
Angka kemiskinan = ---------------------------------- X 100%
Σ KK
- Daerah/wilayah
yang dialiri sungai/kali/saluran drainase/saluran irigasi dengan potensi
digunakan sebagai MCK dan pembuangan sampah oleh masyarakat setempat
- Daerah
terkena banjir dan dinilai mengangggu ketentraman masyarakat dengan
parameter ketinggian air, luas daerah banjir/genangan, lamanya surut.
Berdasarkan kriteria di atas, klastering wilayah Kota
Sabang menghasilkan katagori klaster sebagaimana dipelihatkan pada Wilayah
(kecamatan atau gampong) yang terdapat pada klaster tertentu dianggap memiliki karakteristik
yang identik/homogen dalam hal tingkat risiko kesehatannya. Dengan demikian,
kecamatan/gampong yang menjadi area survey pada suatu klaster akan mewakili
kecamatan/gampong lainnya yang bukan merupakan area survey pada klaster yang
sama. Berdasarkan asumsi ini maka hasil studi EHRA ini bisa memberikan peta
area berisiko sanitasi untuk Kota Sabang.
Tabel 1.
Katagori Klaster berdasarkan kriteria indikasi lingkungan berisiko
Katagori Klaster
|
Kriteria
|
Klaster 0
|
Wilayah gampong yang tidak memenuhi sama sekali kriteria
indikasi lingkungan berisiko.
|
Klaster 1
|
Wilayah gampong yang memenuhi minimal 1 kriteria indikasi
lingkungan berisiko
|
Klaster 2
|
Wilayah gampong yang memenuhi minimal 2 kriteria indikasi
lingkungan berisiko
|
Klaster 3
|
Wilayah gampong yang memenuhi minimal 3 kriteria indikasi
lingkungan berisiko
|
Klaster 4
|
Wilayah gampong yang memenuhi minimal 4 kriteria indikasi
lingkungan berisiko
|
Klastering
wilayah di Kota Sabang menghasilkan katagori klaster sebagaimana dipelihatkan
pada Wilayah (kecamatan atau gampong) yang terdapat pada klaster tertentu
dianggap memiliki karakteristik yang identik/homogen dalam hal tingkat risiko
kesehatannya. Dengan demikian, kecamatan/gampongyang menjadi area survey pada
suatu klaster akan mewakili kecamatan/gampong lainnya yang bukan merupakan area
survey pada klaster yang sama.
Tabel 2.
Hasil klastering Gampong Kota Sabang
No.
|
Klaster
|
Jumlah
|
Nama Gampong
|
|
||||
1
|
0
|
1
|
Ujong
Kareueng
|
|||||
|
|
|
Gampong Kuta
Ateuh
|
Gampong Anoi
Itam
|
||||
|
|
|
Gampong Kuta
Timu
|
Gampong Cot
Ba’u
|
||||
|
|
|
Gampong Kuta
Barat
|
Gampong Cot
Abeuk
|
||||
|
|
|
Gampong Aneuk
Laot
|
Gampong
Balohan
|
||||
|
1
|
17
|
Gampong Paya
Seunara
|
Gampong Jaboi
|
||||
|
|
|
Gampong Batee
Shok
|
Gampong
Beurawang
|
||||
|
|
|
Gampong Iboih
|
Gampong
Keuneukai
|
||||
|
|
|
Gampong Krueng
Raya
|
Gampong Paya
|
||||
|
|
|
Gampong Ie
Meulee
|
|
||||
3
|
2
|
0
|
-
|
|
||||
4
|
3
|
0
|
-
|
|
||||
5
|
4
|
0
|
-
|
|
||||
Klastering wilayah Gampong di Kota Sabang yang terdiri atas 18 Gampong menghasilkan distribusi sebagai berikut:
1. Klaster 0 sebanyak 5,56%.
2. Klaster 1 sebanyak 94,44%,
3. Klaster 2 sebanyak 0%,
4. Klaster 3 sebanyak 0%, dan
5. Klaster 4 sebanyak 0%.
Untuk lebih jelasnya distribusi gampong kedalam klaster tersebut
dapat dilihat pada grafik di bawah ini:
2.2 Penentuan Jumlah/Besar
Responden
Jumlah sampel
untuk tiap Gampong diambil sebesar 40 responden. Sementara itu jumlah sampel
yang mewakili Jurong dipilih secara random dan mewakili semua Jurong yang ada
dalam Gampong tersebut. Jumlah responden per Gampong 40 rumah tangga harus
tersebar secara proporsional di Jurong yang ada di 5 Gampong tersebut dan
pemilihan responden juga secara random, sehingga akan ada minimal 5 responden
per Jurong. Berdasarkan kaidah statistik, untuk menentukan jumlah sampel
minimum dalam skala kabupaten/kota digunakan “Rumus Slovin” sebagai
berikut
N
N =
N.d2 + 1
Dimana:
n adalah jumlah sampel
N adalah jumlah populasi
d adalah persentase toleransi
ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir
5% (d = 0,05) Asumsi tingkat kepercayaan 95%, karena menggunakan α=0,05,
sehingga diperoleh nilai Z=1,96 yang kemudian dibulatkan menjadi Z=2.
Dengan jumlah
populasi rumah tangga sebanyak 38497 KK maka jumlah sampel minimum yang harus
dipenuhi adalah sebanyak 396. Namun demikian untuk keperluan keterwakilan
gampong berdasarkan hasil klastering, Pokja Sanitasi Kota Sabang metetapkan
mengampil sampel disemua gampong yang ada di Kota Sabang sebagai area survey
sehingga jumlah sampel yang diambil sebanyak 18 X 40 = 720 responden.
BAB III
HASIL STUDI EHRA KOTA SABANG TAHUN 2012
Berikut ini akan
dijelaskan secara rinci tentang hasil studi EHRA yang telah dilaksanakan secara
menyeluruh di 18 gampong yang ada di Kota Sabang dalam bentuk grafik dan narasi
penjelasan terhadap grafik tersebut.
3.1 Karakteristik Responden
3.1.1 Hubungan
Responden Dengan Kepala Keluarga
Grafik 2. Hubungan Responden Dengan Kepala
Keluarga
Grafik diatas menunjukkan bahwa,
dari 720 responden studi EHRA di Kota Sabang 97,2 % merupakan istri dari kepala
keluarga, sementara 2,8 % sisanya merupakan anak yang berumur 18 tahun keatas
dan sudah menikah.
3.1.2 Kelompok Umur Responden
Dari Grafik 3 berikut menjelaskan
bahwa persentase dari perwakilan kelompok umur yang terlibat menjadi responden
studi EHRA di Kota Sabang adalah sebagai berikut :
- Responden
yang berumur diatas 45 tahun adalah 25,6% dari total 720 responden.
- Responden
yang berumur diantara 41 sampai dengan 45 tahun adalah 13,5% dari total
720 responden.
- Responden
yang berumur diantara 36 sampai dengan 40 tahun adalah 17,5% dari total
720 responden.
- Responden yang berumur diantara 31 sampai
dengan 35 tahun adalah 17,1% dari total 720 responden.
- Responden
yang berumur diantara 26 sampai dengan 30 tahun adalah 15,4% dari total
720 responden.
- Responden
yang berumur diantara 21 sampai dengan 25 tahun adalah 9,4% dari total 720
responden.
- Responden yang berumur
diantara 18 sampai dengan 20 tahun adalah 1,5% dari total 720 responden.
Grafik 3. Kelompok Umur Responden
3.1.3 Status Kepemilikan
Rumah
Grafik 4. Status Kepemilikan Rumah
Grafik diatasmenjelaskan
bahwa 75,3% dari responden status kepemilkan rumahnya merupakan milik sendiri,
5,1% merupakan rumah dinas, 1,8% berbagi dengan keluarga yang lain, 3,36%
berstatus sewa atau kontrak, 11,9% berstatus rumah milik orang tua, sementara
1,9 % sisanya memberi jawaban lainnya.
3.1.4
Tingkat Pendidikan Terakhir
Grafik 5. Tingkat Pendidikan Terakhir
Hasil studi EHRA menunjukkan bahwa
persentase tingkat pendidikan terakhir dari 720 responden yang diambil sebagai
sampel adalah sebagai berikut :
- Tidak
bersekolah secara formal sebanyak 10 %.
- Tamatan
SD sebanyak 22%.
- Tamatan
SMP sebanyak 24,7%.
- Tamatan
SMA sebanyak 29,9%.
- Tamatan
SMK sebanyak 2,2%.
- Tamatan
Universitas/Akademi sebanyak 11%.
3.2. Persampahan
3.2.1. Kondisi Sampah Dilingkungan
Rumah
Studi EHRA yang ditunjukkan melalui grafik 6 berikut, menemukan
bahwa kondisi sampah dilingkungan rumah masih perlu menjadi perhatian bagi
Pemerintah Kota Sabang melalui instansi terkait adalah dari sisi banyaknya
nyamuk dilokasi tumpukan sampah, dimana 48,6% responden dari 720 responden yang
mewakili 18 gampong yang ada di Kota Sabang menyatakan hal tersebut.
Grafik 6. Kondisi Sampah Dilingkungan Rumah
3.2.2.
Pengelolaan Sampah Rumah Tangga
Grafik 7. Pengelolaan Sampah Rumah Tangga
Grafik
diatas menjelaskan bahwa persentase terbesar untuk pengelolaan sampah rumah
tangga adalah dibakar yaitu 74,3%, sementara kebiasaan responden untuk
mengumpulkan dan membuang sampah ke TPS hanya sebesar 19, 2 %.
3.2.3. Tingkat Pengelolaan
Sampah
Grafik 8. Tingkat Pengelolaan Sampah
Melalui grafik diatas, studi EHRA menunjukkan
bahwa 80,1% responden merasa tingkat pengelolaan sampah melalui instansi
terkait di Kota Sabang belum memadai, sementara 19,9% responden lainnya merasa
sudah memadai.
3.2.4. Pengelolaan Sampah
Setempat
Grafik 9. Pengelolaan Sampah setempat
Grafik diatas menunjukan bahwa kesadaran masyarakat di Kota Sabang
untuk melakukan pengolahan sampah setempat masih sangat rendah, dimana hanya
4,3 % yang sudah melakukan pengolahan sampah setempat. Sementara 95,7 % lainnya
belum melakukannya.
3.2.5. Indeks Risiko Sanitasi Pada
Persampahan
Indeks risiko sanitasi pada
persampahan merupakan tingkat risiko yang dimiliki oleh gampong-gampong yang
ada di Kota Sabang terhadap permasalahan sanitasi pada sub sektor persampahan
yang telah di pelajari melalui studi EHRA. Gampong yang harus menjadi fokus
perhatian untuk masalah persampahan di Kota Sabang adalah :
- Gampong
dengan indeks risiko pada persampahan yang termasuk kedalam kategori
sangat tinggi yaitu Keuneukai, Jaboi, Ujong Kareung, Batee Shoek,
Kreueng Raya, Paya, Beurawang, Anoe Itam dan Paya Seunara.
- Gampong
dengan indeks risiko pada persampahan yang termasuk kedalam kategori
tinggi yaitu
Cot Abeuk, Aneuk Laot, Balohan, Ie
Meulee dan Iboih.
Indeks risiko sanitasi pada persampahan di Kota Sabang secara
keseluruhan dapat dilihat pada tabel dan grafik berikut ini.
Tabel 3.
Hasil Skoring Studi EHRA Berdasarkan Indeks Risiko Sanitasi Pada Persampahan
Grafik 10. Indek Risiko Sanitasi Pada
Persampahan
3.3.
Limbah Domestik
3.3.1. Jenis dan Kepemilikan
Kloset
Grafik 11. Jenis dan Kepemilikan Kloset
Grafik diatas menunjukkan bahwa di
Kota Sabang masih ada 24, 6% responden yang tidak memiliki jamban, 2,2%
menggunakan kloset cemplung dan plengsengan, 3,8% menggunakan kloset duduk
siram leher
angsa, dan yang paling banyak digunakan oleh responden yaitu 69,4% adalah
kloset jongkok leher angsa. Grafik diatas juga menunjukkan bahwa 57,3%
responden di gampong Paya tidak memiliki jamban.
3.3.2. Tempat Penyaluran Buangan Akhir Tinja
Grafik 12. Tempat Penyaluran Buangan Akhir
Tinja
Hasil studi EHRA berdasarkan grafik
diatas dapat diartikan sebagai berikut :
1) 53,5 % responden menyatakan bahwa tempat penyaluran buangan akhir
tinja mereka adalah tangki septik.
2) 4,6% responden menyatakan bahwa tempat penyaluran buangan akhir
tinja mereka adalah pipa sawer.
3) 19,03% responden menyatakan bahwa tempat penyaluran buangan akhir
tinja mereka adalah cubluk/lobang tanah.
4) 0,14 % responden menyatakan membuang langsung ke drainase.
5) 2,8% responden menyatakan membuang ke sungai/danau/atau pantai.
6) 12,4 % responden menyatakan membuang ke kebun/tanah lapang, dan
7) 7,6% responden menyatakan tidak tahu.
3.3.3. Tangki Septik Suspek Aman
Grafik 13. Tangki Septik Suspek Aman
Grafik
diatas menunjukkan bahwa sejumlah 73,2% responden menggunakan tangki septik
suspek aman, sementara 26,8% responden sisanya terindikasi menggunakan tangki
septik suspek tidak aman. Hasil EHRA juga menunjukkan bahwa 82,5% responden
dari gampong Kuta Barat menggunakan tangki septik suspek tidak aman.
3.3.3.
Pencemaran Karena SPAL
Grafik 14. Pencemaran Karena SPAL
Grafik
diatas menunjukkan bahwa 50,6 % dari keseluruhan responden tidak aman dari
pencemaran karena SPAL, sementara 49,4% responden lainnya aman dari pencemaran
SPAL. Gampong dengan persentase tertinggi terhadap kondisi tidak aman dari
pencemaran SPAL adalah Kuta Barat yaitu 95 %, disusul Ujong Kareung sebesar
90%, Paya Seunara 65% dan Ie Meulee 65%.
3.3.3.
Indeks Risiko Sanitasi Pada Limbah Domestik
Tabel 3. Hasil Skoring Studi EHRA Berdasarkan
Indeks Risiko Sanitasi Pada Limbah Domestik
Grafik 15. Indek Risiko Sanitasi Pada Limbah
Domestik
3.4. Genangan
3.4.1. Wilayah Genangan Air
Grafik 16. Wilayah Yang
Sering Terjadi Genangan
Garfik
diatas menunjukkan bahwa hanya 16,9 % responden yang menyatakan adanya genangan
di kawasan mereka, sementara sisanya sebesar 83,1 % menyatakan tidak ada
genangan. Gampong Ie Meulee merupakan gampong dengan jumlah responden
paling tinggi yaitu 50% responden yang menyatakan bahwa ada genangan dikawasan
mereka.
3.4.2.
Indeks Risiko Sanitasi Pada Genangan
Tabel 4. Hasil Skoring Studi EHRA Berdasarkan
Indeks Risiko Sanitasi Pada Genangan
Grafik 16. Indek Risiko Sanitasi Pada Genangan
Indeks risiko
sanitasi pada genangan merupakan tingkat risiko yang dimiliki oleh
gampong-gampong yang ada di Kota Sabang terhadap permasalahan sanitasi pada sub
sektor genangan yang telah di pelajari melalui studi EHRA. Berdasarkan tabel
dan grafik diatas, maka gampong yang harus menjadi fokus perhatian untuk
masalah genangan di Kota Sabang adalah :
- Gampong
dengan indeks risiko pada genangan yang termasuk kedalam kategori
sangat tinggi yaitu Ie Meulee.
- Gampong
dengan indeks risiko pada genangan yang termasuk kedalam kategori
tinggi yaitu Cot Abeuk, Cot Ba’u, Balohan dan Paya.
3.5. Sumber Air
3.5.1. Pencemaran Sumber Air
Grafik 17 berikut menunjukkan bahwa 98,2% responden
memberikan jawaban terhadap kemungkinan sumber air yang mereka miliki tercemar.
Hanya 2,8% responden yang memberikan jawaban terhadap kemungkinan sumber air
yang mereka miliki tidak tercemar.
Grafik 17. Kemungkinan Terhadap Sumber Air
Tercemar
3.5.2. Penggunaan Sumber Air
Grafik 18. Pengguanaan Sumber Air Yang
Telindungi dan Tidak Terlindungi
Berdasarkan
grafik diatas, 68,8% responden beranggapan mereka menggunakan sumber air
yang tidak terlindungi dan 31,2% sisanya beranggapan mereka menggunakan sumber
air yang terlindungi. Dari grafik juga dapat dilihat bahwa 100% responden
yang berasal dari gampong Cot Abeuk beranggapan bahwa mereka menggunakan
sumber air yang tidak aman atau tidak terlindungi.
3.5.3. Kelangkaan Air Bersih
Grafik 18. Kelangkaan Air Bersih
Grafik
diatas memberikan gambaran bahwa 30,1% responden mengalami kelangkaan air,
sementara 69,9% lainnya tidak mengalami kelangkaan air. Garfik diatas juga
menunjukkan bahwa 100% responden yang berasal dari gampong Krueng
Raya mengalami kelangkaan air.
3.5.4.
Indeks Risiko Sanitasi Pada Sumber Air
Tabel 5. Hasil Skoring Studi EHRA Berdasarkan
Indeks Risiko Sanitasi Pada Sumber Air
Grafik
19. Indek Risiko Sanitasi Pada Sumber Air
Indeks risiko
sanitasi pada sumber air merupakan tingkat risiko yang dimiliki oleh
gampong-gampong yang ada di Kota Sabang terhadap permasalahan sanitasi pada sub
sektor sumber air yang telah di pelajari melalui studi EHRA. Berdasarkan tabel
dan grafik diatas, maka gampong yang harus menjadi fokus perhatian untuk
masalah sumber air di Kota Sabang adalah :
1. Gampong dengan indeks risiko
pada sumber air yang termasuk kedalam kategori sangat tinggi yaitu
Kreueng Raya.
2. Gampong dengan indeks risiko
pada sumber air yang termasuk kedalam kategori tinggi yaitu Kuta Ateuh
dan Cot Ba’u.
3.6. Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat (PHBS)
3.6.1. Kebiasaan Cuci Tangan Pakai
Sabun (CTPS)
Grafik 20 berikut menunjukkan bahwa kebiasaan CTPS dilima waktu
penting masih sangat kecil, dimana hanya 11,8% responden yang mempunyai
kebiasaan tersebut. Sementara 88,2 % sisanya belum terbiasa melakukan CTPS
dilima waktu penting.
Grafik 20. Kebiasaan Melakukan CTPS di Lima
Waktu Penting
3.6.2.
Lantai dan Dinding Jamban Bebas Dari Tinja
Grafik 21. Persentase Lantai dan Dinding Jamban
Bebas Dari Tinja
Grafik hasil studi EHRA
diatas menunjukkan bahwa masih ada 41 % jamban responden yang lantai dan
dindingnya belum bersih dari tinja
3.6.3.
Jamban Bebas Dari Kecoa Dan Lalat
Grafik 22. Persentase Jamban Bebas Dari Kecoa
dan Lalat
Hasil
studi EHRA melaui grafik diatas menunjukkan bahwa masih ada 40% jamban
responden yang belum bebas dari kecoa dan lalat. Grafik diatas juga menunjukkan
bahwa hampir 90% jamban di gampong Paya tidak bebas dari kecoa
dan lalat.
3.6.4.
Keberfungsian Penggelontor Jamban
Grafik 23. Keberfungsian Penggelontor Jamban
Hasil
studi EHRA menemukan sebesar 28,2 % dari total keseluruhan responden
penggelontor jambannya tidak berfungsi sebagai mana mestinya. Penggelontor
jamban yang tidak berfungsi sebagai mana mestinya terbesar berada di
gampong Paya, yaitu 53%.
3.6.5.
Ketersediaan Sabun Didekat Jamban
Grafik 24. Ketersediaan Sabun Didekat Jamban.
Grafik
diatas menunjukkan bahwa 41% dari keseluruhan responden tidak menyediakan sabun
didalam atau didekat jamban, sementara 59% responden berlaku sebaliknya.
3.6.6. Pencemaran Pada Wadah
penyimpanan Air
Grafik 25. Ketersediaan Sabun Didekat Jamban.
Studi
EHRA menemukan bahwa jumlah responden yang wadah penyimpanan dan pengananan
airnya terindikasi tercemar hanya 9% sementara 81% sisanya tidak tercemar.
3.6.7.
Perilaku Buang Air Besar Sembarangan (BABS)
Grafik 25. Perilaku Buang Air Besar Sembarangan
(BABS).
Grafik
diatas menunjukkan bahwa perilaku BABS di Kota Sabang masih sangat tinggi,
dimana 80,6% responden melakukan BABS dan hanya 19,4 % responden yang sudah
tidak melakukan BABS.
3.6.8.
Indeks Risiko Sanitasi Pada Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
Tabel 6. Hasil Skoring Studi EHRA Berdasarkan
Indeks Risiko Sanitasi Pada PHBS
Grafik 26. Indeks Risiko Sanitasi Pada PHBS
Indeks risiko sanitasi pada
PHBSmerupakan tingkat risiko yang dimiliki oleh gampong-gampong yang ada di
Kota Sabang terhadap permasalahan sanitasi pada sub sektor PBHS yang telah di
pelajari melalui studi EHRA. Berdasarkan tabel dan grafik diatas, maka gampong
yang harus menjadi fokus perhatian untuk masalah PHBS di Kota Sabang adalah :
- Gampong
dengan indeks risiko pada sumber air yang termasuk kedalam kategori
sangat tinggi yaitu Kreueng Raya.
- Gampong
dengan indeks risiko pada sumber air yang termasuk kedalam kategori
tinggi yaitu Kuta Ateuh dan Cot Ba’u.
3.7 Indeks Risiko Sanitasi
IndeksRisiko
Sanitasi yang telah dipelajari dalam studi EHRA meruapakan akumulasi terhadap
keseluruhan indeks resiko sanitasi per sub sektor. Gampong yang harus menjadi
fokus perhatian Pemerintah Kota Sabang terkait dengan permasalahan sanitasi
adalah sebagai berikut :
- Gampong
dengan indeks risiko sanitasi yang termasuk kedalam kategori sangat
tinggi yaitu Ie Meulee dan Ujong Kareueng.
- Gampong
dengan indeks risiko sanitasi yang termasuk kedalam kategori tinggi yaitu
Paya, Cot Ba’u, Jaboi, Beurawang dan Paya Seunara.
Indeks risiko
sanitasi terhadap gampong-gampong yanag ada di Kota Sabang secara lebih rinci
dapat dilihat pada tabel dan grafik berikut ini :
Tabel 7.
Hasil Skoring Studi EHRA Untuk Indeks Risiko Sanitasi di Kota Sabang
Grafik
26. Indeks Risiko Sanitasi di Kota Sabang
3.8 Proses Penjernihan/Penyediaan Air Bersih PDAM TIRTANADI SABANG
Pengolahan air dapat dilakukan secara individu maupun kolektif.
Dengan berkembangnya penduduk dan teknologi di perkotaan. Pengolahan air khusus
dilakukan oleh perusahaan air minum (PAM). Proses kimia pada pengolahan air
minum diantaranya meliputi koagulasi, aerasi, reduksi dan oksidasi. Semua
proses kimia tersebut dapat dilakukan secara sederhana ataupun dengan
menggunakan teknik modern Proses
penjernihan/penyediaan air bersih merupakan proses perubahan sifat fisik, kimia
dan biologi air baku agar memenuhi syarat untuk digunakan sebagai air minum.
Tujuan dari kegiatan pengolahan air minum adalah sebagai berikut:
- Menurunkan
kekeruhan
- Mengurangi
bau, rasa dan warna
- Menurunkan
dan mematikan mikroorganisme
- Mengurangi
kadar bahan-bahan yang terlarut dalam air
- Menurunkan
kesadahan
- Memperbaiki
derajat keasaman (pH)
Pada dasarnya
penjernihan air dilakukan dengan salah satu dari 3 metode atau kombinasi dari 3
metode terebut, ke 3 metode tersebut adalah sebagai berikut:
- Penjernihan
air dengan metode fisika
- Penjernihan
air dengan metode kimia
- Penjernihan
air dengan metode biologis
Di PDAM sendiri menggunakan 2 tahap
yaitu :
1.
Pengendapan : dari 0-20 ini ialah
tingkat kotoran endapan air itu.
2.
Kimia :
ini 20 keatas bahkan bisa mencapai 70
Berikut ini secara kimia terbagi
lagi menjadi macam tahapan:
- Sodaas :
untuk menurunkan Ph keasaman. Ini biasanya pemerintah menetapkan
6,8 dari 6,8 ini bisa sampai 7,3 nah, jikalau sudah 7,3 ini artinya Ph
basa itu harus diturunkan dibawah 7,2.
- Kaporit :
untuk membunuh kuman di pipa supaya aman dikonsumsi oleh masyarakat
banyak.
- Tawas :
(Alum / Natrium Sulfat) untuk mengikat sampah dalam air, dalam
plopc (bakal disaring) ad 3 bentuk/kriteria penyaringan :
Yang pertama :
Besar, warnanya itu seperti kapas.
Yang kedua : Lebih
banyak dia dari pada yang halus.
Yang ketiga :
Berat, biar cepat mengendap.
Setelah itu kita
tahapan selanjutnya mengenai wadah tempat prosesnya itu besar disebut dengan Resevoap Filter ( bak
penyaringan). Disini ada beberapa proses penyaringan :
1.
Filter Pengadukkan air baku dimasukkan ke dalam bak penyaringan
diaduk secara alami.
2.
Filter Penggendapan jadi didalamnya
ad seperti lubang yang terbuat dari dinding plastik gel-gel seperti halnya
seperti seng di rumah kita cuma di ini menanamkan plot tadi dan yang berat ia
akan mengendap di bawah dan harus dibuang setiap 30 menit sekali.kalau tidak ia
akan seperti bau bangkai. Sedangkan permukaan air yang di atas kita ambil.
3.
dan kemudian kita masukkan ke resevoar pasir
ini ada yang berdiameter 6 mm, 4mm dan 1mm. Tiap pasir ini memiliki tebal 15-20
cm. Setelah berubah menjadi hitam berubah warna itu tandanya pasir kali tidak
dapat dikontrol.
4.
Kemudian masuk kepada resevoar
terakhir yaitu resevoar finish ,
namanya ini untuk menyalurkan air baku ke konsumen.
Rumus total obat
yang dipakai tawas:
Kapasitas yang dipasang X
3600 Detik X 24/12 Jam
1000 ML
Misalkan :
361mm X 3600 X 72000 X 24 =
224570
1000
Adukan Rpm ini 100-150
waktunya dari 10-45 menit kemudian Rpm ini turun 0-15 menit.
Alat
tubility water (air baku) jangan dicampur tawas (keru) nya di
20-0.4. percobaan ini harus 15 kali di ulang . selanjutnya 24 = 3560 ini diubah
ke kg : 1000= 34,56.
Air yang mengandung ini harus
di taruh tawas 34,56 kg. Karena penggunaan tawas 1:1 artinya 1liter air mineral
sebanding dengan ikg tawas. Selanjutnya dosing menyuntikkan obat ini selama 24
jam, alat Ph = ditas 7,4 diturunkan dengan sodaas tiap botol diisi 10 ml sama-
sama kesemua botol kaporit tiap botol.
Buat pemulanya 1:1 . misalkan 2.5 tetap X dengan 1728 (pemakaian
obat) = 4320: 1000 = 4,32 kg . jar test ialah untuk
menentukan peoptimalan pada koagulan.
Gambar –gambar alat
penelitian air bersih :
1.
Pasir halus
2.
Alat mengukur Ph
3.
Tubility (alat menukur kekeruhan air)
4.
Batu kerikil untuk penyaringan
5.
gambar macam –macam indikator bahan campuran
air dalam proses penjernihan
6.
Gelas pertama indikator air bercampur dengan
tawas
7.
Gambar tawas
8.
Perangkat alat-alat proses penjernihan air di PDAM 1TIRTANADI SABANG
9.
Perangkat alat-alat proses penjernihan air di
PDAM TIRTANADI
Pada dasarnya
penjernihan air dilakukan dengan salah satu dari 3 metode atau kombinasi dari 3
metode terebut, ke 3 metode tersebut adalah sebagai berikut:
- Penjernihan
air dengan metode fisika
- Penjernihan
air dengan metode kimia
- Penjernihan
air dengan metode biologis
A.
Prinsip Dasar Penjernihan air dan
penerapannya sebagai teknologi tepat guna
Prinsip dasar
penjernihan air di pedesaan meliputi beberapa aspek yang harus sesui dengan
kondisi sebagai berikut:
- Bersifat
tepat guna dan sesuai dengan kondisi, lingkungan fisik, maupun social
budaya masyarakat setempat.
- Pengoperasiannya
mudah dan sederhana
- Bahan-bahan
yang digunakan mudah dan sederhana
- Bahan-bahan
yang digunakan berharga murah
- Bahan-bahan
yang digunakan tersedia di lokasi dan mudah diperoleh
- Efektif,
memiliki daya pembersih yang besar untuk memurnikan air
B. PRINSIP PENJERNIHAN AIR DENGAN METODE FISIKA
- Prinsip
penyaringan (filtrasi)
Penyaringan
merupakan proses pemisahan antara padatan/koloid dengan cairan. Proses
penyaringan bisa merupakan proses wal (primary treatment) atau penyaringan dari
proses sebelumnya.
Apabila air
olahan mempunyai padatan dengan ukuran seragam, saringan yang digunakan adalah single
medium. Sebaiknya bila ukuran padatan beragam, digunakan saring dual
medium atau three medium. Penyaringan air olahan yang mengandung
padatan beragam dari ukuran besar sampai kecil/halus. Penyaringan dilakukan
dengan cara membuat saringan bertingkat, yaitu saringan kasar, saringan sedang
sampai saringan halus.
Untuk merancang
system penyaringan ini perlu penelitian terlebih dahulu terhadap beberapa
factor sebagai berikut:
- Jenis
limbah padat (terapung atau tenggelam)
- Ukuran
padatan: ukurab yang terkecil dan ukuran yang terbesar
- Perbandingan
ukuran kotoran padatan besar dan kecil
- Debit
air olahan yang akan diolah
Bentuk dan jenis
saringan bermacam-macam. Penyaringan bahan padatan kasar menggunakan saringan
berukuran 5 -20 mm, sedangkan padatan yang halus (hiperfiltrasi) dapat
menggunakan saringan yang lebih halus lagi. Saringan ini diusahakan mudah
diangkat dan dibersihkan.
Bahan untuk
penyaringan kasar dapat terbuat dari logam tahan karat seperti stainless steel,
kawat tembaga, batu kerikil, btu bara, karbon aktif. Penyaringan untuk padatan
yang halus dapat menggunakan kain polyester atau pasir.
Jenis saringan
yang biasa digunakan adalah saringan bergetar, barscreen racks, dan bak
penyaringan saringan pasir lambat. Jenis saringan yang banyak digunakan
adalahsaringan bak pasir dan batuan. Saringan pasir menggunakan batu kerikil
dan pasir. Pasir yang baik untuk penyaringan adalah pasir kuasa.
Jenis saringan
menurut konstruksinya dibedakan menjadi saringan miring, saringan pembawa, saringan
sentrifugal dan drum berputar. Kecepatan penyaringan dikelompokan menjadi tiga:
- Single
medium: saringan untuk menyaring air yang
mengandung padatan dengan ukuran seragam
- Dual
medium: saringan untuk menyaring air limbah yang
didominasi oleh dua ukuran padat
- Three
medium: saringan untuk menyaring air limbah yang
mengandung 3 ukuran padatan
Gambarnya seperti
dibawah ini:
Ukuran filter
dibagi menjadi:
- Pasir
sangat kasar (very coarse sand) : 2 – 1 mm
- Pasir
kasar (coarse sand) : 1 – 0,5 mm
- Pasir
sedang (medium sand) : 0,5 – 0,25 mm
- Pasir
halus (fine sand) : 0,25 – 0,1 mm
- Pasir
sangat halus (very fine sand) : 0,1 – 0,05 mm
Berikut gambarnya
:
Gambar kombinasi
antara filter dan aerasi :
Gambar instalasi
penyaringan air secara gravitasi
Gambar instalasi
penyaringan pasir lambat
Gambar penyaringan air up low ganda
Gambar sederhana tempat sedimentasi
air
Gambar instalasi penjernihan air
secara absorpsi
b.
Prinsip penjernihan air dengan
elektrodialisis
Elektrodialisis
merupakan proses pemisahan ion-ion yang larut di dalam air limbah dengan
memberikan dua kutub listrik yang berlawanan dari arus searah (direct current,
DC). Ion positif akan bergerak ke kutub negative (katoda), sedangkan ion
negative akan bergerak ke kutub positif (anoda).
Pada kutub
positif (anoda). Ion negative akan melepaskan elektronnya sehingga menjadi
molekul yang berbentuk gas ataupun padat yang tidak larut dalam air. Hal ini
memungkinkan terjadinya pengendapan.
C. Prinsip Desinfeksi Pada Air
- Pengertian
Yang dimaksud
dengan desinfeksi adalah pembunuhan terhadap semua mikroba yang membahayakan.
Zat-zat yang dipergunakan untuk usaha desinfeksi ini dinamakan desinfektan.
(Surbakti., 1987)
Desinfeksi
merupakan salah satu proses dari pengolahan air, yang mana proses desinfeksi
adalah suatu proses atau usaha agar kuman patogen yang ada didalam air punah
atau hilang Bahan desinfeksi yang dipakai tidak boleh membahayakan, dapat
diterima masyarakat pemakai, serta mempunyai efek desinfeksi untuk waktu yang
cukup lama. Beberapa cara desinfeksi yang dapat dilakukan yaitu dengan:
- Desinfeksi
dengan pemanasan/perebusan
- Desinfeksi
dengan klorinasi
- Desinfeksi
dengan radiasi sinar ultra violet dan panas matahari
- Desinfeksi
dengan ozonisasi
b.
Desinfektasi dengan
pemanasan/perebusan
Cara efektif dan
sering kita lakukan adalah memasak atau merebus air yang akan kita konsumsi
hingga mendidih. Cara ini sangat efektif untuk mematikan semua patogen yang ada
dalam air seperti virus, bakteri, spora, fungi dan protozoa. Lama waktu air
mendidih yang dibutuhkan adalah berkisar 5 menit, namun
lebih lama lagi
waktunya akan lebih baik, direkomendasikan selama 20 menit.
Walaupun mudah dan sering kita
gunakan, kendala utama dalam memasak air hingga mendidih ini adalah bahan
bakar, baik itu kayu bakar, briket batubara, minyak tanah, gas elpiji ataupun
bahan bakar lainnya yang di sebagian daerah di Indonesia hal tersebut sulit
didapatkan
- Desinfeksi
dengan klorinasi
Klorinasi
merupakan desinfeksi yang paling umum digunakan. Klorin yang digunakan dapat
berupa bubuk, cairan atau tablet. Bubuk klorin biasanya berisi kalsium
hipoklorit, sedangkan cairan klorin, berisi natrium hipoklorit. Desinfeksi air
minum yang mempergunakan gas chlorine atau preparat chlorine disebut klorinasi.
Sasaran klorinasi terhadap air
minum adalah penghancuran bakteri melalui daya germisidal dari klorin terhadap
bakteri. Khlorin telah terbukti hanya merupakan desinfektan yang ideal. Bila
dimasukkan dalam air akan mempunyai pengaruh yang segera membinasahkan
kebanyakan mikroba. yang berkurang dalam air. Secara umum kebanyakan air
mengalami desinfeksi yang cukup baik bila residu khlorin bebas sebanyak kira-kira
0,2 mg/L diperoleh setelah khlorinasi selama 10 menit.
Residu yang lebih besar dapat
menimbulkan bau yang tidak enak, sedangkan yang lebih kecil tidak dapat
diandalkan. Khlorin akan sangat efektif bila pH air rendah Chlorine merupakan
senyawa desinfektan, yang banyak digunakan dalam proses pengolahan air.
Desinfektan ini bekerja dengan baik untuk membunuh bakteri, fungi dan virus.
Namun desinfektan ini
juga dapat menimbulkan efek negative terhadap kesehatan manusia selain dapat
menimbulkan bau dan rasa yang tidak enak pada air. Sebagai contoh Chlorine
dapat bersifat merusak atau korosif pada kulit dan peralatan, selain itu
Chlorine juga berpotensi merusak sistem pernafasan manusia dan hewan
- Desinfeksi
dengan radiasi sinar ultra violet dan panas matahari
Metode ini sering
disebut juga dengan nama SODIS (solar disinfectan water) yang merupakan cara
pengolahan air mentah menjadi air minum yang aman dengan memanfaatkan sinar
matahari dan sesuai untuk diterapkan pada tingkat rumah tangga, pemaparan air
minum dengan sinar matahari terutama sinar UV-A akan merusak dan melumpuhkan
mikroorganisme pathogen. Jika pada saat pemaparan suhu air mencapai 50° C maka
proses disinfeksi hanya membutuhkan waktu 1 jam pemaparan.
Didaerah tertentu
di pelosok negeri, terkadang gas elpiji dan atau minyak tanah itu sulit didapat
dan harganya tidk terjangkau. Keadaan itulah yang menjadikan masyarakat disana
mengkonsumsi air mentah tanpa direbus atau disinfeksi terlebih dahulu yang
menyebabkan meningkatnya kasus diare, dan water borne dissease lainnya. Untuk
itulah perlu ditemukan terobosan baru dalam pensterilan air dan salah satunya
adalah metode solar disinfection water.
Pada dasarnya
prinsip desinfeksi dengan SODIS adalah sinergi antara sinar UV-A dengan panas.
Apabila temperatur mencapai di atas 50 ºC: radiasi yang dibutuhkan hanya
sepertiganya saja.dengan SODIS E-Coli berkurang sampai 3-4 desimal (99,9%).
D. Desinfeksi dengan ozonisasi
Ozon adalah
molekul gas alami yang mudah larut dalam air dan tidak beracun. Di alam, ozon
ditemukan di lapisan luar dari atmosfir dan berfungsi sebagai tameng terhadap
radiasi ultra violet sinar matahari yang dapat menyebabkan penyakit kanker
kulit. Ozon adalah molekul gas yang terdiri 3 atom Oksigen dan mempunyai rumus
kimia O3.
Molekul Ozon
bersifat tidak stabil dan akan selalu berusaha mencari ‘sasaran’ untuk dapat
melepaskan satu atom Oksigen dengan cara oksidasi, sehingga dapat berubah
menjadi molekul oksigen yang stabil (O2). Karena sifat oksidatornya yang sangat
kuat, maka Ozon sangat unggul untuk disinfeksi (membunuh kuman), detoksifikasi
(menetralkan zat beracun) dan deodorisasi (menghilangkan bau tidak enak) dalam
air dan udara.
Dalam hal
disinfeksi/sterilisasi air, teknologi Ozon paling unggul dan sangat efektif.
Ozon dapat menghancurkan kuman, bakteri, virus, jamur, spora, kista, lumut dan
zat organik lainnya. Selain itu, juga dapat menetralisir zat organik/mineral
yang berlebihan/ beracun. Penggunaan Ozon tidak menghasilkan zat sisa yang
membahayakan kesehatan. Bahkan sebaliknya, akan menambahkan kadar olsigen dalam
air sehingga lebih segar dan sehat
KESIMPULAN
PDAM TIRTANADI sebagai
penyuplai kebutuhan air masyarakat setempat pada umumnya.
Tahapan pengolahan IPA di
PDAM Tirtanadi Sabang adalah:
Intake
Praset
Koagulasi
Flokulasi
Sedimentasi
Pra
filter
Filtrasi
Desifectan
Perindistribusian
PENUTUP
Environmental
Health Risk Assessment (EHRA) adalah studi yang relatif pendek (sekitar 1
Minggu) yang menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menerapkan 2 (dua)
teknik pengumpulan data, yakni wawancara (interview) dan pengamatan (observation).
Studi EHRA ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran kondisi fasilitas Sanitasi
dan perilaku higiene dalam skala Kota Sabang.
Studi EHRA
merupakan studi partisipatif melibatkan banyak pihak yang terkait dengan sektor
sanitasi. Hasil dari studi EHRA ini dapat dijadikan bahan advokasi terhadap
pengharus-utamaan pembangunan sanitasi untuk mencegah dampak negatif yang
disebabkan oleh buruknya kondisi sanitasi, baik kerugian yang bersifat fisik
maupun non fisik.Selain itu, studi EHRA ini juga sangat bermanfaat bagi
penyusunan Buku Putih Sanitasi (BPS) Kota Sabang yang saat ini sedang disusun
oleh Kelompok Kerja Sanitasi Kota Sabang, terutama untuk penentuan area
berisiko sanitasi dan juga untuk penyusunan Strategi Sanitasi Kota Sabang dalam
penentuan program dan kegiatan.
Studi EHRA yang
telah dilaksanakan di Kota Sabang pada tahun 2012 ini merupakan sebuah langkah
awal dan merupakan data dasar bagi studi EHRA selanjutnya. Idealnya studi EHRA
dilaksanakan secara berkala selama 3 (tiga) tahun sekali, sehingga data yang
telah dihasilkan dapat terus di update seiiring dengan pertumbuhan dan
perkembangan yang terjadi di Kota sabang. Tidak hanya itu saja, studi EHRA ini membantu sekaligus menuntun
kita terhadap PHBS agar para pembaca teman-teman sekalian dapat mengetahui
serta mencegah dampak kondisi lingkungan yang tidak sehat terhadap kesehatan
personal maupun kelompok masyarakat dan yang terpenting kita dapat memutuskan
rantai penyakit di tubuh kita jika telah terkontaminasi oleh sumber penyakit.
Demikian hasil analisa laporan dari saya,yang InyaAllah dapat
bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi pembangunan daerah dan peningkatan
kesejahteraan masyarakat, tidak hanya masyarakat sabang tetapi juga masyarakat
diseluruh indonesia serta bagi seluruh pembaca sekalian. Semoga Allah SWT
senantiasa memberikan petunjuk dan hidayah kepada kita semua. AMIN.
Sumber Data
1. Penelitian
Aspek Lingkungan Fisik...............(CB Hermam Edyanto) 127
2. Kantor
Dinas Kesehatan Kota Sabang……..
3. DINAS KEPENDUDUKAN dan PENCATATAN SIPIL KOTA SABANG
4. Laporan Proses Penjernihan Air PDAM TIRTANADI
SABANG Beralamat di Aneuk Laot.
Subscribe to:
Posts (Atom)