Sunday 6 November 2022

MAKALAH KEWARGANEGARAAN OTONOMI DAERAH

 

 

DAFTAR ISI

 

KATAPENGATAR ..................................................................................... 2

DAFTAR ISI................................................................................................ 3

BAB 1 PENDAHULUAN .......................................................................... 4

1.1 Latar Belakang............................................................................ 4

1.2 Rumusan Masalah....................................................................... 6

1.3 Tujuan.......................................................................................... 6

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................ 7

2.1 Pengertian Otonomi Daerah........................................................ 7

2.2 Sejarah Otonomi Daerah............................................................. 7

2.3 Tujuan dan Prinsip Otonomi Daerah.......................................... 14

2.4 Hakikat Otonomi Daerah........................................................... 16

2.5 Aturan Perundang-Undangan.................................................... 20

BAB III PENUTUP ................................................................................... 21

3.1 Kesimpulan................................................................................. 21

3.2 Saran........................................................................................... 21

DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 22

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Sejak awal berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia para founding fathers telah menjatuhkan pilihannya pada prinsip pemencaran kekuasaan dalam penyelenggaraan pemerintahan Negara. 

Cita desentralisasi ini senantiasa menjadi bagian dalam praktek pemerintahan Negara sejak berlakunya UUD 1945, terus memasuki era Konstitusi RIS, UUDS 1950 sampai pada era kembali ke UUD 1945 yang dikukuhkan lewat Dekrit Presiden 5 juli 1959. 

Garis perkembangan sejarah tersebut membuktikan bahwa cita desentralisasi senantiasa dipegang teguh oleh Negara Republik Indonesia, sekalipun dari satu periode ke periode lainnya terlihat adanya perbedaan dalam intensitasnya. 

Sebagai  perwujudan dari cita desentralisasi tersebut, maka langkahlangkah penting sudah dilakukan oleh pemerintah. Lahirnya berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pemerintahan daerah membuktikan bahwa keinginan untuk mewujudkan cita-cita ini terus berlanjut. Sekalipun demikia, kenyataan membuktikan bahwa cita tersebut masih jauh dalam realisasinya. Otonomi daerah masih lebih sebagai harapan ketimbang sebagai kenyataan yang telah terjadi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Otonomi Daerah belumlah terwujud sebagaimana yang diharapkan. Kita nampaknya baru menuju kea rah Otonomi Daerah yang sebenarnya. 

Beberapa faktor-faktor yang  menetukan prospek otonomi daerah,

diantaranya, yaitu :

Faktor Pertama adalah faktor manusia sebagai subyek penggerak (faktor dinamis) dalam peenyelenggaraan otonomi daerah. Faktor manusia ini haruslah baik, dalam pengertian moral maupun kapasitasnya. Faktor ini mencakup unsur pemerintah daerah yang terdiri dari Kepala Daerah dan DPRD, aparatur daerah maupun masyarakat daerah yang merupakan

lingkungan tempat aktivitas pemerintahan daerah tersebut. 

Faktor kedua adalah faktor keuangan yang merupakan tulang punggung bagi terselenggaranya aktivitas pemerintahan  Daerah. Salah stu cirri daerah otonom adalah terletak pada kemampuan self supportingnya / mandiri dalam bidang keuangan. Karena itu, kemampuan keuangan ini akan sangat memberikan pengaruh terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah. 

Sumber keuangan daerah yang asli, misalnya pajak dan retribusi daerah, hasilm perusahaan daerah dan dinas daerah, serta hasil daerah lainnya yang sah, haruslah mampu memberikan kontribusinya bagi keuangan daerah.

Faktor ketiga adalah faktor peralatan yang merupakan sarana pendukung bagi terselenggaranya aktivitas pemerintahan daerah. Peralatan yang ada haruslah cukup dari segi jumlahnya, memadai dari segi kualitasnya dan praktis dari segi penggunaannya. Syarat-syarat peralatan semacam inilah yang akan sangat berpengaruh terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah. 

Faktor keempat adalah faktor organisasi dan manajemen. Tanpa kemampuan organisasi dan manajemen yang memadai penyelenggaraan pemerintahan tidak dapat dilakukan dengan baik, efisien, dan efektif.oleh sebab itu perhatian yang sungguh-sunggguh terhadap masalah ini dituntut dari para penyelenggara pemerintahan daerah. 

Sejarah perkembangan Otonomi Daerah membuktikan bahwa keempat faktor tersebut di atas masih jauh dari yang diharapkan. Karenanya Otonomi Daerah masih menunjukkan sosoknya yang kurang menggembirakan.oleh sebab itu apabila kita berkeinginan untuk merealisasi cita-cita Otonomi Daerah maka pembenahan dan perhatian yang sungguh-sungguh perlu

diberikan kepada empat faktor di atas. 

      

1.2.Rumusan Masalah 

1.    Apa yang dimaksud dengan otonomi daerah ?

2.    Bagaimana sejarah otonomi daerah?

3.    Apa saja tujuan dan prinsip otonomi daerah ?

4.    Apa hakekat otonomi daerah dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia?

5.    Apa saja perundang undangan otonomi daerah?

 

1.3.Tujuan

1.      Untuk mengetahui tentang otonomi daerah 

2.      Untuk mengetahui sejarah otonomi daerah

3.      Untuk mengetahui tujuan dan prinsip otonomi daerah

4.      Untuk mengetahui hakekat otonomi daerah dalam Negara Kesatuan

Republik Indonesia

5.      Untuk mengetahui perundang undangan otonomi daerah

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

 PEMBAHASAN

 

2.1. Pengertian Onotomi Daerah

Otonomi berasal dari 2 kata yaitu ,  auto berarti sendiri,nomosberarti rumah tangga atau urusan pemerintahan.Otonomi dengan demikian berarti mengurus rumah tangga sendiri.Dengan mendampingkan kata ekonomi dengan kata daerah,maka istilah “mengurus rumah tangga sendiri” mengandung makna memperoleh kekuasaan dari pusat dan mengatur atau menyelenggarakan rumah tangga pemerintahan daerah sendiri.

Ada juga berbagai pengertian yang berdasarkan pada aturan yang di tetapkan oleh Pemerintahan Daerah. Pengertian yang memliki kaitan dan hubungan dengan otonomi daerah yang terdapat di dalam Undang-Undang,yaitu sebagai berikut:

-            Pemerintah daerah yaitu penyelenggaraan urusan di dalam suatu daerah.

-            Penyelenggaran urusan pemerintah daerah tersebut harus menurut asas otonomi seluas-luasya dalam prinsip dan sistem NKRI sebagaimana yang dimaksudkan di dalam UUD 1945.

Otonomi daerah adalah wewenang,hak dan kewajiban suatu daerah otonom untuk mengurus dan mengatur sendiri urusan pemerintahan dan mengurus berbagai kepentingan masyarakat yang berada dan menetap di dalam daerah tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

 

2.2. Sejarah Otonomi Daerah

A.    Warisan Kolonial

Pada tahun 1903, pemerintah kolonial mengeluarkan staatsblaad No. 329 yang memberi peluang dibentuknya satuan pemerintahan yang mempunyai keuangan sendiri. Kemudian staatblaad ini deperkuat dengan Staatblaad No. 137/1905 dan S. 181/1905. Pada tahun 1922, pemerintah kolonial mengeluarkan sebuah undang-undang S. 216/1922. Dalam ketentuan ini dibentuk sejumlah provincie, regentschap, stadsgemeente, dan groepmeneenschap yang semuanya menggantikan locale ressort. Selain itu juga, terdapat pemerintahan yang merupakan persekutuan asli masyarakat setempat.

Pemerintah kerajaan satu per satu diikat oleh pemerintahan kolonial dengan sejumlah kontrak politik (kontrak panjang maupun kontrak pendek). Dengan demikian, dalam masa pemerintahan kolonial, warga masyarakat dihadapkan dengan dua administrasi pemerintahan.

B.     Masa Pendudukan Jepang

Ketika menjalar PD II Jepang melakukan invasi ke seluruh Asia Timur mulai Korea Utara ke Daratan Cina, sampai Pulau Jawa dan Sumatra. Negara ini berhasil menaklukkan pemerintahan kolonial Inggris di Burma dan Malaya, AS di Filipina, serta Belanda di Daerah Hindia Belanda. Pemerintahan Jepang yang singkat, sekitar tiga setengah tahun berhasil melakukan perubahan-perubahan yang cukup fundamental dalam urusan penyelenggaraan pemerintahan daerah di wilayah-wilayah bekas Hindia Belanda. Pihak penguasa militer di Jawa mengeluarkan undang-undang (Osamu Seire) No. 27/1942  yang mengatur penyelenggaraan pemerintahan daerah. Pada masa Jepang pemerintah daerah hampir tidak memiliki kewenangan. Penyebutan daerah otonom bagi pemerintahan di daerah pada masa tersebut bersifat misleading. 

C.     Masa Kemerdekaan

1. Periode Undang-undang Nomor 1 Tahun 1945

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1945 menitik beratkan pada asas dekonsentrasi, mengatur pembentukan KND (komite Nasional Daerah) di keresidenan, kabupaten, kota berotonomi, dan daerahdaerah yang dianggap perlu oleh mendagri. Pembagian daerah terdiri atas dua macam yang masing-masing dibagi dalam tiga tingkatan yakni:

  Provinsi

  Kabupaten/kota besar Desa/kota kecil.

UU No.1 Tahun 1945 hanya mengatur hal-hal yang bersifat darurat dan segera saja. Dalam batang tubuhnya pun hanya terdiri dari 6 pasal saja dan tidak memiliki penjelasan.

2.     Periode Undang-undang Nomor 22 tahun 1948

Peraturan kedua yang mengatur tentang otonomi daerah di Indonesia adalah UU Nomor 22 tahun 1948 yang ditetapkan dan mulai berlaku pada tanggal 10 Juli 1948. Dalam UU itu dinyatakan bahwa daerah Negara RI tersusun dalam tiga tingkat yakni:

  Provinsi

  Kabupaten/kota besar

  Desa/kota kecil

3.     Periode Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957

Menurut UU No. 1 Tahun 1957, daerah otonom diganti dengan istilah daerah swatantra. Wilayah RI dibagi menjadi daerah besar dan kecil yang berhak mengurus rumah tangga sendiri, dalam tiga tingkat, yaitu:

  Daerah swatantra tingkat I, termasuk kotapraja Jakarta Raya

  Daerah swatantra tingkat II

  Daerah swatantra tingkat III.

4.     Periode Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959

Penpres No. 6 Tahun 1959 yang berlaku pada tanggal 7 November 1959 menitik beratkan pada kestabilan dan efisiensi pemerintahan daerah, dengan memasukkan elemen-elemen baru. Penyebutan daerah yang berhak mengatur rumah tangganya sendiri dikenal

dangan daerah tingkat I, tingkat II, dan daerah tingkat III.

Dekonsentrasi sangat menonjol pada kebijakan otonomi daerah pada masa ini, bahwa kepala daerah diangkat oleh pemerintah pusat, terutama dari kalangan pamong praja.

5.     Periode Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965

Menurut UU ini, wilayah negara dibagi-bagi dalam tiga tingkatan yakni:

  Provinsi (tingkat I)

  Kabupaten (tingkat II)

  Kecamatan (tingkat III)

Sebagai alat pemerintah pusat, kepala daerah bertugas memegang pimpinan kebijaksanaan politik polisional di daerahnya, menyelenggarakan koordinasi antarjawatan pemerintah pusat di daerah, melakukan pengawasasan, dan menjalankan tugas-tugas lain yang diserahkan kepadanya oleh pemerintah pusat. Sebagai alat pemerintah daerah, kepala daerah mempunyai tugas memimpin pelaksanaan kekuasaan eksekutif pemerintahan daerah, menandatangani peraturan dan keputusan yang ditetapkan DPRD, dan mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan.

6.     Periode Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974

UU ini menyebutkan bahwa daerah berhak mengatur, dan mengatur rumah tangganya berdasar asas desentralisasi. Dalam UU ini dikenal dua tingkatan daerah, yaitu daerah tingkat I dan daerah tingkat II. Daerah negara dibagi-bagi menurut tingkatannya menjadi:

  Provinsi/ibu kota Negara

  Kabupaten/kotamadya

  Kecamatan

Titik berat otonomi daerah terletak pada daerah tingkat II karena daerah tingkat II berhubungan langsung dengan masyarakat sehingga lebih mengerti dan memenuhi aspirasi masyarakat. Prinsip otonomi dalam UU ini adalah otonomi yang nyata dan bertanggung jawab.

7.     Periode Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999

Pada prinsipnya UU ini mengatur penyelenggaraan pemerintahan daerah yang lebih mengutamakan desentralisasi. Pokok pikiran dalam penyusunan UU No. 22 tahun  1999 adalah sebagai berikut:

  Sistem ketatanegaraan Indonesia wajib menjalankan prinsip pembagian kewenangan berdasarkan asas desentralisasi dalam kerangka NKRI.

  Daerah yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi dan dekonsentrasi adalah daerah provinsi sedangkan daerah yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi adalah daerah kabupaten dan daerah kota.

  Daerah di luar provinsi dibagi dalam daerah otonomi.

  Kecamatan merupakan perangkat daerah kabupaten.

Secara umum, UU No. 22 tahun 1999 banyak membawa kemajuan bagi daerah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Tetapi sesuai perkembangan keinginan masyarakat daerah, ternyata UU ini juga dirasakan belum memenuhi rasa keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat.

8.     Periode Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004

Pada tanggal 15 Oktober disahkan UU No. 32 tahun 2004 tentang pemerintah Daerah yang  dalam pasal 239 dengan tegas menyatakan bahwa dengan berlakunya UU ini, UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dinyatakan tidak berlaku lagi. UU baru ini memperjelas dan mempertegas hubungan hierarki antara kabupaten dan provinsi, antara provinsi dan pemerintah pusat berdasarkan asas kesatuan administrasi dan kesatuan wilayah. Pemerintah pusat berhak melakukan kordinasi, supervisi, dan evaluasi terhadap pemerintahan di bawahnya, demikian juga provinsi terhadap kabupaten/kota. Di samping itu, hubungan kemitraan dan sejajar antara kepala daerah dan DPRD semakin di pertegas dan di perjelas. Paling tidak ada dua faktor yang berperan kuat dalam mendorong lahirnya kebijakan otonomi daerah berupa UU No.22 Tahun 1999. 

1. Faktor internal yang didorong oleh berbagai protes atas kebijakan poitik sentralisme di masa lampau.

Faktor eksternal yang di pengaruhi oleh dorongan internasional terhadap kepentingan investasi terutama untuk efisiensi dari biaya investasi yang tinggi sebagai akibat korupsi dan rantai birokrasi yang panjang.

 

Undang-undang no 22 tahun 1948 berfokus pada pengaturan tentang susunan pemerintahan daerah yang demokraris. Di dalam undang-undang ini di tetapkan 29 (dua ) jeis daerah, yaitu daerah otonom biasa dan daerah otonom istimewa, serta tiga tingkatan daerah otonom yaitu provinsi, kabupaten/kota besar dan desa/kota kecil. 

Sistem Otonomi daerah

Yang di maksud dengan paham atau sistem otonomi di sini ialah patokan tentang cara penentuan batas-batas urusan rumah tangga daerah dan tentang tata acara pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada daerah menurut suatu prinsip atau pemikiran tertentu. (Sujamto; 1990)

Adapun mengenai faham atau atau system otonomi tersebut pada umumnya orang mengenal ada dua faham atau system pokok, yaitu faham atau system otonomi materiil dan faham atau system otonomi formal. Oleh Sujamto (1990) kedua istilah ini lazim juga disebut pengertian rumah tangga materiil (materiele huishoudingsbegrip) dan pengertian rumah tangga formil (formeele huishoudingsbegrip).

Koesoemahatmadja (1978) menyatakan ada tiga ajaran rumah tangga yang

terkenal yaitu :

a.    Ajaran Ruamh Tangga Materil (materiele huishoudingsleer), bahwa dalam hubungan pemerintah pusat dan daerah ada pembagian tugas yang jelas, dimana tugas-tugas tersebut di perinci dengan jelas dan diperinci dengan Undang-Undang tentang pembentukkan suatu daerah.

b.    Ajaran Rumah Tangga Fomil (formil huishoudingsleer), disini tidak terdapat perbedaan sifat antar tugas-tugas yag diselenggarakan oleh pemerintahan pusat dan daerah. Apa yang dikerjakan pemerintahan pusat pada prinsipnya dapat dikerjakan oleh pemerintahan daerah, dan sebaliknya. Bila ada pembagiian tugas maka di dasarkan atas pembagian rasional dan praktis.

c.    Ajaran Rumah Tangga Riil (riele huishoudingsleer).

Peraturan perundang-undanag yang pertama kali menagtur tentang pemerintahan daerah pasca proklamasi kemerdekaan adalah UU Nomor 1 tahun 1945. Undang-undang ini merupakan hasil dari berbagai pertimbangan tentang sejarah pemerintahan di masa kerajaan dan  masa pemerintahan kolonialisme. Namun undang-undang ini belum mengatur tentang desentralisasi dan hanya menekankan pada aspek cita-cita kedaulatan rakyat melalui pembentukan badan perwakilan rakyat daerah.

Undang-undang tersebut diganti oleh UU nomor 22 tahun 1948 yang berfokus pada pengaturan susunan pemerintahan daerah yang demokratis. Undang-undang ini menetapkan dua jenis daerah otonom dan tiga tingkatan daerah otonom.

Perjalanan sejarah otonomi Indonesia selanjutnya ditandai dengan munculnya UU nomor 1 tahun 1957 yang menjadi peraturan tunggal pertama yang berlaku seragam untuk seluruh Indonesia. Selanjutnya UU nomor 18 tahun 1965 yang menganut sistem otonomi yang riil dan seluas-luasnya. Kemudian disusul dengan munculnya UU nomor 5 tahun 1974 yang menganut sistem otonomi yang nyata dan bertanggungjawab. Hal ini karena sistem otonomi yang sebelumnya dianggap memiliki kecenderungan pemikiran yang dapat membahayakan keutuhan NKRI serta tidak serasi denagn maksud dan tujuan pemberian otonomi kepada daerah.

UU yang terakhir ini berumur paling panjang, yaitu 25 tahun yang kemudian digantikan dengan UU nomor 22 tahun 1999 pasca reformasi. Hal ini tidak terlepas dari perkembangan situasi yang terjadi pada masa itu. Berdasarkan kehendak reformasi saat itu, Sidang Istimewa MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang penyelenggaraan otonomi daerah; pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan serta peimbangan keuanagn pusat dan daerah dalam kerangka NKRI. Selain itu, hasil amandemen MPR RI pada pasal 18 UUD 1945 dalam perubahan kedua, yang secara tegas dan eksplisit menyebutkan bahwa negara Indonesia memakai prinsip otonomi dan

desentralisasi kekuatan politik juga semakin memberikan tempat kepada otonomi daerah di tempatnya.

Tiga tahun setelah implementasi UU No. 22 tahun 1999, pemerintah melakukan peninjauan dan revisi terhadap undang-undang yang berakhir pada lahirnya UU No. 32 tahun 2004 yang juga mengatur tentang pemerintah daerah yang berlaku hingga sekarang.

 

2.3. Tujuan dan Prinsip Otonomi Daerah

  1) Tujuan Otonomi Daerah

Menurut pengalaman dalam pelaksanaan bidang-bidang tugas tertentu sistem Sentralistik tidak dapat menjamin kesesuaian tindakan-tindakan Pemerintah Pusat dengan keadaan di daerah-daerah. Maka untuk mengatasi hal ini, pemerintah kita menganut sistem Desentralisasi atau Otonomi Daerah. Hal ini disebabkan wilayah kita terdiri dari berbagai daerah yang masing-masing memiliki sifat-sifat khusus tersendiri yang dipengaruhi oleh faktor geografis (keadaan alam, iklim, flora-fauna, adat-istiadat, kehidupan ekonomi dan bahasa), tingkat pendidikan dan lain sebagainya. Dengan sistem Desentralisasi diberikan kekuasaan kepada daerah untuk melaksanakan kebijakan pemerintah sesuai dengan keadaan khusus di daerah kekuasaannya masing-masing, dengan catatan tetap tidak boleh menyimpang dari garis-garis aturan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. Jadi pada dasarnya, maksud dan tujuan diadakannya pemerintahan di daerah adalah untuk mencapai efektivitas pemerintahan.

 Otonomi yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada daerah ini bersifat mandiri dan bebas. Pemerintah daerah bebas dan mandiri untuk membuat peraturan  bagi wilayahnya. Namun, harus tetap mempertanggungjawabkannya dihadapan Negara dan pemerintahan pusat.

Selain tujuan diatas, masih terdapat beberapa point sebagai tujuan dari otonomi daerah. Dibawah ini adalah beberapa tujuan dari otonomi daerah dilihat dari segi politik, ekonomi, pemerintahan dan sosial budaya, yaitu sebagai berikut.

a.       Dilihat dari segi politik, penyelenggaraan otonomi dimaksudkan untuk mencegah penumpukan kekuasaan dipusat dan membangun masyarakat yang demokratis, untuk menarik rakyat ikut serta dalam pemerintahan dan melatih diri dalam menggunakan hak-hak demokrasi.

b.      Dilihat dari segi pemerintahan, penyelenggaraan otonomi daerah untuk mencapai pemerintahan yang efisien.

c.       Dilihat dari segi sosial budaya, penyelenggaran otonomi daerah diperlukan agar perhatian lebih fokus kepada daerah.

d.      Dilihar dari segi ekonomi, otonomi perlu diadakan agar masyarakat dapat turut berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi di daerah masing-masing. 

Untuk mencapai tujuan otonomi daerah tersebut, sebaiknya dimulai dari diri sendiri. Para pejabat harus memiliki kesadaran penuh bahwa tugas yang diembannya merupakan sebuah amanah yang harus dijalankan dan

dipertanggungjawabkan. Selain itu, kita semua juga memiliki kewajiban untuk berpartisipasi dalam rangka tercapainya tujuan otonomi daerah. Untuk mewujudkan hal tersebut tentunya bukan hal yang mudah karena tidak mungkin dilakukan secara instan. Butuh proses dan berbagai upaya serta partisipasi dari banyak pihak. Oleh karena itu, diperlukan kesungguhan serta kerjasama dari berbagai pihak untuk mencapai tujuan ini.

 

2)      Prinsip Otonomi Daerah

        Atas dasar pencapaian tujuan diatas, prinsip-prinsip yang dijadikan pedoman dalam pemberian Otonomi Daerah adalah sebagai berikut (Penjelasan UU No. 32 Tahun 2004) :

a.       Prinsip Otonomi Daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintah diluar yang menjadi urusan Pemerintah yang ditetapkan dalam Undang-undang ini. Daerah memliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi

pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat.

b.      Sejalan dengan prinsip tersebut dilaksanakan pula prinsip otonomi yang nyata dan bertanggungjawab. Prinsip otonomi nyata adalah suatu prinsip bahwa untuk menangani urusan pemerintah daerah dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang dan kewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah. Dengan demikian isi dan jenis otonomi bagi setiap daerah tidak selalu sama dengan daerah lainnya, adapun yang dimaksud dengan otonomi yang bertanggunjawab adalah otonomi yang dalam penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi, yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian utama dari tujuan nasional.

 

2.4. Hakikat Otonomi Daerah

 Desentralisasi dalam kerangka system penyelenggaraan pemerintah sering digunakan secara campur baur. Desentralisas sebagai mana di definisikan perserikatan bangsa-bangsa (PBB) : desentralisasi terkait dengan masalah pelimpahan wewenang dari pemerintahan pusat yang berada di ibu kota Negara baik secara dekonsentrasi, misalnya pendelegrasian kepada pemerintah atau perwakilan daerah.

Sedangkan pengertian otonomi dalam makna sempit dapat diartikan sebagai ”mandiri ”. Sedangkan dalam makna yang luas diartikan sebagai ” berdaya”.

Otonomi daerah engan demikian berarti kemandirian suatu daerah dalam kaitan pembuatan dan pengambilan keputusan mengenai kepentingan daerahnya sendiri. Namun demikian, pelaksanan desentralisasi haruslah dilandasi argumentasi yang kuat baik secara teoritik ataupun empirik. Kalangan teoritis pemerintah dan politik mengajukan sejumlah argumen yang menjadi dasar atas pilihan tersebut sehingga dapat dipertanggung jawabkan baik secara empirik atau pun normatif-teoritik.

Di dalam ketentuan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 Pasal 1 ayat (1), menyatakan bahwa “Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik”. Istilah negara kesatuan (bersusun tunggal), adalah bahwa susunan negaranya hanya terdiri dari satu negara. Dengan kata lain Indonesia tidak mengenal konsep negara bagian di dalam penyelenggaraan pemerintahan negaranya. Dengan demikian dalam “negara kesatuan” hanya ada satu pemerintah, yaitu pemerintahan pusat yang mempunyai kekuasaan serta wewenang tertinggi dalam bidang pemerintahan negara, menetapkan

kebijaksanaan pemerintahan dan melaksanakan pemerintahan negara baik di pusat maupun di daerah-daerah. Walaupun konsep negara Indonesia sebagai negara kesatuan jika dilihat dari luas wilayah kurang cocok. Namun, dengan pemberian otonomi inilah kita semua dapat meringankan tugas-tugas pemerintahan pusat.

Sebab, jika menelaah sejarah sentralisasi yang pernah dipraktikan di Indonesia sendiri kurang cocok.

Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Kekuasaan negara kesatuan terletak pada pemerintah pusat dan tidak pada pemerintah daerah, walaupun dalam implementasinya, negara kesatuan bisa berbentuk sentralisasi, yang segala kebijaksanaan dilakukan secara terpusat ataupun berbentuk desentralisasi, yang segala kebijaksanaan dalam penyelenggaraan negara (pemerintahan) dipencarkan. 

Ciri yang melekat pada negara kesatuan, yaitu 

1.         Adanya supremasi dari parlemen atau lembaga perwakilan rakyat

pusat 

2.         Tidak adanya badan-badan bawahan yang mempunyai kedaulatan (the absencee of subsidiary soveriegn bodies). Kedaulatan yang terdapat dalam negara kesatuan tidak dapat dibagi-bagi, bentuk pemerintahan desentralisasi dalam negara kesatuan adalah sebagai usaha mewujudkan pemerintahan demokrasi, di mana pemerintahan daerah dijalankan secara efektif, guna pemberdayaan kemaslahatan rakyat.   Menurut moh. Kusnardi dan Bintan R. Saragih, yang dimaksud dengan negara kesatuan adalah:  

“Disebut negara kesatuan apabila kekuasaan pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah tidak sama dan tidak sederajat. Kekuasaan pemerintahan pusat merupakan kekuasaan yang menonjol dalam negara dan tidak ada saingannya dari badan legislatif pusat dalam membentuk undang-undang. Kekuasaan yang di daerah bersifat derivatif (tidak langsung) dan sering dalam bentuk otonomi yang luas”. Dalam

menyelenggarakan pemerintahannnya dianut 3 (tiga) asas yaitu:  

1.      Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem negara kesatuan republik

indonesia.  

2.      Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu.  

3.      Tugas pembantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah dan/atau desa dari pemerintah provinsi kepada

kabupaten/kota dan/atau desa serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.  

Ada beberapa alasan ideal mengapa asas desentralisasi diterapkan bagi penyelenggaraan pemerintahan daerah, sebagaimana yang diungkapkan

oleh the liang gie, diantaranya: 

     Dilihat dari sudut politik sebagai permainan kekuasaan, desentralisasi dimaksudkan untuk mencegah penumpukan kekuasaan pada satu pihak saja yang pada akhirnya dapat menimbulkan tirani. Dalam bidang politik, penyelenggaraan desentralisasi dianggap sebagai tindakan pendemokrasian, untuk menarik rakyat ikut serta dalam pemerintahan dan melatih diri dalam mempergunakan hak-hak demokrasi.  

     Dari sudut teknik organisatoris pemerintahan, alasan mengadakan pemerintahan daerah (desentralisasi) adalah semata-mata untuk mencapai suatu pemerintahan yang efisien. Apa yang dianggap lebih utama untuk diurus oleh pemerintah setempat, pengurusannya diserahkan kepada daerah.  

     Dari sudut kultur, desentralisasi perlu diadakan supaya adanya perhatian dapat sepenuhnya ditumpukan kepada kekhususan sesuatu daerah, seperti geografi, keadaan penduduk, kegiatan ekonomi watak kebudayaan atau latar belakang sejarahnya.  

     Dari sudut kepentingan pembangunan ekonomi, desentralisasi

diperlukan karena pemerintah daerah dapat lebih banyak dan secara langsung membantu pembangunan tersebut.  

 

2.5 Aturan Perundang-Undangan

Ada beberapa peraturan dasar tentang pelaksanaan otonomi daerah,yaitu sebagai berikut:

1.        Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan

Di Daerah

2.        Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah

3.        Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan

Antara Pemerintah Pusat dan Daerah

4.        Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

5.        Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah

6.        Perpu No. 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

7.        Undang-Undang No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas

Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

               

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

 PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Otonomi berasal dari 2 kata yaitu ,  auto berarti sendiri,nomosberarti rumah tangga atau urusan pemerintahan.Otonomi dengan demikian berarti mengurus rumah tangga sendiri.Dengan mendampingkan kata ekonomi dengan kata daerah,maka istilah “mengurus rumah tangga sendiri” mengandung makna memperoleh kekuasaan dari pusat dan mengatur atau menyelenggarakan rumah tangga pemerintahan daerah sendiri. Sejarah otonomi daerah :

1.                   Masa Kolonial

2.                   Masa Pendudukan Jepang

3.                   Masa Kemerdekaan beberapa tujuan dari otonomi daerah dilihat dari segi politik, ekonomi, pemerintahan dan sosial budaya.

Dalam menyelenggarakan pemerintahannnya dianut 3 (tiga) asas yaitu:  

1.         Desentralisasi 

2.         Dekonsentrasi 

3.         Tugas pembantuan

3.2. Saran 

Semoga masyarakat dapat memahami tentang otonomi daerah masing-masing agar tercipta kehidupan masyarakat yang teratur. Untuk pemerintah diharapkan dapat meningkatkan kinerja dalam otonomi daerah yang diatur sesuai dengan bagiannya masing-masing. 

       

 

 


 

DAFTAR PUSTAKA

 

Fajri,Muhammad,dkk. 2012. Otonomi Daerah. Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu

Sosial Dan Politik Universitas Islam Riau

Marbun, B. (2005). Otonomi Daerah 19452005 Proses dan Realita Perkembangan Otda

Sejak Zaman Kolonial sampai Saat Ini. Jakarta: Pustaka Sinar harapan.

Nazara, C.M. (2006). Dampak Otonomi Daerah Terhadap Pemekaran Provinsi Banten.Skripsi pada FEM IPB Bogor: tidak diterbitkan.

Salam, D. (2004). Otonomi Daerah, Dalam Perspektif Lingkungan, Nilai dan Sumber Daya. Bandung: Djambatan.

Riwu Kaho, Josef, 1988, Prospek Otonomi Daerah di Indonesia,  Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada. 

 

No comments:

Post a Comment