Saturday 15 December 2018

HUBUNGAN KEBIASAAN TIDUR TERLAMBAT DENGAN INDEKS PRESTASI MAHASISWA KEDOKTERAN ABULYATAMA ANGKATAN 2014

HUBUNGAN PERILAKU MEROKOK ANGGOTA KELUARGA YANG TINGGAL DALAM SATU RUMAH DENGAN KEJADIAN ISPA PADA ANAK DI POLI KLINIK ANAK RSU MEURAXA

PENGARUH ZUMBA TERHADAP PENURUNAN BERAT BADAN DAN INDEKS MASSA TUBUH PADA ANGGOTA SENAM ZUMBA DI BARATA FITNESS CENTRE BANDA ACEH TAHUN 2017

PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG PEMERIKSAAN PAYUDARA SENDIRI (SADARI) PADA SISWI DI SMA NEGERI 8 BANDA ACEH TAHUN 2017

HUBUNGAN KONSUMSI SUSU FORMULA DAN ASI EKSLUSIF DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BAYI USIA 0-6 BULAN DI PUSKESMAS ULEE KARENG

SKRIPSI

LAPORAN STUDI KESLING ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KOTA SABANG

LAPORAN STUDI KESLING ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KOTA SABANG


 LAPORAN STUDI


ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA)
KOTA SABANG

Disusun Oleh : Desy Novita Sary (14181004)

6/11/2015
Kamis, Kota Sabang Juni 2015





 
















FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS ABULYATAMA
ACEH BESAR
2015


KATA PENGANTAR

Bismillahiraahmanirrahim
Dengan memanjatkan puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan ridha Nya, Laporan studi Environmental Health Risk Assesment (EHRA) telah selesai disusun adalah studi yang relatif pendek (sekitar 1 minggu) yang menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menerapkan 2 (dua) teknik pengumpulan data, yakni wawancara (interview) dan pengamatan (observation). Studi EHRA ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran kondisi fasilitas Sanitasi dan perilaku higiene dalam skala Kota Sabang.
Studi EHRA merupakan studi partisipatif melibatkan banyak pihak yang terkait dengan sektor sanitasi. Hasil dari studi EHRA ini dapat dijadikan bahan advokasi terhadap pengharus-utamaan pembangunan sanitasi untuk mencegah dampak negatif yang disebabkan oleh buruknya kondisi sanitasi, baik kerugian yang bersifat fisik maupun non fisik. Selain itu, studi EHRA ini juga sangat bermanfaat bagi penyusunan Buku Putih Sanitasi (BPS) Kota Sabang yang saat ini sedang disusun oleh Kelompok Kerja Sanitasi Kota Sabang, terutama untuk penentuan area berisiko sanitasi dan juga untuk penyusunan Strategi Sanitasi Kota Sabang dalam penentuan program dan kegiatan.
Segala upaya telah dilakukan demi kesempurnaan pelaksanaan studi EHRA tahun 2012 sebelumnya di Kota Sabang, namun saya mengakui masih banyak kekurangan didalamnya. Oleh karena itu saya membuka ruang sebesar-besarnya untuk saran dan kritik yang bersifat membangun dari berbagai pihak,(Yang Terhormat dosen matakuliah kesehatan lingkungan Bapak Lensony,ST,M.Kes)dalam penyusunan laporan ini, yang selanjutnya dapat dijadikan sebagai bahan perbaikan dimasa yang akan datang. Akhirnya, semoga Laporan EHRA Kota Sabang ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi pembangunan daerah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat Kota Sabang, serta bagi seluruh pembaca sekalian. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan petunjuk dan hidayah kepada kita semua.
Aceh Besar, 14 Juni 2015
Penyusun
 (Desy Novita Sary)
RINGKASAN EKSEKUTIF

Environmental Health Risk Assessment (EHRA) adalah studi yang relatif pendek (sekitar 2 bulan) yang menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menerapkan 2 (dua) teknik pengumpulan data, yakni wawancara (interview) dan pengamatan (observation). Studi EHRA ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran kondisi fasilitas Sanitasi dan perilaku higiene dalam skala Kota Sabang.
Dengan ukuran populasi Kota Sabang sebesar 9.161 Rumah Tangga, dan untuk memenuhi kaidah statistik, maka Pokja Sanitasi Kota Sabang melalui Dinas Kesehatan Kota Sabang mengambil sempel sebesar 720 Rumah Tangga. Sampel ini didistribusikan secara merata ke seluruh desa yang ada di Kota Sabang dengan jumlah sampel per desa sebanyak 40 sampel. Sampel dipilih dengan menggunakan cara acak (Random Sampling) sehingga memenuhi kaidah “Probability Sampling”, dimana semua anggota populasi memiliki peluang yang sama untuk menjadi sampel. Artinya, penentuan rumah itu bukan bersumber dari preferensi enumerator/supervisor ataupun keinginan responden itu sendiri.
Unit sampling utama (Primary Sampling Unit) adalah Jurong/Lingkungan yang dipilih secara random proporsional berdasarkan total Jurong/Lingkungan per Gampong. Unit analisis dalam EHRA adalah rumah tangga, sementara yang menjadi unit respon adalah ibu rumah tangga. Ibu dipilih dengan asumsi bahwa mereka relatif lebih memahami kondisi lingkungan berkaitan dengan isu sanitasi serta mereka relatif lebih mudah ditemui dibandingkan bapak-bapak. Ibu dalam EHRA didefinisikan sebagai perempuan berusia 18-60 tahun yang telah atau pernah menikah. Untuk memilih Ibu di setiap rumah, enumerator menggunakan matriks prioritas yang mengurutkan prioritas Ibu di dalam rumah. Prioritas ditentukan oleh status Ibu yang dikaitkan dengan kepala rumah tangga. Bila dalam prioritas tertinggi ada dua atau lebih Ibu, maka usia menjadi penentunya.
Metoda penentuan target area survey dilakukan secara geografi dan demografi melalui proses yang dinamakan Klastering. Hasil klastering ini juga sekaligus bisa digunakan sebagai indikasi awal lingkungan berisiko. Klastering wilayah Gampong di Kota Sabang yang terdiri atas 18 Gampong untuk kegiatan studi EHRA menghasilkan distribusi sebegai berikut:

1.      Klaster 0 sebanyak 5,56 % ( 1 Gampong).
2.      Klaster 1 sebanyak 94,44 % (17 Gampong),
3.      Untuk Klaster 2, 3, dan 4 sebanyak 0 %.
Studi EHRA yang telah dilakukan pada bulan September – Oktober 2012 dan berdasarkan analisis lapangan selama 4  hari di Kota sabang telah menghasilkan analisis Indeks Resiko berdasarkan tingkat resiko mencakup beberapa hal berikut :

1. Sumber Air
Indeks Resiko sub sektor ini dianalisa dari sisi sumber air terlindungi, penggunaan sumber air tidak terlindungi dan kelangkaan air. Hasil survey menunjukan bahwa Gampong Krueng Raya beresiko sangat tinggi, dimana hasil survey menunjukkan 94% beresiko terhadap sub sektor ini. Gampong lain yang perlu menjadi perhatian adalah Gampong Kuta Ateuh dan Gampong Cot Ba’u yang termasuk kedalam ketegori Gampong beresiko tinggi.

2. Persampahan
Indeks Resiko sub sektor ini dianalisa dari sisi pengelolaan sampah, frekuensi pengangkutan sampah, ketepatan waktu pengangkutan sampah, dan pengolahan sampah setempat. Hasil survey menunjukan bahwa Gampong diwilayah perkotaan seperti Kuta Ateuh, Kuta Timu dan Kuta Barat mempunyai indeks resiko terendah. Gampong Krueng Raya, Batee Shoek, Ujong Kareung, Jaboi, Keuneukai, Paya, Beurawang, Anoe Itam dan Paya Seunara.

3. Air Limbah Domestik
Indeks Resiko sub sektor ini dianalisa dari sisi tangki septik suspek aman, pencemaran karena pembuangan isi tangki septik dan pencemaran karena SPAL. Hasil survey menunjukan bahwa Gampong Ujong Kareung, Ie Meulee, Kuta Ateuh dan Paya Seunara termasuk kedalam Gampong dengan indeks resiko sangat tinggi untuk sub sektor ini, sementara gampong Kuta Barat, Paya Keuneukai, Jaboi, Cot Ba’u, Keuneukai, Batee Shoek, Kuta Timu, dan Beurawang termasuk kedalam Gampong dengan indeks resiko tinggi.

4. Banjir/Genangan
Indeks Resiko sub sektor ini dianalisa dari sisi adanya genangan air setinggi 30 cm yang tergenang lebih dari 2 jam. Hasil survey menunjukan bahwa Gampong Ie Meulee termasuk dalam kategori Gampong dengan indeks resiko sangat tinggi untuk sub sektor ini, sementara Gampong Cot Abeuk, Cot Ba’u, Balohan dan Paya termasuk kedalam kategori Gampong dengan indeks resiko tinggi.

5. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
Indeks Resiko sub sektor ini dianalisa dari sisi Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) di lima waktu penting, dinding dan lantai jamban yang bebas dari tinja, jamban yang bebas dari kecoa dan lalat, keberfungsian penggelontor, ketersediaan sabun didalam atau didekat jamban, pencemaran pada wadah penyimpanan dan penanganan air, dan perilaku Buang Air Besar Sembarangan (BABS). Hasil survey menunjukan bahwa Gampong Paya dan Jaboi termasuk dalam kategori Gampong dengan indeks resiko sangat tinggi untuk sub sektor ini, sementara Gampong Krueng Raya, Batee Shoek, Ujong Kareung, dan Paya Seunara termasuk kedalam Gampong dengan kategori indeks resiko tinggi.
Secara keseluruhan, Indeks Resiko Sanitasi (IRS) yang dianalisa dengan cara menggabungkan indeks resiko di setiap sub sektor menunjukkan bahwa Gampong Ie Meulee dan Ujong Kareung termasuk kedalam kategori Gampong dengan Indek Resiko Sanitasi (IRS) sangat tinggi. Sementara Gampong Paya, Cot Ba’u, Jaboi, Beurawang dan Paya Seunara termasuk dalam Gampong dengan Indek Resiko Sanitasi (IRS) tinggi.
Berdasarkan hasil analisis yang telah disebutkan diatas, maka Gampong yang termasuk dalam kategori Gampong dengan indeks resiko sangat tinggi dan indeks resiko tinggi berdasarkan indeks resiko per sub sektor maupun indeks resiko sanitasi (IRS) secara keseluruhan harus menjadi prioritas dalam penanganan permasalahan sektor sanitasi oleh Pemerintahan Kota Sabang dan menjadi acuan serta memberi arah pengembangan strategi bagi Pemerintahan Kota Sabang dalam mengatur strategi pemecahan permasalahan untuk sektor sanitasi.



DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR ............................................................................................... i
RINGKASAN EKSEKUTIF ................................................................................... ii
DAFTAR ISI .............................................................................................................. v

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 1

BAB II METODOLOGI DAN LANGKAH STUDI EHRA 2011 ....................... 3
2.1  Penentuan Target Area Survey ........................................................................ 4
2.2  Penentuan Jumlah/Besar Responden ............................................................... 7

BAB III. HASIL STUDI EHRA KOTA SABANG TAHUN 2012 ...................... 9
3.1  Karakteristik Responden  ................................................................................ 9
3.2  Persampahan  ................................................................................................. 11
3.3  Limbah Domestik .......................................................................................... 16
3.4  Genangan ....................................................................................................... 20
3.5  Sumber Air...................................................................................................... 22
3.6  Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) ..................................................... 25
3.7  Indeks Risiko Sanitasi ................................................................................... 30
3.8  Proses Penjernihan Air.................................................................................... 32

PENUTUP ................................................................................................................ 51
























BAB I
PENDAHULUAN

Environmental Health Risk Assessment Study atau Studi EHRA adalah sebuah survey partisipatif di tingkat Kabupaten/Kota yang bertujuan untuk memahami kondisi fasilitas sanitasi dan higinitas serta perilaku-perilaku masyarakat yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan program sanitasi termasuk advokasi di tingkat Kabupaten/Kota sampai ke tingkat Gampong. Studi EHRA dipandang perlu untuk dilakukan di Kota Sabang karena :
  1. Pembangunan sanitasi membutuhkan pemahaman kondisi wilayah yang akurat
  2. Data terkait dengan sanitasi terbatas di mana data umumnya tidak bisa dipecah sampai tingkat Gampong dan data tidak terpusat melainkan berada di berbagai kantor yang berbeda
  3. EHRA adalah studi yang menghasilkan data yang representatif di tingkat Kota dan kecamatan serta dapat dijadikan panduan dasar di tingkat Gampong
  4. EHRA menggabungkan informasi yang selama ini menjadi indikator sektor-sektor pemerintahan secara eksklusif
  5. EHRA secara tidak langsung memberi ”amunisi” bagi stakeholders dan warga di tingkat Gampong untuk melakukan kegiatan advokasi ke tingkat yang lebih tinggi maupun advokasi secara horizontal ke sesama warga atau stakeholders Gampong.

Adapun tujuan dan manfaat dari studi EHRA adalah:
  1. Untuk mendapatkan gambaran kondisi fasilitas sanitasi dan perilaku yang beresiko terhadap kesehatan lingkungan.
  2. Memberikan advokasi kepada masyarakat akan pentingnya layanan sanitasi.
  3. Memberikan pemahaman yang sama dalam menyiapkan anggota tim survey yang handal.
  4. Menyediakan salah satu bahan utama penyusunan Buku Putih Sanitasi dan Strategi Sanitasi Kota Sabang

Pelaksanaan pengumpulan data lapangan dan umpan balik hasil EHRA dipimpin dan dikelola langsung oleh Kelompok Kerja (Pokja) Sanitasi Kota Sabang dengan penanggungjawab utama Dinas Kesehatan Kota Sabang . Selanjutnya, data EHRA diharapkan menjadi bahan untuk mengembangkan Buku Putih Sanitasi Kota Sabang dan juga menjadi masukan untuk mengembangkan strategi sanitasi dan program-program sanitasi Kota Sabang.

BAB II
METODOLOGI DAN LANGKAH EHRA

EHRA adalah studi yang menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menerapkan 2 (dua) teknik pengumpulan data, yakni 1) wawancara (interview) dan 2) pengamatan (observation). Pewawancara dan pelaku pengamatan dalam EHRA adalah Enumerator yang dipilih secara kolaboratif oleh Pokja Sanitasi dan Dinas Kesehatan Kota Sabang . Sementara Kepala Juru Malaria Lingkungan (Ka.JML) bertugas menjadi Supervisor selama pelaksanaan survey. Sebelum turun ke lapangan, para supervisor dan enumerator diwajibkan mengikuti pelatihan enumerator selama 2 (dua) hari berturut-turut. Materi pelatihan mencakup dasar-dasar wawancara dan pengamatan; pemahaman tentang instrumen EHRA; latar belakang konseptual dan praktis tentang indikator-indikator; uji coba lapangan; dan diskusi perbaikan instrumen.
Unit sampling utama (Primary Sampling) adalah Jurong. Unit sampling ini dipilih secara proporsional dan random berdasarkan total Jurong dalam setiap Gampong yang telah ditentukan menjadi area survey. Jumlah sampel per Gampong adalah 40, sementara jumlah sampel per Jurong merupakan hasil pembagian dari jumlah sampel per Gampong dengan jumlah Jurong yang ada didalam Gampong tersebut.
Panduan wawancara dan pengamatan dibuat terstruktur dan dirancang untuk dapat diselesaikan dalam waktu sekitar 30-45 menit. Panduan diuji kembali dalam hari kedua pelatihan enumerator dengan try out ke lapangan. Untuk mengikuti standar etika, informed consent wajib dibacakan oleh enumerator sehingga responden memahami betul hak-haknya dan memutuskan keikutsertaan dengan sukarela dan sadar.
Pekerjaan entri data dikoordinir oleh Tim dari Dinas Kesehatan Kota Sabang dan dibantu tanaga tambahan dari Kesekretariatan Pokja Sanitasi Kota Sabang dalam hal ini Bappeda Kota Sabang. Sebelum melakukan entri data, tim data entri terlebih dahulu mengikuti pelatihan singkat data entry EHRA yang difasilitasi oleh Tim Fasilitator yang telah tdilatih secara khusus dari PIU Advokasi dan Pemberdayaan untuk program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP). Selama pelatihan itu, tim data entri dikenalkan pada struktur kuesioner dan perangkat lunak yang digunakan serta langkah-langkah untuk uji konsistensi yakni program EPI Info dan SPSS.
Untuk quality control, supervisor wajib melakukan spot check dengan mendatangi 5% rumah yang telah disurvei oleh enumerator. Pada saat spot check, supervisor secara individual melakukan wawancara singkat dengan kuesioner yang telah disediakan dan kemudian menyimpulkan apakah wawancara benar-benar terjadi dengan standar yang ditentukan. Quality control juga dilakukan di tahap data entri. Hasil entri dire-check kembali oleh tim Pokja Pokja Sanitasi Kota Sabang. Sejumlah 5% entri kuesioner diperiksa kembali.
Kegiatan Studi EHRA memerlukan keterlibatan berbagai pihak dengan susunan Tim EHRA sebagai berikut:
  1. Penanggungjawab : Pokja Sanitasi Kota Sabang
  2. Koordinator Survey : Pokja - Dinas Kesehatan
  3. Anggota : Bappeda dan Dinas Kesehatan
  4. Koordinator wilayah/kecamatan : Kepala Puskesmas
  5. Supervisor : Kepala Juru Malaria (Ka.JML)
  6. Tim Entry data : Dinas Kesehatan dan Bappeda.
  7. Tim Analisis data : Pokja Kota Sabang dan Fasilitator PPSP
  8. Enumerator : Juru Malaria Lingkungan (JML)

2.1 Penentuan Target Area Survey
Metoda penentuan target area survey dilakukan secara geografi dan demografi melalui proses yang dinamakan Klastering. Hasil klastering ini juga sekaligus bisa digunakan sebagai indikasi awal lingkungan berisiko. Proses pengambilan sampel dilakukan secara random sehingga memenuhi kaidah ”Probability Sampling” dimana semua anggota populasi memiliki peluang yang sama untuk menjadi sampel. Sementara metoda sampling yang digunakan adalah “Cluster Random Sampling”. Teknik ini sangat cocok digunakan di Kota Sabang mengingat area sumber data yang akan diteliti sangat luas. Pengambilan sampel didasarkan pada daerah populasi yang telah ditetapkan.
Penetapan klaster dilakukan berdasarkan kriteria yang sudah ditetapkan oleh Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) sebagai berikut:
  1. Kepadatan penduduk yaitu jumlah penduduk per luas wilayah. Pada umumnya tiap kabupaten/ kota telah mempunyai data kepadatan penduduk sampai dengan tingkat kecamatan dan kelurahan/ desa.
  2. Angka kemiskinan dengan indikator yang datanya mudah diperoleh tapi cukup representatif menunjukkan kondisi sosial ekonomi setiap kecamatan dan/atau Gampong. Sebagai contoh ukuran angka kemiskinan bisa dihitung berdasarkan proporsi jumlah Keluarga Pra Sejahtera dan Keluarga Sejahtera 1 dengan formula sebagai berikut:
 
     (Σ Pra-KS + Σ KS-1)
Angka kemiskinan = ---------------------------------- X 100%
      Σ KK

  1. Daerah/wilayah yang dialiri sungai/kali/saluran drainase/saluran irigasi dengan potensi digunakan sebagai MCK dan pembuangan sampah oleh masyarakat setempat
  2. Daerah terkena banjir dan dinilai mengangggu ketentraman masyarakat dengan parameter ketinggian air, luas daerah banjir/genangan, lamanya surut.
Berdasarkan kriteria di atas, klastering wilayah Kota Sabang menghasilkan katagori klaster sebagaimana dipelihatkan pada Wilayah (kecamatan atau gampong) yang terdapat pada klaster tertentu dianggap memiliki karakteristik yang identik/homogen dalam hal tingkat risiko kesehatannya. Dengan demikian, kecamatan/gampong yang menjadi area survey pada suatu klaster akan mewakili kecamatan/gampong lainnya yang bukan merupakan area survey pada klaster yang sama. Berdasarkan asumsi ini maka hasil studi EHRA ini bisa memberikan peta area berisiko sanitasi untuk Kota Sabang.

Tabel 1. Katagori Klaster berdasarkan kriteria indikasi lingkungan berisiko
Katagori Klaster
Kriteria
Klaster 0
Wilayah gampong yang tidak memenuhi sama sekali kriteria indikasi lingkungan berisiko.
Klaster 1
Wilayah gampong yang memenuhi minimal 1 kriteria indikasi lingkungan berisiko
Klaster 2
Wilayah gampong yang memenuhi minimal 2 kriteria indikasi lingkungan berisiko
Klaster 3
Wilayah gampong yang memenuhi minimal 3 kriteria indikasi lingkungan berisiko
Klaster 4
Wilayah gampong yang memenuhi minimal 4 kriteria indikasi lingkungan berisiko

            Klastering wilayah di Kota Sabang menghasilkan katagori klaster sebagaimana dipelihatkan pada Wilayah (kecamatan atau gampong) yang terdapat pada klaster tertentu dianggap memiliki karakteristik yang identik/homogen dalam hal tingkat risiko kesehatannya. Dengan demikian, kecamatan/gampongyang menjadi area survey pada suatu klaster akan mewakili kecamatan/gampong lainnya yang bukan merupakan area survey pada klaster yang sama.

Tabel 2. Hasil klastering Gampong Kota Sabang
No.
Klaster
Jumlah
Nama Gampong

1
0
1
Ujong Kareueng



Gampong Kuta Ateuh
Gampong Anoi Itam




Gampong Kuta Timu
Gampong Cot Ba’u




Gampong Kuta Barat
Gampong Cot Abeuk




Gampong Aneuk Laot
Gampong Balohan

2

1
17
Gampong Paya Seunara
Gampong Jaboi




Gampong Batee Shok
Gampong Beurawang




Gampong Iboih
Gampong Keuneukai




Gampong Krueng Raya
Gampong Paya




Gampong Ie Meulee



3
2
0
-


4
3
0
-


5
4
0
-



Klastering wilayah Gampong di Kota Sabang yang terdiri atas 18 Gampong menghasilkan distribusi sebagai berikut:
1. Klaster 0 sebanyak 5,56%.
2. Klaster 1 sebanyak 94,44%,
3. Klaster 2 sebanyak 0%,
4. Klaster 3 sebanyak 0%, dan
5. Klaster 4 sebanyak 0%.






Untuk lebih jelasnya distribusi gampong kedalam klaster tersebut dapat dilihat pada grafik di bawah ini:
 












2.2 Penentuan Jumlah/Besar Responden
Jumlah sampel untuk tiap Gampong diambil sebesar 40 responden. Sementara itu jumlah sampel yang mewakili Jurong dipilih secara random dan mewakili semua Jurong yang ada dalam Gampong tersebut. Jumlah responden per Gampong 40 rumah tangga harus tersebar secara proporsional di Jurong yang ada di 5  Gampong tersebut dan pemilihan responden juga secara random, sehingga akan ada minimal 5 responden per Jurong. Berdasarkan kaidah statistik, untuk menentukan jumlah sampel minimum dalam skala kabupaten/kota digunakan “Rumus Slovin” sebagai berikut

                         N
N =  
                   N.d2 + 1
Dimana:
n adalah jumlah sampel
N adalah jumlah populasi
d adalah persentase toleransi ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir 5% (d = 0,05)  Asumsi tingkat kepercayaan 95%, karena menggunakan α=0,05, sehingga diperoleh nilai Z=1,96 yang kemudian dibulatkan menjadi Z=2.

Dengan jumlah populasi rumah tangga sebanyak 38497 KK maka jumlah sampel minimum yang harus dipenuhi adalah sebanyak 396. Namun demikian untuk keperluan keterwakilan gampong berdasarkan hasil klastering, Pokja Sanitasi Kota Sabang metetapkan mengampil sampel disemua gampong yang ada di Kota Sabang sebagai area survey sehingga jumlah sampel yang diambil sebanyak 18 X 40 = 720 responden.

BAB III
HASIL STUDI EHRA KOTA SABANG TAHUN 2012

Berikut ini akan dijelaskan secara rinci tentang hasil studi EHRA yang telah dilaksanakan secara menyeluruh di 18 gampong yang ada di Kota Sabang dalam bentuk grafik dan narasi penjelasan terhadap grafik tersebut.

3.1 Karakteristik Responden
3.1.1 Hubungan Responden Dengan Kepala Keluarga
 










Grafik 2. Hubungan Responden Dengan Kepala Keluarga
Grafik diatas menunjukkan bahwa, dari 720 responden studi EHRA di Kota Sabang 97,2 % merupakan istri dari kepala keluarga, sementara 2,8 % sisanya merupakan anak yang berumur 18 tahun keatas dan sudah menikah.

3.1.2 Kelompok Umur Responden
Dari Grafik 3 berikut menjelaskan bahwa persentase dari perwakilan kelompok umur yang terlibat menjadi responden studi EHRA di Kota Sabang adalah sebagai berikut :
  1. Responden yang berumur diatas 45 tahun adalah 25,6% dari total 720 responden.
  2. Responden yang berumur diantara 41 sampai dengan 45 tahun adalah 13,5% dari total 720 responden.
  3. Responden yang berumur diantara 36 sampai dengan 40 tahun adalah 17,5% dari total 720 responden.
  4. Responden yang berumur diantara 31 sampai dengan 35 tahun adalah 17,1% dari total 720 responden.
  5. Responden yang berumur diantara 26 sampai dengan 30 tahun adalah 15,4% dari total 720 responden.
  6. Responden yang berumur diantara 21 sampai dengan 25 tahun adalah 9,4% dari total 720 responden.
  7. Responden yang berumur diantara 18 sampai dengan 20 tahun adalah 1,5% dari total 720 responden.













Grafik 3. Kelompok Umur Responden
3.1.3 Status Kepemilikan Rumah










Grafik 4. Status Kepemilikan Rumah
Grafik diatasmenjelaskan bahwa 75,3% dari responden status kepemilkan rumahnya merupakan milik sendiri, 5,1% merupakan rumah dinas, 1,8% berbagi dengan keluarga yang lain, 3,36% berstatus sewa atau kontrak, 11,9% berstatus rumah milik orang tua, sementara 1,9 % sisanya memberi jawaban lainnya.
3.1.4 Tingkat Pendidikan Terakhir
 













Grafik 5. Tingkat Pendidikan Terakhir
Hasil studi EHRA menunjukkan bahwa persentase tingkat pendidikan terakhir dari 720 responden yang diambil sebagai sampel adalah sebagai berikut :
  1. Tidak bersekolah secara formal sebanyak 10 %.
  2. Tamatan SD sebanyak 22%.
  3. Tamatan SMP sebanyak 24,7%.
  4. Tamatan SMA sebanyak 29,9%.
  5. Tamatan SMK sebanyak 2,2%.
  6. Tamatan Universitas/Akademi sebanyak 11%.

3.2. Persampahan
3.2.1. Kondisi Sampah Dilingkungan Rumah
Studi EHRA yang ditunjukkan melalui grafik 6 berikut, menemukan bahwa kondisi sampah dilingkungan rumah masih perlu menjadi perhatian bagi Pemerintah Kota Sabang melalui instansi terkait adalah dari sisi banyaknya nyamuk dilokasi tumpukan sampah, dimana 48,6% responden dari 720 responden yang mewakili 18 gampong yang ada di Kota Sabang menyatakan hal tersebut.

 















Grafik 6. Kondisi Sampah Dilingkungan Rumah
3.2.2. Pengelolaan Sampah Rumah Tangga
 














Grafik 7. Pengelolaan Sampah Rumah Tangga
Grafik diatas menjelaskan bahwa persentase terbesar untuk pengelolaan sampah rumah tangga adalah dibakar yaitu 74,3%, sementara kebiasaan responden untuk mengumpulkan dan membuang sampah ke TPS hanya sebesar 19, 2 %.
3.2.3. Tingkat Pengelolaan Sampah












Grafik 8. Tingkat Pengelolaan Sampah
Melalui grafik diatas, studi EHRA menunjukkan bahwa 80,1% responden merasa tingkat pengelolaan sampah melalui instansi terkait di Kota Sabang belum memadai, sementara 19,9% responden lainnya merasa sudah memadai.
3.2.4. Pengelolaan Sampah Setempat











Grafik 9. Pengelolaan Sampah setempat
Grafik diatas menunjukan bahwa kesadaran masyarakat di Kota Sabang untuk melakukan pengolahan sampah setempat masih sangat rendah, dimana hanya 4,3 % yang sudah melakukan pengolahan sampah setempat. Sementara 95,7 % lainnya belum melakukannya.

3.2.5. Indeks Risiko Sanitasi Pada Persampahan
Indeks risiko sanitasi pada persampahan merupakan tingkat risiko yang dimiliki oleh gampong-gampong yang ada di Kota Sabang terhadap permasalahan sanitasi pada sub sektor persampahan yang telah di pelajari melalui studi EHRA. Gampong yang harus menjadi fokus perhatian untuk masalah persampahan di Kota Sabang adalah :
  1. Gampong dengan indeks risiko pada persampahan yang termasuk kedalam kategori sangat tinggi yaitu Keuneukai, Jaboi, Ujong Kareung, Batee Shoek, Kreueng Raya, Paya, Beurawang, Anoe Itam dan Paya Seunara.
  2. Gampong dengan indeks risiko pada persampahan yang termasuk kedalam kategori tinggi yaitu

Cot Abeuk, Aneuk Laot, Balohan, Ie Meulee dan Iboih.
Indeks risiko sanitasi pada persampahan di Kota Sabang secara keseluruhan dapat dilihat pada tabel dan grafik berikut ini.
















Tabel 3. Hasil Skoring Studi EHRA Berdasarkan Indeks Risiko Sanitasi Pada Persampahan
 















































Grafik 10. Indek Risiko Sanitasi Pada Persampahan









3.3. Limbah Domestik
3.3.1. Jenis dan Kepemilikan Kloset












Grafik 11. Jenis dan Kepemilikan Kloset
Grafik diatas menunjukkan bahwa di Kota Sabang masih ada 24, 6% responden yang tidak memiliki jamban, 2,2% menggunakan kloset cemplung dan plengsengan, 3,8% menggunakan kloset duduk siram leher angsa, dan yang paling banyak digunakan oleh responden yaitu 69,4% adalah kloset jongkok leher angsa. Grafik diatas juga menunjukkan bahwa 57,3% responden di gampong Paya tidak memiliki jamban.

3.3.2. Tempat Penyaluran Buangan Akhir Tinja
 












Grafik 12. Tempat Penyaluran Buangan Akhir Tinja
Hasil studi EHRA berdasarkan grafik diatas dapat diartikan sebagai berikut :
1)      53,5 % responden menyatakan bahwa tempat penyaluran buangan akhir tinja mereka adalah tangki septik.
2)      4,6% responden menyatakan bahwa tempat penyaluran buangan akhir tinja mereka adalah pipa sawer.
3)      19,03% responden menyatakan bahwa tempat penyaluran buangan akhir tinja mereka adalah cubluk/lobang tanah.
4)      0,14 % responden menyatakan membuang langsung ke drainase.
5)      2,8% responden menyatakan membuang ke sungai/danau/atau pantai.
6)      12,4 % responden menyatakan membuang ke kebun/tanah lapang, dan
7)      7,6% responden menyatakan tidak tahu.



3.3.3. Tangki Septik Suspek Aman
Grafik 13. Tangki Septik Suspek Aman
Grafik diatas menunjukkan bahwa sejumlah 73,2% responden menggunakan tangki septik suspek aman, sementara 26,8% responden sisanya terindikasi menggunakan tangki septik suspek tidak aman. Hasil EHRA juga menunjukkan bahwa 82,5% responden dari gampong Kuta Barat menggunakan tangki septik suspek tidak aman.













3.3.3. Pencemaran Karena SPAL
Grafik 14. Pencemaran Karena SPAL
Grafik diatas menunjukkan bahwa 50,6 % dari keseluruhan responden tidak aman dari pencemaran karena SPAL, sementara 49,4% responden lainnya aman dari pencemaran SPAL. Gampong dengan persentase tertinggi terhadap kondisi tidak aman dari pencemaran SPAL adalah Kuta Barat yaitu 95 %, disusul Ujong Kareung sebesar 90%, Paya Seunara 65% dan Ie Meulee 65%.
3.3.3. Indeks Risiko Sanitasi Pada Limbah Domestik
Tabel 3. Hasil Skoring Studi EHRA Berdasarkan Indeks Risiko Sanitasi Pada Limbah Domestik
 












Grafik 15. Indek Risiko Sanitasi Pada Limbah Domestik
3.4. Genangan

3.4.1. Wilayah Genangan Air
Grafik 16. Wilayah Yang Sering Terjadi Genangan
Garfik diatas menunjukkan bahwa hanya 16,9 % responden yang menyatakan adanya genangan di kawasan mereka, sementara sisanya sebesar 83,1 % menyatakan tidak ada genangan. Gampong Ie Meulee merupakan gampong dengan jumlah responden paling tinggi yaitu 50% responden yang menyatakan bahwa ada genangan dikawasan mereka.

3.4.2. Indeks Risiko Sanitasi Pada Genangan
Tabel 4. Hasil Skoring Studi EHRA Berdasarkan Indeks Risiko Sanitasi Pada Genangan
 







                   







 











Grafik 16. Indek Risiko Sanitasi Pada Genangan
               
Indeks risiko sanitasi pada genangan merupakan tingkat risiko yang dimiliki oleh gampong-gampong yang ada di Kota Sabang terhadap permasalahan sanitasi pada sub sektor genangan yang telah di pelajari melalui studi EHRA. Berdasarkan tabel dan grafik diatas, maka gampong yang harus menjadi fokus perhatian untuk masalah genangan di Kota Sabang adalah :
  1. Gampong dengan indeks risiko pada genangan yang termasuk kedalam kategori sangat tinggi yaitu Ie Meulee.
  2. Gampong dengan indeks risiko pada genangan yang termasuk kedalam kategori tinggi yaitu Cot Abeuk, Cot Ba’u, Balohan dan Paya.

3.5. Sumber Air
3.5.1. Pencemaran Sumber Air
Grafik 17 berikut menunjukkan bahwa 98,2% responden memberikan jawaban terhadap kemungkinan sumber air yang mereka miliki tercemar. Hanya 2,8% responden yang memberikan jawaban terhadap kemungkinan sumber air yang mereka miliki tidak tercemar.
Grafik 17. Kemungkinan Terhadap Sumber Air Tercemar



3.5.2. Penggunaan Sumber Air










Grafik 18. Pengguanaan Sumber Air Yang Telindungi dan Tidak Terlindungi
Berdasarkan grafik diatas, 68,8% responden beranggapan mereka menggunakan sumber air yang tidak terlindungi dan 31,2% sisanya beranggapan mereka menggunakan sumber air yang terlindungi. Dari grafik juga dapat dilihat bahwa 100% responden yang berasal dari gampong Cot Abeuk beranggapan bahwa mereka menggunakan sumber air yang tidak aman atau tidak terlindungi.
3.5.3. Kelangkaan Air Bersih









Grafik 18. Kelangkaan Air Bersih
Grafik diatas memberikan gambaran bahwa 30,1% responden mengalami kelangkaan air, sementara 69,9% lainnya tidak mengalami kelangkaan air. Garfik diatas juga menunjukkan bahwa 100% responden yang berasal dari gampong Krueng Raya mengalami kelangkaan air.



3.5.4. Indeks Risiko Sanitasi Pada Sumber Air
Tabel 5. Hasil Skoring Studi EHRA Berdasarkan Indeks Risiko Sanitasi Pada Sumber Air
                 







 













Grafik 19. Indek Risiko Sanitasi Pada Sumber Air
Indeks risiko sanitasi pada sumber air merupakan tingkat risiko yang dimiliki oleh gampong-gampong yang ada di Kota Sabang terhadap permasalahan sanitasi pada sub sektor sumber air yang telah di pelajari melalui studi EHRA. Berdasarkan tabel dan grafik diatas, maka gampong yang harus menjadi fokus perhatian untuk masalah sumber air di Kota Sabang adalah :
1. Gampong dengan indeks risiko pada sumber air yang termasuk kedalam kategori sangat tinggi yaitu Kreueng Raya.
2. Gampong dengan indeks risiko pada sumber air yang termasuk kedalam kategori tinggi yaitu Kuta Ateuh dan Cot Ba’u.

3.6. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
3.6.1. Kebiasaan Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS)
Grafik 20 berikut menunjukkan bahwa kebiasaan CTPS dilima waktu penting masih sangat kecil, dimana hanya 11,8% responden yang mempunyai kebiasaan tersebut. Sementara 88,2 % sisanya belum terbiasa melakukan CTPS dilima waktu penting.




Grafik 20. Kebiasaan Melakukan CTPS di Lima Waktu Penting

3.6.2. Lantai dan Dinding Jamban Bebas Dari Tinja
Grafik 21. Persentase Lantai dan Dinding Jamban Bebas Dari Tinja
Grafik hasil studi EHRA diatas menunjukkan bahwa masih ada 41 % jamban responden yang lantai dan dindingnya belum bersih dari tinja



3.6.3. Jamban Bebas Dari Kecoa Dan Lalat
Grafik 22. Persentase Jamban Bebas Dari Kecoa dan Lalat
Hasil studi EHRA melaui grafik diatas menunjukkan bahwa masih ada 40% jamban responden yang belum bebas dari kecoa dan lalat. Grafik diatas juga menunjukkan bahwa hampir 90% jamban di gampong Paya tidak bebas dari kecoa dan lalat.
3.6.4. Keberfungsian Penggelontor Jamban
 













Grafik 23. Keberfungsian Penggelontor Jamban
Hasil studi EHRA menemukan sebesar 28,2 % dari total keseluruhan responden penggelontor jambannya tidak berfungsi sebagai mana mestinya. Penggelontor jamban yang tidak berfungsi sebagai mana mestinya terbesar berada di gampong Paya, yaitu 53%.
3.6.5. Ketersediaan Sabun Didekat Jamban









Grafik 24. Ketersediaan Sabun Didekat Jamban.
Grafik diatas menunjukkan bahwa 41% dari keseluruhan responden tidak menyediakan sabun didalam atau didekat jamban, sementara 59% responden berlaku sebaliknya.
3.6.6. Pencemaran Pada Wadah penyimpanan Air











Grafik 25. Ketersediaan Sabun Didekat Jamban.
Studi EHRA menemukan bahwa jumlah responden yang wadah penyimpanan dan pengananan airnya terindikasi tercemar hanya 9% sementara 81% sisanya tidak tercemar.

3.6.7. Perilaku Buang Air Besar Sembarangan (BABS)













Grafik 25. Perilaku Buang Air Besar Sembarangan (BABS).
Grafik diatas menunjukkan bahwa perilaku BABS di Kota Sabang masih sangat tinggi, dimana 80,6% responden melakukan BABS dan hanya 19,4 % responden yang sudah tidak melakukan BABS.

3.6.8. Indeks Risiko Sanitasi Pada Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
 














Tabel 6. Hasil Skoring Studi EHRA Berdasarkan Indeks Risiko Sanitasi Pada PHBS
 












Grafik 26. Indeks Risiko Sanitasi Pada PHBS
Indeks risiko sanitasi pada PHBSmerupakan tingkat risiko yang dimiliki oleh gampong-gampong yang ada di Kota Sabang terhadap permasalahan sanitasi pada sub sektor PBHS yang telah di pelajari melalui studi EHRA. Berdasarkan tabel dan grafik diatas, maka gampong yang harus menjadi fokus perhatian untuk masalah PHBS di Kota Sabang adalah :
  1. Gampong dengan indeks risiko pada sumber air yang termasuk kedalam kategori sangat tinggi yaitu Kreueng Raya.
  2. Gampong dengan indeks risiko pada sumber air yang termasuk kedalam kategori tinggi yaitu Kuta Ateuh dan Cot Ba’u.

3.7 Indeks Risiko Sanitasi
IndeksRisiko Sanitasi yang telah dipelajari dalam studi EHRA meruapakan akumulasi terhadap keseluruhan indeks resiko sanitasi per sub sektor. Gampong yang harus menjadi fokus perhatian Pemerintah Kota Sabang terkait dengan permasalahan sanitasi adalah sebagai berikut :
  1. Gampong dengan indeks risiko sanitasi yang termasuk kedalam kategori sangat tinggi yaitu Ie Meulee dan Ujong Kareueng.
  2. Gampong dengan indeks risiko sanitasi yang termasuk kedalam kategori tinggi yaitu Paya, Cot Ba’u, Jaboi, Beurawang dan Paya Seunara.

Indeks risiko sanitasi terhadap gampong-gampong yanag ada di Kota Sabang secara lebih rinci dapat dilihat pada tabel dan grafik berikut ini :
 
















Tabel 7. Hasil Skoring Studi EHRA Untuk Indeks Risiko Sanitasi di Kota Sabang

 














Grafik 26. Indeks Risiko Sanitasi di Kota Sabang


3.8  Proses Penjernihan/Penyediaan Air Bersih PDAM TIRTANADI SABANG
Pengolahan air dapat dilakukan secara individu maupun kolektif. Dengan berkembangnya penduduk dan teknologi di perkotaan. Pengolahan air khusus dilakukan oleh perusahaan air minum (PAM). Proses kimia pada pengolahan air minum diantaranya meliputi koagulasi, aerasi, reduksi dan oksidasi. Semua proses kimia tersebut dapat dilakukan secara sederhana ataupun dengan menggunakan teknik modern Proses penjernihan/penyediaan air bersih merupakan proses perubahan sifat fisik, kimia dan biologi air baku agar memenuhi syarat untuk digunakan sebagai air minum. Tujuan dari kegiatan pengolahan air minum adalah sebagai berikut:
  1. Menurunkan kekeruhan
  2. Mengurangi bau, rasa dan warna
  3. Menurunkan dan mematikan mikroorganisme
  4. Mengurangi kadar bahan-bahan yang terlarut dalam air
  5. Menurunkan kesadahan
  6. Memperbaiki derajat keasaman (pH)
Pada dasarnya penjernihan air dilakukan dengan salah satu dari 3 metode atau kombinasi dari 3 metode terebut, ke 3 metode tersebut adalah sebagai berikut:
  1. Penjernihan air dengan metode fisika
  2. Penjernihan air dengan metode kimia
  3. Penjernihan air dengan metode biologis

Di PDAM sendiri menggunakan 2 tahap yaitu :
1.      Pengendapan : dari 0-20 ini ialah tingkat kotoran endapan air itu.
2.      Kimia            :  ini 20 keatas bahkan bisa mencapai 70

Berikut ini secara kimia terbagi lagi menjadi macam tahapan:
  1. Sodaas               :  untuk menurunkan Ph keasaman. Ini biasanya pemerintah menetapkan 6,8 dari 6,8 ini bisa sampai 7,3 nah, jikalau sudah 7,3 ini artinya Ph basa itu harus diturunkan dibawah 7,2.
  2. Kaporit              :   untuk membunuh kuman di pipa supaya aman dikonsumsi oleh masyarakat banyak.
  3. Tawas                :   (Alum / Natrium Sulfat) untuk mengikat sampah dalam air, dalam plopc (bakal disaring) ad 3 bentuk/kriteria penyaringan :
Yang pertama    :     Besar, warnanya itu seperti kapas.
Yang kedua       :           Lebih banyak dia dari pada yang halus.
Yang ketiga       :    Berat, biar cepat mengendap.

Setelah itu kita tahapan selanjutnya mengenai wadah tempat prosesnya itu besar disebut dengan Resevoap Filter ( bak penyaringan). Disini ada beberapa proses penyaringan :
1.      Filter Pengadukkan air  baku dimasukkan ke dalam bak penyaringan diaduk secara alami.
2.      Filter Penggendapan jadi didalamnya ad seperti lubang yang terbuat dari dinding plastik gel-gel seperti halnya seperti seng di rumah kita cuma di ini menanamkan plot tadi dan yang berat ia akan mengendap di bawah dan harus dibuang setiap 30 menit sekali.kalau tidak ia akan seperti bau bangkai. Sedangkan permukaan air yang di atas kita ambil.
3.       dan kemudian kita masukkan ke resevoar pasir ini ada yang berdiameter 6 mm, 4mm dan 1mm. Tiap pasir ini memiliki tebal 15-20 cm. Setelah berubah menjadi hitam berubah warna itu tandanya pasir kali tidak dapat dikontrol.
4.      Kemudian masuk kepada resevoar terakhir yaitu resevoar finish , namanya ini untuk menyalurkan air baku ke konsumen.

Rumus total obat yang dipakai tawas:

Kapasitas yang dipasang  X 3600 Detik X 24/12 Jam
1000 ML

Misalkan :      
361mm X 3600 X 72000 X 24  = 224570
1000
Adukan Rpm ini 100-150 waktunya dari 10-45 menit kemudian Rpm ini turun 0-15 menit.
Alat tubility water (air baku) jangan dicampur tawas (keru) nya di 20-0.4. percobaan ini harus 15 kali di ulang . selanjutnya 24 = 3560 ini diubah ke kg : 1000= 34,56.
Air yang mengandung ini harus di taruh tawas 34,56 kg. Karena penggunaan tawas 1:1 artinya 1liter air mineral sebanding dengan ikg tawas. Selanjutnya dosing menyuntikkan obat ini selama 24 jam, alat Ph = ditas 7,4 diturunkan dengan sodaas tiap botol diisi 10 ml sama- sama kesemua botol kaporit tiap botol.  Buat pemulanya 1:1 . misalkan 2.5 tetap X dengan 1728 (pemakaian obat)     =     4320: 1000 = 4,32 kg . jar test ialah untuk menentukan peoptimalan pada koagulan.

Gambar –gambar alat penelitian air bersih :
1.      Pasir halus
Description: Description: G:\Foto\Foto0856.jpg
 













2.      Alat mengukur Ph
Description: Description: G:\Foto\Foto0861.jpg
 












3.      Tubility (alat menukur kekeruhan air)
Description: Description: G:\Foto\Foto0863.jpg
 
















4.      Batu kerikil untuk penyaringan
Description: Description: G:\Foto\Foto0857.jpg
 















5.      gambar macam –macam indikator bahan campuran air dalam proses penjernihan
Description: Description: G:\Foto\Foto0862.jpg
 















6.      Gelas pertama indikator air bercampur dengan tawas
Description: Description: G:\Foto\Foto0860.jpg
 













7.      Gambar tawas
Description: Description: G:\Foto\Foto0858.jpg
Description: Description: G:\Foto\Foto0864.jpg
 

















8.      Perangkat alat-alat proses  penjernihan air di PDAM 1TIRTANADI SABANG












9.      Perangkat alat-alat proses penjernihan air di PDAM TIRTANADI
Description: Description: G:\Foto\Foto0859.jpg
 














Pada dasarnya penjernihan air dilakukan dengan salah satu dari 3 metode atau kombinasi dari 3 metode terebut, ke 3 metode tersebut adalah sebagai berikut:
  1. Penjernihan air dengan metode fisika
  2. Penjernihan air dengan metode kimia
  3. Penjernihan air dengan metode biologis

A.     Prinsip Dasar Penjernihan air dan penerapannya sebagai teknologi tepat guna
Prinsip dasar penjernihan air di pedesaan meliputi beberapa aspek yang harus sesui dengan kondisi sebagai berikut:
  1. Bersifat tepat guna dan sesuai dengan kondisi, lingkungan fisik, maupun social budaya masyarakat setempat.
  2. Pengoperasiannya mudah dan sederhana
  3. Bahan-bahan yang digunakan mudah dan sederhana
  4. Bahan-bahan yang digunakan berharga murah
  5. Bahan-bahan yang digunakan tersedia di lokasi dan mudah diperoleh
  6. Efektif, memiliki daya pembersih yang besar untuk memurnikan air
B.      PRINSIP PENJERNIHAN AIR DENGAN METODE FISIKA
  1. Prinsip penyaringan (filtrasi)
Penyaringan merupakan proses pemisahan antara padatan/koloid dengan cairan. Proses penyaringan bisa merupakan proses wal (primary treatment) atau penyaringan dari proses sebelumnya.
Apabila air olahan mempunyai padatan dengan ukuran seragam, saringan yang digunakan adalah single medium. Sebaiknya bila ukuran padatan beragam, digunakan saring dual medium atau three medium. Penyaringan air olahan yang mengandung padatan beragam dari ukuran besar sampai kecil/halus. Penyaringan dilakukan dengan cara membuat saringan bertingkat, yaitu saringan kasar, saringan sedang sampai saringan halus.
Untuk merancang system penyaringan ini perlu penelitian terlebih dahulu terhadap beberapa factor sebagai berikut:
  1. Jenis limbah padat (terapung atau tenggelam)
  2. Ukuran padatan: ukurab yang terkecil dan ukuran yang terbesar
  3. Perbandingan ukuran kotoran padatan besar dan kecil
  4. Debit air olahan yang akan diolah
Bentuk dan jenis saringan bermacam-macam. Penyaringan bahan padatan kasar menggunakan saringan berukuran 5 -20 mm, sedangkan padatan yang halus (hiperfiltrasi) dapat menggunakan saringan yang lebih halus lagi. Saringan ini diusahakan mudah diangkat dan dibersihkan.
Bahan untuk penyaringan kasar dapat terbuat dari logam tahan karat seperti stainless steel, kawat tembaga, batu kerikil, btu bara, karbon aktif. Penyaringan untuk padatan yang halus dapat menggunakan kain polyester atau pasir.
Jenis saringan yang biasa digunakan adalah saringan bergetar, barscreen racks, dan bak penyaringan saringan pasir lambat. Jenis saringan yang banyak digunakan adalahsaringan bak pasir dan batuan. Saringan pasir menggunakan batu kerikil dan pasir. Pasir yang baik untuk penyaringan adalah pasir kuasa.
Jenis saringan menurut konstruksinya dibedakan menjadi saringan miring, saringan pembawa, saringan sentrifugal dan drum berputar. Kecepatan penyaringan dikelompokan menjadi tiga:
  1. Single medium: saringan untuk menyaring air yang mengandung padatan dengan ukuran seragam
  2. Dual medium: saringan untuk menyaring air limbah yang didominasi oleh dua ukuran padat
  3. Three medium: saringan untuk menyaring air limbah yang mengandung 3 ukuran padatan

Gambarnya seperti dibawah ini:
 












Ukuran filter dibagi menjadi:
  1. Pasir sangat kasar (very coarse sand) : 2 – 1 mm
  2. Pasir kasar (coarse sand) : 1 – 0,5 mm
  3. Pasir sedang (medium sand) : 0,5 – 0,25 mm
  4. Pasir halus (fine sand) : 0,25 – 0,1 mm
  5. Pasir sangat halus (very fine sand) : 0,1 – 0,05 mm






Berikut gambarnya :






















Gambar kombinasi antara filter dan aerasi :































Gambar instalasi penyaringan air secara gravitasi
 

























Gambar instalasi penyaringan pasir lambat




Gambar penyaringan air up low ganda













Gambar sederhana tempat sedimentasi air
 


















Gambar instalasi penjernihan air secara absorpsi
 












b.      Prinsip penjernihan air dengan elektrodialisis
Elektrodialisis merupakan proses pemisahan ion-ion yang larut di dalam air limbah dengan memberikan dua kutub listrik yang berlawanan dari arus searah (direct current, DC). Ion positif akan bergerak ke kutub negative (katoda), sedangkan ion negative akan bergerak ke kutub positif (anoda).
Pada kutub positif (anoda). Ion negative akan melepaskan elektronnya sehingga menjadi molekul yang berbentuk gas ataupun padat yang tidak larut dalam air. Hal ini memungkinkan terjadinya pengendapan.

C.     Prinsip Desinfeksi Pada Air
  1. Pengertian
Yang dimaksud dengan desinfeksi adalah pembunuhan terhadap semua mikroba yang membahayakan. Zat-zat yang dipergunakan untuk usaha desinfeksi ini dinamakan desinfektan. (Surbakti., 1987)
Desinfeksi merupakan salah satu proses dari pengolahan air, yang mana proses desinfeksi adalah suatu proses atau usaha agar kuman patogen yang ada didalam air punah atau hilang Bahan desinfeksi yang dipakai tidak boleh membahayakan, dapat diterima masyarakat pemakai, serta mempunyai efek desinfeksi untuk waktu yang cukup lama. Beberapa cara desinfeksi yang dapat dilakukan yaitu dengan:
  1. Desinfeksi dengan pemanasan/perebusan
  2. Desinfeksi dengan klorinasi
  3. Desinfeksi dengan radiasi sinar ultra violet dan panas matahari
  4. Desinfeksi dengan ozonisasi

b.      Desinfektasi dengan pemanasan/perebusan
Cara efektif dan sering kita lakukan adalah memasak atau merebus air yang akan kita konsumsi hingga mendidih. Cara ini sangat efektif untuk mematikan semua patogen yang ada dalam air seperti virus, bakteri, spora, fungi dan protozoa. Lama waktu air mendidih yang dibutuhkan adalah berkisar 5 menit, namun
lebih lama lagi waktunya akan lebih baik, direkomendasikan selama 20 menit.
Walaupun mudah dan sering kita gunakan, kendala utama dalam memasak air hingga mendidih ini adalah bahan bakar, baik itu kayu bakar, briket batubara, minyak tanah, gas elpiji ataupun bahan bakar lainnya yang di sebagian daerah di Indonesia hal tersebut sulit didapatkan

  1. Desinfeksi dengan klorinasi
Klorinasi merupakan desinfeksi yang paling umum digunakan. Klorin yang digunakan dapat berupa bubuk, cairan atau tablet. Bubuk klorin biasanya berisi kalsium hipoklorit, sedangkan cairan klorin, berisi natrium hipoklorit. Desinfeksi air minum yang mempergunakan gas chlorine atau preparat chlorine disebut klorinasi.
Sasaran klorinasi terhadap air minum adalah penghancuran bakteri melalui daya germisidal dari klorin terhadap bakteri. Khlorin telah terbukti hanya merupakan desinfektan yang ideal. Bila dimasukkan dalam air akan mempunyai pengaruh yang segera membinasahkan kebanyakan mikroba. yang berkurang dalam air. Secara umum kebanyakan air mengalami desinfeksi yang cukup baik bila residu khlorin bebas sebanyak kira-kira 0,2 mg/L diperoleh setelah khlorinasi selama 10 menit.
Residu yang lebih besar dapat menimbulkan bau yang tidak enak, sedangkan yang lebih kecil tidak dapat diandalkan. Khlorin akan sangat efektif bila pH air rendah Chlorine merupakan senyawa desinfektan, yang banyak digunakan dalam proses pengolahan air. Desinfektan ini bekerja dengan baik untuk membunuh bakteri, fungi dan virus.
Namun desinfektan ini juga dapat menimbulkan efek negative terhadap kesehatan manusia selain dapat menimbulkan bau dan rasa yang tidak enak pada air. Sebagai contoh Chlorine dapat bersifat merusak atau korosif pada kulit dan peralatan, selain itu Chlorine juga berpotensi merusak sistem pernafasan manusia dan hewan

  1. Desinfeksi dengan radiasi sinar ultra violet dan panas matahari
Metode ini sering disebut juga dengan nama SODIS (solar disinfectan water) yang merupakan cara pengolahan air mentah menjadi air minum yang aman dengan memanfaatkan sinar matahari dan sesuai untuk diterapkan pada tingkat rumah tangga, pemaparan air minum dengan sinar matahari terutama sinar UV-A akan merusak dan melumpuhkan mikroorganisme pathogen. Jika pada saat pemaparan suhu air mencapai 50° C maka proses disinfeksi hanya membutuhkan waktu 1 jam pemaparan.
Didaerah tertentu di pelosok negeri, terkadang gas elpiji dan atau minyak tanah itu sulit didapat dan harganya tidk terjangkau. Keadaan itulah yang menjadikan masyarakat disana mengkonsumsi air mentah tanpa direbus atau disinfeksi terlebih dahulu yang menyebabkan meningkatnya kasus diare, dan water borne dissease lainnya. Untuk itulah perlu ditemukan terobosan baru dalam pensterilan air dan salah satunya adalah metode solar disinfection water.
Pada dasarnya prinsip desinfeksi dengan SODIS adalah sinergi antara sinar UV-A dengan panas. Apabila temperatur mencapai di atas 50 ºC: radiasi yang dibutuhkan hanya sepertiganya saja.dengan SODIS E-Coli berkurang sampai 3-4 desimal (99,9%).

D.     Desinfeksi dengan ozonisasi
Ozon adalah molekul gas alami yang mudah larut dalam air dan tidak beracun. Di alam, ozon ditemukan di lapisan luar dari atmosfir dan berfungsi sebagai tameng terhadap radiasi ultra violet sinar matahari yang dapat menyebabkan penyakit kanker kulit. Ozon adalah molekul gas yang terdiri 3 atom Oksigen dan mempunyai rumus kimia O3.
Molekul Ozon bersifat tidak stabil dan akan selalu berusaha mencari ‘sasaran’ untuk dapat melepaskan satu atom Oksigen dengan cara oksidasi, sehingga dapat berubah menjadi molekul oksigen yang stabil (O2). Karena sifat oksidatornya yang sangat kuat, maka Ozon sangat unggul untuk disinfeksi (membunuh kuman), detoksifikasi (menetralkan zat beracun) dan deodorisasi (menghilangkan bau tidak enak) dalam air dan udara.
Dalam hal disinfeksi/sterilisasi air, teknologi Ozon paling unggul dan sangat efektif. Ozon dapat menghancurkan kuman, bakteri, virus, jamur, spora, kista, lumut dan zat organik lainnya. Selain itu, juga dapat menetralisir zat organik/mineral yang berlebihan/ beracun. Penggunaan Ozon tidak menghasilkan zat sisa yang membahayakan kesehatan. Bahkan sebaliknya, akan menambahkan kadar olsigen dalam air sehingga lebih segar dan sehat

KESIMPULAN

PDAM TIRTANADI sebagai penyuplai kebutuhan air masyarakat setempat pada umumnya.
  Tahapan pengolahan IPA di PDAM Tirtanadi Sabang adalah:
*      Intake
*      Praset
*      Koagulasi
*      Flokulasi
*      Sedimentasi
*      Pra filter
*      Filtrasi
*      Desifectan
*      Perindistribusian



PENUTUP

Environmental Health Risk Assessment (EHRA) adalah studi yang relatif pendek (sekitar 1 Minggu) yang menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menerapkan 2 (dua) teknik pengumpulan data, yakni wawancara (interview) dan pengamatan (observation). Studi EHRA ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran kondisi fasilitas Sanitasi dan perilaku higiene dalam skala Kota Sabang.
Studi EHRA merupakan studi partisipatif melibatkan banyak pihak yang terkait dengan sektor sanitasi. Hasil dari studi EHRA ini dapat dijadikan bahan advokasi terhadap pengharus-utamaan pembangunan sanitasi untuk mencegah dampak negatif yang disebabkan oleh buruknya kondisi sanitasi, baik kerugian yang bersifat fisik maupun non fisik.Selain itu, studi EHRA ini juga sangat bermanfaat bagi penyusunan Buku Putih Sanitasi (BPS) Kota Sabang yang saat ini sedang disusun oleh Kelompok Kerja Sanitasi Kota Sabang, terutama untuk penentuan area berisiko sanitasi dan juga untuk penyusunan Strategi Sanitasi Kota Sabang dalam penentuan program dan kegiatan.
Studi EHRA yang telah dilaksanakan di Kota Sabang pada tahun 2012 ini merupakan sebuah langkah awal dan merupakan data dasar bagi studi EHRA selanjutnya. Idealnya studi EHRA dilaksanakan secara berkala selama 3 (tiga) tahun sekali, sehingga data yang telah dihasilkan dapat terus di update seiiring dengan pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi di Kota sabang. Tidak hanya itu saja,  studi EHRA ini membantu sekaligus menuntun kita terhadap PHBS agar para pembaca teman-teman sekalian dapat mengetahui serta mencegah dampak kondisi lingkungan yang tidak sehat terhadap kesehatan personal maupun kelompok masyarakat dan yang terpenting kita dapat memutuskan rantai penyakit di tubuh kita jika telah terkontaminasi oleh sumber penyakit.
Demikian hasil analisa laporan dari saya,yang InyaAllah dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi pembangunan daerah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat, tidak hanya masyarakat sabang tetapi juga masyarakat diseluruh indonesia serta bagi seluruh pembaca sekalian. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan petunjuk dan hidayah kepada kita semua. AMIN.

Sumber Data

1.      Penelitian Aspek Lingkungan Fisik...............(CB Hermam Edyanto) 127
2.      Kantor Dinas Kesehatan Kota Sabang……..
3.      DINAS KEPENDUDUKAN dan PENCATATAN SIPIL  KOTA SABANG
4.      Laporan Proses Penjernihan Air PDAM TIRTANADI SABANG Beralamat di Aneuk Laot.