Friday 27 November 2020

TANTANGAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN UNTUK MASA DEPAN

 

Makalah

 

TANTANGAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN UNTUK MASA DEPAN

 

 

 

 

 

Disusun

Oleh:

 

KELOMPOK 4

 

1.      Nisaul Fitria

2.      Ismi Mauliza

3.      Siti Muria

4.      Nurhaliza

5.      Putri Rahayu Aandrians

 

Unit 1

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

AKADEMI FARMASI YPPM MANDIRI

BANDA ACEH

2020


KATA PENGATAR

 

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat yang diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyusun makalah dengan judul “Tantangan Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Masa Depan.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada narasumber yang telah membantu penulis dalam penyusunan makalah ini. Mohon maaf penulis sampaikan apabila terdapat kekurangan dalam penyusunan makalah ini, karena kami masih dalam taraf belajar.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat sebagai referensi  untuk  menambah wawasan kepada pembaca. Penulis sadari dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan, maka dari itu penulis mengharapkan saran dan kritik guna perbaikan di masa yang akan datang. Terima kasih

 

Banda Aceh, 23 November 2020

 

 

Penulis

 

 

 


DAFTAR ISI

 

 

KATA PENGANTAR........................................................................................... i

DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii

 

BAB I  PENDAHULUAN.................................................................................... 1

1.1. Latar belakang......................................................................................... 1

1.2. Tujuan  Makalah...................................................................................... 2

 

BAB II PEMBAHASAN....................................................................................... 3

2.1  Pendidikan Kewarganegaraan Masa Depan (Kemasyarakatan).............. 3

2.2  Tantangan Pendidikan Kewarganegaraan di Masa Depan...................... 6

 

BAB III PENUTUP............................................................................................... 9

3.1  Kesimpulan.............................................................................................. 9

 

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 10

 

 


BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1.  Latar belakang

Pendidikan Kewarganegaraan atau dalam kurikulum 2013 disebut dengan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan merupakan salah satu disiplin ilmu sosial. Telah menjadi rahasia umum bahwa ilmu sosial sifatnya relatif dan tidak seperti ilmu alam yang sifatnya mutlak. Hal ini menjadikan pendidikan kewarganegaraan dapat saja digoyahkan setiap saat karena tidak memiliki keajegan seperti halnya ilmu eksak.

Sejarah munculnya Pendidikan Kewarganegaraan pertama kali tahun 1957 dengan nama “Kewarganegaraan”, yang isinya sebatas hak dan kewajiban warga negara serta cara-cara memperoleh dan kehilangan status kewarganegaraan.Sejak munculnya Orde Baru, isi mata pelajaran ini hampir seluruhnya dibuang karena dianggap idak sesuai lagi dengan tuntutan yang sedang berkembang. Pada kurikulum 1968, mata pelajaran ini muncul dengan nama “Kewargaan negara”. sesuai dengan ketetapan MPR No. IV/MPR/1973, mata pelajaran ini diberubah nama menjadi Pendidikan Moral Pancasila (PMP), materi yang sangat dominan disini adalah mengenai materi P-4. Pada kurikulum 1984 maupun Kurikulum 1994, Pendidikan Moral Pancasila berganti menjadi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn).

Dalam era reformasi, tantangan PPKn semakin berat. P4 dipermasalahkan substansinya, karena tidak memberikan gambaran yang tepat tentang nilai Pancasila sebagai satu kesatuan. Dengan adanya perubahan UU No. 2 tahun 1989 yang diubah dengan UU No. 2 tahun 2003 tidak dieksplisitkan lagi nama pendidikan Pancasila, sehingga tinggal Pendidikan Kewarganegaraan. Begitu pula kurikulum 2004 memperkenalkan istilah Pengganti PPKn dengan kewarganegaraan / pendidikan kewarganegaraan. Perubahan nama ini juga diikuti dengan perubahan isi PKn yang lebih memperjelas akar keilmuan yakni politik, hukum dan moral.

Pada kurikulum 2013 yang baru saja disahkan akhir tahun 2013 lalu, nama pendidikan kewarganegaraan diganti lagi dengan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn). Dalam kurikulum tersebut penekan tentang sikap (afeksi) begitu ditonjolkan. Persoalanya sekarang adalah bagaimana menemukan pendekatan yang terbaik untuk menyampaikan berbagai konsep PKn agar siswa dapat menggunakan dan mengingat lebih lama konsep tersebut. Bagaimana membuka wawasan berfikir dan beragam dari seluruh siswa agar konsep yang dipelajarinya dapat dikaitkan dengan kehidupan nyata. Inilah tantangan PKn kedepannya. Seiring dengan perkembangan Pendidikan Kewarganegaraan itu sendiri diharapkan akan semakin meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang kewaganegaraan dan warga negara sehingga dapat semakin memperbaiki moral bangsa ini.

 

1.2.  Tujuan  Makalah

1.      Untuk mengetahui konsep Tantangan Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Masa Depan


BAB II

PEMBAHASAN

 

2.1    Pendidikan Kewarganegaraan Masa Depan (Kemasyarakatan)

Pengembangan Pendidikan Kewarganegaraan ke depan diharapakan dapat berorientasi atau terpusat pada terbentuknya masyarakat sipil (civil society), dengan cara memperdayakan warga negara melalui proses pendidikan. Melalui proses pendidikan setiap warga negara dapat diajarkan bagaimana cara berperan secara aktif dalam sistem pemerintahan negara yang demokratis.

Print et al (Sunarsono, dkk 2012:108) mengemukakan, civic education is necessary for the building and consolidation of a democratic society. Inilah visi PKn yang perlu dipahami oleh guru, siswa, serta masyarakat pada umumnya. Kedudukan warga negara yang ditempatkan pada posisi yang lemah dan pasif, seperti pada masa-masa yang lalu, harus diubah pada posisi yang kuat dan partisipatif. PKn ke depan harus berupaya memperdayakan warganegara agar mampu berperan aktif dalam negara pemerintahan yang demokratis. Pendidikan demokrasi menjadi strategis dan mutlak bagi perwujudan masyarakat dan negara demokrasi. Hal ini sejalan dengan adagium yang menyatakan bahwa demokrasi dalam suatu negara hanya akan tumbuh subur apabila dijaga oleh warganegara yang demokratis. Warga negara yang demokratis hanya bisa dibentuk melalui pendidikan demokratis.

Patrick (Samsuri 2006:38) mengungkapkan secara skematis, keempat komponen PKn untuk membentuk warga negara demokratis yang diuraikan sebagai berikut :

  1. KNOWLEDGE OF CITIZENSHIP AND GOVERNMENT IN DEMOCRACY (CIVIC KNOWLEDGE)

a.       Concepts and principles on the substance of democracy (Konsep dan Prinsip hakekat demokrasi)

b.      Perennial issues about the meaning and uses of core idea (Persoalan pokok mengenai arti dan penggunaan gagasan inti)

c.       Continuing issues and landmark decisions about public policy and constitutional interpretation (Melanjutkan masalah pokok dan keputusan tentang kebijakan umum dan tafsiran berdasarkan Undang-undang dasar)

d.      Consititutions and insitutions of representative democratic government (Undang-undang dasar dan lembaga pemerintahan untuk perwakilan demokrasi)

e.       Practices of democratic citizenship and the roles citizens (Praktek demokrasi kewarganegaraan dan peran warganegara)

f.       History of democracy in particular states and the throughout the world (Sejarah demokrasi di negara-negara tertentu dan di seluruh dunia)

 

  1. COGNITIVE SKILLS OF DEMOCRATIC CITIZENSHIP (INTELECTUAL CIVIC SKILSS)

a.       Indentifying and describing information about political and civic life (Mengidentifikasi dan menggambarkan informasi mengenai kehidupan politik dan umum)

b.      Analyzing and explaining information about political and civic life (Menganalisis dan menjelaskan informasi mengenai kehidupan politik dan umum)

c.       Synthesizing and explaining information about political and civic life (Mengumpulkan dan menjelaskan informasi mengenai kehidupan politik dan umum)

d.      Evaluating, taking, and defending positions on public events and issues (Mengevaluasi, menghasilkan, dan mempertahankan keadaan pada peristiwa dan permasalahan umum)

e.       Thinking critically about conditions of political and civic life (Berpikir kritis mengenai kondisi kehidupan politik dan umum)

f.       Thinking constructively about how to improve political and civic life (Berpikir secara konstruktif tentang bagaimana meningkatkan kehidupan politik dan umum)

  1. PARTICIPATORY SKILLS OF DEMOCRATIC CITIZENSHIP (PARTICIPATORY CIVIC SKILLS)

a.       Interacting with other citizens to promote personal and common interest (Berinteraksi dengan warga negara lain untuk memajukan kepentingan pribadi dan umum)

b.      Monitoring public events and issues (Memantau peristiwa dan permasalahan umum)

c.       Deliberating and making decisions on public issue (Merundingkan dan membuat keputusan mengenai masalah-masalah umum)

d.      Implementing policy decision on public issue (Melaksanakan keputusan politik mengenai masalah-masalah umum)

e.       Taking action to improve political and civic life (Mengambil tindakan untuk memperbaiki kehidupan politik dan umum)

 

  1. VIRTUES AND DISPOSITIONS OF DEMOCRATIC CITIZENSHIP (CIVIC DISPOSITIONS)

a.       Affirming the common and equal humanity and dignity of each person (Menyatakan kesamaan derajat dan martabat umat manusia untuk setiap orang)

b.      Respecting, proctecting, and exercising right possessed equally by each person (Menghormati, melindungi, dan menggunakan hak yang dimiliki untuk setiap orang)

c.       Participating responsibly in the political and civic life of the community (Berpartisipasi dengan bertanggung jawab dalam kehidupan politik dan masyarakat)

d.      Practicing self-government and supporting government by consent of the governed (Menjalankan pemerintahan sendiri dan mendukung pemerintah dengan persetujuan dari yang mengatur)

e.       Exemplifying the moral traits of democratic citizenship (Mencontohkan ciri-ciri moral kewarganegaraan demokratis)

f.       Promoting the common good (Mempromosikan kepentingan umum)

 

Dari paparan konseptual komponen kajian PKn menurut Patrick (Samsuri 2006:39) tersebut, secara ringkas warga negara yang demokratis memiliki ciri-ciri penguasaan secara komprehensif dalam hal pengetahuan mengenai kewarganegaraan dan pemerintahan demokratis, kecakapan intelektual (kognitif) dan partisipasi dalam hal kewarganegaraan demokratis, dan karakter kewarganegaraan demokratis. Komponen tersebut tidak mungkin bisa muncul begitu saja pada diri individu warga negara, sehingga perlu proses habitation, pembelajaran.

 

2.2    Tantangan Pendidikan Kewarganegaraan di Masa Depan

Saat ini, negara sedang berkoar-koar tentang pembentukan karakter dan penerapan rasa nasionalisme yang lebih nyata di setiap lini kehidupan masyarakat, khususnya di bidang pendidikan. Lebih utama lagi dalam bidang Pendidikan Kewarganegaraan.  Tantangan mengajar Pendidikan Kewarganegaraan di era milenial saat ini butuh usaha keras. Justru tantangan tersebut bukan datang dari materi atau kurikulum pendidikan kewarganegaraan itu sendiri. Melainkan dari kualitas sumber daya manusia yang kompeten, yaitu guru.

Pendidikan kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk  peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta  tanah air.  Selanjutnya, Pendidikan Kewarganegaraan di lingkup sekolah  juga mengembangkan misi sebagai pendidikan bela negara, pendidikan  multikultural, pendidikan lingkungan hidup, pendidikan hukum, dan pendidikan anti korupsi.

Bila anda pengajar yang "konvensional", maka materi yang anda sampaikan ke anak didik juga akan konvensional. Hasil yang  diperoleh adalah anak didik dengan rasa nasionalisme yang konvensional  pula. Dalam artian, anak didik hanya mampu mendengarkan ceramah dan akan  segera melupakannya saat mereka sudah keluar kelas atau berganti mata  pelajaran. Ibarat seperti angin lalu bagi mereka. Inilah sebabnya, banyak anak didik yang menyepelekan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan bila masih mengajar dengan gaya ajar yang lama dan monoton.

Ingat, dunia selalu bergerak. Ojek yang dulu hanya bisa  mangkal, sekarang serba online dan serba bisa. Dulu beli tiket kereta dan pesawat antri panjang (on the spot), sekarang sudah praktis hanya  sekali sentuh dan bisa order jauh hari. Semua serba digital, maju, online, update dan mengikuti kebutuhan masyarakat milenial. Begitu pula  seharusnya gaya ajar Pendidikan Kewarganegaraan, lebih modern, canggih,  update dan online.

Di jaman yang serba digital ini, akan lebih mudah mengajarkan ilmu dan materi pendidikan kewarganegaraan dengan sarana internet. Segala sumber, contoh-contoh kasus, infografis, link, kejadian  nyata, atau bahkan sekedar tayangan mendidik dan menarik akan membuat  anak didik lebih menghayati.

  1. Tiga Komponen Pendidikan Kewarganegaraan

Bagaimana mengajarkan anti korupsi bila anak didik kita  tidak tahu wujud tentang KPK dan kasus-kasus korupsi yang ada? Bagaimana  anda mengajarkan bela negara apabila anak didik tak memahami budaya, letak geografis dan lembaga negara Indonesia secara nyata? Bagaimana anda  mengajarkan baik dan buruknya media sosial, apabila anda tidak paham dan tidak memiliki akses media sosial (facebook, line, twitter, dsb)?

Padahal ada tiga komponen utama Pendidikan Kewarganegaraan,  yaitu pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge), keterampilan kewarganegaraan (civic skills), dan sikap kewarganegaraan (civic  disposition).

Di era milenial ini, ketiga komponen tersebut akan lebih  mudah dicerna dan diresapi anak didik dengan contoh nyata dan realis.  Tidak sekedar ceramah yang membosankan dan bikin kantuk.

Logikanya, anak didik milenial yang memiliki lebih banyak  pengetahuan dan sikap kewarganegaraan akan menjadi warga negara yang  percaya diri (civic competence). Kemudian warga negara yang memiliki  pengetahuan dan keterampilan kewarganegaraan akan menjadi warga negara milenial  yang mampu (civic competence). Selanjutnya, warga negara milenial yang memiliki  sikap dan keterampilan akan menjadi warga negara milenial yang komitmen (civic  commitment).

Dan  pada akhirnya, warga negara milenial yang memiliki pengetahuan, sikap dan keterampilan kewarganegaraan akan menjadi warga negara milenial yang  cerdas dan baik ( smart and good citizenship). Itulah tujuan akhir mengajar  Pendidikan Kewarganegaraan di era milenial, bila didukung juga oleh  "smart and good teacher". Ubah gaya ajar konvensional anda, menjadi gaya ajar "modern and milenial". Ingat,  Pancasila is a living ideology.

Padahal ada tiga komponen utama Pendidikan Kewarganegaraan,  yaitu pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge), keterampilan kewarganegaraan (civic skills), dan sikap kewarganegaraan (civic  disposition).

Di era milenial ini, ketiga komponen tersebut akan lebih  mudah dicerna dan diresapi anak didik dengan contoh nyata dan realis.  Tidak sekedar ceramah yang membosankan dan bikin kantuk.

Logikanya, anak didik milenial yang memiliki lebih banyak  pengetahuan dan sikap kewarganegaraan akan menjadi warga negara yang  percaya diri (civic competence). Kemudian warga negara yang memiliki  pengetahuan dan keterampilan kewarganegaraan akan menjadi warga negara milenial  yang mampu (civic competence). Selanjutnya, warga negara milenial yang memiliki  sikap dan keterampilan akan menjadi warga negara milenial yang komitmen (civic  commitment).

Dan  pada akhirnya, warga negara milenial yang memiliki pengetahuan, sikap dan keterampilan kewarganegaraan akan menjadi warga negara milenial yang  cerdas dan baik ( smart and good citizenship). Itulah tujuan akhir mengajar  Pendidikan Kewarganegaraan di era milenial, bila didukung juga oleh  "smart and good teacher". Ubah gaya ajar konvensional anda, menjadi gaya ajar "modern and milenial". Ingat, Pancasila is a living ideology.

 


BAB III

PENUTUP

 

3.1    Kesimpulan

Pendidikan kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk  peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta  tanah air.  Selanjutnya, Pendidikan Kewarganegaraan di lingkup sekolah  juga mengembangkan misi sebagai pendidikan bela negara, pendidikan  multikultural, pendidikan lingkungan hidup, pendidikan hukum, dan pendidikan anti korupsi.

Bila anda pengajar yang "konvensional", maka materi yang anda sampaikan ke anak didik juga akan konvensional. Hasil yang  diperoleh adalah anak didik dengan rasa nasionalisme yang konvensional  pula. Dalam artian, anak didik hanya mampu mendengarkan ceramah dan akan  segera melupakannya saat mereka sudah keluar kelas atau berganti mata  pelajaran. Ibarat seperti angin lalu bagi mereka. Inilah sebabnya, banyak anak didik yang menyepelekan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan bila masih mengajar dengan gaya ajar yang lama dan monoton


DAFTAR PUSTAKA

 

Paulus Wahana, 1993. Filsafat Pancasila. Yogyakarta : Kanisius Nana Syaodih. S, 2005. Landasan Psikologis Proses Pendidikan. Bandung: remaja Rosdakarya

François Audigier. 2000. “Basic Concepts and Core Competencies for Education For Democratic Citizenship”. Article Education for Democratic Citizenship : University of Geneva, Switzerland

Kaelan,  Achamd. Z, 2007. Pendidikan Kewarganegaraan, Paradigma : Yogyakarta

Samsuri. 2006. “Pembentukan Warga Negara Demokratis Dalam Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan” Jurnal Pemikiran dan Penelitian Kewarganegraan: PKn Progresif, Vol. 1, No. 1: Jurusan PKn, FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Samsuri. 2013. “Paradigma Pendidikan Kewarganegaraan Dalam Kurikulum 2013” Makalah Kuliah Umum Program Studi PPKn, FKIP Universitas Ahmad Dahlan. Yogyakarta.

Sunarsona, Sodiq, dan Gafur. 2012 “Dinamika Pendidikan Kewarganegaran di Indonesia” Jurnal Ilmiah Pendidikan: Cakrawala Pendidikan, Th. XXXI, Edisi Khusus Dies Natalis UNY: LPPMP UNY.

Wahab, A. A, Sapriya, 2007. Teori dan Landasan Pendidikan Kewarganegaraan. Bandung : UPI Press

Peraturan Menteri Pendidikan Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 2013 Tentang Kerangka Dasar Dan Struktur Kurikulum  Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah.

Thursday 26 November 2020

MAKALAH MANAJEMEN BENCANA PADA PENANGANAN COVID 19 DI INDONESIA

 

MAKALAH MANAJEMEN BENCANA PADA PENANGANAN COVID 19 DI INDONESIA

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

A.      Latar Belakang

Pada awal Maret 2020 Presiden Jokowi secara resmi menyampaikan kasus pertama virus corona di Indonesia. Dari penyampaian tersebut, perkembangan informasi mengenai virus corona di berbagai media mendapat tanggapan yang beragam dari publik. Tindakan yang diambil masyarakat pun juga demikian, ada yang tidak melakukan tindakan apapun dan ada beberapa masyarakat yang terlihat panik.

Bukti kepanikan di tengah masyarakat antara lain sulit ditemukannya masker dan hand sanitizer serta beberapa ramuan rempah yang semakin banyak dicari di berbagai kota. Penyebab kepanikan tersebut terjadi karena kurangnya pengetahuan dan informasi yang didapat masyarakat. Informasi menjadi penting karena mampu memengaruhi keadaan sikap dan perilaku masyarakat dalam mengambil keputusan, sehingga hal ini perlu dikelola dengan baik melalui manajemen bencana oleh pemerintah.

Perlu diingat bahwa bencana bukan hanya meliputi banjir, tanah longsor, kebakaran lahan, gempa bumi, dan tsunami saja, tetapi wabah penyakit juga termasuk dalam kategori bencana. Oleh karena itu kejadian ini juga memerlukan mitigasi dan skenario penanganan yang matang terkait wabah penyakit yang mungkin saja bisa muncul di masa mendatang dan bisa ditangani dengan baik.

Sebelum masuk ke Indonesia, fenomena virus corona telah lama diketahui masyarakat. Jangka waktu tersebut seharusnya dapat diantisipasi oleh pemerintah agar siap sewaktu-waktu sampai ke Indonesia dengan melakukan mitigasi penyebarannya.

 

B.       Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut dapat di peroleh berbagai macam pembahasan atau masalah yang akan di bahas dalam penulisan makalah ini. Adapun berbagai macam pembahasan dalam makalah ini dapat di temukan berbagai titik permasalahan yang membentuk suatu pertanyaan sebagai berikut :

  1. Apa yang di maksud dengan bencana dan apa saja jenis bencana?
  2. Apa yang di maksud dengan manajemen bencana?
  3. Apa saja kegiatan dan tahapan manajemen bencana?
  4. Apa saja prinsip-prinsip penanggulangan bencana?
  5. Apa saja tindakan dalam Manajemen Penanganan Wabah Covid 19 di Indonesia?

 

C.    Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu untuk mengetahui:

1.      Untuk mengetahui apa yang di maksud dengan bencana dan apa saja jenis bencana?

2.      Untuk mengetahui apa yang di maksud dengan manajemen bencana

3.      Untuk mengetahui apa saja kegiatan dan tahapan manajemen bencana

4.      Untuk mengetahui apa saja prinsip-prinsip penanggulangan bencana

5.      Untuk mengetahui tindakan dalam Manajemen Penanganan Wabah Covid 19 di Indonesia

 

D.    Manfaat

1.       Menambah pengetahuan dan wawasan pembaca dan penulis dalam hal menajemen bencana.

2.       Pembaca dapat menerapkan upaya penanggulangan bencana, terutama untuk para petugas kesehatan.

 


BAB II

PEMBAHASAN

 

A.    Definisi Dan  Jenis Bencana

Undang-undang nomor 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana menyebutkan bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Definisi tersebut menyebutkan bahwa bencana disebabkan oleh faktor alam, non alam, dan manusia. Oleh karena itu, undang-undang nomor 24 tahun 2007 tersebut juga mendefinisikan mengenai bencana alam, bencana nonalam, dan  bencana sosial.

Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa  bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi. Dan wabah penyakit. Bencana sosial adalah  bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atauserangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat, dan teror.

 

B.       Definisi Manajemen Bencana

Penanggulangan bencana atau yang sering didengar dengan manajemen  bencana (disaster management) adalah serangkaian upaya yang meliputi  penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan  pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi. Konsep manajemen bencana saat ini telah mengalami pergeseran  paradigma dari pendekatan konvensional menuju pendekatan holistik (menyeluruh). Pada pendekatan konvensial bencana itu suatu peristiwa atau kejadian yang tidak terelakkan dan korban harus segera mendapatkan  pertolongan, sehingga manajemen bencana lebih fokus pada hal yang bersifat  bantuan (relief) dan tanggap darurat (emergency response).

Selanjutnya  paradigma manajemen bencana berkembang ke arah pendekatan pengelolaan risiko yang lebih fokus pada upaya-upaya pencegahan dan mitigasi, baik yang bersifat struktural maupun non-struktural di daerah-daerah yang rawan terhadap bencana, dan upaya membangun kesiap-siagaan.

Sebagai salah satu tindak lanjut dalam menghadapi perubahan paradigma manajemen bencana tersebut, pada bulan januari tahun 2005 di kobe-jepang, diselengkarakan konferensi pengurangan bencana dunia (world conference on disaster reduction) yang menghasilkan beberapa substansi dasar dalam mengurangi kerugian akibat bencana, baik kerugian jiwa, sosial, ekonomi dan lingkungan. Substansi dasar tersebut yang selanjutnya merupakan lima  prioritas kegiatan untuk tahun 2005-2015 yaitu :

  1. Meletakkan pengurangan risiko bencana sebagai prioritas nasional maupun daerah yang pelaksanaannya harus didukung oleh kelembagaan yang kuat.
  2. Mengidentifikasi, mengkaji dan memantau risiko bencana serta menerapkan sistem peringatan dini
  3. Memanfaatkan pengetahuan, inovasi dan pendidikan membangun kesadaran kesadaran keselamatan diri dan ketahanan terhadap bencana  pada semua tingkat masyarakat.
  4. Mengurangi faktor-faktor penyebab risiko bencana
  5. Memperkuat kesiapan menghadapi bencana pada semua tingkatan masyarakat agar respons yang dilakukan lebih efektif

 

C.      Tahapan Dan Kegiatan Dalam  Manajemen Bencana

  1. Pencegahan (prevention)

Upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya bencana (jika mungkin dengan meniadakan bahaya).

Misalnya :

a.       Melarang pembakaran hutan dalam perladangan

b.      Melarang penambangan batu di daerah yang curam

c.       Melarang membuang sampah sembarangan

  1. Mitigasi Bencana (Mitigation)

Serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana (UU 24/2007) atau upaya yang dilakukan untuk meminimalkan dampak yang ditimbulkan oleh bencana.

Bentuk mitigasi :

a.       Mitigasi struktural (membuat chekdam, bendungan, tanggul sungai, rumah tahan gempa, dll.)

b.      Mitigasi non-struktural (peraturan perundang-undangan, pelatihan, dll.)

  1. Kesiapsiagaan (Preparedness)

Serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna (UU 24/2007) Misalnya:

Penyiapan sarana komunikasi, pos komando, penyiapan lokasi evakuasi, Rencana Kontinjensi, dan sosialisasi peraturan / pedoman penanggulangan bencana.

  1. Peringatan Dini (Early Warning)

Serangkaian kegiatan pemberian peringatan sesegera mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana pada suatu tempat oleh lembaga yang berwenang (UU 24/2007) atau Upaya untuk memberikan tanda peringatan bahwa bencana kemungkinan akan segera terjadi.

Pemberian peringatan dini harus :

a.       Menjangkau masyarakat (accesible)

b.      Segera (immediate)

c.       Tegas tidak membingungkan (coherent)

d.      Bersifat resmi (official)

  1. Tanggap Darurat (response)

Upaya yang dilakukan segera pada saat kejadian bencana, untuk menanggulangi dampak yang ditimbulkan, terutama berupa penyelamatan korban dan harta benda, evakuasi dan pengungsian.

  1. Bantuan Darurat (relief)

Merupakan upaya untuk memberikan bantuan berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan dasar berupa :

a.       Pangan

b.      Sandang

c.       Tempat tinggal sementara

d.      kesehatan, sanitasi dan air bersih

  1. Pemulihan (recovery)

Proses pemulihan darurat kondisi masyarakat yang terkena bencana, dengan memfungsikan kembali prasarana dan sarana pada keadaan semula. Upaya yang dilakukan adalah memperbaiki prasarana dan pelayanan dasar (jalan, listrik, air bersih, pasar puskesmas, dll).

  1. Rehabilitasi (rehabilitation)

Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pascabencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek  pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah  pascabencana.Upaya langkah yang diambil setelah kejadian bencana untuk membantu masyarakat memperbaiki rumahnya, fasilitas umum dan fasilitas sosial penting, dan menghidupkan kembali roda perekonomian.

  1. Rekonstruksi (reconstruction)

Program jangka menengah dan jangka panjang guna perbaikan fisik, sosial dan ekonomi untuk mengembalikan kehidupan masyarakat pada kondisi yang sama atau lebih baik dari sebelumnya. Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua  prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah pascabencana,  baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan  perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pascabencana.

Dengan melihat manajemen bencana sebagai sebuah kepentingan masyarakat kita berharap berkurangnya korban nyawa dan kerugian harta benda. Dan yang terpenting dari manajemen bencana ini adalah adanya suatu langkah konkrit dalam mengendalikan bencana sehingga korban yang tidak kita harapan dapat terselamatkan dengan cepat dan tepat dan upaya untuk pemulihan pasca bencana dapat dilakukan dengan secepatnya.

Pengendalian itu dimulai dengan membangun kesadaran kritis masyarakat dan pemerintah atas masalah bencana alam, menciptakan proses perbaikan total atas pengelolaan bencana, penegasan untuk lahirnya kebijakan lokal yang bertumpu pada kearifan lokal yang berbentuk peraturan nagari dan peraturan daerah atas menejemen bencana. Yang tak kalah pentingnya dalam manajemen bencana ini adalah sosialisasi kehatian-hatian terutama pada daerah rawan bencana.

 

D.      Prinsip-Prinsip Penanggulangan Bencana

Prinsip-prinsip dalam penanggulangan bencana berdasarkan pasal 3 uu  no. 24 tahun 2007, yaitu:

  1. Cepat dan tepat. Yang dimaksud dengan “prinsip cepat dan tepat” adalah bahwa dalam penanggulangan bencana harus dilaksanakan secara cepat dan tepat sesuai dengan tuntutan keadaan.
  2. Prioritas. Yang dimaksud dengan “prinsip prioritas” adalah bahwa apabila terjadi bencana, kegiatan penanggulangan harus mendapat  prioritas dan diutamakan pada kegiatan penyelamatan jiwa manusia.
  3. Koordinasi dan keterpaduan. Yang dimaksud dengan “prinsip koordinasi” adalah bahwa penanggulangan bencana didasarkan pada  koordinasi yang baik dan saling mendukung. Yang dimaksud dengan “prinsip keterpaduan” adalah bahwa penanggulangan bencana dilakukan oleh berbagai sektor secara terpadu yang didasarkan pada kerja sama yang baik dan saling mendukung.
  4. Berdaya guna dan berhasil guna. Yang dimaksud dengan “prinsip  berdaya guna” adalah bahwa dalam mengatasi kesulitan masyarakat dilakukan dengan tidak membuang waktu, tenaga, dan biaya yang  berlebihan. Yang dimaksud dengan “prinsip berhasil guna” adalah bahwa kegiatan penanggulangan bencana harus berhasil guna, khususnya dalam mengatasi kesulitan masyarakat dengan tidak membuang waktu, tenaga, dan biaya yang berlebihan.
  5. Transparansi dan akuntabilitas. Yang dimaksud dengan “prinsip transparansi” adalah bahwa penanggulangan bencana dilakukan secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan. Yang dimaksud dengan “prinsip akuntabilitas” adalah bahwa penanggulangan bencana dilakukan secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan secara etik dan hukum.
  6. Kemitraan.
  7. Pemberdayaan
  8. Nondiskriminatif. Yang dimaksud dengan “prinsip nondiskriminasi” adalah bahwa negara dalam penanggulangan bencana tidak memberikan perlakuan yang berbeda terhadap jenis kelamin, suku, agama, ras, dan aliran politik apa pun.
  9. Nonproletisi. Yang dimaksud dengan ”nonproletisi” adalah bahwa dilarang menyebarkan agama atau keyakinan pada saat keadaan darurat bencana, terutama melalui pemberian bantuan dan pelayanan darurat bencana.

 

E.       Manajemen Penanganan Wabah Covid 19 di Indonesia

  1. Social separation (SS)  atau pemisahan sosial

a.       Pengertian

Social separation atau pemisahan sosial yang dimaksud di sini adalah merupakan metode dalam penanggulangan wabah penyakit dengan memisahkan orang yang sakit dengan orang yang sehat.

b.      Kelaziman

Metode ini sudah lumrah dilakukan di dunia peternakan yang sedang menghadapi wabah dengan memisahkan ternak yang sehat dan yang sakit atau lazim disebut metode karantina. Bahkan metode ini secara historis dokumenter pernah diterapkan oleh Nabi Muhammad SAW dengan memerintahkan:

"Janganlah (unta) yang sakit

itu didekatkan dengan (unta) yang sehat."

Terkait dengan penyakit yang diderita manusia, Nabi juga pernah bersabda:

"Janganlah orang yang berpenyakit berdekatan dengan orang yang sehat."

c.       Tujuan

Metode separasi sosial ini bertujuan agar tidak terjadi penyebaran virus dari orang yang terpapar Covid-19 kepada orang yang sehat. ODP (Orang Dalam Pemantauan) dan PDP (Pasien Dalam Pengawasan) serta Pasien Positif

Corona diisolasi di rumah dan rumah sakit, sedangkan lingkungan luar rumah (ruang public) merupakan ruang orang-orang yang sehat dan produktif untuk menggerakkan roda ekonomi guna membiayai orang-orang yang terkena wabah Covid-19.

d.      Teknis Penerapan Social Separation (SS)

Penanganan Covid-19 dengan pola Social Separation yang memisahkan kelompok masyarakat berdasarkan status kesehatannya (memisahkan yang sehat dan yang sakit) ini harus menjadi sebuah gerakan sosial yang total. Pola SS ini secara garis besar terdiri dari tiga langkah. Yakni, Tahap Tracking dan Tahap Testing serta Tahap Healing.  Sementara itu, petugas utama adalah birokrasi dari level RT, aparat keamanan, dan tenaga medis mulai dari level Puskesmas.

e.       Syarat yang Dibutuhkan

Syarat pendukung agar Pola SS ini bisa berhasil dengan baik maka syarat dan sarana pendukung antara lain:

1)      Swab test dengan metode Rapid Test PCR dengan peralatan yang mampu deteksi dini, cepat dan akurat.

 

2)      Peralatan APD yang aman bagi person yang merawat dan mengobati pasien, baik di rumah maupun di rumah sakit

3)      Untuk kehati-hatian: protocol kesehatan tetap dilaksanakan, yaitu penggunaan masker, physical  distancing, cuci tangan, penggunaan hand snitizer, penggunaan disinfektan yang tepat.

4)      Edukasi yang benar terhadap semua masyarakat.

5)      Pengawasan yang ketat dari apparat yang diberi wewenang.

 

  1. Sekedar Alternatif alat Rapid Test PCR

Ada salah satu alat yang canggih yaitu produksi Bioneer atau yang perusahaan sejenisnya. Dimana yang menjadi penting adalah: bisa deteksi dini (sehari terpapar bisa terdeteksi, sedangkan rapid test dengan serologi hanya bisa mengetahui setelah seminggu terpapar Covid-19), cepat (8 jam), dan akurat.

  1. Tahap Tracking

Tracking atau pelacakan terhadap penyebaran virus Corona, basisnya dilakukan terhadap semua penduduk di tingkat RT. Tujuan tracking untuk mendeteksi dan menemukan ODP yaitu orang-orang yang pernah berhubungan dengan penderita Covid-19 atau orang-orang yang pernah bepergian ke negara atau wilayah pandemic dan orang-orang  yang memiliki gejala Covid-19.

  1. Tahap Testing

Testing dilakukan dengan metode dan peralatan yang cepat dan akurat serta bisa untuk deteksi sedini mungkin, yaitu menggunakan swab test (hasil bisa diketahui 8 jam) yang dilakukan terhadap: ODP dan orang yang memiliki gejala Covid-19 (PDP). Setelah dites, penduduk yang positif Covid-19 harus diisolasi. Orang positif Covid-19 dengan  gejala ringan cukup diisolasi di rumah, sedangkan yang memiliki gejala sedang diisolasi di Rumah Sakit Darurat. Sedangkan yang memiliki gejala berat diisolasi di Rumah Sakit Rujukan. Sementara itu penduduk yang sehat dan produktif justru didorong untuk bekerja dan beraktivitas di luar rumah. Tentu saja hal ini tidak menutup kemungkinan pekerjaan dilakukan di dalam rumah. Penduduk sehat yang keluar rumah bisa diberi keterangan oleh petugas medis.

  1. Tahap Caring and Healing

Tahap ini merupakan tahap perawatan dan penyembuhan yang dilakukan bagi orang-orang yang menderita COVID-19 baik di rumah, Rumah Sakit Darurat, maupun Rumah Sakit Rujukan. Perawatan dan penyembuhan di rumah dilakukan oleh anggota keluarga yang sehat dan/atau tidak bekerja sedangkan di rumah sakit dilakukan  tenaga medis. Baik perawatan dan penyembuhan di rumah maupun di rumah sakit harus menggunakan protocol dan peralatan kesehatan yang standar dan/ atau aman dari kemungkinan penyebaran virus.

 

 

 


BAB III

PENUTUP

 

A.      Kesimpulan

Pola Social Separation dalam penanganan Covid-19 ini sesuai dengan latar belakang sosial dan budaya serta kondisi ekonomi masyarakat Indonesia sehingga akan bisa efektif. Semoga pola ini bisa segera diterapkan atau setidaknya pola yang ada bisa dimodifikasi dengan Pola SS ini.

 

B.       Saran

Masalah penanggulangan bencana tidak hanya menjadi beban  pemerintah atau lembaga-lembaga yang terkait. Tetapi juga diperlukan dukungan dari masyarakat umum. Diharapkan masyarakat dari tiap lapisan dapat ikut berpartisipasi dalam upaya penanggulangan bencana.

 


DAFTAR PUSTAKA

 

Anonymous. 2011.  Indonesia Negara Rawan Bencana. http://www.bbc.co.uk/indonesia/berita_indonesia/2011/08/110810_indonesia_tsunami.shtml. Di akses tanggal 18 September 2017

 

Badan Koordinasi Nasional Penanganan Bencana. 2007. Pengenalan  Karakteristik Bencana dan Upaya Mitigasinya Di Indonesia.(2 th ed). Jakarta: Direktorat Mitigasi.

 

Badan Nasional Penanggulangan Bencana. 2008. Peraturan Kepala Badan  Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 4 Tahun 2008 Tentang  Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana. Jakarta: BNPB

 

Kamus Kesehatan. http://kamuskesehatan.com/arti/triage/. Di akses tanggal 18 September 2017

 

Ledysia, Septiana. 2013. Januari 2013, Indonesia Dirundung 119 Bencana. http://news.detik.com /read /2013 /02/02/002615/2159288/10/januari-2013-indonesia-dirundung-119-bencana. Di akses tanggal 18 September 2017

 

Pusat Data, Informasi dan Humas. 2010. Sistem Penangulangan Bencana. http://bnpb.go.id/page/read/7/sistem-penanggulangan-bencana. Diakses tanggal 18 September 2017

 

Pusat Data, Informasi dan Humas. 2012. Definisi dan Jenis Bencana. http://www.bnpb.go.id/page/read/5/definisi-dan-jenis-bencana. Diakses tanggal 18 September 2017

 

Pasal 1 Undang-Undang No. 24 Tahun 2007. Jakarta: DPR RI dan Presiden RI

 

Sudiharto. 2011. Manajemen Disaster. http://bppsdmk.depkes.go.id/bbpkjakarta/wp-content /uploads/ 2011/06/ Manajemen Disaster .pdf. Di akses tanggal 18 September 2017

 

 

Sinurat, Hulman., & Adiyudha, Ausi. 2012. Sistem Manajemen Penanggulangan Bencana Alam Dalam Rangka Mengurangi Dampak Kerusakan Jalan Dan Jembatan. Jakarta: Puslitbang Jalan dan Jembatan

 

Udiyana,  Nyoman Dwi Maha. Bencana datang Tanpa Rencana, Namun Penanggulangan Harus terencana.http://www.academia.edu/3716116/Bencana_datang_Tanpa_Rencana_Namun_Penanggulangannya_Harus_Terencana. Di akses tanggal 18 September 2017