Wednesday 24 November 2021

ASUHAN KEBIDANAN PADA NEONATUS, BAYI, BALITA, DAN ANAK PRA-SEKOLAH PATOLOGIS

 

DAFTAR ISI

 

 

KATA PENGANTAR........................................................................................... i

DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii

 

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 1

A.    Latar Belakang............................................................................................. 1

B.    Rumusan Masalah........................................................................................ 2

C.    Tujuan........................................................................................................... 2

 

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................... 4

A.    Konsep Dasar Neonatus .............................................................................. 4

B.    Lingkup asuhan neonatus, bayi, balita,dan anak pra-sekolah....................... 4

C.    Bayi Baru Lahir Dengan kelainan bawaan................................................. 13

D.    Neonatus Dengan penyulit resiko tinggi.................................................... 23

E.     Masalah Yang Lazim Terjadi..................................................................... 25

F.     Masalah-masalah tumbuh kembang............................................................ 34

G.    Kejadian ikutan pasca imunisasi................................................................. 39

H.    Pendokumentasian SOAP.......................................................................... 45

 

BAB III PENUTUP............................................................................................. 49

A.    Kesimpulan................................................................................................. 49

B.    Saran .......................................................................................................... 49

 

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 50

 

 

 


BAB I

PENDAHULUAN

 

A.    Latar Belakang

Angka Kematian Bayi (AKB) adalah jumlah kematian bayi dalam usia 28 hari pertama kehidupan per 1000 kelahiran hidup. Angka Kematian Bayi menurut WHO (World Health Organization) (2015) pada negara ASEAN (Association of South East Asia Nations) seperti di Singapura 3 per 1000 kelahiran hidup, Malaysia 5,5 per 1000 kelahiran hidup, Thailan 17 per 1000 kelahiran hidup, Vietnam 18 per 1000 kelahiran hidup, dan Indonesia 27 per 1000 kelahiran hidup. Angka kematian bayi di Indonesia masih tinggi dari negara ASEAN lainnya, jika dibandingkan dengan target dari MDGs (Millenium Development Goals) tahun 2015 yaitu 23 per 1000 kelahiran hidup. Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia masih tinggi.

 Menurut WHO, pada tahun 2013 AKB di dunia 34 per 1.000 kelahiran hidup,AKB di negara berkembang 37 per 1.000 kelahiran hidup dan AKB di negara maju 5 per 1.000 kelahiran hidup (WHO, 2014). Neonatal dengan komplikasi adalah neonatal dengan penyakit dan atau kelainan yang dapat menyebabkan kecacatan dan atau kematian, seperti asfiksia, ikterus, hipotermia, tetanusneonatorum, infeksi/sepsis, trauma lahir, BBLR, sindroma gangguan pernafasan, dan kelainan kongenital maupun yang termasuk klasifikasi kuning dan merah padapemeriksaan dengan manajemen terpadu bayi muda (MTBM).Komplikasi yang menjadi penyebab kematian terbanyak pada bayi.Komplikasi ini sebetulnya dapat dicegah dan ditangani, namun terkendala oleh akses ke pelayanan kesehatan, kemampuan tenaga cakupan targetkesehatan, keadaan sosial ekonomi, sistem rujukan yang belum berjalan dengan baik,terlambatnya deteksi dini, dan kesadaran orang tua untuk mencari pertolongan kesehatan(Kemenkes RI, 2016).

Bayi baru lahir normal adalah berat lahir antara 2500 - 4000 gram, cukup bulan, lahir langsung menangis, dan tidak ada kelainan kongenital (cacat bawaan) yang berat.Pada waktu kelahiran, sejumlah adaptasi psikologik mulai terjadi pada tubuh bayi baru lahir, karena perubahan dramatis ini, bayi memerlukan pemantauan ketat untuk menentukan bagaimanaia membuat suatu transisi yang baik terhadap kehidupannya diluar uterus. Bayi baru lahir juga membutuhkan perawatan yang dapat meningkatkan kesempatan menjalani masa transisi dengan berhasil.Adaptasi neonatal (bayi baru lahir) merupakan proses penyesuaian fungsional neonatus dari kehidupan di dalam uterus ke kehidupan di luar uterus (Rahardjo dan Marmi, 2015 ). Upaya kesehatan anak antara lain diharapkan mampu menurunkan angka kematian anak.Indikator angka kematian yang berhubungan dengan anak yakni Angka Kematian Neonatal(AKN) dan Angka Kematian Bayi (AKB).Perhatian terhadap upaya penurunan angka kematian neonatal (0-28 hari) menjadi penting karena kematianneonatal memberi kontribusi terhadap 59% kematian bayi.(Kemenkes RI, 2016 ).

 Berbagai upaya yang aman dan efektif untuk mencegah dan mengatasi penyebab utama kematian bayi baru lahir (BBL) adalah pelayanan antenatal yang berkualitas asuhan persalinan normal atau dasar pelayanan kesehatan neonatal oleh tenaga professional. Untuk menurunkan angka kematian bayi baru lahir dengan BBLR, persalinan harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kemampuan dan keterampilan manajemen bayi baru lahir dengan hipotermia.Kemampuan dan keterampilan ini digunakan setiap kali menolong persalinan (Depkes RI, 2013).

 

B.     Rumusan Masalah

Apa saja asuhan kebidanan pada neonatus,bayi, balita, dan anak pra-sekolah ?

 

C.    Tujuan

1.      Untuk mengetahui konsep dasar askeb pada neonates, bayi, balita,dan anak pra-sekolah

2.      Untuk mengetahui askeb pada neonatus, bayi, balita,dan anak pra-sekolah dengan masalah-masalah yang sering terjadi

3.      Untuk mengetahui askeb pada neonatus, bayi, balita,dan pra-sekolah dengan kelainan bawaan

4.      Untuk mengetahui askeb pada neonatus, bayi, balita, dan anak  pra-sekolah dengan penyulit resiko tinggi

5.      Untuk mengetahui askeb pada neonatus, bayi, balita,dan anak pra-sekolah dengan masalah-masalah tumbuh kembang

6.      Untuk mengetahui askeb pada neonatus, bayi, balita,dan anak pra-sekolah dengan kejadian ikutan pasca imunisasi

 


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

 

A.    Konsep Dasar Neonatus

1.      Pengertian

Neonatus Bayi baru lahir (Neonatus) adalah bayi yang baru mengalami proses kelahiran, berusia 0-28 hari. Bayi tersebut memerlukan penyelesuaian fisiologis berupa maturasi, adaptasi (menyesuaikan diri dari kehidupan intrauterine ke kehidupan ekstrauterin) dan toleransi bagi bayi baru lahir untuk dapat hidup dengan baik. (Marmi dan Rahardjo, 2015) Masa neonatal adalah masa sejak lahir sampai dengan 4 minggu (28 hari) sesudah kelahiran. Neonatus adalah bayi baru lahir umur 0-4 minggu sesudah lahir. Neonatus dini adalah bayi berusia 0-7 hari. Neonatus lanjut adalah bayi berusia 7-28 hari. Terjadi penyesuaian sirkulasi dengan keadaan lingkungan, mulai bernafas dan fungsi alat tubuh lainnya. Berat badan dapat turun sampai 10% pada minggu pertama kehidupan yang dicapai lagi pada hari ke-14. (Muslihatun, 2014).

 

B.     Lingkup asuhan neonatus, bayi, balita,dan anak pra-sekolah

1.      Bayi baru lahir normal

Pengertian Bayi Baru lahir normal adalah bayi yang lahir dalam presentasi belakang kepala melalui vagina tanpa memakai alat, pada usia kehamilan genap 37 minggu sampai 42 minggu, dengan berat badan lahir 2500 - 4000 gram, dengan nilai apgar > 7 dan tanpa cacat bawaan. Neonatus adalah bayi yang baru mengalami proses kelahiran dan harus menyesuaikan diri dari kehidupan intra uterin ke kehidupan ekstra uterin. Tiga faktor yang mempengaruhi perubahan fungsi dan peoses vital neonatus yaitu maturasi, adaptasi dan toleransi. Empat aspek transisi pada bayi baru lahir yang paling dramatik dan cepat berlangsung adalah pada sisem pernafasan, sirkulasi, kemampuan menghasilkan glukosa.

2.      Tanda-tanda bayi baru lahir normal Bayi baru lahir dikatakan normal jika usia kehamilan aterm antara 37- 42 minggu, BB 2500 gram – 4000 gram, panjang badan 48- 52 cm, lingkar dada 30- 38 cm, lingkar kepala 33- 35 cm, lingkar lengan 11- 12 cm, frekuensi DJ 120- 160 x permenit, pernafasan ± 40- 60 x permenit, kulit kemerahan dan licin karena jaringan subkutan yang cukup, rambut lanugo tidak terlihat dan rambut kepala biasanya telah sempurna, kuku agak panjang dan lemas, nilai APGAR > 7, gerakan aktif, bayi langsung menangis kuat, refleks rooting (mencari putting susu dengan rangsangan taktil pada pipi dan daerah mulut) sudah terbentuk dengan baik, refleks sucking (isap dan menelan) sudah terbentuk dengan baik, refleks morro (gerakan memeluk bila dikagetkan) sudah terbentuk dengan baik, refleks grasping (menggenggam) sudah baik, genetalia sudah terbentuk sempurna , pada laki- laki testis sudah turun ke skrotum dan penis berlubang, pada perempuan: Vagina dan uretra yang berlubang, serta labia mayora sudah menutupi labia minora, eliminasi baik, mekonium dalam 24 jam pertama, berwarna hitam kecoklatan.

3.      Penampilan bayi baru lahir

a)      Kesadaran dan Reaksi terhadap sekeliling, perlu di kurangi rangsangan terhadap reaksi terhadap rayuan, rangsangan sakit, atau suara keras yang mengejutkan atau suara mainan.

b)      Keaktifan, bayi normal melakukan gerakan-gerakan yang simetris pada waktu bangun. adanya temor pada bibir, kaki dan tangan pada waktu menangis adalah normal, tetapi bila hal ini terjadi pada waktu tidur, kemungkinan gejala suatu kelainan yang perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.

c)      Simetris, apakah secara keseluruhan badan seimbang; kepala: apakah terlihat simetris, benjolan seperti tumor yang lunak dibelakang atas yang menyebabkan kepala tampak lebih panjang ini disebabkan akibat proses kelahiran, benjolan pada kepala tersebut hanya terdapat dibelahan kiri atau kanan saja, atau di sisi kiri dan kanan tetapi tidak melampaui garis tengah bujur kepala, pengukuran lingkar kepala dapat ditunda sampai kondisi benjol (Capput sucsedenaum) dikepala hilang dan jika terjadi moulase, tunggu hingga kepala bayi kembali pada bentuknya semula.

d)     Muka wajah: bayi tampak ekspresi;mata: perhatikan antara kesimetrisan antara mata kanan dan mata kiri, perhatikan adanya tanda-tanda perdarahan berupa bercak merah yang akan menghilang dalam waktu 6 minggu.

e)      Mulut: penampilannya harus simetris, mulut tidak mencucu seperti mulut ikan, tidak ada tanda kebiruan pada mulut bayi, saliva tidak terdapat pada bayi normal, bila terdapat secret yang berlebihan, kemungkinan ada kelainan bawaan saluran cerna.

f)       Leher, dada, abdomen: melihat adanya cedera akibat persalinan; perhatikan ada tidaknya kelainan pada pernapasan bayi, karena bayi biasanya bayi masih ada pernapasan perut.

g)      Punggung: adanya benjolan atau tumor atau tulang punggung dengan lekukan yang kurang sempurna; Bahu, tangan, sendi, tungkai: perlu diperhatikan bentuk, gerakannya, faktur (bila ekstremitas lunglai/kurang gerak), farices.

h)      Kulit dan kuku: dalam keadaan normal kulit berwarna kemerahan, kadang-kadang didapatkan kulit yang mengelupas ringan, pengelupasan yang berlebihan harus dipikirkan kemungkinan adanya kelainan, waspada timbulnya kulit dengan warna yang tak rata (“cuti Marmorata”) ini dapat disebabkan karena temperature dingin, telapak tangan, telapak kaki atau kuku yang menjadi biru, kulit menjadi pucat dan kuning, bercak, bercak besar biru yang sering terdapat disekitar bokong (Mongolian Spot) akan menghilang pada umur 1 (satu) sampai 5 (lima) tahun.

i)        Kelancaran menhisap dan pencernaan: harus diperhatikan: tinja dan kemih: diharapkan keluar dalam 24 jam pertama. Waspada bila terjadi perut yang tiba-tiba membesar, tanpa keluarnya tinja, disertai muntah, dan mungkin dengan kulit kebiruan, harap segera konsultasi untuk pemeriksaan lebih lanjut, untuk kemungkinsn Hirschprung/Congenital Megacolon.

j)        Refleks yaitu suatu gerakan yang terjadi secara otomatis dan spontan tanpa disadari pada bayi normal, refleks pada bayi antara lain Tonik neek refleks , yaitu gerakan spontan otot kuduk pada bayi normal, bila ditengkurapkan akan secara spontan memiringkan kepalanya, Rooting refleks yaitu bila jarinya menyentuh daerah sekitar mulut bayi maka ia akan membuka mulutnya dan memiringkan kepalanya ke arah datangnya jari , Grasping refleks yaitu bila jari kita menyentuh telapak tangan bayi maka jari, jarinya akan langsung menggenggam sangat kuat, Moro refleks yaitu reflek yang timbul diluar kesadaran bayi misalnya bila bayi diangkat/direnggut secara kasar dari gendongan kemudian seolah-olah bayi melakukan gerakan yang mengangkat tubuhnya pada orang yang mendekapnya, Stapping refleks yaitu reflek kaki secara spontan apabila bayi diangkat tegak dan kakinya satu persatu disentuhkan pada satu dasar maka bayi seolaholah berjalan, Suckling refleks (menghisap) yaitu areola putting susu tertekan gusi bayi, lidah, dan langis-langit sehingga sinus laktiferus tertekan dan memancarkan ASI, Swallowing refleks (menelan) dimana ASI dimulut bayi mendesak otot didaerah mulut dan faring sehingga mengaktifkan refleks menelan dan mendorong ASI ke dalam lambung.

k)      Berat badan: sebaiknya tiap hari dipantau penurunan berat badan lebih dari 5% berat badan waktu lahir, menunjukan kekurangan cairan.

  4.       Penilaian bayi

untuk tanda-tanda kegawatan Semua bayi baru lahir harus dinilai adanya tanda-tanda kegawatan/kelainan yang menujukan suatu penyakit. Bayi baru lahir dinyatakan sakit apabila mempunyai salah satu atau beberapa tanda antra lain: Sesak nafas, Frekuensi pernafasan 60 kali/menit, gerak retraksi didada, malas minum, panas atau suhu badan bayi rendah, kurang aktif, berat lahir rendah (500- 2500gram) dengan kesulitan minum. Tanda-tanda bayi sakit berat, apabila terdapat salah satu atau lebih tanda seperti: sulit minum, sianosis setral (lidah biru), perut kembung, priode apneu, kejang/priode kejang-kejang kecil, merintih, perdarahan, sangat kuning, berat badan lahir < 1500 gram.

Sebelum menangani bayi baru lahir, pastikan penolong persalinan telah melakukan upaya pencegahan infeksi seperti berikut:

1.      Cuci tangan sebelum dan sesudah bersentuhan dengan bayi

2.      pakai sarung tangan bersih saat menangani bayi yang belum dimandikan

3.      Semua peralatan dan perlengkapan yang akan digunakan telah di DTT atau steril. Khusus bola karet penghisap lendir jangan diapakai untuk lebih dari satu bayi

4.      Handuk, pakaian atau kain yang akan digunakan dalam keadaan bersih. (demikian juga dengan timbangan, pita pengukur, thermometer, stetoskop dll.

5.      Dekontaminasi dan cuci setelah digunakan.

6.      Penilaian Segera setelah lahir letakkan bayi diatas kain bersih dan kering yang disiapkan di atas perut ibu (bila tidak memungkinkan, letakkan di dekat ibu misalnya diantara kedua kaki ibu atau I sebelah ibu) pastikan area tersebut bersih dan kering, keringkan bayi terutama muka dan permukaan tubuh dengan kering, hangat dan bersih.

7.      Kemudian lakukan penilaian awal sebagai berikut:

a)      apakah menangis kuat dan/atau bernafas tanpa kesulitan?;

b)      apakah bergerak dengan aktif atau lemas?; jika bayi tidak bernafas atau megap-megap atau lemah maka segera lakukan resusitasi bayi baru lahir.

8.  Nilai APGAR

            Tanda

        Nilai 0

            Nilai 1

        Nilai 2

Appearance

(Warna Kulit)

 

Pucat / biru seluruh badan

Tubuh merah, ekstremitas biru

Seluruh tubuh kemerahan

Pulse

(Denyut Jantung)

Tidak ada

< 100

> 100

Grimace (Tonus Otot)

Tidak ada

Ekstremitas sedikit fleksi

Gerakan aktif

Activity (Aktifitas)

Tidak ada

Sedikit gerak

Langsung menangis

Respiration (Pernapasan)

Tidak ada

 

Lemah/ tidak teratur

Menangis

 

 

5.    Penanganan Segera Bayi Baru Lahir

a.       Pencegahan Infeksi

1)      Cuci tangan dengan seksama sebelum dan setelah bersentuhan dengan bayi

2)       Pakai sarung tangan bersih pada saat menangani bayi yang belum dimandikan

3)      Pastikan semua peralatan dan bahan yang digunakan, terutama klem, gunting, penghisap lendir DeLee dan benang tali pusat telah didesinfeksi tingkat tinggi atau steril.

4)      Pastikan semua pakaian, handuk, selimut dan kain yang digunakan untuk bayi, sudah dalam keadaan bersih. Demikin pula dengan timbangan, pita pengukur, termometer, stetoskop.

b.      Melakukan penilaian

1)      Apakah bayi menangis kuat dan/atau bernafas tanpa kesulitan

2)      Apakah bayi bergerak dengan aktif atau lemas Jika bayi tidak bernapas atau bernapas megap – megap atau lemah maka segera lakukan tindakan resusitasi bayi baru lahir.

c.       Pencegahan Kehilangan Panas Mekanisme kehilangan panas

1)      Evaporasi Penguapan cairan ketuban pada permukaan tubuh oleh panas tubuh bayi sendiri karena setelah lahir, tubuh bayi tidak segera dikeringkan.

2)      Konduksi Kehilangan panas tubuh melalui kontak langsung antara tubuh bayi dengan permukaan yang dingin, co/ meja, tempat tidur, timbangan yang temperaturnya lebih rendah dari tubuh bayi akan menyerap panas tubuh bayi bila bayi diletakkan di atas benda – benda tersebut

3)      Konveksi Kehilangan panas tubuh terjadi saat bayi terpapar udara sekitar yang lebih dingin, co/ ruangan yang dingin, adanya aliran udara dari kipas angin, hembusan udara melalui ventilasi, atau pendingin ruangan.

4)      Radiasi Kehilangan panas yang terjadi karena bayi ditempatkan di dekat benda – benda yang mempunyai suhu tubuh lebih rendah dari suhu tubuh bayi, karena benda – benda tersebut menyerap radiasi panas tubuh bayi (walaupun tidak bersentuhan secara langsung)

d.      Mencegah kehilangan panas

1)      Keringkan bayi dengan seksama Mengeringkan dengan cara menyeka tubuh bayi, juga merupakan rangsangan taktil untuk membantu bayi memulai pernapasannya.

2)      Selimuti bayi dengan selimut atau kain bersih dan hangat Ganti handuk atau kain yang telah basah oleh cairan ketuban dengan selimut atau kain yang baru (hanngat, bersih, dan kering)

3)      Selimuti bagian kepala bayi Bagian kepala bayi memiliki luas permukaan yg relative luas dan bayi akan dengan cepat kehilangan panas jika bagian tersebut tidak tertutup.

4)      Anjurkan ibu untuk memeluk dan menyusui bayinya Pelukan ibu pada tubuh bayi dapat menjaga kehangatan tubuh dan mencegah kehilangan panas. Sebaiknya pemberian ASI harus dimulai dalam waktu satu (1) jam pertama kelahiran

5)      Jangan segera menimbang atau memandikan bayi baru lahir Karena bayi baru lahir cepat dan mudah kehilangan panas tubuhnya, sebelum melakukan penimbangan, terlebih dahulu selimuti bayi dengan kain atau selimut bersih dan kering. Berat badan bayi dapat dinilai dari selisih berat bayi pada saat berpakaian/diselimuti dikurangi dengan berat pakaian/selimut. Bayi sebaiknya dimandikan sedikitnya enam (^) jam setelah lahir.

e.       IMD (Inisiasi Menyusu Dini)

1.      Pengertian IMD adalah kontak dengan kulit segera setelah lahir dan menyusu sendiri dalam 1 jam pertama setelah melahirkan. IMD adalah pemberian ASI (Air Susu Ibu) pada 1 jam pertama setelah melahirkan. IMD dengan cara merangkak mencari payudara (the breast crawl). Dari hasil penelitian dalam dan luar negeri, IMD tidak hanya mensukseskan pemberian ASI Eksklusif. Lebih dari itu terlihat hasil yang nyata yaitu menyelamatkan nyawa bayi. Oleh karena itu menyusu di satu jam pertama bayi baru lahir sangat berperan dalam menurunkan AKB. Faktanya dalam 1 tahun, 4 juta bayi berusia 28 hari meninggal. Jika semua bayi di dunia segera lahir diberikan kesempatan menyuu sendiri dengn membeiarkan kontak kulit ibu ke kulit bayi setidaknya selama 1 jam maka 1 nyawa bayi dapat diselamatkan.

2.      Manfaat IMD Kontak kulit dengan kulit segera lahir dan menyusu sendiri 1 jam pertama kehidupan sangat penting.

a)      Bagi Bayi

1)      Makanan dengan kualitas dan kuantitas yang optimal agar kolostrum segera keluar yang disesuaikan dengan kebutuhan bayi.

2)      Memberikan kesehatan bayi dengan kekebalan pasif yang segera kepada bayi, kolostrum adalah imunisasi pertama bagi bayi.

3)      Meningkatkan kecerdasan

4)      Membantu bayi mengkoordinasikan hisap, telan dan nafas

5)      Meningkatkan jalinan kasih sayang ibu dan bayi

6)      Mencegah kehilangan panas

7)      Merangsang kolostrum segera keluar

b)      Bagi Ibu  

1)      Rangsangan putting susu ibu, memberikan reflex pengeluaran oksitosin kelenjar hipofisis, sehingga pelepasan plasenta akan dapat dipercepat.

2)      Pemberian ASI memepercepat involusi uterus menuju keadaan normal.

3)      Rangsangan putting susu ibu mempercepat pengeluaran ASI, karena oksitosin bekerja sama dengan hormone prolactin

3.      Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini Inisiasi Menyusus Dini yang Kurang tepat Saat ini, umumnya praktek inisiasi menyusu dini seperti berikut :

a.       Begitu lahir bayi diletakkan diperut ibu yang sudah diatasi kain kering.

b.      Bayi segera dikeringkan dengan kain kering. Tali pusat dipotong, lalu diikat.

c.       Karena takut kedinginan bayi dibungkus (dibendong) dengan selimut bayi.

d.      Dalam keadaan di bendong, bayi diletakkan di dada ibu (terjadi kontak kulit dengan ibu). Bayi diletakkan di dada ibu untuk beberapa lama (10-12 menit) atau sampai tenaga kesehatan selesai menjahit perineium.

e.       Selanjutnya diangkat dan disusukan pada ibu dengan cara memasukkan putting susu ibu ke mulut bayi.

f.       Setelah itu bayi dibawa ke kamar transisi atau kamar pemulihan (recovery room) untuk ditimbang, diukur, dicap, diazankan oleh ayah, diberi suntikan vitamin K, dan kadang diberi tetes mata.  

4.      Faktor-faktor pendukung Inisiasi Menyusu Dini

a.       Kesiapan fisik dan psikologi ibu yang sudah dipersiapkan sejak awal kehamilan

b.      Informasi yang diperoleh ibu mengenai Inisiasi menyusu dini

c.       Tempat bersalin dan tenaga kesehatan.

5.      Tatalaksana IMD

a.       Dianjurkan suami atau keluarga mendampingi ibu saat bersalin

b.      Disarankan untuk tidak atau mengurangi penggunaan obat kimiawi saat   persalinan

c.       Biarkan ibu menentukan cara melahirkan yang diinginkan, misalnya normal, di dalam air atau jongkok.

d.      Seluruh badan dan kepala bayi di keringkan secepatnya kecuali kedua tangan. Vernix yang menyamankan kulit bayi sebaiknya dibiarkan

e.       Bayi ditengkurapkan di dada atau perut ibu.

f.       Bayi dibiarkan mencari putting susu ibu.

g.      Ayah didukung agar membantu ibu untuk mengenali tanda- tanda atau perilaku bayi sebelum menyusu. Hal ini dapat berlangsung beberapa menit atau satu jam, bahkan lebih. Dukungan ayah akan meningkatkan rasa percaya diri ibu.

h.      Tunda menimbang, mengukur, suntik Vit, K dan menetes mata bayi sampai proses menyusu awal selesai

i.        Dianjurkan kontak kulit dengan kulit pada ibu yang melahirkan dengan tindakan, misalnya operasi SC.

 

C.    Bayi Baru Lahir Dengan kelainan bawaan

1.      Labioskizis dan labiopalatoskizis

a.   Labioskizis dan labiopalatoskizis Labioskizis dan labiopalatoskizis adalah anomaly perkembangan 1 dari 1000 kelahiran. Kelainan bawaan ini berkaitan dengan riwayat keluarga, infeksi virus pada ibu hamil trimester I. Celah bibir dan celah langit- langit adalah suatu kelainan bawaan yang terjadi pada bibir bagian atas serta langitlangit lunak dan langit- langit keras mulut. Celah bibir (labioskizis) adalah suatu ketidaksempurnaan pada penyambung bibir bagian atas, yang biasanya berlokasi tepat dibawah hidung. Celah langit- langit (palatoskizis) adalah suatu saluran abnormal yang melewati langitlangit mulut menuju kesaluran udara di hidung.

b.   Etiologi

Celah bibir dan celah langit- langit (labiopalatoskizis), bisa terjadi secara bersamaan maupun sendiri- sendiri. Kelainan ini juga bisa terjadi bersamaan dengan kelainan bawaan lainnya. Penyebabnya adalah mungkin mutasi genetic atau teratogen (zat yang dapat menyebabkan kelainan pada janin, contohnya virus atau bahan kimia). Selain tidak sedap dipandang, kelainan ini juga bisa menyebabkan anak mengalami kesulutan makan, gangguan perkembangan berbicara dan infeksi teliga. Faktor resiko untuk kelainan ini adalah riwayat celah bibir atau celah langit- langit pada keluarga serta adanya kelaianan bawaan lainnya. Tanda dan gejala Gejala dari labiopalatoskizis, antara lain berupa pemisahan bibir, pemisahan langit- langit, pemisahan bibir dan langitlangit, distorsi hidung, infeksi telinga berulang, berat badan tidak bertambah, serta regurgitasi nasal ketika menyusu (air susu keluar dari lubang hidung). Diagnosa ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan fisik di daerah wajah. Labioskizis dapat terjadi dalam beberapa derajat malformasi, mulai dari takik ringan pada tepi bibir dikanan/ kiri garis tengah, hingga sumbing lengkap menjalar sampai kehidung. Terdapat variasi lanjutan yang melibatkan sumbing palatum. Labiopalatoskizis merupakan deformitas yang dibedakan menjadi 4 tingkatan/ derajat, yaitu derajat 1 (sumbing palatum mole), derajat 2 (sumbing palatum durum dan mole), derajat 3 (sumbing unilateral total), derajat 4 (sumbing bilateral total). Bayi yang mengalami labiopalatoskizis sering mengalami gangguan makan dan bicara. Regusgitasi makanan dapat menimbulkan masalah pernafasan, iritasi paru, infeksi pernafasan kronis. Pembedahan umum sebelum anak mulai berbicara, pembedahan ulang pada usia 15 bulan.

c.   Penanganan dan pengobatan

Pengobatan melibatkan beberapa disiplin ilmu, yaitu bedah plastic, ortodonis, terapi wicara dan lainnya. Tujuan pengobatan labioskizis, antara lain memulihkan struktur anatomi, mengoreksi cacat dan memungkinkan fungsi menelan, bernafas dan berbicara secara normal. Pembedahan untuk menutup celah bibir biasanya dilakukan pada saat bayi berusia 3- 6 bulan.

2.      Atresia Oesophagus

a.   Atresia esophagus adalah gangguan kontinuitas esophagus dengan atau tanpa hubungan dengan trachea atau esophagus (kerongkongan) yang tidak terbentuk secara sempurna. Variasi dari atresia esophagus ini antara lain bagian atas esophagus berakhir pada kantong buntu, bagian atas esophagus berakhir dalam trachea, serta bagian atas dan bawah esophagus berhubungan dengan trakhea setinggi karina (atresia esophagus dengan fistula). Kebanyakan bayi yang menderita atresia esophagus juga memiliki fistula trakeaesofagus (suatu hubungan abnormal antara kerongkongan dan trakea/ pipa udara).

 b.  Etiologi

Sebagian besar penyebabnya tidak diketahui dan kemungkinan terjadi secara multifactor. Faktor genetic yaitu syndrome trisomi 21, 13, dan 18 kemungkinan dapat meningkatkan kejadian atresia esophagus. Faktor lain secara sporadic dan rekurens pada saudara kandung (2%). Gejala Gejala atresia esophagus dapat dideteksi sejak masa prenatal, yaitu adanya gelembung perut (bubble stomach) pada USG kehamilan 18 minggu serta kejadian polihidramnion. Gejala yang terlihat pada jam- jam pertama kehidupan dan didiagnosis sebelum makanan pertama diberikan antara lain, hypersaliva dan saliva selalu mengalir dalam bentuk buih, setiap pemberian makan, bayi batuk dan ada sumbatan, sesak nafas dan sianosis, sukar member makan dan cenderung terjadi aspirasi pneumoni (2-3 hari setelah pemberian), pneumonitis akibat refluks cairan lambung melalui kantong bagian bawah, perut buncit karena udara masuk usus melalui fistula trakeaesofagus, bila dimasukkan kateter melalui mulut, kateter akan terbentur pada ujung esophagus dan melingkar- lingkar. Pemeriksaan diagnostic dapat pula dilakukan untuk menegakan diagnosis, dengan cara memasukan cateter radiopag/ larutan kontras lipiodol lewat hidung ke esophagus.

      c.   Penanganan dan pengobatan

1)      Posisikan bayi setengah duduk apabila atresia esophagus disertai fistula. Namun apabila stresia tanpa disertai fistula bayi diposisikan dengan kepala lebih rendah (trendelenburg) dan seringlah mengubah- ubah posisi

2)      Segera lakukan pemasangan kateter kedalam esophagus dan bila memungkinkan lakukan penghisapan terusmenerus

3)      Berikan perawatan seperti bayi normal lainnya, seperti pencegahan hipotermi, pemberian nutrisi adekuat secara parenteral  dll

4)      Rangsang bayi untuk menangis dan diberikan oksigen

5)      Lakukan informed consent dan informed choice kepada keluarga untuk melakukan rujukan pada pelayanan kesehatan lebih tinggi.

6)      Pembedahan pada kasus atresia esophagus berupa torakotomi kanan, yang bertujuan untuk memisahkan fistula tracheaesophagus, menutup trakea dan menyatukan dua segmen esophagus. Pembedahan ditunda apabila bayi dengan BBLR, pneumonia dan anomaly mayor lain. Penundaan dilakukan sampai usia bayi 6 bulan- 1 tahun. Prognosis bayi yang mengalami atresia esophagus tergantung kondisi bayi baru lahir, beratnya disfungsi pulmonal dan adanya kelainan kongengital lain.

3.      Atresia rekti dan anus

a.       Atresia anus (anus imperforatus)

adalah suatu keadaan dimana lubang anus tidak terbentuk. Kebanyakan bayi yang menderita atresia anus juga memiliki fistula (hubungan abnormal) antara anus dengan uretra, perineum maupun kandung kemih. Atresia anus adalah kelainan tanpa anus/ dengan anus tidak sempurna akibat kegagalan penurunan septum anorektal pada masa embrional, termasuk agenesis ani agenesis rekti da atresia ani.

b.      Etiologi

Atresia anus adalah suatu kelainan bawaan. Keadaan ini terjadi akibat ketidaksempurnaan proses pemisahan septum anorektal. Insiden dari atresia anus ini adalah 1: 5000 kelahiran, serta merupakan penyakit tersering dari syndrome VACTERL, yaitu kumpulan dari beberapa kelainan meliputi vertebral defect, anorectal malformation, cardiovascular defect, trakeaesofagel defect, renal anomaly, serta limbs defect. Klasifikasi Menurut Melbourne, atresia anus dibedakan menjadi tiga, yaitu atresia anus letak tinggi, yaitu rectum berakhir di atas m. levator ani (m. pubokoksigeus); atresia anus letak intermediet, yaitu rectum berakhir di m. levator ani; serta atresia anus letak rendah, yaitu rectum berakhir di bawah m. levator ani.

c.       Gejala

1)      Selama 24- 48 jam pertama kelahiran, bayi menglami muntah- muntah dan tidak ada defekasi mekonium. Bayi cepat kembung 4- 8 jam setelah lahir

2)      Perut kembung baru kemudian disususl muntah

3)      Tampak gambaran gerak usus dan bising usus meningkat (hyperperistaltik) pada auskultasi

4)      Tidak ada lubang anus

5)      Invertogram dilakukan setelah bayi berusia 12 jam untuk menentukan tingginya atresia.

6)      Terkadang tampak ileus obstruktif

7)      Dapat terjadi fistula, bila terjadi fistula tinja keluar dari vagina atau uretra. Pada bayi perempuan sering terjadi fistula rektovaginal, dan pada laki- laki sering terjadi fistula rektourinal. Untuk mengetahui kelainan pada bayi baru lahir dengan tidak keluarnya mekoneum dalam 24 jam sesudah lahir. Diagnosis Pemeriksaan penunjang dilakukan dengan pemeriksaan radiologis.

4.      Hirschprung (megakolon kongengital)

a.       Hirschprung (megakolon kongengital)

Merupakan keadaan tidak ada atau kecilnya sel saraf ganglion parasimpatik   pada fleksus meinterikus dari kolon ditalis sehingga peristaltic pada daerah yang terkena tidak ada. Bagian yang terkena biaanya kecil dan diatasnya mengalami hipertropi dan dilatasi, Ulserasi mukosa pada nenatus dapat ditemukan, Menimbulkan distensi dan obstruksi abdomen.

b.      Patofisiologis

       Terjadi karena permasalahan pada persyarafan usus besar paling bawah, mulai dari anus hingga usus diatasnya. Syaraf yang berguna untuk membuat usus bergerak melebar menyempit biasanya tidak ada sama sekali atau kalaupun asa sedikit sekali. Kelaianan ini akan menbuat BAB bayi tidak normal, bahkan cenderun sembelit terus- menerus. Hal ini karena tidak adanya syarafyang mendorong kotoran keluar dari anus. Kotoran akan menumpuk di bagian bawah, sehingga menyebabkan pembesarn pada ususdan juga kotoran menjadi keras sehingga bayi tidak dapat BAB. Biasanya bayi akan bisa BAB karena adanya tekanan dari makanan setelah daya tamping diusus penuh. Keadaan ini tidak baik bagi usus si bayi. Penumpukan kotoran yang berminggu- minggu mungkin akan menimbulkan pembusukan yang lama kelamaann menyebabkan adanya radang usus bahkan mungkin kanker usus. Kadang- kadang karena parahnya radang usus tanpa disadari bayi akan mengeluarkan cairan dari lubang anus dang sangat berbau. Kotoran penderita ini biasanya berwarna gelap bahkan hitam. Biasanya apabila usus besar sudah terlalu besar, maka kotorannya pun akan besar sekali, mungkin melebihi orang dewasa.

c.       Klasifikasi

Berdasarkan panjang segmen yang terkena:

1)      Penyakit hirschprung segmen pendek : Segmen aganglionsis mulai dari anus s/d sigmoid.

2)      Penyakit hirschprung segmen panjang : Daerah aganglionsis dapat melebihi sigmoid ke seluruh kolon ke usus halus.

d.      Tanda dan gejala

1)      Tidak ada mekonium sampai 3 hari

2)      Abdoment kembung dan terlihat besar

3)      Adanya peristaltic dan bising usus yang nyata

4)      Obstruksi berlanjut terdapat muntah yang bersemu empedu

5)      Diare berganti- ganti dengan konstipasi (tidak umum)

6)      Flatusnya sangat berbau busuk

7)      Komplikasi enterokolitis anak menyebabkan feses besar mengandung darah dan sangat berbau.

e.       Diagnosis

1)      Dilakukan pemeriksaan barium enema melalui anus. Pemeriksaanin akan memperlihatkan sejauh mana penyempitan usus terjadi dan seberapa panjang kerusakan usus yang terjadi.

2)      Untuk mengetahui gejala awal hirscprung dengan colok anus dengan jari, jika jari merasakan jepitan dan pada waktu ditarik akan diikuti keluarnya udara dan mekoneum yang menyemprot.

3)      Melakukan pemeriksaan radiologi (foto polos abdomen)

4)      Biopsi isap mukosa dan submukosa

5)      Pemeriksaan enzim asetilkolin esterase

6)      Biopsi otot rectal

7)      Biopsi usus

f.       Manifestasi klinik Pada BBL (minggu pertama kelahiran)

1)      Mekonium (-) pada 24 jam pertama

2)      Muntah berwarna hijau

3)      Distensi abnormal

4)      Konstipasi

5)      Diare

6)      Anoreksia Pada anak yang lebih besar

7)      Ada riwayat obstipasi

8)      Distensi abdomen yang progresif

9)      Dinding abdomen yang tipis sehingga vena permukaan terlihat

10)  Peristaltic bisa diamati

11)  Konstipasi

12)  Feses seperti pita atau cairan

13)  Anak gagal untuk tumbuh karena kehilangan lemak subkutan seperti anak malnutrisi

f.       Penatalaksanaan

      Bagian usus yang tidak ada persyarafan harus dibuang lewat pembedahan atau operasi, pembedahan kasus ini dilakukan 2 kali. Pertama usus yang tidak ada persyarafan dibuang. Kedua, jika usus dapat ditarik kebawah, langsung disambung ke dalam anus. Kalau belum bisa ditarik, maka dilakukan operasi kolostomi. Bila ususnya sudah cukup panjang dapat dioperasi kembali untuk diturunkan dan disambung langsung ke anus. Namun terkadang proses ini cukup memakan waktu lebih dari 3 bulan, bahkan mungkin hingga 6- 12 bulan. Setelah dioperasi biasanya BAB bayi akan normal, kecuali pada kasus yang parah seperti perforasi. · Asuhan pada bayi preoperasi adalah tindakan kolostomi dengan aau tanpa pembilasan garam fisiologis, konseling pada orang tua (psikososial family status), perbaikan keadaan umum, pencegahan obstipasi dengan cara spuling setiap hari, pemberian diit TKTP, serta pencegahan infeksi.

5.      Obstruksi dan atresia Biliaris

a.       Obstruksi biliaris

Adalah tersumbatnya saluran empedu sehingga cairan empedu tidak dapat mengalir kedalam usus dan akhirnya dikeluarkan dalam feses sebagai sterkobilin. Etiologi Etiologi dari obstruksi biliaris adalah saluran empedu belum terbentuk sempurna, sehingga tersumbat pada saat amnion tertelan masuk.

b.      Gejala

1)   Ikerus pada akhir minggu pertama

2)   Feses putih agak keabu- abuan dan liat seperti dempul

3)   Warna urin lebih tua karena mengandung urbilinogen.

c.       Pemeriksaan diagnostik

Dengan pemeriksaan radiologic dan kadar bilirubin darah Penatalaksanaan Penanganan pada kasus obstruksi biliaris adalah operasi. Asuhan pada bayi sebelum menjalani opeasi adalah perbaikan keadaan umum, menghindari infeksi, memberikn konseling pada orang tua, serta informed consent dan informed choice untuk tindakan operasi.

6.      Atresia biliaris

a.       Atresia biliaris

Adalah suatu keadaan dimana saluran empedu tidak terbentuk atau tidak berkembang secara normal. Fungsi dari system empedu adalah membuang limbah metabolic dari hati dan mengangkut garam empedu yang diperlukan untuk mencerna lemak didalam usus halus.

b.      Etiologi

Pada atresia bilier terjadi penyumbatan aliran empedu dari hati ke kantung empedu. Hal ini dapat menyebabkan kerusakan hati dan sirosis hati, yang jika tidak diobati akan berakibat fatal. Atresia bilier terjadi karena adanya perkembangan abnormal dari saluran empedu di dalam maupun diluar hati. Tetapi penyebab terjadinya gangguan perkembangan saluran empedu ini tidak diketahui. Atresia bilier ditemukan pada 1 dari 15000 kelahiran.

c.       Gejala

Timbul dalam waktu 2 minggu setelah lahir berupa air kemih bewarna gelap, tinja bewarna pucat, kulit bewarna kuning, berat badan idak bertambah atau penambahan berat badan berlangsung lambat, hati membesar. Pada usia 2- 3 bulan akan timbul gejala gangguan pertumbuhan, gatal- gatal, rewel, tekanan darah tinggi pada vena porta (pembuluh darah yang mengangkut darah dari lambung, usus dan limpa ke hati)

d.      Diagnosa

Ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Pada pemeriksaan perut, hati teraba membesar. Pemeriksaan yang biasa dilakukan adalah pemeriksaan darah (terdapat peningkatan kadar bilirubin), USG perut, rontegen perut (hati tampak membesar), kolangiogram, biopsy hati, sera laparotomi (biasanya dilakukan sebelum bayi 2 bulan)

e.       Penatalaksanaan

Prosedur pengobatan atresia bilier yang terbaik adalah mengganti saluran empedu dan mengalirkan cairan empedu ke usus. Prosedur ini hanya mungkin dilakukan pada 5- 10 % penderita. Untuk melompati atresia bilier dan langsung menghubungkan hati dan usus halus, dilakukan pembedahan yang disebut prosedur kasai. Pembedahan akan berhasil jika dilakukan sebelum bayi berusia 8 minggu. Biasanya pembedahan ini hanya merupakan pengobatan sementara dan pada akhirnya perlu dilakukan pencangkokan hati.

7.      Omfalokel

a.       Omfalokel

Adalah penonjolan dari usus atau isi perut lainnya melalui akar pusar yang hanya dilapisi oleh peritoneum (selaput perut) dan tidak dilapisi oleh kulit. Usus terlihat dari luar melalui selaput peritoneum yang tipis dan transparan (tembus pandang). Omfalokel terjadi 1 dari 5000 kelahiran bayi.

b.      Etiologi

Pada 20- 40 % bayi yang menderita omfalokel, kelainan ini disertai oleh kelainan bawaan lainnya, seperti kelainan kromosom, hernia diagfrahmatika, dan kelainan jantung. Gejala Banyaknya usus dan organ perut lainnya yang menonjol pada omfalokel bervariasi, tergantung kepada besarnya lubang di pusar. Jika lubangnya kecil, mungkin hanya usus yang menonjol. Jika lubangnya besar, hati juga bisa menonjol melalui lubang tersebut.

c.       Diagnosis

Omfalokel ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan fisik, dimana isi perut terlihat dari luar melalui selaput peritoneum. Pengobatan Agar tidak terjadi cedera pada usus dan infeksi perut, segera dilakukan pembedahan untuk menutup omfalokel.

D.    Neonatus Dengan penyulit resiko tinggi

  1. (BBLR) Bayi berat badan lahir rendah

(BBLR) merupakan salah satu komplikasi pada bayi yang bila tidak ditangani secara benar dapat menyebabkan kematian. Penyebab dari bayi yang lahir dengan berat badan rendah hingga saat ini belum diketahui namun dari banyak kasus penyakit ibu, aktivitas ibu, dan status soaial ibu termasuk komplikasi pada saat hamil berhubungan dengan kejadian BBLR. Berat badan lahir rendah adalah Bayi baru lahir dengan berat badan lahir kurang dari 2500 gram. Menurut beratnya dibedakan menjadi : - Bayi berat lahir rendah (BBLR) berat lahir 1500 - 2500 gram - Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) berat lahir 1000 - 1500 gram - Bayi berat lahir ekstrem rendah (BBLER) berat lahir < 1000 gram. Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu yang pertama Bayi Prematur (SMK), dalam hal ini terdapat derajat prematuritas, menurut Usher digolongkan menjadi 3 kelompok : Bayi sangat prematur (extremely premature): 24-30 minggu, Bayi prematur sedang (moderately premature) 31-36 minggu, Bordeline premature : 37-38 minggu. Bayi ini mempunyai sifat premature dan yang kedua mature, Bayi Kecil untuk Masa Kehamilan (KMK).

  1. Ikterus

a.       Ikterus

adalah menguningnya sklera, kulit atau jaringan lain akibat penimbunan bilirubin dalam tubuh atau akumulasi bilirubin dalam darah lebih dari 5 mg/dl dalam 24 jam, yang menandakan terjadinya gangguan fungsional dari hepar, sistem biliary atau sistem haematologi. Ikterus dapat terjadi baik karena peningkatan bilirubin indirek (unconjugated) dan direk (conjugated). Ikterus fisiologis. Dalam keadaan normal kadar bilirubin indirek dalam serum tali pusat adalah 1-3 mg/dl dan akan meningkat dengan kecepatan kurang 5 mg/dl/24 jam, dengan demikian ikterus baru terlihat pada hari ke 2-3, biasanya mencapai puncak antara hari ke 2-4, dengan kadar 5-6 mg/dl untuk selanjutnya menurun sampai kadar 5-6 mg/dl untuk selanjutnya menurun sampai kadarnya lebih rendah dari 2 mg/dl antara hari ke 5-7 kehidupan. Hiperbilirubin patologis. Makna hiperbilirubinemia terletak pada insiden kernikterus yang tinggi, berhubungan dengan kadar bilirubin bebas yang lebih dari 18-20 mg/dl pada bayi aterm. Pada bayi dengan berat badan lahir rendah akan memperlihatkan kernikterus pada kadar yang lebih rendah (10-15mg/dl).

b.      Perdarahan tali pusat

Perdarahan tali pusat dapat disebabkan oleh trauma, ikatan tali pusat yang longgar, atau kejanggalan pembentukan thrombus yang normal. Kemungkinan lain sebab perdarahan adalah penyakit perdarahan pada neonatus dan infeksi lokal maupun sistemik. Tali pusat harus diawasi terus menerus pada hari-hari pertama agar perdarahan yang terjadi dapat di tanggulangi secepatnya. Perdarahan tali pusat dapat disebabkan oleh robekan umbilikus. Komplikasi persalinan ini masih dijumpai akibat masih terjadinya partus presipitatus dan tarikan berlebih pada lilitan atau pendeknya tali pusat pada partus normal.

c.       Asfiksia Neonatorum

Asfiksia atau mati lemas Adalah suatu keadaan berupa berkurangnya kadar oksigen (O2) dan berlebihnya kadar karbon dioksida (CO2) secara bersamaan dalam darah dan jaringan tubuh akibat gangguan pertukaran antara oksigen (udara) dalam alveoli paru-paru dengan karbon dioksida dalam darah kapiler paru-paru. Kekurangan oksigen disebut hipoksia dan kelebihan karbon dioksida disebut hiperkapnia. Asfiksia berarti hipoksia yang progresif karena gangguan pertukaran gas serta transport O2 dari ibu ke janin sehingga terdapat gangguan dalam persediaan O2 dan kesulitan mengeluarkan CO2, saat janin di uterus hipoksia. . Apgar skor yang rendah sebagai manifestasi hipoksia berat pada bayi saat lahir akan memperlihatkan angka kematian yang tinggi. Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. ( Sarwono, 2007) Asfiksia neonartum ialah suatu keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini oleh karena hipoksia janin intra uterin dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul di dalam kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir.

d.      Sindrom Gangguan Nafas Sindrome gawat nafas / respiratory distress Syindrome (RDS)

adalah Suatu penyakit paru-paru pada bayi baru lahir , terutama pada bayi premature, dimana suatu membran yang tersusun atas protein dan sel-sel mati melapisi alveoli (kantung udara tipis dalam paru-paru) sehingga membuat kesulitan untuk terjadinya pertukaran gas. Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebut Hyaline Membrane Disease (HMD), merupakan syndrome gawat nafas yang disebabkan defisiensi surfaktan terutama pada bayi yang lahir dengan masa gestasi kurang. Respiratory Distress Syndrome (RDS), didapatkan sekitar 5-10% kurang bulan, 50% pada bayi dengan berat 501- 1500 gram. Angka kejadian berhubungan dengan umur gestasi dan berat badan.

 

E.     Masalah Yang Lazim Terjadi

1.      Bercak mongol

a.       Definisi

Bercak mongol adalah pigmentasi yang datar dan berwarna gelap di daerah pinggang bawah dan bokong yang ditemukan saat lahir pada beberapa bayi. Bercak ini akan hilang secara perlahan selama tahun pertama dan tahun kedua kehidupan. Bercak mongol juga dikenal sebagai lesi makula biru/ hitam/ cokelat/ abu-abu tua yang memiliki batasan beragam.

b.      Etiologi

Terletak dalam didalam dermis. Corak aneh ini dari makula disebabkan oleh lokasi dermal melanin berisi melanosit yang diperkirakan terperangkap saat migrasinya dari celah neural ke epidermis Secara fisiologis bercak mongol terdiri dari sel-sel pigmen berbentuk kumparan Bercak mongol bisa dibilang adalah tanda lahir, kemunculan tanda lahir disebabkan ada hal-hal tertentu yang terjadi dalam proses jalan lahir semisal trauma lahir atau terjadi pembuluh darah melebar. secara etiologi ada yang bilang terkait dengan faktor keturunan tetapi tidak setiap anak punya bercak mongol. Jika terjadi pada saat dewasa itu bukan bercak mongol.

c.       Tanda dan gejala

1)      Bercak mongol ini berwarna biru atau abu-abu seperti batu tulis. Mirip tanda lebam.

2)      Bercak dapat muncul dibagian bokong, bawah bokong, genitalia, punggung, tungkai ataupun pundak dan dapat meluas bercaknya itu.

3)      Bercak mongol dapat memudar dengan berjalannya waktu.

4)      Bercak ini rata-rata agak samar sedikit sedikit setelah menginjak usia 2 tahun dan sebagian besar sudah hilang sama sekali diusia kelima, kadang juga ada yang sampai puber.

5)      Hanya kurang dari 5% anak yang tanda lahirnya bertahan sampai usia dewasa.

d.      Komplikasi

Berbahaya atau tidaknya bercak mongol harus dilihat dulu dari perkembangan tanda lahir ini misalnya ada tanda kemerahan. Bila karena jalan lahir, biasanya sehari juga akan hilang tetapi kalau setelah seminggu masih tetap ada maka harus dipantau lagi perkembangannya. “umumnya tanda lahir ini tidak membahayakan” juga tidak ada kaitannya dengan penyakit kulit jikapun ada yang bisa menjadi kanker biasanya berupa tahi lalat yang membesar tapi untuk menentukan kanker tidaknya harus dilakukan biopsi lebih dulu.

2.      Hemangioma

a.       Definisi

tumor jinak pembuluh darah yang ditandai dengan pertumbuhan pembuluh darah yang cepat.tumor ini dapat terjadi di seluruh bagian tubuh yang mempunyai pembuluh darah. Hemangioma Hemangioma (tanda lahir) umumnya tidak membahayakan dan tidak ada kaitannya dengan penyakit kulit. Namun tidak menutup kemungkinan dapat menjadi kanker sehingga perlu dilakukan biopsi untuk menentukan apakah hemangioma mengarah pada neoplasma jinak atau tidak. Tanda lahir dapat muncul dalam berbagai bentuk, warna, dan tekstur.

Ada dua tipe hemangioma kutan pada kelopak mata atas neonatus

1)      Hemangioma telangiektaksi datar atau tipis (flat telangietatic hemangiomas) atau port wine sains of neves flameus

2)      Angioma yang menonjol (raised angiomas) yang berupa kapiler, kaverna, atau campuran. Terapi hemangioma , Umumnya hemangioma akan sembuh spontan, akan menghilang sendiri, tidak menimbulkan gangguan dan tidak perlu pengobatan.

b.      Pengobatan

yang dapat dilakukan adalah bedah laser terutama untuk hemangioma yang letak nya dengan permukaan kulit, kortikosteroid sistemik bila mengganggu alat vital, interferon alfa bila kotikosteroid tidak berhasil, bedah beku dengan nitrogen cair atau bedah eksisi, Bedah laser yaitu untuk mengurangi pendarahan mengingat jika dilakukan operasi akan menimbulkan pendarahan, maka jika dilakukan operasi maka sebelumnya dilakukan embolisi, Obat-obat steroid oral bisa menjadi pilihan dengan dosis diturunkan bertahap, atau menyuntikan steroid intralesi yang harus dilakukan berhati-hati pada organ-organ sensitive seperti sekitar mata. Terapi yang tergolong baru adalah dengan interferon alfa-2-a atau pulsed dye laser. Apabila terdapat protosis atau fiksasi bola mata yang berat tumor tampak membesar, maka dapat dicoba dengan pemberian prednisone 2-3 mg/kg BB/hari selama 10-14 hari. Bila hemangioma tampak menipis atau menghilang, dosis prednisone diturunkan secara bertahap sampai dosis serendahrendahnya.

c.       Komplikasi utama adalah:

1)      Trombositopenia : yang diakibatkan oleh terperangkapnya trombosit didalam lesi (sindrom kasabach- merritt)

2)      Obstruksi jalan nafas ( hemangioma kepala dan leher sering berkaitan dengan hemangioma sublotis)

3)      Obstruksi visual (dengan akibat ambliovia)

4)      Dekompensasi jantung (gagal jantung out put tinggi) pada keadaan ini pengobatan terpilih adalah prednisone.

3.      Ikterus

a.       Ikterus adalah diskolorisasi kuning kulit atau organ lain akibat penumpukan bilirubin. Pada sebagian besar neonatus, ikterus akan ditemukan dalam minggu pertama kehidupannya, dapat berupa suatu gejala fisiologis dan dapat merupakan manifestasi bukan penyakit atau keadaan patologis. misalnya, pada inkompatibilitas Rhesus dan ABO, sepsis, penyumbatan saluran empedu, dan sebagainya. Ikterus pada bayi baru lahir timbul jika kadar bilirubin serum ≥7 mg/dl. Jenis ikterus:

1)      Ikterus fisiologis, adalah warna kuning pada kulit dan mata karena peningkatan bilirubin darah yang terjadi setelah usia 24 jam kelahiran. Ditandai dengan timbulnya pada hari kedua dan ketiga, kadar bilirubin indirek sesudah 2×24 jam <15 mg% pada neonatus cukup bulan dan <10 mg% pada neonatus kurang bulan, serta tidak mempunyai dasar patologis.

2)      Ikterus patologis, ialah ikterus yang mempunyai dasar patologis. Kadar bilirubinnya mencapai nilai hiperbilirubinemia.

b.      Tindakan pencegahan

1)      Cari sebab-sebabnya. Jika terjadi karena patologis, harus diteliti oleh dokter lebih lanjut.

2)      Ibu dianjurkan menyusui ASI sedini mungkin

3)      Perhatikan dan tandai kapan munculnya kuning, Jika sudah menjumpai hal-hal mencurigakan seperti ini, "Segera bawa ke dokter"!

4)      Jangan memberi sembarang obat-obatan pada bayi.

5)      Hindarkan bayi dari infeksi.

6)      Jangan biarkan bayi "puasa" terlalu lama. Berikan cairan tiap3- 4jam.

4.      Muntah

a.       Definisi

Muntah adalah keluarnya kembali sebagian besar atau seluruh isi lambung yang terjadi setelah agak lama makanan masuk ke dalam lambung.

b.      Etiologi

1)      Isi lambung terlalu penuh

2)      Adanya infeksi pada saluran pencernaan

3)      Adanya kelainan pada saluran pencernaan

4)      Tekanan intrakranial yang meninggi. Penggolan menurut derajatnya Muntah ringan Muntah sedang Muntah berat.

c.       Pengobatan  

1)      Pertolongan pada bayi muntah ringan dan sedang.

a)      Mengobati penyebab utamanya

b)      Posisi tidur bayi/ anak sebaiknya miring jangan terlentang supaya bila muntah tidak terjadi aspirasi.

c)      kurangi pemberian makanan berbentuk cair.

2)      Pertolongan pada bayi muntah berat

a)      Obati penyebab utamanya

b)      Bayi/ anak dipuasakan, berikan IVFD, glukosa, NaCl, 3A Pertolongan pada bayi muntah karena kelainan bedah

c)      Mengobati penyebab utamanya

d)     Bayi/ anak dipuasakan - Berikan IVFD, glukosa, NaCL, dan BicNat - Di rujuk ke RS..

d.      Askeb pada anak yang muntah

1)      Anamnesis tentang waktu terjadinya muntah, sifat muntah (misalnya proyektil atau tidak), warna, dan bahan yang keluar.

2)      Pola makan anak, makanan yang di makan, serta adanya alergi susu atau makanan tertentu.

3)      Riwayat penyakit dan kemungkinan penyakit yang menyertainya, seperti obstruksi usus halus, stenosis pilorus, atau gangguan lainnya.

4)      Bayi dengan tanda tanda dehidrasi bila muntahnya menghebat.

5)      Hubungan anak dengan orang tua. Pada kondisi tertentu, faktor psikologis bisa merupakan faktor pencetus muntah.

6)      Pemeriksaan penunjang. Apabila muntah terjadi terus menerus, maka di perlukan pemeriksaan USG abdomen dan radiologis. Hal tersebut di maksudkan untuk memastikan letak gangguan / kelainan.

e.       Komplikasi

1)      Kehilangan cairan tubuh dan elektrolit, sehingga dapat menimbulkan dehidrasi dan alkalosis.

2)      Bila muntah sering dan hebat, akan timbul ketegangan otot dinding perut,

3)      Perdarahan konjungtiva, rupture esofagus, infeksi medialis, aspirasi muntah dengan akibat aspirasi pneumonia dan atelektasis, jahitan dapat lepas pada pasien pasca oprasi dan timbul perdarahan.

5.      Gumoh

a.       Definisi

Keluarnya kembali susu yang telah ditelan ketika atau beberapa saat setelah minum susu dan jumlahnya hanya sedikit. Penyebabnya adalah bayi sudah kenyang, posisi bayi saat menyusui, posisi botol, atau terburu-buru/tergesa-gesa.

b.      Perencanaan

1)        Perbaiki teknik menyusui. Cara menyusui yang benar adalah mulut bayi menempel pada sebagian areoladan dagu menempel pada payudara ibu.

2)        Apabila menggunakan botol, perbaiki cara meminumnya. Posisi botol dan dot harus masuk seluruhnya kedalam mulut bayi.

3)        Sendawakan bayi setelah minum. Bayi yang selesai minum jangan langsung di tidurkan, tetapi perlu disendawakan terlebih dahulu. Sendawa dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

4)        Bayi di gendong agak tinggi (posisi berdiri) dengan bersandar pundak ibu. Kemudian, punggung bayi di tepuk perlahan lahan sampai terdengar suara sendawa.

5)        Menelungkupkan bayi dipangkuan ibu, lalu usap / tepuk punggung bayi sampai terdengar suara bersendawa.

6.      Oral trush

a.       Definisi

Penyakit yang disebabkan oleh jamur yang menyerang selaput lendir mulut. Oral trush adalah adanya bercak putih pada lidah, langit-langit, dan pipi bagian dalam. Pada umumnya disebabkan oleh Candida albicans.

b.      Macam-macam Oral trush

1)  Luka pada sudut mulut (keilitis angularis)

2)   Lidah putih (White Coeted Tongue)

3)   Guam (Thrush)

c.       Bahaya

1) Iritasi pada mulut bayi

2) Gangguan Penghisapan untuk bayi pada saat diberi ASI

3) Timbul mual pada bayi sehingga akan mengakibatkan gumoh pada bayi

d.      Penularan Oral Thrush

1) dapat terjadi akibat Koloni candida albicans yang di bawa bayi ketika melalui jalan lahir

2)  Didapat di tempat perawatan, misalnya : ditularkan melalui dot, tangan para petugas yang mengandung candida albicans. Penyakit merupakan endemis di tempat perawatan bayi baru lahir.

e.       Keluhan

Keluhan yang biasa dialami ketika bayi menderita sariawan atau oral thrush adalah sering mengeluarkan air liur serta rasa sakit dalam mulut yang menyebabkan bayi tidak mau menghisap putting susu karena rasa sakitnya.

f.       Penanganan

1)  Lakukan pemeriksaan untuk membedakan antara Trush dan bercak putih karena sisa susu

2)  Perawatan mulut bayi

3)  Menjaga kebersihan bayi dan peralatan yang digunakan

4)  Mencuci tangan sebelum dan sesudah merawat bayi

5)  Mengobati ibu yang terinfeksi Candida Alibicans, peringatan Jangan mencoba mengeruk bagian putih di lidah dan mulut bayi karena dapat menimbulkan nyeri dan perdarahan

7.      Ruam popok ( diaper rush )

a.       Ruam popok (diaper rush) merupakan akibat karena kontak terusmenerus dengan keadaan lingkungan yang tidak baik. Warna merah menyeluruh atau ruam atau keduanya pada bokong bayi dari feses. Ruam ini merupakan reaksi kulit dari amoniak dalam urine dan kombinasi bakteri dengan benda-benda sekitar anus. (Wahyuni, 2011).

b.      Gejala ruam popok ( diaper rush )

1.      Pada tahap dini, ruam tersebut berupa kemerahan di kulit pada daerah popok yang sifatnya terbatas disertai lecet-lecet ringan atau luka pada kulit.

2.      Pada derajat sedang berupa kemerahan dengan atau tanpa adanya bintil-bintil yang tersusun seperti satelit, disertai dengan lecet-lecet pada permukaan luas. Biasanya disertai rasa nyeri dan tidak nyaman.

3.      Pada kondisi yang parah ditemukan kemerahan yang disertai bintil-bintil, bernanah dan meliputi daerah kulit yang luas. l Bayi atau anak dengan kelainan itu dapat menjadi rewel akibat adanya rasa nyeri, terutama pada waktu buang air kecil atau besar.

 

c.       Etiologi

1)      Pada tahap dini, ruam tersebut berupa kemerahan di kulit pada daerah popok yang sifatnya terbatas disertai lecet-lecet ringan atau luka pada kulit.

2)      Pada derajat sedang berupa kemerahan dengan atau tanpa adanya bintil-bintil yang tersusun seperti satelit, disertai dengan lecet-lecet pada permukaan luas. Biasanya disertai rasa nyeri dan tidak nyaman.

3)      Pada kondisi yang parah ditemukan kemerahan yang disertai bintil-bintil, bernanah dan meliputi daerah kulit yang luas.

4)      Bayi atau anak dengan kelainan itu dapat menjadi rewel akibat adanya rasa nyeri, terutama pada waktu buang air kecil atau besar.

5)      Kulit bayi terpapar cukup lama dengan urin atau kotoran yang mengandung bahan amonia.

6)      Kulitnya terpapar dengan bahan kimia, sabun atau deterjen yang ada dalam diaper. Diaper yang terbuat dari bahan plastik atau karet dapat menyebabkan iritasi pada kulit bayi.

7)      Diare.

8)      Infeksi jamur.

9)      Susu formula memungkinkan bayi mengalami ruam popok lebih besar ketimbang ASI. Ini karena komposisi bahan kimia yang ada di urin atau kotorannya beda.

10)  Punya riwayat alergi.

d.      Pencegahan

1)        Bila menggunakan popok kain, sebaiknya dari bahan katun yang lembut.

2)        Jangan terlalu ketat memakakan diaper, agar kulit bayi tidak tergesek.

3)        Perhatikan daya tampung diaper. Bila sudah menggelembung atau menggantung,  segera ganti dengan yang baru.

4)        Hindari pemakaian diaper yang terlalu sering (bahkan saat bepergian).

5)        Jangan ada sisa urine/kotoran saat membersihkan bayi, karena kulit yang tidak bersih sangat mudah mengalami ruam popok.

6)        Jangan menggunakan sabun bila kulit bayi yang tertutup diaper merah dan kasar.

 

F.     Masalah-masalah tumbuh kembang

1.      Obesitas

a.       Obesitas

Sering terjadi dan mengganggu anak dan orang tua, Kecendrungan mendapat penambahan berat badan yang lebih saat bayi, batita atau selama usia sekolah, Susunan makanan mungkin seimbang, Kuantitas melebihi kebutuhan tubuh

b.      Anak obesitas:

1)      Memiliki sifat rakus, menyimpan kalori yang berlebihan, sebagian besar dari karbohidrat.

2)      Hampir selalu tinggi untuk usianya, Obesitas yang dikombinasi dengan TB yang pendek mengesankan adanya penyakit yang mendasari.

c.       Penyebab obesitas

Masukan energi yang melebihi kebutuhan tubuh pada bayi: Masukan energi yang melebihi kebutuhan tubuh pada bayi:

1)      Bayi yang minum susu botol

2)      Kebiasaan memberikan makanan atau minuman pada anak setiap kali menangis

3)      Pemberian makanan tinggi kalori pada usia dini

d.      Diagnosis obesitas

1)      Hitung IMT

2)      Anamnesis

a)      keluarga  Identifikasi obesitas pada keluarga

b)      Evaluasi penyulit

 

3)      Diet

a)      Siapa yang memberikan makanan

b)      Jenis makanan

c)      Pola makan

4)      Aktivitas

a)      Identifikasi hambatan beraktifitas

b)      Waktu bermain dan istirahat, Gejala lain Komplikasi yang menyertai obesitas

e.       Dampak obesitas

1)      Hiperlipidemia (tingginya kadar kolesterol dan lemak dalam darah

2)      Gangguan pernafasan

3)      Komplikasi ortopedik (tulang)

f.       Penanganan obesitas

1)         Menurunkan berat badan sangat disarankan dengan kolaborasi anak dan keluarga.

a)      Pola makanan anak tetap seimbang

b)      Cemilan anak diganti menjadi buah

c)      Diet kalori terbatas

d)     Dorongan untuk banyak bergerak (30-60 menit dlm sehari)

e)      Besarnya dukungan moral

f)       Obat-obtan dihindari

g)      Hindari makanan cepat saji

2)         Diet untuk bayi

a)      Terapi tujuan memperlambat kecepatan kenaikan berat badan

b)      Kebutuhan normal 110 kkal/kgBB/hari utk bayi < 6 bulan, Kebutuhan normal 90 kkal/kgBB/hari utk bayi > 6 bulan

c)      Susu botol dikurangi dengan diselingi memberikan air tawar

d)     Bayi jangan digending saja

e)      ASI sampai 2 tahun

 

 

 

2.      Marasmus

a.       pengertian marasmus

Marasmus adalah salah satu bentuk kekurangan gizi yang disebabkan karena tubuh kekurangan protein dan kalori. penyakit ini banyak ditemukan pada anak berusia 0-2 tahun. Marasmus akan membuat tubuh menjadi lebih kurus, berat badan yang sangat kurang dan tidak bisa beraktivitas dengan normal. Marasmus adalah bentuk MEP (malnutrisi energi protein) berat akibat protein dan energi (kalori) yang tidak adekuat dalam diet.

Marasmus terjadi karena energi yang tidak cukup. Pada penderita yang menderita marasmus, pertumbuhannya akan berkurang atau terhenti, sering terbangun pada waktu malam, mengalami konstipasi atau diare. Diare pada penderita marasmus akan terlihat berupa bercak hijau tua yang terdiri dari sedikit lendir dan sedikit tinja. Gangguan pada kulit adalah turgor kulit akan menghilang dan penderita terlihat keriput. Apabila gejala bertambah berat, lemak pada bagian pipi akan menghilang dan penderita terlihat seperti wajah seorang tua. Vena superfisialis akan terlihat jelas, ubun-ubun besar cekung, tulang pipi dan dagu menonjol dan mata tampak besar dan dalam. Perut tampak membuncit atau cekung dengan gambaran usus yang jelas dan tampak atrop.

b.      Tanda dan gejala marasmus (pusdatin kemenkes RI, 2015), adalah sebagai berikut :

1)      Ukuran kepala tidak sebanding dengan ukuran tubuh

2)      kulit menjadi kering dan bersisik

3)      Tampak sangat kurus, hingga seperti tulang terbungkus kulit. berat badan normal sesuai usianya

4)      Wajah seperti orang tua (old man face)

5)      Cengeng, rewel

6)      Kulit keriput, jaringan lemak subkutan sangat sedikit

7)      Bentuk perut cekung

8)      Sering disertai diare kronik (terus-menerus)

9)      rambut tipis dan mudah rontok

10)  Mudah terkena infeksi.

3.      Kwashiorkor

a.       pengertian kwashiorkor

Kwashiorkor adalah bentuk MEP (Malnutrisi Energi Protein) yang terjadi ketika anak disapih/dengan diet rendah protein, tetapi jumlah energi dari sumber energi karbohidrat memadai. Kwashiorkor lebih banyak terdapat pada usia 1-3 tahun yang sering terjadi pada anak yang terlambat menyapih sehingga komposisi gizi makanan tidak seimbang terutama dalam hal protein.

Kwashiorkor merupakan penyakit akibat kekurangan gizi pada bayi dan balita yang disebabkan kekurangan protein akut. Penyakit ini memang mirip seperti marasmus, namun pada penderita kwashiorkor terdapat edema pada bagian kaki. Penyakit ini memang pada awalnya dideteksi karena kekurangan protein tapi sebenarnya penyakit ini juga disebabkan karena kekurangan vitamin dan mineral. Penderita rentan terkena berbagai penyakit yang disebabkan karena infeksi bahkan setelah mendapat vaksin tertentu. Pada penderita yang menderita kwashiorkor, anak akan mengalami gangguan pertumbuhan, perubahan mental yaitu pada biasanya penderita cengeng dan pada stadium lanjut menjadi apatis dan sebagian besar penderita ditemukan edema. Selain itu, pederita akan mengalami gejala gastrointestinal yaitu anoreksia dan diare.

Hal ini mungkin karena gangguan fungsi hati, pankreas dan usus. Rambut kepala penderita kwashiorkor senang dicabut tanpa rasa sakit. Pada penderita stadium lanjut, rambut akan terlihat kusam, kering, halus, jarang dan berwarna putih. Kulit menjadi kering dengan menunjukkan garis-garis yang lebih mendalam dan lebar. terjadi perubahan kulit yang khas yaitu crazy pavement dermatosis yang merupakan bercak-bercak putih atau merah muda dengan tepi hitam dan ditemukan pada bagian tubuh yang sering mendapat tekanan dan disertai kelembapan. Pada perabaan hati ditemukan hati membesar, kenyal, permukaan licin, dan pinggiran tajam. Anemia ringan juga ditemukan dan terjadinya kelainan kimia yaitu kadar albumin serum yang rendah dan kadar globulin yang normal atau sedikit meninggi.

b.  Tanda dan gejala kwashiorkor (pusdatin kemenkes RI, 2015), adalah sebagai berikut:       1)  mengalami pembengkakan (edema) diseluruh tubuh, terutama pada punggung kaki (dorsum pedis)

 2)  wajah anak membulat dan sembab (moon face)

 3)  otot mengecil menyebabkan lengan atas kurus, ukuran LiLA

4.      Stunting

a.  Definisi Stunting

Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu cukup lama akibat pemberian makanan yang tidak sesuai kebutuhan gizi. Stunting terjadi mulai janin masih dalam kandungan dan baru nampak saat anak berusia dua tahun. Kekurangan gizi pada usia dini meningkatkan angka kematian bayi dan anak, menyebabkan penderitanya mudah sakit dan memiliki postur tubuh tidak maksimal saat dewasa (MCA Indonesia, 2014).

       b.  Faktor Risiko Stunting

Stunting pada balita merupakan konsekuensi dari beberapa faktor yang sering dikaitkan dengan kemiskinan termasuk gizi, kesehatan, sanitasi dan lingkungan (KemenKes RI, 2013). Faktor utama penyebab stunting yaitu :

1)  Asupan makanan Manusia membutuhkan makanan untuk kelangsungan hidupnya. Makanan merupakan sumber energi untuk menunjang semua kegiatan atau aktivitas manusia. Seseorang tidak dapat menghasilkan energi yang melebihi dari apa yang diperoleh dari makanan kecuali jika meminjam atau menggunakan cadangan energi dalam tubuh. Namun kebiasaan meminjam ini akan dapat mengakibatkan keadaan yang gawat, yaitu kekurangan gizi khususnya energy.

2)  Penyakit Infeksi Rendahnya sanitasi dan kebersihan lingkungan pun memicu gangguan saluran pencernaan, yang membuat energi untuk pertumbuhan teralihkan kepada perlawanan tubuh menghadapi infeksi (Schmidt dan Charles, 2014). (MCA Indonesia, 2015)

3)  Pelayanan Kesehatan dan Kesehatan Lingkungan Keadaan sanitasi lingkungan yang kurang baik memungkinkan terjadinya berbagai jenis penyakit antara lain diare, kecacingan, dan infeksi saluran pencernaan. Apabila anak menderita infeksi saluran pencernaan, penyerapan zat- zat gizi akan terganggu yang menyebabkan terjadinya kekurangan zat gizi. Seseorang yang kekurangan zat gizi akan mudah terserang penyakit dan mengalami gangguan pertumbuhan (Supariasa, et.al., 2013).

    c.  Dampak Stunting bagi Perkembangan

Stunting adalah masalah gizi utama yang akan berdampak pada kehidupan sosial dan ekonomi dalam masyarakat. Selain itu, stunting dapat berpengaruh pada anak balita pada jangka panjang yaitu mengganggu kesehatan, pendidikan serta produktifitasnya di kemudian hari. Anak balita stunting cenderung akan sulit mencapai potensi pertumbuhan dan perkembangan yang optimal baik secara fisik maupun psikomotorik (Dewey KG dan Begum K, 2011).

 

G.    Kejadian ikutan pasca imunisasi

1. Pengertian KIPI

Menurut (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2018) KIPI merupakan kejadian medik yang berhubungan dengan imunisasi berupa reaksi suntikan, reaksi vaksin, efek farmakologis, kesalahan prosedur, koinsiden atau hubungan kausal yang tidak dapat ditentukan. Menurut Komite Nasional Pengkajian dan Penanggulangan (KomNas-PP) KIPI, KIPI adalah semua kejadian sakit dan kematian yang terjadi dalam masa 1 bulan setelah imunisasi.

Umumnya reaksi terhadap obat dan vaksin merupakan reaksi simpang (adverb events), merupakan kejadian lain yang bukan terjadi akibat efek langsung vaksin. Efek samping vaksin antara lain yanng bukan terjadi akibat efek farmakologi, efek samping (side-effects), interaksi obat, intoleransi, reaksi idiosinkrasi, dan reaksi alergi yang umumnya secara klinis sulit dibedakan. Efek farmakologi, efek samping, serta reaksi idiosintrasi umumnya terjadi karena potensial vaksin sendiri, sedangkan reaksi alergi merupakan kepekaan seseorang terhadap umur vaksin dengan latar belakang genetik. Kejadian yang bukan disebabkan efek langsung vaksin dapat terjadi karena kesalahan teknik pembuatan, pengadaan, distribusi dan penyimpanan vaksin, kesalahan prosedur dan teknik pelaksanaan imunisasi atau hanya kejadian yang timbul secara kebetulan.

2.      Penyebab KIPI

Vaccine Safety Comittee, Institute of Medicine (IOM) United State of America menyebutkan bahwa sebagian besar penyebab KIPI terjadi secara kebetulan saja (koinsidensi). Etiologi KIPI dikelompokkan menjadi 2 klasifikasi. Komite Nasional Pengkajian dan Penanggulangan (KomNas-PP) KIPI menjelaskan klasifikasi tersebut yaitu klasifikasi lapangan dan klasifikasi kausalitas (PERMENKES RI 12, 2017).

a.       Klasifikasi lapangan Komnas PP-KIPI membagi KIPI dalam lima kelompok berikut:

1)     Kesalahan prosedur atau teknik pelaksanaan Kesalahan prosedur tersebut sebagian besar meliputi kesalahan prosedur penyimpanan, pengelolaan dan tata laksana pemberian vaksin.

2)     Reaksi suntikan Reaksi KIPI menyangkut semua gejala klinis yang terjadi akibat trauma tusuk jarum suntik, baik langsung atau tidak langsung harus dicatat. Reaksi suntikan langsung, seperti rasa sakit, kemerahan pada tempat suntikan dan bengkak. Reaksi suntikan tidak langsung seperti rasa takut, mual, pusing.

3)     Induksi vaksin (reaksi vaksin) Reaksi vaksin yang menyebabkan adanya gejala KIPI pada dasarnya dapat diprediksi terlebih dahulu karena merupakan efek samping. Induksi vaksin terdiri dari lima jenis, yaitu:

a)        Reaksi local Reaksi ini meliputi adanya rasa nyeri di tempat suntikan, bengkak disertai kemerahan di tempat suntikan, bengkak pada area suntikan vaksin DPT dan tetanus, minimal setelah 2 minggu BCG scar terjadi kemudian ulserasi dan sembuh setelah beberapa bulan.

b)        Reaksi sistemik Reaksi ini meliputi adanya demam (10%), kecuali DPT (hampir 50%), iritabel, gejala sistemik, malaise. Reaksi sistemik pada MMR dan campak disebabkan oleh infeksi virus vaksin. Menimbulkan terjadi demam dan ruam, konjungtivitis (5–15%), dan lebih ringan dari pada infeksi campak, namun berat pada kasus imunodefisiensi. Pembengkakan kelenjar parotis terjadi pada Mumps, rubela mengalami rasa nyeri sendi (15%) dan pembengkakan limfe. Vaksin Oral Polio Vaccine (OPV) diare ( Kejadian ini terjadi apabila masalah yang dilaporkan belum dapat dikelompokkan dalam salah satu penyebab, maka untuk sementara dikategorikan ke dalam kelompok ini. Kelengkapan informasi tersebut akan dapat ditentukan kelompok penyebab KIPI.

b.      Klasifikasi kausalitas Klasifikasi kausalitas mengelompokkan KIPI menjadi 4 (empat) kelompok yaitu:

1)      Klasifikasi konsisten Klasifikasi yang namun bersifat temporal oleh karena bukti tidak cukup untuk menentukan hubungan kausalitas.

2)      Klasifikasi inderteminate Klasifikasi berbasis bukti yang ada dan dapat diarahkan pada beberapa kategori definitif.

3)      Klasifikasi inkonsisten Suatu kondisi utama atau kondisi yang disebabkan paparan terhadap sesuatu selain vaksin.

4)      Klasifikasi Unclassifiable Kejadian klinis dengan informasi yang tidak cukup untuk memungkinkan dilakukan penilaian dan identifikasi penyebab.

 

3.      Penanggulangan KIPI

a.       Gejala KIPI akibat vaksin

1)   Reaksi lokal ringan Dampak yang dapat timbul seperti nyeri, eritema, bengkak di area bekas suntikan dengan diamteter kurang dari 1 cm dan timbul kurang dari 48 jam setelah imunisasi. Penanggulangan yang dapat dilakukan yaitu dengan memberikan kompres hangat pada bekas lokasi penyuntikan. Nyeri yang dirasakan apabila mengganggu orang tua bisa memberikan parasetamol 10 mg/kg BB setiap kali pemberian. Anak yang berumur kurang dari 6 bulan berikan dosis 60 mg/kali setiap pemberian. Anak yang berumur 6 sampai 12 bulan berikan dosis 90 mg/kali setiap pemberian (PERMENKES RI 12, 2017).

2)   Reaksi lokal berat Reaksi lokal berat ditandai dengan munculnya eritema atau indurasi sebesar lebih dari 8 cm, nyeri, bengkak dan manifestasi sistemis. Penanggulangan yang dapat dilakukan yaitu dengan memberikan kompres hangat pada lokasi penyuntikan vaksin (PERMENKES RI 12, 2017).

3)   Reaksi arthus Reaksi arthus ditandai dengan munculnya gejala nyeri, bengkak, indurasi dan edema. Tindakan yang dapat dilakukan yaitu dengan memberikan kompres air hangat pada bekas lokasi penyuntikan. Nyeri dirasakan mengganggu orang tua bisa memberikan parasetamol 10 mg/kg BB setiap kali pemberian. Anak berumur kurang dari 6 bulan berikan dosis 60 mg/kali BB setiap pemberian. Anak berumur 6 sampai 12 bulan berikan dosis 90 mg/kali BB setiap pemberian (PERMENKES RI 12, 2017).

4)   Reaksi umum Reaksi umum yang sering terjadi adalah demam, lesu, nyeri otot, nyeri kepala, dan menggigil. Tindakan yang bisa orang tua lakukan yaitu dengan memberikan minum berupa ASI atau susu formula dan menyelimuti tubuh anak (PERMENKES RI 12, 2017).

5)   Reaksi kolaps Reaksi kolaps adalah gejala yang terjadi jika anak masih dalam keadaan sadar, namun tidak bereaksi terhadap rangsangan. Pemeriksaan frekuensi, amplitudo nadi serta tekanan darah tetap dalam batas normal. Penanggulangan yang bisa orang tua lakukan adalah dengan memberikan rangsangan dengan wewangian yang merangsang anak agar sadar. Apabila belum dapat diatasi dalam kurun waktu 30 menit, segera rujuk ke fasilitas kesehatan terdekat (PERMENKES RI 12, 2017)

6)   Reaksi khusus Reaksi khusus apabila terjadi akan mengakibatkan lumpuh layu yang menjalar ke atas, biasanya dimulai dari tungkai, ataksia, penurunan refleksi tendon, gangguan menelan dan pernafasan dan dapat terjadi peningkatan protein dalam cairan serebrospinal tanpa pleositosis. Reaksi ini terjadi antara hari ke 5 sampai dengan 6 minggu setelah imunisasi. Tindakan yang harus dilakukan adalah merujuk anak ke rumah sakit untuk perawatan dan pemeriksaan lebih lanjut (PERMENKES RI 12, 2017).

7)   Reaksi nyeri brakialis (neuropati pleksus brakialis) Gejala yang timbul dari reaksi nyeri brakialis yaitu nyeri dalam terus menerus pada daerah bahu dan lengan atas. Reaksi nyeri brakialis biasanya terjadi 7 jam sampai dengan 3 minggu setelah imunisasi. Tindakan yang bisa dilakukan yaitu dengan memberikan parasetamol sesuai dengan dosis yang tepat. Gejala yang timbul apabila menetap rujuklah ke rumah sakit untuk fisioterapi (PERMENKES RI 12, 2017).

8)   Reaksi syok anafilatis Gejala reaksi syok anafilatis terjadi secara mendadak, dengan gejala kemerahan merata, edema, urtikaria, jantung berdebar kencang, tekanan darah menurun, sembab pada kelopak mata, sesak, nafas berbunyi, anak pingsan atau tidak sadar, dan dapat terjadi langsung seperti tekanan darah menurun dan pingsan tanpa didahului oleh gejala lain. Penanggulangan yang harus dilakukan adalah melakukan rujukan ke rumah sakit terdekat, lalu diberikan suntikan adrenalin 1:1.000 dosis 0,1 – 0,3 ml melalui intramuskuler yang harus dilakukan oleh tenaga medis. Setelah pasien membaik dan stabil dilanjutkan dengan suntikan deksametason (1 ampul) secaraintravena atau intramuskuler lalu segera pasang infus NaCl 0,9% dan prosedur tersebut harus dilakukan oleh tenaga medis (PERMENKES RI 12, 2017)

4.      Tata laksana gejala KIPI

a.       Pembengkakan Pembengkakan terjadi di sekitar daerah suntikan karena penyuntikan vaksin kurang dalam. Tindakan yang dapat dilakukan yaitu memberikan kompres hangat pada bekas lokasi suntikan (PERMENKES RI 12, 2017).

b.      Sepsis Sepsis mungkin dapat terjadi karena jarum suntik tidak steril. Gejala ini timbul 1 minggu atau lebih pasca penyuntikan. Tindakan yang bisa dilakukan yaitu memberikan kompres hangat pada bekas lokasi suntikan dan berikan parasetamol serta lakukan rujukan ke rumah sakit terdekat (PERMENKES RI 12, 2017)

c.       Abses dingin Gejala yang muncul seperti nyeri pada area bekas suntikan yang terjadi karena vaksin yang disuntikkan masih dingin serta adanya pembengkakan dan keras. Tindakan yang bisa dilakukan yaitu dengan memberikan kompres hangat pada bekas lokasi penyuntikan. Paracetamol dengan dosis yang tepat bisa diberikan apabila nyeri bertambah (PERMENKES RI 12, 2017)

d.      Tetanus Kejang dan dapat disertai dengan demam merupakan gejala dari tetanus. Tindakan yang harus dilakukan adalah merujuk ke rumah sakit terdekat (PERMENKES RI 12, 2017)

e.       Kelumpuhan atau kelemahan otot Kelemahan otot ditandai dengan gejala bagian lengan yang disuntik tidak bisa digerakkan. Kesalahan daerah penyuntikan merupakan salah satu faktor dari munculnya gejala ini. Tindakan yang bisa dilakukan adalah dengan melakukan rujukan ke rumah sakit untuk mendapat tindakan fisoterapi (PERMENKES RI 12, 2017).

 

 

 

 

H.    Pendokumentasian SOAP

Hari/tgl : senin, 22 november 2021

Tempat : RSPUR

IDENTITAS

a.       bayi  

     Nama : By. S

     Umur : 0 hari

     TTL   : RSPUR / 22 November 2021

     J. Kelamin : laki-laki

     Anak ke : ketiga (3)

b.      orang tua

     Nama : Ny. S / Tn. A

     Umur : 32 / 39

     Agama : islam / islam

     Pekerjaan : IRT / wiraswasta

                 Alamat  : lam ateuk / lam ateuk

S   : Ibu mengatakan bahwa ini adalah anak yang ketiga dan tidak pernah keguguran,dan ibu tidak memiliki penyakit menular dan penyakit keturunan, hpht :

 O :

1.      Keadaan umum bayi buruk, bayi belum bias bernapas dengan spontan

2.      BBL  : 2600 kg

3.      PB     : 47 cm

4.      TTV  : Frekuensi jantung : 40 kali / m

                   P  :  belum bias bernapas dengan spontan

                   S  : 36,5

5.      pemeriksaan fisik

·         Kepala : rambut hitam,tipis,tidak ada benjolan

·         Mata    : simetris, screla putih, konjungtiva merah muda, kelopak mata tidak oedema, tidak ada tanda-tanda infeksi

·         Hidung : gerakan cuping hidung tidak ada

·         Mulut dan bibir : bibir tampak pucat dan kering, pucat, terdapat banyak lendir, tidak ada kelainan bawaan,reflek isap tidak ada

·         Telinga : simetris, bersih tidak ada secret

·         Leher    : tidak ada pembengkakan / benjolan

·         Dada dan perut : simetris, gerakan dada tidak ada

·         Punggung dan bokong : tonjolan punggung tidak ada

·         Genetalia : testis sudah turun

·         Anus        : lubang anus ada

·         Ekstremitas : simetris, julah jari lengkap, tidak ada pergerakan yang aktif, warna  biru dan teraba dingin

·         Kulit : verniks kurang,warna tubuh kebiruan, dan tidak ada tanda lahir

·         Reflek moro : tidak ada

·         Reflek isap   : tidak ada

·         Reflek rooting : tidak ada

   A  :

Melakukan tindakan segera dan berkolaborasi dengan dokter

           P :

1.      mencuci tangan sebelum dan sesudah memegang bayi, dan memakai sarung tangan steril.

2.      potong tali pusat segera setelah lahir

3.      menilai usaha nafas,warna kulit, dan frekuensi denyut jantung

4.      selimuti bayi dengan kain bersih

5.      atur posisi bayi dengan posisi yang benar ( kepala tengadah / ekstensi dengan meletakkan kain atau handuk bersih di bawah bahu bayi

6.      membersihkan lendir pada hidung dan mulut dengan mengisap deele

7.      mengeringkan bayi dan lakukan rangsangan takstil

8.      observasi pemberian O2 sebanyak 1 liter /m menggunakan nasal kanul

9.      lakukan tindakan VTP ( ventilasi tekanan positif ) sebanyak 20 kali dalam detik sampai bayi bernapas spontan

10.  memasang infus dextrose 10% 8tpm mikro

11.  menginjeksi vit K

12.  memberi salap mata

13.  mengobservasi TTV tiap 15m


BAB III

PENUTUP

 

A.    Kesimpulan

Pengertian IMD adalah kontak dengan kulit segera setelah lahir dan menyusu sendiri dalam 1 jam pertama setelah melahirkan. KIPI merupakan kejadian medik yang berhubungan dengan imunisasi berupa reaksi suntikan, reaksi vaksin, efek farmakologis, kesalahan prosedur, koinsiden atau hubungan kausal yang tidak dapat ditentukan. Marasmus adalah salah satu bentuk kekurangan gizi yang disebabkan karena tubuh kekurangan protein dan kalori. Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu cukup lama akibat pemberian makanan yang tidak sesuai kebutuhan gizi. Sering terjadi dan mengganggu anak dan orang tua, Kecendrungan mendapat penambahan berat badan yang lebih saat bayi, batita atau selama usia sekolah, Susunan makanan mungkin seimbang, Kuantitas melebihi kebutuhan tubuh

 

B.     Saran

1.      Bagi Penulis

Agar dapat mengaplikasikan teori yang diperoleh selama perkuliahan dalam rangka menambah wawasan khusunya asuhan kebidanan kompehensif, serta dapat mempelajari kesenjangan yang terjadi di masyarakat.

2.      Bagi Masyarakat/Klien

Terpantaunya keadaan klien dan bayinya sejak masa kehamilan, persalinan, nifas, dan sampai pelayanan kontrasepsi, serta menambah wawasan klien melalui KIE yang diberikan.

3.      Bagi Nakes/Bidan

Agar dapat memberikan pengalaman bagi tenaga kesehatan/bidan untuk dapat mengimplementasikan asuhan kebidanan yang telah dipelajari kepada ibu hamil, bersalin, nifas, bayi baru lahir, serta pelayanan KB, sehingga dapat menambah wawasan

 

4.      Bagi institusi

Agar dapat memberikan pendidikan dan pengalaman bagi mahasiswa dalam melakukan asuhan kebidanan secara komprehensif mulai dari kehamilan, persalinan, bayi baru lahir, nifas, neonatus dan pelayanan kontrasepsi serta dapat dijadikan sebagai bahan referensi dalam mengembangkan asuhan yang diberikan pada masa nifas.

 

 


DAFTAR PUSTAKA

 

Buku ajar Asuhan Kebidanan Pada Neonatus, Bayi, Balita dan Anak Pra Sekolah, Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta.

Lusiana El Sinta B, Feni Andriani, Yulizawati, Aldina Ayunda Insani, 2019 Buku Ajar Asuhan Kebidanan pada Neonatus, Bayi dan Balita Edisi Pertama Sidoarjo: Indomedia Pustaka

Peraturan Mentri Kesehatan No 12 tahun 2017 tentang kejadian ikutan pasca imunisasi