Friday 27 November 2020

TANTANGAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN UNTUK MASA DEPAN

 

Makalah

 

TANTANGAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN UNTUK MASA DEPAN

 

 

 

 

 

Disusun

Oleh:

 

KELOMPOK 4

 

1.      Nisaul Fitria

2.      Ismi Mauliza

3.      Siti Muria

4.      Nurhaliza

5.      Putri Rahayu Aandrians

 

Unit 1

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

AKADEMI FARMASI YPPM MANDIRI

BANDA ACEH

2020


KATA PENGATAR

 

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat yang diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyusun makalah dengan judul “Tantangan Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Masa Depan.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada narasumber yang telah membantu penulis dalam penyusunan makalah ini. Mohon maaf penulis sampaikan apabila terdapat kekurangan dalam penyusunan makalah ini, karena kami masih dalam taraf belajar.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat sebagai referensi  untuk  menambah wawasan kepada pembaca. Penulis sadari dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan, maka dari itu penulis mengharapkan saran dan kritik guna perbaikan di masa yang akan datang. Terima kasih

 

Banda Aceh, 23 November 2020

 

 

Penulis

 

 

 


DAFTAR ISI

 

 

KATA PENGANTAR........................................................................................... i

DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii

 

BAB I  PENDAHULUAN.................................................................................... 1

1.1. Latar belakang......................................................................................... 1

1.2. Tujuan  Makalah...................................................................................... 2

 

BAB II PEMBAHASAN....................................................................................... 3

2.1  Pendidikan Kewarganegaraan Masa Depan (Kemasyarakatan).............. 3

2.2  Tantangan Pendidikan Kewarganegaraan di Masa Depan...................... 6

 

BAB III PENUTUP............................................................................................... 9

3.1  Kesimpulan.............................................................................................. 9

 

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 10

 

 


BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1.  Latar belakang

Pendidikan Kewarganegaraan atau dalam kurikulum 2013 disebut dengan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan merupakan salah satu disiplin ilmu sosial. Telah menjadi rahasia umum bahwa ilmu sosial sifatnya relatif dan tidak seperti ilmu alam yang sifatnya mutlak. Hal ini menjadikan pendidikan kewarganegaraan dapat saja digoyahkan setiap saat karena tidak memiliki keajegan seperti halnya ilmu eksak.

Sejarah munculnya Pendidikan Kewarganegaraan pertama kali tahun 1957 dengan nama “Kewarganegaraan”, yang isinya sebatas hak dan kewajiban warga negara serta cara-cara memperoleh dan kehilangan status kewarganegaraan.Sejak munculnya Orde Baru, isi mata pelajaran ini hampir seluruhnya dibuang karena dianggap idak sesuai lagi dengan tuntutan yang sedang berkembang. Pada kurikulum 1968, mata pelajaran ini muncul dengan nama “Kewargaan negara”. sesuai dengan ketetapan MPR No. IV/MPR/1973, mata pelajaran ini diberubah nama menjadi Pendidikan Moral Pancasila (PMP), materi yang sangat dominan disini adalah mengenai materi P-4. Pada kurikulum 1984 maupun Kurikulum 1994, Pendidikan Moral Pancasila berganti menjadi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn).

Dalam era reformasi, tantangan PPKn semakin berat. P4 dipermasalahkan substansinya, karena tidak memberikan gambaran yang tepat tentang nilai Pancasila sebagai satu kesatuan. Dengan adanya perubahan UU No. 2 tahun 1989 yang diubah dengan UU No. 2 tahun 2003 tidak dieksplisitkan lagi nama pendidikan Pancasila, sehingga tinggal Pendidikan Kewarganegaraan. Begitu pula kurikulum 2004 memperkenalkan istilah Pengganti PPKn dengan kewarganegaraan / pendidikan kewarganegaraan. Perubahan nama ini juga diikuti dengan perubahan isi PKn yang lebih memperjelas akar keilmuan yakni politik, hukum dan moral.

Pada kurikulum 2013 yang baru saja disahkan akhir tahun 2013 lalu, nama pendidikan kewarganegaraan diganti lagi dengan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn). Dalam kurikulum tersebut penekan tentang sikap (afeksi) begitu ditonjolkan. Persoalanya sekarang adalah bagaimana menemukan pendekatan yang terbaik untuk menyampaikan berbagai konsep PKn agar siswa dapat menggunakan dan mengingat lebih lama konsep tersebut. Bagaimana membuka wawasan berfikir dan beragam dari seluruh siswa agar konsep yang dipelajarinya dapat dikaitkan dengan kehidupan nyata. Inilah tantangan PKn kedepannya. Seiring dengan perkembangan Pendidikan Kewarganegaraan itu sendiri diharapkan akan semakin meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang kewaganegaraan dan warga negara sehingga dapat semakin memperbaiki moral bangsa ini.

 

1.2.  Tujuan  Makalah

1.      Untuk mengetahui konsep Tantangan Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Masa Depan


BAB II

PEMBAHASAN

 

2.1    Pendidikan Kewarganegaraan Masa Depan (Kemasyarakatan)

Pengembangan Pendidikan Kewarganegaraan ke depan diharapakan dapat berorientasi atau terpusat pada terbentuknya masyarakat sipil (civil society), dengan cara memperdayakan warga negara melalui proses pendidikan. Melalui proses pendidikan setiap warga negara dapat diajarkan bagaimana cara berperan secara aktif dalam sistem pemerintahan negara yang demokratis.

Print et al (Sunarsono, dkk 2012:108) mengemukakan, civic education is necessary for the building and consolidation of a democratic society. Inilah visi PKn yang perlu dipahami oleh guru, siswa, serta masyarakat pada umumnya. Kedudukan warga negara yang ditempatkan pada posisi yang lemah dan pasif, seperti pada masa-masa yang lalu, harus diubah pada posisi yang kuat dan partisipatif. PKn ke depan harus berupaya memperdayakan warganegara agar mampu berperan aktif dalam negara pemerintahan yang demokratis. Pendidikan demokrasi menjadi strategis dan mutlak bagi perwujudan masyarakat dan negara demokrasi. Hal ini sejalan dengan adagium yang menyatakan bahwa demokrasi dalam suatu negara hanya akan tumbuh subur apabila dijaga oleh warganegara yang demokratis. Warga negara yang demokratis hanya bisa dibentuk melalui pendidikan demokratis.

Patrick (Samsuri 2006:38) mengungkapkan secara skematis, keempat komponen PKn untuk membentuk warga negara demokratis yang diuraikan sebagai berikut :

  1. KNOWLEDGE OF CITIZENSHIP AND GOVERNMENT IN DEMOCRACY (CIVIC KNOWLEDGE)

a.       Concepts and principles on the substance of democracy (Konsep dan Prinsip hakekat demokrasi)

b.      Perennial issues about the meaning and uses of core idea (Persoalan pokok mengenai arti dan penggunaan gagasan inti)

c.       Continuing issues and landmark decisions about public policy and constitutional interpretation (Melanjutkan masalah pokok dan keputusan tentang kebijakan umum dan tafsiran berdasarkan Undang-undang dasar)

d.      Consititutions and insitutions of representative democratic government (Undang-undang dasar dan lembaga pemerintahan untuk perwakilan demokrasi)

e.       Practices of democratic citizenship and the roles citizens (Praktek demokrasi kewarganegaraan dan peran warganegara)

f.       History of democracy in particular states and the throughout the world (Sejarah demokrasi di negara-negara tertentu dan di seluruh dunia)

 

  1. COGNITIVE SKILLS OF DEMOCRATIC CITIZENSHIP (INTELECTUAL CIVIC SKILSS)

a.       Indentifying and describing information about political and civic life (Mengidentifikasi dan menggambarkan informasi mengenai kehidupan politik dan umum)

b.      Analyzing and explaining information about political and civic life (Menganalisis dan menjelaskan informasi mengenai kehidupan politik dan umum)

c.       Synthesizing and explaining information about political and civic life (Mengumpulkan dan menjelaskan informasi mengenai kehidupan politik dan umum)

d.      Evaluating, taking, and defending positions on public events and issues (Mengevaluasi, menghasilkan, dan mempertahankan keadaan pada peristiwa dan permasalahan umum)

e.       Thinking critically about conditions of political and civic life (Berpikir kritis mengenai kondisi kehidupan politik dan umum)

f.       Thinking constructively about how to improve political and civic life (Berpikir secara konstruktif tentang bagaimana meningkatkan kehidupan politik dan umum)

  1. PARTICIPATORY SKILLS OF DEMOCRATIC CITIZENSHIP (PARTICIPATORY CIVIC SKILLS)

a.       Interacting with other citizens to promote personal and common interest (Berinteraksi dengan warga negara lain untuk memajukan kepentingan pribadi dan umum)

b.      Monitoring public events and issues (Memantau peristiwa dan permasalahan umum)

c.       Deliberating and making decisions on public issue (Merundingkan dan membuat keputusan mengenai masalah-masalah umum)

d.      Implementing policy decision on public issue (Melaksanakan keputusan politik mengenai masalah-masalah umum)

e.       Taking action to improve political and civic life (Mengambil tindakan untuk memperbaiki kehidupan politik dan umum)

 

  1. VIRTUES AND DISPOSITIONS OF DEMOCRATIC CITIZENSHIP (CIVIC DISPOSITIONS)

a.       Affirming the common and equal humanity and dignity of each person (Menyatakan kesamaan derajat dan martabat umat manusia untuk setiap orang)

b.      Respecting, proctecting, and exercising right possessed equally by each person (Menghormati, melindungi, dan menggunakan hak yang dimiliki untuk setiap orang)

c.       Participating responsibly in the political and civic life of the community (Berpartisipasi dengan bertanggung jawab dalam kehidupan politik dan masyarakat)

d.      Practicing self-government and supporting government by consent of the governed (Menjalankan pemerintahan sendiri dan mendukung pemerintah dengan persetujuan dari yang mengatur)

e.       Exemplifying the moral traits of democratic citizenship (Mencontohkan ciri-ciri moral kewarganegaraan demokratis)

f.       Promoting the common good (Mempromosikan kepentingan umum)

 

Dari paparan konseptual komponen kajian PKn menurut Patrick (Samsuri 2006:39) tersebut, secara ringkas warga negara yang demokratis memiliki ciri-ciri penguasaan secara komprehensif dalam hal pengetahuan mengenai kewarganegaraan dan pemerintahan demokratis, kecakapan intelektual (kognitif) dan partisipasi dalam hal kewarganegaraan demokratis, dan karakter kewarganegaraan demokratis. Komponen tersebut tidak mungkin bisa muncul begitu saja pada diri individu warga negara, sehingga perlu proses habitation, pembelajaran.

 

2.2    Tantangan Pendidikan Kewarganegaraan di Masa Depan

Saat ini, negara sedang berkoar-koar tentang pembentukan karakter dan penerapan rasa nasionalisme yang lebih nyata di setiap lini kehidupan masyarakat, khususnya di bidang pendidikan. Lebih utama lagi dalam bidang Pendidikan Kewarganegaraan.  Tantangan mengajar Pendidikan Kewarganegaraan di era milenial saat ini butuh usaha keras. Justru tantangan tersebut bukan datang dari materi atau kurikulum pendidikan kewarganegaraan itu sendiri. Melainkan dari kualitas sumber daya manusia yang kompeten, yaitu guru.

Pendidikan kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk  peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta  tanah air.  Selanjutnya, Pendidikan Kewarganegaraan di lingkup sekolah  juga mengembangkan misi sebagai pendidikan bela negara, pendidikan  multikultural, pendidikan lingkungan hidup, pendidikan hukum, dan pendidikan anti korupsi.

Bila anda pengajar yang "konvensional", maka materi yang anda sampaikan ke anak didik juga akan konvensional. Hasil yang  diperoleh adalah anak didik dengan rasa nasionalisme yang konvensional  pula. Dalam artian, anak didik hanya mampu mendengarkan ceramah dan akan  segera melupakannya saat mereka sudah keluar kelas atau berganti mata  pelajaran. Ibarat seperti angin lalu bagi mereka. Inilah sebabnya, banyak anak didik yang menyepelekan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan bila masih mengajar dengan gaya ajar yang lama dan monoton.

Ingat, dunia selalu bergerak. Ojek yang dulu hanya bisa  mangkal, sekarang serba online dan serba bisa. Dulu beli tiket kereta dan pesawat antri panjang (on the spot), sekarang sudah praktis hanya  sekali sentuh dan bisa order jauh hari. Semua serba digital, maju, online, update dan mengikuti kebutuhan masyarakat milenial. Begitu pula  seharusnya gaya ajar Pendidikan Kewarganegaraan, lebih modern, canggih,  update dan online.

Di jaman yang serba digital ini, akan lebih mudah mengajarkan ilmu dan materi pendidikan kewarganegaraan dengan sarana internet. Segala sumber, contoh-contoh kasus, infografis, link, kejadian  nyata, atau bahkan sekedar tayangan mendidik dan menarik akan membuat  anak didik lebih menghayati.

  1. Tiga Komponen Pendidikan Kewarganegaraan

Bagaimana mengajarkan anti korupsi bila anak didik kita  tidak tahu wujud tentang KPK dan kasus-kasus korupsi yang ada? Bagaimana  anda mengajarkan bela negara apabila anak didik tak memahami budaya, letak geografis dan lembaga negara Indonesia secara nyata? Bagaimana anda  mengajarkan baik dan buruknya media sosial, apabila anda tidak paham dan tidak memiliki akses media sosial (facebook, line, twitter, dsb)?

Padahal ada tiga komponen utama Pendidikan Kewarganegaraan,  yaitu pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge), keterampilan kewarganegaraan (civic skills), dan sikap kewarganegaraan (civic  disposition).

Di era milenial ini, ketiga komponen tersebut akan lebih  mudah dicerna dan diresapi anak didik dengan contoh nyata dan realis.  Tidak sekedar ceramah yang membosankan dan bikin kantuk.

Logikanya, anak didik milenial yang memiliki lebih banyak  pengetahuan dan sikap kewarganegaraan akan menjadi warga negara yang  percaya diri (civic competence). Kemudian warga negara yang memiliki  pengetahuan dan keterampilan kewarganegaraan akan menjadi warga negara milenial  yang mampu (civic competence). Selanjutnya, warga negara milenial yang memiliki  sikap dan keterampilan akan menjadi warga negara milenial yang komitmen (civic  commitment).

Dan  pada akhirnya, warga negara milenial yang memiliki pengetahuan, sikap dan keterampilan kewarganegaraan akan menjadi warga negara milenial yang  cerdas dan baik ( smart and good citizenship). Itulah tujuan akhir mengajar  Pendidikan Kewarganegaraan di era milenial, bila didukung juga oleh  "smart and good teacher". Ubah gaya ajar konvensional anda, menjadi gaya ajar "modern and milenial". Ingat,  Pancasila is a living ideology.

Padahal ada tiga komponen utama Pendidikan Kewarganegaraan,  yaitu pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge), keterampilan kewarganegaraan (civic skills), dan sikap kewarganegaraan (civic  disposition).

Di era milenial ini, ketiga komponen tersebut akan lebih  mudah dicerna dan diresapi anak didik dengan contoh nyata dan realis.  Tidak sekedar ceramah yang membosankan dan bikin kantuk.

Logikanya, anak didik milenial yang memiliki lebih banyak  pengetahuan dan sikap kewarganegaraan akan menjadi warga negara yang  percaya diri (civic competence). Kemudian warga negara yang memiliki  pengetahuan dan keterampilan kewarganegaraan akan menjadi warga negara milenial  yang mampu (civic competence). Selanjutnya, warga negara milenial yang memiliki  sikap dan keterampilan akan menjadi warga negara milenial yang komitmen (civic  commitment).

Dan  pada akhirnya, warga negara milenial yang memiliki pengetahuan, sikap dan keterampilan kewarganegaraan akan menjadi warga negara milenial yang  cerdas dan baik ( smart and good citizenship). Itulah tujuan akhir mengajar  Pendidikan Kewarganegaraan di era milenial, bila didukung juga oleh  "smart and good teacher". Ubah gaya ajar konvensional anda, menjadi gaya ajar "modern and milenial". Ingat, Pancasila is a living ideology.

 


BAB III

PENUTUP

 

3.1    Kesimpulan

Pendidikan kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk  peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta  tanah air.  Selanjutnya, Pendidikan Kewarganegaraan di lingkup sekolah  juga mengembangkan misi sebagai pendidikan bela negara, pendidikan  multikultural, pendidikan lingkungan hidup, pendidikan hukum, dan pendidikan anti korupsi.

Bila anda pengajar yang "konvensional", maka materi yang anda sampaikan ke anak didik juga akan konvensional. Hasil yang  diperoleh adalah anak didik dengan rasa nasionalisme yang konvensional  pula. Dalam artian, anak didik hanya mampu mendengarkan ceramah dan akan  segera melupakannya saat mereka sudah keluar kelas atau berganti mata  pelajaran. Ibarat seperti angin lalu bagi mereka. Inilah sebabnya, banyak anak didik yang menyepelekan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan bila masih mengajar dengan gaya ajar yang lama dan monoton


DAFTAR PUSTAKA

 

Paulus Wahana, 1993. Filsafat Pancasila. Yogyakarta : Kanisius Nana Syaodih. S, 2005. Landasan Psikologis Proses Pendidikan. Bandung: remaja Rosdakarya

François Audigier. 2000. “Basic Concepts and Core Competencies for Education For Democratic Citizenship”. Article Education for Democratic Citizenship : University of Geneva, Switzerland

Kaelan,  Achamd. Z, 2007. Pendidikan Kewarganegaraan, Paradigma : Yogyakarta

Samsuri. 2006. “Pembentukan Warga Negara Demokratis Dalam Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan” Jurnal Pemikiran dan Penelitian Kewarganegraan: PKn Progresif, Vol. 1, No. 1: Jurusan PKn, FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Samsuri. 2013. “Paradigma Pendidikan Kewarganegaraan Dalam Kurikulum 2013” Makalah Kuliah Umum Program Studi PPKn, FKIP Universitas Ahmad Dahlan. Yogyakarta.

Sunarsona, Sodiq, dan Gafur. 2012 “Dinamika Pendidikan Kewarganegaran di Indonesia” Jurnal Ilmiah Pendidikan: Cakrawala Pendidikan, Th. XXXI, Edisi Khusus Dies Natalis UNY: LPPMP UNY.

Wahab, A. A, Sapriya, 2007. Teori dan Landasan Pendidikan Kewarganegaraan. Bandung : UPI Press

Peraturan Menteri Pendidikan Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 2013 Tentang Kerangka Dasar Dan Struktur Kurikulum  Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah.