Tuesday 12 May 2020

MAKALAH MANAJEMEN PATIENT SAFETY DI RUANG RAWAT INAP


MANAJEMENT PATIENT SAFETY DI RUANG
RAWAT INAP


BAB I
PENDAHULUAN

A.                Latar Belakang
Hampir setiap tindakan medis menyimpan potensi risiko. Banyaknya jenis obat, jenis pemeriksaan dan prosedur, serta jumlah pasien dan staf Rumah Sakit yang cukup besar, merupakan hal yang potensial bagi terjadinya kesalahan medis (medical errors).
Menurut Institute of Medicine (1999), medical error didefinisikan sebagai: The failure of a planned action to be completed as intended (i.e., error of execusion) or the use of a wrong plan to achieve an aim (i.e., error of planning). Artinya kesalahan medis didefinisikan sebagai: suatu kegagalan tindakan medis yang telah direncanakan untuk diselesaikan tidak seperti yang diharapkan (yaitu kesalahan tindakan) atau perencanaan yang salah untuk mencapai suatu tujuan (yaitu kesalahan perencanaan). Kesalahan yang terjadi dalam proses asuhan medis ini akan mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien, bisa berupa Near Miss atau Adverse Event (Kejadian Tidak Diharapkan/KTD).
Near Miss atau Nyaris Cedera (NC) merupakan suatu kejadian akibat melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission), yang dapat mencederai pasien, tetapi cedera serius tidak terjadi, karena keberuntungan (misalnya, pasien terima suatu obat kontra indikasi tetapi tidak timbul reaksi obat), pencegahan (suatu obat dengan overdosis lethal akan diberikan, tetapi staf lain mengetahui dan membatalkannya sebelum obat diberikan), dan peringanan (suatu obat dengan overdosis lethal diberikan, diketahui secara dini lalu diberikan antidotenya).
Adverse Event atau Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) merupakan suatu kejadian yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada pasien karena suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission), dan bukan karena “underlying disease” atau kondisi pasien.
WHO mencanangkan World Alliance for Patient Safety, program bersama dengan berbagai negara untuk meningkatkan keselamatan pasien di rumah sakit. Di Indonesia, telah dikeluarkan pula Kepmen nomor 496/Menkes/SK/IV/2005 tentang Pedoman Audit Medis di Rumah Sakit, yang tujuan utamanya adalah untuk tercapainya pelayanan medis prima di rumah sakit yang jauh dari medical error dan memberikan keselamatan bagi pasien. Perkembangan ini diikuti oleh Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) yang berinisiatif melakukan pertemuan dan mengajak semua stakeholder rumah sakit untuk lebih memperhatian keselamatan pasien di Rumah Sakit.

B.                 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah makalah ini adalah:
1.      Apa patient safety?
2.      Bagaimana aspek hukum patient safety?
3.      Bagaimana Implementasi Patient Safety ?
4.      Apa yang menjadi program keselamatan patient safety?
5.      Apa yang menjadi indikator patien safety?
6.      Bagaimana pola budaya yang mempengaruhi patient safety?

C.                Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengertian Patien Safety.
2.      Untuk mengetahui aspek hukum patient safety.
3.      Untuk mengetahui sasaran keselamatan patient safety.
4.      Untuk mengetahui indikator patien safety.
5.      Untuk mengetahui pengembangan budaya yang mempengaruhi patient safety.


BAB II
PEMBAHASAN

A.      Definisi Patient Safety
Tidak adanya kesalahan atau bebas dari cedera karena kecelakaan (Kohn, Corrigan & Donaldson, 2000).
Keselamatan pasien (patient safety) adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman, mencegah terjadinya cidera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil. Sistem tersebut meliputi pengenalan resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden, tindak lanjut dan implementasi solusi untuk meminimalkan resiko, meliputi:
1)      Assessment risiko
2)      Identifikasi dan pengelolaan hal berhubungan dengan risiko pasien
3)      Pelaporan dan analisis insiden
4)       Kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya
5)      Implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko
Menurut IOM, Keselamatan Pasien (Patient Safety) didefinisikan sebagai freedom from accidental injury. Accidental injury disebabkan karena error yang meliputi kegagalan suatu perencanaan atau memakai rencana yang salah dalam mencapai tujuan. Accidental injury juga akibat dari melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission).
Accidental injury dalam prakteknya akan berupa kejadian tidak diinginkan (KTD = missed = adverse event) atau hampir terjadi kejadian tidak diinginkan (near miss). Near miss ini dapat disebabkan karena: keberuntungan (misal: pasien terima suatu obat kontra indikasi tetapi tidak timbul reaksi obat), pencegahan (suatu obat dengan overdosis lethal akan diberikan, tetapi staf lain mengetahui dan membatalkannya sebelum obat diberikan), atau peringanan (suatu obat dengan over dosis lethal diberikan, diketahui secara dini lalu diberikan antidotenya).

B.       Tujuan Sistem Patient Safety
Tujuan Sistem Keselamatan Pasien Rumah Sakit adalah:
1)        Terciptanya budaya keselamatan pasien di Rumah Sakit
2)        Meningkatnya akuntabilitas Rumah Sakit terhadap pasien dan masyarakat
3)        Menurunnya KTD di Rumah Sakit
4)        Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi penanggulangan KTD
Sedangkan tujuan keselamatan pasien secara internasional adalah:
1)      Identify patients correctly (mengidentifikasi pasien secara benar)
2)      Improve effective communication (meningkatkan komunikasi yang efektif)
3)      Improve the safety of high-alert medications (meningkatkan keamanan dari pengobatan resiko tinggi)
4)      Eliminate wrong-site, wrong-patient, wrong procedure surgery (mengeliminasi kesalahan penempatan, kesalahan pengenalan pasien, kesalahan prosedur operasi)
5)      Reduce the risk of health care-associated infections (mengurangi risiko infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan)
6)      Reduce the risk of patient harm from falls (mengurangi risiko pasien terluka karena jatuh)

C.      Isu, Elemen, dan Akar Penyebab Kesalahan yang Paling Umum dalam Patient Safety
5 isu penting terkait keselamatan (hospital risk) yaitu:
a)      keselamatan pasien;keselamatan pekerja (nakes);
b)      keselamatan fasilitas (bangunan, peralatan);
c)      keselamatan lingkungan;
d)     keselamatan bisnis.
1)      Elemen Patient Safety:
a)      Adverse drug events(ADE)/ medication errors (ME) (ketidakcocokan obat/kesalahan pengobatan)
b)      Restraint use (kendali penggunaan)
c)      Nosocomial infections (infeksi nosokomial)
d)     Surgical mishaps (kecelakaan operasi)
e)      Pressure ulcers (tekanan ulkus)
f)       Blood product safety/administration (keamanan produk darah/administrasi)
g)      Antimicrobial resistance (resistensi antimikroba)
h)      Immunization program (program imunisasi)
i)        Falls (terjatuh)
j)        Blood stream – vascular catheter care (aliran darah – perawatan kateter pembuluh darah)
k)      Systematic review, follow-up, and reporting of patient/visitor incident reports (tinjauan sistematis, tindakan lanjutan, dan pelaporan pasien/pengunjung laporan kejadian)
2)      Most Common Root Causes of Errors (Akar Penyebab Kesalahan yang Paling Umum):
a)      Communication problems (masalah komunikasi)
b)      Inadequate information flow (arus informasi yang tidak memadai)
c)      Human problems (masalah manusia)
d)     Patient-related issues (isu berkenaan dengan pasien)
e)      Organizational transfer of knowledge (organisasi transfer pengetahuan)
f)       Staffing patterns/work flow (pola staf/alur kerja)
g)      Technical failures (kesalahan teknis)
h)      Inadequate policies and procedures (kebijakan dan prosedur yang tidak memadai)
[AHRQ (Agency for Healthcare Research and Quality) Publication No. 04-RG005, December 2003]

D.                Standar Keselamatan Pasien
A.    Tujuh Standar Keselamatan Pasien (mengacu pada “Hospital Patient Safety Standards” yang dikeluarkan oleh Joint Commision on Accreditation of Health Organizations, Illinois, USA, tahun 2002), yaitu:
1)      Hak pasien
Standarnya adalah pasien & keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang rencana & hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian Tidak Diharapkan). Kriterianya adalah sebagai berikut:
a)      Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan.
b)      Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan
c)      Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan yang jelas dan benar kepada pasien dan keluarga tentang rencana dan hasil pelayanan, pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan terjadinya KTD
2)      Mendidik pasien dan keluarga
Standarnya adalah RS harus mendidik pasien & keluarganya tentang kewajiban & tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien. Kriterianya adalah keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan keterlibatan pasien adalah partner dalam proses pelayanan. Karena itu, di RS harus ada sistim dan mekanisme mendidik pasien & keluarganya tentang kewajiban & tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien. Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien & keluarga dapat:
a)      Memberikan info yang benar, jelas, lengkap dan jujur
b)      Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab
c)      Mengajukan pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti
d)     Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan
e)      Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan RS
f)       Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa
g)      Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati
3)      Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
Standarnya adalah RS menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan dengan kriteri sebagai berikut:
a)      Koordinasi pelayanan secara menyeluruh
b)      Koordinasi pelayanan disesuaikan kebutuhan pasien dan kelayakan sumber daya
c)      Koordinasi pelayanan mencakup peningkatan komunikasi
d)     Komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan
4)      Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien. Standarnya adalah : RS harus mendesain proses baru atau memperbaiki proses yang ada, memonitor & mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif KTD, & melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta KP dengan criteria sebagai berikut:
a)      Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan (design) yang baik, sesuai dengan”Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit”.
b)      Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja
c)      Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif
d)     Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil analisis
5)      Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
Standarnya adalah:
a)      Pimpinan dorong & jamin implementasi program KP melalui penerapan “7 Langkah Menuju KP RS”.
b)      Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif identifikasi risiko KP & program mengurangi KTD.
c)      Pimpinan dorong & tumbuhkan komunikasi & koordinasi antar unit & individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang KP
d)     Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur, mengkaji, & meningkatkan kinerja RS serta tingkatkan KP.
e)      Pimpinan mengukur & mengkaji efektifitas kontribusinya dalam meningkatkan kinerja RS & KP, dengan criteria sebagai berikut:
(1)   Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan pasien.
(2)   Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan program meminimalkan insiden,
(3)   Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari rumah sakit terintegrasi dan berpartisipasi
(4)   Tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden, termasuk asuhan kepada pasien yang terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain dan penyampaian informasi yang benar dan jelas untuk keperluan analisis.
(5)   Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan insiden,
(6)   Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden
(7)   Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit dan antar pengelola pelayanan
(8)   Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan
(9)   Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan kriteria objektif untuk mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien
6)      Mendidik staf tentang keselamatan pasien
Standarnya adalah:
a)      RS memiliki proses pendidikan, pelatihan & orientasi untuk setiap jabatan mencakup keterkaitan jabatan dengan KP secara jelas.
b)      RS menyelenggarakan pendidikan & pelatihan yang berkelanjutan untuk meningkatkan & memelihara kompetensi staf serta mendukung pendekatan interdisiplin dalam pelayanan pasien, dengan kriteria sebagai berikut:
(1)   Memiliki program diklat dan orientasi bagi staf baru yang memuat topik keselamatan pasien
(2)   Mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam setiap kegiatan inservice training dan memberi pedoman yang jelas tentang pelaporan insiden.
(3)   Menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama kelompok (teamwork) guna mendukung pendekatan interdisiplin dan kolaboratif dalam rangka melayani pasien.
7)      Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien.
Standarnya adalah:
a)      RS merencanakan & mendesain proses manajemen informasi KP untuk memenuhi kebutuhan informasi internal & eksternal.
b)      Transmisi data & informasi harus tepat waktu & akurat, dengan criteria sebagai berikut:
(1)   Disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses manajemen untuk memperoleh data dan informasi tentang hal-hal terkait dengan keselamatan pasien.
(2)   Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk merevisi manajemen informasi yang ada.

B.     Tujuh langkah menuju keselamatan pasien RS (berdasarkan KKP-RS No.001-VIII-2005) sebagai panduan bagi staf Rumah Sakit
1)      Bangun kesadaran akan nilai keselamatan Pasien, “ciptakan kepemimpinan & budaya yang terbuka dan adil”
Bagi Rumah sakit:
a)       Kebijakan: tindakan staf segera setelah insiden, langkah kumpul fakta, dukungan kepada staf, pasien, keluarga
b)       Kebijakan: peran & akuntabilitas individual pada insiden
c)       Tumbuhkan budaya pelaporan & belajar dari insiden
d)       Lakukan asesmen dengan menggunakan survei penilaian KP
Bagi Tim:
a)       Anggota mampu berbicara, peduli & berani lapor bila ada insiden
b)       Laporan terbuka & terjadi proses pembelajaran serta pelaksanaan tindakan/solusi yang tepat
2)      Pimpin dan dukung staf anda, “bangunlah komitmen & focus yang kuat & jelas tentang KP di RS anda”
Bagi Rumah Sakit:
a)       Ada anggota Direksi yang bertanggung jawab atas KP
b)       Di bagian-bagian ada orang yang dapat menjadi “Penggerak” (champion) KP
c)       Prioritaskan KP dalam agenda rapat Direksi/Manajemen
d)       Masukkan KP dalam semua program latihan staf
Bagi Tim:
a)       Ada “penggerak” dalam tim untuk memimpin Gerakan KP
b)       Jelaskan relevansi & pentingnya, serta manfaat gerakan KP
c)       Tumbuhkan sikap ksatria yang menghargai pelaporan insiden
3)      Integrasikan aktivitas pengelolaan risiko, “kembangkan sistem & proses pengelolaan risiko, serta lakukan identifikasi & asesmen hal yang potensial bermasalah”
Bagi Rumah Sakit:
a)       Struktur & proses menjamin risiko klinis & non klinis, mencakup KP
b)       Kembangkan indikator kinerja bagi sistem pengelolaan risiko
c)       Gunakan informasi dari sistem pelaporan insiden & asesmen risiko & tingkatkan kepedulian terhadap pasien
Bagi Tim:
a)       Diskusi isu KP dalam forum-forum, untuk umpan balik kepada manajemen terkait
b)       Penilaian risiko pada individu pasien
c)       Proses asesmen risiko teratur, tentukan akseptabilitas tiap risiko, & langkah memperkecil risiko tsb.
4)      Kembangkan sistem pelaporan, “pastikan staf Anda agar dengan mudah dapat melaporkan kejadian/insiden serta RS mengatur pelaporan kepada KKP-RS”
Bagi Rumah Sakit:
a)      Lengkapi rencana implementasi sistem pelaporan insiden, ke dalam maupun ke luar yang harus dilaporkan ke KKPRS – PERSI
Bagi Tim:
a)       Dorong anggota untuk melaporkan setiap insiden & insiden yang telah dicegah tetapi tetap terjadi juga, sebagai bahan pelajaran yang penting
5)      Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien, “kembangkan cara-cara komunikasi yang terbuka dengan pasien”
Bagi Rumah Sakit:
a)       Kebijakan : komunikasi terbuka tentang insiden dengan pasien & keluarga
b)       Pasien & keluarga mendapat informasi bila terjadi insiden
c)       Dukungan, pelatihan & dorongan semangat kepada staf agar selalu terbuka kepada pasien & keluarga (dalam seluruh proses asuhan pasien)
Bagi Tim:
a)       Hargai & dukung keterlibatan pasien & keluarga bila telah terjadi insiden
b)       Prioritaskan pemberitahuan kepada pasien & keluarga bila terjadi insiden
c)       Segera setelah kejadian, tunjukkan empati kepada pasien & keluarga.
6)      Belajar dan berbagi pengalaman tentang Keselamatan pasien, “dorong staf anda untuk melakukan analisis akar masalah untuk belajar bagaimana & mengapa kejadian itu timbul”
Bagi Rumah Sakit:
a)       Staf terlatih mengkaji insiden secara tepat, mengidentifikasi sebab
b)       Kebijakan: kriteria pelaksanaan Analisis Akar Masalah (Root Cause Analysis/RCA) atau Failure Modes & Effects Analysis (FMEA) atau metoda analisis lain, mencakup semua insiden & minimum 1 x per tahun untuk proses risiko tinggi
Bagi Tim:
a)       Diskusikan dalam tim pengalaman dari hasil analisis insiden
b)       Identifikasi bagian lain yang mungkin terkena dampak & bagi pengalaman tersebut
7)      Cegah cedera melalui implementasi sistem Keselamatan pasien, “Gunakan informasi yang ada tentang kejadian/masalah untuk melakukan perubahan pada sistem pelayanan”
Bagi Rumah Sakit:
a)       Tentukan solusi dengan informasi dari sistem pelaporan, asesmen risiko, kajian insiden, audit serta analisis
b)       Solusi mencakup penjabaran ulang sistem, penyesuaian pelatihan staf & kegiatan klinis, penggunaan instrumen yang menjamin KP
c)       Asesmen risiko untuk setiap perubahan
d)       Sosialisasikan solusi yang dikembangkan oleh KKPRS-PERSI
e)       Umpan balik kepada staf tentang setiap tindakan yang diambil atas insiden
Bagi Tim:
a)       Kembangkan asuhan pasien menjadi lebih baik & lebih aman
b)       Telaah perubahan yang dibuat tim & pastikan pelaksanaannya
c)       Umpan balik atas setiap tindak lanjut tentang insiden yang dilaporkan

E.                 Sembilan Solusi Life-Saving Keselamatan Pasien Rumah Sakit
Solusi keselamatan pasien adalah sistem atau intervensi yang dibuat, mampu mencegah atau mengurangi cedera pasien yang berasal dari proses pelayanan kesehatan. Sembilan Solusi ini merupakan panduan yang sangat bermanfaat membantu RS, memperbaiki proses asuhan pasien, guna menghindari cedera maupun kematian yang dapat dicegah.
Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) mendorong RS-RS di Indonesia untuk menerapkan Sembilan Solusi Life-Saving Keselamatan Pasien Rumah Sakit, atau 9 Solusi, langsung atau bertahap, sesuai dengan kemampuan dan kondisi RS masing-masing.
a.       Perhatikan Nama Obat, Rupa dan Ucapan Mirip (Look-Alike, Sound-Alike Medication Names).
Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip (NORUM), yang membingungkan staf pelaksana adalah salah satu penyebab yang paling sering dalam kesalahan obat (medication error) dan ini merupakan suatu keprihatinan di seluruh dunia. Dengan puluhan ribu obat yang ada saat ini di pasar, maka sangat signifikan potensi terjadinya kesalahan akibat bingung terhadap nama merek atau generik serta kemasan. Solusi NORUM ditekankan pada penggunaan protokol untuk pengurangan risiko dan memastikan terbacanya resep, label, atau penggunaan perintah yang dicetak lebih dulu, maupun pembuatan resep secara elektronik.


b.      Pastikan Identifikasi Pasien
Kegagalan yang meluas dan terus menerus untuk mengidentifikasi pasien secara benar sering mengarah kepada kesalahan pengobatan, transfusi maupun pemeriksaan; pelaksanaan prosedur yang keliru orang; penyerahan bayi kepada bukan keluarganya, dsb. Rekomendasi ditekankan pada metode untuk verifikasi terhadap identitas pasien, termasuk keterlibatan pasien dalam proses ini; standardisasi dalam metode identifikasi di semua rumah sakit dalam suatu sistem layanan kesehatan; dan partisipasi pasien dalam konfirmasi ini; serta penggunaan protokol untuk membedakan identifikasi pasien dengan nama yang sama.
c.       Komunikasi Secara Benar saat Serah Terima/Pengoperan Pasien.
Kesenjangan dalam komunikasi saat serah terima/ pengoperan pasien antara unit-unit pelayanan, dan didalam serta antar tim pelayanan, bisa mengakibatkan terputusnya kesinambungan layanan, pengobatan yang tidak tepat, dan potensial dapat mengakibatkan cedera terhadap pasien. Rekomendasi ditujukan untuk memperbaiki pola serah terima pasien termasuk penggunaan protokol untuk mengkomunikasikan informasi yang bersifat kritis; memberikan kesempatan bagi para praktisi untuk bertanya dan menyampaikan pertanyaan-pertanyaan pada saat serah terima,dan melibatkan para pasien serta keluarga dalam proses serah terima.
d.      Pastikan Tindakan yang benar pada Sisi Tubuh yang benar.
Penyimpangan pada hal ini seharusnya sepenuhnya dapat dicegah. Kasus-kasus dengan pelaksanaan prosedur yang keliru atau pembedahan sisi tubuh yang salah sebagian besar adalah akibat dan miskomunikasi dan tidak adanya informasi atau informasinya tidak benar. Faktor yang paling banyak kontribusinya terhadap kesalahan-kesalahan macam ini adalah tidak ada atau kurangnya proses pra-bedah yang distandardisasi. Rekomendasinya adalah untuk mencegah jenis-jenis kekeliruan yang tergantung pada pelaksanaan proses verifikasi prapembedahan; pemberian tanda pada sisi yang akan dibedah oleh petugas yang akan melaksanakan prosedur; dan adanya tim yang terlibat dalam prosedur Time out sesaat sebelum memulai prosedur untuk mengkonfirmasikan identitas pasien, prosedur dan sisi yang akan dibedah.
e.       Kendalikan Cairan Elektrolit Pekat (concentrated).
Sementara semua obat-obatan, biologics, vaksin dan media kontras memiliki profil risiko, cairan elektrolit pekat yang digunakan untuk injeksi khususnya adalah berbahaya. Rekomendasinya adalah membuat standardisasi dari dosis, unit ukuran dan istilah; dan pencegahan atas campur aduk/bingung tentang cairan elektrolit pekat yang spesifik.
f.       Pastikan Akurasi Pemberian Obat pada Pengalihan Pelayanan.
Kesalahan medikasi terjadi paling sering pada saat transisi/pengalihan. Rekonsiliasi (penuntasan perbedaan) medikasi adalah suatu proses yang didesain untuk mencegah salah obat (medication errors) pada titik-titik transisi pasien. Rekomendasinya adalah menciptakan suatu daftar yang paling lengkap dan akurat dan seluruh medikasi yang sedang diterima pasien juga disebut sebagai “home medication list”, sebagai perbandingan dengan daftar saat admisi, penyerahan dan/atau perintah pemulangan bilamana menuliskan perintah medikasi; dan komunikasikan daftar tsb kepada petugas layanan yang berikut dimana pasien akan ditransfer atau dilepaskan.
g.      Hindari Salah Kateter dan Salah Sambung Slang (Tube).
Slang, kateter, dan spuit (syringe) yang digunakan harus didesain sedemikian rupa agar mencegah kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian Tidak Diharapkan) yang bisa menyebabkan cedera atas pasien melalui penyambungan spuit dan slang yang salah, serta memberikan medikasi atau cairan melalui jalur yang keliru. Rekomendasinya adalah menganjurkan perlunya perhatian atas medikasi secara detail/rinci bila sedang mengenjakan pemberian medikasi serta pemberian makan (misalnya slang yang benar), dan bilamana menyambung alat-alat kepada pasien (misalnya menggunakan sambungan & slang yang benar).
h.      Gunakan Alat Injeksi Sekali Pakai.
Salah satu keprihatinan global terbesar adalah penyebaran dan HIV, HBV, dan HCV yang diakibatkan oleh pakai ulang (reuse) dari jarum suntik. Rekomendasinya adalah penlunya melarang pakai ulang jarum di fasilitas layanan kesehatan; pelatihan periodik para petugas di lembaga-lembaga layanan kesehatan khususnya tentang prinsip-pninsip pengendalian infeksi,edukasi terhadap pasien dan keluarga mereka mengenai penularan infeksi melalui darah;dan praktek jarum sekali pakai yang aman.
i.        Tingkatkan Kebersihan Tangan (Hand hygiene) untuk Pencegahan lnfeksi Nosokomial.
Diperkirakan bahwa pada setiap saat lebih dari 1,4 juta orang di seluruh dunia menderita infeksi yang diperoleh di rumah-rumah sakit. Kebersihan Tangan yang efektif adalah ukuran preventif yang pimer untuk menghindarkan masalah ini. Rekomendasinya adalah mendorong implementasi penggunaan cairan “alcohol-based hand-rubs” tersedia pada titik-titik pelayan tersedianya sumber air pada semua kran, pendidikan staf mengenai teknik kebarsihan taangan yang benar mengingatkan penggunaan tangan bersih ditempat kerja; dan pengukuran kepatuhan penerapan kebersihan tangan melalui pemantauan/observasi dan tehnik-tehnik yang lain.

B.                  Indikator Patient Safety
Indikator patient safety merupakan ukuran yang digunakan untuk mengetahui tingkat keselamatan pasien selama dirawat di rumah sakit. Indikator ini dapat digunakan bersama dengan data pasien rawat inap yang sudah diperbolehkan meninggalkan rumah sakit. Indikator patient safety bermanfaat untuk menggambarkan besarnya masalah yang dialami pasien selama dirawat di rumah sakit, khususnya yang berkaitan dengan berbagai tindakan medik yang berpotensi menimbulkan risiko di sisi pasien. Dengan mendasarkan pada IPS ini maka rumah sakit dapat menetapkan upaya-upaya yang dapat mencegah timbulnya outcome klinik yang tidak diharapkan pada pasien. (Dwiprahasto, 2008).
Secara umum IPS terdiri atas 2 jenis, yaitu IPS tingkat rumah sakit dan IPS tingkat area pelayanan.
a.       Indikator tingkat rumah sakit (hospital level indicator) digunakan untuk mengukur potensi komplikasi yang sebenarnya dapat dicegah saat pasien mendapatkan berbagai tindakan medik di rumah sakit. Indikator ini hanya mencakup kasus-kasus yang merupakan diagnosis sekunder akibat terjadinya risiko pasca tindakan medik.
b.      Indikator tingkat area mencakup semua risiko komplikasi akibat tindakan medik yang didokumentasikan di tingkat pelayanan setempat (kabupaten/kota). Indikator ini mencakup diagnosis utama maupun diagnosis sekunder untuk komplikasi akibat tindakan medik.

A.                Tujuan penggunaan Indikator Patient Safety
Indikator patient safety (IPS) bermanfaat untuk mengidentifikasi area-area pelayanan yang memerlukan pengamatan dan perbaikan lebih lanjut, seperti misalnya untuk menunjukkan:
a.       adanya penurunan mutu pelayanan dari waktu ke waktu.
b.      bahwa suatu area pelayanan ternyata tidak memenuhi standar klinik atau terapi sebagaimana yang diharapkan
c.       tingginya variasi antar rumah sakit dan antar pemberi pelayanan
d.      disparitas geografi antar unit-unit pelayanan kesehatan (pemerintah vs swasta atau urban vs rural) (Dwiprahasto, 2008).
Selain penjelasan di atas metode tim perlu menjadi strategi dalam penanganan patient safety karena metode tim merupakan metode pemberian asuhan keperawatan, yaitu seorang perawat profesional memimpin sekelompok tenaga keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan pada sekelompok pasien melalui upaya kooperatif dan kolaboratif (Sitorus, 2006). Pada metode ini juga memungkinkan pelayanan keperawatan yang menyeluruh. Adanya pemberian asuhan keperawatan terhadap sekelompok pasien. (Nursalam, 2002). Jadi dengan pemberian asuhan keperawatan yang menyeluruh kepada pasien diharapkan keselamatan pasien dapat diperhatikan, sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan.

C.        Pengembangan Budaya Patient Safety
Menurut Hasting G, 2006, ada delapan langkah yang bisa dilakukan untuk mengembangkan budaya Patient safety ini:
a.         Put the focus back on safety
      Setiap staf yang bekerja di RS pasti ingin memberikan yang terbaik dan teraman untuk pasien. Tetapi supaya keselamatan pasien ini bisa dikembangkan dan semua staf merasa mendapatkan dukungan, patient safety ini harus menjadi prioritas strategis dari rumah sakit atau unit pelayanan kesehatan lainnya. Empat CEO RS yang terlibat dalamsafer patient initiatives di Inggris mengatakan bahwa tanggung jawab untuk keselamatan pasien tidak bisa didelegasikan dan mereka memegang peran kunci dalam membangun dan mempertahankan fokus patient safety di dalam RS.
b.      Think small and make the right thing easy to do
      Memberikan pelayanan kesehatan yang aman bagi pasien mungkin membutuhkan langkah-langkah yang agak kompleks. Tetapi dengan memecah kompleksitas ini dan membuat langkah-langkah yang lebih mudah mungkin akan memberikan peningkatan yang lebih nyata.
c.       Encourage open reporting
      Belajar dari pengalaman, meskipun itu sesuatu yang salah adalah pengalaman yang berharga. Koordinator patient safety dan manajer RS harus membuat budaya yang mendorong pelaporan. Mencatat tindakan-tindakan yang membahayakan pasien sama pentingnya dengan mencatat tindakan-tindakan yang menyelamatkan pasien. Diskusi terbuka mengenai insiden-insiden yang terjadi bisa menjadi pembelajaran bagi semua staf.
d.      Make data capture a priority
      Dibutuhkan sistem pencatatan data yang lebih baik untuk mempelajari dan mengikuti perkembangan kualitas dari waktu ke waktu. Misalnya saja data mortalitas. Dengan perubahan data mortalitas dari tahun ke tahun, klinisi dan manajer bisa melihat bagaimana manfaat dari penerapan patient safety.
e.       Use systems-wide approaches
      Keselamatan pasien tidak bisa menjadi tanggung jawab individual. Pengembangan hanya bisa terjadi jika ada sistem pendukung yang adekuat. Staf juga harus dilatih dan didorong untuk melakukan peningkatan kualitas pelayanan dan keselamatan terhadap pasien. Tetapi jika pendekatan patient safety tidak diintegrasikan secara utuh kedalam sistem yang berlaku di RS, maka peningkatan yang terjadi hanya akan bersifat sementara.
f.       Build implementation knowledge
      Staf juga membutuhkan motivasi dan dukungan untuk mengembangkan metodologi, sistem berfikir, dan implementasi program. Pemimpin sebagai pengarah jalannya program disini memegang peranan kunci. Di Inggris, pengembangan mutu pelayanan kesehatan dan keselamatan pasien sudah dimasukkan ke dalam kurikulum kedokteran dan keperawatan, sehingga diharapkan sesudah lulus kedua hal ini sudah menjadi bagian dalam budaya kerja.
g.      Involve patients in safety efforts
      Keterlibatan pasien dalam pengembangan patient safety terbukti dapat memberikan pengaruh yang positif. Perannya saat ini mungkin masih kecil, tetapi akan terus berkembang. Dimasukkannya perwakilan masyarakat umum dalam komite keselamatan pasien adalah salah satu bentuk kontribusi aktif dari masyarakat (pasien). Secara sederhana pasien bisa diarahkan untuk menjawab ketiga pertanyaan berikut: apa masalahnya? Apa yang bisa kubantu? Apa yang tidak boleh kukerjakan?
h.      Develop top-class patient safety leaders
      Prioritisasi keselamatan pasien, pembangunan sistem untuk pengumpulan data-data berkualitas tinggi, mendorong budaya tidak saling menyalahkan, memotivasi staf, dan melibatkan pasien dalam lingkungan kerja bukanlah sesuatu hal yang bisa tercapai dalam semalam. Diperlukan kepemimpinan yang kuat, tim yang kompak, serta dedikasi dan komitmen yang tinggi untuk tercapainya tujuan pengembangan budaya patient safety. Seringkali RS harus bekerja dengan konsultan leadership untuk mengembangkan kerjasama tim dan keterampilan komunikasi staf. Dengan kepemimpinan yang baik, masing-masing anggota tim dengan berbagai peran yang berbeda bisa saling melengkapi dengan anggota tim lainnya melalui kolaborasi yang erat.



BAB III
PENUTUP

3.1              Kesimpulan
Keselamatan pasien (patient safety) adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman, mencegah terjadinya cidera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
Isu penting terkait keselamatan (hospital risk) yaitu: keselamatan pasien; keselamatan pekerja (nakes); keselamatan fasilitas (bangunan, peralatan); keselamatan lingkungan; keselamatan bisnis.
Elemen Patient Safety yaitu: Adverse drug events(ADE)/ medication errors (ME) (ketidakcocokan obat/kesalahan pengobatan), Restraint use (kendali penggunaan), Nosocomial infections (infeksi nosokomial), Surgical mishaps (kecelakaan operasi), Pressure ulcers (tekanan ulkus), Blood product safety/administration (keamanan produk darah/administrasi), Antimicrobial resistance (resistensi antimikroba), Immunization program (program imunisasi), Falls (terjatuh), Blood stream – vascular catheter care (aliran darah – perawatan kateter pembuluh darah), Systematic review, follow-up, and reporting of patient/visitor incident reports (tinjauan sistematis, tindakan lanjutan, dan pelaporan pasien/pengunjung laporan kejadian).
3.2              Saran
Diharapkan dengan adanya makalah ini pembaca khususnya dapat memahami tentang keselamatan pasien di lingkungan pelayanan Poli Klinik. Diharapkan dalam proses asuhan medis ini tidak ada yang mengakibatkan cedera pada pasien, berupa Near Miss atau Adverse Event (Kejadian Tidak Diharapkan/KTD).




DAFTAR PUSTAKA

Komalawati, Veronica. (2010) Community&Patient Safety Dalam Perspektif Hukum Kesehatan.
Lestari, Trisasi. Knteks Mikro dalam Implementasi Patient Safety: Delapan Langkah Untuk Mengembangkan Budaya Patient Safety. Buletin IHQN Vol II/Nomor.04/2006 Hal.1-3
Pabuti, Aumas. (2011) Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien (KP) Rumah Sakit. Proceedings of expert lecture of  medical student of Block 21st of Andalas University, Indonesia
Panduang Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient Safety). 2005
Yahya, Adib A. (2006) Konsep dan Program “Patient Safety”. Proceedings of National Convention VI of The Hospital Quality Hotel Permata Bidakara, Bandung 14-15 November 2006.
Nursalam (2002). Manajemen Keperawatan. Penerapan dalam Praktik            Keperawatan Profesional. Jakarta: Salemba Medika
Nursalam (2007).  Manajemen Keperawatan. Edisi 2. Penerapan dalam Praktik Keperawatan Profesional. Jakarta: Salemba Medika.
Vestal, K.W. (1995).  Nursing Management: Concepts and Issues. Lippincott. Philadelphia.