Wednesday 8 December 2021

Makalah BUDIDAYA KAMBING ETAWA SEBAGAI KAMBING PERAH DI INDONESIA

 

DAFTAR ISI

 

 

KATA PENGANTAR................................................................................... ........ i

DAFTAR ISI.................................................................................................. ....... ii

 

BAB 1 PENDAHULUAN..................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang.................................................................................... 1

1.2 Tujuan................................................................................................. 1

1.3 Manfaat............................................................................................... 2

1.4 pengaruh wilayah di ndonesia terhadap produksi susu kambing etawa                        2

 

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................... 4

2.1 karakteristik kambing etawa............................................................... 4

2.2 pakan kambing etawa......................................................................... 5

2.3 manajeman pemeliharaan kambing etawa........................................... 7

2.4 produksi susu kambing peranakan etawa.......................................... 10

 

BAB III METODE PEMELIHARAAN KAMBING PERANAKAN ETAWA................................................. 14

3.1 metode pemeliharaan entesif kambing peranakan etawa.................. 14

3.2 metode pemeliharaan semi etensif kambing peranakan etawa.... ..... 14

3.3 metode pemeliharaan kambing pernakan etawa secara tradisional                    15

 

BAB IV  KESIMPULAN DAN SARAN.......................................................... 16

4.1 kesimpulan........................................................................................ 16

4.2 saran.................................................................................................. 16

 

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 17

 


BAB 1

PENDAHULUAN

 

1.1     Latar Belakang

Peternakan adalah kegiatan mengembangbiakan dan membudidayakan hewan ternak untuk dimanfaatkan oleh manusia. Peternakan memiliki arti yang penting bagi kehidupan manusia, baik sebagai sumber protein hewani yang dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan turut berperan serta dalam meningkatkan perekonomian negara. Produk-produk yang dihasilkan seperti daging, susu, jeroan, dan tulang serta kulit bahkan bulu sekalipun dapat bermanfaat bagi kehidupan manusia. Oleh karena itu, perlu dikembangkan cara beternak yang baik untuk memaksimalkan potensi peternakan, yaitu dengan penerapan manajemen pemeliharaan dan perawatan kesehatan ternak.

Walaupun demikian, masih banyak orang yang menganggap kambing adalah ternaknya orang miskin dan sering membuat susah, perusak tanaman dan penyebab erosi (perusak lingkungan). Persepsi negatif ini sangat tidak menguntungkan dalam perspektif pengembangan ternak kambing untuk kesejahteraan masyarakat. Pandangan negatif ini terus berkembang sampai pada masalah kesehatan di mana ada pendapat mengkonsumsi daging kambing dan/atau susu kambing erat kaitannya dengan tingginya kadar kolesterol darah dan berbahaya bagi kesehatan. Namun kalau dilihat secara mendalam dan penuh kejujuran, ternak kambing dapat memberi manfaat yang begitu besar bagi manusia bila dikelola dengan baik melalui penyediaan daging, susu, kulit dan pupuk organik.

 

1.2     Tujuan

1.      Mengetahui manajemen ternak kambing etawa

2.         Mengetahui siklus reproduksi dan produksi kambing etawa

3.        Mengetahui tata laksana pemasaran

 

 

 

1.3     Manfaat

1.   Dapat mengaplikasikan manajemen ternak kambing etawa sebagai potensi usaha.

2.   Dapat belajar dan mengetahui siklus reproduksi dan waktu produksi kambing etawa.

3.   Dapat mengetahui teknik pemasaran.

 

1.4 pengaruh wilayah di ndonesia terhadap produksi susu kambing etawa

Kambing perah merupakan komoditas baru di Indonesi yang kemungkinan memiliki prospek pengembangan yang baik. Walaupun belum terbukti secara Ilmiah, anggapan yang berkembang di masyarakat adalah bahwa susu kambing dapat menyembuhkan berbagai penyakit pernafasan, seperti asma dan TBC. Oleh karena itu permintaan cenderung semakin meningkat dan harga yang masih cukup tinggi. Di sisi lain kambing perah dapat berperan ganda sebagai peghasil susu dan daging. Dari kebutuhan investasi, usaha kambing pernah memerlukan investasi jauh lebih kecil dibandingkan dengan sapi perah dan disamping ini relatif lebih mudah dalam manajemen.

Menurut produk yang dihasilkan, ternak kambing dikelompokkan menjadi 4 yaitu penghasil daging (tipe pedaging), Dari aspek produksi daging, permintaan daging kambing di Indonesia maupun di dunia juga mengalami peningkatan pesat selama 10 tahun terakhir ini. Indonesia mengkonsumsi kambing sebagai salah satu sumber protein hewani yang utama setelah sapi dan ayam. Pasokan daging kambing relatif terbatas karena usaha peternakan kambing di Indonesia di dominasi oleh usaha rumah tangga dengan skala pemilikian 4 – 10 ekor. Permintaan kambing untuk konsumen khususnya seperti restauran dan hotel-hotel masih dipenuhi oleh impor. Hal ini disebabkan daging kambing dalam negeri kurang sesuai untuk masakan yang dikehendaki oleh restauran dan hotel tersebut. Pengembangan pasar ke pasar spesifik merupakan peluang ekonomi yang pantas diraih dengan pengusahaan peternakan kambing sistem ranch, dan hal ini sangat sesuai dengan kambing PE.

Penghasil susu (tipe perah), Jumlah anak per kelahiran (litter size) bervariasi 1 sampai dengan 3 ekor dengan tingkat produksi susu yang melebihi dari kebutuhan untuk anaknya, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai produk komersial dan tidak mengganggu proses reproduksinya. Biaya investasi usaha ternak kambing relatif rendah dan pemeliharaannya pun jauh lebih mudah dibanding sapi. Komoditas susu kambing juga memiliki propek yang baik sejalan dengan semakin memasyarakatnya susu tersebut. Penghasil bulu (tipe bulu/mohair/cashmere), dan penghasil daging dan susu (tipe dwi guna).

Kambing Peranakan Etawah (PE) adalah termasuk dalam kelompok kambing dwiguna. Kambing ini merupakan hasil persilangan antara kambing Etawah dari India dengan kambing Kacang (lokal) di masa lalu (zaman kolonial Belanda). Kambing PE telah beradaptasi baik dengan kondisi tropis basah di Indonesia. Sistem perkawinan yang tak terkontrol dan tanpa diikuti seleksi yang terarah menyebabkan besarnya variasi penotipe (penampakan luar) dan genotipe (genetik) dari kambing PE ini. Beberapa karakter penting dari kambing PE yaitu: bentuk muka cembung, telinga relatif panjang (18-30 cm) dan terkulai. Jantan dan betina bertanduk pendek. Warna bulu bervariasi dari kream sampai hitam. Bulu pada bagian paha belakang, leher dan pundak lebih tebal dan lebih panjang daripada bagian lainnya. Warna putih dengan belang hitam atau belang coklat cukup dominan. Tinggi badan untuk jantan 70-100 cm, dengan berat badan dewasa mencapai 40-80 kg untuk jantan dan 30-50 kg untuk betina. Diakui ataupun tidak, daerah kawasan pegunungan Menoreh di perbatasan Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah sejak dulu adalah sentra kambing PE di Indonesia, dan dari sinilah kambing PE menyebar ke berbagai daerah di Indonesia (Litbang, 2011).

 

 

 

 


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

 

2.1  Karakteristik Kambing Etawa

Kambing etawa adalah kambing yang didatangkan dari India. Kambing etawa juga disebut kambing jamnapari. Bagi Anda yang masih awam mengenai kambing jenis ini mungkin merasa kesulitan untuk mengetahui ciri-ciri umum kambing peranakan etawa.

ciri-ciri umum kambing peranakan etawa

a.       Tinggi kambing jantan etawa berkisar antara 90—127 sentimeter dan betina hanya mencapai 92 sentimeter. Bobot jantan bisa mencapai 91 kilogram, sedangkan betina hanya mencapai 63 kilogram. Telinganya panjang dan terkulai ke bawah. Dahi dan hidungnya cembung. Baik jantan maupun betina bertanduk pendek.

b.      Kambing jenis ini mampu menghasilkan susu hingga 3 liter per hari. Keturunan silangan (hibrida) kambing etawa dengan kambing lokal dikenal sebagai kambing peranakan etawa (PE). Kambing PE berukuran hampir sama dengan etawa, namun lebih adaptif terhadap lingkungan lokal Indonesia.

c.       Kambing etawa ras kaligesing mulanya didatangkan dari India oleh pemerintah Belanda pada masa penjajahan. Kemudian, secara turun temurun dikembangbiakkan oleh masyarakat Desa Donorejo, Kecamatan Kaligesing, Kabupaten Purworejo.

d.      Namun dalam perkembangannya, kini kambing peranakan etawa ini dibudidayakan secara meluas hampir di seluruh Kabupaten Purworejo. Bahkan, telah merambah di beberapa wilayah seperti Yogyakarta, Kudus, Jepara, Banyuwangi, Malang, Kediri, Trenggalek, dan kota-kota lain di luar Jawa.

Bagi anda yang masih awam, berikut ini ciri-ciri umum kambing peranakan etawa ras kaligesing.

1.      Kambing etawa betina

a.       Badan besar

b.       Tinggi gumba 70—90 sentimeter

c.       Berat hidup 45—80 kilogram

d.      Panjang badan jantan 65—85 sentimeter

e.       Kepala tegak, jenong menyerupai ikan louhan, dan garis profil melengkung

f.       Memiliki tanduk mengarah ke belakang (kebanyakan pendek)

g.      Telinga panjang berukuran 10—28 sentimeter serta melipat dan pada ujungnya lebar menggantung

h.      Kambing berkembang dengan baik, puting susu besar dan panjang

i.        Pola warna bulu bervariasi antara hitam, putih, cokelat kekuningan, atau kombinasi keduanya

j.        Paha kaki belakang berbulu lebat dan panjang

 

2.      Kambing etawa jantan

a.       Badan besar

b.      Tinggi gumba 90—110 sentimeter

c.       Berat hidup 65—120 kilogram

d.      Panjang badan 85—115 sentimeter

e.       Kepala tegak, garis profil melengkung

f.       Memiliki tanduk mengarah ke belakang

g.      Telinga lebar menggantung panjang serta melipat pada ujungnya. Panjang telinga jantan antara 25—41 sentimeter

h.      Lingkar testis bisa mencapai 23 sentimeter

i.        Warna bulu bervariasi antara hitam, putih, cokelat kekuningan, atau kombinasi keduanya

j.        Paha kaki belakang berbulu lebat dan panjang

 

2.2  Pakan Kambing Etawa

Makanan Kambing adalah jenis pakan kambing etawa yang baik. Merupakan daftar makanan yang aman dan memiliki kandungan gizi yang melimpah. Sehingga menunjang pertumbuhan kambing.

Sebagai binatang herbivora, otomatis kambing hanya mau makan makanan yang berjenis tumbuhan. Seperti rumput-rumputan dan dedaunan. Tapi tak menutup kemungkinan juga doyan makan buah-buahan.

Pakan adalah sebuah jenis bahan yang secara kesuluruhan atau sebagian dapat di makan dan di cerna oleh hewan ternak tanpa mengganggu kesehatan ternak. Bahan pakan ternak dapat bersumber dari tumbuhan atau bukan tumbuhan. Kualitas oleh bahan pakan ternak tergantung dari kandungan nutrisi dan komposisi kimianya, dan kandungan zat anti-nutrisi di dalamnya. Zat yang paling penting dalam pakan adalah protein. Bahan bahan pakan yang berkualitas harus mengandung protein, karbohidrat, lemak, mineral, dan vitamin yang seimbang,Cek juga cara membuat keripik bayam.

Berikut Jenis Pakan Kambing Etawa :

1.      Suase

Suase adalah sebuah pakan ternak hijau hijauan yang di simpan dalam keadaan bentuk segar. Berbeda dengan silase yang di simpan dalam keadaan kering agar untuk jangka waktu panjang, maka suase di simpan hanya untuk jangka waktu pendek saja.

Yaitu hanya untuk beberapa hari saja yang dengan tujuan hanya untuk efisiensi tenaga, karena peternak tidak perlu mencari hijauan bagi setiap harinya.Biasanya pakan suase berasal dari tanaman seperti padi padian, dan rerumputan. Dengan adanya suase dapat membuat ketersediaan makanan kambing bertambah lebih banyak dan dapat di berikan kapan saja.

2.      Hijauan Kering dan Jerami

Pakan hijauan kering atau di sebut juga silase merupakan pakan hijauan kering yang di awetkan dan di simpan dalam keadaan terbungkus kantong plastik yang kedap udara, drum. Dan tentunya sudah mengalami proses fermentasi dan dalam keadaan tanpa udara atau di sebut juga dengan anaerob.

Silase adalah sebuah rumput segar yang langsung di keringkan sampai dengan kandungan air 60%, lalu di simpan ke dalam keadaan anearob. Proses silase melibatkan semua bakteri atau mikroba yang akan membentuk dalam asam susu. Yaitu Lactis Acidi dan Streptococcus yang bisa hidup dengan cara anerob dan dalam derajat keasaman 4 (pH 4).

Oleh demikian proses silase terjadi dalam keadaan kantung yang kedap udara, sehingga pakan tidak akan cepat membusuk oleh bakteri lain atau juga jamur.

Pakan yang tergolong ke dalam pakan hijau kering adalah semua dari jenis jerami atau pakan hijauan ternak yang di potong potong lalu di jemur. Manfaat serat kasar dari pakan hijauan kering adalah lebih 18%.

3.      Kulit Pisang

Pakan alternatif kambing biasanya dibutuhkan untuk menyeimbangkan gizi. Rumput memang baik bagi kambing, tapi kalau bisa juga menambah jenis makanan yang lain, maka akan jauh lebih baik kandunganya. Rahasia sukses untuk para peternak kambing rupanya mereka lebih suka memberikan makanan kambing yang berupa kulit pisang. Ya, kulit buah pisang.

4.      Mineral

Mineral atau zat-zat garam sangat dibutuhkan untuk kebutuhan hewat ternak perah. Zat anorganik yang di butuhkan juga oleh tubuh ternak juga bermacam macam. Kandungan Di Mineral yang di butuhkan juga pada ternak ada dua macam adalah mineral makro dan mineral mikro.

Fungsi dari sebuah mineral makro adalah untuk mbentuk organ tubuh pada sebuah hewan ternak dan itu di butuhkan dalam jumlah besar. Mineral mikro yang di butuhkan hewan ternak untuk tidak banyak dan umumnya terdapat dalam jaringan dengan kondisi konsentrasi yang kecil.

5.      Pakan Konsentrat Kambing

Makanan kambing dan pakan alternatif bagi kambing juga terkadang terbuat dalam wujud berbentuk konsentrat cairan. Jadi ini akan bertekstur seperti minuman maupun bubur untuk kambing. Terbuat dari aneka macam jenis bahan, terutama kalsium dan garam dapur.

 

2.3  Manajeman Pemeliharaan Kambing Etawa

Bibit ternak unggul merupakan faktor produksi utama dalam usaha peternakan. Sebaik apapun manajemen yang diberikan jika kualitas bibit ternak rendah (jelek) maka usaha peternakan akan menjadi kurang efisien. Dalam hal ini unit usaha pembibitan memegang peran penting dalam penyediaan bibit unggul. Sayangnya usaha pembibitan kambing PE di Indonesia secara ekonomis belum begitu menarik untuk dilakukan, sehingga bibitan ternak kambing dan menerapkan prinsif-prinsif seleksi yang benar dan terarah masih terbatas dilakukan oleh instansi pemerintah. Ada banyak metode/pola pembibitan salah satunya adalah pola village breeding Centre (VBC). Pada pola ini petani diikut sertakan dalam usaha pembibitan bersama-sama dengan pemerintah/swasta.

Faktor produksi kedua adalah pakan ternak. Konsumsi pakan yang cukup (jumlah dan kualitasnya) akan menentukan mampu tidaknya ternak tersebut mengekpresikan potensi genetik yang dimilikinya. Bagi ternak yang digembalakan pemenuhan gizi sebagian besar/semuanya tergantung dari ternak itu sendiri. Tapi bagi ternak yang dikandangkan, pemenuhan gizinya tergantung dari petani. Setiap ekor kambing harus mendapat pakan hijauan segar sekitar 10% berat badannya. Pakan hijauan tersebut dapat berupa rumput, legum, dan limbah hasil pertanian (jerami kedelai, kacang panjang, kacang tanah, daun jagung dll). Walaupun demikian ternak kambing perlu diberi pakan penguat (konsentrat dan pakan imbuhan/ suplemen) untuk menutupi kekurangan zat gizi pada pakan hijauan. Makin banyak variasi campuran pakan hijauan yang diberikan makin baik, untuk saling melengkapi sehingga ternak mengkonsumsi zat gizi yang cukup. Sama dengan ternak lainnya, kambing juga memerlukan 5 gizi utama yaitu: energi, protein, mineral, vitamin dan air dalam jumlah yang cukup agar dapat tumbuh, berkembang biak dan berproduksi sesuai dengan potensi genetiknya.

Bagi ternak yang digembalakan secara terus menerus seperti peternakan di negara Australia, New Zealand dll, kandang ternak boleh dibilang tidak diperlukan. Namun di Indonesia di mana penggembalaan jarang dilakukan dan kalaupun ada sangat terbatas, faktor kandang menjadi penting. Kandang adalah rumahnya ternak dan oleh karenanya kandang hendaknya dibangun sebaik mungkin agar nyaman bagi ternak dan pengelolanya (peternak). Kandang panggung adalah tipe kandang yang paling populer di Jawa, di samping kandang lantai tanah. Kandang panggung menjamin kondisi kandang dan ternak menjadi lebih bersih.

Faktor produksi penting lainnya yang perlu diperhatikan adalah kesehatan ternak. Sehat merupakan kata kunci menuju produktivitas tinggi setiap makhluk hidup. Hal sebaliknya akan terjadi bila kondisi kesehatan terganggu (sakit). Penyakit pada kambing dapat dibedakan atas 2 yaitu penyakit menular (disebabkan oleh virus, bakteri, jamur, parasit darah, cacing dan kutu) dan penyakit tidak menular (antara lain karena kurang gizi, kurang mineral, tanaman beracun, dan racun). Adapun cara penularan penyakit adalah (1) Kontak langsung dengan hewan sakit, tanaman beracun, racun; (2) Kontak dengan bahan tercemar penyakit/racun, dan (3) Dibawa serangga, pekerja kandang, angin.

Ada berbagai macam jenis penyakit pada ternak kambing, tiga diataranya yaitu mastitis, scabies dan bloat adalah paling sering dijumpai, khususnya pada kambing perah. Mastitis adalah penyakit infeksi pada ambing oleh bakteri. Menjaga kebersihan/sanitasi merupakan cara terbaik mencegah mastitis, termasuk melakukan “teat dip” setiap kali pemerahan. Teat dip (larutan celup puting susu): 250 ml chlorohexadine 2% + 45 ml gliserin + air sehingga menjadi 1 liter larutan. Tanda-tanda mastitis antara lain ambing terasa panas, sakit dan membengkak, dan bila diraba terasa ada yang mengeras pada ambing; Warna dan kualitas air susu abnormal, seperti ada warna kemerahan (darah), pucat seperti air, kental kekuningan atau kehijauan. Mastitis dapat diobati dengan antibiotik. Pengobatan dilakukan dengan memasukkan antibiotik melalui puting susu, setelah ambing dikosongkan (diperah) terlebih dahulu. Pengobatan dapat dilakukan 2-3 kali per hari, sampai ternak benar-benar sembuh.

Scabies (Gudugan/Gatal) adalah penyakit kulit yang paling sering dan serius terjadi pada kambing. Cara penularannya adalah dengan kontak langsung dengan ternak yang terinfeksi (sakit), atau kontak dengan alat atau kandang yang tercemar (bekas ternak sakit). Pengobatannya adalah dengan injeksi invermectin (sub-cutan/bawah kulit) atau cara tradisional dengan mengoleskan campuran belerang dengan oli. Pencegahan terhadap penyakit selalu lebih baik dari pengobatan. Menjaga kebersihan kandang, peralatan dan ternaknya harus selalu dilakukan, dan jika terjadi penyakit ini ternak terjangkit harus diisolasi (dipisahkan) dari ternak yang sehat. Ternak yang terkena penyakit scabies akan selalu menggaruk-garuk bagian tubuhnya yang terinfeksi karena gatal. Bagian kulit yang terinfeksi mengalami penebalan, nafsu makan berkurang dan ternak jadi kurus, bulu kusam dan berdiri dan rontok, serta produktivitas menurun. Pada penyakit yang akut tidak jarang akan berakhir dengan kematian.

Bloat/Tympani (Kembung Perut) terjadi akibat pembentukan gas dalam lambung secara berlebihan dan dalam waktu yang cepat. Kadang-kadang penyakit ini terjadi secara mendadak. Pencegahan adalah hindari memberikan hijauan muda secara berlebihan, atau hijauan yang masih mengandung embun pagi, dan ternak cukup mendapat ”exercise”. Hindari pemberian hijauan satu jenis/macam, terutama hijauan leguminosa. Berikan rumput kering sebelum memberikan legum. Pengalaman di lapang, pengobatan dengan berbagai macam cara dengan tingkat keberhasilan yang bervariasi antara lain dengan menggunakan minuman sprit, minyak nabati/goreng, asam jawa, obat antangin (obat untuk manusia) dll. Jika cara di atas gagal, cara terakhir adalah dengan menusukkan jarum besar/trocar/canula atau alat sejenisnya ke dalam lambung sebelah kiri. Tingkat kesuksesan cara ini adalah rendah, karena 60-80% dari ternak yang diperlakukan demikian akan mati karena infeksi.

Pemeliharan secara intensif dapat mencapai pertambahan bobot 100-150 gram perhari dengan rata – rata 120 gram perhari atau 700 – 1.050 gram dengan rata – rata 840 gram perminggu. Pemiliharaan secara semi – intensif hanya menghasilkan pertambahan bobot 30-50 gram perhari (Mulyono dan Sarwono, 2005).

 

2.4  Produksi Susu Kambing Peranakan Etawa

Untuk menjaga kelangsungan hidup suatu populasi ternak, maka ternak tersebut harus melakukan reproduksi/perkembangbiakan. Secara fisiologis, aktivitas reproduksi pada kambing sudah mulai sejak usia dini (muda), namun ekspresi tingkah laku seksual (birahi/estrus) yang sebenarnya baru nampak pada saat pubertas yaitu sekitar umur 6-12 bulan. Walaupun demikian perkawinan pertama sebaiknya dilakukan setelah ternak mencapai dewasa tubuh atau telah mempunyai berat badan sekitar 60-70% dari berat badan dewasanya.

Ekspresi seksual dan kinerja reproduksi dipengaruhi oleh kerja hormon, seperti FSH, LH, estrogen, progesteron dan/atau testosteron. Mekanisme kerja hormon tersebut sangat komplek, dan dipengaruhi oleh banyak faktor termasuk iklim. Pada daerah sub-tropis yang mempunyai empat musim, di mana perbedaan antara lamanya siang dan malam sangat mencolok, kambing menunjukkan aktifitas seksual musiman, dan beranak sekali dalam setahun. Lain halnya di daerah tropis, termasuk Indonesia, kambing di daerah ini tidak menunjukkan aktivitas seksual musiman, artinya ternak tersebut dapat dikawinkan sepanjang tahun. Dengan manajemen perkawinan yang baik, beranak tiga kali dalam 2 tahun adalah sangat mungkin terjadi. Potensi ini adalah peluang untuk meningkatkan produktivitas ternak kambing. Walaupun demikian disarankan untuk melakukan penjadwalan perkawinan agar pada saat beranak dan laktasi pakan hijauan cukup tersedia. Kambing betina hanya mau kawin pada saat periode birahi (estrus) yang relatif singkat (12 – 48 jam), dan ini berulang (siklus) setiap 18 - 24 hari (rataan 20 hari). Berbeda halnya dengan kambing jantan, aktivitas seksualnya dapat terjadi sepanjang tahun. Kambing jantan, sering kurang disukai karena baunya yang kurang sedap (prengus) dan agresif. Demikian juga ada anggapan bahwa pejantan tidak menghasilkan anak sehingga banyak petani enggan memelihara pejantan. Padahal tanpa pejantan, petani sudah pasti tidak akan dapat hasil (anak dan susu) dari ternak betina yang dipeliharanya. Kambing anak jantan yang pertumbuhannya baik akan mulai dapat kawin pada umur yang relatif muda 6 – 10 bulan, namun sebaiknya pejantan muda tersebut mulai dipakai sebagai pemacek pada umur sekitar 15-18 bulan.

Kemampuan kawin pejantan dipengaruhi oleh banyak faktor seperti breed, kondisi tubuh  dan kesehatan. Beberapa pejantan juga ada yang menunjukkan kesukaannya (preference) terhadap betina tertentu. Pada perkawinan secara alami disertai dengan pengaturan perkawinan yang baik setiap pejantan dapat mengawini 3-4 ekor induk per minggu (12-16 ekor per bulan). Maka bila interval beranak adalah 8 bulan, sebenarnya secara teoritis rasio jantan/betina dapat mencapai 1: 74-112. Penggunaan pejantan untuk breeding harus diikuti dengan pencatatan (rekording) yang baik agar jangan terjadi perkawinan kerabat dekat (inbreeding). Untuk tujuan kawin secara inseminasi buatan (IB), pejantan perlu dilatih untuk dapat ejakulasi dalam vagina buatan. Pejantan yang sangat aktif akan mudah dan mau menaiki betina, bahkan ternak jantan, serta ejakulasi pada vagina buatan. Volume ejakulat 0.5 – 2 ml, konsentrasi sperm 1 – 3 milyar/ml, skor motilitas > 70%, abnormal sperm 8 – 15%.

Reproduksi kambing juga dipengaruhi oleh tingkat kecukupan gizi yang ada. Kebutuhan pakan kambing dipenuhi dengan rumput yang di tanam oleh proyek di areal yang ada. Selain rumput, kambing juga memerlukan makanan tambahan berupa bijibijian untuk mempercepat pertumbuhannya. Tambahan pakan diperkirakan 24 ton per tahun. Untuk menyuburkan rumput dipergunakan pupuk organik yang banyaknya 32 kg per ha per tahun. Pemupukan hanya dilakukan pada 3 tahun pertama proyek, untuk masa-masa selanjutnya rumput hanya akan dirawat, zat-zat organik yang dapat menyuburkan tanah dapat diperoleh dari kompos kotoran ternak. Selain itu untuk kepentingan ditambahkan obat-obatan berupa hormon vitamin.

Daging kambing jantan umumnya kurang disenangi karena memiliki serat yang kenyal dan bau yag cukup tajam. Oleh karenanya, penjualan kambing jantan dilakukan pada usia muda kecuali kambing jantan yang hendak dijadikan pejantan.

Perkiraan perkembangan kambing pada ranch didasarkan pada perhitungan berikut:

1.      Kematian tahunan kambing dewasa : 10%

2.      Daya tahan hidup (survival rate) jantan : 65%

3.      Daya tahan hidup (survival rate) betina : 85%

4.      Tingkat pergantian induk : 35%

5.      (Kematian 10%, penyisihan karena tua 20%, tidak subur dan alasan lain 5%)

6.      Persentasi induk yang disisihkan : 10%

7.      Tingkat pengantian induk : 25%

Usaha kambing ternak ini menggunakan induk 16 ekor dengan periode pemeliharaan selama 6 tahun. Ratusan litter size yang diperoleh adalah 2,25 ekor/kelahiran. Pejantan digunakan selama 2 tahun dan nisbah antara penggunaan jantan terhadap betina sebesar 1 : 8. Setelah lewat 2 tahun dijual sebagai pejantan afkir dengan harga yang sedang berlaku di pasaran. Anak betina dipilih sebanyak 2% sebagai replacement stock, sedangkan anak jantan semuanya dijual. Penjualan ternak dilakukan atas dasar per kg bobot badan hidup.

Dengan sistem manajemen yang baik maka periode laktasasi dapat dilakukan sampai 9 bulan dengan puncak produksi pada bulan pertama kedua, dapat dilakukan sampai 9 bulan dengan puncak produksi pada bulan pertama dan bulan kedua, dapat mencapai produksi 4 liter/ekor/hari.

 

 


BAB III

METODE PEMELIHARAAN KAMBING PERANAKAN ETAWA

3.1  Metode Pemeliharaan ekstensif Kambing Peranakan Etawa

Sistem pemeliharaan secara intensif ini artinya kambing yang dipelihara petani dikurung/dikandangkan sepanjang hari.Sistem pemeliharaan secara intensif memerlukan pengandangan terus menerus atautanpa penggembalaan, sistem ini dapat mengontrol dari faktor lingkungan   yang   tidak   baik dan mengontrol   aspek- aspek kebiasaan kambing

.Dalam sistem pemeliharaan ini perlu dilakukan pemisahan antara jantan dan betina sehubungan dengan ini perlu memisahkan kambing betina muda dari umur tiga bulan sampaicukup umur untuk dikembangbiakkan, sedangkan untuk pejantan dan jantan harusdikandangkan atau ditambatkan terpisah

Kambing yang diternak secara intensif membutuhkan perhatian penuh dari pemiliknya, berupa kegiatan rutin sehari-hari dan kegiatan insidental.Perhatian itu mutlak karena kehidupan ternak sepenuhnya terkurung di dalam kandang.Seumur hidup, kambing berada di kandang dan tidak bisa berkeliaran kemana-mana.Kandang intensif terdiri dari dua jenis, yaitu kandang koloni dan kandang individual.Produktivitas kambing yang dipelihara secara intensif dapat ditunjang dengan pemberian pakan hijauan maupun konsentrat yang baik dengan komposisi yang sesuai, penanggulangan penyakit, penanganan pasca panen dan pemasaran serta jenis bangsa kambing dan umurnya

 

3.2  Metode Pemeliharaan Semi Etensif Kambing Peranakan Etawa

Sistem pemeliharaan secara semi intensif merupakan gabungan pengelolaan ekstensif (tanpa penggembalaan) dengan intensif, tetapi biasanya membutuhkan penggembalaan terkontrol dan pemberian pakan konsentrattambahan (Williamson dan Payne 1993).Menurut Mulyono dan Sarwono (2005), pertambahan bobot kambing yang digemukkan secara semi-intensif, rata-rata hanya 30-50 gram per hari.

 

 

3.3  Metode Pemeliharaan Kambing Pernakan Etawa Secara Tradisional

Para peternak masih melakukan pemeliharaan kambing PE secara tradisional dengan ciri penggunaan tenaga kerja keluarga, dan pemanfaatan sumber daya belum maksimal sehingga tingkat keuntungan belum memadai. Mayoritas peternak kambing PE bertindak sebagai pemilik dan pekerja, meskipun ada beberapa peternak yang tidak menjadikan usaha peternakan ini sebagai mata pencaharian utama atau hanya sampingan saja. Peternak membangun kandang kambing ada yang dikelompokan di satu wilayah

komplek kandang yang menempati tanah kas desa, adapula yang berada di sebelah rumah ataupun di tanah pekarangan milik warga. Pada umumnya peternak memiliki dua sampai lima ekor kambing, namun ada juga yang lebih dari lima ekor kambing bahkan sampai ratusan ekor.

Produktifitas susu kambing yang dihasilkan tidaklah menentu, karena tidak semua kambing menghasilkan susu. Walupun demikian tetap ada hasil lain yang tidak seberapa harganya kini banyak diminati para petani organik yakni kotoran dan air seni dari kambing PE. Pengelolaan peternakan kambing pun membutuhkan perhatian khusus, hal ini terkait dengan berbagai hal yang mempengaruhinya, terutama modal yang harus disediakan pada awal usaha dan untuk biaya pemeliharaan serta pakan kambing PE. Peternak kambing PE seringkali mengalami kerugian akibat ketidakseimbangan antara produksi susu yang dihasilkan dengan biaya yang dikeluarkan peternak untuk memenuhi kebutuhan hidup dari kambing PE tersebut, selain itu pemasaran susu kambing ternyata juga belum optimal hal ini dikarenakan belum semua peternak dapat mengolah susu kambing dalam berbagai produk, serta menjual langsung susu kambing kepada konsumen.


BAB IV

PENUTUP

 

4.1 Kesimpulan

Pengembangan kambing perah PE akan terwujud dengan baik bila diikuti dengan kebijakan yang tepat: (1) Dalam upaya akselerasi penerapan inovasi teknologi produksi kambing perah PE di lapangan, diperlukan kebijakan pemerintah dalam pembentukan kawasan sentra produksi kambing perah di setiap provinsi yang dikelola oleh petani bekerjasama dengan pusat-pusat pembibitan pemerintah. (2) Pemerintah hendaknya memfasilitasi dan mengawasi pembentukan jejaring kerja (net-working) antara swasta dan petani dalam bentuk kemitraan yang saling menguntungkan dan berbagi resiko secara adil. (3) Keberadaan industri pengolahan susu (IPS) modern akan menjadi harapan petani dalam kelangsungan berproduksi karena kepastian penyerapan susu dari swasta akan menjadi jaminan pasar bagi petani. (4) Pemerintah hendaknya memacu pengembangan kambing perah secara luas melalui perangkat kebijakan yang kondusif bagi pengembangan IPTEK, mitra usaha dan petani.

 

4.2  Saran

Peternakan kambing etawa dengan system breeding yang baik dapat berkembang dengan baik di Indonesia. Sehingga tidak hanya memanfaatkan susu sapi yang mungkin harga relative lebih mahal dibandingkan dengan susu kambing etawa.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR  PUSTAKA

 

Blakely J. dan Bade H. 1992. Ilmu Peternakan. Edisi Keempat. Terjemahan : B. Srigandono. Gadjah Mada University Press.Yogyakarta.

Elieser.S. 2012.Performan Hasil Persilangan antara Kambing Boer dan Kacang sebagai Dasar Pembentukan Kambing Komposit. Pasca-sarjana UGM. Yogyakarta.

Kambing di Maluku Utara [Disertasi]. Sekolah Pascasarjana. InstitutKambing Kacang (Capra Hircus) untuk Program Pemuliaan Ternak.

Ludgate, P. J. 2006. Sukses Beternak Kambing dan Domba. Agro Inovasi, Jakarta.

Mulyono S, dan Sarwono B. 2005. Penggemukan Kambing Potong. Cetakan Kedua.Penerbit Swadaya, Jakarta.

Mulyono S. 2003. Teknik Pembibitan Kambing dan Domba. Penebar Swadaya, Jakarta.

Parasmawati F, Suyadi, Wahyuningsih S. 2013. Performan reproduksi pada persilangan kambing boer dan peranakan etawah (PE). J. Ilmu-Ilmu Peternakan. 23 (1):11 – 17.

Sodiq A. dan Abidin Z. 2008.Meningkatkan Produksi Susu Kambing Peranakan Etawa. Cetakan Pertama. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Soebandi, Partodiharjo. 1981. Ilmu Reproduksi Hewan: Mutiara Sumber Widya. Jakarta.

Sutama, I. K. 2011. Inovasi Teknologi Reproduksi Mendukung Pengembangan Kambing Perah Lokal. Pengembangan Inovasi Pertanian. Vol. 4.No.3. Badan Litbang Pertanian. Bogor.

Toelihere M R. 1981. Fisiologi Reproduksi pada Ternak.Angkasa. Bandung. Williamson G, dan Payne WJA. 1993. Pengantar Peternakan di daerah Tropis.Gajah