Saturday 9 May 2020

PERKEMBANGAN KONSTRUSI INDUSTRI DI INDONESIAN MAKALAH


BAB I
PENDAHULUAN


A.  Latar Belakang
Pada kemajuan dalam bidang industri semakin pesat di Indonesia tentunya memerlukan tenaga-tenaga teknisi yang terampil dalam kemampuan serta dedikasi yang tinggi didalam bidangnya. Untuk memenuhi itu semua perlu diadakan cara pendidikan yang sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh suatu industri. Perkembangan industri yang begitu cepat serta diikuti oleh kemajuan teknologi tentu membutuhkan teknisi-teknisi yang cakap, terampil dan terdidik sehingga mampu berpartisipasi di dalam dunia industri yang sedang digiatkan oleh pemerintah saat ini.
Berbagai jenis peralatan telah banyak dibuat dan digunakan sebagai penunjang dalam suatu industri, oleh sebab itu di perlukan pemahaman tentang bagaimana mekanisme perawatan dan oprasional yang tepat. Guna menerapkan pengetahuan dan teknologi secara teoritis maupun peraktek agar tidak terjadi kesenjangan pengetahuan, kami sebagai mahasiswa teknik mesin memiliki tanggung jawab dan tantangan besar agar sumber daya manusia yang berkualitas dalam memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi pada saat ini maupun masa yang akan datang.
PT. Karya tanah subur merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan dan pabrik pengolahan kelapa sawit (PPKS) yang menghasilkan minyak mentah dari biji-biji kelapa sawit. Maka perkembangan dan ilmu pengetahuan di masa sekarang tentang mesin-mesin industri sangat di butuhkan, khususnya pengetahuan Ripple Mill.

B.  Tujuan Kerja Praktek
Adapun tujuan dari kerja praktek bagi mahasiswa, yaitu:
1.    Untuk menerapkan teori-teori yang di dapat kanpada perkuliahan di lingkungan pabrik
2.    Mempelajari dan mengetahui proses produksi pabrik kelapa sawit
3.    Untuk mengetahui seberapa pentingnya keselamatan kerja dan kedisiplinan waktu dalam melaksanakan tugas
4.    Untuk mengetahui cara dan proses kinerja mesin Ripple Mill pada proses pemecahan biji kelapa sawit (Nut) di PT Karya Tanah Subur.

C.  Ruang Lingkup Kerja Praktek
Agar penulisan kerja praktek ini (KP) lebih terarah dan tidak meluas penjelasannya maka penulis membatasi permasalahannya pada Tinjauan Proses Kinerja Ripple Mill.

D.  Manfaat Praktek Lapang
Adapun manfaat dari praktek lapang ini adalah :
1.    Mengetahui secara langsung proses kinerja mesin Ripple Mill pada proses pengolahan biji kelapa sawit (Nut).
2.    Menambah wawasan dan pengetahuan tentang  proses pengolahan biji kelapa sawit (Nut)

E.  Tempat dan Waktu Kerja Praktek
Kegiatan praktek lapan gini dilaksanakan di PT Karya Tanah Subur, berlokasi di Desa Padang Sikabu Kec Kaway XVI Kab Aceh Barat dan berlangsung selama ±  1 bulan mulai tanggal 04 Februari sampai 10 Maret 2018.      
1.      Metodologi Kerja Praktek
Adapun metode pelaksanaan yang digunakan dalam kerja praktek ini adalah :
2.      Observasi/Pengamatan di Lapangan
Pengamatan langsung di PT Karya Tanah Subur, Aceh Barat.
3.      Wawancara Dan Diskusi
Dalam pengumpulan data perlu dilakukan diskusi atau Tanya jawab dengan manager, asisten kepala teknik, pembimbing lapangan, mandor dan
para pekerja yang ada dilapangan mengenai hal–hal yang berhubungan dengan proses pemecahan Nut.
4.         Praktek Langsung
Kegiatan praktek langsung dilakukan untuk memperoleh pengalaman di dunia kerja dan mempelajari kesesuaian antara teori dengan praktek di lapangan mengenai hal yang berkaitan dengan pengolahan serta hal-hal lain yang terkait.
5.      Studi Kepustakaan
Studi pustaka dilakukan dengan mencari referensi dan literatur yang berkaitan dengan mempelajari buku-buku yang berhubungan dengan Proses pemecahan Nut di PT Karya Tanah Subur Aceh Barat.        











                                                                                                     


BAB II
PEMBAHASAN

A.  Kondisi Saat ini
Industri konstruksi sebagai penyumbang GDP (gross domestic product) yang cukup besar 6-7% (BPS- 2002) dan penyedia lapangan kerja yang sangat dominan sekitar 4 juta tenaga kerja (BPS-2002)  seharusnya dapat berkembang dengan pesat dan penuh gairah. Kenyataannya industri konstruksi  belum tumbuh secara sehat dan bergairah sehingga masih belum mampu menjadi andalan bagi  ekonomi nasional, sejak krisis ekonomi melanda Indonesia tahun 1997 sampai sekarang masih cukup  menderita akibat dampak tersebut terbukti dengan penurunan yang sangat tajam pada saat krisis  sampai sekarang belum pulih benar  belanja pembangunan dari total sekitar 25 triliyun rupiah turun  sampai sekitar 7 triliyun rupiah pada tahun 1999 dan mulai berangsur-angsur naik sejak tahun 2000.
Keterpurukan itu tentu akan mengurangi kesempatan industri konstruksi untuk menyiapkan diri dalam  menghadapi globalisasi yang terus mendekat dan akan berlaku secara penuh tahun 2020, sementara itu  secara  progressive pemerintah harus melonggarkan ketentuan pembatasan sesuai aturan yang telah
disepakati dalam WTO.

B.  Kondisi Faktor
Pekerja dan Profesional Konstruksi, masalah mendasar yang dihadapi para pekerja kosntruksi dan profesional konstruksi adalah masalah pengaturan spesialisasi keahlian yang belum terbakukan dan  belum tuntasnya kesepakatan saling pengakuan secara internasional sehingga tidak dapat menikmati kesempatan kerja secara antar negara (crossborder), kecuali untuk skill dan unskilled labour dengan  upah yang rendah. Pada saat ini asosiasi profesi sedang mencoba untuk membenahinya dengan  melakukan koordinasi yang baik antara perguruan tinggi, pemerintah, asosiasi profesi dan Lembaga  Pengembangan Jasa Konstruksi. Efisiensi Usaha, biaya transaksi ekonomi masih terlalu tinggi,  mengakibatkan biaya overhead perusahaan menjadi tinggi menyebabkan kegiatan usaha secara umum  belum efisien. Privatisasi, privatisasi dan investasi dari sektor prasarana, seperti telekomunikasi,  jalan, jembatan, pelabuhan udara serta pelabuhan dan pembangkit tenaga listrik, belum lancar dan  karena dana yang masuk umumnya dari luar negeri tidak akan banyak membuka kesempatan bagi  jasa konstruksi nasional, kebanyakan mereka sudah membawa pelaku jasa konstruksi dari negara  masing-masing, kalau diadakan persaingan bebas pelaku jasa konstruksi nasional belum tentu   mampu bersaing sebagai kontraktor utama, karena persyaratan yang terlalu berat terutama  pengalaman dan kekayaan perusahaan (networth).  Penelitian, Pengembangan, Pendidikan dan  Lembaga Kerja sama, penelitian di bidang industri konstruksi masih sangat kurang, baik dari sektor  pemerintah maupun swasta. Pendidikan dan kerja sama dengan perguruan tinggi, pelaku usaha,  asosiasi dan Lembaga Pengembangan Konstruksi Nasional maupun daerah masih belum efektif.
Efisiensi Pemerintahan, efisiensi pemerintahan juga masih belum tinggi dan masih sangat perlu  ditingkatkan. Pendanaan, pendanaan konstruksi selama ini didapat dari berbagai sumber yaitu modal  asing, ekspor kredit,  project financing, kredit perbankan, modal dalam negeri dan anggaran  pemerintah. Pendanaan dengan project financing dan pola-pola in-konvensional lainnya untuk  proyek-proyek infrastruktur sangat diharapkan. Aturan/code/standard, pada dasarnya standar yang  diacu adalah standar ISO 2000 dan ISO 14000 (untuk manajemen lingkungan hidup) akan tetapi  belum semua pelaku jasa konstruksi menerapkan. Design Standar dan pelaksanaan konstruksi disusun  oleh Badan Badan Terpisah yang sekarang dilebur menjadi Standardisasi Industri Indonesia (SII).

C.  Kondisi Struktur Dan Persaingan
Jumlah perusahaan yang bergerak sebagai kontraktor spesialis belum seimbang dengan perusahaan  generalis, demikian juga jumlah perusahaan besar dan kecil masih timpang sehingga struktur  persaingannya belum sehat.
1.      Kondisi Industri Pendukung
Industri Bahan Bangunan sudah tersedia dengan jenis yang beranekaragam dan harga yang cukup  berdaya saing. Industri Transportasi merupakan penunjang yang penting bagi industri konstruksi  seirama dengan kondisi prasarana transportasi nasional yang belum cukup memadai industri  transportasi masih menjadi kendala bagi industri konstruksi.

D.  Kondisi Demand
Tuntutan pemberi tugas dalam mutu, waktu dan harga masih belum tinggi dan belum seragam.  Besar pasar, pembelanjaan konstruksi sangat merosot pada saat terjadi krisis pada tahun 1998 dan  mulai merambat naik sejak tahun 2000 diharapkan kenaikan tersebut akan mampu menggairahkan  kembali kegiatan konstruksi.  Kegiatan konstruksi mulai dari sebagian proyek-proyek konstruksi yang  tertunda semasa krisis, pembangunan apartemen dan bangunan komersial telah mulai tampak, proyek-
proyek baru kebanyakan bangunan komersial. Sementara proyek-proyek energi juga masih berjalan  tetapi investasi di bidang industri umumnya masih belum banyak bergerak kembali. Pasar lokal dan  regional, Industri Konstruksi Indonesia belum banyak dikenal di lingkungan negara tetangga yang  tergabung baik dalam AFTA maupun APEC, karena pengusaha jasa konstruksi lebih mengutamakan  pasar dalam negeri yang dianggap lebih aman dan tidak terlalu beresiko. Demand supply, demand- supply pada tahun 2003 adalah supply yang dihasilkan sektor konstruksi sebesar Rp 8.46 triliun,-  demand antara yang dihasilkan industri konstruksi adalah sebesar Rp 21.528 triliun,- sehingga nilai  tambah brutonya adalah Rp10.96 triliun, (Statistik 2001-2003).
1.         Kemampuan perusahaan
Information Communication Technology (ICT), belum banyak dimanfaatkan secara efektif oleh perusahaan-perusahaan konstruksi nasional. Teknologi,  penerapan dan pengembangan teknologi  dirasakan kurang pesat sehingga peningkatan nilai tambah kurang tinggi dibanding dengan negara  berkembang lain, Sumber Daya Manusia, kompetensi sumberdaya dalam bidang Manajemen Usaha,  Manajemen Proyek, Profesional, dan tenaga terampil belum standar dan belum merata., Keuangan  dan Pendanaan, kemampuan perusahaan dalam memobilisasi dana belum tinggi. Manajemen  Proyek, Secara umum penerapan manajamen proyek berstandar internasional belum membudaya  dalam pelaksanaan proyek-proyek konstruksi. Logistik dan Pengadaan, Kemampuan pengadaan  outsourcing internasional belum cukup tangguh, baik dalam hal networking dan negosiasi.
2.      Tantangan Yang Dihadapi
Masalah Produktivitas Kinerja dan Project Delivery
Masa depan industri konstruksi Indonesia sangat tergantung kepada kemampuannya untuk  mengantisipasi, membangun dirinya dan tanggapannya terhadap masalah-masalah pokok, tantangan  dan peluang. Masalah paling besar yang sedang dihadapi adalah masalah globalisasi, desentralisasi, penggunaan teknologi informasi, penataan dan pengembangan tenaga kerja profesional, kekurangan  tenaga terampil dan kurangnya kolaborasi diantara pelaku jasa konstruksi nasional sehingga  produktivitasnya rendah sesuai dengan data-data Badan Pusat Statistik dan hasil penelitian yang  dilakukan sehingga daya saingnya masih rendah (Budiwibowo 2005).
Industri konstruksi nasional  secara sektoral masih mengalami kendala dan kelemahan dibidang organisasional, dan struktural.  Secara individual perusahaan masih kurang memuaskan baik dari sudut schedule performance index,  cost performance index dan compliant   terhadap persyaratan, akibat dari kelemahan organisasi dan  management, penerapan ICT , research dan pengembangan   serta kelemahan dalam bidang  pendanaan Penelitian dan Pengembangan  Kegiatan  research dan pengembangan sangat rendah dan boleh dikatakan hampir belum tersentuh oleh kebanyakan pelaku usaha jasa konstruksi, baik dalam bidang manajemen proyek, manajemen konstruksi,  construction engineering, information communication technology, apalagi material engineering. Ini disebabkan karena persaingan yang terlalu ketat sehingga profit margin-nya sangat tipis, dan struktur yang kurang sehat, sehingga tidak memungkinkan untuk melakukan investasi di bidang penelitian dan pengembangan apalagi bagi perusahaan kecil. Usaha-usaha yang tidak
terkoordinir dari berbagai sektor dalam bidang penelitian dan pengembangan yakni sektor  perusahaan, pemerintah, perguruan tinggi makin memperparah kondisi kekurangan dana riset dan  pengembangan.
Peluang Dalam Privatisasi  Perusahaan Jasa kontruksi nasional belum mampu mengambil kesempatan dari privatisasi di dalam  maupun di luar negeri yang seharusnya merupakan potensi pasar konstruksi yang cukup besar. Tambahan lagi perusahaan Indonesia kurang mempunyai kemampuan in-house dalam ”design-build-operate-maintain” dan belum menganggap kemampuan ini sebagai satu keperluan. Sehingga kesempatan ini banyak diambil oleh kontraktor asing.
3.      Globalisasi dan Perdagangan bebas
Tantangan yang dihadapi industri konstruksi adalah kesiapan dalam menghadapi era persaingan bebas  global. Seperti telah disampaikan di atas globalisasi dan perdagangan bebas merupakan tantangan  besar dan akan menjadi masalah bagi industri konstruksi nasional bila tidak segera dilakukan  tindakan yang memadai untuk meningkatkan produktivitas industri konstruksi nasional.
·      Penyebab
Berdasarkan survey didapati penyebab rendahnya daya saing karena rendahnya produktivitas tersebut  terutama karena: 1). penempatan tenaga kerja belum sesuai, 2). intensitas penggunaan teknologi yang  masih rendah, 3). kurangnya koordinasi antar pelaku usaha jasa konstruksi (belum ada kerja sama  dalam pemanfaatan sumber daya, kerja sama operasional, kerja sama pemasaran, kerja sama  pengembangan dan penelitian), 4). belum berfungsinya secara maksimal lembaga untuk kerjasama antar pelaku jasa konstruksi, pemerintah maupun perguruan tinggi, 5). struktur dan persaingan yang
belum sehat, 6). kemampuan pengelola usaha jasa konstruksi yang masih belum optimal (Porter
1985), 7). belum terlalu menuntutnya (demand sophistication) para pengguna jasa konstruksi dalam
mutu dan waktu, 8). struktur industri belum ideal dan 9). biaya transaksi terlalu tinggi.

E.   Harapan Masa Depan
1.      Globalisasi dan Perdagangan Bebas
Globalisasi akan memberikan ancaman sekaligus peluang apabila salah dalam memahami manfaat dan kekurangan WTO dapat diambil kesimpulan yang salah (Gallagher 2000):
2.      Melancarkan perdagangan alih teknologi.
3.      Membeli barang modal dengan harga
a.       competitive.
1)   Membeli brainware dengan harga competitive.
2)   Meningkatkan kemampuan menciptakan nilai tambah.
3)   Meningkatkan  export untuk mata dagangan yang berpotensi  karena comparative advantage.
4)   Meningkatkan kapasitas infrastruktur komunikasi, transportasi dan perbankan.
·            WTO merusak lingkungan hidup. 
·            WTO menginjak-injak hak azasi manusia. 
·            WTO mematikan orang.. 
·            WTO meningkatkan ketidak merataan. 
·            WTO menggerogoti perkembangan lokal dan menghukum negara miskin.
·            WTO menggerogoti kedaulatan nasional. 
·            WTO hanya melayani kepentingan  perusahaan transnasional.
·            The WTO is a stacked court. 

a.       Memanfaatkan Kesempatan yang timbul
Menggali Comparative advantage
1.    Meningkatkan kapasitas infrastruktur komunikasi, transportasi dan perbankan.
2.    Meningkatkan export untuk mata perdagangan yang  mempunyai komparative advantage.
3.    Melancarkan perdagangan dan alih tekonologi.
4.    Membeli barang modal dengan harga competitive.
5.    Meningkatkan kemampuan menciptakan nilai tambah.
6.    Keterbukaan  access terhadap informasi dan pengetahuan.
7.    Keseimbangan perdagangan, dan harga komoditas  yang adil.
8.    Kesempatan kerja.
1)   Sumberdaya alam galian dan energi.
2)   Sumberdaya kelautan.
3)   Sumberdaya manusia.
4)   Pertumbuhan ekonomi.
5)   Pengembangan pertanian, kehutanan dan perkebunan.
6)   Segera memetakan cluster-cluster  industri.
Kesehatan Industri Konstruksi Jangka panjang Kesempatan di dalam dan di luar negeri untuk membangun prasarana umum seperti transportasi,  kelistrikan, air bersih, irigasi dan juga fasilitas produksi akan sangat besar: Dalam hal negara  berkembang adalah pembangunan baru dan di negara maju adalah penggantian yang sudah lapuk dan  ketinggalan jaman. Kesempatan ini masih akan sangat terbuka bagi kontraktor nasional bila mampu
meningkatkan daya saingnya secara global, maupun lokal.
Ø  Pasar Regional dan Global
Pertumbuhan pasar regional dan global dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi dunia, yang  dapat mengimbangi penurunan pasar dalam negeri dan mengambil kesempatan pertumbuhan yang  pesat di luar negeri. Kontraktor nasional harus bersiap untuk memperoleh kesempatan dari  pertumbuhan pasar global, khususnya regional.


1.      Peran Pemerintah Dan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi
Karena industri konstruksi memberikan konstribusi yang cukup besar dalam meningkatkan kemakmuran maka seharusnya menjadi vested interest bagi pemerintah dan Lembaga Pengembangan  Jasa Konstruksi Nasional (LPJKN) untuk memastikan kekuatan dan daya saing industri konstruksi  naional. Pemerintah sebagai pengguna, pengatur, dan partner, pemerintah mempunyai peran yang  sangat besar untuk mengarahkan masa depan industri konstruksi dengan menciptakan lingkungan  usaha yang sehat dan menunjang kegiatan industri konstruksi guna mempercepat tercapainya tujuan nasional.
a.    Pendanaan
Pendanaan adalah masalah besar yang dihadapi bagi perumbuhan industri konstruksi apalagi bila ingin memperoleh kesempatan dalam pasar global. Dalam hal ini pemerintah hendaknya dapat  memfasilitasi setidaknya untuk mendapatkan dukungan dana dari lembaga-lembaga internasional  seperti ADB, IBRD dan pendanaan lain melalui financial engineering yang kreatif.
b.    Membuka Pasar Global
Pemerintah dan LPJKN hendaknya membantu untuk membuka akses pasar global, dengan kebijakan  hubungan bilateral sementara WTO belum berlaku secara penuh. Membantu mengurangi resiko  dengan program bantuan pendanaan melalui lembaga semacam Bank Expor Impor dalam membantu  resiko karena masalah valuta dan masalah politik, misalnya.
c.    Menata Persaingan Yang Sehat
Pemerintah harus mempromosikan persaingan yang sehat, tanpa adanya praktek-praktek  korupsi,  kolusi dan persaingan yang tidak sehat lainnya.
d.   Strategi Teknologi dan Penelitian Pengembangan
Usaha-usaha dalam pengembangan teknologi hendaknya dikoordinasikan dengan baik antara  perusahaan, pemerintah, perguruan tinggi, salah satunya misalnya data bank pengembangan teknologi  konstruksi agar tidak terjadi overlap, duplikasi dan area yang tertinggal sehingga dana pengembangan  teknologi dapat digunakan secara efektif dan efisien, selain itu pemerintah harus menetapkan  kebijakan mempermudah penyebaran penerapan dan pengembangan teknologi, misalnya dengan  kebijakan insentif, preferential contracting (affirmative action), sistem evaluasi pemenang tender  dengan nilai terbaik bukan penawaran terendah.
e.    Penataan profesional Di bidang Konstruksi
Penataan klasifikasi dan sertifikasi serta peningkatan kompetensi dari para profesional dan pekerja  konstruksi dalam hal ini pemerintah dan LPJKN hendaknya segera membuat pengaturan yang jelas  dan transparan. Dan memperoleh pengakuan internasional dengan menandatangani Mutual  Recognition Agreement (MRA).
f.     Penanaman Modal dan Privatisasi
Masalah privatisasi hendaknya juga menjadi fokus perhatian dari pemerintah sehingga laju  pembangunan dapat meningkat tanpa melupakan perlunya kestabilan hubungan sosial, dengan  mengusahakan partisipasi kontraktor nasional secara maksimal melalui program affirmative action  yang legal menurut WTI.





BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan   
Agar industri konstruksi nasional dapat bertahan dan berdaya saing tinggi dalam persaingan global  perlu dilakukan langkah-langkah kebijakan sebagai berikut:
1.      Perbaikan kekurangan
a.       Kebijakan kompetensi nasional dalam bidang keahlian, sertifikasi dan regulasi, badan  pelatihan.
b.      Kebijakan kerjasama antara pelaku dan pendukung jasa konstruksi dalam bidang pengembangan, penyebaran best practice.
c.       Kebijakan mengenai badan kerja sama antar pelaku, pendukung, universitas dan memfungsikan LPJKN sebagai lembaga untuk kolaborasi, pengembangan sumber daya, kemampuan, dan  pemasaran.  
d.      Kebijakan dalam menegakkan Governance dan persaingan sehat.
e.       Kebijakan peningkatan kemampuan manajemen bisnis dan manajemen proyek para pelaku jasa konstruksi.
f.       Kebijakan penetapan standar tinggi dan sosialisasi kampanye mutu.
g.      Kebijakan untuk penurunan entry barrier  untuk meningkatkan persaingan sehat.
h.      Kebijakan penurunan biaya transaksi agar ekonomi berjalan lebih efisien.
2.      Pemanfaatan potensi
a.       Kebijakan dalam mengamankan pasar dalam negeri untuk kontraktor nasional. 
b.      Kebijakan mendorong tumbuhnya industri bahan bangunan.
c.       Pelatihan ketrampilan dan profesional bertaraf internasional di bidang konstruksi.
d.      Kebijakan dalam memanfaatkan kondisi politik dan ekonomi guna menunjang pertumbuhan industri  konstruksi nasional.

3.      Merubah tantangan menjadi peluang
a.       Kebijakan penyusun strategi bertahan dan menyerang sekaligus.
b.      Kebijakan dalam kerja sama dengan badan-badan internasional, dan kontraktor internasional. 
c.       Memanfaatkan harapan untuk perbaikan
d.      Kebijakan dasar untuk mengoperasionilkan lembaga kerja sama (institution for collaboration).   
e.       Kebijakan dalam pemanfaatan pertumbuhan permintaan jasa konstruksi yang meningkat.

B.  Saran
1.      Industri konstruksi nasional di masa depan dapat tumbuh cepat dan bergairah bila ditetapkan  kebijakan yang tepat dan secara konsisten dilaksanakan sesuai prioritasnya, kemungkinan  sebaliknya  terjadi bila tidak segera dilakukan tindakan yang sesuai. Demikian wawasan yang dapat disampaikan  mengenai industri konstruksi nasional semoga dapat menjadi masukan bagi sektor industri konstruksi  nasional.





DAFTAR PUSTAKA

Budiwibowo, A. (2005). Cluster Konstruksi Indonesia. Bidang kekhusuan Manajemen Konstruksi,
Program Pascasarjana Bidang Ilmu Teknik. Universitas Indonesia. Magister Ilmu Teknik. Jakarta.
Gallagher, P. (2000). Guide to the WTO and developing Countries. London, Kluwer Law International, London.  Porter, M. (1985). Competitive Advantage. Free Press. New York, USA.
Porter, M. E. (1990). The Competitiveness Advantages of Nations. The Free Press. New York.
Porter, M. E. (1998). On Competition. A Harvard Buisness Review Book. Boston.
Biro Pusat Statistik. (2001-2003). Statistik Konstruksi Indonesia. Jakarta.


No comments:

Post a Comment