Saturday 9 May 2020

MAKALAH ILMU DASAR KEPERAWATAN II BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA (BPH)


MAKALAH ILMU DASAR KEPERAWATAN II

BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA (BPH)


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat yang diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyusun makalah dengan judul Kesepakatan Internasional Pengendalian Pemanasan Global Penyusunan makalah ini atas dasar tugas Ilmu Dasar Keperawatan II.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada narasumber yang telah membantu penulis dalam penyusunan makalah ini. Mohon maaf penulis sampaikan apabila terdapat kekurangan dalam penyusunan makalah ini, karena kami masih dalam taraf belajar.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat sebagai referensi  untuk  menambah wawasan kepada pembaca. Penulis sadari dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan, maka dari itu penulis mengharapkan saran dan kritik guna perbaikan di masa yang akan datang. Terima kasih


Aceh Besar,  26 April 2019­


PENULIS


DAFTAR ISI


Halaman
KATA PENGANTAR .............................................................................   i
DAFTAR ISI .............................................................................................   ii

BAB    I        PENDAHULUAN ...............................................................   1
A.           Latar Belakang .............................................................   1
B.            Manfaat Penulisa...........................................................   3
C.            Tujuan Penulisan...........................................................   3

BAB    II      PEMBAHASAN...................................................................   4
A.           Definisi Global Warming..............................................   4
B.            Definisi Global Warming..............................................   5
BAB    III     PENUTUP ............................................................................   12
A.  Kesimpulan .......................................................................   12
B.   Saran .................................................................................   12
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................   13



BAB I
PENDA HULUAN



1.1. Latar Belakang
Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) atau dalam bahasa umumnya dinyatakan sebagai pembesaran prostat jinak (PPJ), merupakan suatu penyakit yang biasa terjadi. Ini di lihat dari frekuensi terjadinya BPH di dunia, di Amerika secara umum dan di Indonesia secara khususnya. Di dunia, diperkirakan bilangan penderita BPH adalah seramai 30 juta, bilangan ini hanya pada kaum pria karena wanita tidak mempunyai kalenjar prostat, maka oleh sebab itu, BPH terjadi hanya pada kaum pria (emedicine,2009).
Jika dilihat secara epidemiologinya, di dunia, dan kita jelaskan menurut usia, maka dapat di lihat kadar insidensi BPH, pada usia 40-an, kemungkinan seseorang itu menderita penyakit ini adalah sebesar 40%, dan setelah meningkatnya usia, yakni dalam rentang usia 60 hingga 70 tahun, persentasenya meningkat menjadi 50% dan diatas 70 tahun, persen untuk mendapatkannya bisa sehingga 90% (A.K. Abbas, 2005). Akan tetapi, jika di lihat secara histologi penyakit BPH, secara umum membabitkan 20% pria pada usia 40-an, dan meningkat secara dramatis pada pria berusia 60-an, dan 90% pada usia 70 . Di indonesia, penyakit pembesaran prostat jinak menjadi urutan kedua setelah penyakit batu saluran kemih, dan jika dilihat secara umumnya, diperkirakan hampir 50 persen pria Indonesia yang berusia di atas 50 tahun, dengan kini usia harapan hidup mencapai 65 tahun ditemukan menderita penyakit PPJ atau BPH ini. Selanjutnya, 5 persen pria Indonesia sudah masuk ke dalam lingkungan usia di atas 60 tahun. Oleh itu, jika dilihat, dari 200 juta lebihbilangan rakyat indonesia, maka dapat diperkirakan 100 juta adalah pria, dan yangberusia 60 tahun dan ke atas adalah kira-kira seramai 5 juta, maka dapat secaraumumnya dinyatakan bahwa kira-kira 2.5 juta pria Indonesia menderita penyakitBPH atau PPJ ini.
Indonesia kini semakin hari semakin maju dan dengan berkembangnya sesebuah negara, maka usia harapan hidup pasti bertambah dengan sarana yang makin maju dan selesa, maka kadar penderita BPH secara pastinya turut meningkat (Furqan, 2003). Secara pasti, bilangan penderita pembesaran prostat jinak belum di dapat, tetapi secara prevalensi di RS, sebagai contoh jika kita lihat di Palembang, di RS Cipto Mangunkusumo ditemukan 423 kasus pembesaran prostat jinak yang dirawat selama tiga tahun (1994-1997) dan di RS Sumber Waras sebanyak 617 kasus dalam periode yang sama (Ponco Birowo, 2002). Ini dapat menunjukkan bahawa kasus BPH adalah antara kasus yang paling mudah dan banyak ditemukan. Kanker prostat, juga merupakan salah satu penyakit prostat yang lazim berlaku dan lebih ganas berbanding BPH yang hanya melibatkan pembesaran jinak daripada prostat. Kenyataan ini adalah berdasarkan bilangan dan presentase terjadinya kanker prostat di dunia secara umum dan Indonesia secara khususnya.
Secara umumnya, jika diperhatikan, di dunia, pada 2003, terdapat lebih kurang 220,900 kasus baru ditemukan, dimana, daripada jumlah ini, 29,000 daripadanya berada di tahap membunuh (A.K. Abbas, 2005) . Seperti juga BPH, kanker prostat juga menyerang pria berusia lebih dari 50 dan pada usia di bawah itu bukan merupakan suatu yang abnormal. Secara khususnya di Indonesia, menurut (WHO,2008), untuk tahun 2005, insidensi terjadinya kanker prostat adalah sebesar 12 orang setiap 100,000 orang, yakni yang keempat setelah kanker saluran napas atas, saluran pencernaan dan hati . Setelah secara umum melihat dan mengetahui akan epidemiologi dari kedua penyakit, yakni BPH dan kanker prostat, penulis tertarik untuk mengetahui dengan lebih dalam lagi mengenai gambaran penyakit ini terutama berdasarkan gambaran secara histopalogi memandangkan tiada penelitian khusus yang setakat diketahui oleh penulis mengenainya dijalankan di Medan.




1.2.Rumusan Masalah
1.      Apa definisi Benign Prostatic Hyperplasia?
2.      Apa anatomi Benign Prostatic Hyperplasia?
3.      Apa etiologi dari Benign Prostatic Hyperplasia?
4.      Bagaimana patofisiologi dari Benign Prostatic Hyperplasia?
5.      Apa faktor resiko dari Benign Prostatic Hyperplasia
6.      Apa saja manifestasi klinis dari Benign Prostatic Hyperplasia?
7.      Apa saja derajat Benign Prostatic Hyperplasia?
8.      Apa diagnosa Benign Prostatic Hyperplasia?
9.      Bagaimana penatalaksanaan medis dari Benign Prostatic Hyperplasia?
10.  Apa saja koplikasi dari Benign Prostatic Hyperplasia?
11.  Bagaimana pencegahan Benign Prostatic Hyperplasia?

1.3. Manfaat Penulisan
1.      Untuk mengetahui definisi Benign Prostatic Hyperplasia
2.      Untuk mengetahui anatomi dari Benign Prostatic Hyperplasia
3.      Untuk mengetahui etiologi dari Benign Prostatic Hyperplasia
4.      Untuk mengetahui patofisiologi dari Benign Prostatic Hyperplasia
5.      faktor resiko dari Benign Prostatic Hyperplasia
6.      Untuk mengetahui manifestasi klinis dari Benign Prostatic Hyperplasia
7.      Untuk mengetahui derajat Benign Prostatic Hyperplasia
8.      Untuk mengetahui diagnosa Benign Prostatic Hyperplasia
9.      Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan medis dari Benign Prostatic Hyperplasia
10.  Untuk mengetahui apa saja komplikasi dari Benign Prostatic Hyperplasia
11.  Untuk mengetahui cara mengurangi risiko terjadinya Benign Prostatic Hyperplasia


BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Definisi Benign Prostatic Hyperplasia
Hiperplasia prostat adalah pembesanan prostat yang jinak bervariasi berupa hiperplasia kelenjar atau hiperplasia fibromuskular. Namun orang sering menyebutnya dengan hipertropi prostat namun secara histologi yang dominan adalah hyperplasia (Sabiston, David C,1994).
    Gambar 1. Perbedaan kelenjar prostat normal dengan BPH (sumber: sumar dkk, 2010)

BPH adalah pembesaran adenomatous dari kelenjar prostat, lebih dari setengahnya dan orang yang usianya diatas 50 tahun dan 75 % pria yang usianya 70 tahun menderita pembesaran prostat (C. Long, 1996 :331).
Benigna Prostat hiperplasia adalah bertambah besarnya ukuran prostat biasanya diiringi dengan bertambahnya usia pada laki laki, membesarnya prostat menyebabkan fungsi uretra pars prostatika menjadi terganggu, menimbulkan gangguan  pada saluran keluar kandung kemih( Iskandar, 2009).
Benigna prostat hiperplasia adalah terjadinya pelebaran pada prostat yang menimbulkan penyempitan saluran kencing dan tekanan di bawah kandung kemih dan menyebabkan gejala seperti sering kencing dan retensi urin (Aulawi, 2014).
Kesimpulan BPH (benign prostatic hyperplasia) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh faktor penuaan, dimana prostat mengalami pembesaran memanjang keatas kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan cara menutupi orifisium uretra.

2.2. Anatomi Benign Prostatic Hyperplasia
Prostat  merupakan  organ  genitalia  pada  laki  laki  berbentuk  seperti buah  kenari  dengan  berat  normal  pada orang dewasa  kurang  lebih  20 gram. Prostat terletak di sebelah inferior kndung kemih dan membungkus uretra posterior.   Kelenjar prostat terbagi atas beberapa zona yaitu zona perifer, zona sentral, zona transisional, zona fibromuskuler anterior dan zona periuretra.
Gambar 2. Anatomi kelenjar prostat (sumber: sumar dkk, 2010)

2.3. Etiologi Benign Prostatic Hyperplasia
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti etiologi/penyebab terjadinya BPH, namun beberapa hipotesis menyebutkan bahwa BPH erat kaitanya dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses menua. Terdapat perubahan mikroskopik pada prostat telah terjadi pada pria usia 30-40 tahun. Bila perubahan mikroskopik ini berkembang, akan terjadi perubahan patologik anatomi yang ada pada pria usia 50 tahun, dan angka kejadiannya sekitar 50%, untuk usia 80 tahun angka kejadianya sekitar 80%, dan usia 90 tahun sekitar 100% (Purnomo, 2011).
Etiologi yang belum jelas maka melahirkan beberapa hipotesis yang diduga menjadi penyebab timbulnya Benigna Prosat, teori penyebab BPH menurut Purnomo (2011) meliputi :
1.      Teori Dehidrotestosteron (DHT)
Dihydrostestosteron adalah pembesaran pada epitel dan stroma kelenjar prostat yang disebabkan peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor andorogen.
2.      Teori hormon (ketidakseimbangan antara estrogen dan testosteron)  
Adanya ketidakseimbangan antara hormon testosteron dan estrogen dimana terjadi peningkatan estrogen dan penurunan testosteron sehingga mengakibatkan pembesaran pada prostat.
3.      Faktor interaksi stroma dan epitel-epitel
Interaksi antara stroma dan epitel. Peningkatan epidermal growth factor atau fibroblast growth faktor dan penurunan transforming factor beta menyebabkan hiperplasia stroma dan epitel.
4.      Teori berkurangnya kematian sel (apoptosis)
Peningkatan estrogen menyebabkan berkurangnya kematian sel stroma dan epitel dari kelenjar prostat.
5.      Teori sel stem
Didalam kelenjar prostat istilah ini dikenal dengan suatu sel stem, yaitu sel yang mempunyai kemampuan berpoliferasi sangat ekstensif. apabila meningkatnya  aktivitas  sel  stem  sehingga  terjadi produksi berlebihan pada sel stroma maupun sel epitel sehingga menyebabkan proliferasi sel sel prostat.

2.4. Patofisiologi Benign Prostatic Hyperplasia
Kelenjar prostat akan mengalami hiperplasia seiring dengan pertambahan usia, pada proses penuaan menimbulkan perubahan keseimbangan antara hormon testosteron dan estrogen keadaan ini dapat menyebabkan pembesaran prostat, jika terjadi pembesaran prostat maka dapat meluas ke kandung kemih, sehingga akan mempersempit saluran uretra prostatica dan akhirnya akan menyumbat aliran urine.
Penyempitan pada aliran uretra dapat meningkatkan tekanan pada intravesikal. Munculnya tahanan pada uretra prostatika menyebabkan otot detrusor dan kandung kemih akan bekerja lebih kuat saat memompa urine, penegangan yang terjadi secara terus menerus menyebabkan perubahan anatomi dari buli buli  berupa : pembesaran pada otot detrusor, trabekulasi terbentuknya selula, sekula, dan diventrivel kandung kemih.
Tekanan yang terjadi terus menerus dapat menyebabkan aliran balik urine ke ureter dan bila terjadi terus menerus mengakibatkan hidroureterhidronefrosis, dan kemunduran fungsi ginjal (Muttaqin dan Sari, 2014). Salah satu upaya pengobatan pada penderita benigna prostat hiperplasi adalah pembedahan terbuka merupakan tindakan pembedahan pada perut bagian bawah, kelenjar prostat dibuka dan mengangkat kelenjar prostat yang mengalami pembesaran, untuk mencegah pembentukan pembekuan darah dialirkan cairan via selang melalui kandung kemih, selang biasanya dibiarkan  dalam  kandung  kemih  sekitar  5  hari  setelah  operasi  dan kemudian dikeluarkan jika tidak ada pendarahan (Iskandar, 2009).

2.5. Faktor Resiko Benign Prostatic Hyperplasia
Dalam penelitian terakhir, pengaruh makanan terhadap pembesaran prostat telah menjadi kontroversi. Menurut sebuah studi yang menganalisis data dari kelompok plasebo dalam Prostate Cancer Prevention Trial (PCPT), yang terdaftar 18.880 pria berusia lebih dari 50 tahun, tingginya konsumsi daging merah dan diet tinggi lemak dapat meningkatkan risiko BPH, dan tingginya konsumsi sayuran dikaitkan dengan penurunan risiko BPH. Lycopene dan suplemen dengan vitamin D bisa menurunkan risiko pembesaran prostat, tetapi vitamin C, vitamin E, dan selenium dilaporkan tidak ada hubungannya dengan BPH. Aktivitas  fisik  juga  terbukti  mengurangi  kemungkinan  pembesaran prostat dan Lower Urinary Tract Symptom (LUTS). Dalam meta-analisis yang  terdaftar  43.083  pasien  laki-laki,  intensitas  latihan  itu  terkait dengan pengurangan risiko pembesaran prostat. Sebuah korelasi negatif antara asupan alkohol dan pembesaran prostat telah ditunjukkan dalam banyak studi penelitian (Yoo & Cho, 2012).
Pria yang mengkonsumsi alkohol secara sedang memiliki risiko 30% lebih kecil kemungkinan terjadi gejala BPH, 40% lebih kecil kemungkinan  untuk  mengalami  transurethral  resection  prostate,  dan 20% lebih kecil kemungkinan mengalami gejala nokturia. Namun, dalam meta-analisis  dari  19  studi  terakhir,  menggabungkan  120.091  pasien, pria yang mengkonsumsi 35 gram atau lebih alkohol per hari dapat menurunkan risiko BPH sebesar 35% tetapi peningkatan risiko LUTS dibandingkan dengan pria yang tidak mengkonsumsi alkohol (Yoo & Cho, 2012).

2.6. Manifestasi Klinis Benign Prostatic Hyperplasia
Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun keluhan diluar saluran kemih. Tanda dan gejala dari BPH yaitu : keluhan pada saluran kemih bagian bawah, gejala pada saluran kemih bagian atas, dan gejala di luar saluran kemih.
1.      Keluhan pada saluran kemih bagian bawah
a.        Gejala obstruksi meliputi :
Ø  Retensi urin (urin tertahan di kandung kemih sehingga urin tidak bisa keluar),
Ø  Hesitansi (sulit memulai miksi),
Ø  Pancaran miksi lemah,
Ø  Intermiten (kencing terputus-putus),
Ø  Miksi tidak puas (menetes setelah miksi)
Ø  Keluarnya urine bercampur darah.
b.       Gejala iritasi meliputi :
Ø  Frekuensi,
Ø  Nokturia, yang merupakan kebutuhan untuk buang air kecil dua kali atau lebih per malam,
Ø  Inkontinensia, atau keluar urin tak disadari,
Ø  Urgensi (perasaaningin miksi yang sangat mendesak) dan
Ø  Disuria (nyeri pada saatmiksi).
2.      Gejala pada saluran kemih bagian atas
Keluhan akibat hiperplasi prostat pada sluran kemih bagian atas berupa adanya gejala obstruksi, seperti nyeri pinggang, benjolan dipinggang (merupakan tanda dari hidronefrosis), atau demam yang merupakan tanda infeksi atau urosepsis
3.      Gejala diluar saluran kemih
Pasien datang diawali dengan keluhan penyakit hernia inguinalis atau hemoroid. Timbulnya penyakit ini dikarenakan sering mengejan pada saat miksi sehingga mengakibatkan tekanan intraabdominal. Adapun gejala dan tanda lain yang tampak pada pasien BPH, pada pemeriksaan prostat didapati membesar,kemerahan, dan tidak nyeri tekan, keletihan, anoreksia, mual dan muntah, rasa tidak nyaman pada epigastrik, dan gagal ginjal dapat terjadi dengan retensi kronis dan volume residual yang besar.

2.7. Derajat Benign Prostatic Hyperplasia
Derajat berat BPH menurut Sjamsuhidajat (2005) dibedakan menjadi  4 stadium :
1)      Stadium I
Ada obstruktif tapi kandung kemih masih mampu mengeluarkanurine sampai habis.
2)      Stadium II
Ada retensi urine tetapi kandung kemih mampu mengeluarkanurine walaupun tidak sampai habis, masih tersisa kira-kira 60-150cc. Ada rasa ridak enak BAK atau disuria dan menjadi nocturia.
3)      Stadium III
Setiap BAK urine tersisa kira-kira 150 cc.
4)      Stadium IV
Retensi urine total, buli-buli penuh pasien tampak kesakitan, urinemenetes secara periodik (over flow inkontinen).
Menurut Brunner and Suddarth (2002) menyebutkan bahwa :
Manifestasi dari BPH adalah peningkatan frekuensi penuh, nokturia,dorongan ingin berkemih, anyang-anyangan, abdomen tegang, volume urineyang turun dan harus mengejan saat berkemih, aliran urine tak lancar, dribbing(urine terus menerus setelah berkemih), retensi urine akut. Adapun pemeriksaan kelenjar prostat melalui pemeriksaan di bawah ini :
1.      Rectal Gradding
Dilakukan pada waktu vesika urinaria kosong :
a.       Grade 0 : Penonjolan prostat 0-1 cm ke dalam rectum.
b.      Grade 1 : Penonjolan prostat 1-2 cm ke dalam rectum.
c.       Grade 2 : Penonjolan prostat 2-3 cm ke dalam rectum.
d.      Grade 3 : Penonjolan prostat 3-4 cm ke dalam rectum.
e.       Grade 4 : Penonjolan prostat 4-5 cm ke dalam rectum.
2.      Clinical Gradding
Banyaknya sisa urine diukur tiap pagi hari setelah bangun tidur, disuruhkencing dahulu kemudian dipasang kateter.
a.       Normal : Tidak ada sisa
b.      Grade I : sisa 0-50 cc
c.       Grade II : sisa 50-150 cc
d.      Grade III : sisa > 150 cc
e.       Grade IV : pasien sama sekali tidak bisa kencing.

2.8.  Diagnosa Benign Prostatic Hyperplasia
2.8.1.  Pemeriksaan Fisik
Rectal touche atau colok dubur merupakan salah satu pemeriksaan fisik gastrointestinal dan genitourinaria yang penting, tetapi jarang dilakukan oleh dokter karena rasa tidak nyaman dan malu yang dirasakan oleh pasien. Perasaan ini tentu tidak mengherankan karena pada pemeriksaan ini, dokter harus memasukkan jarinya ke dalam anus pasien. Padahal di balik semua hal itu, pemeriksaan ini sangat membantu dokter dalam  menegakkan diagnosis suatu penyakit. Oleh karena pemeriksaan ini sangat bersifat “sensitif”, dokter perlu memahami prosedur colok dubur dan perasaan pasiennya dengan tepat.
Langkah pertama yang dilakukan dalam prosedur ini adalah mempersiapkan alat-alat terlebih dahulu. Setelah itu, meminta pasien untuk membuka pakaian bagian bawah, kemudian berbaring di ranjang periksa dalam posisi lateral kiri dan menekuk lututnya ke depan dada. Kenakan sarung tangan, kemudian secara perlahan buka pantat pasien sehingga lubang anus terlihat. Lakukan inspeksi dan laporkan keadaan kulit disekitar anus serta ada tidaknya pendarahan, baik internal maupun eksternal dari anus.
Setelah selesai melakukan inspeksi pada bagian luar anus, mulai lakukan pemeriksaan pada bagian dalamnya. Berikan lubrikan pada salah satu jari, lalu masukkan jari tersebut ke dalam anus secara perlahan dan lembut searah jam 6, yaitu ke arah posterior. Lakukan penilaian terhadap tonus sfinger anus dengan meminta pasien untuk mengeden. Selanjutnya, putar jari sebesar 3600 sambil merasakan permukaan dinding anus secara keseluruhan untuk melihat ada tidaknya kelainan, seperti massa. Bila teraba massa, laporkan lokasi dan tekstur dari massa tersebut. Tanyakan pula pada setiap lokasi perabaan, apakah pasien merasakan nyeri atau tidak.
Berikutnya, arahkan jari ke jam 12, yaitu ke arah anterior untuk melakukan penilaian prostat apabila pasien berjenis kelamin pria. Hal yang harus dinilai adalah ukuran, konsistensi, ada tidaknya nodul, dan ada tidaknya nyeri pada saat dilakukan perabaan prostat. Bila pemeriksaan sudah selesai, tarik keluar jari dari dalam anus secara perlahan dan amati warna tinja, serta ada tidaknya darah atau lendir yang menempel pada sarung tangan. Terakhir, bersihkan anus dengan tisu atau kain pengelap.
Prinsip yang perlu diingat oleh dokter dalam melakukan colok dubur ini adalah lakukan informed consent kepada pasien sebelum memulai prosedur. Informed consent tersebut mencakup penjelasan mengenai colok dubur dan prosedurnya, rasa tidak nyaman yang akan dirasakan pasien, serta kemungkinan pasien untuk merasakan keinginan defekasi. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah usia pasien.. Bila pasien masih anak-anak, gunakan jari kelingking. Sementara, bila pasien adalah lansia, berikan waktu untuk pasien menemukan posisi yang nyaman sebelum  melakukan prosedur colok dubur.


2.8.2. Pemeriksaan Penunjang
1.      Pemeriksaan Laboratorium
a)      Urine
Analisis urin dan mikroskopik urin penting untuk melihat adanya sel leukosit, sedimen, eritrosit, bakteri dan infeksi. Bila terdapat hematuri harus diperhitungkan adanya etiologi lain seperti keganasan pada saluran kemih, batu, infeksi saluran kemih, walaupun BPH sendiri dapat menyebabkan hematuri.
Elektrolit, kadar ureum dan kreatinin darah merupakan informasi dasar dari fungsi ginjal dan status metabolik.
Pemeriksaan prostate spesific antigen (PSA) dilakukan sebagai dasar penentuan perlunya biopsi atau sebagai deteksi dini keganasan.Bila nilai PSA < 4 ng/ml tidak perlu biopsi. Sedangkan bila nilai PSA 4-10 ng/ml, dihitung Prostate specific antigen density (PSAD) yaitu PSA serum dibagi dengan volume prostat.Bila PSAD > 0,15, sebaiknya dilakukan  biopsi prostat, demikian pula bila nilai PSA > 10 ng/ml.
b)     Pemeriksaan darah
Karena perdarahan merupakan komplikasi utama pasca operatif maka semua defek  pembekuan harus diatasi. Komplikasi jantung dan pernafasan biasanya menyertai penderita BPH karena usianya yang sudah tinggi maka fungsi jantung dan pernafasan harus dikaji. Pemeriksaan darah mencakup Hb, leukosit, eritrosit, hitung jenis leukosit, CT, BT, golongan darah, Hmt, trombosit, BUN, kreatinin serum.
2. Pemeriksaan radiologis
a)    Foto polos abdomen, untuk mengetahui kemungkinan adanya batu opak di saluran kemih, adanya batu/kalkulosa prostat, dan adanya bayangan buli-buli yang penuh dengan urin sebagai tanda adanya retensi urin. Dapat juga dilihat lesi osteoblastik sebagai tanda metastasis dari keganasan prostat, serta osteoporosis akbibat kegagalan ginjal.
b)    Pemeriksaan Pielografi Intravena (IVP), untuk mengetahui kemungkinan adanya kelainan pada ginjal maupun ureter yang berupa hidroureter atau hidronefrosis. Dan memperkirakan besarnya kelenjar prostat yang ditunjukkan dengan adanya indentasi prostat (pendesakan buli-buli oleh kelenjar prostat) atau ureter dibagian distal yang berbentuk seperti mata kail (hooked fish)/gambaran ureter berbelok-belok di vesika, penyulit yang terjadi pada buli-buli yaitu adanya trabekulasi, divertikel atau sakulasi buli-buli.
c)     Pemeriksaan USG transektal, untuk mengetahui besar kelenjar prostat, memeriksa masa ginjal, menentukan jumlah residual urine, menentukan volum buli-buli, mengukur sisa urin dan batu ginjal, divertikulum atau tumor buli-buli, dan mencari kelainan yang mungkin ada dalam buli-buli.

2.9.  Penatalaksanaan Medis Dari Benign Prostatic Hyperplasia
Menurut Sjamsuhidjat (2005) dalam penatalaksanaan pasien dengan BPH tergantung pada stadium-stadium dari gambaran klinis.
1.      Stadium I
Pada stadium ini biasanya belum memerlukan tindakan bedah, diberikan pengobatan konservatif, misalnya menghambat adrenoresptor alfa seperti alfazosin dan terazosin. Keuntungan obat ini adalah efek positif segera terhadap keluhan, tetapi tidak mempengaruhi proses hiperplasi prostat. Sedikitpun kekurangannya adalah obat ini tidak dianjurkan untuk pemakaian lama.
2.      Stadium II
Pada stadium II merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan biasanya dianjurkan reseksi endoskopi melalui uretra (trans uretra).
3.      Stadium III
Pada stadium II reseksi endoskopi dapat dikerjakan dan apa bila diperkirakan prostat sudah cukup besar, sehinga reseksi tidak akan selesaidalam 1 jam. Sebaiknya dilakukan pembedahan terbuka. Pembedahan terbuka dapat dilakukan melalui trans vesika, retropubik dan perineal.
4.      Stadium IV
Pada stadium IV yang harus dilakukan adalah membebaskan penderita dari retensi urin total dengan memasang kateter atau sistotomi .Setelah itu, dilakukan pemeriksaan lebih lanjut amok melengkapi diagnosis, kemudian terapi definitive dengan TUR atau pembedahan terbuka.Pada penderita yang keadaan umumnya tidak memungkinkan dilakukan pembedahan dapat dilakukan pengobatan konservatif dengan memberikan obat penghambat adrenoreseptor alfa. Pengobatan konservatif adalah dengan memberikan obat anti androgen yang menekan produksi LH.

Menurut Mansjoer (2000) dan Purnomo (2000), penatalaksanaan pada BPH dapat dilakukan dengan:


1.      Observasi
Kurangi minum setelah makan malam, hindari obatdekongestan, kurangi kopi, hindari alkohol, tiap 3 bulan kontrolkeluhan, sisa kencing dan colok dubur.
2.      Medikamentosa
a.      Penghambat alfa (alpha blocker)
Prostat dan dasar buli-buli manusia mengandung adrenoreseptor- α1, dan prostat memperlihatkan respon mengecil terhadap agonis. Komponen yang berperan dalam mengecilnya prostat dan leher buli-buli secara primer diperantarai oleh reseptor α1a. Penghambatan terhadap alfa telah memperlihatkan hasil berupa perbaikan subjektif dan objektif terhadap gejala dan tanda (sing and symptom ) BPH pada beberapa pasien. Penghambat alfa dapat diklasifikasikan berdasarkan selektifitas reseptor dan waktu paruhnya.

b.      Penghambat 5α-Reduktase (5α-Reductase inhibitors)
Finasteride adalah penghambat 5α-Reduktase yangmenghambat perubahan testosteron menjadi dihydra testosteron.Obat ini mempengaruhi komponen epitel prostat, yang menghasilkan pengurangan ukuran kelenjar dan memperbaiki gejala. Dianjurkan pemberian terapi ini selama 6 bulan, guna melihat efek maksimal terhadap ukuran prostat (reduksi 20%) dan perbaikan gejala-gejala.
c.       Terapi Kombinasi
Terapi kombinasi antara penghambat alfa dan penghambat 5α-Reduktase memperlihatkan bahwa penurunan symptom score dan peningkatan aliran urin hanya ditemukan pada pasien yang mendapatkan hanya Terazosin. Penelitian terapi kombinasi tambahan sedang berlangsung
d.      Terapi Bedah
Indikasinya adalah bila retensi urin berulang, hematuria,penurunan fungsi ginjal, infeksi saluran kemih berulang, divertikel batu saluran kemih, hidroureter, hidronefrosis, jenis pembedahan:
1)      TURP (Trans Uretral Resection Prostatectomy), yaitu pengangkatan sebagian atau keseluruhan kelenjar prostat melalui sitoskopi atau resektoskop yang dimasukkan malalui uretra.
2)      Prostatektomi Suprapubis, yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi yang dibuat pada kandung kemih.
3)      Prostatektomi retropubis, yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi pada abdomen bagian bawah melalui fosa prostat anterior tanpamemasuki kandung kemih.
4)      Prostatektomi Peritonea, yaitu pengangkatan kelenjar prostat radikal melalui sebuahinsisi diantara skrotum dan rektum.
5)      Prostatektomi retropubis radikal, yaitu pengangkatan kelenjar prostat termasuk kapsula,vesikula seminalis dan jaringan yang berdekatan melaluisebuah insisi pada abdomen bagian bawah, uretra dianastomosiskan ke leher kandung kemih pada kanker prostat.

e.       Terapi Invasif Minimal
1)      Trans Uretral Mikrowave Thermotherapy (TUMT), yaitu pemasangan prostat dengan gelombang mikro yangdisalurkan ke kelenjar prostat melalui antena yang dipasangmelalui/pada ujung kateter.
2)      Trans Uretral Ultrasound Guided Laser Induced Prostatectomy (TULIP)
3)      Trans Uretral Ballon Dilatation (TUBD)

2.10. Komplikasi
·         Perdarahan
·         Pembentukan bekuan
·         Obstruksi katete
·         Disfungsi seksual tergantung dari jenis pembedahan
·         Stasis urin
·         Infeksi saluran kencing (ISK)
·         Batu ginjal
·         Dinding kandung kemih trabeculation
·         Otot detrusor hipertrofi
·         Kandung kemih divertikula dan saccules
·         Stenosis uretra
·         Hidronefrosis
·         Paradoks (overflow) inkontinensia
·         Gagal ginjal akut atau gagal ginjal kronis
·         Akut postobstructive dieresis

2.11. Pencegahan
Risiko pembesaran prostat jinak (BPH) dapat dicegah melalui konsumsi makanan yang kaya akan serat dan protein, serta rendah lemak. Berikut ini contoh-contoh makanan dengan kadar serat tinggi:
1.      Kacang hijau
2.      Beras merah
3.      Gandum
4.      Brokoli
5.      Lobak
6.      Bayam
7.      Apel
Berikut ini contoh-contoh makanan dengan kadar protein tinggi:
1.      Ikan
2.      Telur
3.      Kacang kedelai
4.      Susu rendah lemak
5.      Dada ayam
6.      Keju


BAB II
PENUTUP



3.1. Kesimpulan
Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) atau dalam bahasa umumnya dinyatakan sebagai pembesaran prostat jinak (PPJ), merupakan suatu penyakit yang biasa terjadi. Ini di lihat dari frekuensi terjadinya BPH di dunia, di Amerika secara umum dan di Indonesia secara khususnya. Di dunia, diperkirakan bilangan penderita BPH adalah seramai 30 juta, bilangan ini hanya pada kaum pria karena wanita tidak mempunyai kalenjar prostat, maka oleh sebab itu, BPH terjadi hanya pada kaum pria (emedicine,2009).
BPH adalah pembesaran adenomatous dari kelenjar prostat, lebih dari setengahnya dan orang yang usianya diatas 50 tahun dan 75 % pria yang usianya 70 tahun menderita pembesaran prostat (C. Long, 1996 :331).
Benigna Prostat hiperplasia adalah bertambah besarnya ukuran prostat biasanya diiringi dengan bertambahnya usia pada laki laki, membesarnya prostat menyebabkan fungsi uretra pars prostatika menjadi terganggu, menimbulkan gangguan  pada saluran keluar kandung kemih( Iskandar, 2009).
Kesimpulan BPH (benign prostatic hyperplasia) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh faktor penuaan, dimana prostat mengalami pembesaran memanjang keatas kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan cara menutupi orifisium uretra.

3.2. Saran
            Risiko pembesaran prostat jinak (BPH) dapat dicegah melalui konsumsi makanan yang kaya akan serat dan protein, serta rendah lemak.

DAFTAR PUSTAKA

Potter & Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Edisi 4. Jakarta: ECG.

Aulawi, K. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Rapha Publishing.

Muttaqin, A & Sari, K. (2014). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.

Purnomo, B.. (2008). Dasar-Dasar Urologi. Jakarta: Sagung Seto.

Sujianti, T. (2010). Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan : Hubungan Frekuensi  Seksual  Terhadap Kejadian  BPH  di  Rumah  Sakit  Umum Daerah Kabupaten Kebumen. 6 : 42-47.

Nanda. (2012). Panduan Diagnosa Keperawatan (Terjemahan). Jakarta: EGC.

Nursalam. (2006). Asuhan Keperawatan  Pada  Pasien  dengan  Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.

Iskandar, Y. (2009). Pustaka Kesehatan Populer Saluran Pencernaan. Jakarta: PT  Bhuana Ilmu Populer.

No comments:

Post a Comment