Friday 9 December 2022

Makalah HUKUM JAMINAN

 

 

 

 



BAB 1

PENDAHULUAN

 

A. Latar Belakang

    Manusia dalam menjalani kehidupan nya membutuhkan berbagai hal untuk memenuhi kebutuhan.Dalam memenuhi kebutuhan tersebut setiap individu harus mendapatkan nya dengan melakukan pembelian, peminjaman,dll. Untuk kegiatan membeli dan meminjam saat ini memang sangat sering dilakukan,maka dari itu, landasan hukum dalam bidang ini sangat diperlukan, yaitu hukum jaminan

     Istilah hukum jaminan merupakan terjemahan dari istilah security of Law, zakerheidsstelling, atau zakerheidsrechten1.Lembaga jaminan diperlukan Dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat. Terjadinya peningkatan kebutuhan Masyarakat dalam arus niaga harus diimbangi dengan pengaturan yang jelas dan lengkap mengenai lembaga penjamin. Pembinaan hukum terhadap bidang Hukum jaminan adalah sebagai konsekuensi logis dan merupakan Penanggung Jawab dari pembinaan hukum untuk mengimbangi lajunya kegiatan-kegiatan Dalam bidang perdagangan, perindustrian, perseroan, pengangkutan dan Kegiatan-kegiatan dalam proyek pembangunan-pembangunan.

 

B. Rumusan Masalah

1)      Apa yang dimaksud dengan hukum jaminan?

2)      Apa apa saja jenis hukum jaminan?

3)      Apa saja asas-asas hukum jaminan?

4)      Bagaimana sistem pengaturan hukum jaminan?

5)      Apa fungsi hukum jaminan?

6)       Apa-apa saja yang menjadi hak-hak jaminan?

7)      Bagaimana prosedur pengikatan hukum jaminan?

 

C. Tujuan

a.       Mengetahui  pengertian hukum jaminan

b.      Mengetahui jenis-jenis hukum jaminan

c.       Mengetahui asas-asas hukum jaminan

d.      Mengetahui sistem pengaturan dalam hukum jaminan

e.       Mengetahui fungsi hukum jaminan

f.       Mengetahui hak-hak dalam hukum jaminan

g.      Mengetahui langkah- langkah (prosedur) pengikatan hukum jaminan

 

 

BAB ll

PEMBAHASAN

 

A. Pengertian Hukum Jaminan

    Hukum jaminan adalah aturan hubungan hukum antara penjamin (debitur) dan penerima jaminan (kreditur) sebagai akibat dari pengenaan hutang (kredit) tertentu dengan jaminan (benda atau orang tertentu). Undang-undang hukum jaminan tidak hanya mengatur keamanan hukum kreditor sebagai pemberi hutang, tetapi juga perlindungan hukum bagi debitur sebagai penerima utang

Banyak para ahli yang mendefinisikan hukum jaminan, antara lain:

·         Menurut J Satrio, hukum jaminan adalah aturan hukum yang mengatur jaminan piutang kreditur kepada debitur. Menurut uraian Satrio, hal ini menyangkut hak kreditor dan mengabaikan hak debitur

·         Menurut Prof M. Ali Mansyur, hukum jaminan adalah aturan yang mengatur hubungan hukum antara kreditur dan debitur ketika agunan diperlukan dalam pemberian kredit.

·         Sedangkan Sri Soedewi Masjhoen Sofwan menjelaskan, hukum jaminan merupakan undang-undang yang mengatur konstruksi yuridis dan memungkinkan pemberian fasilitas kredit melalui penjaminan barang yang dibeli sebagai jaminan.

    Pada hakikatnya, hukum jaminan adalah suatu peraturan hukum yang mengatur hubungan antara penjamin (debitur) dan penerima jaminan (kreditur) sebagai akibat dari pengenaan hutang (kredit) tertentu dengan jaminan (benda atau orang tertentu).

 

B. Undang Undang Yang Mengatur Hukum Jaminan

    Meskipun tidak ada konsep hukum tentang jaminan dalam undang-undang, KUH Perdata   memuat aturan yang mengatur tentang jaminan secara umum. Dinyatakan dalam Pasal 1131 dan 1132 KUH Perdata, menurut Pasal 1131 KUH Perdata “Segala barang-barang bergerak dan tak bergerak milik debitur, baik yang sudah ada maupun yang akan ada, menjadi jaminan untuk perikatan-perikatan perorangan debitur itu.” Alhasil, berdasarkan pasal ini, seluruh harta benda seseorang otomatis menjadi jaminan atas utang.Barang-barang tersebut menjadi jaminan bersama bagi semua kreditor terhadap mereka, menurut Pasal 1132 KUH Perdata, dan hasil penjualan barang tersebut dibagi sesuai dengan rasio hutang masing-masing, kecuali ada alasan yang sah untuk didahulukan.

 

C. Jenis jenis hukum jaminan

1)      Jaminan umum

Sesuai Pasal 1131 KUHPerdata (“KUHPer”), semua barang yang dimiliki oleh pehutang, baik yang bergerak atau tidak bergerak, saat ini atau yang akan datang, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan. Inilah yang disebut sebagai Jaminan umum.

2)      Jaminan khusus

Ada pasal-pasal dalam hukum jaminan yang mengatur barang-barang yang dijadikan agunan hutang, atau yang dikenal sebagai jaminan kebendaan. Jaminan kebendaan adalah jaminan dengan objek berupa harta bergerak maupun tidak bergerak yang dimaksudkan untuk menjamin hutang debitur kepada kreditor jika debitur tidak mampu membayar hutangnya kepada kreditor di masa mendatang.

 

Jenis-Jenis Jaminan Kebendaan

     Tadi telah dijelaskan jika terdapat pasal yang mengatur barang-barang sebagai agunan dan dikenal sebagai jaminan kebendaan. Berikut adalah jenis-jenis jaminan kebendaan.

a)      Gadai,Barang yang digadaikan adalah barang bergerak yang terdiri dari barang berwujud dan tidak berwujud, seperti perhiasan dan hak untuk mendapat uang (surat piutang). Jika debitur tidak dapat melunasi pinjaman, kreditur dapat memiliki barang yang digadaikan.Menurut Pasal 1155 dan 1156 KUH Perdata, eksekusi barang gadai dapat dilakukan dalam salah satu dari dua bentuk yakni eksekusi langsung atau eksekusi berdasarkan putusan pengadilan sebelumnya.

Jenis jenis gadai

·         Konvensional

Gadai konvensional merupakan salah satu jenis gadai yang lazim ditemui di masyarakat serta memiliki aturan yang jelas, sesuai dengan ketetapan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).Cara kerjanya yaitu calon peminjam atau debitur menyerahkan jaminan berupa barang kepada kreditur dengan nilai barang yang sudah ditaksir untuk selanjutnya dilakukan pengecekan sebelum adanya pencairan uang pinjaman.Setelah pengecekan sudah selesai, Langkah terakhir yaitu dibuatnya kesepakatan mengenai tanggal pelunasan uang pinjaman serta bunga yang harus dibayarkan.

·         Syariah

Gadai jenis syariah sebetulnya hampir mirip seperti jenis konvensional.  Perbedaannya ialah system gadai yang digunakan sesuai dengan syariat Islam. Diantara yaitu

Ø  Al Murhun,Artinya barang yang digadaikan merupakan barang halal dan bisa diperjual belikan.

Ø  Al Marhunbih,Besaran uang pinjaman yang wajib dilunasi sesuai dengan jumlah pinjaman. Hal ini menandakan bahwa tidak ada bunga atau biaya tambahan.

Ø  Sighat,Terdapat ijab qabul saat akad gadai.

Ø  Orang yang berakad,Kedua belah pihak, baik itu peminjam (Rahin) dan pemberi pinjaman (Murtahin) haruslah orang yang sudah baligh dan berakal sehat

 

b)     Hipotek,adalah klaim hukum atas harta tak gerak yang digunakan sebagai jaminan dalam penyelesaian kontrak. Objek cicilan adalah kapal dengan kapasitas kargo 20 m3. Pasal 1162 sampai 1232 KUH Perdata, serta UU No. Tu Tahun 2008 tentang Pelayaran Bab IV Hipotek dan Piutang-Pelayaran Yang Didahulukan, mengatur hal ini.

Apa yang terjadi jika debitur gagal memenuhi kewajibannya? Menurut Pasal 1178 (2) KUH Perdata, pelaksanaan hipotek dalam kasus debitur wanprestasi (melanggar janji) memberi peminjam, maka kreditur sebagai pemegang hipotek di kapal berhak untuk melakukan penjualan lelang publik atas kapal yang sudah dibebani hipotek. Hasil penjualan kapal digunakan untuk memenuhi kewajiban debitur kepada kreditur.

c)      Hak tanggungan,Diatur dalam UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yaitu hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain. (Pasal 1 angka 1 UU 4/1996)

d)     Fidusia, merupakanpengalihan hak kepemilikan atas suatu benda atas dasar kepercayaan, selama benda yang dialihkan hak kepemilikannya tersebut tetap berada di bawah kendali pemilik benda. Fidusia diatur oleh Undang-Undang Jaminan Fidusia No. 42 tahun 1999.Benda fidusia mencakup benda bergerak atau tidak bergerak, baik berwujud maupun tidak berwujud, seperti bangunan yang tidak dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan.

 

D. Asas-Asas Hukum Jaminan

1)      Asas publicitet ,Bahwa semua hak tanggungan harus didaftarkan. Pendaftaran ini dimaksudkan supaya pihak ketiga dapat mengetahui bahwa benda tersebut sedang dilakukan pembebanan jaminan. Pendaftaran hak tanggungan di Kantor BPN Kabupaten/Kota, pendaftaran fidusia dilakukan di Kantor Pendaftaran Fidusia pada Kantor Departemen Kehakiman dan HAM ,sedangkan pendaftaran hipotek kapal laut dilakukan didepan pejabat pendaftaran dan pencatat balik nama yaitu Syahbandar

2)      Asas specialitet, Hak tanggungan ,hak fidusia dan hipotek hanya dapat dibebankan atas percil atau atas barang-barang yang sudah terdaftar atas nama orang tertentu, harus jelas, terperinci dan detail.

3)      Asas tidak dapat dibagi-bagi ,Asas dibaginya hutang tidak dapat mengakibatkan dapat dibaginya hak tanggungan, hak fidusia, hipotek dan hak gadai walaupun telah dilakukan pembayaran sebagian (benda yang dijadikan jaminan harus menjadi suatau kesatuan dalam menjamin hutang).

4)      Asas inbezittstelling , Yaitu barang jaminan harus berada ditangan penerima jaminan (pemegang jaminan)

5)      Asas horizontal ,Yaitu bangunan dan tanah tidak merupakan satu kesatuan. Hal ini dapat dilihat dalam penggunaan hak pakai ,baik tanah negara maupun tanah hak milik. Bangunannya milik dari pemberi tanggungan, tetapi tanahnya milik orang lain,berdasarkan hak pakai dapat dijadikan jaminan,namun dalam praktek perbankan tidak mau menerima prinsip ini,karena akan mengalami kesulitan jika tejadi wanprestasi.

 

E. Manfaat/Fungsi Hukum Jaminan

Secara yuridis, fungsi jaminan adalah untuk memberikan kepastian Hukum pelunasan hutang di dalam perjanjian hutang piutang atau Kepastian realisasi atau prestasi dalam suatu perjanjian, dengan Mengadakan perjanjian penjaminan melalui lembaga-lembaga Jaminan yang dikenal dalam hukum Indonesia. Sedangkan menurut Thomas Suyanto, fungsi jaminan dalam pemberian kredit adalah:

1.      Memberikan hak dan kekuasaan kepada bank untuk mendapatkan Pelunasan dengan barang-barang jaminan (agunan) tersebut, Bilamana nasabah melakukan cidera janji yaitu tidak membayar Kembali hutangnya pada waktu yang telah ditetapkan dalam Perjanjian.

2.      Menjamin agar nasabah berperan serta di dalam transaksi untuk Membiayai usaha atau proyeknya sehingga kemungkinan untuk Meninggalakan usaha atau proyeknya dengan merugikan diri Sendiri dapat dicegah atau sekurang-kurangnya kemungkinan Untuk dapat berbuat demikian diperkecil terjadinya.

3.      Memberi dorongan kepada debitur (tertagih untuk) memenuhi Perjanjian kredit, khususnya mengenai pembayaran kembali(pelunasan) sesuai dengan syarat-syarat yang telah disetujui agar Tidak kehilangan kekayaan yang telah dijaminkan kepada bank.

 

           Kemudian menurut Frieda Husni Hasbullah, manfaat atau Kegunaan dari jaminan khusus adalah:          

a)      Jaminan khusus dapat menjamin terwujudnya perjanjian pokok Atau perjanjian hutang piutang.

b)      Jaminan khusus melindungi kreditur (bank) dari kerugian jika Debitur wanprestasi.

c)      Menjamin agar kreditur (bank) mendapatkan pelunasan dari Benda-benda yang dijaminkan.

d)     Menjamin agar debitur melaksanakan prestasi yang diperjanjikan Sehingga dengan sendirinya dapat menjamin bahwa hutang-hutang Debitur dapat dibayar lunas.

e)      Menjamin debitur (nasabah) berperan serta dalam transaksi yang Dibiayai pihak kreditur

 

Dari keseluruhan manfaat dan fungsi jaminan dari berbagai Sumber yang disampaikan di atas, maka pada dasarnya fungsi jaminan Adalah:

1)      Memberikan kepastian hukum bagi kreditur dan debitur. Bagi Kreditur yaitu kepastian hukum untuk memperoleh pengembalian Pokok kredit dan bunganya, dna bagi debitur kepastian hukum Untuk membayar kembali pokok kredit dan bunga yang telah Ditentukan.

2)      Untuk memberi kemudahan dalam memperoleh kredit bagi Debitur, dan debitur tidak khawatir dalam mengembangkan Usahanya.

3)      Memberikan keamanan terhadap suatu perjanjian hutang piutang Yang disepakati bersama.

 

 

 


 

BAB lll

PENUTUP

 

A. Kesimpulan

    Pada hakikatnya, hukum jaminan adalah suatu peraturan hukum yang mengatur hubungan antara penjamin (debitur) dan penerima jaminan (kreditur) sebagai akibat dari pengenaan hutang (kredit) tertentu dengan jaminan (benda atau orang tertentu).Yang diatur dalam UU Pasal 1131 dan 1132 KUH Perdata,

Secara umum, hukum jaminan terbagi menjadi dua, yaitu:

1)      Jaminan umum,Sesuai Pasal 1131 KUHPerdata (“KUHPer”), semua barang yang dimiliki oleh pehutang, baik yang bergerak atau tidak bergerak, saat ini atau yang akan datang, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan. Inilah yang disebut sebagai Jaminan umum.

2)      Jaminan khusus ,Ada pasal-pasal dalam hukum jaminan yang mengatur barang-barang yang dijadikan agunan hutang, atau yang dikenal sebagai jaminan kebendaan. Jaminan kebendaan adalah jaminan dengan objek berupa harta bergerak maupun tidak bergerak yang dimaksudkan untuk menjamin hutang debitur kepada kreditor jika debitur tidak mampu membayar hutangnya kepada kreditor di masa mendatang

Secara yuridis, fungsi jaminan adalah untuk memberikan kepastian Hukum pelunasan hutang di dalam perjanjian hutang piutang atau Kepastian realisasi atau prestasi dalam suatu perjanjian, dengan Mengadakan perjanjian penjaminan melalui lembaga-lembaga Jaminan yang dikenal dalam hukum Indonesia.

 

B. Saran

    Penulis menyadari bahwa makalah ini terdapat banyak kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut dengan berpedoman pada banyak sumber dan referensi yang dapat dipertanggungjawabkan. Maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk memperbaiki makalah ke depannya

 

DAFTAR PUSTAKA

 

https://www.academia.edu/21814210/Makalah_Tentang_Hukum_Jaminan_Tapike_com   https://prospeku.com/artikel/hukum-jaminan---2932

https://mh.uma.ac.id/pengertian-dan-asas-pada-hukum-jaminan

https://layanan.hukum.uns.ac.id/data/RENSI%20file/Data%20Backup/Done%20To%20BackUp/MAKALAH%20HUKUM%20JAMINAN%20SLAMET%20RIYANTO%202.doc

No comments:

Post a Comment