Thursday 11 November 2021

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN JIWA

 

LAPORAN PENDAHULUAN

HALUSINASI

A.    Masalah Utama

Halusinasi

B.     Proses Terjadinya Masalah

1.      Pengertian

Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa pada individu yang ditandai dengan perubahan sensori persepsi: halusinasi merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, penciuman, perabaan atau pengdihungan. Pasien merasakan stimulus yang tidak ada (Keliat, 2010).

Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Pasien memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata (Farida, 2010).

 

2.      Manifestasi klinis

Data subjektif dan objektif menurut, Trimelia, (2011) adalah:

1)      Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai

2)      Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara

3)      Gerakan mata cepat

4)      Respon lambat atau diam

5)      Diam dan dipenuhi oleh sesuatuyang mengasyikan

6)      Terlihat bicara sendiri

7)      Bergerak seperti membuang atau mengambil sesuatu

8)      Duduk terpaku, memandang sesuatu,tiba-tiba berlari keruangan lain

9)      Disorientasi (waktu, tempat, orang)

10)  Perubahan kemampuan dan memecahkan masalah

11)  Perubahan perilaku dan pola komunikasi

12)  Gelisah, ketakutan, ansietas

13)  Peka rangsangan

 

3.      Rentang respon

Rentang respon halusinasi (Direja, 2011)

 Respon adaptif

Respon maladaptif

-  Pikiran logis

-   Kadang-kadang proses pikir terganggu (distorsi pikiran)

-    Gangguan proses pikir atau waham

-   Persepsi akurat

-  Ilusi

-    Halusinasi

-   Emosi konsisten dengan pengalaman

-  Menarik diri

-    Kesukaran proses emosi

-   Perilaku sesuai

-  Emosi tidak stabil

-    Perilaku tidak berorganisasi

-   Hubungan sosial harmonis

-  Perilaku tidak biasa

-  Isolasi sosial

 

4.      Faktor predisposisi

Menurut yosep (2011), faktor predisposisi sebagai berikut:

1)      Faktor perkembangan

Perkembangan pasien yang terganggu misalnya kurangnya mengontrol emosi dan keharmonisan keluarga menyababkan pasien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri.

2)      Faktor sosial budaya

Seseorang merasa tidak diterima dilingkungan sejak bayi akan membekas diingatannya sampai dewasa dan ia akan merasa disingkirkan, kesepian dan tidak percaya pada lingkungannya.

3)      Faktor psikologis

Tipe kepribadian yang lemah tidak bertanggung jawab akan mudah terjerumus pada penyalahgunaan zat adaptif. Pasien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata.

4)      Faktor genetik

Faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh.

 

5.      Faktor presipitasi

Menurut yosep (2011), faktor presipitasi sebagai berikut:

1)      Dimensi fisik

Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.

2)      Dimensi emosional

Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar masalah yang tidak dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari halusinasi dapat berubah perintah memaksa dan menakutkan. Pasien tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut sehingga dengan kondisi tersebut.

3)      Dimensi intelektual

Dalam dimensi intelektual ini merangsang bahwa individu dengan halusinasi kan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan, namun merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian pasien.

4)      Dimensi sosial

Pasien menganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata sangat membahayakan. Pasien asyik dengan halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak di dapatkan dalam dunia nyata.

5)      Dimensi spiritual

Klien mulai dengan kemampuan hidup, rutinitas tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan jarang berupanya secara spiritual untuk menyucikan diri. Ia sering memaki takdir tetapi lemah dalam upaya menjemput rejeki, menyalahkan lingkungan dan orang lain yang menyebabkan takdirnya memburuk.

 

6.      Sumber koping

Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.

 

7.      Mekanisme koping

Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain, dan asik dengan stimulus internal, menjelaskan suatu perubahan persepsi dengan mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.

 

C.    Pohon masalah

Ketidakefektifan koping klien dan keluarga

 

Harga diri rendah

Isolasi sosial

Gangguan sensori perseptual

 

Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

 

 

D.    Masalah keperawatan yang mungkin muncul

-     Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

-     Perubahan sensori perseptual: halusinasi

-     Isolasi sosial: menarik diri

 

E.     Data yang perlu dikaji

Masalah keperawatan

Data yang perlu dikaji

Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

Ds:

-   klien mengatakan melihat/ mendengar sesuatu. Klien tidak mampu mengenal tempat, waktu, orang.

Do:

-   tampak bicara dan ketawa sendiri

-   mulut bicara tetapi tidak keluar suara

-   berhenti bicara seolah mendengan atau melihat sesuatu. Gerakan mata yang cepat

Isolasi sosial: menarik diri

 

Ds:

-   klien mengatakan merasa kesepian

-   klien mengatakan tidak dapat berhubungan sosial

-   klien mengatakan tidak berguna

-   klien mengungkapkan takut

Do:

-   tidak tahan terhadap kontak yang lama

-   tidak konsentrasi dan pikiran mudah beralih saat bicara

-   tidak ada kontak mata

-   ekspresi wajah murung, sedih

-   tampak larut dalam pikiran dan ingatannya sendiri

-   kurangnya aktivitas

-   tidak komunikatif

Perubahan sensori perseptual: halusinasi

 

Ds:

-   klien mengungkapkan apa yang dilihat dan didengar mengancam dan membuatnya takut

Do:

-   wajah klien tampak tegang, merah

-   mata merah dan meloto

-   rahang mengatup

-   tangan mengepal

-   mondar mandir

 

F.     Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan yang dapat ditarik dari pohon masalah tersebut adalah gangguan persepsi sosial: halusinasi

 

G.    Intervensi

DIAGNOSA KEPERAWATAN

TUJUAN

INTERVENSI

Gangguan persepsi sensori: halusinasi

Setelah dilakukan Tindakan keperawatan selama 3x24 jam klien mampu mengontrol halusinasi.

Kriteria hasil:

-    Klien dapat membina hubungan saling percaya

-    Klien dapat mengenal halusinasinya: jenis, isi, waktu, dan frekuensi, respon, dan tindakan yang dilakukan

-    Klien dapat menyebutkan dan mempraktekkan cara mengontrol halusinasi yaitu dengan menghardik, bercakap-cakap dengan orang lain, terlibat atau melakukan kegiatan, dan minum obat

-    Klien dapat dukungan keluarga dalam mengontrol emosinya

-    Klien dapat minum obat dengan bantuan minimal

-    Klien dapat mengungkapkan halusinasi sudah hilang atau terkontrol.

TINDAKAN PSIKOTERAPEUTIK

Klien

-    Bina hubungan saling percaya

-    Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap

-    Observasi tingkah laku klien terhadap halusinasinya

-    Tanyakan keluhan yang dirasakan klien

-    Jika klien sedang tidak berhalusinasi klarifikasi tentang adanya pengalaman halusinasi, diskusikan dengan klien tentang halusinasinya meluputi:

SP 1

·  Identifikasi jenis halusinasi klien

·  Identifikasi isi halusinasi klien

·  Identifikasi waktu halusinasi klien

·  Identifikasi frekuensi halusinasi klien

·  Identifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi

·  Identifikasi respon klien terhadap halusinasi

·  Ajarkan klien menghardik halusinasi

·  Anjurkan klien memasukkan cara menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan harian

SP 2

·  Evaluasi jadwal kegiatan harian klien

·  Melatih klien mengendalikan halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain.

·  Anjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian klien

SP 3

·  Evaluasi jadwal kegiatan harian klien

·  Latih klien mengendalikan halusinasi dengan melakukan kegiatan (kegiatan yang biasa dilakukan klien dirumah)

·  Anjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

SP 4

·  Evaluasi jadwal harian klien

·  Berikan Pendidikan Kesehatan tentang penggunaan obat secara teratur

·  Anjurkan memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

·  Beri pujian jika klien menggunakan obat dengan benar

 

Keluarga

-    Diskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat klien

-    Jelaskan pengertian tanda dan gejala, dan jenis halusinasi yang dialami klien serta proses terjadinya

-    Jelaskan dan latih cara-cara merawat klien halusinasi

-    Latih keluarga melakukan cara merawat klien halusinasi secara langsung

-    Discharge planning jadwal aktivitas dan minum obat

 


 

H.    Daftar Pustaka

Fatmawati, Yuni. 2019. “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Halusinasi Pendengaran Diruang Gelatik Rumah Sakit Jiwa Daerah Atma Husada Mahakam Samarinda” karya tulis ilmiah

Keliat, B.A. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta:EGC

Maramis, W.F. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Edc.9 Surabaya: Erlangga University Press


 

LAPORAN PENDAHULUAN

PERILAKU KEKERASAN

 

A.    Masalah utama

Perilaku kekerasan

 

B.     Proses terjadinya masalah

1.      Pengertian

Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis bisa di lakukan secara verbal, di arahkan pada diri sendiri, orang lain dan lingkungan (Amatiria, 2012). Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan di mana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan (Elshy Pangden Rabba, Dahrianis, 2014).

Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan seseorang melakukan Tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain dan lingkungan yang timbul sebagai kecemasan dan ancaman (Hadiyanto, 2016).

 

2.      Manifestasi klinis

Menurut Direja, 2013 tanda gejala pada perilaku kekerasan yaitu :

a.       Fisik

Mata melotot, pandangan tajam,tangan menggepal, rahang mengatup, wajah memerah dan tegang, serta postur tubuh kaku.

b.      Verbal

Mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, berbicara dengan nada keras, kasar dan ketus.

c.       Perilaku

Menyerang orang lain, melukai diri sendiri atau orang lain, merusak lingkungan, amuk atau agresif.

d.      Emosi

Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu, dendam, jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, menyalahkan dan menuntut.

e.       Intelektual

Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, dan meremehkan.

f.       Spiritual

Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan, tidak bermoral dan kreativitas terhambat.

g.      Sosial

Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan dan sindiran.

h.      Perhatian

Bolos, melarikan diri dan melakukan penyimpangan seksual.

 

3.      Rentang respon

Menurut Direja, 2011 rentang respon perilaku kekerasan sebagai berikut:

Asertif

Frustasi

Pasif

Agresif

Kekerasan

 

Keterangan :

a.       Asertif

Individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan orang lain dan memberi ketenangan.

b.      Frustasi

Individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah dan tidak dapat menemukan alternatif.

c.       Pasif

Individu tidak dapat mengungkapkan perasaannya.

 

 

d.      Agresif

Perilaku yang menyertai marah, terdapat dorongan untuk menuntut tetapi masih terkonrol.

e.       Kekerasan

Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta hilangnya kontrol.

 

4.      Faktor predisposisi

Faktor-faktor yang mendukung terjadinya masalah perilaku kekerasan adalah faktor biologis, psikologis dan sosiokultural.

1.      Faktor Biologis

-     Instinctual Drive Theory (Teori Dorongan Naluri)

Teori ini menyatakan bahwa perilaku kekerasan disebabkan oleh suatu dorongan kebutuhan dasar yang sangat kuat.

-     Psychosomatic Theory (Teori Psikosomatik)

Pengalaman marah adalah akibat dari respon psikologi terhadap stimulus eksternal, internal maupun lingkungan. Dalam hal ini sistim limbik berperan sebagai pusat untuk mengekspresikan maupun menghambat rasa marah (Deden dan Rusdin, 2013).

2.      Faktor Psikologis

-     Frustation Aggresion Theory (Teory Agresif-Frustasi)

Menurut teori ini perilaku kekerasan terjadi sebagai hasil dari akumulasi frustasi. Frustasi terjadi apabila keinginan individu untuk mencapai sesuatu gagal atau menghambat. Keadaan tersebut dapat mendorong individu berprilaku agresif karena perasaan prustasi akan berkurang melalui perilaku kekerasan.

-     Behavior Theory (Teori Perilaku)

Kemarahan adalah proses belajar, hal ini dapat dicapai apabila tersedia fasilitas/situasi yang mendukung.

 

 

 

 

-     Eksistensial Theory (Teori Eksistensi)

Bertingkah laku adalah kebutuhan dasar manusia, apabila kebutuhan tersebut tidak dapat terpenuhi melalui berprilaku konstruktif, maka individu akan memenuhi melalui berprilaku destruktif.

3.      Faktor Sosiokultural

-     Sosial Environment Theory (Teori Lingkungan Sosial)

Lingkungan sosial akan mempengaruhi sikap individu dalam mengekspresikan marah. Norma budaya dapat mendukung individu untuk merespon asertif atau agresif.

-     Sosial Learning Theory (Teori Belajar Sosial)

Perilaku kekerasan dapat dipelajari secara langsung maupun melalui proses sosialisasi(Deden dan Rusdin, 2013).

 

5.      Faktor presipitasi

Stressor yang mencetuskan perilaku kekerasan bagi setiap individu bersifat unik. Stressor tersebut dapat disebabkan dari luar (serangan fisik, kehilangan, kematian) amaupun dalam (putus hubungan dengan orang yang berarti, kehilangan rasa cinta, takut terhadap penyakit fisik). Selain itu lingkungan yang terlalu rebut, padat, kritikan yang mengaruh pada penghinaan, tindakan kekerasan dapat memicu perilaku kekerasan (Deden dan Rusdin, 2013).

 

6.      Sumber koping

-          Kesehatan dan energi

-          Dukungan spiritual

-          Keyakinan positif

-          Keterampilan menyelesaikan masalah dan sosial

-          Sumber daya sosial dan material

-          Kesejahteraan fisik

 

7.      Mekanisme koping

Perawat perlu mengidentifikasi mekanisme koping klien sehingga dapat membantu klien untuk mengembangkan mekanisme koping yang kontstruktif dalam mengekspresikan marahnya. Mekanisme koping yang umum digunakan adalah mekanisme pertahanan ego seperti “Displancement”, sublimasi, proyeksi, represi, denial dan reaksi formasi (Deden dan Rusdin, 2013).

 

C.    Pohon masalah

Harga diri rendah

Causa

 

 

Perilaku kekerasan

Core problem

 

 

Resiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri dan orang lain

Effect

 

Prabowo, 2014

 

D.    Masalah keperawatan yang akan muncul

-          Perilaku kekerasan

-          Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

-          Perubahan persepsi sensori: halusinasi

-          Harga diri rendah kronis

-          Isolasi sosial

-          Berduka disfungsional

-          Penatalaksanaan redimen terapeutik inefektif

-          Koping keluarga inefektif

 

 

 

 

E.     Data yang perlu dikaji

Masalah keperawatan

Data yang perlu dikaji

Perilaku kekerasan

DS:

-       Klien mengatakan ingin memukul orang lain

-       Klien mengatakan ingin membunuh

-       Klien mengatakan benci semua orang

DO:

-       Sikap tampak kaku dan tegang

-       Agresif, agitasi

-       Mengamuk

-       Peningkatan aktivitas motorik

-       Mengepalkan tinju

-       Merusak benda disekitar

 

F.     Diagnosa keperawatan

-          Resiko perilaku kekerasan

 

G.    Rencana Tindakan keperawatan

DIAGNOSA KEPERAWATAN

TUJUAN

INTERVENSI

Resiko perilaku kekerasan

Selama perawatan diruangan, pasien tidak memperlihatkan perilaku kekerasan.

Kriteria hasil:

-      Membina hubungan saling percaya

-      Dapat mengidentifikasi penyebab, tanda dan gejala, bentuk, akibat perilaku kekerasan yang sering dilakukan

-      Dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara:

·      Fisik

·      Sosial dan verbal

·      Spiritual

·      Minum obat teratur

-      Dapat menyebutkan dan mendemonstrasikan cara mencegah perilaku kekerasan yang sesuai

-      Dapat memilih cara mengontrol perilaku kekerasan yang efektif dan sesuai

-      Dapat melakukan cara yang sudah dipilih untuk mengontrol perilaku kekerasan

-      Mesukkan cara yang sudah dipilih dalam kegiatan harian

-      Dapat dukungan dari keluarga untuk mengontrol perilaku kekerasan

-      Dapat terlibat dalam kegiatan diruangan

Bina hubungan saling percaya

SP 1:

-    Diskusikan penyebab, tanda dan gejala, bentuk dan akibat perilaku kekerasan yang dilakukan pasien.

-    Latih pasien mencegah perilaku kekerasan dengan cara fisik (Tarik nafas dalam dan memukul bantal)

-    Masukkan dalam jadwal harian

SP 2:

-    Diskusikan jadwal harian

-    Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan dengan cara social

-    Latih pasien cara menolak dan meninta yang asertif

-    Masukkan dalam jadwal kegiatan harian

SP 3:

-    Diskusikan jadwal harian

-    Latih cara spiritual untuk mencegah perilaku kekerasan

-    Masukkan dalam jadwal kegiatan harian

SP 4:

-    Diskusikan jadwal harian

-    Diskusikan tentang manfaat obat dan kerugian jika tidak minum obat secara teratur

-    Masukkan dalam jadwal kegiatan harian.

 

 


 

H.    Daftar Pustaka

Anggraini, Vany. 2017. “Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Perilaku Kekerasan Di Kelurahan Surau Gadang Wilayah Kerja Puskesmas Nanggalo Kota Padang” Karya Tulis Ilmiah

Dewi Rahmadani, Kartika. 2019. “Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Klien Dengan Perilaku Kekerasan Di Ruang Tiung Rumah Sakit Jiwa Daerah Atma Husada Mahakam Samarinda” Karya Tulis Ilmiah

Fajar Suhantara, Yahya. 2020. “Studi Dokumentasi Risiko Perilaku Kekerasan Pada Pasien Dengan Skizofrenia” Karya Tulis Ilmiah


 

LAPORAN PENDAHULUAN

ISOLASI SOSIAL

A.    Masalah Utama

Isolasi sosial

 

B.     Proses Terjadi Masalah

1.      Pengertian

Isolasi sosial merupakan pertahanan diri seseorang terhadap orang lain maupun lingkungan yang menyebabkan kecemasan pada diri sendiri dengan cara menarik diri secara fisik maupun psikis. Isolasi sosial adalah gangguan dalam berhubungan yang merupakan mekanisme individu terhadap sesuatu yang mengancam dirinya dengan cara menghindari interaksi dengan orang lain dan lingkungan. Isolasi sosial merupakan upaya mengindari komunikasi dengan orang lain karena merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk berbagi rasa, pikiran dan kegagalan (Rusdi,2013).

 

2.     Manifestasi klinis

-       Klien menceritakan perasaan kesepian

-       Respon verbal kurang dan sangat singkat

-       Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan

-       Klien merasa tidak berguna

-       Klien merasa di tolak

-       Klien banyak diam dan tidak mau bicara

-       Tidak mengikuti kegiatan

-       Klien menyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang yang terdekat

-       Kontak mata kurang

-       Aktivitas menurun

 

 

3.     Rentang respon

Rentang respon Isolasi Sosial, menurut Ermawati Dalami,2009:

 

Respon adaptif

 

Respon maladaptif

Solitude

Autonom

Kebersamaan

Saling ketergantungan

Kesepian

Menarik diri

Ketergantungan

Manipulasi

Impulsif

Narkisime

 

4.      Faktor predisposisi

Menurut Pusdiklatnakes (2012) kegagalan-kegagalan yang terjadi sepanjang daur kehidupan dapat mengakibatkan perilaku menarik diri:

a.       Faktor Biologis

Adanya faktor herediter yang mengalami gangguan jiwa,adanya resiko, riwayat penyakit trauma kepala, dan riwayat penggunaan NAPZA.

b.      Faktor Psikologis

 Ditemukan pengalaman negatif klien terhadap gambaran diri, tidak jelasnya atau berlebihnya peran yang dimiliki, kegagalan dalam mencapai harapan atau cita-cita, krisis identitas dan kurangnya penghargaan baik dari diri sendiri maupun lingkungan,yang dapat menyebabkan gangguan dalam berinteraksi dengan orang lain,dan akhirnya menjadi masalah isolasi sosial.

c.       Faktor Sosial Budaya

Pada klien isolasi sosial biasanya ditemukan dari kalangan ekonomi rendah,riwayat penolakan lingkungan pada usia perkembangan anak,tingkat penididikan rendah dan kegegalan dalam berhubungan sosial.

5.      Faktor Presipitasi

Biasanya ditemukan riwayat penyakit infeksi, penyakit kronis,atau kelaianan struktur otak,kekerasan dalam keluarga,kegagalan dalam hidup, kemiskinan, atau adanya tuntutan di keluarga atau masyarakat yang sering tidak sesuai dengan klien,konflik antar masyarakat. Faktor pencetus pada umumnya mencakup kejadian kehidupan yang penuh stress seperti kehilangan, yang mempengaruhi kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain dan menyebabkan ansietas.

 

6.      Sumber koping

Menurut Gall W. Stuart (2006), sumber koping yaang berhubungan dengan respon sosial maladaptif meliputi keterlibatan dalam hubungan keluarga yang luasan teman, hubungan dengan hewan peliharaan dan penggunaan kreatifitas untuk mengekspresikan stress interpersonal misalnya kesenian, musik atau tulisan.

 

7.      Mekanisme koping

Individu yang mengalami respon sosial maladiptif menggunakan berbagai mekanisme dalam upaya untuk mengatasi ansietas. Mekanisme tersebut berkaitan dengan dua jenis masalah hubungan yang spesifik (gall,W Stuart 2006). Koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian antisosial antara lain proyeksi, spliting dan merendahkan orang lain, koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian ambang spliting, formasi reaksi, proyeksi, isolasi, idealisasi orang lain, merendahkan orang lain dan identifikasi proyektif.

 

 

 

 

 

C.    Pohon Masalah

Gangguan konsep diri

 

 

Causa

Harga diri rendah

Isolasi sosial

Core problem

 

 

 

Effect

Resiko gangguan persepsi sensori: halusinasi

 

Resiko perilaku kekerasan

 

D.    Masalah keperawatan yang akan muncul

-          Gangguan persepsi sensori: halusinasi

-          Isolasi sosial

-          Gangguan konsep diri: harga diri rendah

E.     Data yang perlu dikaji

Masalah keperawatan

Data yang perlu dikaji

Isolasi sosial

DS:

-       Klien mengatakan takut dengan teman-temannya

-       Klien mengatakan malu terhadap diri sendiri

DO:

-       Klien lebih suka menyendiri

-       Klien suka melamun

-       Klien tampak sedih

 

F.     Diagnosa keperawatan

-          Isolasi sosial

 

G.    Rencana tindakan keperawatan

DIAGNOSA KEPERAWATAN

TUJUAN

INTERVENSI

Isolasi sosial

Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien dapat berinteraksi dengan orang lain baik secara individu maupun secara berkelompok.

Kriteria hasil:

-     Klien dapat membina hubungan saling percaya

-     Dapat menyebutkan penyebab isolasi sosial

-     Dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain

-     Dapat menyebutkan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain

-     Dapat berkenalan dan bercakap-cakap dengan orang lain secara bertahap

-     Terlibat dalam aktivitas sehari-hari

SP 1

-     Bina hubungan saling percaya

-     Identifikasi penyebab isolasi sosial

SP 2

-     Diskusikan Bersama klien keuntungan berinteraksi dengan orang lain dan kerugian tidak berinteraksi

-     Ajarkan kepada klien cara berkenalan dengan satu orang

-     Anjurkan kepada klien untuk kegiatan berkenalan dengan orang lain dalam jadwal kegiatan harian

SP 3

-     Evaluasi pelaksanaan dari jadwal kegiatan harian klien

-     Beri kesempatan kepada klien mempraktekan cara berkenalan dengan dua orang

-     Ajarkan klien berbincang-bincang dengan dua orang tentang topik tertentu

-     Anjurkan kepada klien untuk memasukkan kegiatan berbincang-bincang dengan orang lain dengan jadwal kegiatan harian

SP 4

-     Evaluasi pelaksanaan dari jadwal kegiatan harian klien

-     Jelaskan tentang obat yang diberikan (jenis, dosis, waktu, manfaat, dan efek samping obat)

-     Anjurkan klien memasukkan kegiatan bersosialisasi dalam jadwal kegiatan harian

-     Anjurkan klien untuk bersosialisasi dengan orang lain

 


 

H.    Daftar Pustaka

Fahnur Septiani, Sri. 2017. “Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Isolasi Sosial Di Kelurahan Surau Gadang Wilayah Kerja Puskesmas Nanggalo Kota Padang” Karya Tulis Ilmiah

Marlindawani, Jeney. 2002. “Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Masalah Psikososial Dengan Gangguan Jiwa”

Thoyib Ibnu. 2015. “Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn.S Dengan Gangguan Isolasi Sosial Menarik Diri Di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta” Karya Tulis Ilmiah


 

LAPORAN PENDAHULUAN

HARGA DIRI RENDAH

A.    Masalah utama

Harga diri rendah

 

B.     Proses terjadinya masalah

1.      Pengertian

Harga diri rendah adalah penilaian tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi negatif terhadap diri sendiri dan kemampuan diri (Fajariyah, 2012).

Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi yang negatif terhadap diri sendiri dan kemampuan diri. Adanya hilang percaya diri, merasa gagal karena karena tidak mampu mencapai keinginansesuai ideal diri (Keliat, 2008).

 

2.      Manifestasi klinis

-          Perasaan yang negatif terhadap diri sendiri

-          Hilangnya percaya diri dan harga diri

-          Merasa gagal mencapai keinginan

-          Mengkritik diri sendiri

-          Penurunan produktivitas

-          Destruktif yang diarahkan pada orang lain

-          Perasaan tidak mampu

-          Mudah tersinggung

-          Menarik diri secara sosial

 

 

 

3.      Rentang respon

 

Respon adaptif

Respon maladaptif

Aktualisasi diri

Konsep diri positif

Harga diri rendah

Keracunan identitas

Depersonalisasi

 

4.      Faktor predisposisi

Menurut Kemenkes RI (2012) faktor predisposisi ini dapat dibagi sebagai berikut:

a.      Faktor Biologis

Pengaruh faktor biologis meliputi adanya faktor herediter anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa, riwayat penyaakit atau trauma kepala.

b.      Faktor psikologis

Pada pasien yang mengalami harga diri rendah, dapat ditemukan adanya pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan, seperti penolakan dan harapan orang tua yang tidak realisitis, kegagalan berulang, kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain, penilaian negatif pasien terhadap gambaran diri, krisis identitas, peran yang terganggu, ideal diri yang tidak realisitis, dan pengaruh penilaian internal individu.

c.       Faktor sosial budaya

Pengaruh sosial budaya meliputi penilaian negatif dari lingkungan terhadap pasien yang mempengaruhi penilaian pasien, sosial ekonomi rendah, riwayat penolakan lingkungan pada tahap tumbuh kembang anak, dan tingkat pendidikan rendah.

 

5.      Faktor presipitasi

Menurut Kemenkes RI (2012) faktor presipitasi harga diri rendah antara lain:

a.    Trauma: penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan peristiwa yang mengancam kehidupan.

b.    Ketegangan peran: berhubungan dengan peran atau posisi yang diharapkan dan individu mengalaminya sebagai frustasi.

c.    Transisi peran perkembangan: perubahan normatif yang berkaitan dengan pertumbuhan.

d.   Transisi peran situasi: terjadi dengan bertambah atau berkurangnya anggota keluarga melalui kelahiran atau kematian.

e.    Transisi peran sehat-sakit: sebagai akibat pergeseran dari keadaan sehat dan keadaan sakit. Transisi ini dapat dicetuskan oleh kehilangan bagian tubuh; perubahan ukuran, bentuk, penampilan atau fungsi tubuh; perubahan fisik yang berhubungan dengan tumbuh kembang normal; prosedur medis dan keperawatan.

 

6.      Sumber koping

-     Aktivitas luar rumah dan olahraga

-     Hobi dan kerajinan tangan

-     Aktivitas seni

-     Kesehatan dan asuhan mandiri

-     Pendidikan dan pelatihan

-     Pekerjaan

-     Bakat khusus

-     Kepandaian

-     Imajinasi dan kreativitas

-     Hubungan interpersonal

 

7.      Mekanisme koping

Mekanisme koping pasien harga diri rendah menurut Ridhyalla Afnuhazi (2015) adalah:

a.       Jangka pendek

-     Kegiatan yang dilakukan untuk lari sementara dari krisis: pemakaian obat-obatan, kerja keras, nonton TV terus menerus.

-     Kegiatan mengganti identitas sementara (ikut kelompok sosial, keagaman, politik).

-     Kegiatan yang memberi dukungan sementara (kompetisi olahraga kontes popularitas).

-     Kegiatan mencoba menghilangkan identitas sementara (penyalahgunaan obat).

b.      Jangka Panjang

-     Menutup identitas

-     Identitas negatif: asumsi yang bertentangan dengan nilai dan harapan masyarakat.

 

C.    Pohon masalah

Defisit Perawatan Diri

Gangguan Konsep diri: Harga Diri Rendah

Isolasi Sosial: menarik diri

Penurunan motivasi diri

Gangguan citra tubuh

 

D.    Masalah keperawatan yang mungkin muncul

-     Harga diri rendah

-     Koping individu tidak efektif

-     Isolasi sosial

-     Perubahan persepsi sensori: halusinasi

-     Resiko perilaku kekerasan

-      

E.     Data yang perlu dikaji

Masalah keperawatan

Data yang perlu dikaji

Harga diri rendah

DS:

-          Mengungkapkan bahwa dirinya merasa tidak berguna

-          Mengungkapkan bahwa dirinya merasa tidak mampu

-          Mengungkapkan dirinya malas melakukan perawatan diri (mandi, berhias, makan atau toileting)

DO:

-       Mengkritik diri sendiri

-        Perasaan tidak mampu

-        Pandangan hidup pesimis

-        Tidak menerima pujian

-        Penurunan produktivitas

-        Penolakan terhadap kemampuan diri

-        Kurang perhatain perawatan diri

-        Berpakaian tidak rapi

-        Berkurang selera makan

-       Tidak berani menatap lawan bicara

-       lebih banyak menunduk

-       bicara lambat dengan nada suara

F.     Diagnosa keperawatan

-     Harga diri rendah

 

G.    Rencana tindakan keperawatan

DIAGNOSA KEPERAWATAN

TUJUAN

INTERVENSI

Harga diri rendah

Setelah 2x pertemuan pasien mampu

-   Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki

-   Memiliki kemampuan yang dapat digunakan

-   Memlilih kegiatan yang sesuai kemampuan

-   Melakukan kegiatan yang sudah dipilih

-   Merencankan kegiatan

-     Terlibat dalam aktivitas sehari-hari

SP 1

-     Identifikasi kemampuan positif yang dimiliki

-     Nilai kemampuan yang dapat dillakukan saat ini

-     Pilih kemampuan yang akan dilatih

-     Diskusikan dengan pasien beberapa aktifitas yang dapat dilakukan dan dipilih sebagai kegiatan yang akan pasien lakukan sehari-hari

-     Bantu pasien menetapkan aktifitas mana yang dapat pasien lakukan secara mandiri

-     Nilai kemampuan pertama yang telah dipilih

-     Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien

 

 

SP 2

-     Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1)

-     Pilih kemampuan kedua yang dapat dilakukan

-     Latih kemampuan yang dipilih

-     Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien

SP 3

-     Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1 & 2)

-     Memilih kemampuan ketiga yang dapat dilakukan

-     Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien

 


 

H.    Daftar Pustaka

Febriana, Riska. 2018. “Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Keluarga Dengan Harga Diri Rendah Kronis di Wilayah Kerja Puskesmas Nanggalo Padang” Karya Tulis Ilmiah

Fitria, N. 2009. “Prinsip Dasar & Aplikasi Laporan Pendahuluan & Srategi Pelaksana Tindakan Keperawatan (LP&SP) Untuk 7 Diagnosa”. Jakarta: Salemba Medika

Laila Maghfiroh, Arrofi. 2017. “Asuhan Keperawatan Tn. M Dan Tn. H Yang Mengalami Harga Diri Rendah Dengan Pemberian Strategi Pelaksanaan 1 Dan 2 Di Ruang Abimanyu Rumah Sakit Jiwa Dr. Arif Zainudin Surakarta


 

LAPORAN PENDAHULUAN

DEFISIT PERAWATAN DIRI

A.    Masalah utama

Defisit perawatan diri

 

B.     Proses terjadinya masalah

1.      Pengertian

Defisit perawatan diri merupakan suatu kondisi pada seseorang yang mengalami kelemahan kemampuan dalam melengkapi aktivitas perawatan diri secara mandiri seperti mandi, berhias, makan dan BAK/BAB (Khaeriyah,2013).

Menurut Yusuf (2015) Defisit perwatan diri adalah suatu keadaan seseorang mengalami kelainan dalam kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-hari secara mandiri. Tidak ada keinginan untuk mandi secara teratur, tidak menyisir rambut, pakaian kotor, bau badan, bau napas dan penampilan tidak rapi.

 

2.      Manifestasi klinis

Menurut Depkes (2000, dalam Dermawan, 2013) tanda dan gejala klien dengan defisit perawatan diri adalah:

a.    Fisik

-     Badan bau, pakaian kotor.

-     Rambut dan kulit kotor.

-     Kuku panjang dan kotor.

-     Gigi kotor disertai mulut bau.

-     Penampilan tidak rapi.

b.    Psikologis

-     Malas, tidak ada inisiatif.

-     Menarik diri, isolasi diri.

-     Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina.

c.    Sosial

-     Interaksi kurang.

-     Kegiataan kurang.

-     Tidak mampu berperilaku sesuai norma.

-     Cara makan tidak teratur, BAK dan BAB di sembaraang tempat, gosok gigi dan mandi tidak mampu mandiri.

 

3.      Rentang respon

Menurut Dermawan (2013), adapun rentang respon defisit perawatan diri sebagai berikut:

Adaptif

 

Maladptif

Pola perawatan diri seimbang

Kadang perawatan diri, kadang tidak

Tidak melakukan perawatan diri pada saat stress

 

a.       Pola perawatan diri seimbang: saat klien mendapatkan stresor dan mampu untuk berprilaku adaptif, maka pola perawatan yang dilakukan klien seimbang, klien masih melakukan perawatan diri.

b.      Kadang perawatan diri kadang tidak: saat klien mendapatkan stresor kadang – kadang klien tidak memperhatikan perawatan dirinya.

c.       Tidak melakukan perawatan diri: klien mengatakan dia tidak peduli dan tidak bisa melakukan perawatan saat stresor.

 

4.      Faktor predisposisi

a.       Perkembangan Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga perkembangan inisiatif terganggu.

b.      Biologis Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan perawatan diri.

c.       Kemampuan realitas turun Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan diri.

d.      Sosial Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan diri.

 

5.     Faktor presipitasi

Yang merupakan faktor presipitasi defisit perawatan diri adalah kurang penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/lemah yang dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri. Menurut Depkes (2000, dalam Dermawan, 2013), faktor-faktor yang mempengaruhi personal hygiene adalah:

a.       Body image

Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya.

b.      Praktik sosial

Pada anak-anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene.

c.       Status sosial ekonomi

Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi, shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya.

d.      Pengetahuan

Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien menderita diabetes melitus ia harus menjaga kebersihan kakinya.

e.       Budaya

Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan.

f.       Kebiasaan seseorang

Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan diri seperti penggunaan sabun, sampo dan lain-lain.

g.      Kondisi fisik atau psikis

Pada keadaan tertentu/sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya.

 

6.      Sumber koping

Sumber koping merupakan suatu evaluasi terhadap pilihan koping dan strategi seseorang. Individu dapat mengatasi stress dan ansietas dengan menggunakan sumber koping yang ada di lingkungannya. Sumber koping tersebut dijadikan sebagai modal untuk menyelesaikan masalah. Dukungan sosial dan keyakinan budaya dapat membantu seorang mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan stressdan mengadopsi strategi koping yang efektif.

 

7.      Mekanisme koping

Mekanisme koping pada pasien dengan defisit perawatan diri adalah sebagai berikut:

a.       Regresi, menghindari stress, kecemasan dan menampilkan perilaku kembali, seperti pada perilaku perkembangan anak atau berhubungan dengan masalah proses informasi dan upaya untuk mengulangi ansietas (Dermawan, 2013).

b.      Penyangkalan (Denial), melindungi diri terhadap kenyataan yang tak menyenangkan dengan menolak menghadapi hal itu, yang sering dilakukan dengan cara melarikan diri seperti menjadi “sakit” atau kesibukan lain serta tidak berani melihat dan mengakui kenyataan yang menakutkan (Yusuf dkk, 2015).

c.       Menarik diri, reaksi yang ditampilkan dapat berupa reaksi fisik maupun psikologis, reaksi fisk yaitu individu pergi atau lari menghindar sumber stresor, misalnya: menjauhi, sumber infeksi, gas beracun dan lain-lain. Reaksi psikologis individu menunjukkan perilaku apatis, mengisolasi diri, tidak berminat, sering disertai rasa takut dan bermusuhan (Dermawan, 2013).

d.      Intelektualisasi, suatu bentuk penyekatan emosional karena beban emosi dalam suatu keadaan yang menyakitkan, diputuskan, atau diubah (distorsi) misalnya rasa sedih karena kematian orang dekat, maka mengatakan “sudah nasibnya” atau “sekarang ia sudah tidak menderita lagi” (Yusuf dkk, 2015)

 

C.    Pohon masalah

Isolasi sosial

 

Causa

 

 

Defisit perawatan diri

 

Core problem

 

 

Harga diri rendah kronis

 

Effect

 

D.    Masalah keperawatan yang mungkin muncul

-     Defisit perawatan diri

-     Harga diri rendah

-     Isolasi sosial

E.     Data yang perlu dikaji

Masalah keperawatan

Data yang perlu dikaji

Defisit keperawatan diri

DS:

-     Pasien merasa lemah

-     Malas untuk beraktivitas

-     Merasa tidak berdaya

DO:

-     Rambut kotor, acak-acakan

-     Badan dan pakaian kotor dan bau

-     Mulut dan gigi bau

-     Kulit kusam dan kotor

-     Kuku panjang dan tidak terawat

F.     Diangnosa keperawatan

-          Defisit perawatan diri

 

G.    Rencana tindakan keperawatan

Rencana tindakan keperawatan merupakan suatu proses penyusunan berbagai intervensi keperawatan yang dibutuhkan untuk mencegah, menurunkan, dan mengurangi masalah pasien (Hidayat, 2010). Menurut Sutejo (2017) Perencanaan keperawatan pada klien dengan defisit perawatan diri yaitu:

1.      Tujuan jangka Panjang

Pasien dapat memelihara atau merawat kebersihan secara mandiri.

a.       Bina hubungan saling percaya

Rasional:

Kepercayaan dari pasien merupakan hal yang akan memudahkan perawatan dalam melakukan pendekatan keperawatan.

1.      Tujuan jangka pendek: Setelah dilakukan interaksi selama 3 kali, pasien mampu menunjukkan tanda-tanda percaya kepada perawat dengan kriteria hasil:

-       Ekspresi wajah bersahabat

-       Menunjukkan rasa senang

-       Bersedia berjabat tangan

-       Bersedia menyebutkan nama

-       Ada kontak mata

-       Bersedia duduk berdampingan

-       Bersedia mengutarakan masalah yang dihadapi

2.      Intervensi:

Bina hubungan saling percaya dengan prinsip komunikasi terapeutik:

-       Sapa pasien dengan ramah, baik verbal maupun non verbal

-       Perkenalkan diri dengan sopan

-       Tanyakan nama lengkap pasien dan nama panggilan

-       Jelaskan tujuan pertemuan

-       Jujur dan menempati janji

-       Tunjukkan sikap empati dan menerima pasien apa adanya

-       Beri perhatian pada pemenuhan kebetuhan dasar pasien

b.      Latih pasien cara-cara perawatan diri

Rasional:

Pengetahuan tentang pentingnya perawatan diri dapat meningkatkan motivasi pasien.

1.      Tujuan jangka pendek: Setelah dilakukan interaksi selama 2 kali,pasien mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri dengan kritetia hasil:

-       pasien dengan aman melakukan aktivitas perawatan diri secara mandiri.

2.      Intervensi:

Melatih pasien cara-cara perawatan diri dengan cara:

-       Menjelaskan pentingnya kebersihan diri.

-       Menjelaskan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri.

-       Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri.

-       Melatih pasien mempraktikan cara menjaga kebersihan diri.

c.       Latih pasien berdandan

Rasional:

Membiasakan diri untuk melakukan perawatan diri sendiri.

1.      Tujuan jangka pendek:

Setelah dilakukan interaksi selama 2 kali, pasien mampu melakukan tindakan perawatan, berupa berhias dan berdandan secara baik dengan kriteria hasil:

-       pasien dengan aman melakukan atau mempertahankan aktivitas perawatan diri berupa berhias dan berdandan

-       pasien berusaha untuk memelihara kebersihan diri.

2.      Intervensi:

Melatih pasien berdandan, dengan rincian:

-       untuk pasien laki-laki, latihan meliputi: berpakaian, menyikat rambut, bercukur.

-       Memantau kemampuan pasien dalam berpakaian dan berhias

-       Memonitor atau mengidentifikasi adanya kemunduran sensori, kognitif, dan psikomotor yang menyebabkan pasien mempunyai kesulitan dalam berpakaian dan berhias.

-       Diskusikan dengan pasien kemungkinan adanya hambatan dalam berpakaian dan berhias.

-       Menggunakan komunikasi/instruksi yang mudah dimengerti.

-       Sediakan baju bersih, sisir, dsb.

-       Dorong pasien untuk mengenakan baju sendiri dan memasang kancing dengan benar.

-       Memberikan bantuan kepada pasien jika perlu.

-       Evaluasi perasaan pasien setelah mampu berpakaian dan berhias.

d.      Berikan reinforcemen atau pujian atas keberhasilan pasien berpakaian

Rasional:

Identifikasi mengenai penyebab pasien tidak mau makan menentukan intervensi perawat selanjutnya.

1.      Tujuan jangka pendek: Setelah dilakukan interaksi selama 3 kali, pasien mampu melakukan kegiatan makan dengan baik dengan kriteria hasil:

-       kebutuhan personal hygiene pasien terpenuhi.

-       Pasien mampu melakukan kegiatan makan secara mandiri dan tepat dengan mengungkapkan kepuasan.

2.      Intervensi:

-       Memantau kemampuan pasien makan.

-       Identifikasi bersama pasien faktor-faktor penyebab pasien tidak mmau makan.

-       Identifikasi adanya hambatan makan.

-       Diskusikan dengan pasien akibat kurang/tidak mau makan.

-       Diskusikan dengan pasien fungsi makanan bagi kesehatan.

-       Menjelaskan cara mempersiapkan makanan kepada pasien.

-       Menjelaskan personal hygiene tentang pola makan.

-       Menjelaskan cara makan yang tertib.

e.       Kaji budaya pasien ketika mempromosikan aktivitas perawatan diri.

Rasional:

Mengetahui kebiasaan pasien dalam toileting dalam membantu perawat melakukan intervensi selanjutnya.

1.      Tujuan jangka pendek: Setelah dilakukan interaksi selama 3 kali, pasien mampu melakukan BAB/BAK secara mandiri dengan kriteria hasil:

-       Mampu duduk dan turun dari toilet

-       Mampu membersihkan diri setelah eleminasi secara mandiri/dibantu.

2.      Intervensi:

-       Bantu pasien ke toilet

-       Berikan pengetahuan tentang personal hygiene dalam kaitannya dengan toileting

-       Menjelaskan temmpat BAB/BAK yang sesuai.

-       Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB/BAK

-       Menjelaskan cara membersihkan tempat BAB dan BAK

f.       Diskusikan dengan keluarga tentang fasilitas kebersihan diri yang dibutuhkan oleh pasien

Rasional:

Memberikan kesempatan kepada keluarga untuk membantu pasien dan member motivasi.

1.      Tujuan jangka pendek: Setelah interaksi selama 4 kali, keluarga mampu merawat anggota keluarganya yang mengalami masalah kurang perawatan diri dengan kriteria hasil:

-       Keluarga dapat mengetahui defisit perawatan diri pasien dan cara memberikan dukungan dalam memberikan dukungan pada pasien dalam melakukan perawatan diri.

2.      Intervensi:

-       Anjurkan keluarga untuk terlibat dalam merawat diri pasien dan membantu mengingatkan pasien dalam merawat diri.

-       Anjurkan keluarga untuk memberikan pujian atas keberhasilan pasien dalam merawat diri.

 

Tujuan tindakan keperawatan pada pasien defisit perawatan diri, antara lain: pasien mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri, pasien mampu melakukan berhias/berdandan secara baik, pasien mampu melakukan makan dengan baik dan pasien mampu melakukan defekasi/berkemih secara mandiri (Keliat, 2011, p.221).

Tindakan keperawatan yang dilakukan adalah (Keliat, 2011, p.221):

1.      Melatih pasien cara-cara perawatan kebersihan diri.

Dilakukan dengan cara menjelasan pentingnya menjaga kebersihan diri, menjelaskan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri, menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri dan melatih pasien mempraktekkan cara menjaga kebersihan diri.

2.      Melatih pasien berdandan/berhias.

Dilakukan dengan cara melatih pasien berdandan. Untuk pasien laki-laki latihan meliputi:berpakaian, menyisir rambut dan bercukur. Adapun untuk pasien wanita, latihannya meliputi: berpakaian, menyisir rambut dan berhias.

3.      Melatih pasien makan secara mandiri.

Dilakukan dengan cara menjelaskan cara mempersiapkan makan, menjelaskan cara makan yang tertib, menjelaskan cara merapihkan peralatan makan setelah makan dan praktek makan sesuai dengan tahapan makan yang baik.

4.      Mengajarkan pasien melakukan defekasi/berkemih secara mandiri.

Dilakukan dengan cara menjelaskan tempat defekasi/berkemih yang sesuai, menjelaskan cara membersihkan diri setelah defekasi/berkemih dan menjelaskan cara membersihkan tempat defekasi/berkemih.


 

H.    Daftar Pustaka

Astuti, L. I. (2019). Gambaran Defisit Perawatan Diri Pada Pasien Dengan Skizofernia Di Wisma Sadewarsj Grhasia Daerah Iatimewa Yogyakarta. Karya Tulis Ilmiah, 16-25.

Saputra, D. (2017). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Defisit Perawatan Diri Di Ruang Dahlia Rumah Sakit Jiwa Prof. HB. Sa'anin Padang. Karya Tulis Ilmiah, 9-22.

 

 

No comments:

Post a Comment