Friday 30 July 2021

REFRAT EFUSI PLEURA

 

DAFTAR ISI

 

KATA PENGANTAR........................................................................................... i

DAFTAR ISI                                                                                                   .........             ii

 

BAB 1  PENDAHULUAN............................................................................ ....... 1

1.1     Latar Belakang......................................................................... ....... 1

 

BAB II  TINJAUAN PUSTAKA................................................................. ....... 2

2.1.    Definisi..................................................................................... ....... 2

2.2.    Klasifikasi................................................................................. ....... 4

2.3.    Etiologi..................................................................................... ....... 5

2.4.    Patogenesis............................................................................... ....... 5

2.5.    Manifestasi Klinis..................................................................... ....... 6

2.6.    Diagnosis.................................................................................. ....... 8

2.7.    Diagnosis Banding.................................................................... ..... 11

2.8 .   Penatalaksanaan........................................................................ ..... 11

2.9.    Komplikasi................................................................................ ..... 15

2.10.  Prognosis................................................................................... ..... 15

 

BAB III  KESIMPULAN.............................................................................. ..... 16

 

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... ..... 17

 

 

 


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1       Latar Belakang

Pleura adalah membran tipis terdiri dari 2 lapisan yaitu pleura viseralis dan pleura parietalis. Kedua lapisan ini bersatu di daerah hilus arteri dan mengadakan penetrasi dengan cabang utama yaitu bronkus, arteri dan vena bronkialis, serabut saraf dan pembuluh limfe. Secara histologis kedua lapisan ini terdiri dari sel mesotelial, jaringan ikat, pembuluh darah kapiler dan pembuluh getah bening.1

Pleura seringkali mengalami patogenesis seperti terjadi efusi pleura, misalnya hidrotoraks dan pleuritis eksudativa karena infeksi, hemotoraks bila rongga pleura berisi darah, kilotoraks (cairan limfe), piotoraks atau empiema thoracis bila berisi nanah, pneumotoraks bila berisi udara.1

Efusi pleura adalah penimbunan cairan di dalam rongga pleura akibat transudasi atau eksudasi yang berlebihan dari permukaan pleura. Efusi pleura bukan merupakan suatu penyakit, akn tetapi merupakan tanda suatu penyakit. Akibat adanya cairan yang cukup banyak dalam rongga pleura, maka kapasitas paru akan berkurang dan disamping itu juga menyebabkan pendorongan organ-organ mediastinum, termasuk jantung. Hal ini mengakibatkaninsufisiensi pernafasan dan juga dapat mengakibatkan gangguan pada jantung dan sirkulasi darah.

Penyebab dari kelainan patologi pada rongga pleura bermacam-macam, terutama karena infeksi tuberkulosis atau non tuberkulosis, keganasan, trauma dan lain-lain.1

Diperlukan penatalaksanaan yang baik dalam menanggulangi efusi pleura ini, yaitu pengeluaran cairan dengan segera serta pengobatan terhadap penyebabnya sehingga hasilnya akan memuaskan.

 


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

 

2.1.      Definisi

            Efusi pleura adalah penimbunan cairan di dalam rongga pleura akibat transudasi atau eksudasi yang berlebihan dari permukaan pleura. Pada keadaan normal, rongga pleura hanya mengandung sedikit cairan sebanyak 10-20 ml yang membentuk lapisan tipis pada pleura parietalis dan viseralis, dengan fungsi utama sebagai pelicin gesekan antara permukaan kedua pleura pada waktu pernapasan. 2 Cairan pleura komposisinya sama dengan cairan plasma, kecuali pada cairan pleura mempunyai kadar protein lebih rendah yaitu < 1,5 gr/dl.

            Ada beberapa jenis cairan yang bisa berkumpul di dalam rongga pleura antara lain darah, pus, cairan seperti susu dan cairan yang mengandung kolesterol tinggi.

1.      Hidrotoraks

Pada keadaan hipoalbuminemia berat, bisa timbul transudat. Dalam hal ini penyakitnya disebut hidrotorsk dan biasanya ditemukan bilateral. Sebab- sebab lain yang mungkin adalah kegagalan jantung kanan, sirosis hati denagn asites, serta sebagai salah satu trias dari syndroma meig (fibroma ovarii, asites, dan hidrotorak).

2.      Hemothoraks

Hemothoraks adalah adanya darah di dalam rongga pleura. Biasanya terjadi karena trauma toraks. Trauma ini bisa karena ledakan dahsyat di dekat penderita, atau trauma tajam maupun trauma tumpul. Kadar Hb pada hemothoraks selalu lebih besar 25% kdar Hb dalam darah. Darah hemothorak yang baru diaspirasi tidak membeku beberapa menit. Hal ini mungkin karena faktor koagulasi sudah terpakai sedangkan fibrinnya diambil oleh permukaan pleura. Bila darah aspirasi segera membeku, maka biasanya darah tersebut bersala dari trauma dinding dada. Penyebab lainnya hemotoraks adalah :

a.       Pecahnya sebuah pembuluh darah yang kemudian mengalirkan darahnya ke dalam rongga pleura.

b.      Kebocoran aneurisma aorta (daerah yang menonjol di dalam aorta) yang kemudian mengalirkan darahnya ke dalam rongga pleura.

c.       Gangguan pembekuan darah, akibatnya darah di dalam rongga pleura tidak membeku secara sempurna, sehingga biasanya mudah dikeluarkan melalui sebuah jarum atau selang.

3.      Empiema

Bila karena suatu infeksi primer maupun sekunder cairan pleura patologis ini akan berubah menjadi pus, maka keadaan ini disebut piotoraks atau empiema. Pada setiap kasus pneumonia perlu diingat kemungkinan terjadinya empiema sebagai salah satu komplikasinya dari:

a.       Pneumonia

b.      Infeksi pada cedera di dada

c.        Pembedahan dada

4.      Kilotoraks

Kilotoraks adalah suatu keadaan dimana terjadi penumpukan kil/getah bening pada rongga pleura. Adapun sebab-sebab terjadinya kilotoraks anatara lain:

1.      Kongenital, sejak lahir tidak terbentuk (atresia) duktus torasikus, tapi terdapat fistula antara duktus torasikus rongga pleura.

2.      Trauma yang berasal dari luar seperti penetrasi pada leher dan dada, atau pukulan pada dada (denagan /tanpa fratur). Yang berasal dari efek operasi daerah torakolumbal, reaksi esophagus 1/3 tangah dan atas, operasi leher, operasi kardiovaskular yang membutuhkan mobilisasi arkus aorta.

3.      Obstruksi karena limfoma malignum, metastasis karsinoma ke mediastinum (tuberkulosis, histoplasmosis).

Penyakit-penyakit ini memberi efek obstruksi dan juga perforasi terhadap duktus torasikus secara kombinasi. Disamping itu terdapat juga penyakit trombosis vena subklavia dan nodul-nodul tiroid yang menekan duktus torasikus yang menyebabakan kilotoraks.

 

 

            Efusi pleura maligna merupakan salah satu komplikasi yang biasa ditemukan pada penderita keganasan dan terutama disebabkan oleh kanker paru dan kanker payudara. Efusi pleura keganasan memiliki dua sifat yang khas, yaitu cairan pleura lazim berwarna merah (hemoragik) dan pada umumnya cepat terbentuk kembali setelah diaspirasi. Oleh karena itu, jumlah cairan pleura biasanya bnayak, sehingga mengakibatkan pendorongan mediastinum ke arah sisi yang sehat dengan segala akibatnya. 2

           

2.2.      Klasifikasi

            Efusi pleura umunya diklasifikasikan berdasarkan mekanisme pembentukan cairan dan kimiawi cairan menjadi 2 yaitu transudatdan eksudat. Transudat hasil dari ketidakseimbangan antara tekanan onkotik denagn tekanan hidrostatik, sedangkan eksudat  adalah hasil dari perdangan pleura atau drainase limfatik yang menurun. Dalam beberapa kasus mungin terjadi kombinasi antara karakteristik cairan transudat dan eksudat.

1.      Efusi transudatif

Karakteristik transudat adalah rendahnya konsentrasi protein dan molekul besar lainnya. Terjadi akibat kerusakan/ perubahan faktor-faktor sistemik yang berhubungan dengan pembentukan dan penyerapan cairan pleura. Penyebab utama biasanya gagal jantung ventrikel kiri dan sirosis. Penyebab utama lainnya diantaranya sindrom nefrotik, hidronefrosis, dialisis peritoneal, efusi pleura maligna (atelektasis pada obstruksi bronkial atau limfatik). 3

2.      Efusi eksudatif

Karakteristik eksudat, kandungan protein lebih tinggi dibandingakan transudat. Hal ini karena perubahan faktor lokal sehingga pembentukan dan penyerapan cairan pleura tidak seimbang. Penyebab utama, yaitu pneumonia bakteri, keganasan (ca para, limfoma, ovarium), infeksi virus, dan emboli paru. Selain itu, juga diseabkan oleh abses intraabdomen, hernia diafragmatika, sfingter esofagus bawah, trauma, kilotoraks(trauma, tumor mediastinum), uremia, radiasi paska CABG, hemotoraks (trauma tumor), efusi pleura maligna, dan paramaligna.

 

 

2.3.            Etiologi

Ada berbagai keaganasan yang dapat menimbulkan efusi pleura, namun pada umunmya disebabkan oleh metastasis tumor ganas dari bagian tubuh yang lain; karena keganasan primer pleura sendiri, yaitu mesotelioma pleura sangat jarang ditemukan. Keganasan yang paling sering mengakibatkan efusi pleura adalah karsinoma paru, baik berupa karsinoma epidermoid, karsinoma sel kecil, adenokarsinoma, maupun karsinoma sel besar. Jenis kanker paru yang paling banyak menimbulkan efusi pleura adalah adenokarsinoma, karena keganasan ini biasanya terletak di daerah perifer paru. Tumor lain yang dapat menimbulkan komplikasi efusi pleura adalah keganasan payudara, serviks, pankreas, uterus, ovarium, lambung , hati, prostat, dan testis.2

 

Tabel 1. Penyebab Efusi Pleura

 

Transudat

Eksudat

Sering : Gagal jantung, sirosis hati, hipoalbuminemia, dialisis peritoneal

Sering : Keganasan, efusi para pneumonia

Jarang : Hipotiroidisme, sindrom nefrotik, stenosis mitral, emboli paru

Jarang : Infark pulmoner, artritis reumatoid, penyakit autoimun, pankreatitis

Sangat jarang : Perikarditis konstriktif, urinotoraks, sindrom vena kava superior

Sangat jarang : Obat, infeksi jamur

 

2.4.      Patofisologi

Dalam keadaan normal, selalu terjadi filtrasi cairan ke dalam rongga pleura melalui kapiler pada pleura parietalis tetapi cairan ini segera direasopsi oleh sauran limfe, sehingga terjadi keseimbangan antara produksi dan reasorpsi oleh saluran limfe, sehingga terjadi keseimbangan anatara produksi dan reasorpsi. Kemamapuan untuk reasorpsi dapat meningkat sampai 20 kali. Apabila antara produk dan reabsorpsinya tidak seimbang (produksinya meningkat atau reabsorpsinya menurun) maka akan timbul efusi pleura.4

Patofisiologi terjadinya efusi pleura tergantung pada keseimbangan antara cairan dan protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal cairan pleura dibentuk secara lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi ini terjadi karena perbedaan tekanan osmotik plasma dan jaringan interstitial submesotelial, kemudian melalui sel mesotelial masuk ke dalam rongga pleura. Selain itu cairan pleura dapat melalui pembuluh limfe sekitar pleura.1 Pergerakan cairan dari pleura parietalis ke pleura visceralis dapat terjadi karena adanay perbedaan tekanan hidrostatik dan tekanan koloid osmotik. Cairan kebanyakan diabsorpsi oleh sistem limfatik dan hanya sebagian kecil yang diabsorpsi oleh sistem kapiler pulmonal. Hal yang memudahkan penyerapan cairan pleuravisceralis adalah terdapatnya banyak mikrovili di sekitar sel-sel mesothelial.4

Proses penumpakan cairan dalam rongga pleura dapat disebabkan oleh peradangan. Bila proses radang oleh kuman piogenik akan terbentuk pus/nanah, sehingga terjadi empiema/piotoraks. Bila proses ini mengenai pembuluh darah sekitar pleura dapat menyebabkan hemotoraks.1

Efusi pleura akan menghambat fungsi paru dengan membatasi pengembangannya. Derajat gangguan fungsi dan kelemahan  bergantung pada ukuran dan cepatnya perkembangan penyakit. Bila cairan tertimbun secara perlahan-lahan maka jumlah cairan yang cukup besar mungkin akan terkumpul dengan sedikit gangguan fisik yang nyata.1

Efusi cairan dapat berbentuk transudat, terjadinya karena penyakit lain bukn primer paru seperti gagal jantung kongestif, sirosis hati, sindrom nefrotik, dialisis peritoneum, hipoalbuminemia oleh berbagai keadaan, perikarditis konstriktiva, keganasan, atelektasis paru dan pneumotoraks.1

Efusi eksudat terjadi bila ada proses perdanagan yang menyebabkan permeabilitas kapiler pembuluh darah pleura meningkat sehingga sel mesotelial berubah menjadi bulat atau kuboidal dan terjadi pengeluaran cairan ke dalam rongga pleura. Penyebab pleuritis eksudativa yang paling sering adalah karena mikobaktterium tuberkulosis dan dikenal sebagai pleuritis eksudativa tuberkulosa. Sebab lain seperti parapneumonia, parasit, (amuba, paragonimiosis, ekinokokkus), jamur, pneumonia atipik. (virus, kikoplasma, fever, legionella), keganasan paru, proses imunologik seperti pleuritis lupus, pleuritis rematoid, sarkoidosis, radang sebab lain seperti pankreatitis, asbestosis, pleuritis uremia dan akibat radiasi.1

 

2.5.      Manifestasi Klinis

Biasanya manifestasi klinisnya adalah yang disebabkan oleh penyakit dasar. Pneumonia akan menyebabkan demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritis, sementara efusi malignan dapat mengakibatkan dispnea dan batuk. Ukuran efusi akan menentukan keparahan gejala. Pada kebanyakan penderita umunya asimptomatis atau memberikan gejala demam, ringan, dan berat badan yang menurun seperti pada efusi yang lain. 1

            Dari anamnesa ddidapatkan:

1.      Sesak nafas bila lokasi efusi luas. Sesak napas terjadi pada saat permulaan pleuritis disebabkan karena nyeri dada dan apabila jumlah cairan efusinya meningkat, terutama kalau cairannya penuh.

2.      Rasa berat pada dada

3.      Batuk pada umunya non produktif dan ringan, terutama apabila disertai dengan proses tuberkulosis di parunya, batuk berdarah pada karsinoma bronchus atau metastasis

4.      Demam subfebris pada TB, demam menggigil pada empiema

Dari pemeriksaan fisik didapatkan (pada sisi yang sakit)

a.       Dinding dada lebbih cembuh dan gerakan tertinggal

b.      Vokal fremitus menurun

c.       Perkusi dull sampai flat

d.      Bunyi pernafasan menurun sampai menghilang

e.       Pendorongan mediastinum ke sisi yang sehat dapat dilihat atau diraba pada trakea

Nyeri dada pleuritis :

Simptom yang dominan adalah sakit yang tiba-tiba seperti ditikam dan diperberat oleh bernafas dalam atau batuk. Pleura visceralis tidak sensitif, nyeri dihasilkan dari pleura parietalis yang inflamasi dan mendapat persarafan dari nevus intercostal. Nyeri biasanya dirasakan pada tempat-tempat terjadinya pleuritis, tapi bisa menjalar ke daerah lain :

1.      Iritasi dari diafragma pleura posterior dan perifer yang dipersarafi oleh G. Nervus intercostal terbawah bisa menyebabkan nyeri pada dada dan abdomen.

2.      Iritasi bagian central diafragma pleura yang dipersarafi nervus phrenicus menyebabkan nyeri menjalar ke daerah leher dan bahu.

 

 

2.6.      Diagnosis

            Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis baik, pemeriksaan fisis yang diteliti dan pemeriksaan penunjang.

1.      Anamnesis

Pada anamnesis lazim ditemukan keluhan nyeri dada dan sesak nafas. Rasa nyeri membuat penderita membatasi pergerkan rongga dada dengan bernapas dangkal atau tidur miring ke sisi yang sakit. Sesak napas dapat ringan atau berat, tergantung pada proses pembentukan efusi, jumlah cairan efusi pleura, dan kelainan yang mendasari timbulnya efusi. Selain itu, dapat dijumpai keluhan ynag berkaitan dengan keganasan penyebab efusi pleura. Sekitar 25% penderita efusi pleura keganasan tidak mengalami keluhan apapun pada saat diagnosis ditegakkan.2

2.      Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik, penderita dapat terlihat sesak napas dengan pernapasan yang dangkal, hemitoraks yang sakit lebih cembung, ruang sela iga melebar, mendatar dan tertinggal pada pernapasan. Fremitus suara melemah sampai menghilang, dan pada perkusi terdengar suara redup sampai pekak di daerah efusi, tergantung jumlah cairan; unttuk menimbulkan suara pekak paling ssedikit harus terdapat cairan sekitar 500 ml. Selain itu, dapat ditemukan tanda-tanda pendorongan jantung dan mediastinum ke arah sisi yang sehat. Pada auskultasi, suara pernapasan melemah sampai mengghilang pada daerah efusi pleura.2

3.      Pemeriksaan Penunjang

a.       Pencitraan Dada

Pemeriksaan radiologik mempunyai nilai yang tinggi dalam menegakkan diagnosis efusi pleura, meskipun tidak berguna dalam nenentukan faktor penyebabnya. Pada foto toraks terlihat perselubungan homogen dan batas atas yang cekung atau datar, dan sudut kostofrenikus yang tumpul; cairan dengan jumlah yang sedikit hanya akan memberikan gambaran berupa penumpulan sudut kostofrenikus. Cairan berjumlah kurang dari 100 ml tidak akan terlihat pada foto toraks yang dibuat dengan teknik biasa. Bayangan homogen baru dapat terlihat jelas apabila cairan efusi lebih dari 300 ml. Apabila cairan tidak tampak pada foto postero-anterior (PA), maka dapat dibuat foto pada posisi lateral dekubitus.2

b.      Pungsi Pleura

Selain bermanfaat untuk memastikan diagnosis, aspirasi juga dapat dikerjakan dengan tujuan terapetik. Aspirasi cairan (torakosintesis) dapat dilakukan sebagai berikut: penderita dalam posisi duduk dengan kedua lengan merangkul atau diletakkan di atas bantal; jika tidak mungkin duduk, aspirasi dapat dilakukan pada penderita dalam posisi tidur terlentang. Lokasi penusukan jarum dapat didasarkan pada hasil foto toraks, atau di daerah sedikit medial dari ujung skapula, atau pada linea aksilaris media di bawah batas suara sonor dan redup. Setelah dilakukan anestesi secara memadai, dilakukan penusukan dengan jarum berukuran besar, misalnya nomor 16. Kegagalan aspirasi biasanya disebabkan karena penusukan jaram terlampau rendah sehingga mengenai diafragma atau terlalu dalam sehingga mengenai jaringan paru, atau jarum tidak mencapai rongga pleura oleh karena jaringan subkutis atau pleura parietalis tebal. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan makroskopik dan sitologik pada cairan yang diperoleh.2

c.       Analisa Cairan Pleura

            Cairan efusi pleura keganasan pada umunmya merupakan suatu eksudat serta lazim bersifat hemoragik. Kadar protein pada umumnya lebih tinggi (lebih dari 3 g/dl), demikian juga kadar LDH (di atas 200 UI). Kaadr glukosa kurang dari 60 mg/dl, jumlah eosinofil meningkat, jumlah limfosit pada hitung jenis leukosit 50% atau lebih, dan jumlah eritrosit lebih dari 100.000/ml.2

d.      Sitologi Cairan Pleura

Pemeriksaan sitologik cairan pleura memilki arti yang amat penting dalam menegakkan diagnosis efusi pleura keganasan. Pada setiap penderita yang dicurigai mengidap efusi pleura.2

Keganasan, pemeriksaan sitologik cairan pleura merupakan pemeriksaan yang harus dilakukan pertama kali,. Ketepatan diagnosis pemeriksaan ini mencapai 60% dari semua penderita dan apabila dilakukan tiga kali, angka yang dicapai sekitar 80%-90%.  Namun demikian, diagnosis mesotelioma sukar ditegakkan dengan pemeriksaa sitologik, meskipun merupakan keganasan pleura primer, karena tumor ini memilki gambaran histologik yang berbeda-beda. Pada tumor ini, perlu dilakukan torakoskopi untuk menegakkan diagnosis pasti pada hampir 65% penderita. Hasil pemeriksaan laboratorioum yang dapat mendukung diagnosis mesotelioma adalh tingginya kadar asam mukopolisakarida sebagai asam. Hialuronat di dalam cairan pleura.2

e.       Biopsi Cairan Pleura

Biopsi pleura perlu dipikirkan setelah hasil pemeriksaan sitologik ternyata negatif,. Diagnosis keganasan dapat ditegakkan dengan biopsi pleura tertutup pada 30-60% penderita. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa biopsi yang dilkaukan berulang (dua sampai empat kali) dapat meningkatkan diagnosis sebesar 2-4%. Biopsi pleura dapat dilakukan dengan jarum Van Silverman atau jarum Abrams, Jika pemeriksaan sitologik dan biopsi dilakuakn bersamaan pada satu penderita, angka diagnosis yang dapat dicapai hampir 90%. Namun demikian, hasil pemeriksaan sitologik dan biopsi yang negatif tidak dapat mengesampingkan kemungkinan adanya keganasan. 2

Perlu diingat bahwa tidak semua cairan pleura pada efusi pleura keganasan merupakan eksudat; metastasis sel-sel tumor ke sistem getah bening subpleura akan menghambat pengaliran cairan dari rongga pleura, sehingga menimbulkan penimbunan transudat di dalam rongga pleura.2

Gambar 1. Gambaran Radiologis pada Efusi Pleura Maligna

 

 

 

2.7.      Diagnosis Banding

-          Gagal jantung kongestif

-          Edema paru

-          Trauma diafragma

-          Robekan/ruptur esofagus

-          Hipotiroidisme

-          Karsinoma paru

-          Pankreatitis

-          Artritis reumatoid2

 

2.8 .     Penatalaksanaan

            Terapi Efusi Pleura berdasarkan penyakit dasarnya

1.      Gagal Jantung

Pada pasien ini, terapi terbaik dengan diuretik. Jika setelah penberian efusi menetap, diagnostik torakosintesis perlu dilakukan. Selain itu, torakosintesis dilakukan pada efusi satu sisi, disertai demam, atau nyeri dada pleuritik. Jika nilai NT- proBNP cairan pleura > 1500 pg/cc, mengaartikan bahwa efusi terjadi karena gagal jantung.

2.      Empiema atau efusi parapneumonia

Terapi pasien ini dengan torakosintesis, pemberian antibiotik, dan drainase.

3.      Hidrotoraks hepatik

Terjadi pada 5% pasien sirosis dan asites karena perpindahan cairan dari rongga peritoneum ke rongga pleura melalui lubang kecil di diafragma. Posisi efusi di sebelah kanan.

4.      Pleuritis TB

Disertai gejala demam, penurunan BB, dispneu, dan nyeri dada pleuritis. Penatalaksanaan dengan pemberian obat anti TB minimal 9 bulan dan kotikosteroid dosis 0,75-1 mg/KgBB/hari selama 2-3 minggu yang mana dosis akan diturunkan bertahap; torakosintesis jika teerdapat sesak atau efusi lebih tinggi dari sela iga III.

 

 

5.      Kilotoraks

Penyebabnya trauma. Hasil dari torakosintesis, akan terlihat cairan seperti susu dan trigliserida ≥ 1,2 mmol/L (110 mg/dL). Penatalaksanaannya dengan pemasangan chest tube, tidak boleh lama-lama karena bisa mengakibatkan malnutrisi dan penurunan status imun.

6.      Hemotoraks

Penyebabnya trauma. Jika dalam cairan pleura terlihat darah, perlu dilakukan pemeriksan hematokrit cairan pleura. Hasil hematokrit ≥ ½ dibandingkan dengan hasil dari darah tepi, berarti mengarah ke hemotoraks. Tatalaksana hemotoraks, yaitu dengan chest tube torakostomi. Bila perdarahan >200 ml/jam, torakotomi atau torakoskopi menjadi pilihan pertama.3

7.      Efusi Pleura Maligna

a.       Terapi Non Farmakologi Efusi Pleura Maligna

Efusi yang terinfeksi perlu segera dikeluarkan dengan memakai pipa intubasi melalui sela iga. Bila cairan pusnya kental sehingga sulit keluar atau bila empiemanya multilokular, perlu tindakan operatif. Mungkin sebelumnya dapat dibantu dengan irigasi cairan garam fisiologi atau larutan antiseptik (betadine). Pengobatan secara sistemik hendaknya segera diberikan, tetapi ini tidak berarti bila tidak diiringi pengeluaran cairan yang adekuat.1

Untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi (pada efusi pleura maligna), dapat dilakukan pleurodesis yakni melengketnya pleura viseralis dan pleura parietalis. Zat-zat yang dipakai adalah tetrasiklin (terbanyak dipakai) bleomisin, korinebakterium parvum, Tio-tepa, 5 flourourasil.1

Efusi pleura keganasan pada umumya merupakan stadium lanjut dari suatu keganasan dan pengobatan terhadap keganasan pada stadium ini biasanya tidak memberikan hasil yang baik.2

Oleh karena itu, penanganan eusi pleura keganasan hampir selalu bersifat paliatif dengan tujuan untuk mengurangi gejala-gejala dan mencegah pembentukan cairan pleura. Pengobatan terhadap kankerprimer dapat diberikan apabila diketahui lokasinya serta terdapat pengobatan untuk tumor tersebut. Penanganan paliatif pada efusi pleura keganasan dapat berupa aspirasi cairan, pleurodesis, dan pembedahan. Tujuan tindakan ini adalah mengurangi dan mencengah penimbunan kembali cairan pleura, menghindari komplikasi akibat efusi pleura, dan mengembalikan fungsi normal pleura-paru.2

Cairan pleura dapat dikeluarkan dengan jalan aspirasi secara berulang atau dengan pemasangan selang toraks yang dihubungkan dengan Water Seal Drainage (WSD). Aspirasi cairan (torakosintesis) berulang merupakan tindakan penanganan yang tidak berbeda dengan torakosintesis untuk tujuan diagnostik. Cairan yang dikeluarkan pada setiap kali pengambilan sebaiknya tidak lebih dari 1500 ml untuk mencegah terjadinya edema prau akibat pengembangan paru secara mendadak. Selain itu, pengeluaran cairan dalam jumlah besar secara tiba-tiba bisa menimbulkan refleks vagal, berupa batuk-batuk, bradikardi, aritmia yang berat, dan hipotensi. Jika jumlah cairan cukup banyak, sebaiknya dipasang selang toraks dihubungkan dengan WSD, sehingga cairan dapat dikeluarkan secara lambat namun aman dan sempurna. WSD perlu diawasi setiap hari dan jika sudah terlihat undulasi pada selang, maka cairan mungkin sudah habis dan jaringan paru sudah mengembang. Untuk memastikan hal tersebut, dapat dilakukan pembuatan foto toraks. Selang toraks dapat dicabut jika produksi cairan harian kurang dari 100 ml dan jaringan paru telah mengembang, yang ditandai oleh terdengarnya kembali suara napas dan terlihat pengembangan paru pada foto toraks. Selang dicabut pada waktu ekspirasi maksimum.2

b.      Pleurodesis

Tujuan utama tindakan ini adalah melekatkan pleura viseralis dengan pleura parietalis, dengan jalan memasukkan suatu bahan kimia atau kuman ke dalam rongga pleura sehingga terjadi keadaan pleuritis obliteratif. Pleurodesis merupakan penanganan terpilih pada efusi pleura keganasan. Bahan kimia yang lazoim digunakan adalah sitotastika, seperti tiotepa, bleomisin, nitrogen mustard, 5-flourourasil, adriamisin, dan doksorubisin. Setelah cairan efusi dapat dikeluarkan sebanyak-banyaknya, obat sitostatika (misalnya, bleomisin 45 mg) diberikan dengan selang waktu 7-21 hari; pemberian obat tidak perludisertai pemasangan WSD. Setelah 1-3 hari, jika berhasil akan terjadi pleuritis obliteratif yang menghilangkan rongga pleura, sehingga mencengah penimbnan kembalicairan di dalam rongga tersebut. Obat lain yang mudah dan murah diperoleh adalah tetrasiklin. Pada pemberian obat ini, WSD harus dipasang dan paru sudah dalam keadaan mengembang. Tetrasiklin 500 mg dilarutkan ke dalam 30-50 ml larutan garam faal, kemudian dimasukkan ke  dalam rongga pleura melalui selang toraks, ditambah dengan larutan garam faal 10-30 ml unttuk membilas selang serta 10 ml lidokain 2% untuk mengurangi rasa nyeri yang ditimbulakn obat ini. Analgesik narkotik yang diberikan 1-1,5 jam sebelum pembeerian tetrasiklin juga berguna mengurangi rasa nteri tersebut. Selang toraks diklem selama sekitar 6 jam dan posisi penderita diubah-ubah agar penyebaran tetrasiklin merata di seluruh bagian rongga pleura. Apabila dalam waktu 24-48 jam cairan tidak keluar lagi, selang toraks dapat dicabut. Zat lain juga digunakan untuk pleurodesis adalah talk.2

c.       Pembedahan

Pleurektomi jarang dikerjakan pada efusi pleura keganasan, oleh karena efusi pleura keganasan pada umumnya merupakan stadium lanjut dari suatu keganasan dan pembedahan menimbulkan resiko yang besar. Bentuk operasi yang lain adalah ligasi duktus toraksikus dan pintas pleuroperitoneum. Kedua pembedahan ini terutama dilakukan pada efusi pleura keganasan akibat limfoma atau keganasan lain pada kelenjar limfe hilus dan mediastinum, dimana cairan pleura tetap terbentuk setelah dilakukan pleurodesis.2

Gambar 2. Pungsi pleura

 

 

 

 

d.      Terapi Farmakologi Efusi Pleura Maligna

Terapi noninvasif berupa antimikroba dapat diberikan pada pasien dengan efusi pleural maligna dengan komplikasi infeksi. Antikoagulan diberikan untuk mencegah trombosis pada keganasan.2

 

2.9.      Komplikasi

-  Efusi pleura berulang, terlokalisasi

- Empiema

- Gagal napas2

 

2.10.    Prognosis

Prognosis efusi pleura adalah baik, kecuali prognosis efusi pleura maligna buruk karena umunya merupakan stadium lanjut dari keganasan yang dideritanya.2

 

 

 


BAB III
KESIMPULAN

 

Efusi pleura adalah penimbunan cairan di dalam rongga pleura akibat transudasi atau eksudasi yang berlebihan dari permukaan pleura. Hal ini disebabkan ketidakseimbangan antara produksi dan absorpsi cairan pleura. Pada keadaan normal, rongga pleura hanya mengandung sedikit cairan sebanyak 10-20 ml yang membentuk lapisan tipis pada pleura parietalis dan viseralis, dengan fungsi utama sebagai pelicin gesekan antara permukaan kedua pleura pada waktu pernapasan

 Normalnya, cairan dari kapiler pleura parietal masuk ke rongga pleura. Kemudian, diserap oleh sistem limfe. Selain itu, cairan juga masuk melalui pleura viseral dari rongga interstisial dan melalui lubang kecil di diafragma dari rongga peritoneum. Sistem limfaik akan menyerap hingga 20 kali cairan yang berlebih diproduksinya. Namun, ketika terjadi penurunan absorpsi cairan oleh sistem tersebut ataupun produksinya yang sangat banyak maka terjadilah efusi pleura.

 

 


DAFTAR PUSTAKA

 

1.        Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, K MS, Setiati S, eds. BUKU AJAR ILMU PENYAKIT DALAM. V. Jakarta: Interna Publishing

2.        Setyohadi B, Nasution SA, Arsana PM, eds. EIMED PAPDI Kegawatdaruratan Penyakit Dalam (Emergency in Internal Medicine). Jakarta; 2016.

3.        Tanto C, Liwang F, Hanifati S, Pradipta EA, eds. KAPITA SELEKTA KEDOKTERAN. 4th ed. Jakarta: Media Aesculapius; 2014.

4.        Price SA, Wilson LM. Patofisologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. 6th ed. Jakarta: EGC; 2005.

 

 

 

 

No comments:

Post a Comment