Friday 30 July 2021

OBAT-OBAT YANG MEMPENGARUHI SISTEM SARAF PUSAT

 

BAB I

PENDAHULUAN

A.           Latar Belakang

Sistem saraf pusat merupakan pusat pengaturan informasi, dimana seluruh aktivitas tubuh dikendalikan oleh sistem saraf pusat. Sistem saraf pusat terdiri atas otak dan sumsum tulang belakang. Otak dilingdungi oleh tengkorak dan sumsum tulang belakang dilindungi oleh ruas-ruas tulang belakang. Otak dan sumsum tulang belakang dibungkus oleh selaput meningia yang melindungi sistem saraf halus, membawa pembuluh darah, dan dengan mensekresi sejenis cairan yang disebut serebrospinal, selaput meningia dapat memperkecil benturan dan guncangan. Meningia terdiri ata tiga lapisan, yaitu piamater, arachnoid, dan duramater. Susunan saraf pusat berkaitan dengan sistem saraf manusia yang merupakan suatu jaringan saraf yang kompleks, sangat khusus dan saling berhubungan satu dengan yang lain. Fungsi sistem saraf antara lain : mengkoordinasi, menafsirkan dan mengontrol interaksi antara individu dengan lingkungan sekitarnya. Stimulan sistem saraf pusat (SSP) adalah obat yang dapat merangsang serebrum medula dan sumsum tulang belakang. Stimulasi daerah korteks otak-depan oleh se-nyawa stimulan SSP akan meningkatkan kewaspadaan, pengurangan kelelahan pikiran dan semangat bertambah. Contoh senyawa stimulan SSP yaitu kafein dan amfetamin. Sistem saraf dapat dibagi menjadi sistem saraf pusat atau sentral dan sistem saraf tepi (SST).

Pada sistem syaraf pusat, rangsang seperti sakit, panas, rasa, cahaya, dan suara mulamula diterima oleh reseptor, kemudian dilanjutkan ke otak dan sumsum tulang belakang. Rasa sakit disebabkan oleh perangsangan rasa sakit diotak besar. Sedangkan analgetik narkotik menekan reaksi emosional yang ditimbulkan rasa sakit tersebut. Sistem syaraf pusat dapat ditekan seluruhnya oleh penekan saraf pusat yang tidak spesifik, misalnya sedatif hipnotik. Obat – obat yang bekerja terhadap susunan saraf pusat berdasarkan efek farmakodinamiknya dibagi atas dua golongan besar yaitu : 1. Merangsang atau menstimulasi yang secara langsung maupun tidak langsung merangsang aktivitas otak, sumsum tulang belakang beserta syarafnya. 2. Menghambat atau mendepresi, yang secara langsung maupun tidak lansung memblokir proses proses tertentu pada aktivitas otak, sumsum tulang belakang dan saraf- sarafnya. Obat yang bekerja pada susunan saraf pusat memperlihatkan efek yang sangat luas (merangsang atau menghambat secara spesifik atau secara umum).

Kelompok obat memperlihatkan selektifitas yang jelas misalnya analgesik antipiretik khusus mempengaruhi pusat pengatur suhu pusat nyeri tanpa pengaruh jelas.

B.       Rumusan Masalah

1)      Apa itu obat susunan saraf pusat beserta klasifikasi dan struktur kimianya??

2)      Jelaskan apa saja obat-obat penyakit parkinson?

3)      Jelaskan apa saja obat-obat anti depresi?

4)      Jelaskan apa saja obat anti cemas dan ketegangan?

5)      Jelaskan apa saja obat-obat Anastesi?

C.      Tujuan

1)      untuk mengetahui obat susunan saraf pusat beserta klasifikasinya dan struktur kimianya

2)      Dapat menjelaskan obat-obat pada penyakit parkinson

3)      Bisa mengetahui apa-apa saja obat anti depresi

4)      Mengetahui obat-obat cemas dan ketegangan

5)      Dapat menjelaskan apa-apa saja yang termasuk dalam obat-obat anastesi

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

A.      PENGOBATAN PENYAKIT PARKINSON

1.         Tinjauan umum penyakit Parkinson

Parkinsonisme merupakan gangguan neurologik gerakan otot, bersifat progresif, dengan tanda-tanda tremor, kaku otot, bradikinesia (lambat dalam memulai dan melakukan gerakan) kelainan posisi tubuh dan cara-cara berjalan. Penyakit parkinson adalah penyakit saraf keempat yang paling sering pada orang tua, diderita 500.000 orang di AS saja. Umumnya kasus ini terjadi di atas umur 65 tahun dengan angka kesakitan 1:100.

2.         Etiologi

Pada umumnya, penyebab penyakit parkinson tidak diketahui. Penyakit ini ada hubungannya dengan penurunan aktivitas inhibitor neuron dopaminergik dalam substansi nigra dan korpus striatum bagian dari sistem ganglia basalis otak yang berfungsi mengatur gerakan. Faktor genetik tidak memainkan peran dominan dalam etiologi penyakit parkinson, meskipun dapat mempengaruhi pada orang-orang yang peka pada penyakit tersebut. Mungkin faktor lingkungan yang belum diketahui ikut mempengaruhi kenapa neuron dopaminergik tersebut berkurang.

3.         Obat-obat yang digunakan pada penyakit parkinson

Obat-obat yang sekarang tersedia hanya membebaskan sementara dari gejala-gejala, tidak menghentikan atau mengadakan regenerasi neuron akibat penyakit tersebut.

a.        Levodopa (L-dopa) dan karbidopa

Levodopa adalah prekursor metabolik dopamin. Obat ini mengembalikan kadar dopamin dalam pusat ekstrapiramidal (substansi nigra) yang atrofik pada penyakit parkinson. Pada awal penyakit, jumlah neuron dopaminegik dalam substansia nigra (biasanya 20% dari normal) yang tersisa, cukup untuk konversi levodopa ke dopamin. Dengan demikian, pada pasien baru respons terapi terhadap levodopa konsisten dan pasien jarang mengeluh bahwa efek obat mengecil. Sayangnya, waktu yang terlambat akan menyebabkan jumlah neuron dan sel-sel yang mampu mengambil levodopa yang diberikan semakin berkurang, semakin sedikit pula yang mampu mengubahnya menjadi dopamin untuk disimpan atau dikeluarkan lebih lanjut. Akibatnya, terjadi fluktasi dalam pengendalian motorik. Kesembuhan dengan levodopa hanya bersifat simtomatik dan berlangsung selama obat berada dalam tubuh.

b.        Bromokriptin

Bromokriptin (broh moh KRIP teen), suatu derivat ergotamin (alkaloid dengan kerja vasokonstriktor), adalah agonis reseptor dopamin. Pada pasien yang tidak responsif dengan levodopa, obat ini menghasilkan respons yang kecil, dan sering digunakan bersama levodopa untuk pasien yang responsif dengan terapi tersebut. Kerja bromokriptin sama dengan levodopa, kecuali halusinasi, bingung, delir, mual dan sering hipotensi ortostatik, meskipun diskinesia kurang nyata. Pada pasien psikiatrik, bromokriptin memperburuk kondisi mental. Masalah jantung dapat timbul, terutama pada pasien bekas penderita infark jantung. Pasien penyakit vaskular prifer, dapat mengalami peningktan vasospasme, dan pasien tukak lambung, ulkus semakin parah.

c.         Amantadin

Secara kebetulan, diketahui bahwa antivirus amantadin yang digunakan dalam pengobatan influenza berpengaruh pula sebagai antiparkinson. Barangkali fungsinya meningkat sintesis, pengeluaran atau ambilan dopamin dari neuron yang sehat.

d.        Deprenil

Deprenil (DE pren ill) juga disebut selegilin (se LE ge leen), secara selektif menghambat oksidase B (yang memetabolisme dopamin), tetapi tidak mengambat monoamin oksidase A (metabolisator norepinefrin dan serotonin). Karena itu, bermamfaat dalam menurukan metabolisme dopamin. Deprenil ditemukan dapat meningkatkan kadar dopamin dalam otak. Karenanya, obat ini dapat menigkatkan kerja levodopa dan bila diberikan bersama, deprenil secara nyata menurukan dosis levodopa yang diperlukan. Tidak seperti inhibisi MAO yang nonselektif, deprenil pada dosis yang dianjurkan punya potensi kecil untuk menyebabkan krisis hipertensi. Namun, jika deprenil diberikan pada dosis tinggi, selektivitas obat hilang dan pasien dalam keadaan bahaya untuk hipertensi hebat. Data terakhir menunjukan bahwa penggunaan awal deprenil sesungguhnya dapat memperlambat periode sampai 50% sebelum gejala hebat terjadi, barangkali dengan mengurangi pembentukan radikal bebas.

e.         Obat antimuskarinik

Antimuskarinik kurang efektif dibanding levodopa dan dalam terapi antiparkinson berfungsi sebagai tambahan terapi. Kerja benztropin, triheksifenidil, dan biperidin sama. Meskipun pada pasien tertentu respons untuk suatu obat lebih besar. Semua obat-obat ini dapat memacu perubahan pikiran dan menghasilakan serostomia (mulut kering) dan masalah visual seperti halnya dengan obat penghambat muskarinik. Obat mengaggu peristalsis usus dan tidak dapat digunakan untuk pasien glaukoma, hipertrofi prostat atau stenosis pilorik. Penghambatan transmisi kolinergik memberikan efek yang sama dengan peningkatan transmisi dopaminergik (lagi, karena pembentukan yang tidak seimbang dalam rasio dopamin/asetilkolin). Efek samping sama dengan yang disebabkan atropin dosis tinggi misalnya dilatasi pupil, bingung, halusinasi, retensi urine dan mulut kering.

B.     PENGOBATAN ANTI DEPRESAN

Depresi adalah  suatu kondisi medis-psikiatris dan bukan sekedar suatu keadaan sedih, bila kondisi depresi seseorang sampai menyebabkan terganggunya aktivitas sosial sehari-harinya maka hal itu disebut sebagai suatu Gangguan Depresi. Beberapa gejala Gangguan Depresi adalah perasaan sedih, rasa lelah yang berlebihan setelah aktivitas rutin yang biasa, hilang minat dan semangat, malas beraktivitas, dan gangguan pola tidur. Gejalanya tidak disebabkan oleh kondisi medis, efek samping obat, atau aktivitas kehidupan. Kondisi yang cukup parah menyebabkan gangguan klinis yang signifikan atau perusakan dalam keadaan sosial, pekerjaan, atau bidang-bidang penting lainnya.

Anti deprasan merupakan obat-obat yang efektif pada pengobatan depresi, meringankan gejala gangguan depresi, termasuk penyakit psikis yang dibawa sejak lahir. Antidepresan digunakan untuk tujuan klinis dalam sejumlah indikasi termasuk yang berikut ini :

1)        Untuk mengurangi perasaan gelisah, panik, dan stres.

2)        Meringankan insomnia

3)        Untuk mengurangi kejang / serangan dalam perawatan epilepsi.

4)        Menyebabkan relaksasi otot pada kondisi ketegangan otot.

5)        Untuk menurunkan tekanan darah dan atau denyut jantung.

6)        Untuk meningkatkan mood dan atau meningkatkan kesupelan.

a.      Jenis antidepresan adalah :

  1. antidepresan trisiklik (ATS)
  2. inhibitor monoamine oksidase (MAOI)
  3. inhibitor reuptake serotonin selektif (SSRI)

   dan sekelompok antidepresan lain yang tidak termasuk tiga kelas pertama. Indikasi klinis utama untuk penggunaan antidepresan adalah penyakit depresif mayor. Obat ini juga berguna dalam pengobatan gangguan panik, gangguan ansietas (cemas) lainnya dan enuresis pada anak-anak. Berbagai riset terdahulu menunjukkan bahwa obat ini berguna untuk mengatasi gangguan defisit perhatian pada anak-anak dan bulimia serta narkolepsi.

Anti deprasan seperti amitriptilin juga memiliki efek anti kejang. Golongan ini digunakan pada pasien yang depresi dan juga mengalami kecemasan, atau untuk penggunaan jangka lama dimana dikhawatirkan timbul ketergantungan bila menggunakan benzodiazepine. Inhibitor MAO seperti meclobemid sangat berguna pada pasien depresi dengan fobia. Selektif serotonin reuptake inhibitor (SSRI) seperti citaloram bisa digunakan untuk serangan panic.

  1. Antidepresan Trisiklik

Obat antidepresan trisiklik adalah sejenis obat yang digunakan sebagai antidepresan sejak tahun 1950an. Dinamakan trisiklik karena struktur molekulnya mengandung 3 cincin atom. Mekanisme kerja ATS tampaknya mengatur penggunaan neurotransmiter norepinefrin dan serotonin pada otak. Manfaat Klinis dengan riwayat jantung yang dapat diterima dan gambaran EKG dalam batas normal, terutama bagi individu di atas usia 40 tahun, ATS aman dan efektif dalam pengobatan penyakit depresif akut dan jangka panjang.

Reaksi yang merugikan dan pertimbangan keperawatan, perawat harus mampu mengetahui efek samping umum dari anti depresan dan mewaspadai efek toksik serta pengobatannya. Obat ini menyebabkan sedasi dan efek samping antikolinergik, seperti mulut kering, pandangan kabur, konstipasi, retensi urine, hipotensi ortostatik, kebingungan sementara, takikardia, dan fotosensitivitas. Kebanyakan kondisi ini adalah efek samping jangka pendek dan biasa terjadi serta dapat diminimalkan dengan menurunkan dosis obat. Efek samping toksik termasuk kebingungan, konsentrai buruk, halusinasi, delirium, kejang, depresi pernafasan, takikardia, bradikardia, dan koma.

Contoh obat-obatan yang tergolong antidepresan trisiklik diantaranya adalah amitriptyline, amoxapine, imipramine, lofepramine, iprindole, protriptyline, dan trimipramine.

  1. Selektif serotonin reuptake inhibitor (SSRI)

Diduga SSRI meningkatkan 5-HT di celah sinaps, pada awalnya akan meningkatkan aktivitas autoreseptor yang justru menghambat pelepasan 5-HT sehingga kadarnya turun dibanding sebelumnya. Tetapi pada pemberian terus menerus autoreseptor akan mengalami desensitisasi sehingga hasilnya 5-HT akan meningkat dicelah sinaps di area forebrain yang menimbulkan efek terapetik. Contoh obat-obat yang tergolong SSRI diantaranya adalah fluoxetine, paroxetine, dan sertraline.

  1. Monoamine oxidase inhibitor (MAO inhibitor)

Dulu MAOIs secara nonselektif mengeblok MAO A dan B isoenzym dan memiliki efek antidepresan yang mirip dengan antidepresan trisiklik. Namun, MAOIs bukan obat pertama terapi antidepresan karena pasien yang menerima harus disertai dengan diet rendah tiramin untuk mencegah krisis hipertensi karena MAOIs membawa resiko interaksi obat dengan obat lain. MAOI tidak bersifat spesifik dan akan menurunkan metabolisme barbiturate, analgesic opioid dan alkohol. Meclobamid menghambat MAO A secara selektif dan reversible, relative aman dengan efek samping utama pusing, insomnia, dan mual. Contoh obat-obat MAOIs diantaranya phenelzine, dan tranylcypromine.

C.    PENGOBATAN ANTI CEMAS DAN KETEGANGAN

Obat yang digunakan untuk meredakan gelisah, cemas, dan ketegangan dinamakan trankuilansia. Obat ini diberikan pada gangguan yang menimbulkan kecemasan dan untuk menghilangkan gelisah dan cemas jangka pendek.

  1. TRANKUILANSIA

Turunan benzodiazepin                             meprobamat

Klormezanon                                             tibamat

Hidroksizin

 

Sebegitu jauh trankuilansia yang paling sering digunakan adalah brnzodiazepin, dengan valium yang paling banyak ditulis dalam resep dokter. Hidroksizin adalah antihistamin yang efek sampingnya menenangkan dan mengurangi ketegangan. Meprobat yang pernah merupakan trankuilansia yang populer sudah hampir tidak digunak lagi sejak dikembangkan trankuilansia jenis valium yang lebih baru.

  1. INTERAKSI OBAT

Trankuilansia adalah depresen susunan saraf pusat. Obat akan menekan atau mengaggu fungsi seperti koordinasi dan kewaspadaan. Penekanan yang berlebihan dan gangguan fungsi dapat terjadi bila suatu trankuilansia diberikan bersamaan dengan depresen susunan saraf lainnya. Akibatnya : Mengantuk, pusing, hilang koordinasi otot dan kewaspadaan mental; dalam kasus berat terjadi gangguan peredaran darah dan fungsi pernafasan yang menyebabkan koma dan kematian. Dokter harus memantau pasien secara teliti dan mengatur takaran obat untuk mencegah terjadinya efek depresen yang berlebihan.

D.    OBAT – OBAT ANASTESI

Obat-obatan anestesi terdiri dari obat-obatan pre-medikasi, obat induksi anestesi, obat anestesi inhalasi, obat anestesi intravena, obat pelumpuh otot (muslce relaxant), obat anestesi lokal/regional, dan analgesia (opioid dan non-opioid).

Macam- macam obat pre medikasi :

1.    Golongan Narkotika

-    Mempunyai efek analgetika  yang sangat kuat.

-    Jenisnya : petidin, fentanyl, dan morfin

-    Tujuan: mengurangi rasa nyeri saat pembedahan.

-    Efek samping: dapat membuat depresi pernafasan, mual-muntah, Vasodilatasi pembuluh darah yang dapat membuat hipotensi.

-    Biasanya  diberikan jika anestesi dilakukan dengan anestetika dengan sifat analgesik rendah, misalnya: halotan, tiopental, propofol.

 

a)      Pethidin :

-          mengurangi kecemasan dan ketegangan

-          menekan TD dan nafas (diinjeksikan pelan- pelan)

-           merangsang otot polos

b)      Morfin :

-          mengurangi kecemasan dan ketegangan karena nyeri sebelum operasi

-          menekan TD dan nafas

-          merangsang otot polos

-          depresan Sistem saraf pusat

-          pulih pasca bedah lebih lama

-          mempunyai efek samping mual muntah dan penyempitan bronkus

c)      Fentanyl :

-          Mempunyai potensi analgesi 75-125 kali morfin

-          Mempunyai mula kerja yang cepat dan mempunyai waktu eliminasi yang cepat juga dalam tubuh

-          Efek terhadap jantung sangat minimal tetapi dapat terjadi bradi yang dapat di tanggulangi dengan pemberian sufas atropin

-          Mempunyai efek samping ketergantungan, euforia, perlambatan EKG, mual dan muntah

2.    golongan benzodiazepin

-    Mempunyai manfaat yang sangat berguna untuk premedikasi

-    Mempunyai efek ansiolisis, sedasi, dan amnesia

-    Dapat digunakan untuk pasien dengan gangguan respirasi walapun harus terus dipantau penggunaannya

-    Obat yang biasanya digunakan adalah diazepam 5-20mg yang dapat diberikan peroral ataupun iv

3.         antikolinergik

-    Obat-obatan itu berfungsi untuk mencegah terjadinya efek bradikardi dari obat-obatan premedikasi lain ataupun obat-obatan anastetik yang akan digunakan nantinya

-    Dapat digunakan sebagai profilaksis ataupun pengobatan bradikardi

-    Efek samping yang ditimbulkan seperti toksisitas SSP, takikardi (bahaya pada penderita penyakit jantung), pireksia, midriasis

-    Obat-obatan yang biasa digunakan adalah sulfas atropin

4.         5-HT antagonis

-       Obat yang biasanya digunakan adalah ondansetron untuk mengurangi efek mual muntah dari obat-obatan anestesi lainnya.

Ø  Obat induksi intravena

1.         Ketamin

-    Efek analgesia kuat sekali. Terutama untuk nyeri somatik tetapi tidak untuk nyeri viseral

-    Efek hipnotik kurang

-    Efek relaksasi tidak ada

-    Refleks pharynx dan larynx masih cukup baik à batuk saat anestesi à refleks vagal

-    Disosiasi à mimpi yang tidak enak, disorientasi tempat dan waktu, halusinasi, gaduh gelisah, tidak terkendali. Saat pdrt mulai sadar dpt timbul eksitasi

-    Aliran darah ke otak, konsentrasi oksigen, tekanan intracranial (Efek ini dapat diperkecil dengan pemberian thiopental sebelumnya)

-    TD sistolik diastolic naik 20-25%, denyut jantung akan meningkat. (akibat peningkatan aktivitas saraf simpatis dan depresi baroreseptor). Cegah dengan premedikasi opiat, hiosin.

-    Dilatasi bronkus. Antagonis efek konstriksi bronchus oleh histamin. Baik untuk penderita- penderita asma dan untuk mengurangi spasme bronkus pada anesthesia umum yang masih ringan.

-    Dosis berlebihan secara iv à depresi napas

-    Pada anak dapat timbulkan kejang, nistagmus

-    Meningkatkan kadar glukosa darah + 15%

-    Pulih sadar kira-kira tercapai antara 10-15 menit

-    Metabolisme di liver (hidrolisa & alkilasi), diekskresi metabolitnya utuh melalui urin

-    Ketamin bekerja pada daerah asosiasi korteks otak, sedang obat lain bekerja pada pusat retikular otak

Indikasi:

-       Untuk prosedur dimana pengendalian jalan napas sulit, missal pada koreksi jaringan sikatrik pada daerah leher, disini untuk melakukan intubasi kadang sukar

-       Untuk prosedur diagnostik pada bedah saraf/radiologi (arteriograf).

-       Tindakan orthopedic (reposisi, biopsy)

-       Pada pasien dengan resiko tinggi: ketamin tidak mendepresi fungsi vital. Dapat dipakai untuk induksi pada pasien syok.

-       Untuk tindakan operasi kecil

-       Di tempat dimana alat-alat anestesi tidak ada

-       Pasien asma

Kontra Indikasi

-       hipertensi sistolik 160 mmHg diastolic 100 mmHg

-        riwayat Cerebro Vascular Disease (CVD)

-       Dekompensasi kordis

Harus hati-hati pada :

-       Riwayat kelainan jiwa

-       Operasi-operasi daerah faring karena refleks masih baik

2.             Propofol

-    Bentuk cairan, emulsi isotonik, warna putih seperti susu dengan bahan pelarut minyak kedelai & postasida telur yang dimurnikan.

-    Terasa nyeri saat penyuntikan à dicampur lidokain 2% +0,5cc dlm 10cc propolol à jarang pada anak karena sakit & iritasi pd saat pemberian

-    Analgetik tidak kuat

-    Dapat dipakai sebagai obat induksi dan obat maintenance

-    Obat setelah diberikan à didistribusi dengan cepat ke seluruh tubuh

-    Metabolisme di liver dan metabolit tidak aktif dikeluarkan lewat ginjal

-    Saat dipakai untuk induksi juga dapat terjadi hipotensi karena vasodilatasi dan apnea sejenak

Efek Samping :

-       Bradikardi 

-       Nausea, sakit kepala pada penderita yg mulai sadar.

-       Ekstasi, nyeri lokal pada daerah suntikan

-       Dosis berlebihan dapat mendepresi jantung dan pernapasan

-       Sebaiknya obat ini tidak diberikan pada penderita dengan gangguan jalan napas, ginjal, liver, syok hipovolemik

 

 

 

Ø  Obat anastetik inhalasi

1.         Halothan/fluothan

-    Tidak berwarna, mudah menguap

-    Tidak mudah terbakar/meledak

-    Berbau harum tetapi mudah terurai cahaya

Efek:

-    Tidak merangsang traktus respiratorius

-    Depresi nafas Þ stadium analgetik

-    Menghambat salivasi

-    Nadi cepat, ekskresi air mata

-    Hipnotik kuat, analgetik kurang baik, relaksasi cukup

-    Mencegah terjadinya spasme laring dan bronchus

-    Depresi otot jantung Þ aritmia (sensitisasi terhadap epinefrin)

-    Depresi otot polos pembuluh darah Þ vasodilatasi Þ hipotensi

-    Vasodilatasi pembuluh darah otak

-    Sensitisasi jantung terhadap katekolamin

-    Meningkatkan aktivitas vagal à vagal refleks

-    Pemberian berulang (1-3 bulan) à kerusakan hepar (immune-mediated hepatitis)

-    Menghambat kontraksi otot rahim

-    Absorbsi & ekskresi obat oleh paru, sebagian kecil dimetabolisme tubuh

-    Dapat digunakan sebagai obat induksi dan obat maintenance

Keuntungan :

-       cepat tidur

-       Tidak merangsang saluran napas

-       Salivasi tidak banyak

-       Bronkhodilator à obat pilihan untuk asma bronkhiale

-       Waktu pemulihan cepat (1 jam post anestesi)

-       Kadang tidak mual & tidak muntah, penderita sadar dalam kondisi yang enak

Kerugian :

-       Overdosis

-       Perlu obat tambahan selama anestesi

-       Hipotensi karena depresi miokard & vasodilatasi

-       aritmia jantung

-       Sifat analgetik ringan

-       Cukup mahal

-       Dosis dapat kurang sesuai akibat penyusutan

2.         Nitrogen Oksida  (N2O)

-       gas yang berbau, berpotensi rendah (MAC 104%), tidak mudah terbakar dan relatif tidak larut dalam darah

Efek:

-       Analgesik sangat kuat setara morfin

-       Hipnotik sangat lemah

-       Tidak ada sifa relaksasi sama sekali

-       Pemberian anestesia dengan N2O harus disertai O2 minimal 25%. à Bila murni N2O = depresi dan dilatasi jantung serta merusak SSP

-       jarang digunakan sendirian tetapi dikombinasi dengan salah satu cairan anestetik lain seperti halotan dan sebagainya.

3.         Isofluran

-    Adalah obat anestesi isomer dari enfluran

-    Merupakan cairan tak berwarna, berbau tajam, tidak mudah terbakar, tidak terpengaruh cahaya dan tidak merusak logam

-    Dalam waktu 7-10 menit biasanya sudah mencapai stadium pembedahan anastesi

-    Mempunyai efek bronkodilator tetapi tidak kuat

-    Mempunyai bau yang tajam sehingga pasien tidak nyaman, dapat membuat iritasi jalan nafas, menimbulkan depresi ringan pada jantung dan curah jantungn menurunkan tekanan darah sistemik

4.         Sevofluran

-    Merupakan cairan jernih, tidak berwarna, berbau enak, tidak iritatif, tidak korosif, tidak mudah terbakar dan stabil terkena cahaya

-    Induksi dengan sevofluran dapat menimbulkan relaksasi pada anak

-    Pada sistem kardiovaskular sedikit menimbulkan depresi kontraksi jantung

-    Dapat memicu bronkospasme

-    Mengurangi aliran darah ke ginjal sehingga dihubungkan dengan gangguan fungsi ginjal

Ø  Obat muscle relaksan

-    Bekerja pada otot bergaris à terjadi kelumpuhan otot napas dan otot-otot mandibula, otot intercostalis, otot-otot abdominalis & relaksasi otot-otot ekstremitas

-    Bekerja pertama: kelumpuhan otot mata ekstremitas mandibula intercostalis abdominal diafragma

-    Pada pemberian pastikan penderita dapat diberi napas buatan

-    Obat ini membantu pada operasi khusus seperti operasi perut agar organ abdominal tidak keluar dan terjadi relaksasi

-    Terbagi dua: Non depolarisasi, dan depolarisasi

Efek samping :

Non depol long-acting

-       D-tubokurarin (tubarin)

-       Pankuronium

-       Metakurin

-       Pipekuronium

-       Doksakurium

-       Alkurium (alloferin)

Ø  Stadium anestesi

Guedel (1920) membagi anestesi umum dengan eter dalam 4 stadium (stadium III dibagi menjadi 4 plana), yaitu:

Stadium I

Stadium I (analgesi) dimulai dari saat pemberian zat anestetik sampai hilangnya kesadaran. Pada stadium ini pasien masih dapat mengikuti perintah dan terdapat analgesi (hilangnya rasa sakit). Tindakan pembedahan ringan, seperti pencabutan gigi dan biopsi kelenjar, dapat dilakukan pada stadium ini.

Stadium II

Stadium II (delirium/eksitasi, hiperrefleksi) dimulai dari hilangnya kesadaran dan refleks bulu mata sampai pernapasan kembali teratur. Pada stadium ini terlihat adanya eksitasi dan gerakan yang tidak menurut kehendak, pasien tertawa, berteriak, menangis, menyanyi, pernapasan tidak teratur, kadang-kadang apne dan hiperpnu, tonus otot rangka meningkat, inkontinensia urin dan alvi, muntah, midriasis, hipertensi serta takikardia. stadium ini harus cepat dilewati karena dapat menyebabkan kematian.

Stadium III

Stadium III (pembedahan) dimulai dengan teraturnya pernapasan sampai pernapasan spontan hilang. StadiumIII dibagi menjadi 4 plana yaitu:

Plana 1: Pernapasan teratur, spontan, dada dan perut seimbang, terjadi gerakan bola mata yang tidak menurut kehendak pupil miosis, refleks cahaya ada, lakrimasi meningkat, refleks faring dan muntah tidak ada dan belum tercapai relaksasi otot lurik yang sempurna (tonus otot mulai menurun).

Plana 2: Pernapasan teratur, spontan, perut-dada, volume tidak menurun, frekuensi meningkat, bola mata tidak bergerak, terfiksasi di tengah, pupil midriasis, refleks cahaya mulai menurun, relaksasi otot sedang, dan refleks laring hilang sehingga dapat dikerjakan intubasi.

Plana 3: Pernapasan teratur oleh perut karena otot interkostal mulai paralisis, lakrimasi tidak ada, pupil midriasis dan sentral, refleks laring dan peritoneum tidak ada, relaksasi otot lurik hampir sempurna (tonus otot semakin menurun).

Plana 4: Pernapasan tidat teratur oleh perut karena otot interkostal paralisis total, pupil sangat midriasis; refleks cahaya hilang, refleks sfingterani dan kelenjar air mata tidak ada, relaksasi otot lurik sempurna (tonus otot sangat menurun).

Stadium lV

Stadium IV (paralisis medula oblongata) dimulai dengan melemahnya pernapasan perut dibanding stadium III plana 4. Pada stadium ini tekanan darah tak dapat diukur, denyut jantung berhenti, dan akhimya terjadi kematian. Kelumpuhan pernapasan pada stadium ini tidak dapat diatasi dengan pernapasan buatan.

 

 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

 

A.           KESIMPULAN

 

Sebagian besar obat yang mempengaruhi SSP (sistem saraf pusat) dengan mengubah beberapa tahapan dalam proses neurotransmisi. Obat-obat yang mempengaruhi SSP dapat bekerja presinaptik, mempengaruhi produksi, penyimpanan atau pengakhiran kerja neurotransinaptik. Sistem saraf pusat merupakan pusat pengaturan informasi, dimana seluruh aktivitas tubuh dikendalikan oleh sistem saraf pusat. Sistem saraf pusat terdiri atas otak dan sumsum tulang belakang. Otak dilingdungi oleh tengkorak dan sumsum tulang belakang dilindungi oleh ruas-ruas tulang belakang. Obat yang bekerja pada susunan saraf pusat memperlihatkan efek yang sangat luas (merangsang atau menghambat secara spesifik atau secara umum). Kelompok obat memperlihatkan selektifitas yang jelas misalnya analgesik antipiretik khusus mempengaruhi pusat pengatur suhu pusat nyeri tanpa pengaruh jelas.

B.            SARAN

 

kami menyadari akan kekurangan bahan dari materi makalah ini jadi penyusun menyarankan apabila terdapat kekurangan atau isi dari makalah ini maka saran – saran kritik dari pembaca adalah penutup dari semua kekurangan kami dan menjadikan semua itu guna menjadi bahan acuan untuk memotivasi dan menyempurnakan makalah kami.

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Rascol O et al. Ropinirole in the treatment of levodopa induced motor fluctuations patents with parkinson’s disease. Clin neuropharmacol.1996;3:234-45

Faber ED. Ropinirol, nieuws uit de parkinson-pijplijin. Pharma selecta 1997;13:100-3

Goetz CG. News strategies with dopaminergic drugs: modified formulations of levodopa and novel agonists. Exper neurology 1997;144:17-20

Berg C. Morbus parkinson: funf neue wirkstoffe am start. Pharm Ztg wissensch 1997;142:49

 

 

 

 

No comments:

Post a Comment