Friday 30 July 2021

Makalah Antihistamin dan Anti Alergi

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

A.    Latar Belakang

    Pada tahun 1940 untuk pertama kali diperkenalkan obat antihistami. Sejak itu secara luas digunakan dalam pengobatan simtomatik penyakit alergi.Pada umumnya antihistamin yang beredar di Indonesia mempunyai spektrum luas artinya mempunyai efek lain seperti antikolinergik, anti serotonin, antibradikinin dan alfa adrenoreseptor bloker. Golongan obat ini disebut antihistamin (AH1) klasik. Penderita yang mendapat obat AH1 klasik akan menimbulkan efek samping,mengantuk, kadang-kadang timbul rasa gelisah, gugup dan mengalami gangguan koordinasi. Efek samping ini sering menghambat aktivitas sehari-hari, dan menimbulkan masalah bila obat antihistamin ini digunakan dalam jangka panjang.Dekade ini muncul antihistamin baru yang digolongkan ke dalam kelompok AH1 sedatif yang tidak bersifat sedasi, yang memberikan harapan cerah.

 

 

 

 

 


 

BAB II

PEMBAHASAN

 

A.      Definisi Alergi

Alergi adalah suatu gangguan pada sistem imunitas atau kekebalan tubuh atas adanya benda yang diangap asing oleh tubuh. Pada orang yang sehat, sistem imunitas berada dalam keadaan harmonis dengan perlindungan optimal dalam mengatasi gangguan benda-benda asing dari luar tubuh dengan memberikan reaksi tubuh terhadap adanya gangguan tersebut. Namun pada orang yang alergi, sistem imunitas menjadi tidakseimbang, sehingga reaksi yang dimunculkan oleh tubuh menjadi berlebihan, atau dengan kata lain disebut hipersensitif. Karena itu, alergi disebut juga penyakit hipersensitivitas.

Benda asing penyebab alergi disebut sebagai alergen. Pada alergi saluran pernafasan, alergen bisa berupa debu, kutu rumah atau kutu hewan, seperti kutu kucing dan anjing, jamur, dll. Alergen tersebut terhirup melalui udara pernafasan masuk ke dalam saluran pernafasan. Pada alergi bahan makanan, berbagai macam makanan yang mengandung protein tinggi seringkali menjadi penyebab alergi, seperti udang, telur, atau susu. Obat juga bisa dianggap sebagai benda asing bagi tubuh, maka obat juga bisa menjadi menyebakan reaksi hipersensitif.

Namun untuk menentukan jenis alergen penyebab alergi yang spesifik pada tiap individu menjadi sulit, karena alergi bisa terjadi hanya kepada satu jenis alergen, namun juga bisa berasal dari banyak jenis alergen. Maka sebaiknya yang dilakukan adalah dengan mengamati dan mencermati alergen penyebab alergi, juga sebagai alat bantu perlu dilakukan test alergi untuk memastikan penyebab alerginya.

 

B.       Mekanisme Terjadinya Alergi

Ketika alergen pertama kali masuk ke dalam tubuh kita, ia akan memicu tubuh untuk membuat antibodi yang disebut imunoglobulin E (IgE). IgE ini kemudian akan terikat pada sel mast yang tersebar di tubuh kita terutama pada tempat-tempat yang sering kontak dengan lingkungan seperti selaput lendir hidung, saluran nafas/bronkus, kulit, mata, mukosa usus, dll. Sel mast adalah salah satu sel tubuh manusia yang memproduksi dan bisa melepaskan suatu senyawa yang disebut histamin. Pada kondisi tersebut tubuh dikatakan menglami “tersensitisasi”. Pada paparan alergen berikutnya, alergen akan mengikat antibodi IgE yang sudah menempel pada sel mast. Ikatan alergen dengan IgE yang menempel di sel mast ini akan memicu pelepasan histamin, dan histamin inilah yang kemudian bekerja menyebabkan berbagai reaksi tubuh seperti gatal, bentol, bengkak, sesak nafas (pada penderita asma), batuk, dll., bahkan sampai pada reaksi yang terberat yaitu hilangnya kesadaran yang disebut syok anafilaksis. (Syok anafilaksis terjadi karena histamin yang dilepaskan sedemikian banyak sehingga menyebabkan terjadinya pelebaran pembuluh darah (vasodilatasi), sehingga terjadi penurunan tekanan darah yang drastis dan menyebabkan pingsan/syok).

 

C.      Definisi Antialergi

Antialergi adalah bentuk tindakan atau pencegahan terhadap alergi,contohnya dengan pemberian antihistamin.

 

D.      Defenisi Antihistamin

Antihistamin adalah zat-zat yang dapat mengurangi atau menghalangi efek histamin terhadap tubuh dengan jalan memblok reseptor –histamin (penghambatan saingan). Obat ini bekerja dengan cara memblokir reseptor histamin sehingga histamin tidak bisa bekerja untuk menyebabkan reaksi alergi. Obat ini hanya bisa menyembuhkan gejala alergi, tetapi tidak bisa menyembuhkan alergi. Artinya, walaupun antihistamin dapat menghilang gatal akibat alergi, namun jika suatu terjadi kontak lagi dengan alergen, maka reaksi alergi tersebut akan muncul kembali.

Antihistamin adalah obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan kerja histamin dalam tubuh melalui mekanisme penghambatan bersaing pada reseptor H-1, H-2 dan H-3. Efek antihistamin bukan suatu reaksi antigen antibodi karena tidak dapat menetralkan atau mengubah efek histamin yang sudah terjadi. Antihistamin pada umumnya tidak dapat mencegah produksi histamin. Antihistamin bekerja terutama dengan menghambat secara bersaing interaksi histamin dengan reseptor khas. Antihistamin sebagai penghambat dapat mengurangi degranulasi sel mast yang dihasilkan dari pemicuan imunologis oleh interaksi antigen IgE. Cromolyn dan Nedocromil diduga mempunyai efek tersebut dan digunakan pada pengobatan asma, walaupun mekanisme molekuler yang mendasari efek tersebut belum diketahui hingga saat ini.

 

E.       Macam-macam Antihistamin

1.            Antihistamin (AH1) non sedative

a.            Terfenidin

Merupakan suatu derivat piperidin, struktur kimia. Terfenidin diabsorbsi sangat cepat dan mencapai kadar puncak setelah 1-2 jam pemberian. Mempunyai mula kerja yang cepat dan lama kerja panjang. Obat ini cepat dimetabolisme dan didistribusi luas ke berbagai jaringan tubuh. Terfenidin diekskresi melalui faeces (60%) dan urine (40%). Waktu paruh 16-23 jam. Efek maksimum telah terlihat sekitar 3-4 jam dan bertahan selama 8 jam setelah pemberian. Dosis 60 mg diberikan 2 X sehari.

b.            Astemizol

Merupakan derivat piperidin yang dihubungkan dengan cincin benzimidazol, struktur kimia. Astemizol pada pemberian oral kadar puncak dalam darah akandicapai setelah 1 jam pemberian. Mula kerja lambat, lama kerja panjang. Waktu paruh 18-20 hari. Di metabolisme di dalam hati menjadi metabolit aktif dan tidak aktif dan di distriibusi luas keberbagai jaringan tubuh. Metabolitnya diekskresi sangat lambat, terdapat dalam faeses 54% sampai 73% dalam waktu 14 hari. Ginjal bukan alat ekskresi utama dalam 14 hari hanya ditemukan sekitar 6% obat ini dalam urine. Terikat dengan protein plasma sekitar 96%.

c.            Mequitazin

Merupakan suatu derivat fenotiazin, struktur kimia lihat Gbr.1. Absorbsinya cepat pada pemberian oral, kadar puncak dalam plasma dicapai setelah 6 jam pemberian. Waktu paruh 18 jam, Onset of action cepat, duration of action lama. Dosis 5 mg 2 X sehari atau 10 mg 1 X sehari (malam hari).

 

 

d.           Loratadin

Adalah suatu derivat azatadin, struktur kimia Gbr. 1. Penambahan atom C1 meninggikan potensi dan lama kerja obat loratadin. Absorbsinya cepat. Kadar puncak dicapai setelah 1 jam pemberian. Waktu paruh 8-11 jam, mula kerja sangat cepat dan lama kerja adalah panjang. Waktu paruh descarboethoxy-loratadin 18-24 jam. Pada pemberian 40 mg satu kali sehari selama 10 hari ternyata mendapatkan kadar puncak dan waktu yang diperlukan tidak banyak berbeda setiap harinya hal ini menunjukkan bahwa tidak ada kumulasi, obat ini di distribusi luas ke berbagai jaringan tubuh. Matabolitnya yaitu descarboetboxy-loratadin (DCL) bersifat aktif secara farmakologi clan juga tidak ada kumulasi. Loratadin dibiotransformasi dengan cepat di dalam hati dan di ekskresi 40% di dalam urine dan 40% melalui empedu. Pada waktu ada gangguan fiungsi hati waktu paruh memanjang. Dosis yang dianjurkan adalah 10 mg 1 X sehari.

 

2.            Terdapat beberapa jenis antihistamin, yang dikelompokkan berdasarkan sasaran kerjanya terhadap reseptor histamin.

1.      Antagonis Reseptor Histamin H1

Secara klinis digunakan untuk mengobati alergi. Contoh obatnya adalah: difenhidramina, loratadina, desloratadina, meclizine, quetiapine (khasiat antihistamin merupakan efek samping dari obat antipsikotik ini), dan prometazina.

2.      Antagonis Reseptor Histamin H2

Reseptor histamin H2 ditemukan di sel-sel parietal. Kinerjanya adalah meningkatkan sekresi asam lambung. Dengan demikian antagonis reseptor H2 (antihistamin H2) dapat digunakan untuk mengurangi sekresi asam lambung, serta dapat pula dimanfaatkan untuk menangani peptic ulcer dan penyakit refluks gastroesofagus. Contoh obatnya adalah simetidina, famotidina, ranitidina, nizatidina, roxatidina, dan lafutidina.

 

 

3.        Antagonis Reseptor Histamin H3

Antagonis H3 memiliki khasiat sebagai stimulan dan memperkuat kemampuan kognitif. Penggunaannya sedang diteliti untuk mengobati penyakit Alzheimer's, dan schizophrenia. Contoh obatnya adalah ciproxifan, dan clobenpropit.

4.        Antagonis Reseptor Histamin H4

Memiliki khasiat imunomodulator, sedang diteliti khasiatnya sebagai antiinflamasi dan analgesik. Contohnya adalah tioperamida.

Beberapa obat lainnya juga memiliki khasiat antihistamin. Contohnya adalah obat antidepresan trisiklik dan antipsikotik. Prometazina adalah obat yang awalnya ditujukan sebagai antipsikotik, namun kini digunakan sebagai antihistamin.

Senyawa-senyawa lain seperti cromoglicate dan nedocromil, mampu mencegah penglepasan histamin dengan cara menstabilkan sel mast, sehingga mencegah degranulasinya.

 

F.     Mekanisme kerja

Antihistamin bekerja dengan cara menutup reseptor syaraf yang menimbulkan rasa gatal, iritasi saluran pernafasan, bersin, dan produksi lendir (alias ingus). Antihistamin ini ada 3 jenis, yaitu Diphenhydramine, Brompheniramine, dan Chlorpheniramine. Yang paling sering ditemukan di obat bebas di Indonesia adalah golongan klorfeniramin (biasanya dalam bentuk klorfeniramin maleat). Antihistamin menghambat efek histamin pada reseptor H1. Tidak menghambat pelepasan histamin, produksi antibodi, atau reaksi antigen antibodi. Kebanyakan antihistamin memiliki sifat antikolinergik dan dapat menyebabkan kostipasi, mata kering, dan penglihatan kabur. Selain itu, banyak antihistamin yang banyak sedasi. Beberapa fenotiazin mempunyai sifat antihistamin yang kuat (hidroksizin dan prometazin).

1.      Antihistamin H1

Meniadakan secara kompetitif kerja histamin pada reseptor H1. Selain memiliki kefek antihistamin, hampir semua AH1 memiliki efek spasmolitik dan anastetik local

 

2.      Antihistamin H2

Bekerja tidak pada reseptor histamin, tapi menghambat dekarboksilase histidin sehinnga memperkecil pembentukan histamin jika pemberian senyawa ini dilakukan sebelum pelepasan histamin. Tapi jika sudah terjadi pelepasa histamin, indikasinya sama denfan AH 1.

 

G.      Efek Samping

Promethazine, antihistamin jenis fenotiazin yang digunakan secara luas karena sifat  antimuntah dan penenang yang dimilikinya, telah dilaporkan menyebabkan agitasi, halusinasi, kejang, reaksi distonik, sudden infant death syndrome, dan henti napas. Efek samping ini umumnya lebih berat dan signifikan pada bayi, sehingga pabrik pembuatnya memperingatkan agar tidak diberikan pada anak di bawah usia 2 tahun. Namun, efektivitas promethazine sebagai sedatif (penenang) dapat disalahgunakan oleh orang tua untuk menangani anak yang berteriak-teriak. Antihistamin generasi kedua mempunyai efek samping antikolinergik lebih sedikit dan dianggap tidak menimbulkan efek sedatif pada anak dalam dosis terapi.

·         Efek sedasi, dari hasil penelitian oleh perocek, dibandingkan difenhidramin 2x50 mg dengan loratadine dosis tunggal 20 mg. Hasilnya memperlihatkan efek sedasi difenhidramin lebih besar dibanding loratadine. Jadi loratadine tidak mempengaruhi kemampuan mengendarai, tingkat kewaspadaan siang hari dan produktifitas kerja. Juga loratadin menghilangkan gejala rhinitis alergi musiman secara efektif dan absorbsi oralnya sangat cepat serta memiliki masa kerja yang panjang, sehingga cukup diberikan sekali dalam sehari.

·         Gangguan psikomotor yaitu gangguan dalam pekerjaan yang melibatkan fungsi psikomotor, merupakan masalah yang menjadi perhatian dalam terapi yang menggunakan antihistamin. Efek samping terlihat saat pasien melakukan kegiatan dengan resiko fisik seperti mengendarai mobil, berenang, gulat, atau melakukan pekerjaan tangan. Gangguan fungsi psikomotor adalah efek yang berbeda dari terjadinya sedasi (rasa mengantuk). Dari hasil penelitian memperlihatkan bahwa loratadin tidak mengganggu kemampuan mengendarai dan tidak memperkuat efek alkohol.

·         Gangguan kognitif adalah gangguan terhadap kemampuan belajar, konsentrasi atau ketrampilan di tempat bekerja. Dari hasil penelitian memperlihatkan antihistamin generasi pertama terutama difenhidramin menyebabkan gangguan kemampuan belajar, konsentrasi, atau ketrampilan di tempat kerja. Sedangkan loratadin meniadakan efek negative dari rhinitis alergi terhadap kemampuan belajar. Dengan menggunakan loratadin tampaknya memperbaiki kemampuan belajar anak, penderita rhinitis alergi.

·         Efek kardiotoksisitas, antihistamin selama ini dianggap sebagai obat yang aman, tetapi sejak akhir tahun 80-an mulai muncul beberapa jenis antihistamin yang digunakan dengan dosis yang berlebihan. Sehingga dapat menyebabkan pasien yang menggunakan mengalami gangguan pada jantung (kardiotoksisitas). Namun dari hasil penelitian, loratadin merupakan antihistamin yang tidak berhubungan dari serangan kardiovaskuler yang membahayakan jiwa itu.
Untuk pasien yang aktif bekerja harus berhati-hati dalam menggunakan antihistamin, karena beberapa antihistamin memiliki efek samping sedasi (mengantuk), gangguan psikomotor,dan gangguan kognitif. Akibatnya bila digunakan oleh orang yang melakukan pekerjaan dengan tingkat kewaspadaan tinggi sangat berbahaya.Untuk itu pasien yang aktif bekerja sebaiknya gunakan antihistamin yang aman dan efektif seperti loratadin, sudah terbukti tidak menimbulkan sedasi, tidak mengakibatkan terganggunya fungsi psikomotor dan fungsi kognitif. Juga terbukti aman tidak menyebabkan kardiotoksisitas dan efektif karena cukup diminum 1x sehari, karena memiliki masa kerja yang panjang serta diabsorbsi secara cepat.

 

Antihistamin Generasi Pertama:

1.      Alergi – fotosensitivitas, shock anafilaksis, ruam, dan dermatitis.

2.      Kardiovaskular – hipotensi postural, palpitasi, refleks takikardia, trombosis vena pada sisi injeksi (IV prometazin)

3.      Sistem Saraf Pusat – drowsiness, sedasi, pusing, gangguan koordinasi, fatigue, bingung, reaksi extrapiramidal bisa saja terjadi pada dosis tinggi

4.      Gastrointestinal – epigastric distress, anoreksi, rasa pahit (nasal spray)

5.      Genitourinari – urinary frequency, dysuria, urinary retention

6.      Respiratori – dada sesak, wheezing, mulut kering, epitaksis dan nasal burning (nasal    spray)

 

Antihistamin Generasi Kedua Dan Ketiga:

1.      Alergi – fotosensitivitas, shock anafilaksis, ruam, dan dermatitis.

2.      SSP* – mengantuk/ drowsiness, sakit kepala, fatigue, sedasi

3.      Respiratori** – mulut kering

4.      Gastrointestinal** – nausea, vomiting, abdominal distress (cetirizine, fexofenadine)

 

*        Efek samping SSP sebanding dengan placebo pada uji klinis, kecuali cetirizine yang tampak lebih sedatif ketimbang placebo dan mungkin sama dengan generasi pertama.

**      Efek samping pada respiratori dan gastrointestinal lebih jarang dibanding generasi pertama.

 

H.      Kontraindikasi

Hipersensitivitas dan glaucoma sudut sempit. Jangan digunakan pada bayi baru lahir dan premature. Antihistamin generasi pertama: hipersensitif terhadap antihistamin khusus atau terkait secara struktural, bayi baru lahir atau premature, ibu menyusui, narrow-angle glaucoma, stenosing peptic ulcer, hipertropi prostat simptomatik, bladder neck obstruction, penyumbatan pyloroduodenal, gejala saluran napas atas (termasuk asma), pasien yang menggunakan monoamine oxidase inhibitor (MAOI), dan pasien tua. Antihistamin generasi kedua dan ketiga : hipersensitif terhadap antihistamin khusus atau terkait secara struktural.

Histamin terbentuk di dalam jaringan tubuh manusia akibat reaksi dekarboksilasi asam amino histidin oleh enzim histidin dekarboksilase. Selain itu, histamin juga dapat terbentuk karena pengaruh sinar matahari, khususnya sinar UV.

Histamin terdapat di dalam semua organ dan jaringan tubuh, terutama di kulit, paru, usus halus, dan di dalam mast cell. Fungsi histamin di dalam tubuh masih belum jelas, tetapi akan menimbulkan efek jika berinteraksi dengan dua macam reseptor yang spesifik, yaitu :

·         Reseptor H‑1 dan reseptor H‑2.

Histamin terbentuk di dalam jaringan tubuh manusia akibat reaksi dekarboksilasi asam amino histidin oleh enzim histidin dekarboksilase. Selain itu, histamin juga dapat terbentuk karena pengaruh sinar matahari, khususnya sinar UV.

Histamin terdapat di dalam semua organ dan jaringan tubuh, terutama di kulit, paru, usus halus, dan di dalam mast cell. Fungsi histamin di dalam tubuh masih belum jelas, tetapi akan menimbulkan efek jika berinteraksi dengan dua macam reseptor yang spesifik, yaitu reseptor H‑1 dan reseptor H‑2.

Dalam keadaan normal, kadar histamin dalam darah kecil sekali (hanya 50 γ per liter) sehingga tidak akan menimbulkan efek apa‑apa. Histamin yang berlebih akan diuraikan oleh enzim histaminase yang terdapat di dalam ginjal, paru, selaput lendir usus, dan jaringan tubuh lainnya

Interaksi histamin dengan reseptor H‑2 akan menimbulkan efek yang mempengaruhi sekresi getah lambung, dan juga tekanan darah. Sedangkan interaksi histamin dengan reseptor H‑1 dan H‑2, akan menimbulkan efek antara lain pada :

 

1.      Sistem kardiovaskuler

Histamin menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah arteri dan vena, tetapi juga menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah kapiler, sehingga. menyebabkan penurunan tekanan darah perifer. Dan karena sirkulasi darah tidak sempurna, diuresis akan dihalangi. Selain itu, permeabilitas kapiler menjadi lebih tinggi, sehingga cairan dan protein plasma mengalir keluar dari sel, yang mengakibatkan terjadi edema.

2.      Otot polos

Histamin menyebabkan kontraksi otot polos uterus dan saluran cerna, sehingga menimbulkan rasa sakit, dan menyebabkan muntah‑muntah serta diare. Sebagai akibat kontraksi otot polos bronki, napas menjadi sesak atau timbul serangan asma.

3.      Kelenjar eksokrin

Histamin yang bereaksi dengan reseptor H‑2, akan menyebabkan peningkatan sekresi getah lambung yang banyak mengandung asam dan pepsin.

4.      Kelenjar endokrin

Kadar histamin yang tinggi dalam darah, akan merangsang sekresi katekolamin dari adrenal medulla.

5.      Kulit

Pada ujung saraf di kulit, efek histamin menimbulkan rasa gatal di samping efek lain, sebagai akibat dari dilatasi pembuluh kapiler dan peningkatan permeabilitas dindingnya.

Pada reaksi alergi, terjadi reaksi antara antigen dengan antibodi yang mengakibatkan histamin yang berada di antara sel‑sel dan dalam keadaan tidak aktif, menjadi bebas dan aktif. Dengan demikian, kadar histamin dalam darah naik secara mendadak, yang mengakibatkan timbulnya efek-efek pada organ tubuh seperti diuraikan di atas.

Obat antihistaminika merupakan obat yang dapat mencegah efek histamin, melalui cara berinteraksi dengan reseptor H‑1 dan H‑2. Berdasarkan antagonis reseptornya, obat antihistaminika dapat dibagi ke dalam dua golongan yaitu :

 

1.      Antagonis reseptor H‑1

Golongan ini dibagi lagi berdasarkan rumus bangun kimianya, yaitu:

·         Senyawa Etanolamin; antara lain Difenhidrain, Karbinoksamin, dan Doksilamin.

·         Senyawa Etilendiamin; antara lain Antazolin, Pirilamin, dan Tripelenamin.

·         Senyawa Alkilamin; antara lain Fenirarnin, Klorfeniramin, Bromfeniramin, dan Deksklorfeniramin.

·         Senyawa Siklizin; antara lain Siklizin, Klorsiklizin, dan Homoklorsiklizin.

·         Senyawa Fenotiazin; antara lain Prometazin, Metdilazin, dan Oksomemazin.

·         Senyawa lain‑lain; yaitu Dimetinden, Mebhidrolin, dan Astemizol.

 

2.      Antagonis reseptor H-2

Yang termasuk golongan ini ialah obat‑obat Antihistamin yang melawan efek histamin pada sekresi getah lambung. Yang niula‑mula digunakan, Burinamid dan kemudian Metiamid yang mempunyai efek samping agranulositosis. Dan pada waktu ini, yang banyak digunakan antara. lain Simetidin, Ranitidin, dan Famotidin.

 

 

 

 

*      Mekanisme aksi dari antihistamin diantaranya adalah:

o   Memeblok kerja histamine pada reseptornya.

o   Berkompetisi dengan histamine untuk mengikat reseptor yang masih kosong. Jika histamine sudah terikat, antihistamin tidak bisa memindahkan histamine.

o   Pengikat AH1 mencegah efek merugikan akibat stimulasi histamine seperti vasodilatasi, peningkatan secret gastrointestinal dan respirasi serta peningkatan permeabilitas kapiler.

Antihistamin juga digunakan untuk mengatasi inflamasi. Invasi virus direspons oleh sistem kekebalan, yang tersusun secara berlapis, dengan sasaran mempertahankan keseimbangan antara lingkungan di luar dan didalam. Alat pertahanan itu antara lain kulit, selaput lender, batuk, flora normal, dan berbagai sel seperti limfosit T (sel T) dan limfosit B (sel B) dalam jaringan limfoid. Meknisme pertahanan itu disebut sebagai inflamasi yang dirasakan sebagai kemerahan, sembab, demam, dan nyeri.

Antihistamin disebut sebagai anti-alergi karena alergi juga menimbulkan inflamasi. Ia adalah reaksi yang berlebihan dari sistem pertahanan tubuh terhadap gangguan dari luar, baik makanan, obat, maupun udara dingin. Salah satu alat serang yang dilepas tubuh ke dalam pembuluh darah adalah histamine yang menyebabkan kontraksi atau menciutnya berbagai alat vital, sperti bronkus dan usus, serta peningkatan sekresi mucus atau lender dan resistansi saluran napas.

 

*      Antihistamin dapat dibedakan menjadi 2 jenis yaitu:

1.    Obat Generasi Pertama

Obat generasi pertama merupakan obat yang dapat bekerja secara perifer maupun sentral. Efek antikolinergiknya lebih besar dibandingkan dengan agen non sedative. Penghambat SSP akibat AH1 dapat bermanifestasi sebagai gejala mengantuk, maupun kewaspadaan turun.

Contohnya adalah ;

Difenhidramin (Benadryl), Dimenhidrat (Vormex A), Doksilamin (Mereprine), Klemastin (Tavegyl), Dimentiden (Fenistil), Kloramfeniksamin (Systral), Feniramin (Avil), Bamipin (Soventol), Meklozin (Bonamine), (Peremesin), Chlorpheniramine Maleate (Orphen), Ethylenediamines, Piperazin, Phenothiazine, Piperadines.

Difenhidramin (Benadryl, Valdres)

INDIKASI

Antialergi, Obat Tidur, Antiemetik (seperti Dimenhidrat pada Vornex), Anestetik Lokal (dalam gel pelumas Cathejeli).

Imsomnia smentara & jangka pendek. Semua manifestasi alergi.

MAKANISME KERJA

Farmakodinamik : seperti AH1 resptor klasik (Etanolamin)

Farmakokinetik : Absorpsi 72%, Ikatan Protein plasma ± 80%, t1/2 6-9 jam, Eliminasi 50% tak berubah di ginjal, sisanya dimetabolisme pada pH<6 tidak ada lagi absorpsi kembali.

DOSIS

1-2 tab sebelum tidur

KONTRAINDIKASI

Laktasi

EFEK SAMPING

Angguan GI, reaksi alergi.

INTERAKSI OBAT

Alkohol, MAOI, obat yang menekan fungsi SSP.

 

Chlorpheniramine Maleate (Orphen)

INDIKASI

Hay Fever, Urtikaria, Asma Brokial, Rinitis Alrgi & Reaksi Alergi Lain.

DOSIS

Dws 1 kapl 3-4 x/hr

Anak-anak 6-12thn ½ kapl 3-4 x/hr

2-6 thn ¼ kapl 3-4 x/hr.

KONTRAINDIKASI

Infeksi sal. Napas bawah. Bayi premature atau baru lahir.

EFEK SAMPING

Sedasi, ggn GI, efek antimuskarinik, hipotensi, kelemahan otot, tinnitus, euphoria, sakit kepala. Stimulasi SSP, reaksi alergi, ggn darah.

INTERAKSI OBAT

Alkohol, MAOI, obat yang menekan fungsi SSP depresan, antikolinergik.

 

 

2.     Obat Generasi Kedua

Obat generasi kedua merupakan antihistamin non sedative yang dikembangkan untuk mengeliminasi efek samping sedasi dari obat generasi pertama. Obat ini berukuran besar dan tidak bersifat lipofilik sehingga tidak menembus BBB. Dengan begitu, efek ke sistem saraf pusatnya lebih kecil. Dibandingkan generasi 1, obat ini memiliki durasi kerja yang lebih lama dan memiliki spesifisitas reseptor H1 dan atau H2 untuk menekan efek histamin.

 

 

 

 

Fexofenadine (Telfast), Loratadine (Lisino), Setrizin (Zyrtec)

INDIKASI

Fexofenadine (Telfast), Loratadine (Lisino) :hay fever, penyakit alergi kulit (biduran, alergi matahari).

Setrizin (Zyrtec) : pengobatan simtomatik penyakit alergi (urtikaria, hey fever).

MAKANISME KERJA

Farmakodinamik :

Fexofenadine (Telfast), Loratadine (Lisino) : antagonis H1-reseptor nonsedatif, kompetitif dan selektif (Alkilamin),

Loratadine juga menstabilkan membrane sel-sel mast,

Strisin : efek penghambat migrasi eosinofil, menghambat pembebasan mediator pada reaksi antigen-antibodi, hambatan aktivasi trombosit yang diperantarai oleh IgE (antiinflamasi).

 

Farmakokinetik :

Feksofenadine;

-          Absorpsi : Cepat, Lengkap.

-          IPP : 60-70%.

-          T1/2 : 11-15 jam.

-          Eliminasi : ginjal.

Loratadine ;

-          Absorpsi : Cepat, Lengkap.

-          IPP : 97-99 % (73-76%).

-          T1/2 : 15 jam (19 jam).

-          Eliminasi : ginjal 24 jam (  ̴40% di ginjal).

Setrizin ;

-          Absorpsi : Cepat, hampir Lengkap.

-          IPP : 93%.

-          T1/2 : 8-11 jam.

-          Eliminasi : tak berubah di ginjal, hanya 10% di feses.

EFEK SAMPING

Feksofenadin : nyeri kepala dan kantuk.

Loratadine : hanya pada overdosis menyebabkan sedasi lemah, kadang-kadang mulut kering, aritmia.

Setrizin : jarang sekali nyeri kepala, vertigo, mulut kering, keliuhan gastrointestinal.

KONTRAINDIKASI

Feksofenadin : Kehamilan, masa menyusui.

Loratadin : anak-anak dibawah umur 12 thn.

Setrizin : Penyakit ginjal berat, hipersensitivitas, Kehamilan, masa menyusui, anak-anak dibawah umur 12 thn.

INTERAKSI

Feksifenadine : pemberian bersama-sama Eritromisin atau Ketokonazol manaikkan kadar plasma Feksofenadine sekitar 2-3 kali lipat.

Loratadine ; Simetidine; penundaan awal kerja pada pemberian bersama makanan.

 

 

 

ALLOHEX

KOMPOSISI

-Tiap tablet mengandung: Loratadine micronized 10 mg
-Tiap 5 ml sirup mengandung: Loratadine micronized 5 mg

-Etilalkohol  2 %

INDIKASI

- Mengurangi gejala-gejala yang berkaitan dengan rhinitis alergik, seperti bersin-bersin, pilek, rasa gatal pada hidung serta rasa gatal dan terbakar pada mata.

- Mengurangi gejala-gejala dengan tanda-tanda urtikaria kronik serta penyakit dermatologik alergi lain.

KONTRA INDIKASI

Pasien yang menunjukkan hipersensitif atau idiosinkrasi terhadap komponen-komponennya.

EFEK SAMPING

- Loratadine tidak memperlihatkan efek sedatif yang secara klinis bermakna pada pemberian dosis 10 mg sehari.

- Efek samping yang dilaporkan : lelah, sakit kepala, somnolensi, mulut kering, gangguan pencernaan, nausea, gastritis dan gejala alergi yang menyerupai ruam.

- Pernah dilaporkan terjadinya alopesia, anafilaksis, fungsi hati abnormal dan takiaritmia supra ventrikuler walaupun jarang.

PERINGATAN DAN PERHATIAN

-  Pasien deng an gangguan hati berat harus diberi- kan dosis per- mulaan yang lebih rendah, karena hal ini kemungkinan dapat mengu- rangi bersihan Loratadine, dianjurkan dosis awal 5 mg sehari/ 10 mg setiap 2 hari.

- Khasiat dan keamanan penggunaan Loratadine pada anak-anak usia dibawah 2 tahun belum ditetapkan.

- Keamanan pemakaian Loratadine selama keha- milan belum ditetapkan, hanya diberi- kan bila poten si manfaat lebih besar dari potensi resiko terhada p janin.

Hati-hati bila diberikan pada wanita yang sedang menyu sui, karena Loratadine diekskresikan dalam air susu ibu.

INTERAKSI OBAT

- Bila diberikan bersama-sama dengan alkohol, Loratadine tidak memiliki efek potensiasi seperti yang diukur dengan penelitian penampilan psikomotor.

- Pernah dilapor kan peningkata n kadar Loratadi ne dalam plasm a setelah pema- kaian bersama-sama ketokona- zol, eritromisin atau simetidin pada penelitian klinik terkendali, tetapi tidak ada perubahan klinis yang bermakna (termasuk elektrokardiografik).
- Hati-hati pemakaian bersama obat-obat yang meng hambat metabo lisme hati.

- Pemberian antihistamin harus dihentika n 48 jam sebelu m prosedur uji kulit, karena obat ini dapat mencegah atau mengurangi reaksi positif terhadap indika- tor reaktivitas dermal.

DOSIS

- Dewasa, usia lanjut, anak usia 12 tahun atau lebih : 1 tablet/10 mg (2 sendok takar) sehari.

- Anak-anak usia 2 – 12 tahun : Berat badan > 30 kg : 10 mg (1 tablet atau 2 sendok takar) sehari. Berat badan 30 kg : 5 mg (1/2 tablet atau 1 sendok takar) sehari.

- Khasiat dan keamanan penggunaan pada anak-anak usia dibawah 2 tahun belum terbukti.

MEKANISME KERJA OBAT

Farmakologi:
Loratadine merupakan suatu antihistamin trisiklik yang bekerja lama dengan aktivitas antagonis kompetitif selektif terhadap reseptor H1 perifer tanpa efek sedasi sentral atau efek antikolinergik

 

 

CETIRIZINE10 mg Tablet Salut Selaput

PT. KIMIA FARMA JAKARTA-INDONESIA

KOMPOSISI

Tiap tablet salut selaput mengandung Cetirizine HCl  10 mg

INDIKASI

Pengobatan perennial rinitis, alergi rinitis musiman dan kronik idiopatik urtikaria

KONTRA INDIKASI

Penderita dengan pengalaman hipersensitif pada Cetirizine. Cetirizine kontraindikasi pada ibu menyusui karena diekskresikan melalui ASI

EFEK SAMPING

Ada beberapa laporan terjadinya efek samping ringan dan sementara, misalnya sakit kepala, pusing, mengantuk, gelisah, kering mulut dan ketidaknyamanan pada pencernaan. Pada beberapa individu terjadi reaksi hipersensitif, termasuk reaksi kulit dan mungkin terjadi angiodema

PERINGATAN DAN PERHATIAN

- Penelitian dengan ukuran objektif tidak menunjukkan adanya efek cetirizine pada fungsi kognitif, kinerja motorik atau mengantuk. Walaupun demikian, adanya efek terhadap system syaraf pusat telah diamati pada beberapa individu penderita, karenanya hati-hati bila mengendarai mobil atau mengoperasikan mesin.

- Penggunaan pada kehamilan Cetirizine hanya boleh diberikan kepada wanita hamil, bila benar-benar diperhitungkan keuntungan lebih besardari kerugiannya.

- Hati-hati penggunaan pada penderita epilepsi.

INTERAKSI OBAT

Pada saat ini tidak ada interaksi dengan obat lain. Penelitian Diazepam dan Cetirizine tidak memperlihatkan interaksi. Seperti pemakaian antihistamin lainnya, disarankan untuk tidak mengkonsumsi alkohol.

DOSIS

-Dewasa dan anak-anak diatas atau sampai 12tahun: 1 tablet (10 mg) perhari.

-Pada saat ini tidak cukup data klinik untuk direkomendasikan penggunaan Cetirizine pada anak-anak di bawah atau sampai 12 tahun.

-Pada saat ini tidak ada data, yang menyarankan penurunan dosis untuk penderita lansia. 0  Pada penderita kerusakan ginjal, dosis harus dikurangi menjadi 1/2 tablet perhari

MEKANISME KERJA OBAT

Farmakologi:
Cetirizine adalah antihistamin, pada dosis farmakologi aktif, mempunyai efek mengantuk yang lebih kecil, dengan tambahan sifat antialergi. Cetirizine adalah reseptor H1-antagonis selektif dan pada reseptor lain efeknya dapat diabaikan, bebas dari efek anticholinergik dan antiserotonin. Cetirizine menghambat mediator histamin fase awal dari reaksi alergi, juga menurunkan migrasi sel inflamasi dan melepaskan mediator yang berhubungan dengan respon alergi yang sudah lama.

Farmakokinetika:

-Puncak level darah untuk 0,3 ug/ml dicapai antara 30- 60 menit setelah pemberian Cetirizine 10 mg

- Waktu paruh plasma kira-kira 11 jam.

- Absorpsi sangat konsisten pada semua subjek. Pengeluaran melalui ginjal 30 ml/menit dan waktu paruh ekskresi kira-kira 9 jam

- Cetirizine terikat kuat pada protein plasma.

 

I.         Contoh Obat Histamin Yang Ada Di Apotek

Obat Antihistamin yang terdapat dalam Daftar Obat Wajib Apotek No. 1 ialah yang mengandung Mebhidrolin, Feniramin hidrogen maleat, dan Deksklorfeniramin maleat. Sedangkan yang terdapat dalam Daftar Obat Wajib Apotek No. 2 ialah Karbinoksamin.

a.       Mebhidrolin

Indikasi: Antihistamin/Alergi

Kontraindikasi: Hipertropi prostat, glaukoma, dan serangan asma

Efek samping: Mengantuk, tremor, mulut kering, lelah, dan reaksi hipersensitif pada kulit.

Interaksi: Obat depresan sistem saraf pusat, alkohol, dan obat golongan antikolinergik akan meningkatkan daya kerjanya.

Obat yang tersedia:

Merek dagang Kandungan obat

Biolergy (Konimex) Kapsul, mengandung 50 mg sebagai Mebhidrolin napadisilat.

Bufalergy (Bufa Aneka) Kapsul, mengandung 50 mg sebagai Mebhidrolin napadisilat.

Histapan (Sanbe) Tablet, mengandung 50 mg sebagai Mebhidrolin napadisilat.

Incidal (Bayer) Kapsul, mengandung 50 mg sebagai Mebhidrolin napadisilat.

Incitin (Bemofarm) Tablet, mengandung 50 mg sebagai Mebhidrolin napadisilat.

Interhistin (New Interbat) Kapsul/Tablet, mengandung 50 mg sebagai Mebhidrolin napadisilat

Catatan: jumlah obat per pasien maksimal 20 tablet.

 

b.      Feniramin Hidrogen Maleat

Indikasi: Antihistamin/Alergi

Kontraindikasi: Hipertropi prostat, glaukoma, wanita hamil dan menyusui

Efek samping: Mengantuk, gangguan saluran cerna, jika dosis besar dapat menimbulkan halusinasi, dan agitasi pada anak kecil

Interaksi: Obat penenang, hipnotika dan alkohol, akan memperkuat efeknya

Obat yang tersedia:

Merek dagang

Kandungan obat

Avil (Hoechst)

Tablet Avil, mengandung 25 mg sebagai
Feniramin hidrogen maleat

Tablet Avil Retard, mengandung 50 mg
sebagai Feniramin hidrogen maleat

Bernohist (Bernofarm)

Tablet, mengandung 50 mg sebagai
Feniramin hidrogen maleat

Catatan: Jumlah obat per pasien maksimal 20 tablet biasa atau 3 tablet lepas lambat.

 

c.       Dimetinden Maleat

Indikasi: Antihistamin/Alergi

Kontraindikasi: Menjalankan mesin atau kendaraan bermotor

Efek samping: Sedasi

Interaksi: Obat hipnotika, sedativa dan alkohol, akan memperkuat efeknya

Obat yang tersedia:

 

 

Merek dagang

Kandungan obat

Fenistil (Ciba)

Tablet, mengandung 25 mg sebagai Dimetinden maleat.
Obat tetes, tiap ml mengandung 1 mg sebagai Dimetinden maleat.

Catatan: Jumlah obat per pasien maksimal 20 tablet.

 

d.      Astemizol

Indikasi: Antihistamin/Alergi.

Kontraindikasi: Hati‑hati pada wanita hamil

Efek samping: Nafsu makan bertambah, berat badan bertambah, dan sedikit sedatif.

Obat yang tersedia :

Merek dagang Kandungan obat

Hisminal (Janssen) Tablet, mengandung Astemizol 10 mg.

Hispral (Prafa) Tablet, mengandung Astemizol 10 mg.

Sirop, tiap 5 ml mengandung Astemizol 5 mg.

Lapihis (Lapi) Tablet, mengandung Astemizol 10 mg.

Scantihis (Tempo Scan Pacific) Tablet, mengandung Astemiizol 10 mg.

Sirop, tiap 5 ml mengandung Astemizol 5 mg

Sines (Guardian Pharm) Tablet, mengandung Astemizol 10 mg

Catatan: jumlah obat per pasien maksimal 20 tablet

 

e.       Oksomemazin

Interaksi: Alkohol akan memperkuat efeknya.

Indikasi: Antihistamin/Alergi

Kontraindikasi: Menjalankan mesin dan mengemudikan kendaraan bermotor

Efek samping: Mengantuk, mual, muntah, diare atau konstipasi, sakit kepala, dan mungkin juga penglihatan kabur.

Obat yang tersedia:

Merek dagang Kandungan obat

Doxergan (Rhone‑Poulenc) Tablet, mengandung Oksomemazin 10 mg.

Sirop, tiap 5 ml mengandung Oksomemazin 5 mg

Catatan: Jumlah obat per pasien maksimal 20 tablet

 

f.       Homoklorsiklizin

Indikasi: Antihistamin/Alergi

Kontraindikasi: Serangan asma akut dan tidak digunakan pada bayi. Selain itu hati‑hati pada penderita glaukoma dan hipertropi prostat.

Efek samping: Mengantuk, sedatif, gangguan saluran cerna, mulut kering, penglihatan kabur, dan reaksi alergi.

Interaksi: Obat depresan sistem saraf pusat, antikolinergik dan alkohol, akan memperkuat efeknya.

Obat yang tersedia:

Merek dagang

Kandungan obat

Homoclomin (Eisai)

Tablet, mengandung Homoklorsiklizin HCI 10 mg

Catatan: Jumlah obat per pasien maksimal 20 tablet

 

g.      Deksklorfeniramin Maleat

Indikasi: Antihistamin/Alergi

Kontraindikasi: Serangan asma akut dan tidak digunakan pada bayi

Efek samping: Mengantuk, urtikaria, shok anafilaktik, fotosensitif, mulut kering, dan gangguan saluran cema.

Interaksi: Alkohol, obat depresan golongan trisiklik, barbiturat, dan depresan sistem saraf pusat, akan memperkuat efek sedatif. Dan obat golongan MAO inhibitor, akan memperkuat dan memperpanjang efeknya

Obat yang tersedia:

Merek dagang

Kandungan obat

Bufaramin (Bufa Aneka)

Kapsul, mengandung 2 mg sebagai Deksklorfeniramin maleat.

Polamec (Mecosin)

Tablet, mengandung 2 mg sebagai Deksklorfeniramin maleat. 
Sirop, tiap 5 ml mengandung 2 mg sebagai deksklorfeniramin maleat

Polaramine (Schering)

Tablet, mengandung 2 mg sebagai Deksklorfeniramin maleat.
Sirop, tiap 5 ml mengandung 2 mg sebagai Deksklorfeniramin maleat.

Polarist (Bemofarm)

Tablet, mengandung 2 mg sebagai Deksklorfeniramin maleat.

Catatan: Jumlah obat per pasien maksimal 20 tablet.

 

h.      Karbinoksamin

Indikasi: Antihistamin/Alergi.

Kontraindikasi: Menjalankan mesin dan mengemudikan kendaraan bermotor

Efek samping: Mengantuk dan gangguan saluran cerna.

Interaksi: Obat golongan barbiturat, depresan sistem saraf pusat, dan alkohol, akan memperkuat efek sedatifnya.

Obat yang tersedia:

Karbinoksarnin terdapat dalam campuran, untuk rhinitis akut, sinusitis vasomotor dan alergi rhinitis, dan demam karena alergi. Selain itu juga digunakan dalam carnpuran obat batuk

Merek dagang

Kandungan obat

Nasopront (Heroic)

Kapsul, mengandung Karbinoksamin maleat 1 mg dan Fenilefrin HCl 20 mg

Rhinopront (Mack)

Kapsul, mengandung Karbinoksamin maleat 4 mg dan Fenilefrin HCI 20 mg.
Sirop, tiap 5 ml mengandung Karbinoksamin maleat 4 mg dan Fenilpropanolamin HCl 20 mg.

Catatan: jumlah obat per pasien maksimal 10 tablet/kapsul

 

J.        Penggunaan Umum

 Menghilangkan gejala yang behubungan dengan alergi, termasuk rinithis, urtikaria dan angiodema, dan sebagai terapi adjuvant pada reaksi anafilaksis. Beberapa antihistamin digunakan untuk mengobati mabuk perjalanan (dimenhidrinat dan meklizin), insomnia (difenhidramin), reaksi serupa parkinson (difenhidramin), dan kondisi nonalergi lainnya.

Lazimnya dengan “antihistaminika” selalu dimaksud H-1 blockers. Selain bersifat antihistamin, obat-obat ini juga memiliki berbagai khasiat lain, yakni daya antikolinergis,antiemetis dan daya menekan SSP (sedative),dan dapat menyebabkan konstipasi, mata kering, dan penglihatan kabur, sedangkan beberapa di antaranya memiliki efek antiserotonin dan local anestesi (lemah). Berdasarkan efek ini, antihistaminika digunakan secara sistemis (oral,injeksi) untuk mengobati simtomatis bermacam-macam gangguan alergi yang disebabkan oleh pembebasan histamine. Di samping rhinitis, pollinosis dan alergi makanan/obat, juga banyak digunakan pada sejumlah gangguan berikut: 

 

1.       Asma yang bersifat alergi, guna menanggulangi gejala bronchokonstriksi. 
Walaupun kerjanya baik, namun efek keseluruhannya hanya rendah berhubung tidak berdaya terhadap mediator lain (leukotrien) yang juga mengakibatkan penciutan bronchi. Ada indikasi bahwa penggunaan dalam bentuk sediaan inhalasi menghasilkan efek yang lebih baik. Obat-obat ketotifen dan oksatomida berkhasiat mencegah degranulasi dari mastcells dan efektif untuk mencegah serangan.

2.       Sengatan serangga khususnya tawon dan lebah, yang mengandung a.l. histamine dan suatu enzim yang mengakibatkan pembebasannya dari mastcells. Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan, obat perlu diberikan segera dan sebaiknya melalui injeksi adrenalin i.m. atau hidrokortison i.v.

3.       Urticaria (kaligata, biduran). Pada umumnya bermanfaat terhadap meningkatnya permeabilitas kapiler dan gatal-gatal, terutama zat-zat dengan kerja antiserotonin seperti alimemazin (Nedeltran), azatadin dan oksatomida. Khasiat antigatal mungkin berkaitan pula dengan efek sedative dan efek anestesi local.

4.       Stimulasi nafsu makan. Untuk menstimulasi nafsu makan dan dengan demikian menaikkan berat badan, yakni siproheptadin ( dan turunannya pizotifen) dan oksatomida. Semua zat ini berdaya antiserotonin.

5.       Sebagai sedativum berdasarkan dayanya menekan SSP, khususnya prometazin dan difenhidramin serta turunannya. Obat-obat ini juga berkhasiat meredakan rangsangan batuk, sehingga banyak digunakan dalam sediaan obat batuk popular.

6.       Penyakit Parkinson berdasarkan daya antikolinergisnya, khususnya difenhidramin dan turunan 4-metilnya (orfenadrin) yang juga berkhasiat spasmolitis.

7.       Mabuk jalan dan Pusing (vertigo) berdasarkan efek antiemetisnya yang juga berkaitan dengan khasiat antikolinergis, terutama siklizin,meklizin dan dimenhidrinat, sedangkan sinarizin terutama digunakan pada vertigo.
8.Shock anafilaksis di samping pemberian adrenalin dan kortikosteroid. selain itu, antihistaminika banyak digunakan dalam sediaan kombinasi untuk selesma dan flu.


 

BAB III

PENUTUP

 

A.      Kesimpulan

Alergi merupakan suatu reaksi abnormal yang terjadi di tubuh akibat masuknya suatu zat asing. Saat alergen masuk ke dalam tubuh, sistem imunitas atau kekebalan tubuh bereaksi secara berlebihan dengan membuat antibodi yang disebut Imunoglobulin E. Imunoglobulin E tersebut kemudian menempel pada sel mast. Pada tahap berikutnya, alergen akan mengikat Imunoglobulin E yang sudah menempel pada sel mast. Ikatan tersebut memicu pelepasan senyawa Histamin dalam darah. Peningkatan Histamin menstimulasi rasa gatal melalui mediasi ujung saraf sensorik. Senyawa Histamin yang teramat banyak juga bisa disebabkan oleh stress dan depresi.

Pengobatan gatal-gatal karena alergi dilakukan dengan jalan pemberian obat antihistamin yang banyak dijual secara bebas. Sesungguhnya pemakaian obat antihistamin hanya menghilangkan gejala alergi dan menghindari serangan yang lebih besar di masa mendatang, tidak menyembuhkan alergi.

 

B.       Saran

Sebaiknya, alergi dapat dihindari dengan cara-cara berikut ini.

1.      Hindari pemicu alergi, misalnya makanan atau obat. Cari tahu komposisi atau kandungan makanan atau obat. Biasakan membaca label yang tertera di luar kemasan.

2.      Jika anak Anda alergi makanan tertentu, kenalkan jenis makanan baru dalam porsi kecil sehingga Anda dapat mengetahui reaksi alerginya.

3.      Penderita alergi sebaiknya selalu membawa kartu atau daftar jenis alergi atau alergen yang dideritanya. Simpan dalam dompet untuk keadaan darurat.

4.      Selalu bawa obat anti alergi sesuai rekomendasi dokter Anda.


 

DAFTAR PUSTAKA

 

Anang Endaryanto, Ariyanto Harsono, Prospek Probiotik dalam pencegahan alergi melalui induksi aktif toleransi imunologis: Divisi Alergi Imunologi: Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK-Unair/RSU Dr.Soetomo  Surabaya

 

Baratawidjaja, Karnen G. 2006. Imunologi Dasar Edisi Ke Tujuh. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

 

Brooks, Geo F. Butel, Janet S. Morse, Stephen A. 2005. Mikrobiologi Kedokteran Edisi 21. Jakarta: Salemba Medika.

 

Kresno, Siti Boedina. 2001. Imunologi : Diagnosis dan Prosedur Laboratorium. Jakarta: FKUI

 

Budi, Imam. 2008. Pemakaian Antihistamin Pada Anak : FK-USU.

 

Rengganis, Iris. Yunihastuti, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

 

Tan, Hoan Tjai.  Obat-obat Penting. 2007.Jakarta: PT. Gramedia

 

Sukandar, Elin Yulinah, ISO Farmakoterapi. 2008. Jakarta: PT. ISFI

 

No comments:

Post a Comment