Wednesday 27 March 2019

ASKEP HEPATITIS B

BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Hepatitis B merupakan penyakit yang banyak ditemukan didunia dan dianggap sebagai persoalan kesehatan masyarakat yang harus diselesaikan. Hal ini karena selain prevalensinya tinggi, virus hepatitis B dapat menimbulkan problema pasca akut. Sepuluh persen dari infeksi virus hepatitis B akan menjadi kronik dan 20 % penderita hepatitis kronik ini dalam waktu 25 tahun sejak tertular akan mengalami cirroshis hepatis dan karsinoma hepatoselluler (hepatoma).  Kemungkinan akan menjadi kronik lebih tinggi bila infeksi terjadi pada usia balita dimana respon imun belum berkembang secara sempurna.
Pada saat ini didunia diperkirakan terdapat kira-kira 350 juta orang pengidap (carier) HBsAg dan 220 juta (78 %) diantaranya terdapat di Asia termasuk Indonesia. Berdasarkan pemeriksaan HBsAg pada kelompok donor darah di Indonesia prevalensi Hepatitis B berkisar antara 2,50-36,17 % (Sulaiman, 1994). Selain itu di Indonesia infeksi virus hepatitis B terjadi pada bayi dan anak, diperkirakan 25 -45,g% pengidap adalah karena infeksi perinatal. Hal ini berarti bahwa Indonesia termasuk daerah endemis penyakit hepatitis B dan termasuk negara yang dihimbau oleh WHO untuk melaksanakan upaya pencegahan (Imunisasi).
Hepatitis B biasanya ditularkan dari orang ke orang melalui darah/darah produk yang terkontaminasi HBV (Hepatitis B Virus). Di Indonesia kejadian hepatitis B satu diantara 12-14 orang, yang berlanjut menjadi hepatitis kronik, chirosis hepatis dan hepatoma. Satu atau dua kasus meninggal akibat hepatoma. Mengingat jumlah kasus dan akibat hepatitis B, maka diperlukan pencegahan sedini mungkin. Menurut WHO bahwa pemberian vaksin hepatitis B tidak akan menyembuhkan pembawa kuman (carier) yang kronis, tetapi diyakini 95 % efektif mencegah berkembangnya penyakit menjadi carier.
Hepatitis adalah penyakit infeksi hati yang disebabkan oleh virus Hepatitis A, B, C, D atau E. Hepatitis dapat menimbulkan gejala demam, lesu, hilang nafsu makan, mual, nyeri pada perut kanan atas, disertai urin warna coklat yang kemudian diikuti dengan ikterus (warna kuning pada kulit dan/sklera mata karena tingginya bilirubin dalam darah). Hepatitis dapat pula terjadi tanpa menunjukkan gejala (asimptomatis). Prevalensi hepatitis 2013 adalah 1,2 persen, dua kali lebih tinggi dibandingkan 2007(Gambar 3.4.5). Lima provinsi dengan prevalensi hepatitis tertinggi adalah Nusa Tenggara Timur (4,3%), Papua (2,9%), Sulawesi Selatan (2,5%), Sulawesi Tengah (2,3%) dan Maluku (2,3%) (Tabel3.4.5). Bila dibandingkan dengan Riskesdas 2007, Nusa Tenggara Timur masih merupakan provinsi dengan prevalensi hepatitis tertinggi.
           
                                          




                               

B.       Rumusan Masalah
Kejadian hepatitis B semakin meningkat. Di seluruh dunia sudah 2 milyar orang terkena  Hepatitis B  dan sebanyak 360 juta jiwa pasien yang ada sudah dalam keadaan kronis. Usaha pencegahan  sendiri dapat dilakukan bila kita memahami bagaimana resiko penularan Hepatitis B ini. Menjaga gaya hidup tetap sehat dan melakukan vaksinasi Hepatitis B dapat membantu mencegah terkena penularan penyakit ini.

C.      Tujuan penulisan.
a.       Mahasiswa Mampu Memahami Definisi Hepatitis
b.      Mahasiswa Mampu Memahami Etiologi Hepatitis
c.       Mahasiswa Mampu Memahami Klasifikasi dan Penyebab Hepatitis
d.      Mahasiswa Mampu Memahami Manifestasi Hepatitis
e.       Mahasiswa Mampu Memahami Patofisiologi Hepatitis
f.       Mahasiswa Mampu Memahami Pathway Hepatitis
g.      Mahasiswa Mampu Memahami penatalaksanaan Hepatitis
h.      Mahasiswa Mampu Memahami Asuhan Keperawatan pada Pasien Hepatitis

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.      Defenisi
Hepatitis adalah suatu proses peradangan difusi pada jaringan yang dapat disebabkan oleh infeksi virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat-obatan serta bahan-bahan kimia. (Sujono Hadi, 1999). Hepatitis adalah keadaan radang/cedera pada hati, sebagai reaksi terhadap virus, obat atau alkohol (Ptofisiologi untuk keperawatan, 2000;145) Hepatitis virus merupakan infeksi sistemik oleh virus disertai nekrosis dan klinis, biokimia serta seluler yang khas (Smeltzer, 2001). Hepatitis adalah Suatu peradangan pada hati yang terjadi karena toksin seperti; kimia atau obat atau agen penyakit infeksi (Asuhan keperawatan pada anak, 2002; 131)
Hepatitis terbagi 2 (dua) yaitu : Hepatitis Akut dan Kronis
Hepatitis akut adalah penyakit yang timbul dengan cepat,tajam dan menyakitkan. Gejala hepatitis akut lebih menyakitkan tetapi hanya bertahan selama beberapa bulan.Tergantung pada sistem kekebalan tubuh pasien,gejala-gejala akut berkisar dari ringan sampai gagal hati yang berat. Beberapa jenis virus hepatitis lebih mungkin untuk menciptakan gejala-gejala akut seperti jenis B, sementara jenis C biasanya menginduksi gejala-gejala ringan.
Hepatitis kronis adalah mempunyai gejala tidak terlalu parah namun terus dirasakan penderitanya selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun.Gejala biasanya ringan, tetapi infeksi terus menerus dan terjadi penghancuran jaringan sehingga menyebabkan kerusakan hati yang mengarah ke sirosis,gagal hati, atau kanker hati.

B.       Etiologi
Dua penyebab utama hepatitis adalah penyebab virus dan penyebab non virus. Sedangkan insidensi yang muncul tersering adalah hepatitis yang disebabkan oleh virus.
1.      Hepatitis virus dapat dibagi ke dalam hepatitis :
a)      Hepatitis A (HAV)
b)      Hepatitis B (HBV)
c)      Hepatitis C (HCV)
d)     Hepatitis D (HDV)
e)      Hepatitis E (HEV)
Semua jenis virus tsb merupakan virus RNA kecuali virus hepatitis B yang merupakan virus DNA.
2.      Hepatitis non virus yaitu :
a)         Alkohol
Menyebabkan alkohol hepatitis dan selanjutnya menjadi alkohol sirosis.
b)        Obat-obatan
Menyebabkan toksik untuk hati, sehingga sering disebut hepatitis toksik dan hepatitis akut.
c)         Bahan Beracun (Hepatotoksik)
d)        Akibat Penyakit lain (Reactive Hepatitis)

C.      Klasifikasi dan Penyebab Hepatitis

Hepatitis
A
B
C
D
E
MASA INKUBASI
14 – 49 hari (+/- 28 hari)
30-180 hari
(+/= 75 hari)
15-150 hari
35 hari
14-63 hari
CARA PENULARAN
-          FEKAL– ORAL
-          PARENTERAL
-           LAIN - LAIN
Ya

Akhir ini bisa ?
“WATER BORNE”
Tidak
Ya
Kontak seks, kontak serumah
Transmisi
Vertikal
Tidak
Ya
Kontak seks
Kontak serumah
Tidak
Ya
Kontak seks
Kontak serumah
Ya
Tidak
“WATER BORNE”
TIPE PENYAKIT
BIASANYA AKUT
BERVARIASI
BERVARIASI
BIASANYA AKUT (FULMINAN)
Biasanya akut
CARRIER KRONIK
TIDAK
5-10%
80%
70-80%
Tidak
CAH
SIROSIS
HEPATOMA
TIDAK
50%
20%
YA
YA
20%
YA
Tidak
MORTALITAS
0.1-0.2%
0.5-2%
TANPA
KOMPLIKASI
30% PADA PASIEN KRONIS
15-20% PADA WANITA HAMIL

D.      Manifestasi Hepatitis
Menifestasi klinik dari semua jenis hepatitis virus secara umum sama. Manifestasi klinik dapat dibedakan berdasarkan stadium.Adapun manifestasi dari masing – amsing stadium adalah sebagai berikut:
1.         Fase Inkubasi
merupakan waktu diantara saat masuknya virus dan saat timbulnyagejala atau iktrus
2.         Fase Prodromal (pra ikterik)
fase diantara timbulnya keluhan-keluhanpertama dan gejala timbulnya icterus:
3.         Permulaan ditandai dengan : malaise umum, mialgia,  atralgia mudah lelah, gejala saluran nafas  dananoreksi.
4.         Nyeri abdomen biasanya ringan dan menetap di kuadran kanan atas atau epigastrikum
5.         Fase icterus
Muncul setelah 5-10 hari, tetapi dapat juga muncul bersamaan dengan munculnya gejala.
6.         Fase Konvalesen (penyembuhan)
1.      Diawali dengan menghilangnya ikterus dan keluhan lain tetapi hepatomegali dan abnormalitas fungsi hati tetap ada
Ditandai dengan :
a)      Munculnya perasaan lebih sehat
b)      Kembalinya napsu makan
c)      Keadaan akut biasanya akan membaik dalam 2-3 minggu
2.      Pada 5% - 10% kasus hepatitis B perjalanan klinisnya mungkin lebih sulit ditangani hanya < 1% yang menjadi fulminan (menyeluruh)

E.       Patofisiologi
Inflamasi yang menyebar pada hepar (hepatitis) dapat disebabkan oleh infeksi virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat-obatan dan bahan-bahan kimia.Unit fungsional dasar dari hepar disebut lobul dan unit ini unik karena memiliki suplai darah sendiri.Sering dengan berkembangnya inflamasi pada hepar, pola normal pada hepar terganggu.Gangguan terhadap suplai darah normal pada sel-sel hepar ini menyebabkan nekrosis dan kerusakan sel-sel hepar.Setelah lewat masanya, sel-sel hepar yang menjadi rusak dibuang dari tubuh oleh respon sistem imun dan digantikan oleh sel-sel hepar baru yang sehat.Oleh karenanya, sebagian besar klien yang mengalami hepatitis sembuh dengan fungsi hepar normal.
Inflamasi pada hepar karena invasi virus akan menyebabkan peningkatan suhu badan dan peregangan kapsula hati yang memicu timbulnya perasaan tidak nyaman pada perut kuadran kanan atas. Hal ini dimanifestasikan dengan adanya rasa mual dan nyeri di ulu hati.
Timbulnya ikterus karena kerusakan sel parenkim hati.Walaupun jumlah billirubin yang belum mengalami konjugasi masuk ke dalam hati tetap normal, tetapi karena adanya kerusakan sel hati dan duktuli empedu intrahepatik, maka terjadi kesukaran pengangkutan billirubin tersebut didalam hati.Selain itu juga terjadi kesulitan dalam hal konjugasi.Akibatnya billirubin tidak sempurna dikeluarkan melalui duktus hepatikus, karena terjadi retensi (akibat kerusakan sel ekskresi) dan regurgitasi pada duktuli, empedu belum mengalami konjugasi (bilirubin indirek), maupun bilirubin yang sudah mengalami konjugasi (bilirubin direk).Jadi ikterus yang timbul disini terutama disebabkan karena kesukaran dalam pengangkutan, konjugasi dan eksresi bilirubin.
Tinja mengandung sedikit sterkobilin oleh karena itu tinja tampak pucat (abolis).Karena bilirubin konjugasi larut dalam air, maka bilirubin dapat dieksresi ke dalam kemih, sehingga menimbulkan bilirubin urine dan kemih berwarna gelap. Peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi dapat disertai peningkatan garam-garam empedu dalam darah yang akan menimbulkan gatal-gatal pada ikterus.

F.       Pathway
Menurut corwn Elizabeth(2001)hepatitis merupakan peradangan hati yang dapat disebabkan oleh infeksi atau toksin termasuk alcohol dan dijumpai pada kanker hati.
Description: D:\tab pic\simpanan dari fb runy\12064471_915465555198537_801215954_n.jpg


G.      Penatalaksanaan
1.       Penatalaksanaan Keperawatan
a.         Menghindari makanan-makanan berlemak, makanan pedas dan asam.
b.        Tirah baring selama fase akut dengan diet yang cukup bergizi.
c.         Pemberian makanan intravena mungkin perlu selama fase akut bila pasien terus menerus muntah.
d.        Aktivitas fisik perlu dibatasi hingga gejala-gejala mereda dan bila tes fungsI hati kembali normal.
e.         Memperbaiki organ-organ hati yang rusak: temulawak, jinten hitam.
f.         Mengurangi peradangan hati: rumput mutiara, sambiloto,  temulawak,  tapak liman,  semanggi gunung, kunyit, sawi langit.
g.        Membersihkan racun-racun di hati: sambiloto,  temu lawak,  tapak liman,  pegagan,  rumput mutiara
h.        Mengurangi rasa sakit, panas dan muntah : mimba, pegagan, rumput mutiara, tapak liman, sambiloto, alang-alang)
i.          Membantu kerja hati: kunyit, sambiloto, mengkudu, brotowali, sambung nyawa.
j.          Menghambat perkembangan virus,  & melemahkan aktivitas virus: sambiloto, temu lawak, pegagan, daun sendok, kunyit, tapak liman.
k.        Meningkatkan system kekebalan tubuh: temulawak, sambiloto, kunyit, pegagan, kelor, jali). Kelebihan tanaman obat dalam mengobati penyakit hepatitis yaitu bersifat konstruktif dan merefitalisasi jaringan-jaringan liver yang rusak serta sekaligus berfungsi mengobati penyakit penyerta dan penyakit komplikasinya.

2.      Penatalaksanaan Medis
a.         Hepatitis A
1.      Analgetik (pereda nyeri) : Paracetamol, dosis yang digunakan jangan melebihi 4gram/hari.
2.      Anti muntah: Metoclopramide
b.        Hepatitis B
1.      Obat yang digunakan adalah anti virus untuk menghambat replikasi sel virus dan mengurangi aktifitasnya. Yang termasuk anti virus antara lain Tenofovir, Lamivudine, Adefovir, Entecavir, Telbivudine.
2.      Obat Interferon merupakan protein yang dihasilkan dari aktifitas antivirus, anti tumor dan obat imunomodulator. Contohnya adalah Peginterferon alfa 2a, Interferon alfa-2b, Peginterferon alfa-2b.
c.         Hepatitis C
1.      Terapi kombinasi antara pegylated interferon alfa (PEG-IFN alfa) dan ribavirin.
2.      Pasien kronis dengan HCV genotipe 1 memiliki respon yang lemah terhadap pengobatan sehingga diberikan terapi sampai 12 bulan, sedangkan pasien dengan HCV genotipe 2 dan 3 cukup diberikan terapi hanya 6 bulan saja. Untuk pasien dengan infeksi akut HCV diberikan terapi selama 6 bulan.
3.      Obat-obatan antivirus antara lain: Ribavirin, Boceprevir. Pemberian interferon, seperti Interferon alfa-2b, Interferon alfacon-1, Peginterferon alfa-2b,Pegylated interferon alfa-2a.
d.   Hepatitis D
Pengobatan hanya dengan Interferon alfa-2a. Untuk penderita kronis diberikan selama 1 tahun. 
e.       Hepatitis E
Tidak ada. Biasanya akan sembuh setelah beberapa minggu atau bulan.
f.       Hepatitis G
Penderita harus banyak istirahat, menghindari alkohol dan makan makanan bergizi.
g.      Hepatitis alkoholik
1.      Obat-obatan pengencer darah dapat mencegah komplikasi terjadinya sindrom hepatorenal, obat-obatannya adalah Pentoxifylline.
2.      Glukokortikoid, obat ini berfungsi mengurangi proses peradangan yang terjadi. Yang dapat digunakan antara lain adalah Methylprednisolone, Prednisolone.




BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A.      Pengkajian
1.      Keluhan Utama
Penderita datang untuk berobat dengan keluhan tiba-tiba tidak nafsu makan, malaise, demam (lebih sering pada HVA). Rasa pegal linu dan sakit kepala pada HVB, dan hilang daya rasa lokal untuk perokok.
2.      Pengkajian Kesehatan
1)      Aktivitas
1.        Kelemahan
2.        Kelelahan
3.        Malaise
2)      Sirkulasi
1.    Bradikardi (hiperbilirubin berat)
2.    Ikterik pada sklera kulit, membran mukosa
3)      Eliminasi
1.    Urine gelap
2.    Diare feses warna tanah liat
4)      Makanan dan Cairan
1.    Anoreksia
2.    Berat badan menurun
3.    Mual dan muntah
4.    Peningkatan oedema
5.    Asites
5)      Neurosensori
1.    Peka terhadap rangsang
2.    Cenderung tidur
3.    Letargi


6)      Nyeri / Kenyamanan
1.    Kram abdomen
2.    Nyeri tekan pada kuadran kanan
3.    Mialgia
4.    Atralgia
5.    Sakit kepala
6.    Gatal (pruritus)
7)      Keamanan
1.    Demam
2.    Urtikaria
3.    Lesi makulopopuler
4.    Eritema
5.    Splenomegali
6.    Pembesaran nodus servikal posterior
8)      Seksualitas
1.    Pola hidup / perilaku meningkat resiko terpajan

3.      Pemeriksaan Fisik Umum
a.       Keadaan Rambut dan Higiene Kepala
1.         Inspeksi : Rambut hitam, coklat, pirang, berbau.
2.         Palpasi : Mudah rontok, kulit kepala kotor, berbau secara umum menunjukkan tingkat hygiene seseorang.
b.         Hidrasi Kulit Daerah Dahi
1.    Palpasi : Penekanan ibu jari pada kulit dahi, karena mempunyai dasar tulang. Pada dehidrasi bias ditemukan “finger print”pada kulit dahi
c.         Palpebrae
1.     Inspeksi : Bisa terlihat penumpukan cairan atau edema pada palpebrae, selain itu bias juga terlihat cekung pada pasien dehidrasi
2.     Palpasi : Dengan cara meraba menggunakan tiga jari pada palpebrae untuk merasakan apakah ada penumpukan cairan, atau pasien dehidrasi bila teraba cekung
d.        Sclera dan Conjungtiva
1.     Icterus tampak lebih jelas di sclera disbanding pada kulit. Teknik memeriksa sclera dengan palpasi menggunakan kedua jari menarik palpebrae, pasien melihat kebawah radang pada conjungtiva bulbi maupun conjungtiva palpebrae. Keadaan anemic bias diperiksa pada warna pucat pada conjungtiva palpebrae inferior.
e.         Tekanan Intra Okular (T.I.O)
1.     Dengan dua jari telunjuk memeriksa membandingkan TIO bola mata kiri dan kanan dengan cara tekanan berganti pada bola mata atas dengan kelopak mata tertutup kewaspadaan terhadap glaucoma umumnya terhadap pasien berumur lebih dari 40 tahun
f.          Hidung
1.    Inspeksi : Hidung simetris, pada rongga dikaji apakah ada kotoran hidung, polip atau pembengkakan
g.         Higiene Rongga Mulut, Gigi-Geligi, Lidah, Tonsil dan Pharynk
1.    Rongga mulut : diperiksa bau mulut, radang mocosa
(stomatitis), dan adanya aphtae
2.    Gigi-geligi : diperiksa adanya makanan, karang gigi,
caries, sisa akar, gigi yang tanggal, perdarahan, abses, benda asing,(gigi palsu), keadaan gusi, meradang
3.    Lidah : kotor/coated, akan ditemui pada keadaan: hygiene mulut yang kurang, demam thypoid, tidak suka makan, pasien coma, perhatikan pula tipe lidah yang hipertemik yang dapat ditemui pada pasien typoid fever
4.    Tonsil : Tonsil diperiksa pakah ada pembengkakan atau tidak.  Diukur berdasarkan panduan sebagai berikut :
a)        T0 – bila sudah dioperasi
b)        T1- ukuran normal yang ada
c)        T2- pembesaran tonsil tidak sampai garis tengah
d)       T3- pembesaran mencapai garis tengah
e)        T4- pembesaran melewati garis tengah
5.    Pharinx : dinding belakang oro pharink diperiksa apakah ada peradangan, pembesaran adenoid, dan lender/secret yang ada
h.    Kelenjar Getah Bening Leher
1.        Pembesaran getah bening dapat terjadi karena infeksi, infeksi toxoplasmosis memberikan gejala pembesaran getah bening leher
i.      Kelenjar Tyroid
1.        Inspeksi : bentuk dan besarnya bila pembesarannya telah nyata
2.        Palpasi : satu tangan dari samping atau dua tangan dari arah belakang, jari-jari meraba permukaan kelenjar dan pasien diminta menelan rasakan apakah terasa ada pembengkakan pada jaringan sekitar.
j.      Dada/ Punggung
1.        Inspeksi : kesimetrisan, bentuk/postur dada, gerakan nafas (frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya pernafasan/ penggunaan otot-otot bantu pernafasan), warna kulit, lesi, edema, pembengkakan/ penonjolan. Normal: simetris, bentuk dan postur normal, tidak ada tanda-tanda distress pernapasan, warna kulit sama dengan warna kulit lain, tidak ikterik/sianosis, tidak ada pembengkakan/ penonjolan/edema.
2.        Palpasi: Simetris, pergerakan dada, massa dan lesi, nyeri, tractile fremitus. (perawat berdiri dibelakang pasien, instruksikan pasien untuk mengucapkan angka “tujuh-tujuh” atau “enam-enam” sambil melakukan perabaan dengan kedua telapak tangan pada punggung pasien). Normal: integritas kulit baik, tidak ada nyeri tekan/massa/tanda-tanda peradangan, ekspansi simetris, taktil vremitus cendrung sebelah kanan lebih teraba jelas.
3.        Perkusi: paru, eksrusi diafragma (konsistensi dan bandingkan satu sisi dengan satu sisi lain pada tinggi yang sama dengan pola berjenjang sisi ke sisi). Normal: resonan (“dug dug dug”), jika bagian padat lebih daripada bagian udara=pekak (“bleg bleg bleg”), jika bagian udara lebih besar dari bagian padat=hiperesonan (“deng deng deng”), batas jantung=bunyi rensonan----hilang>>redup.
4.        Auskultasi: suara nafas, trachea, bronchus, paru. (dengarkan dengan menggunakan stetoskop di lapang paru kika, di RIC 1 dan 2, di atas manubrium dan di atas trachea). Normal: bunyi napas vesikuler, bronchovesikuler, brochial, tracheal.
k.    Abdomen
1.       Inspeksi : pada inspeksi perlu disimak apakah abdomen membusung/membuncit atau datar saja, tepi perut menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau tidak, amati apakah ada bayangan vena, amati juga apakah didaerah abdomen tampak benjolan-benjolan massa. Laporkan bentuk dan letakknya
2.       Auskultasi : mendengar suara peristaltic usus, normal berkisar 5-35 kali per menit : bunyi peristaltic yang yang keras dan panjang disebut borborygmi, ditemui pada gastroenteritis atau obstruksi usu pada tahap awal. Peristaltic yang berkurang ditemui pada ileus paralitik. Apabila setelah 5 menit tidak terdengar suara peristaltic sama sekali maka kita katakana peristaltic negative (pada pasien post operasi)
3.       Palpasi : sebelum dilakukan palpasi tanyakan terlebih dahulu kepada pasien apakah daerah yang nyeri apabila ada maka harus dipalpasi terakhir, palpasi umum terhadap keseluruhan dinding abdomen untuk mengetahui apakah ada nyeri umum (peritonitis, pancreatitis). Kemudian mencari dengan perabaan ada atau tidaknya massa/benjolan (tumor). Periksa juga turgor kullit perut untuk menilai hidrasi pasien. Setelah itu periksalah dengan tekanan region suprapubika (cystitis), titik MC Burney (appendicitis), region epigastrica (gastritis), dan region iliaca (adnexitis) barulah secara khusus kita melakukan palpasi hepar. Palpasi hepar dilakukan dengan telapak tangan dan jari kanan dimulai dari kuadrant kanan bawah berangsur-angsur naik mengikuti irama nafas dan cembungan perut. Rasakan apakah ada pembesaran hepar atau tidak. Hepar membesar pada keadaan :
a)         Malnutrisi
b)         Gangguan fungsi hati/radang hati (hepatitis, thyroid fever, malaria, dengue, tumor hepar)
c)         Bendungan karena decomp cordis
l.        Anus
1.        Posisikan pasien berbaring miring dengan lutut terlipat menempel diperut/dada. Diperiksa adannya :
a)         Hemhoroid externa
b)         Fisurra
c)         Fistula
d)         Tanda keganasan

4.      Pemeriksaan Fokus Abdomen pada Hepatitis
Abdomen merupakan suatu bagian tubuh yang menyerupai rongga tempat beberapa organ-organ penting tubuh yaitu lambung, usus, pankreas, hati, limpa serta ginjal. Abdomen merupakan lokasi dari beberapa sistem yang dimiliki tubuh, diantaranya Sistem Pencernaan, Sistem Perkemihan, Sistem Endokrin, serta Sistem Reproduksi. Dalam melakukan pengkajian atau pemeriksaan, perawat harus memahami struktur anatomi perut yang meliputi daerah-daerah/ bagian dan batas-batas perut.


1.        Hati
Hati atau hepar adalah organ yang paling besar didalam tubuh, dengan berat sekitar 1300-1550 gram, ±1,5 kg. Warnanya merah kecoklatan sangat vascular dan lunak. Letaknya bagian atas dalam rongga abdomen, disebelah kanan bawah diafragma. Hati berbentuk baji dengan dasarnya pada sisi kanan dan apek pada sisi kiri. Organ ini terletak pada kuadran kanan atas abdomen, yang dilindungi oleh kartilago kostalis.
Fungsi Hati:
a.       Mengubah zat makanan yang diabsorbsi dari usus dan yang disimpan disuatu tempat dalam tubuh, dikeluarkan sesuai dengan pemakaiannya dalam jaringan.
b.      Mengubah zat buangan dan bahan racun untuk diekskresi dalam empedu dan urine.
c.       Menghasilkan enzim glikogenik glukosa menjadi glikogen.
d.      Sekresi empedu, garam empedu dibuat dihati, dibentuk dalam system retikulo endothelium, dialirkan ke empedu.
e.       Pembentukan ureum, hati menerima asam amino yang kemudian diubah menjadi ureum, dikeluarkan dari darah oleh ginjal dalam bentuk urine.
f.       Menyiapkan lemak untuk pemecahan terakhir asam karbonat dan air.
                
5.      Data penunjang
1.      Laboratorium
a)        Pemeriksaan pigmen
1.     urobilirubin direk
2.     bilirubun serum total
3.     bilirubin urine
4.     urobilinogen urine
5.     urobilinogen feses
b)      Pemeriksaan protein
1.     protein totel serum
2.     albumin serum
3.     globulin serum
4.     HbsAG
c)      Waktu protombin
1.      respon waktu protombin terhadap vitamin K
2.      Pemeriksaan serum transferase dan transaminase
3.      AST atau SGOT
4.      ALT atau SGPT
5.      LDH
6.      Amonia serum
d)     Radiologi
1.      foto rontgen abdomen
2.      pemindahan hati denagn preparat technetium, emas, atau rose bengal yang berlabel radioaktif
3.      kolestogram dan kalangiogram
4.      arteriografi pembuluh darah seliaka
b.      Pemeriksaan tambahan
a)      laparoskopi
b)      biopsi hati

6.      Pemeriksaan Penunjang Hepatitis berdasarkan Jenisnya
a.       Pemeriksaan Penunjang Hepatitis A, B, C, D, E, dan G
1)        ASR (SGOT) / ALT (SGPT)
Awalnya meningkat. Dapat meningkat 1-2 minggu sebelum ikterik kemudian tampak menurun. SGOT/SGPT merupakan enzim – enzim intra seluler yang terutama berada dijantung, hati dan jaringan skelet, terlepas dari jaringan yang rusak, meningkat pada kerusakan sel hati.

2)      Darah Lengkap (DL)
SDM menurun sehubungan dengan penurunan hidup SDM (gangguan enzim hati) atau mengakibatkan perdarahan.
3)       Leukopenia
Trombositopenia mungkin ada (splenomegali)
4)      Diferensia Darah Lengkap
Leukositosis, monositosis, limfosit, atipikal dan sel plasma.
5)      Alkali phosfatase
Agaknya meningkat (kecuali ada kolestasis berat).
6)      Feses
a.       Warna tanah liat, steatorea (penurunan fungsi hati)
b.       Albumin Serum
c.       Menurun, hal ini disebabkan karena sebagian besar protein serum disintesis oleh hati dan karena itu kadarnya menurun pada berbagai gangguan hati.
d.      Gula Darah
e.       Hiperglikemia transien / hipeglikemia (gangguan fungsi hati).
f.       Anti HAVIgM
g.      Positif pada tipe A
h.      HbsAG
i.        Dapat positif (tipe B) atau negatif (tipe A)
j.        Masa Protrombin
k.      Mungkin memanjang (disfungsi hati), akibat kerusakan sel hati atau berkurang. Meningkat absorbsi vitamin K yang penting untuk sintesis protombin.
l.        Bilirubin serum
m.    Diatas 2,5 mg/100 ml (bila diatas 200 mg/ml, prognosis buruk, mungkin berhubungan dengan peningkatan nekrosis seluler)
n.      Tes Eksresi BSP (Bromsulfoptalein)
o.      Kadar darah meningkat. BPS dibersihkan dari darah, disimpan dan dikonyugasi dan diekskresi. Adanya gangguan dalam satu proses ini menyebabkan kenaikan retensi BSP.
p.      Biopsi Hati
q.      Menujukkan diagnosis dan luas nekrosis
r.        Skan Hati
s.       Membantu dalam perkiraan beratnya kerusakan parenkin hati.
t.        Urinalisa
u.      Peningkatan kadar bilirubin.
v.      Gangguan eksresi bilirubin mengakibatkan hiperbilirubinemia terkonyugasi. Karena bilirubin terkonyugasi larut dalam air, ia disekresi dalam urin menimbulkan bilirubinuria.

B.       Analisa Data
No
Data
Etiologi
Masalah
1
Ds: Pasien mengatakan bahwa nyeri pada daerah perut kanan atas
Do :
P : Nyeri pada saat ditekan
Q : Seperti ditusuk tusuk
R : Nyeri pada kuadran kanan atas
S : Skala :  6-8
T: Menetap
Pembengkakan hepar
Gangguan rasa nyaman (Nyeri)
2
Do : pasien mengatakan mual tidak nafsu makan
Ds :  klientampak lemah dan lemas, porsi makan tidak habis hanya habis 3 sendok
A : BB turun
B : Hb < 12
C : Konjungtiva anemis
D : Diet makan tinggi serat dan protein


Anoreksia
Nutrisi kurang dari kebutuhan
3
Ds : Pasien mengatakan bahwa dia malas untuk beraktivitas

Do : Tonus Otot   4       4
4   4
-    Aktivitas sehari hari memerlukan bantuan
-    Pasien nampak terkulai lemas di atas tempat tidur
Penurunan kekuatan / ketahanan tubuh
Intoleransi Aktivitas
4
Ds : pasien mengatakan bahwa tubuhnya gatal -gatal
Do : Tanda garukan pada kulit
Gatal sekunder dengan akumulasi garam empedu pada jaringan
Resiko kerusakan integritas kulit
5
Ds :Pasien mengatakan bahwasering muntah
Do :pasien muntah 1x/ lebih sehari
Turgor Kulit kembali > 2 Detik
Mukosa Bibir Kering
Mata Cowong
Konjungtiva Anemis
Mual – muntah
Resiko kekurangan volume cairan
6
Ds : pasien mengatakan tubuhnya panas
a.       Do : suhu tubuh pasien 38,50 C
infasi agen dalam sirkulasi darah sekunder terhadap inflamasi hepar
Hipertermi

C.       Diagnosa Keperawatan
1.        Gangguan rasa nyaman (Nyeri).
2.        Nutrisi kurang dari kebutuhan.
3.        Intoleransi Aktivitas.
4.        Resiko kerusakan integritas kulit.
5.        Resiko kekurangan volume cairan.
6.        Hipertermi.

D.           Intervensi Keperawatan
a.       DX 1          :    Gangguan rasa nyaman (Nyeri).
Tujuan        :    Setelah dilakukan proses keperawatan selama 4 x 24 diharapkan pasien nyeri hilang, dengan
KH :
a.       TTV normal :(TD :110/70 – 120/ 90 mmHg, RR : 16- 20 x/mnt, N : 60-100x/mnt, S : 36,5- 37,50.C ).
b.      Pasien mengungkapkan rasa nyeri berkurang.
c.       Pasien mampu mengendalikan nyeri dengan teknik relaksasi dan distraksi.
d.      Skala nyeri 0-3
e.       Wajah  pasien rileks

Intervensi
Rasional
1)      Kolaborasi dengan individu untuk menentukan metode yang dapat digunakan untuk intensitas nyeri
1)      nyeri yang berhubungan dengan hepatitis sangat tidak nyaman, oleh karena terdapat peregangan secara kapsula hati, melalui pendekatan kepada individu yang mengalami perubahan kenyamanan nyeri diharapkan lebih efektif mengurangi nyeri.
2)      Observasi TTV
2)      Untuk mengetahui keadaan umum klien
3)      Tunjukkan pada klien penerimaan tentang respon klien terhadap nyeri
3.      klienlah yang harus mencoba meyakinkan pemberi pelayanan kesehatan bahwa ia mengalami nyeri.
4)      Berikan informasi akurat dan
a)    Jelaskan penyebab nyeri
b)    Tunjukkan berapa lama nyeri akan berakhir, bila diketahui
4.      klien yang disiapkan untuk mengalami nyeri melalui penjelasan nyeri yang sesungguhnya akan dirasakan (cenderung lebih tenang dibanding klien yang penjelasan kurang/tidak terdapat penjelasan)
5)      Bahas dengan dokter penggunaan analgetik yang tak mengandung efek hepatotoksi
5)      kemungkinan nyeri sudah tak bisa dibatasi dengan teknik untuk mengurangi nyeri.

b.      DX 2          :    Nutrisi kurang dari kebutuhan
Tujuan        :    Setelah dilakukan selama 5 x 24 jam diharapkan nutrisi klien terpenuhi, dengan
KH             :    - Nafsu makan pasien  meningkat
a.       Porsi makan habis
b.      Pasien mampu mengungkapkan bagaimana cara mengatasi malas makan
c.       Pasien tidak lemas
d.      BB naik
INTERVENSI
RASIONAL
Mandiri
1.      Awasi pemasukan diet / jumlah kalori. Berikan makan sedikit dalam frekuensi sering dan tawarkan makan pagi paling besar
1.      Makan banyak sulit untuk mengatur bila pasien anoreksi. Anoreksi juga paling buruk selama siang hari, membuat masukan makanan yang sulit pada sore hari
2.      Berikan perawatan mulut sebelum makan
2.      Menghilangkan rasa tak enak dapat meningkatkan nafsu makan
3.      Anjurkan makan pada posisi duduk tegak
3.      Menurunkan rasa penuh pada abdomen dan dapat meningkatkan nafsu makan
4.      Dorong pemasukan sari jeruk, minuman karbonat dan permen berat sepanjang hari
4.      Bahan ini merupakan ekstra kalori dan dapat lebih mudah dicerna / toleran bila makanan lain ini
Kolaborasi
5.      Konsul pada ahli gizi, dukung tim nutrisi untuk memberikan diet sesuai kebutuhan pasien, dengan masukan lemak dan protein sesuai toleransi
5.      Berguna dalam membuat program diet untuk memenuhi kebutuhan individu. Metabolisme lemak bervariasi tergantung pada produksi dan pengeluaran empedu dan perlunya masukan normal atau lebih protein akan membantu regenerasi hati
6.      Berikan obat sesuai indikasi : Antiematik, contoh metalopramide (Reglan) ; trimetobenzamid (Tigan)
6.      Diberikan ½ jam sebelum makan, dapat menurunkan mual dan meningkatkan toleransi pada makanan.

c.       DX 3        :    Intoleransi Aktivitas.
Tujuan      :    Setelah dilakukan proses keperawatan selama 4 X 24 jam pasien diharapkan mampu beraktivitas dengan baik, dengan
KH :
a.    Tonus otot 5  5
b.    Pasien mampu melakukan aktivitas sendiri
c.    Pasien mampu memenuhi kebutuhannya sendiri

INTERVENSI
RASIONAL
Mandiri
1.      Tingkatkan tirah baring / duduk. Berikan lingkungan tenang; batasi pengunjung sesuai keperluan
1.      Meningkatkan istirahat dan ketenangan. Menyediakan energi yang digunakan untuk penyembuhan. Aktivitas dan posisi duduk tegak diyakini menurunkan aliran darah ke kaki, yang mencegah sirkulasi optimal ke sel hati
2.      Ubah posisi dengan sering. Berikan perawatan kulit yang baik
2.      Meningkatkan fungsi pernafasan dan meminimalkan tekanan pada area tertentu untuk menurunkan resiko kerusakan jaringan
3.      Lakukan tugas dengan cepat dan sesuai toleransi
3.      Memungkinkan periode tambahan istirahat tanpa gangguan
4.      Tingkatkan aktivitas sesuai toleransi, bantu melakukan latihan rentang gerak sendi pasif / aktif
4.      Tirah baring lama dapat menurunkan kemampuan. Ini dapat terjadi karena keterbatasan aktivitas yang mengganggu periode istirahat.
5.      Dorong penggunaan teknik manajemen stres, contoh relaksasi progresif, visualisasi, bimbingan imajinasi, berikan aktivitas hiburan yang tepat, contoh menonton TV, radio, membaca
5.      Meningkatkan relaksasi dan penghematan energi, memusatkan kembali perhatian, dan dapat meningkatkan koping
6.      Awasi terulangnya anoreksia dan nyeri tekan pembesaran hati
6.      Menunjukkan kurangnya resolusi / eksaserbasi penyakit, memerlukan istirahat lanjut, mengganti program terapi
Kolaborasi
7.      Berikan antidot atau bantu dalam prosedur sesuai indikasi (contoh lavase, katarsis, hiperventilasi) tergantung pada pemajanan
7.      Membuang agen penyebab pada hepatitis toksik dapat membatasi derajat kerusakan jaringan
8.      Berikan obat sesuai indikasi : sedatif, agen antiansietas, contoh diazepam (Valium); lorazepam (Ativan)
8.      Membantu dalam manajemen kebutuhan tidur. Catatan : penggunaan berbiturat dan tranquilizer seperti Compazine dan Thorazine, dikontraindikasikan sehubungan dengan efek hepatotoksik
9.      Awasi kadar enzim hati
9.      Membantu menentukan kadar aktivitas tepat, sebagai peningkatan prematur pada potensial risiko berulang

d.      Dx 4 : Resiko kerusakan integritas kulit.
Tujuan : Setelah dilakukan proses keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan
gatal pada pasien hilang.
KH :
a.         Pasien merasa nyaman
b.        Tubuh pasien tidak gatal lagi
c.         Tubuh pasien tidak lecet
Intervensi
Rasional
-          Mulai tindakan kenyamanan :
-          Mandi pancuran dingin
-          Gosokan punggung
-          Air hangat
-          Aktivitas hiburan rendah (membaca, menonton TV, permainan papan)
-          Kompres dingin pada dahi untuk sakit kepala
-          Lingkungan tenang
1.      Tindakan ini meningkatkan istirahat. Istirahat menurunkan kebutuhan energi yang menghasilkan tegangan pada hepar.
2.      Berikan antipiretik yang diresepkan dan evaluasi keefektifan
2.      Untuk mengatasi demam. Demam berhubungan dengan peningkatan kehangatan dan berkeringat saat demam membaik. Hangat disertai dengan lembab meningkatkan rasa gatal.
3.      Pertahankan linen dan pakaian kering
3.      Pakaian basah dari berkeringat adalah sumber ketidaknyamanan
4.      Dorong kunjungan dari keluarga dan teman
4.      Isolasi dapat menyebabkan kebosanan yang mencetuskan depresi dan meningkatkan ketidaknyamanan.
5.      Mulai tindakan untuk menghilangkan puritus :
-          Berikan mandi pancuran dingin
-          Gunakan soda kue atau tepung sagu pada air
-          Hindari sabun alkalin
-          Berikan losin Caladryl
-          Gunakan pakaian yang longgar
-          Pertahankan suhu kamar dingin
5.      Suhu dingin membatasi vasodilatasi jadi menurunkan pengeluaran garam empedu ke permukaan kulit. Soda kue dan sagu membantu menetralkan asam pada permukaan kulit. Sabun alkalin mempunyai efek mengeringkan, yang meningkatkan rasa gatal. Losion Caladryl mengandung antihistamin, benadryl yang juga menetralkan keasaman permukaan kulit, dan menekan ujung saraf sensori yang mencetuskan sensasi gatal
6.      Pertahankan kuku pasien terpotong pendek. Instruksikan pasien menggunakan bantalan jari untuk menggaruk kulit atau menggunakan ujung jari untuk menekan pada kulit bila sangat perlu menggaruk.
6.      Untuk menurunkan resiko kerusakan kulit bila buruk

e.       Dx 5  :  Resiko kekurangan volume cairan.
Tujuan : Setelah dilakukan selama 2 x 24 jam diharapkan volume cairan pasien terpenuhi, dengan
KH :
a.         TTV normal :(TD :110/70 – 120/ 90 mmHg, RR : 16- 20 x/mnt, N : 60-100x/mnt, S : 36,5- 37,50.C ).
b.        Turgor Kulit  kembali < 2 Detik
c.         Mukosa Bibir lembab
d.        Mata tidak Cowong
e.         Konjungtiva tidak Anemis
f.         Muntah tidak terjadi

INTERVENSI
RASIONAL
Mandiri
1.      Awasi masukan dan haluaran, bandingkan dengan berat badan harian. Catat kehilangan melalui usus, contoh muntah dan diare
1.      Memberikan informasi tentang kebutuhan penggantian / efek terapi.
2.      Kaji tanda vital, nadi periver, pengisian kapiler, turgor kulit, dan membran mukosa
2.      Indikator volume sirkulasi  / perfusi
3.      Periksa asites atau pembentukan edema. Ukur lingkar abdomen sesuai indikasi
3.      Menurunkan kemungkinan perdarahan kedalam jaringan
4.      Biarkan pasien menggunakan lap katun / spon dan pembersih mulut untuk sikat gigi
4.      Menghindari trauma dan perdarahan gusi
5.      Observasi tanda perdarahan, contoh hematuria / melena, ekimosis, perdarahan terus menerus dari gusi / bekas injeksi
5.      Kadar protombin menurun dan waktu koagulasi memanjang bila absorbsi vitamin K terganggu pada traktus GI dan sintesis protrombin menurun karena mempengaruhi hati
Kolaborasi
6.      Awasi nilai laboratorium, contoh Hb/Ht, Na+ albumin, dan waktu pembekuan
6.      Menunjukkan hidrasi dan mengidentifikasi retensi natrium / kadar protein yang dapat menimbulkan pembekuan edema. Defisit pada pembekuan potensial beresiko perdarahan
7.      Berikan cairan IV (biasanya glukosa), elektrolit
7.      Memberikan cairan dan penggantian elektrolit

f.       Dx 6 : Hipetermi.
Tujuan: selelah dilakukan tindakan selama 3x24 suhu tubuh Pasien kembali normal, dengan
KH:
a.         Klien tidak mengeluh panas
b.        Suhu tubuh  Normal 36,50 – 37,50C
c.         Keluarga pasien mampu mengatasi panas dengan melakukan kompres hangat.
Intervensi
Rasional
1.      Kaji adanya keluahan tanda – tanda peningkatan suhu tubuh
2.      Berikan kompres hangat pada lipatan ketiak dan femur




3.      Berikan HE kepada keluarga pasien tentang pemberian kompres yang benar
4.      Anjurkan klien untuk memakai pakaian yang menyerap keringat
1.      sebagai indikator untuk mengetahui status hypertermi
2.      menghambat pusat simpatis di hipotalamus sehingga terjadi vasodilatasi kulit dengan merangsang kelenjar keringat untuk mengurangi panas tubuh melalui penguapan
3.      keluarga mampu melakukan kompres kepada pasien secara mandiri
4.      kondisi kulit yang mengalami lembab memicu timbulnya pertumbuhan jamur. Juga akan mengurangi kenyamanan klien, mencegah timbulnya ruam kulit.
BAB IV
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Hepatitis adalah suatu proses peradangan difusi pada jaringan yang dapat disebabkan oleh infeksi virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat-obatan serta bahan-bahan kimia. (Sujono Hadi, 1999). Hepatitis virus dapat dibagi ke dalam Hepatitis A, B, C, D, E. Sedangkan Hepatitis Non Virus : alkohol, obat – obatan, bahan beeracun, akibat penyakit lain.
1.         Hepatitis A : masa inkubasi 14-49 hari, cara penularan melalui fekal oral.
2.         Hepatitis B :masa inkubasi 30-180 hari, cara penularan melalui pereteral.
3.         Hepatitis C :masa inkubasi 15-150 hari, cara penularan melalui pereteral.
4.         Hepatitis D :masa inkubasi 35 hari, cara penularan melalui pereteral.
5.         Hepatitis E :masa inkubasi 14-63 hari, cara penularan melalui fekal oral.

B.       Saran
·      Bagi Mahasiswa
Meningkatkan kualitas belajar dan memperbanyak literatur dalam pembuatan makalah agar dapat membuat makalah yang baik dan benar tentang asuhan keperawatan.
·      Bagi Pendidikan
Bagi dosen pembimbing agar dapat memberikan bimbingan yang lebih baik dalam pembuatan makalah dan asuhan keperawatan selanjutnya.
·      Bagi Kesehatan
Memberikan pengetahuan kepada mahasiswa kesehatan khususnya untuk mahasiswa keperawatan agar mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada pasien hepatitis akut.

DAFTAR PUSTAKA

Charlene J. Reeves, Gayle Roux dan Robin Lackhart. 2001 “Keperawatan Medikal           Bedah”. Jakarta : Salemba Medika

Crowm,Elizabeth J.2001.”Buku Saku Patologi”.alih bahasa Brahm  U.pendit…(et.al):editor Endah P.Jakarta :EGC.

Lynda Juall Carpenito. 2009 “Diagnosis Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinis”.        Jakarta : EGC.

Manjoer A,dkk.2005.”Kapita Selekta Kedokteran”.Jilid 1,Jakarta : Media  Aesculapius.

Price, Sylvia Anderson. 2005 : 485 “Patofisiologi, Konsep Klinis Proses – Proses  Penyakit”. Edisi 6, Vol 1. Jakarta : EGC

Suddarth & Bruner,2001.”Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah”.Edisi 8 volume          2,Jakarta : EGC

Sylvia Anderson Price dan Lorrine Mccarty Wilson. 1981 “Patofisiologi, Konsep   Klinis Proses – Proses Penyakit”. Edisi 2. Jakarta : EGC




No comments:

Post a Comment