Thursday 10 March 2022

PEMBESARAN UDANG VANNAME (Litopenaeus vannamei) SISTEM BIOFLOK DENGAN SKALA RUMAH TANGGA DI USAHA MANDIRI BIOFLOK UDANG VANNAME

 

I PENDAHULUAN

1.1         Latar Belakang

Salah satu tujuan akhir dari pendidikan sarjana (S1) adalah terampil dalam dunia kerja, khususnya di bidang sesuai dengan apa yang dipelajari mahasiswa selama proses perkuliahan. Tetapi dalam proses perkuliahan, materi-materi yang dipelajari kebanyakan masih bersifat teori dan praktek laboratorium. Sehingga mahasiswa belum mempunyai keterampilan yang sinkronis di dunia kerja. Oleh karena itu, mahasiswa diwajibkan untuk magang. Magang inilah yang nanti bertujuan untuk melatih mahasiswa agar terampil di dalam dunia kerja.

Klinik Kompetisi Bidang (KKB) adalah penerapan seseorang mahasiswa/ mahasiswi pada dunia kerja nyata yanag sesungguhnya, yang bertujuan untuk mengembangkan keterampilan dan etika serta untuk mendapatkan kesempatan dalam menerapkan ilmu yang berkaitan dengan kurikulum pendidikan. Pengertian praktik kerja lapangan atau magang adalah salah satu program yang bertujuan untuk mendapatkan pengalaman kerja dalam suatu perusahaan atau intansi pemerintah dan dapat mengimplementasikan teori yang didapat dalam perkuliahan dan mempraktekan ilmu tersebut dalam dunia nyata.

Udang vanname (Litopenaeus vannamei) adalah salah satu spesies udang yang saat ini banyak dikembangkan oleh para pembudidaya udang di Indonesia (Anjasmara dkk., 2018). Udang vanname merupakan udang yang bersifat euryhaline, yaitu udang yang mampu menyesuaikan diri pada kisaran salinitas lebar yang menyebabkan pemeliharaan dapat dilakukan pada media salinitas rendah. Hal tersebut karena pada saat musim penyakit, salinitas diturunkan untuk menghindari terserangnya virus pada udang (Maghfiroh dkk., 2019).

Usaha budidaya udang vanname baru diperkenalkan pada tahun 2000 di Indonesia, sejak turunnya produksi udang windu (Manan and Kharisma, 2012). Alasan utama bagi beralihnya komoditas budidaya udang windu ke udang vanname antara lain adalah performa dan laju pertumbuhan udang windu yang rendah serta kerentanan yang tinggi terhadap penyakit (Mahasri dkk., 2017). Udang vanname merupakan salah satu jenis udang yang sering dibudidayakan. Hal ini disebabkan udang tersebut memiliki prospek dan profit yang menjanjikan (Arsad dkk., 2017). Udang juga merupakan salah satu komoditas pangan perikanan unggulan di pasar global dan domestik. Permintaan pasar yang tinggi belum di imbangi oleh ketersediaan suplai produksi yang ada sekarang. Pada tahun 2013 tercatat bahwa gap antara produksi dengan permintaan udang di dunia sekitar 1.102.631 ton (Afan dkk., 2015). Berdasarkan data sementara statistik Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya bahwa, produksi udang vanname di Indonesia mencapai 284.551 ton. Meskipun tidak signifikan angka produksi udang (SCI) pada tahun 2016 mengalami penurunan menjadi 265.000 ton. Angka tersebut baru mencapai 63,23% dari target produksi pada tahun 2016 sebesar 450.000 ton (Samuria dkk., 2018). Kehadiran varietas udang vanname ini mampu menopang kebangkitan usaha budidaya udang di Indonesia serta membuat investasi di bidang budidaya udang memiliki potensi yang baik untuk dikembangkan (Anjasmara dkk., 2018).

Padat tebar berperan penting dalam kegiatan budidaya untuk menentukan jumlah benur yang akan ditebar dan luas tambak yang akan digunakan (Purnamasari dkk., 2017). Budidaya intensif udang vanname banyak dilakukan oleh pengusaha, umumnya dengan padat tebar tinggi mencapai 500 ekor/m3. Oleh karena itu produksi udang Indonesia dari budidaya terus meningkat setiap tahun dan didominasi oleh udang vanname (Gunarto dkk., 2016).

Manajemen budidaya yang berwawasan lingkungan sangat dibutuhkan untuk saat ini, karena limbah yang dihasilkan oleh kegiatan budidaya perikanan adalah limbah yang berpotensi merusak lingkungan dengan kandungan unsur hara yang tinggi. Teknologi budidaya saat ini memungkinkan pengurangan intensitas pergantian air budidaya atau bahkan tidak memerlukan pergantian air dan juga pengurangan terhadap biaya operasional yaitu dengan penerapan teknologi bioflok (Riani dkk., 2012). Teknologi bioflok merupakan teknologi alternatif dalam budidaya udang yang sedang populer saat ini. Teknik ini mencoba memproses limbah budidaya secara langsung di dalam petak budidaya dengan mempertahankan kecukupan oksigen, mikroorganisme, dan rasio C/N dalam tingkat tertentu. Salah satu probiotik yang dapat membentuk bioflok adalah genera Bacillus sp. (Dahlan dkk., 2019).

 

1.2         Tujuan dan Manfaat KKB

1.2.1        Tujuan KKB

     Tujuan dari praktik lapang II yang akan dilaksanakan adalah:

1.    Melaksanakan teknik pembesaran udang vanname (Litopenaeus vannamei) sistem bioflok dengan skala rumah tangga

2.    Menganalisis performa produktivitas kinerja budidaya

3.    Menghitung analisis finansial pembesaran udang vanname (Litopenaeus vannamei) sistem bioflok dengan skala rumah tangga

1.2.2        Manfaat KKB

            Hasil dari klinik kompetisi bidang ini diharapkan dapat menjadi acuan dan sumber informasi kepada masyarakat mengenai cara pembesaran udang vaname (Litopenaeus vannamei).


 

2            II GAMBARAN UMUM

2.1          Sejarah dan perkembangan Berdirinya Instansi

            Usaha Mandiri Bioflok Udang Vanname merupakan usaha milik pribadi yang bergerak di bidang perikanan dengan spesialis pembesaran udang vanname skala rumah tangga dengan sistem bioflok.

Jarak antara Usaha Mandiri ini dengan jalan raya kota adalah 2,4 km. Sedangkan jarak antara Usaha Mandiri dengan jalan raya provinsi adalah 5 km. Jarak Lokasi dengan jalan raya merupakan hal yang sangat penting dikarenakan dalam melakukan transportasi pembelian benur, pengadaan sarana dan prasarana maupun penjualan hasil panen nantinya melalui jalur darat. Berdasarkan kemudahan dalam jarak tempuh, waktu dan biaya tempuh aksesibilitas Usaha Mandiri Bioflok Udang Vanname ini dikatakan baik.

Visi dan Misi Instansi

2.1.1        Visi

Perikanan bioflok Alue naga adalah sebagai berikut yaitu sebagai pusat pengembangan dan informasi dalam dalam menunjang pembangunan perikanan budidaya ramah lingkungan, berdaya saing, dan berkelanjutan.

2.1.2        Misi

1.      Mengkaji dan menerapkan teknologi budidaya air payau yang sederhana efesien.

2.      Meningkatkan peranan sebagai balai pendamping teknologi dimasyarakat dalam rangka proses alih teknologi.

3.      Meningkatkan kualitas dan kapasitas sumberdaya manusia Pengembangan jenis-jenis komoditas ekonomis spesifik lokasi.

4.      Mewujudkan sentral pengembangan induk udang windu yang unggul.

5.      Mendorong berkembangnya usaha perikanan budidaya air payau yang berwawasan lingkungan dan berkelajutan.

 

 

2.2         Bidang Kegiatan Instansi

Setiap jabatan pada struktur organisasi adalah susunan berbagai komponen atau unit-unit kerja dalam sebuah organisasi yang dibuat untuk menjalankan tugas dan fungsi masing-masing jabatan. Setiap posisi yang ada memegang peranan penting untuk berjalannya kegiatan budidaya maupun manajemen usaha, karena keduanya sangat menentukan keberhasilan produksi udang vanname.

Owner merupakan pemilik usaha mandiri yang memiliki tugas untuk melakukan koordinasi di bidang administrasi keuangan, penyediaan peralatan dan perlengkapan selama produksi berlangsung. Teknisi merupakan seseorang yang dipercayakan oleh owner untuk mengatur dan mengelola kegiatan pemeliharaan pada setiap wadah yang juga membawahi kedua karyawan. Sedangkan karyawan bertugas untuk melakukan kegiatan selama produksi berlangsung seperti pemberian pakan, pemberian molase dan probiotik, pengecekan kualitas air, dan yang lainnya setelah dikoordinasi dengan teknisi


 

3           III METODE PELAKSANAAN

3.1         Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Praktik kerja lapangan dilaksanakan mulai tanggal 08 Juni 2021 hingga 08 Juli 2021 yang berlokasi di Usaha mandiri Bioflok Udang Vanname Alue Naga, Kec. Syiah Kuala, Kab. Banda Aceh, Provinsi Aceh.

3.2         Alat dan Bahan

3.2.1   Alat

Adapun alat dan bahan yang digunakan selama pelaksanaan KKB disajikan pada tabel berikut.

Table 1. Alat dan Bahan yang akan digunakan selama praktek

No.

Alat dan Bahan

Kegunaan

1.

Wadah Pemeliharaan

Sebagai wadah pemeliharaan

2.

Pompa alkon

Sebagai penyalur media dari sumber air ke wadah pemeliharaan

3.

Pompa aerasi

Sebagai penyalur oksigen

4.

Genset

Sebagai pengganti listrik ketika padam

5.

Ancho

Sebagai alat untuk monitoring pertumbuhan, tingkah laku, morfologi secara visual

6.

Timbangan digital

Untuk menimbang pakan pada ancho, dan sampling

7.

Timbangan duduk

Menimbang pakan dan mengukur ketelitian berat udang  saat sampling

8.

Refraktometer

Untuk mengecek salinitas

9,

pH meter

Untuk mengecek pH

10.

DO meter

Untuk mengecek kandungan DO dan suhu

11.

Secchi disk

Untuk mengukur kecerahan

12

Gelas ukur

Untuk menakar jumlah probiotik, molase, dan bahan lainnya serta perhitungan volume flok

13

Benur

Sebaga biota pemeliharaan

14

Probiotik

Sebagai penamah bakteri

15

Molase & Dedak

Sebagai bahan fermentasi air

16

Ragi

Sebagai fermentasi air

17

Kapur dolomit

Menaikkan pH dan membantu biota pada saat pergantian kulit ( moulting )


 

3.2.2        Prosedur Kegiatan KKB

3.2.3        Persiapan

a.   Persiapan wadah

Pengecekan konstruksi wadah adalah salah satu langkah awal yang harus dilakukan. Wadah yang bocor akan menjadi masalah karena udang akan lepas dan wadah dapat terjangkit oleh penyakit yang dibawa oleh carrier. Kebocoran dapat diantisipasi dengan cara penambalan, langkah selanjutnya adalah pencucian wadah (Darmawan, 2008). Wadah pemeliharaan dibersihkan terlebih dahulu menggunakan sabun cuci kemudian dibilas dengan air bersih guna meminimalisir sumber pathogen dari siklus sebelumnya (Safitrah dkk., 2020).

Gambar 1 Persiapan wadah

b.   Pemasangan Aerasi Microbubble

Aerator yang menghasilkan gelembung udara berukuran mikro yang disebut microbubble memiliki keunggulan dibandingkan blower udara konvensional, seperti masa pakai yang lama dalam media dan kelarutan gasnya yang tinggi ke dalam media pemeliharaan (Liu dkk., 2013). Generator microbubble merupakan salah satu alat yang dapat meningkatkan oksigen terlarut di dalam air. Prinsip dari generator microbubble adalah tekanan aliran air dan udara atmosfir ke dalam pompa dan air mengalir keluar dengan gelembung udara berukuran mikro (Deendarlianto dkk., 2015).

c.    Pengisian air

Pengisian air dilakukan setelah seluruh persiapan dasar tambak telah rampung dan air dimasukkan ke dalam tambak secara bertahap. ketinggian air tersebut dibiarkan dalam tambak selama 10 – 14 jam sampai kondisi air benar – benar siap untuk ditebari benih – benih udang. Tinggi air di petak pembesaran di upayakan 120 - 140 cm, Pemasukan air ke petakan pemeliharaan berasal dari petakan tandon yang telah diendapkan dan dilestarikan dari organisme dan hewan pengganggu. Pemasukan air di lakukan dengan menggunakan pompa yang berukuran 8 inchi, dengan ketinggian air 120 cm.

Gambar 2 Pengisian air

d.   Persiapan Media Pemeliharaan

Air diambil dari sumber air yang digunakan dan disalurkan kedalam wadah pemeliharaan dengan ujung inlet yang diberikan waring untuk mencegah kontaminan makro masuk kedalam media pemeliharaan. Kemudian air difermentasi menggunakan dedak halus, ragi roti, probiotik (Bacillus sp) dan sumber karbohidrat sebagai bahan untuk pembentukan flok (Adipu, 2019). Penambahan probiotik (Bacillus sp) ke dalam media budidaya dilakukan seminggu sekali untuk mempertahankan jumlah flok yang ada didalam media pemeliharaan (Dahlan dkk., 2019).

Gambar 3 Persiapan media pemeliharaan

e.    Pembentukan Flok

     Pembentukan flok terjadi pada saat proses fermentasi air bervolume 78,5 m3 dengan menggunakan bahan-bahan yang mengandung bakteri pembentuk flok, serta sumber karbon dan nitrogen. Menurut Adipu (2019) air difermentasi menggunakan dedak halus, ragi roti, probiotik (Bacillus sp.) dan sumber karbohidrat sebagai bahan untuk pembentukan flok. Perbandingan sumber karbon dan sumber nitrogen (C/N ratio) pada pembentukan flok pembesaran udang vaname ini adalah 11 : 1. Pada teknologi budidaya udang pola intensif agar dapat terbentuk bioflok, maka rasio C/N harus ditingkatkan >10:1, kemudian sedikit atau tidak sama sekali dilakukan penggantian air dan diberi aerasi yang kuat dan merata (Gunarto dkk., 2012). Dosis dan jumlah pemberian bahan-bahan fermentasi dapat dilihat pada tabel dibawah.

Tabel 2. Dosis bahan-bahan fermentasi

No

Nama Bahan

Satuan

Dosis

1

Probiotik

ml/m3

6,3

2

Molase

ml/m3

6,3

3

Dedak

g/m3

32

4

Ragi

g/m3

0,3

Bahan-bahan yang telah ditimbang berdasarkan kebutuhan yang telah dihitung dicampurkan dan didiamkan selama 24 jam. Kemudian ditebar secara merata kedalam media pemeliharaan dengan ditambahkan air yang ada pada wadah pemeliharaan untuk mempermudah proses penebaran. Selama proses fermentasi aerasi dihidupkan untuk membantu proses pembentukan flok melalui fermentasi air ini. Proses pembentukan flok dilakukan selama 4 hari sebelum benur ditebar. Fermentasi air dapat dilihat pada gambar 4.

Gambar 4 Fermentasi


 

4           IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1         Penebaran Benur

Penebaran benur dilakukan pada saat pagi atau sore hari untuk menghindari suhu yang terlalu tinggi. Hal ini untuk menghindari stress pada benur. Sebelum ditebar ke media pemeliharaan, benur diaklimatisasi terlebih dahulu dengan cara meletakkan plastik berisi benur ke atas permukaan media pemeliharaan. Proses ini berlangsung sekitar 15 menit. Kemudian masukkan air media kedalam plastik dan benur secara perlahan dikeluarkan dari plastik (Arsad dkk., 2017).

Sampling jumlah benur juga dilakukan untuk mengetahui populasi jumlah benur yang akan ditebar didalam wadah pemeliharaan. Sampling benur dilakukan dengan cara mengambil beberapa kantong plastik benur secara acak kemudian dihitung (Suriawan dkk., 2019)

Gambar 5 Aklimatisasi sebelum penebaran.

4.2         Pengelolaan Pakan

Pakan merupakan faktor yang sangat penting dalam budidaya udang vanname karena menyerap 60-70% dari total biaya operasional. Pemberian pakan yang sesuai kebutuhan akan memacu pertumbuhan dan perkembangan udang vaname secara optimal sehingga produktivitasnya bisa ditingkatkan. Efisiensi penggunaan pakan memerlukan suatu sistem yang dapat membuat pakan tersebut dimanfaatkan seluruhnya oleh udang. Pemberian pakan buatan berbentuk pelet dapat mulai dilakukan sejak benur ditebar hingga udang siap panen. Ukuran dan jumlah pakan yang diberikan harus dilakukan secara cermat dan tepat sehingga udang tidak mengalami kekurangan pakan (underfeeding) atau kelebihan pakan (overfeeding). Pemberian pakan dalam jumlah yang tepat dapat membuat udang tumbuh dan berkembang ke ukuran yang maksimal. Jumlah pakan harus disesuaikan dengan total biomassa udang (Prawira dkk., 2014).

Sumber nutrisi (zat gizi) umumnya diklasifikasikan menjadi lima kategori, yaitu: protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral. Untuk menunjang pertumbuhan dan kelangsungan hidupnya, udang membutuhkan nutrisi secara kualitatif memenuhi persyaratan sesuai dengan kebutuhan udang tersebut. Zat-zat tersebut harus berada dalam makanan yang secara fisiologis berfungsi sebagai sumber zat pengatur kelangsungan hidup (Dewi, 2014).

Pakan yang digunakan selama kegiatan berupa pellet komersial udang dengan kandungan protein 35%. Pemberian pakan dilakukan 4 (empat) kali sehari. Total pakan yang diberikan berkisar 3-4% dari berat total biomasa benur. Kemudian jumlah sumber karbon yang ditambahkan sebanyak 25% dari berat total pakan yang diberikan dan dilakukan pada setiap harinya (Amir dkk., 2018). Kebutuhan nutrisi protein dan lemak untuk udang vanname dapat dilihat pada tabel 1 dan tabel 2.

Tabel 3.Kebutuhan nutrisi protein untuk udang vanname (Van Wyk and Institution, 1999)

Ukuran Udang (gram)

Rekomendasi protein pada pakan (%)

0.002 – 0.25

50

0.25 – 1.0

45

1.0 – 3.0

40

> 3.0

35

 

Tabel 5.Kebutuhan nutrisi lemak untuk udang vanname (Van Wyk and Institution, 1999)

Ukuran Udang (gram)

Rekomendasi protein pada pakan (%)

0.002 – 0.25

15

0.25 – 1.0

9

1.0 – 3.0

7.5

> 3.0

6.5

                  

Gambar 6 pengelolaan

4.3 Teknik pemberian pakan

Teknik pemberian pakan yang dilakukan yaitu pemberian pakan secara manual dengan cara mengelilingi wadah pemeliharaan. Sebelum pakan diberikan terlebih dahulu pakan yang telah ditimbang dicampur dengan probiotik dengan dosis 150 ml/kg pakan yang dilarutkan kedalam 50 ml air. Kemudian pakan diangin-anginkan sampai probiotik terserap kedalam pakan. Setelah itu pakan ditebar secara merata kedalam media pemeliharaan. Persiapan pemberian pakan dapat dilihat pada gambar.

Gambar 7 Pemberian pakan pada anco

4.2.1        Manajemen Kualitas air

     Kegiatan pergantian air tidak dilakukan selama pemeliharaan. Parameter kualitas air yang diamati meliputi suhu, kecerahan, salinitas, pH, nitrat (NO3), dan Dissolve Oxygen (DO) (Pinem, 2020).

 

a.       Suhu[E1] 

Suhu sangat berpengaruh terhadap komsumsi oksigen, pertumbuhan, sintasan udang dalam lingkungan budidaya perairan. Nilai suhu yang didapatkan dalam pemeliharaan harus sesuai dengan kategori yang optimal dalam pertumbuhan dan sintasan udang. Keberhasilan dalam budidaya udang suhu berkisar antara 20-30oC (Sahrijanna, 2017).

b.      Kecerahan

Nilai kecerahan sangat dipengaruhi oleh waktu pengukuran, padatan tersuspensi, keadaan cuaca, kekeruhan dan ketelitian orang yang melakukan pengukuran. Rendahnya nilai kecerahan yang diperoleh selama pengukuran berpengaruh terhadap proses fotosintesis di dalam media (Sahrijanna and Sahabuddin, 2014).

c.       Salinitas

Salinitas merupakan salah satu parameter lingkungan yang mempengaruhi proses biologi dan secara langsung akan mempengaruhi kehidupan organisme antara lain yaitu mempengaruhi laju pertumbuhan, jumlah makanan yang dikonsumsi, nilai konversi makanan, dan daya sintasan. Udang vanname dapat hidup pada kisaran 0,5-45 gr/L namun udang vanname dapat tumbuh dengan baik dan optimal pada kisaran kadar garam 15-25 gr/L (Utami, 2016).

d.      pH

Untuk standar budidaya udang vaname berkisar 7,5-8,5. Untuk menaikkan nilai pH pada media pemeliharaan biasanya deberikan kapur dolomite (Multazam and Hasanuddin, 2017).

e.       Nitrit (NO2-)

Nitrit merupakan produk peralihan dari amoniak yang merupakan hasil nitrifikasi bakteri pada amonia atau proses denitrifikasi pada nitrat, maka konsentrasi nitrit juga berfluktuasi (Gunarto et al., 2016). Kandungan nitrit yang dapat ditoleransi oleh udang vaname berkisar 0 –1 mg/L (Dahlan et al., 2017).

f.       Dissolve Oxygen (DO)

Oksigen merupakan parameter kualitas air yang berperang langsung dalam proses metabolismebiota air khususnya udang. Ketersediaan oksigen terlarut dalam badan air sebagai faktor dalam mendukung pertumbuhan, perkembanagan dan kehidupan udang (Fuady and Nitisupardjo, 2013)

4.2.2        Monitoring Pertumbuhan

Monitoring pertumbuhan adalah pengamatan terhadap udang untuk mengetahui pertumbuhannya dalam petakan tambak secara individu, populasi dan biomassa yang dilakukan secara periodik. Pengamatan dilakukan dengan pengambilan contoh (sample), pemeriksaan udang di ancho (feeding try) dan sampling dengan menggunakan jala. Sampling udang vanname dilakukan dengan dua cara, yaitu sampling dengan menggunakan ancho dan sampling menggunakan jala (Wardiyanto and Supono, 2017).

Gambar 8 Monitoring perubahan

4.2.3        Kontrol pakan ( di ancho )

            Ancho adalah alat komunikasi harian antara teknisi dengan udang dalam hal jumlah pakan, nafsu makan, ukuran udang,jumlah udang,kesehatan udang,  sehingga ancho harus bagus dan tempatnya yang datar. Pada umur 25 hari pakan di ancho diberi dan dikontrol 2 jam setelah pemberian. Apabila pakan di ancho tidak habis saat dilakukan pengontrolan maka pakan harus dikurangi. dan apabila saat dilakukan pengecekan pakan di ancho habis, maka untuk pemberian berikutnya pakan ditambah.

Gambar 9 Pengontrolan pakan di anco

     Pengontrolan pakan dilakukan dengan pengecekan anco pada wadah pemeliharaan. Penggunaan anco bertujuan untuk mengontrol nafsu makan serta penyakit pada udang. Pengecekan anco dilakukan untuk melihat pakan sesuai sesuai kebutuhan udang atau tidak agar dapat dilakukan penambahan atau pengurangan pada pakan.

Pengontrolan pada anco dilakukan pada DOC 31 hari. Pakan yang diberikan pada anco sebanyak 1% dari total pemberian pakan pada saai itu. Hal ini sesuai dengan pendapat Subyakto dkk., (2009) yang menyatakan bahwa untuk mengetahui nafsu makan udang dilakukan kontrol pakan melalui anco yang diberi pakan sebanyak 1 % dari total pakan yang diberikan. Pemberian pakan pada anco dilakukan setelah pemberian pakan selesai. Waktu pengecekan ancho dilakukan 1,5 jam setelah pemberiaan pakan pada anco.

Hasil dari pengecekan anco dapat menentukan apakah pakan tersebut ditambah atau dikurangi sesuai dengan nafsu makan udang pada saat itu. Penambahan dan pengurangan pakan dilihat berdasarkan sisa pakan yang ada pada anco setelah dilakukan pengecekan. Penentuan dosis pakan selanjutnya dapat dilihat pada tabel dibawah.

Tabel 5 Persentase penambahan dan pengurangan pakan

No

Sisa Pakan di Anco

Persentase Pakan

1

Habis

Ditambah 5%

2

Sisa sedikit

Tetap

3

Sisa banyak

Dikurangi 20%

 

Berdasarkan tabel diatas, penambahan dan pengurangan pakan bisa dilihat dari berapa banyak persentasi jumlah pakan yang tersisa di anco, karena nafsu makan udang dapat terlihat sehingga dapat dijadikan acuan untuk dilakukan penambahan atau pengurangan pada pakan yang akan diberikan.

            Pemberian pakan diberikan setelah benur ditebar atau DOC 1. Frekuensi pakan diberikan sebanyak 4 kali sehari yaitu pada jam 07.00, 12.00, 17.00 dan 22.00 WIB.  Hal ini sesuai dengan pendapat Subyakto dkk., (2009) yang menyatakan bahwa pakan dengan kadar protein 35 – 40 % diberikan dengan cara ditebar merata dengan frekuensi pemberian 4 kali sehari.

4.2.4        Sampling

     Monitoring pertumbuhan dilakukan setiap 10 hari sekali dimulai pada saat udang memasuki DOC 30 dengan cara sampling. Sampling yang digunakan adalah sampling anco dikarenakan sistem budidaya yang dilakukan menggunakan kolam bundar dengan padat tebar yang tinggi sehingga dapat mencegah tingkat stress pada udang yang tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Wardiyanto dan Supono (2017) yang menyatakan bahwa pengamatan dilakukan dengan pengambilan contoh (sample), pemeriksaan udang di ancho (feeding try) dan sampling dengan menggunakan jala. Sampling udang vanname dilakukan dengan dua cara, yaitu sampling dengan menggunakan ancho dan sampling menggunakan jala. Udang yang tertangkap kemudian ditimbang dan dihitung jumlahnya untuk mendapatkan ABW, ADG, Biomassa, populasi, dan SR. Sampling juga dilakukan untuk mengontrol nafsu makan dan juga mengontrol kondisi kesehatan udang. Sampling udang dapat dilihat pada gambar.

4.3         Pengendalian Hama dan Penyakit

Hama yang ditemukan selama praktik yaitu teritip yang menempel pada dinding serta dasar wadah. Hama tersebut masuk kedalam wadah pemeliharaan dikarenakan kurangnya perlakuan biosecurity seperti pemasangan waring pada pipa inlet pada saat pemasukan air media yang diambil langsung dari laut. Hal ini bertentangan dengan pendapat Novitasari dkk., (2016) yang menyatakan bahwa pemasangan filter pada saluran inlet dapat mencegah masuknya partikel-partikel yang dapat membahayakan biota. Kemudian tidak adanya perlakuan treatment untuk mensterilkan media budidaya juga menyebabkan masuknya hama tersebut dan berkembang selama proses pemeliharaan berlangsung. Hal ini dapat menyebabkan persaingan makanan serta oksigen dengan biota yang dipelihara.

Penerapan biosecurity yang dilakukan pada unit usaha mandiri ini meliputi pemagaran sekeliling tambak dan pemasangan paranet diatas wadah pemeliharaan tetapi penerapan biosecurity ini tidak dilakukan secara maksinal.

4.3.1        Panen

     Udang yang telah dipanen diangkut menuju meja penyortiran. Kemudian dilakukan sortasi sesuai dengan kriteria udang yang baik dan dilakukan penentuan size. Selanjutnya udang ditimbang dan diangkut untuk dimasukkan kedalam cool box. Untuk menjaga udang tetap dalam kondisi segar, maka cool box diberi es secara berlapis. Hal ini sesuai dengan pendapat Rosyidah dkk., (2020) yang menyatakan bahwa selain cool box, dibutuhkan es untuk menjaga kualitas udang. Dengan penambahkan es dalam coolbox tersebut tidak hanya menjaga kualitas udang, juga dapat menaikkan bobot udang. Penyimpanan udang di coolbox dengan menambahkan es di dalamnya, disimpan selama kurun waktu 3 hari. Pasca panen tidak dilakukan secara maksimal dikarenakan udang yang telah dipanen tidak dimasukkan kedalam blong yang berisi air yang sudah diturunkan suhunya dan tidak dilakukan pencucian dengan air tawar terlebih dahulu. Hal ini dapat menyebabkan udang mengalami rigor mortis dan mempercepat proses pembusukan. Pasca panen dapat dilihat pada gambar 10.

 

Gambar 10 Pasca Panen

4.3.2        Identifikasi Masalah dengan Diagram Fishbone

     Terdapat beberapa faktor penyebab penurunan performansi kinerja budidaya di Usaha Mandiri Bioflok Udang Vanname yang mengakibatkan pertumbuhan yang lambat. Dalam hal ini perlunya dilakukan identifikasi masalah menggunakan fishbone analysis. Penyebab utama terjadinya penurunan performansi budidaya diakibatkan oleh faktor manusia, material, peralatan dan mesin, serta pelaksanaan metode. Indikator dan sebab akibat permasalahan dapat dilihat pada tabel.

Tabel 6. Indikator dan sebab akibat permasalahan

No

Indikator

Sebab

Akibat

1

Manusia

Kurangnya penerapan tentang cara budidaya ikan yang baik Tidak terpantaunya masalah pada pertumbuhan

 

Proses pemeliharaan tidak dilakukan secara maksimal

Ukuran udang tidak seragam

 

2

Material

Benur tidak bersertifikat

Pertumbuhan udang tidak seragam

Pertumbuhan lambat, mudah terserang penyakit

Size akhir tinggi dan tidak mencapai target

 

 

 

 

3

Peralatan dan mesin

Kurangnya biosecurity

 

 

Masuknya hama berupa teritip dan mikroorganisme lain yang dapat menyebabkan persaingan pakan dan oksigen

Kurangnya alat pengecekan kualitas air

 

Tidak terpantaunya tingkat kualitas air yang ada pada media yang merupakan faktor penting dalam pemeliharaan

 

4

Pelaksanaan metode

Kurangnya pengetahuan teknik sampling

 

Sampel dan hasil sampling yang didapatkan tidak akurat

 

Tidak adanya SOP tertulis

Kegiatan yang dilaksanakan tidak terstruktur

 

Berdasarkan aspek diatas terdapat beberapa faktor penyebab penurunan performansi kinerja budidaya di Usaha Mandiri Bioflok Udang Vanname yang berakibat pada banyaknya udang yang tidak dapat terjual disaat panen dikarenakan undersize yang menyebabkan ABW ( Average Body Weight) dan SR tidak mencapai target. Ukuran udang yang tidak seragam dapat dilihat pada gambar 11.

Gambar 11 Ukuran udang tidak seragam

Dari aspek manusia tentang kurangnya penerapan cara budidaya ikan yang baik (CBIB) serta tidak terpantaunya masalah pada pertumbuhan, menyebabkan proses pemeliharaan dilakukan secara tidak maksimal dan optimal dan menyebabkan tidak diketahuinya pertumbuhan udang yang tidak seragam. Dari aspek material tentang pembelian benur yang tidak bersertifikat menyebabkan pertumbuhannya yang lambat sehingga pada hasil akhir setelah panen banyaknya udang yang berada pada ukuran undersize yang mengakibatkan ABW serta SR tidak mencapai target. Dari aspek pelaksaan metode tentang kurangnya pengetahuan teknik sampling dan tidak adanya SOP tertulis menyebabkan sampel dan hasil sampling yang tidak akurat serta kegiatan yang dilakukan tidak terstruktur dan menyebabkan tidak terkontrolnya ukuran udang yang tidak seragam.

Usulan pemecahan masalah yang dilakukan untuk memperbaikinya yaitu:

1.    Melakukan training dan pelatihan kepada pihak budidaya tentang pentingnya SOP, pengetahuan budidaya dan tindakan penerapan biosecurity.

2.    Diharapkan benur yang ditebar haruslah memiliki sertifikat agar dari awal kita sudah mengetahui kondisi benur tersebut apakah sehat atau tidak sehingga dapat mencegah terjadinya pertumbuhan yang lambat dan ukuran yang tidak seragam.

3.    Diharapkan meningkatkan penerapan biosecurity terutama pada saat pemasukan     media pemeliharaan melalui pipa inlet untuk mencegah masuknya kontaminan yang dapat mengganggu proses pemeliharaan.


 

5           V PENUTUP

5.1         Kesimpulan

1. Teknik pembesaran udang vanname (Litopenaeus vannamei) sistem bioflok dengan padat tebar tinggi skala rumah tangga tidak dilakukan secara optimal sehingga pada akhir pemeliharaan Average Body Weight (ABW) dan Survival Rate (SR) tidak dapat mencapai target yang telah ditetapkan sebelumnya.

2. Performasi produktivitas kinerja budidaya meliputi populasi, biomassa, Survival Rate (SR), Food Convertion Ratio (FCR), Average Body Weight (ABW), dan Average Daily Growth (ADG). Performansi produktifitas tidak dapat mencapai target Average Body Weight (ABW) dan Survival Rate (SR). ABW pada target adalah 17 g/ekor sedangkan hasil yang didapatkan adalah 14,3 g/ekor pada kolam 1 dan 14,7 g/ekor pada kolam 2. SR pada target adalah 80 – 90% sedangkan SR yang didapatkan pada kolam 1 adalah 42% dan kolam 2 45%.

5.2         Saran

Dilakukannya penerapan perbaikan pada sumber benur dimana sumber benur yang ditebar pada umumnya memiliki sertifikat agar dari awal kita sudah mengetahui kondisi benur tersebut apakah sehat atau tidak sehingga dapat mencegah terjadinya pertumbuhan yang lambat dan ukuran yang tidak seragam. Serta diharapkan meningkatkan penerapan biosecurity terutama pada saat pemasukan media pemeliharaan melalui pipa inlet untuk mencegah masuknya kontaminan yang dapat mengganggu proses pemeliharaan

 


 

6           DAFTAR PUSTAKA

Adipu, Y., 2019. Profil Kualitas Air Pada Budidaya Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) Sistem Bioflok Dengan Sumber Karbohidrat Gula Aren. J. MIPA 8, 122–125.

Afan, N., Hidayat, T., Budiraharjo, E., 2015. Analisa Kelayakan Usaha Budidaya Udang Vaname (Litopaneaus vannamei) Pada Tambak Intensif (studi kasus Kewirausahaan Tambak Udang di Desa Blendung, Kecamatan Ulujami, Kabupaten Pemalang). Engineering 6.

Amir, S., Setyono, B.D., Alim, S., Amin, M., 2018. Aplikasi Teknologi Bioflok Pada Budidaya Udang Vaname (Litopenaeus vannamei). Pros. Konf. Nas. Pengabdi. Kpd. Masy. Dan Corp. Soc. Responsib. PKM-CSR 1, 660–666.

Andriyanto, F., Efani, A., Riniwati, H., 2014. Analisis Faktor-faktor Produksi Usaha Pembesaran Udang Vanname (Litopenaeus vannamei) di Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan Jawa Timur. Pendekatan Fungsi Cobb-Douglass. ECSOFiM Econ. Soc. Fish. Mar. 1.

Anjasmara, B., Julyantoro, P.G.S., Suryaningtyas, E.W., 2018. Total bakteri dan kelimpahan vibrio pada budidaya udang vannamei (Litopenaeus vannamei) sistem resirkulasi tertutup dengan padat tebar berbeda. Curr. Trends Aquat. Sci. 1, 1–7.

Antika, M., Mudzakir, A. K., & Boesono, H. 2014. Analisis Kelayakan Finansial Usaha Perikanan Tangkap Dogol di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Ujung Batu Jepara. Journal of Fisheries Resources Utilization Management and Technology, 3(3), 200–207.

Arsad, S., Afandy, A., Purwadhi, A.P., Saputra, D.K., Buwono, N.R., 2017. Studi Kegiatan Budidaya Pembesaran Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) Dengan Penerapan Sistem Pemeliharaan Berbeda [Study of vaname shrimp culture (Litopenaeus vannamei) in different rearing system]. J. Ilm. Perikan. Dan Kelaut. 9, 1–14.

Bose, T.K., 2012. Application Of Fishbone Analysis For Evaluating Supply Chain and Business Process-a Case Study On The St James Hospital. Int. J. Manag. Value Supply Chains IJMVSC 3, 17–24.

Brunet, A.P., New, S., 2003. Kaizen in japan: An empirical study. Int. J. Oper. Prod. Manag.

Chen, J.K., 2018. A novel kaizen technique for service quality case study in educational organization. TQM J.

Dahlan, J., Hamzah, M., Kurnia, A., 2019. Pertumbuhan udang vaname (Litopenaeus vannamei) yang dikultur pada sistem bioflok dengan penambahan probiotik. JSIPi J. Sains Dan Inov. Perikan. J. Fish. Sci. Innov. 1.

Darmawan, B.D., 2008. Pengaruh Pemupukan Susulan Terhadap Kualitas Media dan Proses Budidaya Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) Pada Tambak Tradisional PLU. Akuatik J. Sumberd. Perair. 2.

Diatin, I., Kusumawardany, U., 2010. Analisis Kelayakan Finansial Perluasan Tambak Budidaya Udang Vaname di Cantigi Indramayu Financial Analysis Of Pond Area Extension In Pacific White Shrimp Culture at Cantigi Indramayu. J. Akuakultur Indones. 9, 77–83.

Fathurohman, F., 2015. Analisis Peluang Pembudidaya Udang Vannamei di Daerah Serang Banten (Kp. Pegadungan, Desa Tenjo Ayu, Kec. Tanara Kabupaten Serang). PUBLIK 11, 81–94.

Fuady, M.F., Nitisupardjo, M., 2013. Pengaruh Pengelolaan Kualitas Air Terhadap Tingkat Laju Pertumbuhan Udang Vaname (Litopenaeus  vannamei) Di PT. Indokor Bangun Desa, Yogyakarta. Manag. Aquat. Resour. J. 2, 155–162.


 

7           LAMPIRAN

Lampiran 1. Foto saat pelaksanaan KKB

No

FOTO

Nama Alat/ Kegiatan

 

 

1

 

 

 

 

Wadah pemeliharaan

 

 

2.

 

 

 

 

Saluran pemasukan air

 

 

3.

 

 

 

 

Saluran pemasukan

 

 

4.

 

 

 

 

 

Timbangan untuk timbang vitamin

 

 

 

5.

 

 

 

 

Pengisian air

 

 

6.

 

 

 

 

Bahan fermentasi

 

 

7

 

 

Aklimatisasi sebelum penebaran

 

 

8.

 

 

 

 

Pengukuran pakan

 

 

 

9.

 

 

 

 

 

Penyimpanan pakan

 

 

10.

 

 

Timbangan

 

 

11.

 

 

 

 

 

 

Sampling udang

 

 

 

 

12.

 

 

 

 

 

 

 

 

Pasca panen

 

 

 

13.

 

 

 

 

 

Penyortiran

 

 

12

 

 

 

 

 

penimbangan

 

 

 

13

 

 

 

 

 

Ukuran udang tidak seragam



SURAT PERNYATAAN KEASLIAN LAPORAN MAGANG

Yang bertanda tangan dibawah ini, saya :

Nama Mahasiswa : Adi Mahdi Nurjaman

N.I.M : 2009 – 12 – 020

Program Studi : S1. Teknik Mesin

Peguruan Tinggi : Sekolah Tinggi Teknik - PLN

Judul Laporan       : Proses Pembuatan Gambar Bukaan Dan Cutting Plan

Di Pt. Kokoh Semesta

menyatakan bahwa laporan magang ini merupakan karya ilmiah saya sendiri dan

bukan merupakan tiruan, salinan atau duplikasi dari laporan magang yang telah

dipergunakan untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknik Mesin baik dilingkungan

Sekolah Tinggi Teknik – PLN maupun diperguruan tinggi lain, serta belum pernah

dipublikasikan.

Pernyataan ini dibuat dengan penuh kesadaran dan rasa tanggung jawab serta

bersedia memikul segala resiko jika ternyata pernyataan diatas tidak benar.

Jakarta, 19 Agustus 2013

( Adi Mahdi Nurjaman )

2009 – 12 – 020

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN LAPORAN MAGANG

Yang bertanda tangan dibawah ini, saya :

Nama Mahasiswa : Adi Mahdi Nurjaman

N.I.M : 2009 – 12 – 020

Program Studi : S1. Teknik Mesin

Peguruan Tinggi : Sekolah Tinggi Teknik - PLN

Judul Laporan       : Proses Pembuatan Gambar Bukaan Dan Cutting Plan

Di Pt. Kokoh Semesta

menyatakan bahwa laporan magang ini merupakan karya ilmiah saya sendiri dan

bukan merupakan tiruan, salinan atau duplikasi dari laporan magang yang telah

dipergunakan untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknik Mesin baik dilingkungan

Sekolah Tinggi Teknik – PLN maupun diperguruan tinggi lain, serta belum pernah

dipublikasikan.

Pernyataan ini dibuat dengan penuh kesadaran dan rasa tanggung jawab serta

bersedia memikul segala resiko jika ternyata pernyataan diatas tidak benar.

Jakarta, 19 Agustus 2013

( Adi Mahdi Nurjaman )

2


 [E1]Di ketik rata kiri, cek yang lainnya

No comments:

Post a Comment