Sunday 24 October 2021

MAKALAH PROSES PEMBUATAN PUPUK DMA

 

DAFTAR ISI

 

 

KATA PENGANTAR........................................................................................... i

DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii

 

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 1

A.    Latar Belakang............................................................................................. 1

 

BAB II PEMBAHASAN....................................................................................... 2

A.    Pengertian DMA.......................................................................................... 2

B.    Pemanfaatan Pestisida dalam Pertanian....................................................... 3

C.    Herbisida...................................................................................................... 4

D.    Klasifikasi Herbisida.................................................................................... 5

 

BAB III PENUTUP............................................................................................. 10

A.    Kesimpulan................................................................................................. 10

 

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 11

 

 


BAB I

PENDAHULUAN

 

A.    Latar Belakang

Salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhna dan perkembangan tanaman budidaya adalah keberadaan gulma. Gulma merupakan tumbuhan yang tumbuh pada tempat yang tidak dikehendaki oleh petani, karena akan merugikan petani baik langsung maupun tidak langsung. Dalam sistem pertanian, gulma tidak dikehendaki karena dapat menimbulkan banyak kerugian antara lain yaitu menurunkan hasil, menurunkan mutu, sebagai tanaman inang hama dan penyakit, menimbulkan keracunan bagi tanaman pokok seperti allelopati. Keberadaan gulma dengan jumlah populasi cukup tinggi mengakibatkan kerugian besar bagi petani sehingga perlu dikendalikan.

Pengendalian gulma dapat dilakukan secara preventif, manual, kultur teknis, biologi, hayati, terpadu dan kimia dengan menggunakan herbisida. Pengendalian gulma dengan cara menggunakan herbisida banyak diminati terutama untuk lahan pertanian yang cukup luas. Hal tersebut dikarenakan herbisida lebih efektif membunuh dan mengendalikan gulma tanaman tahunan dan semak belukar serta meningkatkan hasil panen pada tanaman pokok dibandingkan dengan penyiangan biasa. Sehingga dalam mengaplikasikan herbisida pada tanaman budidaya diperlukan pengetahuan tentang klasifikasi herbisida, respon morpologi dan biokimia terhadap herbisida.


BAB II

PEMBAHASAN

 

A.    Pengertian DMA

DMA 6 merupakan herbisida sistemik selektif purna tumbuh yang berbentuk larutan dalam air berwarna coklat muda,sangat efektif untuk mengendalikan gulma di pertanaman padi, karet, teh dan tebu.

Herbisida ini sudah tidak diragukan untuk tanaman padi sawah. yang berguna menberantas Gulma Daun Lebar (Broadleaf) and teki tekian di sawah. juga sangat bagus untuk Campuran ke Glyphosate dan Paraquat. dapat digunakan pada tanaman: karet, padi, tebu, teh

Bahan aktif herbisida sistemik dapat diserap dan ditranslokasikan ke seluruh bagian atau jaringan guma, mulai dari daun sampi keperakaran atau sebaliknya. Reaksi kematian gulma terjadi sangat lambat karena proses kerja bahan aktif herbisida sistemik tidak langsung mematikan jaringan tanaman yang terkena, namun bekerja dengan cara menganggu proses fiologis jaringan tersebut.

Efek kematian terjadi hampir merata keseluruh bagian gulma, mulai dari bagian daun sampai perakaran engan demikian proses petumbuhan embali uga terjadi sangat lambat sehingga rotasi pengendalian dapat lebih lama ( panjang ). Pengunaan herbisida sistemik secara keseluruhan dapat menghemat waktu, tenaga kerja, dan biaya aplikasi.

Herbisida sistemik dapat digunakan pada semua jenis aat semprot. Termauk sistem ULV ( mikron herbi), karen penyebaran bahan aktif keseuruh gulma memerlukan sedikit pelarut. Contoh – contoh herbisida sistemik adalah sebagai berikut: Ally 20 WDG, Banvel, Basmilang, DMA 6, Kleenup, Polaris, Rhodiamine, Roundup, Starane, Sunup, Tordon, Touchdown. Pada praktikum kali ini hebisida sistemik menggunakan Roundop bahan aktif ; Isapropilamina glifosat 486 g/l , Roundop 486 SL dengan teknologi biorsorb adalah herbisid puma tumbuh

 

sistemik berbentuk larutan dalam air bewarna kekuningan , olah tanah, kedelai tanpa olah tanah dan padi gogo tanpa olah tanah serta memacu kemasalahan dan meningkatkan kualitas wira pada tanaman tebu

Perubahan yang terjadi pada pemakaian herbisida sistematik pada gulma adalah pemakaian herbisida sistemik yang apat mematikan gulma oleh karena itu ada pengurangan jenis gulma yang agak berkurang. Tergantung dari reaksi gulma tersebut dan adanya pemakaian dosis yang  pada  takaran  tertentu  tergatunng  dari gulma sasaran , tanamannya, dan pemakaian roundup per liter terhadap lahan luasnya perhektar.

 

B.     Pemanfaatan Pestisida dalam Pertanian

Pestisida merupakan senyawa kimia yang digunakan untuk menjaga tanaman dari organisme pengganggu tanaman. Berdasarkan cara kerjanya pestisida dapat digolongkan menjadi pestisida kontak, fumigan, sistemik dan lambung. Berdasarkan jenis sasarannya pestisida dapat digolongkan antara lain sebagai : insektisida, fungisida, rodentisida, herbisida, bakterisida, dan lain-lain. Di antara sejumlah pestisida yang banyak digunakan dalam pertanian adalah herbisida.

Pemberantasan gulma banyak dilakukan petani dengan menggunakan herbisida, namun penggunaan herbisida seringkali menimbulkan masalah bila senyawa kimiawi tersebut tersisa di dalam tanah yang semakin lama penggunaan semakin terakumulasi dalam tanah. Menurut Adi, A. (http://www.litbang.deptan.go.id) menerangkan bahwa di Jawa barat, Jawa tengah dan jawa Timur telah terpapar residu herbisida. Selanjtnya diterangkan bahwa di Jawa Barat residu parakuat mencapai kisaran 0,0016 sampai 0,0025 ppm, oksadiazon mencapai kisaran 0,0011 sampai 0,0023 ppm, dan 2,4-D mencapai 0,0014 sampai dengan 0,0025 ppm serta residu glifosat mencapai kisaran 0,0009 sampai dengan 0,0012 ppm. Sementara di Jawa Tengah ditemukan herbisida pada tanah sawah di Rembang, Klaten, Bantul, Cilacap, Kebumen, Banyumas, Brebes dan Pemalang, berupa MCPA berkisar antara 0,0010 sampai 0,0046 ppm, parakuat berkisar antara 0,0128 sampai dengan 0,0216 ppm, metil metsulfuron berkisar antara 0,0010 sampai 0,0046 ppm dan glifosat berkisar antara 0,0004 sampai 0,0125 ppm. Selanjutnya di Jawa Timur ditermukan parakuat, glifosat, oksadiazon, DMA, metil metsulfuron. Residu parakuat mencapai kisaran 0,0024 sampai 0,0045 dan tanah sawah di Ngawi, Magetan, Madiun, Nganjuk, Malang dan Pasuruan mencapai kisaran 0,0031 sampai 0,0074 ppm.

 

C.    Herbisida

Herbisida merupakan suatu bahan atau senyawa kimia yang digunakan untuk menghambat pertumbuhan atau mematikan tumbuhan gulma. Herbisida ini dapat mempengaruhi satu atau lebih proses-proses (seperti pada proses pembelahan sel, perkembangan jaringan, pembentukan klorofil, fotosintesis, respirasi, metabolisme nitrogen, aktivitas enzim dan sebagainya) yang sangat diperlukan tumbuhan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Herbisida bersifat racun terhadap gulma atau tumbuhan penganggu juga terhadap tanaman yang dibudidayakan.

Herbisida berasal dari senyawa kimia organik maupun anorganik atau berasal dari metabolit hasil ekstraksi dari suatu organisme. Herbisida bersifat racun terhadap gulma atau tumbuhan pengganggu, juga terhadap tanaman. Herbisida yang diaplikasikan dengan dosis tinggi akan mematikan seluruh bagian tumbuhan. Namun pada dosis yang lebih rendah, herbisida akan membunuh tumbuhan tertentu dan tidak merusak tumbuhan yang lainnya.

Menurut Sukman dan Yakup (1991) terdapat beberapa keuntungan menggunakan herbisida diantaranya : dapat mengendalikan gulma sebelum mengganggu tanaman budidaya, dapat mencegah kerusakan perakaran tanaman yang dibudidayakan, lebih efektif dalam membunuh gulma, dalam dosis rendah dapat berperan sebagai hormon tumbuh, dan dapat meningkatkan produksi tanaman budidaya dibandingkan dengan perlakuan pengendalian gulma dengan cara yang lain. Pemakaian suatu jenis herbisida secara terus menerus akan membentuk gulma yang resisten sehingga akan sulit mengendalikannya.

 

 

D.    Klasifikasi Herbisida

1.      Berdasarkan Waktu Aplikasi

Herbisida yang digunakan dalam pengendalian gulma pada lahan pertanian menurut waktu aplikasinya dibedakan menjadi :

a.       Herbisida pra-pengolahan tanah, adalah herbisida yang diaplikasikan pada lahan sebelum lahan tersebut diolah dan ditumbuhi gulma dengan tujuan membersihkan lahan sebelum dilakukannya pengolahan tanah, contohnya adalah herbisida dengan bahan aktif paraquat.

b.      Herbisida pra-tanam, adalah herbisida yang diaplikasikan pada lahan setelah dilakukan pengolahan tanah dan sebelum  lahan  tersebut  ditanami tanaman budidaya dengan tujuan mengendalikan serta mencegah biji maupun organ perbanyakan vegetatif gulma lainnya yang muncul berkat proses pembalikan tanah ke permukaan tumbuh di lahan, contohnya adalah herbisida dengan bahan aktif EPTC dan triazin.

c.       Herbisida pra-tumbuh, adalah herbisida yang diaplikasikan setelah lahan ditanami, namun sebelum tanaman dan gulma tumbuh di lahan tersebut dengan tujuan menekan pertumbuhan gulma yang akan tumbuh bersamaan dengan tumbuhnya tanaman budidaya, contohnya herbisida dengan bahan aktif nitralin.

d.      Herbisida pasca tumbuh, adalah herbisida yang diaplikasikan pada lahan setelah tanaman yang dibudidayakan tumbuh di lahan tersebut dengan tujuan menekan keberadaan gulma setelah tanaman yang dibudidayakan tumbuh, contohnya adalah herbisida dengan bahan aktif propanil, glyphosate, dan dalapon.

2.      Berdasarkan Cara Kerja

Herbisida juga dapat digolongkan berdasarkan cara kerja, selektifitas, dan sifat kimianya. Berdasarkan cara kerjanya herbisida yang digunakan untuk mengendalikan gulma secara kimia pada lahan pertanian dibedakan menjadi :

a.       Herbisida kontak, herbisida kontak adalah herbisida yang langsung mematikan jaringan-jaringan atau bagian gulma yang terkena langsung (kontak) larutan herbisida, terutama bagian gulma yang berwarna hijau. Herbisida jenis ini bereaksi sangat cepat dan efektif jika digunakan untuk memberantas gulma yang masih hijau, serta gulma yang masih memiliki sistem perakaran tidak meluas. Salah satu contoh cara kerja herbisida kontak adalah dengan cara menghasilkan radikal hidrogen peroksida yang memecahkan membran sel dan merusak seluruh konfigurasi sel. Herbisida kontak memerlukan dosis dan air pelarut yang lebih besar agar bahan aktifnya merata ke seluruh permukaan gulma dan diperoleh efek pengendalian aktifnya yang lebih baik. Bagian gulma yang tidak terkena langsung oleh herbisida ini tidak akan rusak karena di dalam jarinngan tumbuhan, bahan aktif herbisida kontak hampir tidak ada yang ditranslokasikan ke bagian-bagian gulma lainnya. Jika ada, bahan tersebut ditranslokasikan melalui phloem. Herbisida kontak hanya mematikan bagian tanaman hidup yang terkena larutan, jadi bagian tanaman dibawah tanah seperti akar atau akar rimpang tidak terpengaruhi. Keistimewaannya dapat membasmi gulma secara cepat, 2-3 jam setelah disemprot gulma sudah layu dan 2-3 hari kemudian mati. Sehingga bermanfaat jika waktu penanaman harus segera dilakukan. Kelemahannya, gulma akan tumbuh kembali secara cepat sekitar 2 minggu kemudian dan bila herbisida ini tidak menyentuh akar maka proses kerjanya tidak berpengaruh pada gulma. Contohnya herbisida kontak adalah herbisida yang bahan aktifnya asam sulfat 70 %, besi sulfat 30 %, tembaga sulfat 40 %, paraquat, gramoxon, herbatop dan paracol.

b.      gulma dengan cara bahan aktifnya ditranslokasikan ke seluruh tubuh atau bagian jaringan gulma, mulai dari daun sampai keperakaran atau sebaliknya. Herbisida ini membutuhkan waktu 1-2 hari untuk membunuh tanaman pengganggu tanaman budidaya (gulma) karena tidak langsung mematikan jaringan tanaman yang terkena, namun bekerja dengan cara menganggu proses fisiologi jaringan tersebut lalu dialirkan ke dalam jaringan tanaman gulma dan mematikan jaringan sasarannya seperti daun, titik tumbuh, tunas sampai ke perakarannya. Herbisida sistemik mematikan gulma dengan menghambat fotosisntesis, seperti herbisida berbahan aktif triazin dan substitusi urea amida; menghambat pernafasan (respirasi), seperti herbisida berbahan aktif amitrol dan arsen; menghambat perkecambahan, seperti herbisida berbahan aktif tiokarbamat dan karbamat; menghambat pertumbuhan gulma, seperti herbisida berbahan aktif 2, 4 D, dicamba, dan picloram. Beberapa faktor yang mempengaruhi efektivitas herbisida sistemik adalah keadaan gulma dalam masa tumbuh aktif, cuaca yang cerah serta tidak berangin pada saat penyemprotan, tidak melakukan penyemprotan pada saat menjelang hujan, areal yang akan disemprot dikeringkan terlebih dahulu, gunakan air bersih sebagai bahan pelarut. Keistimewaan dari herbisida sistemik ini yaitu dapat mematikan tunas-tunas yang ada dalam tanah, sehingga menghambat pertumbuhan gulma tersebut. Efek terjadinya hampir sama merata ke seluruh bagian gulma, mulai dari bagian daun sampai perakaran. Dengan demikian, proses pertumbuhan kembali juga terjadi sangat lambat sehingga rotasi pengendalian dapat lebih lama (panjang). Penggunaan herbisida sistemik ini secara keseluruhan dapat menghemat waktu, tenaga kerja, dan biaya aplikasi. Herbisida sistemik dapat digunakan pada semua jenis alat semprot, termasuk sistem ULV (Micron Herbi), karena penyebaran bahan aktif ke seluruh gulma memerlukan sedikit pelarut.

3.      Berdasarkan Toksisitas

Selain dari cara kerjanya herbisida juga digolongkan berdasarkan toksisitasnya. Tingkat toksisitas pada herbisida ada 2 yaitu:

a.       Toksisitas akut

Herbisida pada golongan toksisitas akut dapat dideskripsikan sebagai suatu zat yang masuk secara intensif kedalam jaringan tubuh gulma, apabila tidak langsung mati, kadangkala gulma hanya menderita sejenak.

 

 

b.      Toksisitas kronik.

Herbisida toksisitas kronik masuk kedalam jaringan tubuh gulma dalam waktu yang relative lebih lama sehingga cara kerjanya cenderung lambat.

4.      Berdasarkan Selektifitas

Berdasarkan selektifitasnya, herbisida yang digunakan untuk mengendalikan gulma secara kimia pada lahan pertanian dapat dibedakan menjadi:

a.       Herbisida selektif, adalah herbisida yang jika diaplikasikan pada berbagai jenis tumbuhan hanya akan mematikan species tertentu gulma dan relatif tidak mengganggu tanaman yang dibudidayakan misalnya herbisida berbahan aktif asm 2, 4 D yang mematikan gulma daun lebar dan relatif tidak mengganggu tanaman serelia. Contoh herbisida selektif adalah 2,4- D, ametrin, diuron, oksifluorfen, klomazon, dan karfentrazon.

b.      Herbisida non-selektif, adalah herbisida yang bila diaplikasikan pada beberapa jenis tumbuhan melalui tanah atau daun dapat mematikan hampir semua jenis tumbuhan termasuk tanaman yang dibudidayakan misalnya herbisida berbahan aktif arsenikal, klorat dan karbon disulfida. Contoh herbisida ini yaitu glifosat dan paraquat.

 

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi selektivitas suatu herbisida yakni faktor fisik dan faktor biologi atau hayati.

a.       Faktor-fisik yang mempengaruhi selektivitas yaitu semua faktor yang dapat mempengaruhi kontak antara herbisida yang diaplikasikan dengan permukaan gulma yang akan dikendalikan serta retensi atau pengikatan herbisida tersebut pada permukaan. Supaya efektif dalam mengendalikan gulma, maka herbisida yang diaplikasikan harus tetap kontak atau melekat atau berada pada tumbuhan sasaran atau gulma dan bertahan dalam waktu yang cukup lama serta dalam jumlah yang dapat mematikan gulma tersebut. Selektivitas ini dipengaruhi oleh dosis dan formulasi herbisida. Jumlah atau dosis herbisida yang diaplikasikan dan dapatdiserap oleh gulma akan menentukan selektivitas herbisida tersebut. Semua jenis herbisida bersifat tidak selektif apabila diaplikasikan dengan dosis yang tinggi. Formulasi herbisida, misalnya adanya perekat atau tidak, akan menentukan jumlah herbisida yang mampu melekat pada permukaan gulma (Sjahril dan Syam’un, 2011).

b.      sifat morfologi, fisiologi, dan metabolisme tumbuhan. Permukaan daun yang berlilin, halus, atau berambut lebat akan lebih sulit terbasahi oleh herbisida yang diaplikasikan dengan pelarut air bila dibandingkan dengan permukaan yang tidak berlilin atau berambut. Posisi daun yang tegak juga akan menampung lebih sedikit herbisida yang diaplikasikan dibandingkan daun yang posisinya horisontal atau datar. Herbisida yang telah masuk dalam sel, sebagian ada yang tidak mobil dan yang lainnya dapat ditranslokasikan ke sel-sel lainnya. Sifat mobilitas herbisida dalam sel ini juga memiliki kontribusi terhadap selektivitas herbisida.

5.      Berdasarkan Sifat Kimia

Berdasarkan   sifat     kimiawinya      herbisida          yang    digunakan untuk mengendalikan gulma di lahan pertanian dibedakan menjadi :

a.       Herbisida anorganik, adalah herbisida yang bahan aktifnya tersusun secara anorganik, misalnya herbisida berbahan aktif amonium sulfanat, amonium sulfat, amonium tiosianat, kalsium sianamida, tembaga sulfat- nitrat-ferosulfat, sodium arsenat, sodium tetraborat, sodium klorat, sodium klorida-nitrat dan asam sulfurat.

b.      Herbisida organik, adalah herbisida yang bahan aktifnya tersusun dari bahan organik, misalnya herbisida golongan nitrofenol+anilin, herbisida tipe hormon, herbisida berbahan aktif asam benzoat+fenil asetat, amida, nitril, arilkarbamat, substitusi urea, piridin, pirimidin-urasil, triazin, amitrol dan gugusan organoarsenat

 


BAB III

PENUTUP

 

A.      Kesimpulan

DMA 6 merupakan herbisida sistemik selektif purna tumbuh yang berbentuk larutan dalam air berwarna coklat muda,sangat efektif untuk mengendalikan gulma di pertanaman padi, karet, teh dan tebu.

Herbisida ini sudah tidak diragukan untuk tanaman padi sawah. yang berguna menberantas Gulma Daun Lebar (Broadleaf) and teki tekian di sawah. juga sangat bagus untuk Campuran ke Glyphosate dan Paraquat. dapat digunakan pada tanaman: karet, padi, tebu, teh

Bahan aktif herbisida sistemik dapat diserap dan ditranslokasikan ke seluruh bagian atau jaringan guma, mulai dari daun sampi keperakaran atau sebaliknya. Reaksi kematian gulma terjadi sangat lambat karena proses kerja bahan aktif herbisida sistemik tidak langsung mematikan jaringan tanaman yang terkena, namun bekerja dengan cara menganggu proses fiologis jaringan tersebut.

Efek kematian terjadi hampir merata keseluruh bagian gulma, mulai dari bagian daun sampai perakaran engan demikian proses petumbuhan embali uga terjadi sangat lambat sehingga rotasi pengendalian dapat lebih lama ( panjang ). Pengunaan herbisida sistemik secara keseluruhan dapat menghemat waktu, tenaga kerja, dan biaya aplikasi.

 

 


DAFTAR PUSTAKA

 

 

Anonim. 2015. Pengertian dan klasifikasi herbisida. Dapat diakses pada http://www.pengertianpakar.com/2015/05/pengertian-dan-klasifikasi- herbisida.html. Diakses pada tanggal 17 April 2017

Anonim. 2013. Penggolongan herbisida. Dapat diakses pada Ashton,Crafts. Mode of Action of Herbicides.

 

Suhardi. 2007. Dasar-Dasar Bercocok Tanam. Yogyakarta : Kanisius. Djafaruddin. 2004. Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman. Jakarta : PT Bumi Aksara.

Dad R. J. Sembodo, 2010. Gulma dan Pengelolaannya. Penerbit Graha Ilmu : Yogyakarta.

 

https://prayudimarta.wordpress.com/2013/07/13/rangkuman-mata-kuliah-gulma- persebaran-gulma diakses 19 april 2017.

 

http://rizkiero10.blogspot.co.id/2012/04/makalah-gulma.html diakses 19 april 2017.

 

Mandala.       2015.       “Pengertian     dasar      dari  Herbisida”. Dikutip pada: https://mustikatani.wordpress.com/pengertian-herbisida/. Diakses pada tanggal: 19 April 2017.

 

Sutrisno, Suvi. 2013. Laporan Gulma Selektivitas. Universitas Brawijaya  Sukman, Yernelis dan Yakup. 2002. Gulma dab Teknik Pengendaliannya. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Tjitrosoedirdjo, S. 1984. Pengelolaan Gulma di Perkebunan. PT, Gramedia, Jakarta. Wiley, John and Sons.1981.Mode of Action of Herbicides.Calivornia: A Wiley-

No comments:

Post a Comment