Wednesday 18 August 2021

MAKALAH PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA PEMBANGUNAN

 

 

DAFTAR ISI

 

 

Halaman

KATA PENGANTAR........................................................................................... i

DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii

BAB I1 PENDAHULUAN

1.1            Latar Belakang.......................................................................................... 1

1.2            Rumusan Masalah..................................................................................... 2

1.3            Tujuan........................................................................................................ 2

1.4            Manfaat..................................................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN

2.1            Pengertian Paradigma................................................................................ 4

2.2            Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan............................................. 5

2.3            Pancasila Sebagai Paradigma Reformasi................................................... 8

2.4            Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Politik................................. 9

2.5            Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Sosial Budaya................... 11

2.6          Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Ekonomi............................ 13

2.7           Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Hukum.............................. 16

2.8            Pancasila Sebagai Paradigma Kehidupan Kampus................................. 19

BAB III PENUTUP

3.1            Kesimpulan............................................................................................. 24

3.2            Saran........................................................................................................ 25

DAFTAR PUSTAKA

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

ii


 

 

BAB I PENDAHULUAN

 

 

1.1            Latar Belakang

 

Istilah paradigma pada mulanya dipakai dalam bidang filsafat ilmu pengetahuan. Menurut Thomas Kuhn, orang yang pertama kali mengemukakan istilah tersebut menyatakan bahwa ilmu pada waktu tertentu didominasi oleh suatu paradigma. Paradigma adalah pandangan mendasar dari para ilmuwan tentang apa yang menjadi pokok persoalan suatu cabang ilmu pengetahuan.

Dengan demikian, paradigma sebagai alat bantu para illmuwan dalam merumuskan apa yang harus dipelajari, apa yang harus dijawab, bagaimana seharusnya dalam menjawab dan aturan-aturan yang bagaimana yang harus dijalankan dalam mengetahui persoalan tersebut. Suatu paradigma mengandung sudut pandang, kerangka acuan yang harus dijalankan oleh ilmuwan yang mengikuti paradigma tersebut.

Dengan suatu paradigma atau sudut pandang dan kerangka acuan tertentu, seorang ilmuwan dapat menjelaskan sekaligus menjawab suatu masalah dalam ilmu pengetahuan. Istilah paradigma makin lama makin berkembang tidak hanya di bidang ilmu pengetahuan, tetapi pada bidang lain seperti bidang politik, hukum, sosial dan ekonomi. Paradigma kemudian berkembang dalam pengertian sebagai kerangka pikir, kerangka bertindak, acuan, orientasi, sumber, tolok ukur, parameter, arah dan tujuan.

Istilah paradigma makin lama makin berkembang dan biasa dipergunakan dalam berbagai bidang kehidupan dan ilmu pengetahuan. Misalnya politik,

 

1


 

 

hukum, ekonomi, budaya. Dalam kehidupan sehari-hari, paradigma berkembang menjadi terminology yang mengandung pengertian sumber nilai, kerangka pikir, orientasi dasar, sumber asas, tolak ukur, parameter, serta arah dan tujuan dari suatu perkembangan, perubahan, dan proses dalam bidang tertentu, termasuk dalam pembangunan.

 

 

1.2            Rumusan Masalah

 

1.    Apa pengertian paradigm

 

2.    Bagaimana Pancasila sebagai paradigma reformasi?

 

3.    Bagaimana Pancasila sebagai paradigma pembangunan?

 

4.    Bagaimana Pancasila sebagai paradigma pembangunan politik?

 

5.    Bagaimana Pancasila sebagai paradigma pembangunan sosial budaya?

 

6.    Bagaimana Pancasila sebagai paradigma pembangunan ekonomi?

 

7.    Bagaimana Pancasila sebagai paradigma pembangunan hukum?

 

8.    Bagaimana Pancasila sebagai paradigma kehidupan kampus?

 

 

 

1.3         Tujuan

 

1.    Untuk mengetahui dan memahami pengertian paradigma.

 

2.    Untuk mengetahui dan memahami Pancasila sebagai paradigma reformasi.

 

3.    Untuk    mengetahui     dan    memahami     Pancasila     sebagai     paradigma pembangunan.

4.    Untuk    mengetahui     dan    memahami     Pancasila     sebagai     paradigma pembangunan politik.


 

 

5.    Untuk    mengetahui     dan    memahami     Pancasila     sebagai     paradigma pembangunan sosial budaya.

6.    Untuk    mengetahui     dan    memahami     Pancasila     sebagai     paradigma pembangunan ekonomi.

7.    Untuk    mengetahui     dan    memahami     Pancasila     sebagai     paradigma pembangunan hukum.

8.    Untuk mengetahui dan memahami Pancasila sebagai paradigma kehidupan kampus.

 

 

1.4              Manfaat

 

Makalah ini diharapkan dapat memudahkan para mahasiswa maupun yang lainnya memahami Pancasila sebagai paradigma pembangunan bangsa dan juga dapat merealisasikannya dalam kehidupan nyata.


 

 

BAB II PEMBAHASAN

 

2.1              Pengertian Paradigma

 

Nomenklatur Paradigma berasal dari bahasa Latin, yakni kata para dan deigma. Para berarti disamping, disebelah, dan dikenal sedangkan deigma berarti suatu model, teladan, arketif dan ideal. Dalam masalah populer, istilah paradigma berkembang menjadi terminologi yang mengandung konotasi pengertian sumber nilai, kerangka pikir, orientasi dasar, sumber asas sera arah dalam suatu bidang tertentu.[1]

Paradigma seringkali diartikan sebagai suatu asumsi-asumsi dasar dan teoritis yang umum (merupakan suatu sumber nilai) sehingga merupakan suatu sumber hukum, metode, serta penerapan dalam ilmu pengetahuan sehingga sangat menentukan sifat, ciri serta karakter ilmu pengetahuan itu sendiri.

Pada pidato pengukuhan Guru Besarnya, Erlyn Indarti (2010) menguraikan bahwa paradigma sejatinya merupakan suatu sistem filosofis payung yang meliputi ontologi, epistemologi, dan metodologi tertentu yang masing-masing terdiri dari serangkaian “beliefe dasar” atau worldview yang tidak dapat begitu saja diperukarkan. Makna paradigma meliputi keseluruhan koleksi, kombinasi, gabungan, atau campuran komitmen yang dianut oleh anggota-anggota suatu komunitas ilmu pengetahuan secara bersama-sama yang untuk waktu tertentu menawarkan model permassalahan berikut pemecahannya kepada komunitas dimaksud.

 

 

4


 

 

Heddy Shary Ahimasa Putra (2009) mendefinisikan paradigma sebagai perangkat konsep yang berhubungan satu sama lain secara logis sebuah kerangka pemikiran yang berfungsi untuk memahami, menafsirkan dan menjelaskan kenyataan dan/atau masalah yang dihadapi.

Paradigma juga didefinisikan sebagai paradigma adalah salah satu set asumsi- asumsi penyederhanaan dan teori informal yang menggambarkan bagaimana dunia bekerja, dan yang menyediakan kerangka acuan bagi manusia untuk memandang kehidupan dunia di sekelilingnya. Pada pengertian paradigma tersebut, menempatkan Pancasila sebagi paradigma, berarti menempatkan Pancasila sebagia sistem nilai acuan, kerangka acuan berpikir, pola acuan berpikir, atau jelasnya sebgai sistem nilai yang dijadikan kerangka landasan, kerangka cara, dan sekaligus kerangka arah/tujuan bagi yang menyandangnya.[2]

 

2.2              Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan

 

Pembangunan Nasional dilaksanakan dalam rangka mencapai masyarakat adil dan makmur. Pembangunan Nasional merupakan perwujudan nyata dalam meningkatkan harkat dan martabat manusia Indonesia sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan dan tujuan negara yang tercantum dalam pembukaan Undang- Undang Dasar 1945 dengan rincian sebagai berikut:

1.             Tujuan negara hukum formal, adalah melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia.

2.             Tujuan negara hukum materiil dalam hal ini merupakan tujuan khusus atau nasional, adalah memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.


 

 

3.             Tujuan Internasional, adalah ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Yang perwujudannya terletak pada tatanan pergaulan masyarakat internasional.

4.             Pancasila sebagai paradigma pembangunan Nasional mengandung suatu konsekuensi bahwa dalam segala aspek pembangunan nasional kita harus berdasar pada hakikat nilai-nilai Pancasila yang didasari oleh ontologis manusia sebagai subjek pendukung pokok negara.

Kedudukan Pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional harus memperlihatkan konsep berikut ini:

1)      Pancasila harus menjadi kerangka kognitif dalam identifikasi diri sebagai bangsa

2)      Pancasila sebagai landasan pembangunan nasional

 

3)      Pancasila merupakan arah pembangunan nasional

 

4)      Pancasila merupakan etos pembangunan

 

5)      Pancasila merupakan moral pembangunan masyarakat Indonesia yang sedang mengalami perkembangan yang amat besar karena dampak pembangunan nasional maupun rangsangan globalisasi, memerlukan pedoman bersama dalam menanggapi tantangan demi keutuhan bangsa.

Oleh sebab itu, pembangunan nasional harus dapat memperlihatkan prinsip- prinsip sebagai berikut: Hormat terhadap keyakinan relegius setiap orang dan hormat terhadap martabat manusia sebagai pribadi atau subjek (manusia seutuhnya). Sebagai upaya meningkatkan harkat dan martabat maka pembangunan nasional harus meliputi aspek jiwa, seperti akal, rasa dan kehendak, raga


 

 

(jasmani), pribadi, sosial dan aspek ketuhanan yang terkristalisasi dalam nilai-nilai Pancasila. Selanjutnya dijabarkan dalam berbagai bidang pembangunan antara lain: politik, ekonomi, hukum, pendidikan, sosial budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta bidang kehidupan agama.

Pancasila sebagai paradigma pembangunan dapat diartikan sebagai kerangka berfikir, sumber nilai, orientasi dasar, sumber asa serta arah tujuan dari pembangunan.[3] Oleh karena itu, penggalian terhadap nilai-nilai Pancasila menjadi dasar syarat utama dalam perencanaan progam-program pembangunan yang dilakukan.

Pasca reformasi tahun 1998 dan amandemen UUDNRI 1945, Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) dicabut melalui Ketetapan MPR No. IX/MPR/1998 dan tidak lagi digunakan sebagai acuan utama pembangunan bangsa Indonesia. Untuk selanjutnya pembangunan Indonesia mengacu kepada perencanaan pembangunan sebagaimana diatur pada UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Rencana Pembangunan Nasional.

Selanjutnya UU ini mengatur bahwa perencanaan pembangunan nasional dan daerah terdiri dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP).

RPJP Nasional diatur melalui Undang Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025. Pada angka

4.1 lampiran UU ini dijelaskan bahwa Pancasila adalah landasan idiil RPJP Nasional dan UUDNRI tahun 1945 sebagai landasan konstitusional sedangkan peraturan perundang-undangan merupakan landasan operasional.


 

 

Visi Pembangunan Nasional tahun 2005-2025 adalah “Indonesia yang Mandiri, Maju, Adil, dan Makmur”. Sedangkan misinya sebagai berikut:

Mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila:

1.       Mewujudkan bangsa yang berdaya saing

 

2.       Mewujudkan masyarakat demokratis berlandaskan hukum

 

3.       Mewujudkan Indonesia aman, damai, dan bersatu

 

4.       Mewujudkan pemerataan pembangunan dan berkeadilan

 

5.       Mewujudkan Indonesia asri dan lestari

 

6.             Mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat, dan berbasis kepentingan nasional

7.             Mewujudkan     Indonesia    berperan     penting    dalam    pergaulan     dunia internasional.

 

2.3         Pancasila Sebagai Paradigma Reformasi

 

Esensinya gerakan reformasi dilakukan ke arah suatu perubahan menuju kondisi serta keadaan yang lebih baik. Secara etimologis reformasi berasal dari kata reformation dari akar kata reform, sedangkan secara terminologi reformasi mempunyai pengertian suatu gerakan yang bertujuan mengatur ulang, menata ulang, menata kembali hal-hal yang menyimpang, untuk dikembalikan kepada format atau bentuk semula yang sesuai dengan nilai-nilai ideal yang dicita-citakan rakyat. Reformasi juga diartikan sebagai pembaruan dari paradigma, pola lama ke


 

 

paradigma pola baru untuk menuju ke kondisi yang lebih baik sesuai dengan harapan.

Reformasi di Indonesia pada prinsipnya merupakan suatu gerakan untuk mengembalikan bangsa ini kepada dasar nilai-nilai sebagaimana yang dicita- citakan oleh bangsa Indonesia. Gerakan reformasi akan mengembalikan pada dasar serta sistem negara demokrasi, bahwa kedaulatan adalah di tangan rakyat, sebagaimana terkandung dalam pasal 1 ayat (2) UUD 1945.

Negara Indonesia ingin mengadakan suatu perubahan, yaitu menata kembali kehidupan berbangsa dan bernegara demi terwujudnya masyarakat madani yang sejahtera, masyarakat yang bermartabat kemanusiaan yang menghargai hak-hak asasi manusia, masyarakat yang demokratis yang bermoral religius serta masyarakat yang bermoral kemanusiaan yang beradab. Reformasi adalah mengembalikan tatanan kenegaraan ke arah sumber nilai yang merupakan platform kehidupan bersama bangsa Indonesia. Proses reformasi walaupun dalam lingkup pengertian reformasi total harus memiliki platform dan sumber nilai yang jelas dan merupakan arah, tujuan, serta cita-cita yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.

2.4         Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Politik

 

Kaelan menyatakan bahwa landasan aksiologis (sumber nilai) bagi sistem politik Indonesia terkandung dalam deklarasi bangsa Indonesia melalui pembukaan UUDNRI tahun 1945 alinea ke empat. Konsepsi ini menunjukkan bahwa dasar politik Indonesia terdiri dari keterjalinan bentuk bangunan kehidupan masyarakat yang bersatu (sila III), demokrasi (sila IV), berkeadilan dan


 

 

berkemakmuran (sila V) serta negara yang memiliki dasar moral Ketuhanan dan kemanusiaan.[4]

Selaras dengan Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan, menempatkan Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Politik dapat diartikan sebagai menjadikan Pancasila sebagai kerangka pikir, sumber nilai, orientasi dasar, sumber asas serta arah tujuan dari sistem perpolitikan negara Indonesia. Konsepsi ini mengukuhkan prinsip demokrasi yang di anut oleh Pancasila yakni rakyat pemegang kedaulatan tertinggi pada sistem kenegaraan sedangkan pemerintah, parlemen (MPR, DPD, DPR) dan Lembaga-lembaga lainnya adalah perpanjangan tangan yang menerima pelimpahan kekuasaan dari rakyat.

Relasi antara rakyat dengan negara kemudian menempatkan rakyat sebagai asal mula kekuasaan negara, oleh karenanya paradigma pembangunan politik yang berlandaskan Pancasila harus menempatkan kepentingan terbaik rakyat sebagai titik sentral dan dasar berpijak dalaam kerangka bernegara. Arah kebijakan politik negara, tidak boleh sampai mengabaikan kepentingan rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi.

Pada arah pembangunan yang berkaitan dengan pembangunan politik sebagai penjabaran dari misi mewujudkan masyarakat demokratis berlandaskan hukum dan berkeadilan dinyatakan bahwa demokratis yang berlandaskan hukum merupakan landasan penting untuk mewujudkan pembangunan Indonesia yang maju, mandiri dan adil. Demokrasi dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dalam berbagai kegiatan pembangunan, dan memaksimalkan potensi masyarakat, serta meningkatakan akuntabilitas dan transparansi dalam penyelenggaraan


 

 

negara. Hukum pada dasarnya bertujuan untuk memastikan munculnya aspek- aspek positif dan menghambat aspek negatif kemanusiaan serta memastikan terlaksananya keadilan untuk semua warga negara tanpa memandang dan membedakan kelas sosial, ras, etnis, agama, maupun gender. Hukum yang ditaati dan diikuti akan menciptakan ketertiban dan keterjaminan hak-hak dasar masyarakat secara maksimal.

2.5         Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Sosial Budaya

 

Pembangunan sosial budaya harus mampu meningkatkan harkat dan martabat manusia, yaitu menjadi manusia yang berbudaya dan beradab. Baik dalam lingkungan sosial yang paling sederhana sampai pada tataran interaksinya dalam bernegara. Jika pembangunan sosial budaya mengesampingkan Pancasila sebagai dasar nilainya sehingga menghasilkan manusia-manusia biadab, kejam, brutal, dan bersifat anarkis jelas bertentangan dengan cita-cita menjadi manusia adil dan beradab.

Berdasarkan sila persatuan Indonesia, pembangunan sosial budaya dikembangkan atas dasar penghargaan terhadap nilai sosial dan budaya-budaya yang beragam di seluruh wilayah Nusantara menuju pada tercapainya rasa persatuan sebagai bangsa. Hal ini terjadi karena Indonesia lahir dan merdeka bukan dikarenakan oleh satu budaya saja tetapi merupakan manifestasi dari beragam budaya yang ada di Republik Indonesia ini yang membentuk satu konsep unitaris.

Pembangunan sosial budaya tidak menciptakan berbagai persoalan seperti kesenjangan, kecemburuan, diskriminasi, dan ketidakadilan sosial. Tetapi akan


 

 

melahirkan rasa adil dan merata dari semua tingkatan atau lapisan masyarakat yang sesuai dengan penerjemahan sila kelima dari Pancasila.

Menurut Budimansyah dan Suryadi (2008), seorang secara otomatis akan melakukan apa yang telah dikarakterisasi dalam kehidupannya. Orang diarahkan untuk berpikir dan berperilaku seperti yang dipikirkan dan dilakukan oleh orang lain.     Dari     perspektif      ini      orang      memiliki      kecenderungan      ke arah etnocentrisme sebagai hasil dari keeratan hubungannya dan kebudayaannya.

Maka oleh karena itu paradigma baru dalam pembangunan nasional haruslah berupa paradigma pembangunan berkelanjutan, yang dalam perencanaan dan pelaksanaannya perlu diselenggarakan dengan menghormati hak budaya kelompok-kelompok yang terlibat, disamping hak negara untuk mengatur kehidupan berbangsa dan hak asasi individu secara berimbang (kemaknaan dari sila kedua).

Pancasila pada hakikatnya bersifat humanistik karena memang Pancasila bertolak dari hakikat dan kedudukan kodrat manusia itu sendiri. Hal ini sebagaimana tertuang dalam sila kemanusiaan yang adil dan beradab. Apabila dicermati, sesungguhnya nilai-nilai Pancasila itu memenuhi kriteria sebagai puncak-puncak kebudayaan, sebagai kerangka-acuan bersama, bagi kebudayaan- kebudayaan di daerah : (1) Sila pertama, menunjukan tidak satu pun suku bangsa ataupun golongan sosial dan komuniti setempat di Indonesia yang tidak mengenal kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa; (2) Sila kedua, merupakan nilai budaya yang dijunjung tinggi oleh segenap warga negara Indonesia tanpa membedakan asal-usul kesukubangsaan, kedaerahan, maupun golongannya; (3)


 

 

Sila ketiga, mencerminkan nilai budaya yang menjadi kebulatan tekad masyarakat majemuk di kepulauan Nusantara untuk mempersatukan diri sebagai satu bangsa yang berdaulat; (4) Sila keempat, merupakan nilai budaya yang luas persebarannya dikalangan masyarakat majemuk Indonesia untuk melakukan kesepakatan melalui musyawarah. Sila ini sangat relevan untuk mengendalikan nilai-nilai budaya yang mendahulukan kepentingan perorangan; (5) Sila kelima, betapa nilai-nilai keadilan sosial itu menjadi landasan yang membangkitkan semangat perjuangan bangsa Indonesia dalam memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikutserta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

 

 

2.6        Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Ekonomi

 

Menurut Kansil (2006) setiap negara yang ingin kokoh berdiri dan mengetahui denga jelas kearah mana tujuan yang ingin dicapai haruslah mempunyai pandangan hidup (paradigma). Dengan memilliki pandangan hidup bangsa yang jelas , suatu bangsa akan memiliki pegangan dan pedoman bagaimana memecahkan dan membangun masalah ekonomi, politik, sosial budaya, hukum dan hankam yang muncul sebagai akibat dari gerak masyarakat yang dinamis dan makin maju.[5]

Jika kita melihat sedikit ke belakang , tepatnya pada masa Orde Baru , menurut Kaelan (2002) sistem ekonomi indonesia pada masa itu bersifat “birokratik otoritarium” yang ditandai dengan pemusatan kekuasaan dan partisipasi dalam membuat keputusan-keputusan nasional hampir sepenuhnya


 

 

berada ditangan penguasa bekerja sama dengan kelompok militer dan kaum teknorat.[6]

Menurut Syarbaini (2010) pembangunan bidang ekonnomi pasca reformasi berorientasi pada dua hal berikut:

1.      Sistem ekonomi kerakyatan, yang meliputi pengembangan sistem ekonomi kerakyatan, pengentasan kemiskinan, peningkatan pemerataan, dan pemberdayaan usaha kecil, menengah  dan koperasi.

2.      Mempercepat proses pemulihan ekonomi, melalui program pengelolaan kebijaksanaan ekonomi makro dan mikro, peningkatan aktivitas pengelolaan keuangan negara, penuntasan restrukturisasi perbankan dan lembaga keuangan

, pengembangan ketenagakerjaan dan lain-lain.

 

Oleh karena itu, sesuai dengan paradigma Pancasila dalam pembangunan ekonomi maka model dan sistem dalam pembangunan ekonomi haruslah berpijak pada nilai moral yang terkandung didalam Pancasila. Secara khusus, sistem ekonomi harus mendasarkan pada dasar moralitas ketuhanan (sila 1 pancasila), kemanusiaan (sila II pancasila), persatuan (sila III pancasila), kerakyatan (sila IV pancasila), dan keadilan (sila V pancasila).

Model pembangunan yang menggunakan sistem ekonnomi yang mendasarkan pada moralitas, humanistis, persatuan, kerakyatan, dan sistem keadilan akan menghasilkan sistem ekonomi yang berperikemanusiaan dan membawa pada muara kesejahteraan dan keadilan. Yaitu sistem ekonomi yang menghargai hakikat dan harkat martabat manusia, baik selaku makhluk individu, sosial, makhluk pribadi maupun sebagai makhluk Tuhan.


 

 

Penerapan model dan sistem ekonomi yang berdasarkan pada nilai-nila Pancasila tentu saja berbeda dengan sistem ekonomi liberal yang mengedepankan prinsip persaingan bebas, dengan para pemilik modal (kapital) memainkan peran dominan, meminnimalkan peran negara dalam masalah ekonomi hanya menguntungkan individu-individu, korporasi-korporasi maupun pemilik modal kuat saja tanpa memedulikan kondisi masyarakat non-modal secara umum. Model dalam sistem ekonomi sosialis yang tidak mengakui kepemilikan individu .

Sistem ekonomi yang menjadikan pancasila sebagai pijakan dan dasarnya adalah sistem ekonomi kerakyatan yang berasaskan moralitas, kemanusiaan, kekeluargaan, kesetaraan, dan keadilan. Sistem ekonnomi Indonesia juga tidak dapat dipisahkan dari niai-nilai moral kemanusiaan tersebut, hal inilah kemudian yang membedakan bangsa Indonesia dengan bangsa-bangsa lain yang berhaluan liberalis (kapitalis) maupun sosialis. Disamping itu, pembangunan ekonomi di Indonesia juga harus mampu menghindarkan diri dari berbagai bentuk persaingan yang tidak sehat (unfair competition) dan dari bentuk-bentuk persaingan bebas, monopoli, dan bentuk lainnya yang hanya akan menimbulkan penindasan, ketidakadilan, penderitaan, dan kesengsaraan warga negara.

Sementara itu, ideologi Pancasila sebagai sebuah cita-cita dan pandangan hidup (paradigma) pengembangan ekonomi juga harus engacu pada Sila Keempat Pancasila, yaiu prinsip kerakyatan dengan asas musyawarah. Hal ini mutlak diperlukan dalam menentukan arah dan tujuan kebijakan ekonomi Indonesia baik ekonomi mikro maupun makro, agar segenap elemen bangsa ini menikmati dan merasakan dampak dari pertumbuhan ekonomi dalam hidupnya. Dengan


 

 

demikian, kajian pada tema Pancasila dan pembangunan ekonomi ini jelas berorientasi dan menunjuk pada pembangunan Ekonomi Kerakyatan atau pembangunan Demokrasi Ekonomi atau pembangunan Sistem Ekonomi Indonesia dengan Pancasila sebagai paradigmanya.

Menurut Syamsuddin (2009) sesuai dengan paradigma dan hk-hak asasi rakyat, pemerintah telah menetapkan bahwa pengelolaan ekonomi Indonesia diserahkan pada 3 bentuk badan usaha, yaitu:

1.               Koperasi sebagai “sokguru” Indonesia yang merupakan bentuk usaha bersama yang bedasarkan asas kekeluargaan.

2.             Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) adalah badan usaha yang sebagian besar atau keseluruhan kepemilikan oleh negara.

3.             Badan usaha swasta sebagai badan usaha profit milik pribadi/perseorangan, kelompok swasta yang mengelola sektor ekonomi.

Jika ketiga badan usaha yang bergerak di bidang perekonomian tersebut berjalan sesuai dengan ketentuannya maka tidak menjadi mustahil perekonomian Indonesia akan jauh lebih maju dari hari ini. Oleh sebab itu sistem perekonomian haruslah disusun sebagai usaha bersama yang berdasarkan atas asas kekeluargaan.

 

 

2.7         Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Hukum

 

Salah satu tujuan bernegara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Perlindungan yang dimaksud tetntu saja bersifat kedalam dan keluar secara menyeluruh. Pemahaman tersebut


 

 

juga mengandung makna bahwa tugas dan tanggung jawab tidak hanya oleh penyelenggara negara saja, tetapi juga rakyat Indonesia secara keseluruhan. Atas dasar tersebut, sistem pertahann dan keamanan adalah mengikut sertakan seluruh komponen bangsa. Maka sistem pembangunan pertahanan dan keamanan Indonesia disebut sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta (sishankamrata).

Sistem pertahanan yang bersifat semesta adalah dengan melibatkan seluruh warga negara, wilayah, dan sumber daya nasional lainnya yang dimiliki Indonesia, dan harus dipersiapkan sedini mungkin oleh pemerintah baik eksekutif, legislatif maupun yudikatif sebagai penentu dan pengambil kebijakan dan diselenggarakan secara total terpadu, terarah, dan berlanjut untuk menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa dari segala ancaman baik dari dalam maupun ancaman yang datang dari luar. Selain itu, penyelenggaraan sistem pertahanan semesta juga didasarkan pada kesadaran atas hak dan kewajiban warga negara serta keyakinan pada kekuatan sendirinya sendiri tanpa perlu banyak berharap pada bantuan bangsa lain.[7]

Ditetapkannya UUD 1945 sebagai landasan konstitusi negara Indonesia bermakna bahwa NKRI (Negara Kesatuan Republik Idonesia) telah memiliki sebuah konstitusi, yang didalamnya terdapat pengaturan tiga kelompok materi muatan konstitusi, yaitu:

1.             Adanya jaminan terhadap perlindungan terhadap HAM (Hak Asasi Manusia)

2.             Adanya susunan ketatanegaraan negara yang jelas dan mendasar.


 

 

3.             Adanya pembagian dan pembatasan tugas-tugas ketatanegaraan yang juga jelas dan mendasar.

Oleh karena itu, semua produk hukum tertulis seperti UUD termasuk perubahannya, maupun hukum tak tertulis, dan semua bentuk produk hukum lainnya haruslah sejalan dan sesuai dengan konstitusi. Artinya, tidak boleh ada satu produk hukum yang lahir di Indonesia yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 karena sifatnya akan menjadi Inkonstitusional (tidak sesuai dengan konstitusi).

Kaitannya Pancasila sebagai paradigma pengembangan hukum adalah, bahwa semua produk hukum yang lahir di Indonesia (baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis) seperti konstitusi dasar UUD 1945, konvensi dan semua produk hukum lainnya, baik yang sudah dibentuk maupun yang akan dibentuk tidak dapat dan tidak boleh bertentangan dengan sila-sila yang ada dalam Pancasila, yaitu:

1.             Sila ke I, Ketuhanan Yang Maha Esa

 

2.             Sila ke II, Kemanusiaan yang adil dan beradab

 

3.             Sila ke III, Persatuan Indonesia

 

4.             Sila ke IV, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan

5.             Sila V, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

 

Oleh sebab itu, substansi hukum yang dikembangkan di Indonesia tentu saja harus menggabarkan dan harus merupakan perwujudan atau penjabaran sila-sila yang terkandung dalam Pancasila. Artinya, substansi produk hukum merupakan


 

 

karakter produk hukum yang bertujuan untuk kepentingan rakyat dan merupakan perwujudan aspirasi rakyat Indonesia.

Sesungguhnya menurut Syarbaini (2010) konsep awal pembangunan nasional di bidang hukum meliputi:

1.             Penataan      sistem      dan      kelembagaan      hukum      dengan      program pembangunannya adalah:

a.        Program perencanaan dan pengembangan sistem hukum nasional

 

b.       Program pembentukan dan penyusunan hukum

 

c.        Program pembinaan kelembagaan hukum

 

2.             Penegakan Hukum, dengan programnya adalah:

 

a.        Penegakan dan pelayanan hukum

 

b.       Pembinaan peradilan

 

3.             Peningkatan kualitas aparat penegak hukum, sarana dan prasarana hukum dengan programnya adalah:

a.         Peningkatan kualitas aparatur hukum

 

b.        Sarana dan prasarana hokum

 

 

2.8         Pancasila Sebagai Paradigma Kehidupan Kampus

 

Dalam kehidupan masyarakat kampus, Pancasila hendaknya dijadikan dasar dan modal bagi pengembangan kehidupan bermasyarakat di perguruan tinggi. Implementasi Pancasila sebagai paradigma kehidupan kampus adalah tidak jauh berbeda dengan kehidupan tatanan negara Jadi kampus juga harus memerlukan


 

 

tatanan pumbangunan seperti tatanan negara yaitu politik, ekonomi, budaya, hukum dan antarumat beragama.

Pada dasarnya aktualisasi nilai Pancasila dalam setiap pribadi sangatlah penting, terutama aktualisasi Pancasila secara subjektif dalam diri mahasiswa. Menurut Notonegoro (1971) aktualisasi Pancasila secara subjektif adalah pelaksanaan dan pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam setiap pribadi, perseorangan, setiap warga negara, setiap individu, setiap penduduk, setiap penguasa, dan setiap warga negara Indonesia. Aktualisasi Pancasila Secara Subjektif menurut Notonegoro lebih penting daripada aktualisasi Pancasila secara objektif, karena aktualisasi secara subjektif ini yang menentukan keberhasilan aktualisasi nilai Pancasila secara objektif.[8]

Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) pada hakikatnya merupakan suatu hasil kreativitas rohani manusia. Unsur jiwa manusia meliputi aspek akal, rasa, dan keinginan. Sebagai mahasiswa yang mempunyai rasa intelektual yang besar mahasiswa dapat memanfaatkan fasilitas kampus untuk mencapai tujuan bersama. Dunia akademis kampus harus dimaksimalkan oleh mahasiswa Indonesia dalam memainkan peran strategisnya sebagai "the agent of change" yang akan menjadi pemimpin Indonesia di masa yang akan datang. Torehan sejarah pergerakan mahasiswa dan kaum intelektual tahun 1998 yang berujung pada "reformasi Indonesia" menjadi bukti bahwa mahasiswa tidak hanya sekumpulan pemuda yang akan membawa perubahan, namun juga sebagai pelopor (moral force) di Indonesia.


 

 

Secara praktis, pembangunan Indonesia ke depan bisa dimulai dan direalisasikan dari dalam kampus, oleh karena itu untuk mencapai tujuan tersebut maka seluruh civitas akademika di dalam kampus terutama mahasiswa harus mendasarkan cara pandangnya pada hakikat dirinya sebagai manusia dan sebagai subjek pelaksana sekaligus tujuan pembangunan. Oleh karena itu, hakikat mahasiswa adalah sebagai manusia yang menjadi sumber nilai bagi pembangunan dan pengembangan kampus itu sendiri. Sebagai subjek karena mahasiswa merupakan sosok ideal sekaligus intelektual yang akan menentukan masa depan Indonesia. Sebagai Tujuan pembangunan, karena pada setiap peradaban sebuah bangsa pasti ada pemuda di dalamnya yang menjadi pioner atau tokoh sejarah yang mempelopori kemajuan dan perubahan tersebut.

Seperti yang diungkapkan bahwasanya aktualisasi Pancasila secara obiektif terwujud dalam bidang kehidupan kenegaraan yang meliputi kelembagaan negara antara lain legislatif, eksekutif, dan yudikatif juga bidang pragmatis yaitu politik, ekonomi, sosial budaya, hukum (penjabaran ke dalam undang-undang), pendidikan dan hankam. Aktualisasi Pancasila secara subjektif adalah perwujudan kesadaran inidvidu antara manusia Indonesia sebagai warga negara Indonesia yang taat dan patuh, baik aparat penyelenggara negara, penguasa negara maupun elite politik dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan politiknya yang selalu berlandaskan moral Ketuhanan dan Kemanusiaan sesuai dengan yang terkandung dalam Pancasila.

Kaelan (2010) mengatakan bahwa perguruan tinggi sebagai suatu institusi dalam masyarakat memiliki ciri khas tersendiri di samping lapisan masyarakat


 

 

lainnya. Warga dari suatu perguruan tinggi adalah insan-insan yang memiliki wawasan integritas ilmiah. Oleh karena itu masyarakat akademika harus senantiasa mengembangkan budaya ilmiah yang merupakan esensi pokok dari perguruan tinggi, minimal dengan melaksanakan tri dharma perguruan tinggi, yaitu; pendidikan dan pengajaran, pelatihan dan melakukan kegiatan pengabdian kepada masyarakat.[9] Menurut Suhadi (1998) ciri-ciri masyarakat ilmiah sebagai budaya akademik adalah kritis, kreatif, analitis, objektif, konstruktif, dinamik, dialogis, menghargai prestasi ilmiah/akademik, bebas dari prasangka, menghargai waktu, menghargai dan menjunjung tinggi tradisi ilmiah, berorientasi ke masa depan, menerima kritik dan kemitraan.[10]

Pembangunan di Bidang Pendidikan yang dilaksanakan atas falsafah Negara Pancasila diarahkan untuk membentuk manusia-manusia pembangunan yang berjiwa Pancasila, membentuk manusia-manusia Indonesia yang sehat jasmani dan rohaninya, memiliki pengetahuan dan keterampilan, dapat mengembangkan kecerdasan yang tinggi disertai budi pekerti yang luhur, mencintai bangsa dan negara dan mencintai sesama manusia. Peranan perguruan tinggi dalam usaha pembangunan mempunyai tugas pokok menyelenggarakan pendidikan dan pegajaran di atas perguruan tingkat menengah berdasarkan kebudayaan bangsa Indonesia dengan cara ilmiah yang meliputi: pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, yang disebut Tri Darma Perguruan Tinggi.

Peningkatan peranan Perguruan Tinggi sebagai satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi dalam usaha pembangunan selain diarahkan


 

 

untuk menjadikan Perguruan Tinggi sebagai pusat pemeliharaan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni, juga mendidik mahasiswa untuk berjiwa penuh pengabdian serta memiliki tanggung jawab yang besar pada masa depan bangsa dan negara, serta menggiatkan mahasiswa, sehingga bermanfaat bagi usaha pembangunan nasional dan pengembangan daerah. Setidaknya dunia kampus atau perguruan tinggi memiliki tugas melaksanakan pendidikan dalam rangka mempersiapkan membentuk dan menghasilkan                                      sumber                 daya                yang                berkualitas.


 

 

BAB III PENUTUP

 

 

3.1        Kesimpulan

 

Pancasila sebagai paradigma pembangunan dapat diartikan sebagai Pancasila sebagai kerangka pikir, sumber nilai, orientasi dasar, sumber asas serta arah tujuan dari pembangunan. Oleh karena itu, penggalian terhadap nilai-nilai Pancasila menjadi dasar syarat utama dalam perencanaan program-program pembangunan yang dilakukan. Kaelan menyatakan bahwa landasan aksiologis (sumber nilai) bagi sistem politik Indonesia terkandung dalam deklarasi bangsa Indonesia melalui pembukaan UUD NRI tahun 1945 alinea ke empat. Konsepsi ini menunjukkan bahwa dasar politik Indonesia terdiri dari keterjalinan bentuk bangunan kehidupan masyarakat yang bersatu (sila ke-lll), demokrasi (sila ke-IV), berkadilan dan berkemakmuran (sila ke-V) serta negara yang memiliki dasar moral ketuhanan dan kemanusiaan.

Pada arah pembangunan yang berkaitan dengan pembangunan politik sebagai penjabaran dari misi mewujudkan masyarakat demokratis berlandaskan hukum dan berkeadilan dinyatakan bahwa demokratis yang berlandaskan hukum merupakan landasan penting untuk mewujudkan pembangunan Indonesia yang maju, mandiri dan adil. Demokrasi dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dalam berbagai kegiatan pembangunan, dan memaksimalkan potensi masyarakat, serta meningkatkan akuntabilitas dan transparansi dalam penyelenggaraan negara. Hukum pada dasarnya bertujuan untuk memastikan munculnya aspek-aspek positif dan menghambat aspek negatif kemanusiaan serta memastikan

 

24


 

 

terlaksananya keadilan untuk semua warga negara tanpa memandang dan membedakan kelas sosial, ras, etnis, agama, maupun gender.

 

 

3.2         Saran

 

Pembaca dapat melaksanakan atau menerapkan Pancasila dalam segala aspek pembangunan di Indonesia. Dan kami mengharapkan dengan adanya makalah ini, dapat menjadi wacana yang membuka pola pikir pembaca tentang Pancasila sebagai paradigma pembangunan bangsa.


 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Amran, Ali.2016.Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi.Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada.

 

 

[1]     Kaelan, 2002

[2]     Pitpit Hanapiah, 2001

[3]     Buha Simora dkk, 2002

[4]     Kaelan, 2002

[5]     Kansil, 2006

[6]     Kaelan, 2002

[7]     www.empatpilarkebangsaan.web.id

[8]     Notonegoro, 1971

[9]     Kaelan, 2010

[10]      Suhadi, 1998

No comments:

Post a Comment