Disusun
Oleh
Armawan Akbar
Era Novia
Khairullah
Nazaruddin
Saibatul Hamdi
Alfi Syahril
Lopi Andora
AKDADEMI KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ABULYATAMA ACEH
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirannya Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayahnya kepada kami sehingga kami dapat menyusun makalah ini
dengan tepat pada waktunya. Shalawat serta salam tercurahkan kepada junjungan
nabi kita Muhammad SAW beserta para sahabatnya.
Makalah ini di buat untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Trauma dimana makalah
ini berisi tentang Trauma Dada.
Penulis
menyadari bahwa tanpa bantuan dari pihak lain maka penulis tidak akan dapat
menyelesaikan makalah ini. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis
menyampaikan terima kasih yang tulus kepada semua pihak yang telah membantu
menyelesaikan makalah ini.
Aceh Besar, 16 Mei 2019
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................... 1
2.1 Pengertian
Trauma Dada / Thorax................................................................. 1
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Trauma
thorax sering ditemukan sekitar 25% dari penderita multi-trauma ada component
trauma toraks. 90% dari penderita
dengan trauma thorax ini dapat diatasi dengan tindakan yang sederhana oleh
dokter di Rumah Sakit (atau paramedic di lapangan), sehingga hanya 10% yang
memerlukan operasi.
1.2 Rumusan Masalah
Beberapa
hal yang menjadi pokok permasalahan dalam pembahasan makalah ini adalah:
1. Apa definisi trauma thorax ?
2. Apa etiologi trauma thorax ?
3. Apa manifestasi trauma thorax ?
4. Apa patofisiologi trauma thorax ?
5.
Bagaimana penatalaksanaan trauma thorax ?
1.3 Tujuan Penulisan
Diharapkan penulis atau pembaca dapat mengetahui
serta dapat mendemontrasikan penatalaksanaan penderita trauma thorax.
1.4 Manfaat
Penulisan
1.
Mengetahui definisi trauma thorax
2.
Mengetahui etiologi trauma thorax
3.
Mengetahui manifestasi trauma thorax
4.
Mengetahui patofisiologi trauma thorax
5.
Mengetahui cara penatalaksanaan trauma thorax
TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian Trauma Dada / Thorax
Trauma dada adalah trauma tajam atau tumpul thorax yang dapat menyebabkan
tamponade jantung, pneumothorax, hematothorax, dan sebagainya (FKUI, 1995). Trauma thorax adalah semua ruda paksa
pada thorax dan dinding thorax, baik trauma atau ruda paksa tajam atau tumpul.
(Hudak, 1999).
Trauma dada adalah abnormalitas rangka dada yang disebabkan oleh benturan pada
dinding dada yang mengenai tulang rangka dada, pleura paru-paru, diafragma
ataupun isi mediastinal baik oleh benda tajam maupun tumpul yang dapat
menyebabkan gangguan sistem pernapasan (Suzanne & Smetzler, 2001).
Dari ketiga pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Trauma Dada / Thorax adalah suatu
kondisi dimana terjadinya benturan baik tumpul maupun tajam pada dada atau
dinding thorax, yang menyebabkan abnormalitas (bentuk) pada rangka thorax.
Perubahan bentuk pada thorax akibat trauma dapat menyebabkan gangguan fungsi
atau cedera pada organ bagian dalam rongga thorax seperti jantung dan
paru-paru, sehingga dapat terjadi beberapa kondisi patologis traumatik seperti Haematothorax, Pneumothorax, Tamponade Jantung,
dan sebagainya.
2.2 Etiologi
2.
Penggunaan therapy ventilasi
mekanik yang berlebihan
3.
Penggunaan balutan tekan pada
luka dada tanpa pelonggaran balutan.
4.
Pneumothorak tertutup-tusukan
pada paru oleh patahan tulang iga, ruptur oleh vesikel flaksid yang seterjadi
sebagai sequele dari PPOM.
5.
Tusukan paru dengan prosedur
invasif.
6.
Kontusio paru-cedera tumpul dada
akibat kecelakaan kendaraan atau tertimpa benda berat.
7.
Pneumothorak terbuka akibat
kekerasan (tikaman atau luka tembak)
8.
Pukulan daerah thorax dan Fraktur
tulang iga
9.
Tindakan medis (operasi)
2.3 Klasifikasi
Trauma dada diklasifikasikan
menjadi dua jenis, yaitu :
1.
Trauma Tajam
a.
Pneumothoraks terbuka
b.
Hemothoraks
c.
Trauma tracheobronkial
d.
Contusio Paru
e.
Ruptur diafragma
f.
Trauma Mediastinal
2.
Trauma Tumpul
a)
Tension pneumothoraks
b)
Trauma tracheobronkhial
c)
Flail Chest
d)
Ruptur diafragma
e)
Trauma mediastinal
f)
Fraktur kosta
2.4 Patofisiologi
Sedangkan trauma dada / thorax dengan benda tajam seringkali
berdampak lenih buruk daripada yang diakibatkan oleh trauma benda tumpul. Benda
tajam dapat langsung menusuk dan menembus dinding dada dengan merobek pembuluh
darah intercosta, dan menembus organ yang berada pada posisi tusukannya.
Kondisi ini menyebabkan perdaharan pada rongga dada (Hemothorax), dan jika berlangsung lama akan menyebabkan
peningkatan tekanan didalam rongga baik rongga thorax maupun rongga pleura jika
tertembus. Kemudian dampak negatif akan terus meningkat secara progresif dalam
waktu yang relatif singkat seperti Pneumothorax,penurunan
ekspansi paru, gangguan difusi, kolaps alveoli, hingga gagal nafas dan jantung.
Adapun gambaran proses perjalanan patofisiologi lebih lanjut dapat dilihat pada
skema
2.5 Manifestasi Klinis
2.6 Pemeriksaan Diagnostik
3. Gas Darah Arteri (GDA) dan Ph
gas darah dan pH digunakan sebagai
pegangan dalam penanganan pasien-pasien penyakit berat yang akut dan menahun.
Pemeriksaan gas darah dipakai untuk menilai keseimbangan asam basa dalam tubuh, kadar oksigen dalam darah, serta
kadar karbondioksida dalam darah.
Pemeriksaan analisa gas darah dikenal juga
dengan nama pemeriksaan ASTRUP, yaitu suatu pemeriksaan gas darah yang
dilakukan melalui darah arteri. Lokasi pengambilan darah yaitu: Arteri
radialis, A. brachialis, A. Femoralis.
Didalam tabel berikut ini dapat dilihat nilai normal dari GDA dan pH,
serta kemungkinan diagnosis terhadap perubahan nilai dari hasil
pemeriksaannya :
Nilai
Normal
|
Asidosis
|
Alkaliosis
|
pH ( 7,35 s/d 7,45 )
|
Turun
|
Naik
|
HCO3 (22 s/d 26)
|
Turun
|
Naik
|
PaCO2 (35 s/d 45)
|
Naik
|
Turun
|
BE (–2 s/d +2)
|
Turun
|
Naik
|
PaO2 ( 80 s/d 100 )
|
Turun
|
Naik
|
Tabel 1.1 : Nilai Normal dan Kesimpulan
Perubahan Hasil AGD dan pH (Hanif, 2007)
Pemeriksaan AGD dan pH tidak hanya dilakukan untuk penegakan diagnosis
penyakit tertentu, namun pemeriksaan ini juga dapat dilakukan dalam rangka
pemantauan hasil / respon terhadap pemberian terapi / intervensi tertentu
kepada klien dengan keadaan nilai AGD dan pH yang tidak normal baik Asidosis
maupun Alkaliosis, baik Respiratori maupun Metabolik. Dari pemantauan yang
dilakukan dengan pemeriksaan AGD dan pH, dapat diketahui ketidakseimbangan
sudah terkompensasi atau belum / tidak terkompensasi.
Pada tabel berikut ini dapat dilihat acuan perubahan nilai yang menunjukkan
kondisi sudah / tidak terkompensasi.
Jenis Gangguan Asam Basa
|
PH
|
Total CO2
|
PCO2
|
Asidosis
respiratorik tidak terkonpensasi
|
Rendah
|
Tinggi
|
Tinggi
|
Alkalosis
respiratorik tidak terkonfensasi
|
Tinggi
|
Rendah
|
Rendah
|
Asidosis
metabolic tidak terkonfensasi
|
Rendah
|
Rendah
|
Normal
|
Alkalosis
metabolic tidak terkonfensasi
|
Tinggi
|
Tinggi
|
Rendah
|
Asidosis
respiratorik kompensasi alkalosis metabolic
|
Normal
|
Tinggi
|
Normal
|
Alkalosis
respiratorik kompensasi asidosis metabolic
|
Normal
|
Rendah
|
Normal
|
Asidosis
metabolic kompensasi alkalosis respiratorik
|
Normal
|
Rendah
|
Rendah
|
Alkalosis
metabolic kompensasi asidosis respiratorik
|
Normal
|
Tinggi
|
Tinggi
|
Tabel
2.2 : Acuan Nilai Hasil Pemantauan AGD dan pH ( FKUI, 2008)
4. CT-Scan
Sangat membantu dalam membuat diagnosa pada trauma tumpul toraks, seperti
fraktur kosta, sternum dan sterno clavikular dislokasi. Adanya retro sternal
hematoma serta cedera pada vertebra torakalis dapat diketahui dari pemeriksaan
ini. Adanya pelebaran mediastinum pada pemeriksaan toraks foto dapat dipertegas
dengan pemeriksaan ini sebelum dilakukan Aortografi.
5. Ekhokardiografi
Transtorasik dan transesofagus sangat membantu dalam menegakkan diagnosa
adanya kelainan pada jantung dan esophagus. Hemoperikardium, cedera pada
esophagus dan aspirasi, adanya cedera pada dinding jantung ataupun sekat serta
katub jantung dapat diketahui segera. Pemeriksaan ini bila dilakukan oleh
seseorang yang ahli, kepekaannya meliputi 90% dan spesifitasnya hampir 96%.
6. EKG (Elektrokardiografi)
Sangat membantu dalam menentukan adanya komplikasi yang terjadi akibat
trauma tumpul toraks, seperti kontusio jantung pada trauma. Adanya abnormalitas
gelombang EKG yang persisten, gangguan konduksi, tachiaritmia semuanya dapat
menunjukkan kemungkinan adanya kontusi jantung. Hati hati, keadaan tertentu
seperti hipoksia, gangguan elektrolit, hipotensi gangguan EKG menyerupai
keadaan seperti kontusi jantung.
7. Angiografi
Gold Standard’ untuk pemeriksaan aorta torakalis dengan dugaan adanya
cedera aorta pada trauma tumpul toraks.
8. Torasentesis :
menyatakan darah/cairan serosanguinosa.
9. Hb (Hemoglobin) : Mengukur
status dan resiko pemenuhan kebutuhan oksigen jaringan tubuh.
2.7 Penatalaksanaan
1.
Bullow Drainage / WSD
Pada trauma toraks, WSD dapat berarti :
a.
Diagnostik :Menentukan perdarahan dari pembuluh darah besar atau kecil, sehingga dapat
ditentukan perlu operasi torakotomi atau tidak, sebelum penderita jatuh dalam
shock.
b.
Terapi :
Mengeluarkan darah atau udara yang terkumpul di rongga pleura.
Mengembalikan tekanan rongga pleura sehingga "mechanis of breathing"
dapat kembali seperti yang seharusnya.
c.
Preventive :
Mengeluarkan udaran atau darah yang masuk ke rongga pleura sehingga
"mechanis of breathing" tetap baik.
2.
Perawatan WSD dan pedoman
latihanya :
a.
Mencegah
infeksi di bagian masuknya slang.
Mendeteksi di bagian dimana masuknya slang, dan pengganti verband 2 hari
sekali, dan perlu diperhatikan agar kain kassa yang menutup bagian masuknya
slang dan tube tidak boleh dikotori waktu menyeka tubuh pasien.
b.
Mengurangi rasa sakit dibagian
masuknya slang. Untuk rasa sakit yang hebat akan diberi analgetik oleh dokter.
c.
Dalam
perawatan yang harus diperhatikan :
a)
Penetapan slang.
Slang diatur se-nyaman mungkin, sehingga slang yang dimasukkan tidak
terganggu dengan bergeraknya pasien, sehingga rasa sakit di bagian masuknya
slang dapat dikurangi.
b)
Pergantian posisi badan.
Usahakan agar pasien dapat merasa enak dengan memasang bantal kecil
dibelakang, atau memberi tahanan pada slang, melakukan pernapasan perut,
merubah posisi tubuh sambil mengangkat badan, atau menaruh bantal di bawah
lengan atas yang cedera.
d.
Mendorong berkembangnya
paru-paru.
a)
Dengan WSD/Bullow drainage
diharapkan paru mengembang.
b)
Latihan napas dalam.
c)
Latihan batuk yang efisien :
batuk dengan posisi duduk, jangan batuk waktu slang diklem.
d)
Kontrol dengan pemeriksaan fisik
dan radiologi.
e.
Perhatikan keadaan dan banyaknya
cairan suction.
Perdarahan dalam 24 jam setelah operasi umumnya 500
- 800 cc. Jika perdarahan dalam 1 jam melebihi 3 cc/kg/jam, harus dilakukan
torakotomi. Jika banyaknya hisapan bertambah/berkurang, perhatikan juga secara
bersamaan keadaan pernapasan.
f.
Suction harus berjalan efektif :
Perhatikan setiap 15 - 20 menit selama 1 - 2 jam setelah
operasi dan setiap 1 - 2 jam selama 24 jam setelah operasi.
g.
Perawatan "slang" dan
botol WSD/ Bullow drainage.
a.
Cairan dalam botol WSD diganti
setiap hari , diukur berapa cairan yang keluar kalau ada dicatat.
b.
Setiap hendak mengganti botol
dicatat pertambahan cairan dan adanya gelembung udara yang keluar dari bullow
drainage.
c.
Penggantian botol harus
"tertutup" untuk mencegah udara masuk yaitu meng"klem"
slang pada dua tempat dengan kocher.
d.
Setiap penggantian botol/slang
harus memperhatikan sterilitas botol dan slang harus tetap steril.
e.
Penggantian harus juga
memperhatikan keselamatan kerja diri-sendiri, dengan memakai sarung tangan.
f.
Cegah bahaya yang menggangu
tekanan negatip dalam rongga dada, misal : slang terlepas, botol terjatuh
karena kesalahan dll.
3.
Dinyatakan berhasil, bila :
a.
Paru sudah mengembang penuh pada
pemeriksaan fisik dan radiologi.
b.
Darah cairan tidak keluar dari
WSD / Bullow drainage.
c.
Tidak ada pus dari selang
WSD.
2.8 Pemeriksaan penunjang
a. X-foto thoraks 2 arah (PA/AP dan lateral)
b. Diagnosis fisik :
a). Bila pneumotoraks < 30% atau hematothorax
ringan (300cc) terap simtomatik, observasi.
b). Bila pneumotoraks > 30% atau hematothorax
sedang (300cc) drainase cavum pleura dengan WSD, dainjurkan untuk melakukan
drainase dengan continues suction unit.
c). Pada keadaan pneumothoraks yang residif lebih
dari dua kali harus dipertimbangkan thorakotomi
d). Pada hematotoraks yang massif (terdapat
perdarahan melalui drain lebih dari 800 cc segera thorakotomi.
2.2
Terapi
:
a. Antibiotika
b. Analgetika
c. Expectorant.
2.3
Komplikasi
a. tension penumototrax
b. penumotoraks bilateral
c. emfiema
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1. Umur : Sering terjadi usia 18 - 30
tahun.
2. Alergi terhadap obat, makanan
tertentu.
3. Pengobatan terakhir.
4. Pengalaman pembedahan.
5. Riwayat penyakit dahulu.
6. Riwayat penyakit sekarang.
7. Dan Keluhan.
3.2 Pemeriksaan Fisik
3.
Sistem
Kardiovaskuler :
a.
Nyeri dada meningkat karena
pernapasan dan batuk
b.
Takhikardia, lemah
c.
Pucat, Hb turun /normal
d.
Hipotensi.
4.
Sistem
Persyarafan : Tidak ada kelainan.
5.
Sistem
Perkemihan : Tidak ada kelainan.
6.
Sistem
Pencernaan : Tidak ada kelainan.
7.
Sistem
Muskuloskeletal - Integumen.
a.
Kemampuan sendi terbatas
b.
Ada luka bekas tusukan benda
tajam
c.
Terdapat kelemahan
d.
Kulit pucat, sianosis,
berkeringat, atau adanya kripitasi sub kutan.
8.
Sistem
Endokrine :
a.
Terjadi peningkatan metabolisme
b.
Kelemahan.
9.
Sistem
Sosial / Interaksi : Tidak ada hambatan.
10.
Spiritual
: Ansietas, gelisah, bingung, pingsan.
3.3 Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekpansi paru yang tidak
maksimal karena akumulasi udara/cairan.
b. Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi
sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
c. Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan
reflek spasme otot sekunder.
d. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan dan
ketahanan untuk ambulasi dengan alat eksternal.
e. Resiko Kolaboratif : Akteletasis dan Pergeseran Mediatinum.
f. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang
bullow drainage.
g. Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme
sekunder terhadap trauma.
3.4 Intevensi Keperawatan
a.
Ketidakefektifan pola pernapasan
berhubungan dengan ekspansi paru yang tidak maksimal karena trauma.
Tujuan : Pola pernapasan efektive.
Kriteria hasil :
-Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektive.
-Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.
-Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab
Intervensi :
-Berikan posisi yang nyaman, biasanya
dnegan peninggian kepala tempat tidur. Balik ke sisi yang sakit. Dorong klien
untuk duduk sebanyak mungkin.
-Obsservasi fungsi pernapasan, catat frekuensi
pernapasan, dispnea atau perubahan tanda-tanda vital.
-Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut
dilakukan untuk menjamin keamanan.
-Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor
pencetus adanya sesak atau kolaps paru-paru.
b.
Inefektif bersihan jalan napas
berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder
akibat nyeri dan keletihan.
Tujuan : Jalan napas
lancar/normal
Kriteria hasil :
-Menunjukkan batuk yang efektif.
-Tidak ada lagi penumpukan sekret di sal. pernapasan.
-Klien nyaman.
Intervensi :
-Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif
dan mengapa terdapat penumpukan sekret di sal. pernapasan.
-Ajarkan klien tentang metode yang tepat
pengontrolan batuk.
-Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak
mungkin.
-Lakukan pernapasan diafragma.
-Kolaborasi dengan tim kesehatan lain : Dengan
dokter, radiologi dan fisioterapi.
c.
Perubahan kenyamanan : Nyeri akut
berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme otot sekunder.
Tujuan : Nyeri berkurang/hilang.
Kriteria hasil :
-Nyeri berkurang/ dapat diadaptasi.
-Dapat mengindentifikasi aktivitas yang
meningkatkan/menurunkan nyeri.
-Pasien tidak gelisah
-Intervensi :
-Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan pereda
nyeri nonfarmakologi dan non invasif.
-Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa
nyeri dan berikan posisi yang nyaman ; misal waktu tidur, belakangnya dipasang
bantal kecil.
-Tingkatkan pengetahuan tentang :
sebab-sebab nyeri, dan menghubungkan berapa lama nyeri akan berlangsung.
-Kolaborasi denmgan dokter, pemberian analgetik.
-Observasi tingkat nyeri, dan respon motorik
klien, 30 menit setelah pemberian obat analgetik untuk mengkaji
efektivitasnya. Serta setiap 1 - 2 jam setelah tindakan perawatan selama 1 - 2
hari.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
bahwa Trauma Dada / Thorax adalah suatu kondisi dimana terjadinya benturan baik tumpul
maupun tajam pada dada atau dinding thorax, yang menyebabkan abnormalitas
(bentuk) pada rangka thorax. Perubahan bentuk pada thorax akibat trauma dapat
menyebabkan gangguan fungsi atau cedera pada organ bagian dalam rongga thorax
seperti jantung dan paru-paru, sehingga dapat terjadi beberapa kondisi
patologis traumatik seperti Haematothorax,
Pneumothorax, Tamponade Jantung, dan sebagainya.
Trauma dada diklasifikasikan
menjadi dua jenis, yaitu :
11.
Trauma Tajam
a.
Pneumothoraks terbuka
b.
Hemothoraks
c.
Trauma tracheobronkial
d.
Contusio Paru
e.
Ruptur diafragma
f.
Trauma Mediastinal
12.
Trauma Tumpul
a)
Tension pneumothoraks
b)
Trauma tracheobronkhial
c)
Flail Chest
d)
Ruptur diafragma
e)
Trauma mediastinal
f)
Fraktur kosta
Diagnosa keperawatan yang
dapat muncul karena trauma dada adalah :
1.
Ketidakefektifan pola pernapasan
berhubungan dengan ekpansi paru yang tidak maksimal karena akumulasi
udara/cairan.
2.
Inefektif bersihan jalan napas
berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder
akibat nyeri dan keletihan.
3.
Perubahan kenyamanan : Nyeri akut
berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme otot sekunder.
4.
Gangguan mobilitas fisik
berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan dan ketahanan untuk ambulasi dengan
alat eksternal.
5.
Resiko Kolaboratif : Akteletasis
dan Pergeseran Mediatinum.
6.
Kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan trauma mekanik terpasang bullow drainage.
7.
Resiko terhadap infeksi
berhubungan dengan tempat masuknya organisme sekunder terhadap trauma.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L.J.
(1997). Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC.
Depkes. RI. (1989). Perawatan
Pasien Yang Merupakan Kasus-Kasus
Bedah.Jakarta : Pusdiknakes.
Doegoes, L.M. (1999). Perencanaan
Keperawatan dan Dokumentasian
keperawatan. Jakarta : EGC.
Hudak, C.M. (1999) Keperawatan
Kritis. Jakarta : EGC.
Pusponegoro,
A.D.(1995). Ilmu Bedah. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
No comments:
Post a Comment